PENGARUH KONSENTRASI ACETOBACTER ACETI DAN

Download Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta. Kwartiningsih, Endang. Ln. Nuning Sri Mulyati. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar...

0 downloads 542 Views 463KB Size
J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

ISSN: 2527-6271

2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

PENGARUH KONSENTRASI Acetobacter aceti DAN LAMA FERMENTASI TERHADAP TOTAL ASAM CAIRAN FERMENTASI PEPAYA BURUNG (Carica papaya, L.) (The Effect of Acetobacter aceti concentration and fermentation time of acid total of fermented liquid of Carica papaya L.) Sarlina Palimbong Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Kristen Satya Wacana Email: [email protected]

ABSTRACT The aim of this study was to investigate the total acid produced from various combinations of A.aceti concentration and fermentation time treatments. Vinegar-making process was carried out in two stages namely anaerobic fermentation with Saccharomyces cerevisiae then continued aerobic with Acetobacter aceti. A.aceti. The concentration used was 0%, 1%, 5%, 10%, and 15% with fermentation time of 0 hours, 48 hours, 96 hours, 144 hours, respectively. The results showed that the addition of A.aceti concentration, fermentation time or the combination of concentration and fermentation time had significantly different effect on total acid of fermented liquid. Keywords: vinegar, fermentation, Acetobacter aceti, bird papaya.

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui total asam yang dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan konsentrasi A.aceti dan lama fermentasi. Proses pembuatan cuka telah dilakukan melalui 2 tahap yaitu fermentasi secara anaerob dengan Saccharomyces cerevisiae kemudian dilanjutkan secara aerob dengan Acetobacter aceti. Konsentrasi A.aceti yang digunakan adalah 0%, 1%, 5%, 10%, dan 15% dengan lama fermentasi 0 jam, 48 jam, 96 jam, 144 jam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa baik penambahan konsentrasi A.aceti, lama fermentasi maupun kombinasi dari keduanya mempunyai pengaruh berbeda nyata terhadap total asam cairan hasil fermentasi. Kata kunci: cuka buah, fermentasi Acetobacter aceti, pepaya burung.

PENDAHULUAN Pepaya burung (Carica papaya, L.) merupakan salah satu kultivar pepaya yang kurang populer di daerah Salatiga sebab lebih banyak tumbuh liar di hutan dan di tegalan. Diduga karena lebih sering dibiarkan untuk menjadi makanan burung-burung di alam bebas membuat pepaya jenis ini dinamai pepaya burung. Pepaya burung memiliki daging buah mudah lembek (Jawa: blenyek) sehingga tidak dapat disimpan lama dan rasa dagingnya cenderung asam. Hal ini menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk mengonsumsinya sebagai buah segar/buah meja selain itu manfaatnya pun belum diketahui luas. Buah pepaya mengandung karbohidrat 478

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

ISSN: 2527-6271

2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

sebanyak 12,2g, kaya vitamin A dan C yang baik untuk menunjang kesehatan tubuh (Direktorat Gizi, Depkes RI, 1996 dalam Suprapti (2005). Kandungan gizi tersebut cukup untuk digunakan sebagai bahan dasar (substrat) dalam fermentasi alkohol. Umur simpan bahan pangan hewani umumnya sangat singkat namun dapat diperpanjang dengan cara pemberian vinegar (cuka buah) sebab aman dan dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada daging segar. Menurut BPOM (2006), vinegar adalah produk cair yang mengandung asam asetat, diperoleh melalui proses fermentasi bahan-bahan yang mengandung karbohidrat atau alkohol dengan karakteristik dasar yaitu bau, rasa, dan warna khas normal serta total asamnya tidak kurang dari 4 g/ 100 ml. Fermentasi vinegar dilakukan dengan bantuan khamir Saccharomyces cerevisae (kondisi anaerob), dan bakteri Acetobacter aceti (kondisi aerob) yang dibagi atas 2 tahap. Fermentasi tahap pertama dengan S. cerevisae yang akan melakukan perubahan pati menjadi glukosa, kemudian glukosa menjadi etanol (Fatimah, Febrina, Lina, 2013; Idise dan Emmanuel, 2011). Fermentasi tahap kedua dengan A. aceti yang mengubah etanol menjadi asam asetat. Asam asetat merupakan produk metabolit primer yang berkisar 4% - 8% dalam vinegar. Kedua fermentasi tersebut biasanya dilakukan secara terpisah (Desrosier, 2008). Asam asetat hasil fermentasi memiliki flavor lebih baik dibanding asam asetat yang dihasilkan industri kimia, sebagai bahan penyedap (memperbaiki flavor) khas, dan pengawet alami (Juniawati, 2013; Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Beberapa hasil penelitian terkait fermentasi cuka antara lain dari Rahmawati (2015), menggunakan substrat kulit singkong dengan konsentrasi A. aceti 10% menghasilkan kadar asam asetat 2,58%; Juniawati (2013), menggunakan sari kulit pisang, dan juga air kelapa yang masing-masingnya diberi perlakuan kombinasi S. cerevisae 15% dan A. aceti 10% menghasilkan total asam sekitar 4%; Periadnadi (1985) dalam Fathorrahman, dkk., (2012), menggunakan nira aren yang difermentasi selama 14 hari dengan dosis S. cerevisiae 7,5 ml/ 100 ml menghasilkan kadar alkohol 12,3%. Etanol yang paling baik diperoleh dari fermentasi menggunakan biakan murni S. cerevisiae dengan waktu fermentasi 50 jam dan prosentasi starter sebesar 10% (Syauqiah, 2015). Jusfah (1990) dalam Fathorrahman, dkk., (2012), menggunakan batang pisang yang difermentasi selama 72 jam dengan dosis S. cerevisiae 2,5g/100 ml menghasilkan kadar alkohol 12,03%; Leasa dan Matdoan (2015), meneliti nira aren yang difermentasi selama 6 hari dan mendapatkan hasil total asam yang terbentuk meningkat seiring lama fermentasi; Widiastuti (2013), menyatakan bahwa pada proses pembuatan alkohol dari anggur diperoleh kadar alkohol 12,27% pada pH 4 dengan waktu fermentasi 84 jam dan penambahan ragi sebanyak 1,5 gram. Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa konsentrasi dan lama fermentasi khamir maupun bakteri, dan jenis substrat berpengaruh terhadap kadar asam yang dihasilkan. Penelitian mengenai pembuatan cuka dari buah pepaya khususnya pepaya burung belum banyak sehingga patut dilakukan untuk memperkaya khazanah penelitian mengenai pepaya dan potensinya sebagai cuka buah. Untuk itu perlu diketahui nilai total asam yang dapat dihasilkan dari berbagai kombinasi perlakuan konsentrasi A.aceti dan lama fermentasi dalam fermentasi sari buah pepaya burung.

479

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

ISSN: 2527-6271

2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

BAHAN DAN METODE Bahan Bahan penelitian yang digunakan: buah pepaya burung masak pohon yang diperoleh dari daerah Merakmati, Bawen, kultur murni S. cerevisae FNCC 3012 dan A. aceti FNCC 0016 diperoleh dari Lab PAU UGM, ammonium sulfat 0,033%, glukosa 15%, akuades, pepton dan agar. Tahapan penelitian Penelitian meliputi persiapan inokulum S.cerevisiae dan Acetobacter aceti, pembuatan sari buah pepaya burung, fermentasi tahap 1, analisa pH sebelum dan sesudah fermentasi, kadar alkohol & total asam (Sudarmaji, dkk., 1997), bau, warna. Fementasi tahap 2, analisa pH dan keasaman total (Sudarmaji, dkk., 1997), bau, dan warna. Proses Penyiapan Bahan fermentasi Preparasi sari buah pepaya burung Daging buah pepaya segar diblender menjadi jus, disaring dan ditambahkan akuades dengan perbandingan (1:1) lalu disterilkan dan ditambahkan glukosa serta ammonium sulfat. Sari buah yang telah steril difermentasikan pada suhu ruangan (27°C – 30°C) dengan pellet S. cerevisiae sebanyak 1,6% selama 1(satu) minggu lalu dilanjutkan fermentasi sesuai konsentrasi A. aceti dan lama fermentasi yang sudah ditetapkan. Analisa statistik Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yaitu Faktor A (level konsentrasi A. aceti) = 0%, 1%, 5%, 10%, dan 15 %; Faktor B (lama fermentasi) = 0 jam, 48 jam, 96 jam, dan 144 jam. Perlakuan dilakukan duplo. Data yang diperoleh ditabulasi dan diolah dengan metode One-Way ANOVA menggunakan SPSS.16.0 Statistic Software. Level signifikan yang ditetapkan sebesar  = 0,05. Apabila diperoleh hasil berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil fermentasi sari buah pepaya burung (Gambar 1a dan 1b). Pada proses fermentasi tahap pertama terjadi pelepasan CO2 + H2O ditandai dengan terbentuknya gelembung udara dalam air. Hasil analisis cairan hasil fermentasi tahap pertama diperoleh kadar alkohol 5% pada pH 3,5 (data tidak ditampilkan). Kadar alkohol 5 – 8% dalam fermentasi pati akan memacu fermentasi selanjutnya menjadi lebih cepat sehingga menghasilkan asam asetat. Didukung oleh pernyataan Ari (2001), bahwa fermentasi asam asetat dimulai pada saat terbentuk 5% etanol pada air kelapa. Kadar alkohol yang tinggi dalam wine merupakan prekursor penting dalam pembentukan ester yang diasosiasikan dengan aroma menyenangkan (Okeke, dkk., 2015). Pada kisaran pH 3 – 4,5 proses fermentasi dikatakan dapat berhasil baik sebab terjadi penguraian glukosa/pati menjadi alkohol. Hasil penelitian Okeke, dkk., (2015), diperoleh pH berkisar dari 3 – 3,5 dari wine buah campuran buah nenas dan semangka.

480

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

2017

ISSN: 2527-6271

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

b

a

Gambar 1. Cairan fermentasi tahap 1 (1.a) dan tahap 2 (1b). Cairan fermentasi tahap pertama difermentasi kembali dengan berbagai level konsentrasi A. aceti dan lama fermentasi yang telah ditentukan. Cairan fermentasi tahap kedua tetap berwarna kuning oranye (khas buah pepaya burung) namun disertai bau kecut (khas asam cuka). Selama proses fermentasi sampel diletakkan dalam kotak pada kondisi diam (stabil), suhu ruangan 27°C – 28°C dan sirkulasi udara baik (aerob). Menurut Sutarminingsih (2004), proses fermentasi sebaiknya dilakukan dalam ruangan khusus yang bersih untuk menghindari terjadinya goyangan atau kontaminasi dengan mikroorganisme lain ataupun berbagai jenis serangga yang dapat mengganggu proses fermentasi. Pengaruh kombinasi perlakuan penambahan konsentrasi Acetobacter aceti dan lama fermentasi Uji Anova menunjukkan secara umum penambahan level penambahan konsentrasi Acetobacter aceti atau lamanya fermentasi maupun kombinasi keduanya menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap keasaman total yang dihasilkan. Hal ini ditunjukkan dari nilai signifikansi. < 0,05 dalam Tabel 1. Tabel 1. Uji antara efek subjek (variabel terikat: Asam Total) Sumber ragam Type III Sum of Squares df Mean Square F Sig. a Model Koreksi .223 19 .012 75.324 .000 Faktor Koreksi 5.140 1 5.140 3.297E4 .000 Faktor_A .182 4 .046 292.379 .000 Faktor_B .008 3 .003 16.624 .000 Faktor_A * .033 12 .003 17.648 .000 Faktor_B Error .003 20 .000 Total 5.366 40 Total terkoreksi .226 39 a. R Squared = .986 (Adjusted R Squared = .973), Faktor A= konsentrasi A.aceti, B= lama fermentasi

481

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

2017

ISSN: 2527-6271

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017 Kombinasi perlakuan konsentrasi A.aceti 10% dan lama fermentasi 48 jam menghasilkan total asam hanya 0.45% (data tidak ditampikan). Jumlah ini tertinggi dibanding total asam dari lama fermentasi yang lain pada konsentrasi A.aceti 10%. Jumlah ini pula paling tinggi diantara kombinasi perlakuan konsentrasi A.aceti dibawah 10% dan berbagai lama fermentasi. Kadar asam total yang sama dihasilkan juga oleh kombinasi perlakuan A.aceti 15% dan lama fermentasi 0 jam tetapi pada lama fermentasi 144 jam menghasilkan total asam 0,53% (data tidak ditampilkan). Secara teori, kadar alkohol dari fermentasi tahap pertama cukup untuk menghasilkan total asam 4% namun ternyata total asam tertinggi yang dapat dicapai maksimum 0,53%. Diduga disebabkan adanya kandungan kaporit dalam akuades yang digunakan. Kaporit bersifat desinfektan terhadap mikrobia yang ada sehingga ketika cairan difermentasi lanjut dalam kondisi aerob, terjadi pelepasan atom-atom oksigen oleh HClO sehingga menambah jumlah atom oksigen yang lepas. Hal ini berarti daya desinfeksinya makin besar (Surbakti, 1987); Setiawan, D. James Sibarani. Iryanti E. Suprihatin (2013), akibatnya asam total yang terbentuk belum cukup untuk dapat dikategorikan sebagai vinegar. Pengaruh Konsentrasi Acetobacter aceti Terhadap Keasaman Total Cuka Pepaya Burung Hasil pengujian pengaruh penambahan konsentrasi A. aceti terhadap total asam ditunjukkan pada Tabel 2. Uji Duncan menunjukkan level konsentrasi A.aceti 0% sampai dengan 5% tidak berbeda nyata dalam menghasilkan total asam pada cuka, tetapi pada level konsentrasi A.aceti 10% dan 15% memberikan pengaruh nyata terhadap total asam yang dihasilkan. Tabel 2. Pengaruh level konsentrasi A. aceti terhadap Asam Total

Duncana

Subset

Level konsentrasi Aa

N

0%

8

.30600

5%

8

.30975

1%

8

.31163

10%

8

15%

8

Sig.

1

2

3

.38500 .48000 .405

1.000

1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 8.000 Produk akhir dari suatu proses fermentasi diantaranya tergantung pada konsentrasi inokulumnya. Menurut Pingkan (2003), penambahan inokulum 10% menghasilkan asam asetat tertinggi dibandingkan dengan penambahan konsentrasi inokulum 5% dan 15%. Hal ini disebabkan karena pada konsentrasi inokulum 5%, enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang berperan aktif dalam fermentasi jumlahnya tidak mencukupi untuk 482

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

2017

ISSN: 2527-6271

J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017 mengubah substrat yang ada, sehingga laju pertumbuhan asam asetat rendah sedangkan pada konsentrasi 15% laju pembentukan asam asetatnya pun rendah, karena terjadi kompetisi antara mikroorganisme dalam memanfaatkan nutrisi (substrat) yang ada. Menurut Rachman (1989), inokulum yang ditambahkan ke dalam sari buah yang difermentasi berkisar 3 – 10%; Stanbury, Whitaker, dan Hall, (1995) menyatakan konsentrasi inokulum untuk medium cair adalah 5 – 15%, dan Khoirul (2004) dalam anonim (2017), menyatakan bahwa jumlah total inokulum yang baik harus sebanding dengan jumlah substratnya. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Keasamam Total Cuka Pepaya Burung Hasil pengujian pengaruh lama fermentasi terhadap total asam ditunjukkan pada Tabel 3. Uji Duncan menunjukkan lama fermentasi 96 jam menghasilkan total asam yang berbeda nyata dibanding lama fermentasi 0 jam, 48 jam, dan 144 jam, tetapi waktu fermentasi 144 jam lah yang menghasilkan total asam tertinggi yaitu 0,53% (data tidak ditampilkan). Tabel 3. Pengaruh Lama Fermentasi terhadap Asam Total Level Lama Fermentasi Duncana

N

Subset 1

2

96 jam

10

0 jam

10

.35380

144 jam

10

.36530

48 jam

10

Sig.

3

.33860 .36530 .37620 1.000

.053

.065

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on observed means. The error term is Mean Square(Error) = .000. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 10.000. Perlakuan lama fermentasi juga mempengaruhi nilai total asam, dimana semakin lama waktu fermentasi maka nilai total asamnya akan mengalami peningkatan sampai pada tingkat tertentu lalu mengalami penurunan sebab bakteri A. aceti sudah tidak mampu menguraikan alkohol menjadi asam asetat secara maksimal. Peningkatan nilai total asam terjadi akibat adanya produksi asam-asam organik selama fermentasi. Diduga cairan fermentasi tahap kedua masih mengandung S. cerevisiae sehingga proses fermentasi tahap kedua dilakukan bersamaan dengan A. aceti. Selama proses fermentasi, S. cerevisiae akan melakukan metabolisme terhadap sukrosa dan menghasilkan sejumlah asam-asam organik seperti asam asetat, asam glukonat dan asam glukoronat (Sreeramulu, 2000). Menurut Wood dan Lass (1985), asam asetat mencapai puncaknya setelah 5 – 6 hari (120 – 144 jam) kemudian akan mengalami penurunan. Asam asetat lebih banyak diproduksi pada konsentrasi gula yang tinggi. Jumlah asam asetat yang diproduksi selama fermentasi adalah kecil, biasanya lebih kecil dari 0,030 g/100 ml, tergantung pada jenis fermentasi dan kondisi fermentasi. Jumlah asam asetat yang tinggi dapat terjadi akibat kegiatan bakteri sebelum, selama dan sesudah fermentasi. Bertambahnya asam asetat 483

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

ISSN: 2527-6271

2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

ini karena terjadinya oksidasi alkohol dan perombakan bakteri terhadap gula, asam sitrat, gliserol dan lainnya (Oxtoby, 2003). Kinerja bakteri A. aceti untuk merombak alkohol menjadi asam mengalami penurunan kadar asam asetat pada hari ke-10 dan ke-13 yang disebabkan oleh laju pembentukan produk yang semakin tinggi, dimana produk yang dihasilkan dapat menghambat reaksi penguraian alkohol menjadi asam asetat karena waktu optimum bakteri A. aceti yaitu pada hari ke-7, sehingga mengalami penurunan di hari ke-10 dan ke-13.

KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, penambahan konsentrasi A. aceti, lama fermentasi, maupun kombinasi keduanya memberikan pengaruh nyata dalam menghasilkan asam total dari cairan fermentasi pepaya burung; lama fermentasi 144 jam menghasilkan total asam yang berbeda nyata dibanding lama fermentasi lainnya, dan interaksi konsentrasi A. aceti 15% dan lama fermentasi 144 jam merupakan kombinasi optimum untuk menghasilkan total asam 0,53%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa buah pepaya burung tidak dapat dijadikan sebagai bahan pembuatan cuka buah.

DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2017. Bab I Pendahuluan. http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_bio _056137_chapter1. pdf. Badan POM RI. 2006. Kategori Pangan. Direktorat Standarisasi Produk Pangan. Deputi Bidang pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. B.C. Okeke., Agu, K. C., Uba, P. O., Awah, N. S., Anaukwu, C. G., Achibong, E. J., Uwanta, L. I., Ezeneche, J. N., Ezenwa, C. U., Orji, M. U. 2015. Wine Production from Mixed Fruits (Pineapple and Watermelon) Using High Alcohol Tolerant Yeast Isolated from Palm Wine. Universal Journal of Microbiology Research 3(4): 41 – 45, 2015. DOI: 10.13189/ujmr.2015.030401. Desrosier, N.W. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Universitas Indonesia. Press. Jakarta. Fatimah, Febrina Lia G, Lina Rahmasari G. 2013. Kinetika reaksi Fermentasi Alkohol Dari Buah Salak. Jurnal Teknik Kimia USU, Vol. 2, No. 2. 2013. Diunduh tanggal 23 Mei 2016. Fathorrohman. A. Swastika, S. N. Yuliana. S.P. Sabrina. 2012. Proses Pembuatan Etanol Semikontinyu Melalui Rekayasa Alat Fermentor Fluidisasi. Buana Sains Volume 12. No 2: 1 – 8, 2012. Diunduh tanggal 05 Januari 2017. Idise. Okiemute Emmanuel., Odum. Edward Ikenna. 2011. Studies of wine produced from banana (Musa sapientum). Int. J. BioTech. Mol. Bio.Res.2(12): 209-214. Diunduh tanggal 05 Januari 2017. Juniawati, 2013. Vinegar: Pengawet Alami Daging Segar. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Volume 35 Nomor 4 Tahun 2013. Kalie, M.B. 2002. Bertanam Pepaya. Penebar Swadaya. Jakarta. Kwartiningsih, Endang. Ln. Nuning Sri Mulyati. 2005. Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium Vol. 4. No. 1. 8 Juni 2005 : 8 – 12 Leasa, Hesty dan Matdoan, M. Nur. 2015. Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Total Asam Cuka Aren (Arenga pinnata Merr.). Jurnal Biopendix, Volume 1, Nomor 2, Maret 2015, halaman 135-140. 484

J. Sains dan Teknologi Pangan (JSTP)

ISSN: 2527-6271

2017 J. Sains dan Teknologi Pangan Vol. 2, No. 2, P. 478-485, Th. 2017

Oxtoby, D.W., Gilis, H.P., Nachtrieb, N.H. 2001. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Edisi keempat Jilid II. Terjemahan S.S. Achmadi. Penerbit Erlangga, Jakarta. Pingkan, A. 2003. Kultur Campuran dan Faktor Lingkungan Mikroorganisme yang Berperan dalam Fermentasi “Tea-Cider”.Departemen Biologi. FMIPA ITB. Bandung. Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Bogor. Depdikbud Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi PAU Pangan Dan Gizi IPB. Rahmawati, Rani. 2015. Pemanfaatan Kulit Singkong (Manihot utilissima) Sebagai Bahan Alternatif Pembuatan Cuka Dengan Penambahan Konsentrasi Acetobacter aceti Yang Berbeda. Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMS, Surakarta. Diunduh tanggal 23 Mei 2016. Setiawan, D. James Sibarani. Iryanti E. Suprihatin. 2013. Perbandingan Efektifitas Disinfenktan Kaporit, Hidrogen Peroksida, dan Pereaksi Fenton (H2O2/Fe2+).Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry). Volume 1, Nomor 2, November 2013. Sreeramulu, G., Y. Zhu and W. Knol. 2000. Kombucha Fermentation and it’s Antimicrobial Activity. Journal Agriculture Food Chemistry. Diunduh 1 Pebruari 2017. Stanbury, P.F. Alan Whitaker. Stehpen J. Hall. 1995. Principles of Fermentation Technology, 2nd Ed. MDG Books Ltd. Bodmin, Cornwall. Diunduh 1 Pebruari 2017. Suprapti, Lies. M. 2005. Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal: Menyajikan Aneka Olahan Pepaya Mentah dan Mengkal, Lengkap dengan Cara Pembuatan dan Analisis Usaha. Kanisius, Yogyakarta. Surbakti, B.M. 1987. Air Minum Sehat. Surakarta : CV Mutiara Solo. Sudarmadji, S, Haryono, B, dan Suhardi. 1997. Prosedur Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta. Sutarminingsih. 2004. Peluang Usaha Nata de Coco. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Syauqiah, Isna. 2015. Pengaruh Waktu Fermentasi dan Persentase Starter pada Nira Aren (Arenga Pinnata) Terhadap Bioetanol yang Dihasilkan. Info Teknik. Volume 16 No. 2 Desember 2015 (217-226). Widiastuti, Dian. 2013. Proses Pembuatan Anggur dari Buah Rambutan. Fakultas Teknik. Jurusan Teknik Kimia. Universitas Diponogoro. Tembalang. Wood, G.R.A and R.A. Lass. 1985. Cocoa. 4 th Ed. John Wiley and Sons., Inc, New York. Fourth Edition.

485