PENGARUH LAJU ALIR UMPAN DAN SUHU INLET SPRAY DRYING PADA

Download Dalam penelitian ini, oleoresin jahe (10%) dienkapsulasikan dalam bahan pengkapsul maltodekstrin dan natrium kaseinat (nisbah bobot 2:1) ...

0 downloads 663 Views 516KB Size
J.Pascapanen 4(1) 2007: 18-26

PENGARUH LAJU ALIR UMPAN DAN SUHU INLET SPRAY DRYING PADA KARAKTERISTIK MIKROKAPSUL OLEORESIN JAHE 1

Sri Yuliani, 2Desmawarni, 1Niken Harimurti dan 1Sri S. Yuliani 1

Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No 12. Cimanggu Bogor email :[email protected], [email protected] 2 Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor Kampus Dramaga Bogor Oleoresin merupakan salah satu bentuk ekstraktif rempah yang memiliki karakter aroma dan rasa yang alami karena kandungan minyak atsiri dan resinnya. Oleoresin bersifat sensitif terhadap cahaya, panas dan oksigen sehingga mempunyai masa simpan yang terbatas. Selain itu, bentuknya berupa cairan kental yang lengket menyulitkan penanganannya. Mikroenkapsulasi menawarkan solusi bagi permasalahan tersebut. Dengan mikroenkapsulasi, bahan aktif akan terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan selama penyimpanan maupun selama pengolahan. Mikroenkapsulasi juga dapat mengkonversi cairan menjadi bubuk padatan sehingga memudahkan penanganan dan pengemasannya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kondisi proses spray drying untuk menghasilkan mikrokapsul dengan karakteristik yang memadai. Dalam penelitian ini, oleoresin jahe (10%) dienkapsulasikan dalam bahan pengkapsul maltodekstrin dan natrium kaseinat (nisbah bobot 2:1) menggunakan teknik spray drying. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial. Faktor yang dipelajari berupa laju alir umpan (A) yang terdiri atas 2 taraf (A1=15 ml/menit dan A2=20 ml/menit) dan suhu inlet (B) yang terdiri atas 4 taraf (B1=160°C, B2=170°C, B3=180°C dan B4=190°C). Variabel respon yang diukur berupa total oil, oil retention, surface oil, kadar air, aktivitas air dan kelarutan. Struktur mikrokapsul dan profil perisa beberapa mikrokapsul terpilih diamati pula. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa laju alir dan suhu inlet spray drying berpengaruh pada surface oil, kadar air dan aktivitas air. Total oil, oil retention dan kelarutan tidak dipengaruhi oleh laju alir dan suhu inlet spray drying. Laju alir yang lebih tinggi menghasilkan mikrokapsul dengan kadar surface oil, kadar air dan aktivitas air yang lebih tinggi. Peningkatan suhu inlet menghasilkan penurunan kadar surface oil, kadar air dan aktivitas air. Laju alir umpan 15 ml/menit dan suhu inlet spray drying 170°C menghasilkan mikrokapsul dengan karakteristik terbaik. Mikroenkapsul yang dihasilkandiharapkan dapat diaplikasikan sebagai perisa produk makanan dan minuman serta sediaan untuk farmasi. Kata kunci: mikroenkapsulasi, spray drying, suhu inlet, laju alir umpan, oleoresin jahe ABSTRACT. S. Yuliani, Desmawarni, N. Harimurti dan S. S. Yuliani .2007. The effect of feed flow rates and inlet temperatures of spray drying on the properties of encapsulated ginger oleoresin. Oleoresin is an extract of spices with natural flavour and aroma due to its content of both essential oil and resin content. It has limited storage life due to its sensitivity to light, heat and oxygen. In addition, oleoresin is difficult to handle as it is available in a viscous and sticky liquid. Microencapsulation is a versatile technology offering solutions to these problems. Microencapsulation can protect the active ingredients against harsh conditions of storage and processing. This technology also facilitate handling and packaging through the conversion of sticky liquid into a free-flowing powder. In this present work, ginger oleoresin (10%) was encapsulated in a system containing maltodextrin and sodium caseinate (weight ratio of 2:1) using spray drying technique. This research was aimed at determining the spray drying conditions that produced high flavour retention and good microcapsule properties. The experiment was performed using Complete Randomised Factorial Design. Factors investigated included feed flow rate (A) consisting of 2 levels (A1=15 ml/min and A2=20 ml/min) and inlet temperature (B) consisiting of 4 levels (B1=160°C, B2=170°C, B3=180°C and B4=190°C). Measured parameters included total oil, oil retention, surface oil, moisture content, water activity and water solubility. Microstructure and flavour profile of selected microcapsules were also assayed. Results showed that feed flow rate and inlet temperatures affected surface oil, moisture content and water activity. Total oil, oil retention and water solubility were not influenced by both feed flow rate and inlet temperature. No significant interactions were observed. The higher the feed flow rate, the higher the surface oil, moisture content and water activity. The increase in inlet temperatures resulted in decreases in surface oil, moisture content and water activity. The combination of a feed flow rate of 15 mL/min and an inlet temperature of 170°C producedmicrocapsules with the best properties. Microcapsule products may be used for food and drink flavourungs and pharmaceuticals. Keywords: microencapsulation, spray drying, inlet temperatures, feed flow rate, ginger oleoresin

PENDAHULUAN Oleoresin merupakan bentuk ekstraktif rempah yang mempunyai karakter perisa yang lengkap dan mirip dengan

aslinya yang di dalamnya terkandung komponenkomponen utama pembentuk perisa yang berupa zat-zat volatil (minyak atsiri) dan non-volatil (resin dan gum) yang masing-masing berperan dalam menentukan aroma dan

Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe

rasa (Uhl, 2000). Oleoresin bersifat tidak stabil terhadap pemanasan, cahaya atau adanya oksigen karena mengandung zat-zat volatil. Karakter perisa oleoresin dapat berubah selama penyimpanan atau pengolahan dan menimbulkan off-flavour. Oleh karena itu, oleoresin memerlukan penanganan khusus selama penyimpanannya agar terhindar dari pengaruh panas, cahaya, oksigen dan kelembaban. Oleoresin diperoleh dengan cara mengekstrak hancuran rempah kering dengan suatu pelarut dan memisahkan pelarutnya. Bentuk oleoresin berupa cairan kental yang lengket dengan intensitas perisa yang sangat pekat (20-40 kali rempah segar). Dalam bentuk oleoresin, perisa ditambahkan ke dalam formula makanan dan minuman dalam konsentrasi yang sangat rendah (0,010,05%) (Uhl, 2000). Karakteristik tersebut menyebabkan sulitnya penanganan dan aplikasi oleoresin. Untuk memudahkan penanganan dan pengaplikasiannya, oleoresin biasanya dilarutkan dalam propilen glikol atau gliserol. Pengenceran tersebut, walaupun sedikit memudahkan penanganannya, tidak memberikan solusi yang memadai. Penanganan, pengemasan dan penyimpanan bahan cair tetap lebih sulit daripada bahan padat. Selain itu, dalam keadaan terencerkan, pemakaian oleoresin menjadi tidak fleksibel. Sejumlah aditif perlu ditambahkan ke dalamnya agar bersifat kompatibel dengan bahan dasar produk makanan atau minuman. Sebagai contoh, suatu emulsifier perlu ditambahkan untuk membuatnya larut dalam air; atau penambahan gum untuk memudahkan pencampurannya dengan produk emulsi seperti salad dressing (Uhl, 2000). Mikroenkapsulasi menawarkan solusi bagi permasalahan-permasalahan tersebut. Teknologi ini dapat mengkonversi suatu cairan menjadi bubuk dengan cara membungkus cairan tersebut dalam suatu bahan pengkapsul dalam ukuran yang sangat kecil (0,2-5.000Pm) (Sparks, 1981; King, 1995). Dalam bentuk bubuk, penanganan, penakaran dan pencampurannya ke dalam makanan dan minuman menjadi lebih mudah. Karena terbungkus di dalam kapsul, cairan atau bahan aktif tersebut terlindung dari pengaruh lingkungan yang merugikan seperti kerusakan-kerusakan akibat oksidasi, hidrolisis, penguapan atau degradasi panas. Dengan demikian, bahan aktif akan mempunyai masa simpan yang lebih panjang serta mempunyai kestabilan proses yang lebih baik. Selain itu, pelepasan bahan aktif dari dalam kapsul juga dapat dikendalikan sehingga efektifitasnya dapat dirancang sesuai dengan keinginan. Tantangan aplikasi teknologi mikroenkapsulasi terletak pada pemilihan teknik mikroenkapsulasi dan bahan pengkapsul (encapsulating material atau wall) yang tepat

19

sehingga kapsul dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi retensi bahan aktif dalam spray drying di antaranya adalah jenis bahan pengkapsul, nisbah bahan aktif dan bahan pengkapsul serta suhu inlet dan outlet spray drying (Bhandari dan D’Arcy, 1996). Bahan pengkapsul yang umum digunakan untuk spray drying berupa gum arab, maltodekstrin, natrium kaseinat, gelatin, sirup glukosa padat dan beberapa bahan turunan pati lainnya (Arshady, 1993; Gibbs, 1999; Yuliani et al., 2004). Penelitian penentuan komposisi bahan pengkapsul untuk oleoresin jahe menggunakan maltodekstrin, gum arab dan natrium kaseinat telah dilakukan sebelumnya (Yuliani et al., 2007). Kombinasi maltodekstrin dan natrium kaseinat (2:1) memberikan oil retention yang tinggi (92,17%) dan surface oil yang rendah (0,15%). Komposisi ini memberikan alternatif penggunaan gum arab yang mahal dan ketersediaannya terbatas. Suhu spray drying dapat mempengaruhi struktur mikrokapsul. Ketidaksesuaian antara bahan pengkapsul dan suhu spray drying dapat mengakibatkan adanya retakan pada dinding kapsul yang dapat mengakibatkan kebocoran dan menurunkan retensi bahan aktif. Beberapa penelitian dengan oleoresin menyebutkan suhu inlet dan outlet spray drying masing-masing 160-178 dan 110-120°C (Krishnan et al., 2005; Vaidya et al., 2006; Shaikh et al., 2006). Sebuah penelitian spray drying oleoresin jahe dan lada dalam skala laboratorium menggunakan suhu inlet dan outlet masing-masing 175-180°C dan 110-115°C, sedangkan dalam skala pilot menggunakan suhu inlet 160165°C (Rhagavan et al., 1990). Bahan pegkapsul yang digunakan dalam penelitian-penelitian tersebut pada umumnya berupa kombinasi maltodekstrin, gum arab dan sebuah pati termodifikasi. Tidak ditemukan data suhu spray drying untuk kombinasi bahan pengkapsul maltodekstrin dan natrium kaseinat untuk bahan aktif oleoresin. Dengan mengimplementasikan kondisi mikroenkapsulasi yang sesuai, produk mikrokapsul akan mempunyai sifat dan fungsi seperti yang diinginkan. Dalam penelitian ini, akan dilakukan penentuan suhu inlet dan outlet spray drying. Penentuan suhu outlet akan didekati dengan pengendalian laju alir umpan dimana laju alir umpan yang tinggi akan menghasilkan suhu outlet yang rendah dan sebaliknya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan suhu inlet dan laju alir umpan spray drying untuk menghasilkan mikrokapsul dengan karakteristik yang memadai. Mikroenkapsulasi oleoresin jahe ini diharapkan dapat memberikan alternatif diversifikasi produk olahan jahe untuk meningkatkan nilai tambah produk jahe.

20

Sri Yuliani et al,

BAHAN DAN METODE A. Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan terdiri atas rimpang jahe emprit (asal Bogor), bahan pengkapsul (maltodekstrin dan natrium kaseinat), pelarut untuk ekstraksi oleoresin (etanol), pelarut untuk analisis (heksan, toluen) dan bahan kimia serta pembantu lain untuk analisis. Alat-alat yang digunakan berupa homogeniser, spray dryer (Lab Plant Sd 05, UK), rotary vacuum evaporator

(Buchi Rotavapor R114, Switzerland), Scanning Electron Microscopy (SEM JEOL JSM-5310 LV, Japan), Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC/MSD Agilent Technologies 6890, USA), oven, hammer mill, pemanas listrik, mikroskop cahaya, termometer, peralatan gelas (labu bulat, erlenmeyer, gelas piala, pengaduk) dan peralatan pembantu lainnya. B. Metode 1. Ekstraksi Oleoresin Jahe Kegiatan ini meliputi pengecilan ukuran rimpang jahe, pengeringan dan ekstraksi oleoresin menggunakan etanol menggunakan metode yang diadopsi dari Risfaheri et al. (1994) (Gambar 1). Rimpang jahe diiris tipis dengan ketebalan sekitar 5-10 mm, dikeringkan dengan penjemuran atau oven pada suhu 50-60°C hingga kadar air mencapai 10-12%, lalu digiling (20-40 mesh). Jahe bubuk dicampurkan dengan pelarut (etanol) dengan perbandingan 1:6 lalu diaduk dengan pengaduk listrik (500 rpm) selama 2 jam pada suhu ruang. Selanjutnya campuran didiamkan semalam lalu bagian cairan dipisahkan dari bagian padatan dengan penyaringan menggunakan kertas saring. Cairan yang diperoleh diuapkan untuk membuang pelarut menggunakan rotary vacuum evaporator. Oleoresin atau ekstrak yang tertinggal setelah penguapan pelarut selanjutnya digunakan sebagai bahan aktif mikroenkapsulasi.

Rimpang jahe segar Fresh ginger

Pengirisan (5-10 mm) Slicing (5-10 mm)

Pengeringan (50-60qC) Drying (50-60qC)

Penggilingan (20-40 mesh) Grinding (20-40 mesh)

Serbuk jahe kering (1 bagian) Dried ground ginger ( 1 part)

2. Mikroenkapsulasi Oleoresin Jahe Ekstraksi (diaduk selama 2 jam, dibiarkan semalam) Extraction (mixed for 2 h, leaved overnight)

Penyaringan Filtering

Etanol (6 bagian) Ethanol (6 parts)

Padatan Solids

Cairan Liquid Penguapan pelarut Solvent evaporation

Etanol Ethanol

Oleoresin Oleoresin Gambar 1. Diagram alir ekstraksi oleoresin jahe (Risfaheri et al.,1994) Figure 1. Flow chart of oleoresin extraction (Risfaheri et al., 1994)

Mikroenkapsulasi oleoresin jahe dilakukan dengan menggunakan metode spray drying. Dengan metode ini, oleoresin yang berwujud cairan kental ditransformasikan menjadi bentuk bubuk kapsul. Kegiatan ini terdiri atas dua tahap, yaitu tahap pembuatan emulsi dan pengeringan dengan spray drying. Metode yang digunakan diadopsi dari metode mikroenkapsulasi untuk oleoresin jahe, kayumanis, lada hitam dan kapulaga (Raghavan et al., 1990; Krishnan et al., 2005; Vaidya et al., 2006; Shaikh et al., 2006). Bahan pengkapsul disuspensikan ke dalam akuades untuk mendapatkan suspensi dengan total padatan 20% lalu dihidrasi semalam. Oleoresin (10%) diemulsikan ke dalam suspensi tersebut menggunakan homogeniser pada kecepatan 6000 rpm selama sekitar 30 menit hingga ukuran droplet oleoresin sekitar 2 mikron (diperiksa dengan mikroskop cahaya). Campuran selanjutnya dikeringkan dengan spray dryer pada laju umpan 15 atau 20 ml/menit dan suhu inlet 160-190°C. Bubuk yang dihasilkan merupakan mikrokapsul yang siap untuk dianalisis. Diagram alir mikroenkapsulasi disajikan pada Gambar 2.

Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe

3. Analisis dan Karakterisasi Produk Analisis yang dilakukan meliputi kadar total oil mikrokapsul, surface oil mikrokapsul, oil retention, kadar air, aktifitas air (aw), kelarutan dalam air, profil komposisi minyak atsiri jahe sebelum dan sesudah mikroenkapsulasi dan struktur beberapa mikrokapsul terpilih a. Kadar total oil mikrokapsul (Reineccius, 1988) Kadar total oil mikrokapsul merupakan jumlah minyak yang terdapat pada mikrokapsul, baik yang terdapat di dalam maupun yang menempel di permukaan mikrokapsul. Prinsip pengukuran total oil sama dengan pengukuran kadar atsiri. Sampel sebanyak 15 g dicampurkan dengan 150 mL akuades dalam sebuah labu berukuran 250 ml yang terangkai dalam alat distilasi dan kondensor, lalu didistilasi selama 3 jam. Kadar total oil mikrokapsul diukur dengan membaca ketinggian lapisan minyak di dalam lengan alat penyuling. Volume lapisan minyak yang terukur selanjutnya

Maltodekstrin dan natrium kaseinat (2:1) (200 g) Maltodextrin and sodium caseinate (2:1) (200 g) Oleoresin jahe (10%) Ginger oleoresin (10%)

Pencampuran Mixing

Akuades (800 g) Distilled water (800 g)

Suspensi Suspension

Homogenisasi (6000 rpm, 30 menit) Homogenisation (6000 RPM, 30 mins)

Emulsi Emulsion

Spray drying (laju alir umpan 15-20 ml/menit, suhu inlet 160-190qC) (Feed flow rates of 15 – 20 mL/min. inlet temperatures of 160-190qC)

21

dikonversikan dalam bobot dengan cara mengalikannya dengan bobot jenisnya. Kadar total oil dihitung dengan cara membagi bobot minyak dengan bobot sampel dikalikan dengan 100%. Total Oil = bobot minyak yang diperoleh dari distilasi x 100% bobot sampel mikrokapsul b. Kadar surface oil mikrokapsul (Bhandari et al., 1999) Penetapan kadar oleoresin pada permukaan mikrokapsul (surface oil) diadopsi dari metode yang dikutip dari Bhandari et al. (1999) dengan modifikasi pada tahap akhir prosedur. Tahap akhir prosedur mengadopsi metode pengukuran kadar sisa pelarut yang dikutip dari Ketaren (1988). Sampel sebanyak 15 g (a) ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml yang telah diketahui beratnya. Ke dalam erlenmeyer tersebut ditambahkan 20 mL hexan lalu dikocok selama 1 menit. Campuran dituangkan ke dalam labu yang telah diketahui beratnya (b) melalui kertas saring yang ditempatkan di atas corong. Erlenmeyer dibilas dengan 10 ml hexan, lalu bilasannya dituangkan ke dalam labu berisi filtrat melalui kertas saring yang sama. Pembilasan dilakukan sebanyak 3 kali, lalu filtrat yang terkumpul diuapkan dengan rotavapor pada suhu 50°C hingga semua pelarut teruapkan. Labu berisi residu oleoresin ditimbang (c) dan oleoresin yang tertinggal dihitung sebagai surface oil. Kadar oleoresin pada permukaan kapsul: (c-b) x 100% a c. Oil retention Oil retention menyatakan persentase minyak yang diperoleh kembali setelah mikroenkapsulasi. Oil retention dihitung dengan cara membandingkan jumlah minyak yang diperoleh dari pengukuran total oil dengan jumlah minyak yang ditambahkan ke dalam proses mikroenkapsulasi dengan jumlah minyak yang terdapat pada kapsul (baik di dalam kapsul maupun pada permukaan kapsul) Oil retention = x 100% bobot minyak yang diperoleh dari distilasi bobot minyak yang ditambahkan dalam mikroenkapsulasi d. Kadar air (AOAC, 1980) Kadar air diukur dengan menggunakan metode distilasi toluen (AOAC, 1980)

Bubuk kapsul Microcapsule powder Gambar 2. Diagram alir mikroenkaspulasi oleoresin jahe dengan metode spray drying Figure 2. Flow chart of microencapsulation of ginger oleoresin using spray drying technique

e. Profil minyak atsiri jahe sebelum dan sesudah mikroenkapsulasi Profil minyak atsiri ditetapkan dengan GC-MS. Komponen utama minyak atsiri jahe seperti zingiberene dan komponen lainnya akan diidentifikasi dengan Mass-Spectrometry.

22

Sri Yuliani et al,

Kolom yang digunakan berupa kolom kapiler HP Ultra 2 dengan panjang 17 m dan diameter dalam 0,2 mm serta ketebalan film 0,33mm. Program suhu pada oven berupa pemanasan awal pada 65°C (ditahan 1 menit), lalu ditingkatkan dengan laju pemanasan 5°C/menit hingga mencapai 170°C (ditahan 1 menit), kemudian ditingkatkan lagi dengan laju 3°C/menit hingga 215°C (ditahan 1 menit) dan dipanaskan lebih lanjut hingga mencapai 240°C (ditahan 20 menit). Sampel yang dianalisis berupa minyak jahe yang diperoleh dari distilasi oleoresin dan distilasi mikrokapsul. Sampel (1 ml) diinjeksikan pada suhu 250°C dengan split ratio 100:1. Kromatogram yang diperoleh diidentifikasi dengan Chem Station Data System. f. Struktur mikrokapsul Struktur mikrokapsul diamati dengan SEM (Scanning Electron Microscopy). Mikrokapsul ditempatkan di atas stubs (dudukan sampel) lalu dilapisi dengan emas menggunakan alat gold sputter coater selama 30 menit. Sampel yang telah dilapisi ditempatkan ke dalam mikroskop SEM lalu diamati pada voltase akselerasi 20 kV. Gambar yang diperoleh direkam dan dicetak. g. Aktivitas air (aw) Aktivitas air diukur menggunakan water activity meter (AquaLab, USA). Sampel mikrokapsul dimasukkan ke dalam wadah sampel, lalu diletakkan ke dalam alat pengukur. Nilai aktivitas air akan terlihat pada layar alat pengukur ketika kesetimbangan RH di dalamnya sudah tercapai (dalam waktu 5-10 menit). 4. Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik Rancangan percobaan yang digunakan berupa rancangan pola acak lengkap faktorial dimana faktor A adalah laju alir umpan,, terdiri atas 2 taraf (A1=15 dan A2=20 ml/menit) dan faktor B adalah suhu inlet spray drying yang terdiri atas 4 taraf (B1=160°C, B2=170°C, B3=180°C dan B4= 190°C). Variabel respon yang diukur berupa kadar total oil, oil retention, surface oil, kadar air, aktivitas air dan kelarutan dalam air. Rancangan percobaan yang digunakan berupa rancangan acak lengkap faktorial dengan dua ulangan. Analisis keragaman dilakukan dengan menggunakan software SPSS (2000).

alir umpan yang tinggi menghasilkan suhu outlet yang rendah. Hal ini berhubungan dengan laju transfer panas selama spray drying, dimana pada laju alir yang tinggi jumlah bahan yang dikeringkan lebih besar sehingga laju transfer panas yang terjadi lebih rendah daripada pada laju alir umpan yang lebih rendah. Pada suhu inlet yang sama, transfer panas yang berjalan lebih lambat mengakibatkan suhu outlet yang lebih rendah. Mikrokapsul yang dihasilkan berupa bubuk halus berwarna putih kekuningan. Karakteristik mikrokapsul yang diperoleh disajikan pada Tabel 2. A. Total Oil dan Oil Retention Total oil dan oil retention tidak dipengaruhi oleh suhu inlet dan laju alir umpan, masing-masing bernilai 2,19% dan 92,1% (Tabel 1). Rentang suhu inlet dan laju alir umpan yang dicobakan tidak memberikan variasi total oil yang merupakan jumlah keseluruhan minyak (baik yang terdapat di dalam kapsul maupun yang berada di permukaan kapsul). Hal ini menunjukkan, bahwa perubahan suhu inlet dan laju alir umpan tidak memberikan perubahan jumlah komponen volatil yang teruapkan. Perubahan suhu inlet dan laju alir umpan diduga berpengaruh pada karakteristik pembentukan dinding kapsul yang menentukan struktur mikrokapsul (Reineccius, 2004) (diterangkan lebih lanjut pada pembahasan mengenai surface oil). Struktur mikrokapsul ini menentukan jumlah minyak yang terkapsulkan dan yang tidak terkapsulkan (menempel pada permukaan luar mikrokapsul) sehingga menyebabkan adanya perbedaan pada kadar surface oil, namun tidak memberikan perbedaan pada total oil. B. Surface Oil Surface oil mikrokapsul berhubungan dengan stabilitas bahan aktif selama penyimpanan. Adanya minyak yang

Tabel 1. Suhu outlet spraydrying yang terukur pada berbagai kombinasi suhu inlet dan laju alir umpana Table 1. Outlet temperatures measured at combinations of inlet temperatures and feed flow ratesa

Suhu Inlet Inlet temperature (qC) 160 170 180 190

HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini, variasi suhu outlet spray drying didekati dengan mengendalikan laju alir umpan. Suhu outlet yang terukur pada setiap kombinasi perlakuan disajikan pada Tabel 1. Laju alir umpan yang rendah menghasilkan suhu outlet yang tinggi, sedangkan laju

a

Suhu Outlet Outlet Temperature (qC) Laju alir umpan Laju alir umpan Feed flow rate of Feed flow rate of 15 ml/min 20 ml/min 89 80 100 84 100 94 108 96

Rata-rata dari dua ulangan Averages of two replications

a

23

Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe

Tabel 2. Karakteristik mikrokapsula Table 2. Characteristics of microcapsulesa

Perlakuan Treatments Suhu inlet Laju alir Inlet umpan Temperatures Feed Flow Rates (qC) (ml/min) 160 15 160 20 170 15 170 20 180 15 180 20 190 15 190 20

Karakteristik Mikrokapsul Characteristics of microcapsules Oil Surface Kadar air Aktivitas Retention Oil (%) Moisture air aw (%) Content Water (%) Activity aw

Total Oil (%)

2,19 2,19 2,19 2,19 2,19 2,19 2,19 2,19

92,1 92,1 92,1 92,1 92,1 92,1 92,1 92,1

0,1833 0,1865 0,1550 0,1714 0,1593 0,1718 0,1573 0,1685

2,95 3,27 1,85 2,80 1,60 2,55 1,40 2,35

0,404 0,432 0,319 0,389 0,291 0,378 0,432 0,352

Kelarutan Water solubility (%) 94,04 94,25 94,34 94,19 94,80 94,48 94,66 94,32

a

Rata-rata dari dua ulangan Averages of two replications

a

terdapat pada permukaan luar dinding mikrokapsul merupakan hal yang tidak dikehendaki karena minyak yang tidak terkapsulkan ini akan terekspos pada kondisi lingkungan sekitarnya dan dapat mengalami kerusakan. Dalam penelitian ini, surface oil dipengaruhi oleh suhu inlet dan laju alir umpan. Laju alir umpan 15 ml/menit menghasilkan mikrokapsul dengan surface oil yang lebih rendah (rata-rata 0,1659%) dari pada laju alir umpan 20 ml/ menit (rata-rata 0,1766%) (Tabel 1). Interaksi antara suhu inlet dan laju alir umpan tidah berpengaruh nyata terhadap surface oil. Laju alir yang lebih rendah menghasilkan surface oil yang lebih rendah (Gambar 3). Pada laju alir yang lebih rendah, diduga kontak antara bahan dan udara panas berlangsung lebih intensif sehingga pembentukan membran semipermeabel yang melingkupi droplet oleoresin berjalan lebih cepat. Pembentukan dinding

kapsul yang cepat dapat mengurangi peluang internal movement droplet untuk saling bergabung selama spray drying (King, 1995). Hal ini mengurangi pula peluang terbentuknya struktur pori terbuka pada permukaan yang dapat menyebabkan tingginya surface oil pada permukaan kapsul. C. Kadar Air Kadar air merupakan parameter penting yang berhubungan dengan stabilitas produk selama penyimpanan. Kadar air mikrokapsul oleoresin jahe berkisar antara 1,60-3,27% denga rata-rata 2,50%. Kisaran kadar air yang diperoleh merupakan tipikal kadar air produk mikrokapsul yang diperoleh dari spray drying (2-6%) (Reineccius, 2004). Kadar air mikrokapsul dipengaruhi oleh suhu inlet spray drying dan laju alir umpan, tetapi tidak dipengaruhi oleh keduanya.

4.0

0.45

0.40

3.0

Aktivitas Air W ater activity

Kadar Air (% ) M oisture Content (% )

3.5

2.5 2.0 1.5

0.35

0.30

1.0 0.5 0.0 150

Laju alir umpan 15 ml/menit / Feed flow rate of 15 ml/min

0.25

Laju alir umpan 20 ml/menit / Feed flow rate of 20 ml/min 160

170

180

190

Laju alir umpan 15 ml/menit / Feed flow rate of 15 ml/min Laju alir umpan 20 ml/menit / Feed flow rate of 20 ml/min

200

Suhu Inlet Spray Drying (o C) Inlet Temperatures of Spray Drying ( o C)

Gambar 3. Hubungan antara suhu inlet spray drying dengan surface oil mikrokapsul pada laju alir umpan 15 dan 20 ml / menit. Figure 3. Relationship between inlet temperature of spray drying and surface oil of microcapsules at feed flow rates of 15 and 20 ml/min.

0.20 150

160

170

180

190

200

Suhu Inlet Spray Drying( o C) Inlet Temperatures of Spray Drying ( o C)

Gambar 4. Hubungan suhu inlet spray drying dengan kadar air mikrokapsul pada laju alir umpan 15 dan 20 ml/menit Figure 4. Relationship between inlet temperature of spray drying and moisture content of microcapsules at feed flowrates of 15 and 20 ml/min.

24

Sri Yuliani et al,

Gambar 4 menunjukkan, bahwa peningkatan suhu inlet menyebabkan penurunan kadar air mikrokapsul. Pada laju alir umpan yang lebih tinggi dihasilkan mikrokapsul yang berkadar air lebih rendah. Trend kadar air mikrokapsul ini menyerupai surface oil dan hal ini juga diduga berhubungan dengan intensitas kontak bahan dengan udara pengering, dimana pada laju alir yang lebih rendah kontak bahan dengan udara pengering berjalan lebih intensif sehingga jumlah air yang teruapkan lebih besar. Peningkatan suhu inlet spray drying menghasilkan penurunan kadar air mikrokapsul. Penurunan kadar air dengan meningkatnya suhu inlet ini lebih besar terjadi pada laju alir umpan yang lebih rendah. D. Aktivitas Air (aw) Aktivitas air merupakan parameter penting yang menentukan kestabilan produk selama penyimpanan, khususnya karakteristik pelepasan bahan aktif dari dalam mikrokapsul. Nilai aw berhubungan dengan tingkat hidrasi dalam bahan yang mempengaruhi molecular mobility komponen-komponen penyusun bahan pengkapsul (Whorton dan Reineccius, 1995). Aktivitas air mikrokapsul yang dihasilkan berkisar antara 0,276-0,436. Pada rentang nilai aw tersebut, diduga bahan pengkapsul berada pada status glassy dimana pelepasan bahan volatil dari dalam mikrokapsul mengikuti mekanisme difusi Ficks dengan laju yang rendah. Pengaruh perlakuan suhu inlet dan laju alir umpan pada nilai a w dapat dilihat pada Gambar 5 dimana peningkatan suhu inlet menyebabkan penurunan nilai aw dan peningkatan laju alir umpan menyebabkan peningkatan nilai aw. Trend aktivitas air ini menyerupai kadar air. Nilai rata-rata aw yang tertinggi dihasilkan dari kombinasi perlakuan suhu inlet 160°C dan laju alir bahan 20 ml/menit (0,432), sedangkan nilai aw terendah dihasilkan 0.20

S urface O il (% )

0.18

0.16

0.14

0.12

Laju alir umpan 15 ml/menit / Feed flow rate of 15 ml/min Laju alir umpan 20 ml/menit / Feed flow rate of 20 ml/min

0.10 150

160

170

180

190

200

Suhu Inlet Spray Drying (oC) Inlet Temperatures of Spray Drying ( o C)

Gambar 5. Hubungan suhu inlet spray drying dengan aktivitas air mikrokapsul pada laju alir umpan 15 dan 20 ml/ menit. Figure 5. Relationship between inlet temperature of spray drying and water activity of microcapsules at feed flow rates of 15 and 20 ml/min.

dari kombinasi perlakuan suhu inlet 190°C dan laju alir bahan 15 ml/menit (0,276). Nilai aw produk ini berhubungan dengan kemampuan penyalut mempertahankan bahan aktif tetap di dalam kapsul atau menjadi suatu indikasi pelepasan bahan aktif. Nilai aw yang tinggi menjadi indikator adanya pelepasan bahan aktif yang jumlahnya lebih besar dari pada nilai aw yang relatif lebih rendah. Namun demikian, pada hidrasi yang lebih lanjut, bahan aktif akan kembali terenkapsulasi yang dikenal dengan istilah reencapsulating seperti yang dikemukakan oleh Whorton dan Reineccius (1995). E. Kelarutan dalam Air Kelarutan dalam air merupakan parameter yang berhubungan pelepasan bahan aktif dengan aplikasi mikrokapsul. Contoh aplikasi yang menghendaki kelarutan dalam air yang tinggi adalah perisa minuman. Pada aplikasi untuk perisa produk yang melibatkan pengolahan pada suhu tinggi seperti produk-produk ekstrusi, kelarutan mikrokapsul diharapkan rendah (Yuliani et al., 2004). Pada penelitian ini, kelarutan mikrokapsul yang dihasilkan sangat tinggi (94%) dan tidak dipengaruhi oleh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying. Perubahan sifat bahan pengkapsul akibat proses spray drying diduga belum terjadi. Kondisi proses yang ekstrim dapat menyebabkan perubahan struktural protein dan protein dapat menyebabkan perubahan kelarutan bahan di dalam air (Wasserman et al., 1992; Fernandez-Gutierrez et al., 2004). F. Profil Minyak Atsiri Salah satu tujuan mikroenkapsulasi adalah melindungi bahan aktif dari kerusakan-kerusakan. Pada studi ini dilakukan analisis profil minyak jahe dan identifikasi senyawa-senyawa volatil baik dari minyak jahe yang belum dienkapsulasi maupun yang belum dienkapsulasi menggunakan Kromatografi Gas-Spektometri Massa atau GC-MS. Dengan analisis ini dapat diketahui perubahanperubahan yang terjadi pada senyawa volatil akibat proses mikroenkapsulasi. Komponen utama minyak atsiri jahe pada umumnya adalah (-)-á-zingiberene (20-30%), b-bisabolene (sekitar 12%), farnesene (sekitar 10%) dan zingiberol serta bsesquiphelandrene (Purseglove et al., 1981). Beberapa senyawa lain yang terdapat dalam jumlah minor berupa sitral, monoterpen hidrokarbon seperti d-limonene, mycrene, sabinene, dan lain-lain. Komponen yang teridentifikasi tergantung jenis jahe yang digunakan sebagai bahan baku. Minyak jahe sensitif terhadap panas terutama pada suhu di atas 90°C sehingga memungkinkan terjadinya perubahan komposisi komponen-komponen

Pengaruh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying pada karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe

25

Abundance 2e+07 1.8e+07 1.6e+07 1.4e+07 1.2e+07 1e+07 8000.000 6000.000 4000.000 2000.000 Time

Gambar 6. Kromatogram minyak jahe yang belum dienkapsulasi Figure 6. Chromatogram of non-encapsulated ginger essential oil

volatil. Perubahan komposisi juga dapat terjadi selama distilasi dan penyimpanan karena cahaya dan oksigen (Purseglove et al., 1981). Proporsi senyawa (-)-ázingiberene dan b-sesquiphelandrene dapat menurun, sedangkan ar-curcumene dapat terbentuk lebih banyak. Analisis kromatografi menunjukkan, bahwa minyak atsiri jahe yang belum dienkapsulasi didominasi oleh komponen utama alpha-zingiberene (50,73%) (Gambar 6). Komponen lain yang terdapat dalam jumlah yang cukup besar adalah beta-sesquiphellandrene (19,06%), farnesene (14,51%) dan beta-bisabolene. Selain itu terdapat pula sejumlah kecil monoterpen seperti borneol, sitral, geraniol, linalool dan lain-lain. Minyak jahe yang telah dikapsulkan pada suhu inlet 170°C dan laju alir umpan 15ml/menit juga memiliki alphazingiberene sebagai komponen utama dengan persentase area terbesar (52,58%) dari keseluruhan komponen yang

Gambar 8. Gambar SEM struktur mikrokapsul oleoresin hasil spray drying pada suhu 170°C dan laju alir umpan 15 ml/menit pada perbesaran 1500X Figure 8. SEM image of structure of microcapsules of ginger oleoresin spray dried at an inlet temperature of 170°C and a feed flow rate of 15ml/min at a magnification of 1500X.

4.00

8.00 12.00 16.00 20.00 24.00 28.00 32.00 36.00 40.00 44.00 48.00

52.00 56.00

Gambar 7. Kromatogram minyak jahe yang telah dienkapsulasi pada suhu 170°C dan laju alir umpan 15 mL/menit Figure 7. Chromatogram of ginger essential oil encapsulated at an inlet temperature of 170°C and a feed flow rate of 15 mL/menit

teridentifikasi (Gambar 7). Komponen lain yang cukup besar jumlahnya adalah beta-sesquiphellandrene (19,48%) dan farnesene (14,89%). Dari hasil identifikasi diketahui pula bahwa pada atsiri yang telah dienkapsulasi terdapat kehilangan sejumlah kecil fraksi-fraksi ringan seperti l-linalool, borneol dan sitral. G. Mikrostruktur Kapsul Morfologi mikrokapsul mempengaruhi karakteristik mikrokapsul seperti laju pelepasan bahan aktif, surface oil, retensi dan lain-lain. Pada studi ini, struktur mikrokapsul diamati dengan menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM). Beberapa mikrokapsul mempunyai bentuk yang mengempis, yang diduga akibat peristiwa ballooning

Gambar 9. Gambar SEM struktur mikrokapsul oleoresin hasil spray drying pada suhu 190°C dan laju alir umpan 15 ml/menit pada perbesaran 1500X. Figure 9. SEM image of structure of microcapsules of ginger oleoresin spray dried at an inlet temperature of 190°C and a feed flow rate of 15ml/min at a magnification of 1500X.

26

Sri Yuliani et al,

selama spray drying (Gambar 8). Ballooning merupakan peristiwa penggelembungan partikel mikrokapsul sebagai akibat pembentukan uap air di dalamnya. Penggelembungan ini dapat disebabkan oleh suhu spray drying yang terlalu tinggi atau ketidaksesuaian antara bahan pengkapsul dengan kondisi spray drying. Ketika dinding kapsul tidak cukup kuat untuk menahan tekanan di dalam partikel mikrokapsul, dinding akan pecah dan partikel akan mengempis. Pengempisan ini dapat pula terjadi apabila tekanan di dalam mikrokapsul tidak cukup kuat untuk menahan dinding kapsul. Ballooning dapat menyebabkan hilangnya komponen volatil dari dalam kapsul (Reineccius, 1988). Dalam Gambar 9 tampak adanya keretakan pada partikel mikrokapsul. Keretakan dapat disebabkan suhu spray drying yang terlalu tinggi atau kekuatan fisik dinding kapsul yang lemah. Balloning dan keretakan dapat menyebabkan tingginya surface oil mikrokapsul. KESIMPULAN 1. Kondisi proses spray drying mempengaruhi beberapa karakteristik mikrokapsul oleoresin jahe. Surface oil, kadar air dan aw dipengaruhi oleh laju alir umpan dan suhu inlet spray drying, sedangkan total oil, oil retention dan kelarutan tidak dipengaruhi oleh kedua faktor tersebut. Peningkatan suhu inlet mengakibatkan penurunan surface oil, kadar air dan aw, sedangkan penggunaan laju alir umpan yang lebih tinggi menghasilkan mikrokapsul dengan kadar surface oil, kadar air dan aw yang tinggi. 2. Penggunaan laju alir umpan yang rendah memberikan karakteristik mikrokapsul yang lebih baik (surface oil, kadar air dan aw yang rendah). Laju alir umpan 15 ml/ menit dan suhu inlet spray drying 170°C menghasilkan mikrokapsul dengan karakteristik terbaik. Pada kondisi tersebut, surface oil, kadar air dan aw memiliki nilai yang rendah, masing-masing 0,1550%, 1,85% dan 0,319. Total oil, oil retention dan kelarutan dalam air tidak berbeda nyata (masing-masing bernilai 2,19%, 92,1% dan 94,38%). UCAPAN TERIMAKASIH Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Meika Rusli dari Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan masukan yang berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA AOAC (1980). Official Methods of Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. AOAC Inc., Washington. Arshady, R. (1993). “Microcapsules for foods.” Journal of Microencapsulation 10(4): 413-435. Bhandari, B. R. and B. R. D’Arcy (1996). Microencapsulation of flavour compounds. Food Australia 48(12): 547-551. Bhandari, B.R., B.R. D’Arcy, and I. Padukka (1999). Encapsulation of lemon oil by paste method using bcyclodextrin: Encapsulation efficiency and profile of oil volatiles. Journal of Agricultural and Food Chemistry 47:51945197. Gibbs, B. F., S. Kermasha, I. Alli and C. N. Mulligan (1999). “Encapsulation in the food industry: A review.” International Journal of Food Science and Nutrition 50: 213-224. King, A.H. (1995). Encapsulation in food ingredients: A review of available technology, focusing on hydrocolloids. Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients. S.J. Risch and G.A. Reineccius. ACS Symposium Series 590:2641. Krishnan, S., R. Bhosale and R. S. Singhal (2005). “Microencapsulation of cardamom oleoresin: Evaluation of blends of gum arabic, maltodextrin and a modified starch as wall materials.” Carbohydrate Polymers 61: 95-102. Purseglove, J.W., E.G. Brown, C.L. Green, and S.R.J. Robbins (1981). Spices. Vol. 2. Longman Inc., New York. Raghavan, B., Abraham, K.O. and M.L. Shankaranarayana (1990). Encapsulation of spice and other flavour materials. Indian Perfumer 34(1):75-85. Risfaheri, Hidayat, T. dan L. Yanti (1994). Perkembangan penelitian pascapanen tanaman rempah dan obat: Jahe. Edisi Khusus Penelitian Tanaman Rempah dan Obat X(2):1-22. Reineccius, G. A.. (1988). Spray-drying of food flavours. Flavour Encapsulation. S. J. Risch and G. A. Reineccius. Washington, DC, ACS Symposium Series 370: 55-66. Reineccius, G.A. (2004). The spray drying of food flavours. Drying Technology 22(6):1289-1324. Shaikh, J., R. Bhosale and R. S. Singhal (2006). “Microencapsulation of black pepper oleoresin.” Food Chemistry 94: 105-110. Sparks, R.E. (1991). Microencapsulation. Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemistry and Technology. M. Grayson and E. David. John Willey and Sons, New York 15:470. Uhl, S.R. (2000). Spices, Seasonings and Flavourings. CRC Press, Boca Raton. 329 hal. Vaidya, S., R. Bhosale and R. S. Singhal (2006). “Microencapsulation of cinnamon oleoresin by spray drying using different wall materials.” Drying Technology 24: 983992. Whorton, C. and G.A. Reineccius (1995). Evaluation of the mechanism associated with the release of encapsulated flavour materials from maltodextrin matrices. Encapsulation and Controlled Release of Food Ingredients. S.J. Risch and G.A. Reineccius. ACS Symposium Series 590: 134-142. Yuliani, S., B. Bhandari, R. Rutgers and B. D’Arcy (2004). “Application of microencapsulated flavour to extrusion product”. Food Reviews International 20(2):163-186. Yuliani, S., Desmawarni and M.S. Rusli (2007). “Effect of encapsulating material compositions on the properties of eEncapsulated ginger oleoresin” Paper presented on International Seminar on Essential Oil, Jakarta, 7-9 November 2007.