PENGARUH KONSENTRASI INFUSA DAUN SIRIH

Download 5. Pengamatan penetasan telur dilakukan candling pada hari ke-3, ke-10, dan ke -20 untuk memisahkan telur tidak fertil serta mengamati embri...

0 downloads 470 Views 159KB Size
Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

PENGARUH KONSENTRASI INFUSA DAUN SIRIH (Piper betle Linn.) PADA PENCELUPAN TELUR ITIK TERHADAP DAYA TETAS DAN KEMATIAN EMBRIO THE EFFECT OF INFUSA BETEL LEAF (Piper betle Linn.) CONCENTRATION BY DYEING THE DUCK EGGS ON THE HATCHABILITY AND EMBRYOS MORTALITY Chairunnisa Saumi Aripin* Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Unpad Tahun 2013 e-mail : [email protected] atau [email protected]

ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Bapak Daep Peternak Penetasan, Kampung Rajadesa, Desa Cipaku, Kecamatan Paseh, Kabupaten Bandung mulai tanggal 20 September sampai dengan 17 Oktober 2012, bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik terhadap daya tetas dan kematian embrio. Percobaan menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Terdapat lima jenis perlakuan (t0 = 0%, t1 = 10%, t2 = 20%, t3 = 30% dan t4 = 40% tingkat konsentrasi infusa daun sirih) dengan empat ulangan. Berdasarkan hasil analisis statistik diperoleh bahwa tingkat konsentrasi infusa daun sirih sampai dengan 40% tidak berpengaruh terhadap daya tetas dan kematian embrio pada telur itik. Presentasi daya tetas tertinggi 82,50% dengan presentasi kematian embrio terendah 17,50% dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 30%. Kondisi kerabang telur itik yang tebal dapat menimbulkan eksistensi infusa daun sirih sampai dengan 40 persen belum menampakkan signifikansi. Kata kunci : Daya tetas, infusa daun sirih, kematian embrio, pencelupan

ABSTRACT The research was conducted in the hatchery farmer of Mr. Daep, Rajadesa quarter, Cipaku village, subdistrict of Paseh, residence of Bandung from 20 September until 17 October and the purposed of this research is to know the concentration effect of infusa betel leaf by dyeing the duck eggs on the hatchability and embryos mortality. This research used experimental methods with Completely Randomized Design (CRD). There are five types of treatment (t0 = 0%, t1 = 10%, t2 = 20%, t3 = 30% and t4 = 40% concentration level of infusa betel leaf) with four replications. Based on the statistics result found that the concentration level infusa betel leaf up to 40% were not significantly different on the hatchability and embryos mortality of duck eggs. The highest percentage hatchability 82,50% with the lowest percentage of embryos mortality 17,50% resulting from concentration treatment 30%. Conditions duck egg shell ticker coused the eggs of less influence by disinfectant material dyeing. Key words : Dyeing, embryos, hatchability, infusa betel leaf, mortality

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

PENDAHULUAN Bangsa itik domestik yang dikenal sekarang, tidak lagi memiliki sifat mengeram. Hilangnya sifat mengeram sebab proses domestikasi dan terjadinya mutasi-mutasi alamiah dari sifat-sifat mengeram. Karena itu, untuk pengembangan itik perlu campur tangan manusia baik dengan bantuan unggas lain maupun menggunakan mesin penetas (inkubator). Mengingat realita di lapangan bahwa tidak memungkinkan telur itik dalam jumlah banyak ditetaskan secara alami, maka sebaiknya menggunakan mesin tetas. Mesin tetas diciptakan sebagai pengganti induk dan agar telur dapat menetas dalam jumlah banyak pada waktu bersamaan. Prinsip kerja mesin tetas yaitu menciptakan situasi dan kondisi yang sama pada saat telur dierami oleh induk melalui pengaturan temperatur dan kelembaban ruangan. Temperatur dan kelembaban memegang peranan penting dalam berhasil tidaknya telur-telur fertil yang ditetaskan. Temperatur sebaiknya antara 35 sampai 38 0C, dan kelembaban dipertahankan di atas 60% (Bambang Srigandono, 1997). Dalam pelaksanaan penetasan telur menggunakan mesin harus diperhatikan kebersihan telur maupun mesin tetasnya. Salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam proses penetasan adalah kebersihan kerabang telur, mengingat kerabang mengandung kotoran terutama feses merupakan sumber bakteri dan jamur sehingga dapat menyerang embrio. Kebersihan telur akan semakin baik jika kerabang telur dalam keadaan bersih dan tidak terkontaminasi kotoran apapun. Kontaminasi pada telur dapat terjadi sejak telur masih berada dalam tubuh induk dan udara luar setelah telur berada di udara terbuka. Bagian dalam dan bagian luar telur tetas sama-sama memengaruhi hasil penetasan (Rasyaf, 2008). Selain itu, selaput renang di antara jari-jari itik dapat mengotori telur saat mengeram. Pori-pori kerabang telur itik yang lebih besar dibanding telur ayam dapat memengaruhi evaporasi telur sewaktu ditetaskan (Setioko, 1998). Sebelum telur tetas dimasukkan ke dalam mesin tetas, diperlukan usaha untuk menghilangkan bibit penyakit yang menempel pada kerabang, agar bibit penyakit tidak mencemari isi telur dan unit penetasan (Rasyaf, 1984). Selama proses penetasan harus diusahakan seminim mungkin adanya mikroorganisme. Program desinfeksi terkadang dapat menimbulkan kematian embrio, mengingat penggunaan jenis desinfektan kurang tepat, atau dosisnya terlalu tinggi maupun pelaksanaannya yang tidak benar. Sanitasi atau pembersihan terhadap telur dan peralatan penetasan dapat dilakukan dengan pencelupan. Sanitasi tingkat rendah tidak membunuh bakteri dan bibit penyakit, serta sanitasi terlalu tinggi dapat membunuh embrio telur. Oleh sebab itu, diharuskan memakai ukuran secara tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan pencelupan.

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Sanitasi dengan gas formaldehyde dengan konsentrasi gas, kelembaban dan waktu yang sangat terbatas, serta daya terobosnya yang lemah, menyebabkan cara tersebut hanya efektif sebagai pembersih kulit telur. Penggunaan yang berlebihan juga menimbulkan dampak buruk terhadap daya tetas telur. Selain itu, mengingat formalin banyak disalahgunakan, bentuk perdagangannya diatur dan diawasi dengan ketat, sehingga tidak mudah mendapatkannya. Kalaupun ada dipasaran, harganya menjadi mahal dan jumlah pembeliannya sangat dibatasi (Mahfudz, 2004). Atas dasar hal demikian dikemukakan salah satu bahan organik yang belum diteliti, yaitu daun sirih. Mekanisme kerja senyawa polyfenol atau C6H5OH yaitu mendenaturasi protein dan merusak membran sel mikroorganisme dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel (Fardiaz, 1992). Daun sirih juga mengandung zat penyamak berupa tanin atau pirokatekin. Reaksi penyamakan kerabang telur oleh tanin dapat menimbulkan koagulasi lapisan kutikula kulit telur yang tersusun dari protein. Kulit telur tersamak dapat berubah sifatnya ke arah impermebel atau tidak bisa ditembus air dan gas. Berarti keluarnya air dan gas-gas dalam telur dapat di cegah (Nurwantoro dan Resmisari, 2004). Hasil penelitian ekstrak daun sirih yang dipakai sebagai antiseptik pada kadar ekstrak 15 persen, jumlah pertumbuhan koloni bakteri berkurang sampai dengan 50 persen. Pemakaian kadar 25 persen menunjukkan tidak adanya pertumbuhan mikroorganisme pada media (Retno Sari dan Dewi Iadiartuti, 2008). Oleh karena itu, ekstrak daun sirih dapat dijadikan sebagai antimikroba. Daun sirih adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan fumigasi, karena mengandung zat anti mikroorganisme dan zat penyamak. Zat anti mikroorganisme berupa polyfenol yaitu kavibetol dan kavikol (Bambang Sarwono, 1996). Kavikol memberikan bau khas pada daun sirih dan memiliki daya bunuh bakteri lima kali lipat lebih tinggi daripada fenol biasa. Kavibetol merupakan fenol yang khas dari minyak atsiri dan biasa disebut dengan betelfenol, selain itu kavibetol juga berkhasiat mensucikan kuman (Heyne, 1987). Hasil penelitian lain diketahui bahwa ekstrak daun sirih dapat menekan jumlah mikroorganisme pada putih dan kuning telur itik. Perendaman telur itik dalam ekstrak daun sirih dalam konsentrasi 40 persen dapat menurunkan jumlah mikroorganisme pada putih telur dan kuning telur dibandingkan telur tanpa perendaman maupun perendaman pada konsentrasi lebih rendah (10%, 20%, dan 30%) (Nurwantoro dan Resmisari, 2004). Minyak atsiri daun sirih memiliki kandungan penting dan memberikan bau aromatik dan rasa pedas yang khas

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

(Darwis, 1991). Komponen penyusun minyak atsiri terdiri atas 82,8% senyawa fenol dan 18,2% senyawa bukan fenol (Koesmiati, 1996). Senyawa antimikroba merupakan senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Senyawa fenol adalah komponen utama sampai 60 persen dari minyak atsiri diprediksi berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Pelezar dan Chan, 1988). Tujuan dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik terhadap daya tetas dan kematian embrio, serta untuk mengetahui pada tingkat konsentrasi berapa persen yang paling tepat dalam menghasilkan daya tetas tinggi diikuti dengan mortalitas embrio rendah.

BAHAN DAN METODE Telur itik yang digunakan sebanyak 600 butir, dipilih berdasarkan umur induk, umur telur dan keseragaman berat telur. Telur itik tetas dihasilkan dari jenis itik pajajaran diperoleh dari Kelompok Tani Ternak Itik Family Batujajar, Kabupaten Bandung Barat. Cara membuat infusa daun sirih : 1.

Daun sirih yang sudah dikumpulkan lalu dicuci bersih dipotong kecil-kecil.

2.

Masukan ke dalam air dengan tingkat konsentrasi sebagai berikut: (1) Konsentrasi 0% (2) Konsentrasi 10%

= 200 gram daun sirih + 2000 ml air

(3) Konsentrasi 20% = 400 gram daun sirih + 2000 ml air (4) Konsentrasi 30% = 600 gram daun sirih + 2000 ml air (5) Konsentrasi 40% = 800 gram daun sirih + 2000 ml air 3.

Panaskan air dan daun sirih selama 15 menit pada suhu 900-980 C.

4.

Saring hasil pemanasan kemudian ampasnya dibuang. (Djoko Hargono, 1986)

Prosedur penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.

Telur itik sebanyak 600 butir diberi tanda satu demi satu dengan menggunakan pensil sesuai dengan perlakuan, ulangan, dan unit percobaan yang dilakukan, sehingga didapat 120 butir telur pada setiap perlakuan, dengan 30 butir telur pada setiap ulangannya.

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

2.

Telur itik lalu dicelup dengan menggunakan infusa daun sirih yang dicampur aquadest selama 10 detik dengan tingkat konsentrasi 10%, 20%, 30%, dan 40%, dan pada konsentrasi 0% tidak dilakukan pencelupan karena tidak menggunakan aquadest.

3.

Telur yang sudah dicelup disimpan pada egg tray sebelum dimasukkan kedalam mesin tetas, ± 10 menit.

4.

Setelah 3 hari telur di candling dengan asumsi 70% fertil sehingga didapat 400 butir telur dengan 80 butir pada setiap perlakuan dan 20 butir pada setiap ulangan.

5.

Pengamatan penetasan telur dilakukan candling pada hari ke-3, ke-10, dan ke-20 untuk memisahkan telur tidak fertil serta mengamati embrio yang mati.

6.

Pengamatan dihentikan setelah telur menetas Metode yang digunakan adalah eksperimen dengan Rancang Acak Lengkap (RAL)

dengan 5 macam perlakuan. Dosis infusa daun sirih sebagai bahan fumigasi, yaitu t 0, t1(10%), t2(20%), t3(30%), t4(40%) dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga didapat 20 unit percobaan.

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi Infusa Daun Sirih pada pencelupan telur itik terhadap daya tetas disajikan dalam Tabel 1, sebagai berikut : Tabel 1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Ulangan

Perlakuan t0

t1

t2

t3

t4

....................................................%............................................... 1

64,71

65,00

90,00

95,00

75,00

2

75,00

91,67

85,00

90,00

73,68

3

64,71

87,50

80,00

80,00

80,00

4

76,47

76,47

70,00

65,00

62,50

Jumlah

280,89

320,64

325,00

330,00

291,18

Rataan

70,22

80,16

81,25

82,50

72,80

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Keterangan : t0 = Tanpa penggunaan infusa daun sirih t1 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 10% t2 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 20% t3 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 30% t4 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 40% Rataan daya tetas telur itik dengan pencelupan infusa daun sirih tertinggi sebesar 82,50 persen dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 30 persen dan rataan daya tetas terendah sebesar 70,22 persen dari perlakuan tanpa penggunaan infusa daun sirih. Hasil analisis statistik membuktikan bahwa dengan adanya pencelupan telur itik melalui infusa daun sirih sampai dengan 40 persen tidak berpengaruh nyata satu sama lain. Kondisi kerabang telur itik yang terlalu tebal dan memiliki sedikit pori-pori menyebabkan sulitnya desinfektan masuk ke dalam kerabang, sehingga desinfektan pada bahan sanitasi kurang berpengaruh. Selain itu, kulit telur juga sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida. Oksigen diperlukan embrio selama penetasan, sedangkan karbondioksida dikeluarkan sebagai hasil proses pernafasan embrio. Lalu lintas pernafasan tersebut terjadi melalui pori-pori yang terdapat pada kerabang telur. Akan tetapi, melalui pori-pori kerabang telur bibit penyakit dapat masuk ke dalam telur dan mengakibatkan telur tidak menetas (Farry, 2004). Desinfeksi pada proses penetasan telur merupakan rangkaian sistem sanitasi dan memiliki peran yang sangat penting untuk menekan perkembangan mikroorganisme dan meningkatkan daya tetas telur. Hal tersebut karena desinfektan secara aktif dapat menekan jumlah mikroorganisme seperti bakteri, jamur, protozoa dan virus selaku penyebab daya tetas. Bertitik tolak dari hasil penelitian, terbukti berbagai referensi yang di anut sebagai acuan yaitu telur tetas ayam tidak berlaku sama pada telur tetas itik. Guna memperjelas tingkatan daya tetas telur itik pada pencelupan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% dapat dilihat pada Ilustrasi 1.

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Ilustrasi 1. Diagram batang pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik terhadap daya tetas dari masing-masing perlakuan.

2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kematian Embrio Telur Itik Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi Infusa Daun Sirih pada pencelupan telur itik terhadap kematian embrio disajikan dalam Tabel 2, sebagai berikut : Tabel 2. Pengaruh Perlakuan Terhadap Kematian Embrio Ulangan

Perlakuan t0

t1

t2

t3

t4

....................................................%............................................. 1

35,29

35,00

10,00

5,00

25,00

2

25,00

8,33

15,00

10,00

26,32

3

35,29

12,50

20,00

20,00

20,00

4

23,53

23,53

30,00

35,00

37,50

Jumlah

119,11

79,36

75,00

70,00

108,82

Rataan

29,78

19,84

18,75

17,50

27,21

Keterangan : t0 = Tanpa penggunaan infusa daun sirih t1 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 10% t2 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 20% t3 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 30% t4 = Penggunaan infusa daun sirih sebanyak 40%

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Rataan kematian embrio telur itik melalui pencelupan infusa daun sirih tertinggi sebesar 29,78 persen dihasilkan dari perlakuan tanpa pencelupan infusa daun sirih, dan kematian embrio terendah sebesar 17,50 persen dari perlakuan konsentrasi 30 persen. Hasil analisis statistik membuktikan bahwa dengan adanya pencelupan telur itik menggunakan infusa daun sirih sampai dengan 40 persen tidak berpengaruh nyata satu sama lain. Guna memperjelas tingkatan kematian embrio telur itik pada pencelupan konsentrasi 0%, 10%, 20%, 30%, dan 40% dapat dilihat pada Ilustrasi 2.

Ilustrasi 2. Diagram batang pengaruh konsentrasi infusa daun sirih pada pencelupan telur itik terhadap kematian embrio dari masing-masing perlakuan. Hasil penelitian sanitasi pencelupan telur itik menggunakan infusa daun sirih tidak menimbulkan pengaruh nyata terhadap tingkat kematian embrio. Telur kotor yang dicuci mengakibatkan hilangnya selaput pelindung pada kulit telur, kemudian membuka peluang lebih besar bagi penetrasi bakteri ke dalam telur serta dehidrasi atau penguapan lebih cepat. Kedua hal tersebut lebih cepat menurunkan kualitas telur sebagai telur tetas, bahkan mematikan embrio di dalamnya (Bambang Srigandono, 1997). Ketebalan kerabang telur juga dapat memengaruhi kematian embrio di dalamnya, karena berpengaruh terhadap keefektifan masuknya bahan fumigasi yang digunakan ke dalam telur. Kurangnya kelembaban juga dapat menyebabkan terjadinya penguapan air yang terlalu banyak dari dalam telur, sehingga dapat menimbulkan kematian embrio (Farry, 2004).

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Tingkat kematian embrio tertinggi dihasilkan dari telur itik tanpa penggunaan infusa daun sirih (29,78 %). Hal tersebut karena telur kotor mengandung kuman penyakit atau organisme lain yang dapat masuk kedalam telur melalui pori-pori kulit telur, sehingga embrio di dalamnya dirusak oleh bakteri atau mikroorganisme lain termasuk kematian (Farry, 2004). Telur yang tidak mendapatkan perlakuan sanitasi pencelupan menggunakan infusa daun sirih, tidak memiliki zat antimikroba yang dapat menghambat mikroorganisme. Oleh karena itu mikroorganisme di dalam telur lebih mudah berkembang hingga menyebabkan kematian embrio. Tingkat kematian embrio terendah dihasilkan dari telur itik dengan penggunaan infusa daun sirih 30 persen (17,50 %). Hal tersebut karena infusa daun sirih mengandung senyawa anti-mikroba yang merupakan senyawa kimia atau biologis sehingga dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Mekanisme berlangsung dengan cara mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga lapisan dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan kematian sel (Robinson, 1991). Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen belum memberikan hasil optimal, karena tingkat konsentrasi yang digunakan belum efektif terhadap daya tetas tinggi. Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen terlalu pekat, sehingga terjadi kematian embrio sampai 27,21 persen. Hasil penelitian membuktikan bahwa penggunaan infusa daun sirih sebagai bahan sanitasi pencelupan telur itik belum optimal dalam mengeleminir mikroorganisme penyebab kematian embrio. Perkembangan embrio di dalam telur tidak hanya dipengaruhi oleh bahan sanitasi, tetapi juga oleh suhu dan kelembaban mesin. Embrio di dalam telur unggas cepat berkembang selama suhu telur berada pada kondisi yang sesuai dan berhenti berkembang jika suhunya kurang dari yang diperlukan. Kelembaban juga memengaruhi proses metabolisme kalsium pada embrio. Saat kelembaban tinggi, perpindahan kalsium dari kerabang telur ke tulang-tulang dalam perkembangan embrio lebih banyak. Selain itu, kelembaban yang tinggi juga mencegah terjadinya penguapan air dari dalam telur. Sementara kelembaban yang terlalu rendah dapat menyebabkan terjadinya penguapan air yang terlalu banyak dari dalam telur sehingga terjadi kematian embrio (Farry, 2004). Telur itik yang ditetaskan harus bersih dari berbagai kotoran yang melekat pada kerabang telur. Telur-telur yang kotor mudah terkontaminasi oleh bakteri yang masuk melalui pori-pori pada kerabang telur yang menyebabkan kematian embrio. Kerusakan telur tetas umumnya terjadi beberapa jam setelah ditelurkan, karena perubahan suhu telur dari suhu tubuh (37°C) ke suhu kamar yang lebih rendah sehingga terjadi penyusutan isi telur. Bakteri

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

dengan mudah dapat masuk melalui pori-pori telur, dan ketika sudah ada di dalam telur sulit sekali untuk dibunuh tanpa membunuh embrio yang ada. Bakteri yang diinkubasi bersamasama dengan telur dapat membunuh embrio itik apabila mencapai konsentrasi yang tinggi (Setioko, 1998). Pelaksanaan sanitasi dengan pencelupan diharapkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba pada telur sehingga mendapatkan tingkat kematian embrio yang rendah. Namun program desinfeksi kadang juga dapat menyebabkan kematian embrio. Hal tersebut karena jenis desinfektan yang kurang tepat, atau dosisnya terlalu tinggi, maupun pelaksanaan desinfeksi tidak benar (Mahfudz, 2004). Daun sirih adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk kepentingan fumigasi, karena mengandung zat anti mikroorganisme dan zat penyamak. Zat anti mikroorganisme berupa polyfenol yaitu kavibetol dan kavikol (Bambang Sarwono, 1996). Senyawa antimikroba adalah senyawa kimia atau biologis yang dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroba (Pelezar dan Reid, 1979). Senyawa fenol yang merupakan komponen utama minyak atsiri berperan dalam menghambat pertumbuhan mikroba (Pelezar dan Chan, 1988). Kegagalan dalam penetasan banyak terjadi pada periode kritis yaitu tiga hari pertama sejak telur dieramkan dan tiga hari terakhir menjelang menetas (Farry, 2004). Faktor yang dapat menyebabkan kematian embrio diantaranya genetik, umur telur tetas, penanganan telur sebelum ditetaskan, suhu dan kelembaban yang kurang tepat, serta kesalahan sanitasi. Sanitasi tingkat rendah tidak membunuh bakteri dan bibit penyakit dan sanitasi yang terlalu tinggi dapat membunuh embrio telur. Oleh karena itu, sebaiknya memakai ukuran secara tepat terhadap bahan kimia yang akan digunakan dalam melakukan pencelupan.

SIMPULAN Penggunaan infusa daun sirih sampai dengan konsentrasi 40 persen belum mampu memperbaiki daya tetas dan kematian embrio itik. Kendatipun demikian, dengan konsentrasi 30 persen daya tetas optimal dicapai sebesar 82,50 persen dan kematian embrio 17,50 persen.

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah banyak membantu baik dalam membimbing, mengarahkan, dan selalu mendoakan hingga terselesaikannya artikel ilmiah ini. Secara khusus disampaikan rasa terima kasih kepada Endang Sujana S.Pt., MP. dosen pembimbing utama, dan Prof. Dr. Ir. Sjafril Darana, SU. dosen pembimbing anggota yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya. Kepada Ir. Wiwin Tanwiriah, MP., Ir. Wowon Juanda MS. dan Dr. Dudi S.Pt, M.Si., penguji yang bersedia memeriksa dan membahas artikel ilmiah penulis. Kepada Ir. Wowon Juanda MS. dosen wali yang telah memberikan arahan, dan bantuan selama masa perkuliahan. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran dan segenap civitas akademika yang senantiasa memberi semangat, bantuan serta doanya. Penulis sampaikan terimakasih kepada Ibunda Rochaeni dan Ayahanda Aripin yang dengan penuh kasih sayang, ikhlas dan sabar dalam membesarkan, mendidik serta memberikan motivasi dan iringan doa yang tiada terputus. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada rekan-rekan mahasiswa Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran angkatan 2008 yang selalu mendukung dan menyemangati.

DAFTAR PUSTAKA Bambang Sarwono. 1996. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya. Bambang Srigandono. 1997. Produksi Unggas Air. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Darwis, S.N. 1991. Potensi Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai Tanaman Obat. Warta Tumbuhan Obat Indonesia. 1 (1): 9-11 Djoko Hargono. 1986. Sediaan Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Farry B. P. 2004. Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Badan Litbang Kehutanan Jakarta: 622-627. Koesmiati, S. 1996. Daun Sirih (Piper Betle Linn) Sebagai Desinfektan. Skripsi. Departemen Farmasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Pengaruh Konsentrasi Infusa Daun Sirih (Piper betle Linn.)..……………………Chairunnisa Saumi Aripin

Mahfudz, L.D. 2004. Hidrogen Peroksida Sebagai Desinfektan Pengganti Gas Formaldehyde pada Penetasan Telur Ayam . Karya Ilmiah Fakultas Peternakan, Universitas Diponegoro. Semarang Nurwantoro, Y.B dan Resmisari. 2004. Pengaruh Perendaman Jus Daun Sirih (Piper Betle LINN) Terhadap Jumlah Bakteri Pada Telur Itik. Journal Indonesia Tropic Animal Agriculture, Vol 3. Hal : 156-160. Pelezar, M.J., and E. S. C. Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. Terjemahan Elements of Microbiology. UI-Press. Jakarta Pelezar, M.J., and R. D. Reid. 1979. Microbiology. Tata Mc Graw Hill Publ. Co. Ltd. New York Rasyaf, M. 1984. Pengelolaan Penetasan. Kanisius. Yogyakarta 2008. Panduan Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta. Retno Sari dan Dewi Iadiartuti. 2008. Studi Evektivitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan. Jurnal UGM, Yogyakarta. Robinson, T. 1991. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi. ITB. Bandung. Setioko, A.R.1998. Penetasan Telur Itik Di Indonesia. Balai Penelitian Ternak. Bogor