PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM KELUARGA KAWIN CAMPUR

Download komunikasi yang dipakai dalam hal ini adalah proses komunikasi antar budaya, yaitu terjalinnya sebuah komunikasi interpersonal antara buday...

0 downloads 362 Views 242KB Size
JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

ISSN : 2085 – 0328

PENGARUH KOMUNIKASI ANTAR BUDAYA DALAM KELUARGA KAWIN CAMPUR TERHADAP POLA MENDIDIK ANAK DI KOMPLEK SETIA BUDI INDAH Rehia K.I.Barus, Irfan Simatupang, Friska Rizki Noviyanti Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Medan Area ABSTRACT Mix marriage as regulated in Article 57 Law Number 1 of 1974 concerning marriage that is committed by a couple with different nationality. The Nationality of the Republic of Indonesia in Law Number 12 of 2006, is explained that children as the result of mix marriage can have double nationalities but limited. The process of communication that is using in the mixing marriage is the process of intercultural communication. In establishment of an interpersonal communication between eastern culture and western culture. This communication takes place not just for a day or two, but takes place during the stay of foreign citizens and citizens relations with in Indonesia. The patterns of children's education is one of the problems that often occur in mixed marriages. Most of the mixing marriage used the foreign pattern of their child's education. This is because foreigners want their children get an education equivalent to the education of the country of origin may be obtained. The results showed that the process of intercultural communication can be wellestablished and effective among the four mixed marriage couples. Overall informants seeks to honor and respect for cultural differences in their marriage.They tried to blend and merge with the cultur of their partner.Changes in view of the world (religion,values,and behaviors) on minorities and chose to follow the beliefs of the dominant partner. Keywords: Mix marriage, intercultural communication, the patterns of children's education

PENDAHULUAN Ilmu dan teknologi telah menjadikan masyarakat dunia saling berkomunikasi dan bersosialisasi, baik secara langsung maupun melalui media telekomunikasi. Kemudahan interaksi antar negara membuat warga negara Indonesia dapat bekerja atau pun melanjutkan pendidikannya di negara luar dengan lebih mudah, sebaliknya banyak juga warga asing memasuki Indonesia dengan tujuan untuk bekerja atau untuk menetap, lebih jauh memungkinkan terjadinya perkawinan campur antar budaya. Perkawinan campur di Indonesia lebih sering dengan warga negara asing yang berasal dari daerah Barat. Perkawinan campur seperti ini harus menyesuaikan diri dengan pasangannya yang berbeda kebangsaan,|negara, suku, agama, kasta, status sosial dan ras.

Amir Syarifuddin (2006:35) mengatakan bahwa arti kata nikah berarti ”bergabung”, “hubungan kelamin”. Bergabung atau bercampur itu berarti berkumpul yang tidak seragam. Indonesia menyatakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1974 Pasal 57 tentang Perkawinan Campuran bahwa ”yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undangundang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.” Dalam Perkawinan Campur, proses komunikasi yang dipakai dalam hal ini adalah proses komunikasi antar budaya, yaitu terjalinnya sebuah komunikasi interpersonal antara budaya timur dan budaya barat. Berdasarkan adat-

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

154

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

istiadatnya, terdapat 3 ciri yang dominan dalam budaya barat yaitu penghargaan terhadap martabat manusia, kebebasan, dan penciptaan dan pemanfaatan teknologi. Dan bangsa barat lebih menekankan pada logika dan ilmu karena orang barat cenderung aktif dan analitis. Berbeda dengan orang timur dimana hal yang paling dominan adalah adat-istiadat. yang masih dipegang teguh, walaupun adat-istiadat saat ini mulai pudar dan berubah. Komunikasi antar budaya ini berlangsung bukan hanya untuk satu atau dua hari, tetapi komunikasi ini berlangsung selama warga asing menetap dan menjalin hubungan dengan warganegara Indonesia sehingga menimbulkan proses akulturasi. Akulturasi yang menurut Rusmin Tumanggor dkk (2010:46) yaitu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Penting untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut, karena setelah akulturasi maka akan muncul suatu proses baru bila terjadi perkawinan campur yang berkepanjangan yaitu Asimilasi. Asimilasi itu adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga membentuk kebudayaan baru. Bila proses asimilasi ini terus berkembang, maka kebudayaan yang ada makin lama akan makin tenggelam atau hilang. Proses akulturasi dan asimilasi dapat dilihat dari proses komunikasi yang dilakukan antara suami dan istri, maupun antara orang tua dengan anak . Suami dan istri yang datang dari dua budaya yang berbeda, membutuhkan proses pemahaman terhadap masing-masing

ISSN : 2085 – 0328

budaya yang merupakan sesuatu yang sangat penting. Ini dikenal istilah low context communication dan high context communication. Pola pendidikan anak merupakan salah satu permasalahan yang yang sering terjadi di perkawinan campuran. Kebanyakan dari perkawinan campuran mereka lebih memilih konsep pendidikan warga asing dalam mendominasi hal pola pendidikan anak mereka, dikarenakan warga asing menginginkan anak mereka mendapatkan pendidikan yang hampir setara dengan pendidikan yang ada di luar negeri. Sehingga banyak dari pasangan kawin campur menyekolahkan anak mereka di sekolah International dengan bahasa pengantar untuk proses belajar mengajar yaitu bahasa Inggris. Dan mereka juga menambah pendidikan anak mereka dengan les tambahan untuk kepribadian diri dengan kursus musik, melukis atau tari. Hal ini ternyata dapat meningkatkan kreatifitas anak mereka sehingga anak hasil dari kawin campur ini lebih cerdas. Berangkat dari banyaknya fenomena perkawinan campuran yang unik, mendorong peneliti untuk memutuskan mengambil topik mengenai perkawinan campuran dalam penelitian kali ini dengan judul penelitian, Pengaruh Komunikasi Antar Budaya Dalam Pola Mendidik Anak Kawin Campur di Komplek Setia Budi Indah Medan. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas maka sebelum penulis mengemukakan pokok masalah dalam penulisan ini, ada baiknya penulis terlebih dahulu mengemukakan perumusan masalah. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah 1. Bagaimana pandangan orang tua dan anak tentang perkawinan campur? 2. Bagaimana pola komunikasi yang diterapkan antara orang tua dengan anak oleh pasangan kawin campur? 3. Apa saja kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan pernikahan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

155

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

4.

kawin campur dalam masalah komunikasi di antara mereka ? Model pendidikan apa yang harus dijalani oleh anak hasil kawin campur?

Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pandangan orang tua dan anak tentang perkawinan campur. 2. Untuk mengetahui pola komunikasi yang diterapkan oleh orang tua pada anak perkawinan campuran. 3. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi oleh pasangan perkawinan campur dalam masalah komunikasi diantara mereka. 4. Untuk mengetahui model pendidikan yang harus dijalani oleh anak hasil kawin campur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Komunikasi Komunikasi merupakan aktivitas dasar manusia, dengan berkomunikasi, manusia dapat saling berhubungan satu sama lain baik dalam kehidupan seharihari di rumah tangga, di tempat kerja, di pasar, di sekolah, dalam masyarakat atau dimana saja manusia berada. Onong Uchjana Effendy (2003:28) menerangakan bahwa komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Adapun fungsi – fungsi komunikasi adalah komunikasi Sosial yang berguna untuk membangun konsep diri dan akulturasi diri, komunikasi ekspresif yang berfungsi untuk mempengaruhi orang lain, komunikasi ritual dan komunikasi instrumental Sedangkan tujuan-tujuan komunikasi menurut Myers yaitu untuk : - Mengetahui tentang dirinya sendiri, maksudnya bisa dilakukan manusia melalui proses komunikasi dalam dirinya sendiri. - Mengetahui segala sesuatu yang terjadi di lingkunganya, maksudnya

ISSN : 2085 – 0328

manusia mencari segala informasi atau terlibat sebagai peserta yang pasif. - Berbagi pengetahuan tentang segala seuatu yang terjadi dengan manusia lain, maksudnya manusia secara aktif menyampaikan informasi. - Mempengaruhi manusia lain, maksudnya manusia juga secara aktif melakukan komunikasi dengan manusia lain. - Memperoleh kesenangan, maksudnya manusia secara aktif maupun pasif terlibat dalam komunikasi. (Jamiluddin, 2005 : 13) Model komunikasi yang dipakai adalah model Tubbs. Model ini menggambarkan komunikasi yang paling mendasar, yaitu komunikasi dua orang (diadik). Model komunikasi Tubbs ini mengasumsikan kedua peserta komunikasi sebagai pengirim pesan dan penerima pesan. Model ini melukiskan, baik komunikator 1 atau komunikator 2 terus menerus memperoleh masukan, yakni rangsangan yang berasal dari dalam ataupun luar darinya. Yang sudah berlalu maupun sedang berlangsung, juga semua pengalaman dan pengetahuannya mengenai dunia fisik dan sosial yang mereka peroleh lewat indra mereka. Akan tetapi, baik komunikator 1 atau komunikator 2 adalah manusia yang unik. Mereka yang memiliki latar belakang sosial-budaya yang berbeda. Filter atau penyaring mereka masing-masing, baik fisikologis ataupun psikologis juga dapat berbeda (Mulyana.2005). Defenisi Komunikasi Antarbudaya Djuarsa Sendjaja (1994) menunjuk pada suatu fenomena komunikasi dimana para pesertanya masing-masing memiliki latar belakang budaya yang berbeda terlibat dalam suatu kontak antara satu dengan yang lainnya, baik secara langsung atau pun tidak langsung. Semua tindakan komunikasi itu berasal dari konsep kebudayaan. Sedangkan (Liliweri. 2001) Berlo berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya untuk

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

156

ISSN : 2085 – 0328

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

melaksanakan tindakan itu. Berarti kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komuniksi seseorang termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komuniksi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda. Selanjutnya, salah satu perspektif komunikasi antarbudaya menekankan bahwa tujuan komunikasi antarbudaya adalah mengurangi tingkat ketidakpastian tentang orang lain. Sedangkan Devito mengemukakan beberapa faktor penentu efektivitas komunikasi antarpribadi, yakni : (1) keterbukaan; (2) empati; (3) perasaan positif; (4) dukungan; dan (5) keseimbangan (Liliweri, 2001: 171). Berdasarkan gambar-gambar model komunikasi antarpribadi dibawah ini digambarkan bagaimana model komunikasi tersebut, dimana gambar tersebut menunjukan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latar belakang

kebudayaan karena itu memiliki pula perbedaan kepribadian dan persepsi mereka terhadap relasi antar pribadi. Ketika A dan B bercakap-cakap itulah yang disebut dengan komunikasi antarbudaya karena kedua belah pihak “menerima” perbedaan di antara mereka sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi strategi komunikasi yang bersifat akomodatif. Strategi tersebut juga dihasilkan oleh karena terbentuknya sebuah ”kebudayaan” baru (c) yang secara psikologis menyenangkan kedua belah pihak. Hasilnya adalah komunikasi yang bersifat adaptif yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan akibatnya menghasilkan komunikasi antar pribadi dan antar budaya yang efektif. Dan proses tersebut dapat digambarkan sebagai berikut :

PERCAKAPAN

C Kebudayaan

Kebudayaan

Kepribadian

Kepribadian

A

B

Persepsi Terhadap Relasi Antar Pribadi Adaptif -efektif

Menerima Perbedaan

- Ketidakpastian - Kecemasan

Persepsi terhadap relasi antar pribadi

Strategi Komunikasi yang akomodatif

Gambar 1. Model komunikasi antar budaya

Hambatan komunikasi antarbudaya terbagi dua antara dua yaitu hambatan komunikasi antarbudaya di atas air (above waterline) dan di bawah air (below waterline). Below waterline adalah faktorfaktor yang membentuk perilaku atau sikap seseorang, hambatan-hambatan ini

cukup sulit untuk diperhatikan, yaitu Persepsi, Norma,Stereotip, Filosofi Bisnis, Aturan, Nilai, Kebudayaan Subkultur (Chaney & Martin,2004). Definisi Perkawinan Campuran

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

157

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 pasal 57 menyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-Undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak kewarganegaraan Asing dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia. “ Perkawinan campur antarbangsa tentunya juga terkait dengan perbedaan latar belakang kebudayaan. Dan dari situ kemudian akan terkait lagi dengan pola menetap, pola pengasuhan anak, pola hidup, hubungan sosial dengan kerabat dan lingkungan sekitar hingga pola penyesuaian kedua belah pihak, baik bagi pasangan yang menikah dan bagi keluarga besar pasangan campuran tersebut. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah kualitatif deskriptif, dimana penelitian ini merupakan tipe pendekatan dalam penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam,

ISSN : 2085 – 0328

mendetail, dan komprehensif. Berbagai variabel ditelaah dan ditelusuri, termasuk juga kemungkinan berhubungan antar variabel yang ada. Karenanya, penelitian suatu kasus bisa jadi melahirkan pernyataan-pernyataan yang bersifat eksplanasi, Sanapiah (2003:21) Peneliti akan mengamati fenomenafenomena yang terjadi pada pasangan perkawinan campuran sehubungan perkawinan campuran dengan hambatanhambatan komunikasi antarbudaya yang terjadi dan dalam pola pendidikan anak cawin campur. Dalam riset kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Karena sampel pada riset kualitatif disebut informan atau subjek penelitian. (Kriyantono.2006.). Hal ini dikarenakan riset kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset. Hasil riset lebih bersifat kontekstual dan kasulistik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu riset dilakukan. Berdasarkan teori tersebut, maka peneliti memutuskan mengambil satu pasangan perkawinan campuran dalam penelitian ini untuk menjadi seorang key informan.

Tabel 1. Jumlah Penduduk di Komplek Taman Setia Budi Indah No Keterangan Total 1. Keluarga Yang Mendaftar 1008 Kepala Keluarga 2. Keluarga Kawin Campur Yang Mendaftar 7 Kepala Keluarga 3. Keluarga Kawin Campur Yang Tidak Mendaftar 15 Kepala Keluarga Jumlah Keluarga 1030 KK

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

158

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Pengumpulan Data Pengumpulan data pada dasarnya merupakan suatu kegiatan operasional agar tindakannya masuk pada pengertian yang sebenarnya. Dan dalam penlitian kali ini peneliti melakukan 2 teknik dalam proses pengumpulan data, yaitu wawancara dan observasi. HASIL DAN PEMBAHASAN Terdapat 4 (empat) pasangan kawin campur yang menjadi objek penelitian untuk diwawancarai secara mendalam tentang komunikasi yang terjalin pada pernikahan mereka. 1. Rismauli Manihuruk dan Timothy Lowe (USA): Delon Lowe (13 tahun) 2. Sari Van Krujen dan Mark Van Malik (Belanda): Markcy Van Krujen (2 tahun) 3. Sirini Ginting Back dan Sebastian Back (Jerman): Tania Back (13 tahun) 4. Marta dan Andreas Van Roon (Belanda): Craig Van Roon (9 tahun) Benjii Van Roon (7 tahun) Pendapat Keluarga Tentang Perkawinan Campuran Ter Haar (Hilman Hadikusuma, 1990:9 ) menyatakan bahwa perkawinan itu adalah urusan kerabat, urusan keluarga, urusan masyarakat, urusan martabat dan urusan pribadi. Keluarga Rismauli dan Sari pada awalnya menentang perkawinan campur ini lebih dikarenakan perbedaan agama sedangkan pada keluarga Timothy dan Marc masalah budaya dan agama dalam pernikahan bukan masalah yang besar, karena bagi mereka khususnya masyarakat asing bila mereka sudah dewasa mereka diberikan kebebasan dalam memilih jalan hidupnya. Pada saat mereka menikah mereka memilih untuk menganut kepercayaan suaminya yaitu Kristen. Keterbukaan dalam perkawinan campuran terjadi pada pasangan Sirini Ginting Back dan Sebastian Back serta Marta Van Roon Sihombing dan Andreas Van Roon dimana

ISSN : 2085 – 0328

keluarga masing-masing dari pasangan ini tidak ada masalah. Pendapat Anak Kawin Campur terhadap Pernikahan Campuran Delon Lowe dan Tania sangat apresiatif memiliki orang tua berbeda budaya yang membuat mereka menjadi lebih ”kaya” akan didikan budaya, sopan santun, etika serta tata krama yang berbeda dari orang tuanya Craig Van Roon dan Benji Van Roon dan Marky Van belum terlalu mengerti tentang perkawinan campuran, karena anak-anak mereka masih tergolong anak-anak. Anak dari kawin campur ini, lebih memilih berteman dekat dengan wanita atau pun pria yang asli berkebangsaan asing dari pada teman yang asli orang Indonesia karena ditunjang intensitas bahasa Inggris yang lebih sering mereka pakai sehari-hari di sekolah maupun di rumah. Mereka juga mengakui kalau cara berpikir serta padangan mereka lebih mengacu pada pola pemikiran ayah mereka menganggap cara berpikir orang asing tidak terlalu membesar-besarkan masalah, praktis, dan demokratis. Berbeda dengan ibu mereka yang dianggap terlalu melebih-lebihkan masalah. Pola Komunikasi yang Terjadi pada Keluarga Kawin Campur Keempat keluarga kawin campur ini juga menggunakan dua bahasa dalam berkomunikasi seperti bahasa Indonesia atau pun bahasa Inggris. Komunikasi yang sering dibicarakan adalah tentang rencana, pendapat serta kemauan dari masingmasing anggota keluarga khususnya anak mereka. Mereka lebih mendengarkan pendapat serta rencana anak-anak mereka karena menganggap hal ini dapat mengembangkan kepercayaan diri anakanaknya untuk lebih terbuka dalam mengemukakan pendapatnya. Kendala yang Dihadapi Selama Menjalani Pernikahan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

159

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

Terdapat dua hambatan yang terjadi pada pernikahan mereka yaitu hambatan ”diatas air” merupakan hambatan yang berhubungan dengan perbedaan prinsip, budaya, persepsi pengalaman, emosi, bahasa dan nonverbal dan ”dibawah air” merupakan hambatan yang terjadi pernikahan mereka meliputi perbedaan norma dan aturan. Beberapa hambatan atau kendala yang terjadi pada awal dan masa pernikahan mereka yaitu bahasa yang dipakai, agama yang dianut, makanan yang dipilih, budaya yang diterapkan, prinsip yang dipakai selama menikah. Pada awal pernikahan terdapat hambatan di atas memberikan kendala dalam perkawinan campur ini namun seiring waktu dengan menggunakan komunikasi yang baik maka hambatan di atas dapat teratasi. Pola Pendidikan Untuk Anak Kawin Campur Masalah tentang pendidikan sempat menjadi salah satu pembicaraan yang serius bagi pasangan ini. Keempat pasangan ini kemudian sepakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah dengan standar International yang ada di Medan berikut dengan tim pengajarnya yang merupakan orang luar negeri sehingga proses komunikasi belajar mengajar mengacu ke bahasa Inggris. Keempat pasang kawin campur ini juga berencana akan menguliahkan anak-anak mereka di luar negeri, dengan pengharapan anak mereka bisa sebanding dengan anakanak asing asli yang memiliki intelegensi yang tinggi. Faktor ekonomi mereka yang bisa dikatakan menengah keatas yang juga membuat mereka menyekolahkan anak mereka di sekolah yang terbaik yang ada di Medan. Karena keempat pasang kawin campur ini memiliki program sendiri untuk masa depan anak-anak mereka. Mereka memberikan kebebasan pada anak-anak mereka untuk memberikan pendapat mereka tentang apa yang mereka inginkan. Hal itu diajarkan oleh orang tua mereka terutama ayah mereka yang berasal dari

ISSN : 2085 – 0328

budaya luar untuk mau mengungkapkan apa yang mereka inginkan tanpa harus membantah, mengkritik, apalagi melawan pada orangtua. Karena mereka menganggap dengan pendidikan secara demokratis, dapat membentuk karakteristik anak mereka menjadi lebih mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman, mampu menghadapi kesulitan dan stres, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan terbuka dengan orang lain. Konsep pendidikan anak dari Timur tidak mereka gunakan karena dianggap terlalu otoriter dapat mengakibatkan aneka gangguan kejiwaan yang kelak akan mengganggu keoptimalan proses tumbuh kembang anak. Perkembangan yang tidak optimal ini, bisa menyebabkan anak tumbuh besar namun tidak mencerminkan pribadi masingmasing. Perubahan yang Terjadi Selama Kawin Campur Keempat istri merasakan bahwa merek mengalami perubahan pola pikir selama mereka menikah dengan pria asing, dimana pola pikir dan prinsip suaminya sudah masuk kedalam dirinya sehingga mereka sekarang menjadi seorang wanita yang simpel dalam berpikir, tidak mau merumit-rumitkan masalah seperti dulu pada saat mereka masih single. Hal lainnya,selama pernikahan mereka para istri ini sudah kurang menjalankan dan mengajarkan adat-istiadat atau kebudayaan yang sudah ada dari turun temurun baik sehingga anak-anak mereka tidak tahu tentang kebudayaan asli ibu mereka. Perubahan sikap ini juga terjadi pada para istri-istri yang menikahi pria dari kebangsaan asing. Mereka sekarang jadi lebih cuek dalam artian tidak perduli dengan keluarganya. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari pengamatan pada pasangan kawin campur ini terdapat ada perbedaan antara pasangan kawin bisa dengan

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

160

JURNAL ILMU SOSIAL-FAKULTAS ISIPOL UMA

pasangan kawin campur yaitu keterbukaan dalam keluarga. Hal itu jarang kita temui di pasangan kawin biasa, dimana bila seorang anak menyatakan pendapatnya, itu ditentang dan menganggap kalau anak tersebut masih kecil dan belum boleh berbicara. Bila mendapat masalah atau perbedaan pendapat harus dibicarakan dengan tenang. Dan ternyata pria asing lebih tenang dalam menghadapi masalah dan yang mereka butuhkan adalah keterbukaan dengan pasangannya sehingga dapat disimpulkan bahwa pria asing yang memutuskan menikah dengan wanita Indonesia dikarenakan sikap, perhatian dan keramahan wanita Indonesia yang membuat mereka nyaman. Selain itu banyak wanita Indonesia yang menikah dengan pria asing yang berstatus duda. Sementara pasangan kawin campur lebih memilih pola pendidikan yang berstandar pendidikan International, karena mereka ingin anak mereka mendapatkan pendidikan yang sama dengan pendidikan yang ada di luar negeri. Dalam berkomunikasi pasangan kawin campur memilih untuk menggunakan dua bahasa yaitu bahasa istri dan bahasa suami dan mereka juga mengajarkan bahasa tersebut pada anak mereka karena mereka menganggap pernikahan itu adalah suatu proses pembelajaran.

ISSN : 2085 – 0328

Effendy, Onong Uchjana. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti. 2003 Faisal, Sanapiah. Format-format Penelitian sosial. Jakarta Grafindo Persada cet 6. 1985 Kriyantono, Rachmat. Tehnik Praktis Riset Komunikasi : Disertai Contoh Praktis Riset Media, Public Relations, Advertising, Komunikasi Organisasi, Komunikasi Pemasaran. Jakarta. Kencana. 2008 Liliweri, Alo. Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya.Cet 1. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.2001 Mulyana,Deddy .Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar .Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.1996 Ritonga, M. Jamiluddin. Tipologi Pesan Persuasif. Jakarta. Indeks.2005 Sendjaja, S. Djuarsa. Teori Komunikasi. Jakarta. Universitas Terbuka. 1994 Singarimbun Masri, Sofian Effendi. Metode Penelitian Survei Cet. Ke V. LP3ES. Jakarta.1985 Syarifuddin Amir.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia.Jakarta. Jakarta Putra Grafika. 2006 Tumanggor Rusmin, Ridho Kholis, dan Nurochim. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta.Kencana Prenada Media Group. 2010 Undang – Undang Dasar Republik Indonesia 1945. Jakarta. Sinar Grafika. 1999

Saran Kepada pasangan kawin campur agar mendaftarkan atau melaporkan keluarganya ke Kepala Lingkungan di Komplek tempat tinggalnya. Selain itu Kepala Lingkungan setempat agar lebih aktif dalam mendata warganya. DAFTAR PUSTAKA Chaney & Martin. Intercurtural Business Communication, 3rd edition. New Jersey. SAGE.2004

PERSPEKTIF/ VOLUME 4/ NOMOR 2/ OKTOBER 2011

161