Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
PENGARUH MUSIK KLASIK (MOZART) TERHADAP PERUBAHAN DAYA KONSENTRASI ANAK AUTIS Yulianto Program Studi Ners, STIKES Dian Husada Mojokerto Email :
[email protected]
ABSTRAK Perkembangan autisme di dunia yang terjadi sekarang ini semakin menghawatirkan, karena terjadi peningkatan jumlah anak dengan autis setiap tahun. Sulit berkonsentrasi merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada anak autis, di Inggris 6 dari 10 anak penderita autisme memiliki daya konsentrasi yang lemah. Pada tahun 2003 angka kejadian autisme di Indonesia meningkat tajam dan angka kejadian anak autis yang mengalami gangguan konsentrasi sekitar 65 % dari jumlah anak autis di Indonesia (Hadiyanto, 2003). Gangguan konsentrasi ini dapat mempengaruhi proses belajar anak autis, khususnya anak autis yang masih menempuh pendidikan di SLB, mereka sulit memahami dan menerima materi yang diberikan oleh guru di sekolah. Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperiment Design bentuk Pre-Post Test Non Randomized Control Group Design. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua anak autis yang duduk di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 17 anak autis. Teknik pengambilan sampel menggunakan total sampling. Untuk mengetahui pengaruh pemberian terapi musik klasik digunakan Uji statistik dengan menggunakan Independent T Test, apabila hasil uji normalitas Shapiro-Wilk tidak normal (Sig < 0,05) maka menggunakan uji pengganti yaitu uji Mann-Whitney Test (uji komparasi 2 sampel bebas/independen) dengan kemaknaan p ≤ 0,05. Dari hasil uji Mann Whitney dengan menggunakan SPSS 17.0 didapatkan hasil p value = 0,012 (karena nilai p value < 0,05) maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan peningkatan daya Konsentrasi antara kelompok yang diberikan terapi musik klasik (perlakuan) dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik (kontrol) di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto “atau” ada pengaruh terapi musik klasik (Mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi di SLB Aisyiyah Mojokerto. Menurut Campbell (1997), musik klasik mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial. Diukuatkan oleh penelitian Gardiner (1996) dalam Arini (2006) yang mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, karena musik dapat membantu otak berfokus pada hal yang dipelajari. Terapi musik klasik (mozart) merupakan salah satu bentuk cara untuk meningkatkan daya konsentrasi pada anak autis, karena dengan mendengarkan musik klasik (mozart) secara rutin dapat meningkatkan keterampilan mendengarkan secara umum, meningkatkan perhatian, dan mengungkapkan pandangan dan perasaan, karena musik mozart memiliki irama, melodi dan frekuensi-frekuensi yang tinggi, sehingga mendengarkan musik klasik (mozart) dapat mengaktifkan aliran impuls syaraf ke Corpus Collomus, yaitu jaringan serabut otak yang menghubungkan kedua bagian otak yaitu otak kanan dan otak kiri. Selain itu terapi musik klasik (mozart) dapat dijadikan salah satu alternatif terapi yang aman dan bermanfaat karena tidak menimbukan efek samping pada tubuh.
Kata kunci : Musik klasik, daya konsentrasi, autis
Halaman | 57
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
PENDAHULUAN Gangguan konsentrasi sering terjadi pada anak autisme, anak dengan gangguan autis terjadi keterlambatan pada bidang kognitifnya. Gangguan konsentrasi pada anak autis memiliki dampak sangat besar dalam proses pembelajaran di sekolah, anak dengan autis sering gagal memberi perhatian secara penuh, sering mengalami kesulitan dalam memfokuskan perhatian pada tugas perkembangannya, tampak tidak mendengarkan bila diajak bicara, tidak mentaati instruksi dan tidak dapat menyelesaikan pekerjaan rumah, mengalami kesulitan mengatur tugas-tugas aktivitas, tidak menyukai atau menghindar dalam tugastugas, dan pelupa dalam aktivitas sehari-hari. Di Sekolah Luar Biasa (SLB) Aisyiyah 08 sebagian guru yang mengajar anak autis disana mengalami kesulitan dalam proses mengajar, hampir seluruh anak autis di sekolah tersebut sulit untuk berkonsentrasi, perhatian mereka sangat mudah beralih dengan cepat sehingga tidak dapat memfokuskan materi yang diberikan pengajar. Salah satu bentuk terapi untuk meningkatkan daya konsentrasi adalah terapi musik klasik karya mozart. Sebagaimana penelitian yang dilakukan Pratt, Abel dan Skidmore (1995), bahwa musik klasik karya mozart diketahui dapat meningkatkan daya konsentrasi anak (Putra, 2008). Perkembangan autisme di dunia yang terjadi sekarang ini semakin menghawatirkan, karena terjadi peningkatan jumlah anak dengan autis setiap tahun. Sulit berkonsentrasi merupakan salah satu kelainan yang sering dijumpai pada anak autis, di Inggris 6 dari 10 anak penderita autisme memiliki daya konsentrasi yang lemah. Pada tahun 2003 angka kejadian autisme di Indonesia meningkat tajam dan angka kejadian anak autis yang mengalami gangguan konsentrasi sekitar 65 % dari jumlah anak autis di Indonesia (Hadiyanto, 2003). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di SLB Aisyiyah 08 dari 17 anak dengan gangguan autis 60-70 % dari mereka memiliki daya konsentrasi yang lemah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Pratt, Abel dan Skidmore (1995), pada anak usia 7 hingga 17 tahun dengan gangguan konsentrasi, mozart dimainkan 3 kali dalam seminggu dengan tujuan memberikan terapi untuk mengobati keadaanya, para peneliti tersebut menyimpulkan pada anak yang mendengarkan mozart menunjukkan fokus
yang lebih baik, pengendalian mood yang lebih baik, menghilangkan karakter impulsif dan meningkatkan kemampuan sosial (Putra, 2008). Gangguan konsentrasi ini dapat mempengaruhi proses belajar anak autis, khususnya anak autis yang masih menempuh pendidikan di SLB, mereka sulit memahami dan menerima materi yang diberikan oleh guru di sekolah. Faktor-faktor yang menyebabkan anak menjadi autistik belum ditemukan secara pasti, pada penelitian sebelumnya membuktikan adanya keragaman tingkat penyebabnya. Hal ini termasuk bersifat genetik, metabolik dan gangguan syaraf pusat, infeksi pada masa hamil (rubella), gangguan pencernaan hingga keracunan logam berat, struktur otak yang tidak normal seperti hidrosephalus juga dapat menyebabkan anak autis. Dugaan penyebab lainnya adalah perilaku ibu pada masa hamil yang sering mengkonsumsi seafood dimana jenis makanan ini mengandung mercury yang sangat tinggi karena adanya pencemaran air laut (Yuwono, 2009). Istilah autisme digunakan untuk menggambarkan suatu jenis dari masalah neurologis yang mempengaruhi pikiran, persepsi dan perhatian. Kelainan ini dapat menghambat, memperlambat, atau mengganggu sinyal dari mata, telinga, dan organ sensori yang lain, sehingga memperlemah kemampuan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain, seperti pada aktivitas sosial penggunaan keterampilan komunikasi, kemampuan imajinasi dan menarik kesimpulan, sehingga kelainan ini mengakibatkan gangguan atau keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial (Sutadi, 1997). Gangguan autisme mengakibatkan anak-anak dengan gangguan ASD (Autistic Spectrum Disorder) ini tertinggal dengan anak-anak yang lain dalam memahami dan menerima stimulasi materi, hal ini diakibatkan oleh ketidakmampuan anak-anak dengan gangguan ASD ini dalam memusatkan perhatian dan fokus terhadap stimulasi yang diberikan, padahal perhatian dan konsentrasi adalah suatu hal yang sangat penting dalam penyimpanan informasi (Hadist, 2006). Salah satu bentuk terapi yang digunakan adalah terapi musik, karena selain musik dapat menciptakan suasana yang menyenangkan, musik juga diketahui dapat mempengaruhi proses kognitif. Menurut Herman (1996) anak akan memperhatikan suatu informasi dan menyimpannya dalam Halaman | 58
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
memori jika suasana diluar menyenangkan yang membuat ia berminat dan otaknya terangsang untuk menyimpan informasi tersebut. Menurutnya ada tiga hal yang mempengaruhi konsentrasi, yaitu kekuatan dari luar, macam informasi dan kemauan. Penggunaan musik dalam belajar bukanlah hal baru, musik dalam jenis tertentu diketahui dapat merangsang otak, otak menjadi terbuka dan reseptif pada informasi. Musik mengurangi stres, meredakan ketegangan, meningkatkan energi dan memperbesar daya konsentrasi. Dalam penelitian ini peneliti memilih musik klasik karya Mozart sebagai treatment dalam pemberian perlakuan pada responden. Menurut Campbell (1997) musik karya Mozart memiliki kemurnian dan kesederhanaan serta memiliki nilai seni yang tinggi. Selain itu, musik mozart memiliki irama, melodi dan frekuensi-frekuensi tinggi, sehingga mampu merangsang dan memberi daya kepada daerah-daerah kreatif dan motivatif dalam otak sehingga dapat menggugah daya konsentrasi. Sebagian besar anak autisme memiliki daya konsentrasi yang lemah, hal ini terjadi karena anak autis memiliki struktur otak abnormal sehingga mempengaruhi pikiran, persepsi dan perhatiannya. Untuk mengatasi masalah ini salah satu bentuk terapi yang dapat digunakan adalah terapi musik klasik (mozart). Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh musik klasik (mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi anak autis di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. METODE PENELITIAN Desain penelitian yang digunakan adalah Quasy Eksperiment Design bentuk Pre-Post Test Non Randomized Control Group Design. Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah semua anak autis yang duduk di SLB Aisyiyah 08 Jl. Bhayangkara No 65, kota Mojokerto, populasi dalam penelitian ini berjumlah 17 anak autis. Dari data tentang populasi diatas akan diseleksi kriteria sampel yang terdiri dari kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan secara total sampling. Dalam penelitian ini variabel independentnya adalah musik klasik (mozart). Dalam penelitian ini variabel dependentnya adalah daya konsentrasi anak autis. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data untuk pengaruh musik klasik (Mozart) terhadap daya konsentrasi anak autis berupa lembar SAP dan lembar observasi. Untuk musik klasik
(mozart) menggunakan lembar SAP dan lembar observasi, sedangkan untuk daya konsentrasi anak autis menggunakan lembar observasi. Data yang telah dikumpulkan kemudian ditabulasi. Data yang dianggap memenuhi syarat selanjutnya diberi tanda khusus (coding) untuk menghindari pencantuman identitas atau menghindari adanya kesalahan dan duplikasi enteri data. Pengumpulan data dilakukan yaitu Peneliti dengan didampingi salah satu guru bagian autis mendatangi setiap kelas anak autis yang duduk di bangku SD. Kemudian peneliti menanyakan masalah gangguan konsentrasi yang dialami oleh anak autis kepada setiap guru yang mengajar mereka. Setelah mendapatkan responden yang dikehendaki, maka langkah-langkah selanjutnya adalah peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian pada responden dan sebelum dilakukan penelitian, peneliti meminta persetujuan dari orangtua responden dengan memberikan surat persetujuan anak mereka menjadi responden (informed concent). Penelitian ini dilakukan saat diadakannya terapi pada anak autis di SLB Aisyiyah 08, jadwal untuk terapinya pada hari Jum’at dan Sabtu. Untuk menentukan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, proporsi anak autis yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian dibagi menjadi dua yang mempunyai proporsi yang sama banyaknya, kemudian kedua kelompok (kontrol dan perlakuan) diobservasi kemampuan konsentrasinya dengan cara memberikan campuran butiran kacang hijau dan kacang merah yang masing-masing berjumlah 30 butir, kemudian menyuruh anak untuk mengelompokkan dengan cara menjumput (menggunakan jempol dan telunjuk) setiap butiran kacang hijau dan kacang merah selama 5 menit dan tes ini diberikan sebanyak 3 kali. Saat anak melakukan tugas tersebut peneliti mengobservasi bagaimana anak autis mampu dalam hal sebagai berikut : 1. Mengikuti dan memahami petunjuk sederhana, melakukannya dengan cepat, 2. Mengikuti perintah, dan melakukannya dengan benar, 3. Dapat melakukan tugas/perintah tanpa bantuan, 4. Dapat melakukan tugas sesuai dengan waktunya, 5. Tidak mudah terpengaruh situasi di sekitarnya, ketika mengerjakan sesuatu,
Halaman | 59
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
6. Tidak mudah frustrasi ketika menghadapi tugas. Setelah dilakukan pre test, kelompok perlakuan (kelompok intervensi) diberikan perlakuan berupa pemberian terapi musik, jenis musik yang dipilih oleh peneliti adalah musik klasik karya Mozart yang diperdengarkan selama 15 menit, 2 kali dalam seminggu atau 8 kali dalam sebulan diberikan terapi musik. Pemberian terapi musik klasik (mozart) pada kelompok perlakuan tidak dilakukan secara serentak, peneliti memasukkan satu persatu anak autis keruangan terapi untuk mendengarkan musik dengan headphone yang sudah disambungkan ke Laptop. Setelah dilakukan intervensi pada kelompok perlakuan maka tahap selanjutnya adalah tahap Post test yang dilakukan lagi dengan cara yang sama seperti pada sebelum pemberian terapi musik, kemudian peneliti menganalisa dengan cara
membedakan jumlah skor antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Hasil yang diperoleh kemudian dimasukkan dalam tabel dan dilakukan uji statistik dengan menggunakan uji Paired T Test, apabila hasil uji normalitas Shapiro-Wilk tidak normal (Sig < 0,05) maka menggunakan uji pengganti yaitu uji Wilcoxon Signed Rank test (uji komparasi sampel berpasangan) dengan derajat kemaknaan p ≤ 0,05 (Sugiyono, 2004). Uji ini dilakukan untuk mengetahui daya konsentrasi kelompok perlakuan dan kontrol sebelum diberikan terapi musik dan sesudah diberikan terpai musik. Kemudian dilakukan Uji statistik dengan menggunakan Independent T Test, apabila hasil uji normalitas Shapiro-Wilk tidak normal (Sig < 0,05) maka menggunakan uji pengganti yaitu uji Mann-Whitney Test (uji komparasi 2 sampel bebas/independen) dengan kemaknaan p ≤ 0,05.
HASIL PENELITIAN 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin Gambar 1 Diagram Batang Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan gambar 1 di atas dapat diketahui bahwa dari 8 responden pada kelompok perlakuan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 6 anak (75%) dan hampir setengahnya berjenis kelamin perempuan 2 anak (25%). Sedangkan 8 orang responden pada kelompok kontrol sebagian besar juga berjenis kelamin laki-laki 5 anak (62,5%) dan hampir setengahnya berjenis kelamin perempuan 3 anak (37,5%). 2. Karakteristik responden berdasarkan usia Gambar 2 Diagram Batang Karakteristik Responden Berdasarkan Usia Di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto
Halaman | 60
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
Berdasarkan Gambar 2 diatas dapat diketahui dari 8 responden pada kelompok perlakuan hampir setengahnya berusia 6-8 tahun sebanyak 3 anak (37,5%), yang berusia 911 tahun sebanyak 2 anak (25%), dan hampir setengahnya lagi berusia 12-14 tahun sebanyak 3 anak (37,5%) Sedangkan pada kelompok kontrol dari 8 responden setengahnya berusia 6-8 tahun sebanyak 4 anak (50%), hampir setengahnya memiliki usia 9-11 tahun sebanyak 2 anak (25%), dan hampir setengahnya lagi memiliki usia 12-14 tahun sebanyak 2 anak (25%). 3. Karakteristik responden berdasarkan lama belajar saat di rumah dalam 1 hari Gambar 3 Diagram Batang Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Belajar Di Rumah Dalam 1 Hari Di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto
Berdasarkan gambar 3 di atas, dapat diketahui dari 8 responden pada kelompok perlakuan hampir setengahnya belajar > 1 jam dalam sehari sebanyak 2 anak (25%), setengahnya sebanyak 4 anak (50%) belajar selama 1 jam dalam sehari, dan hampir setengahnya lagi tidak belajar sebanyak 2 anak (25%). Sedangkan dari 8 anak pada kelompok kontrol hampir setengahnya belajar > 1 jam dalam sehari sebanyak 3 anak (37,5%), yang belajar 1 jam dalam sehari sebanyak 3 anak (37,5%), dan hampir setengahnya sebanyak 2 anak (25%) tidak belajar. Pada kedua kelompok diatas tidak satupun (0%) yang belajar selama 30 menit. 4. Perbandingan daya konsentrasi anak autis sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok perlakuan di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Tabel 1 Daya Konsentrasi Anak Autis Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik (Mozart) Pada Kelompok Perlakuan Di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 Mean Std. D
Kelompok Perlakuan Pre Test Post Test 9 14 6 12 7 8 8 12 12 17 9 12 14 18 12 13 9,5000 13,2500 2,97610 3,15096
Perubahan 5 6 1 4 5 3 4 1 3,625
Dilihat dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 8 responden pada kelompok perlakuan sebelum diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 9,5000 dan standart deviasi sebesar 2,97610. Sedangkan setelah diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 13,2500 dan standart deviasi 3,15096. Rerata perubahan pada kelompok perlakuan antara sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik (mozart) sebesar 3,625.
Halaman | 61
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
5. Perbandingan daya konsentrasi anak autis sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok kontrol di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto Tabel 2 Daya Konsentrasi Anak Autis Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Musik Klasik (Mozart) Pada Kelompok Kontrol Di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto No. Responden 9 10 11 12 13 14 15 16 Mean Std. D
Kelompok Kontrol Pre Test Post Test 8 10 14 11 9 12 6 6 12 11 11 11 11 11 13 9 10,5000 10,0000 2,67261 2,20389
Perubahan 2 -3 3 0 -1 0 0 -4 -0,375
Dilihat dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 8 responden pada kelompok kontrol pengukuran sebelum diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 10,5000 dan standart deviasi sebesar 2,67261. Sedangkan pada pengukuran post test didapatkan rerata 10,0000 dan standart deviasi 2,20389. Rerata perubahan pada kelompok kontrol sebesar 0,375. 6. Analisa pengaruh musik klasik (mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi anak autis antara kelompok yang diberikan terapi musik klasik (mozart) dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik (mozart) di sekolah SLB Aisyiyah 08 Mojokerto Tabel 3 Pengaruh Musik Klasik (Mozart) Terhadap Perubahan Daya Konsentrasi Anak Autis Antara Kelompok Perlakuan Dan Kelompok Kontrol Di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto
Z Asymp. Sig. (2tailed)
Konsentrasi post test kelompok perlakuan Konsentrasi pre test kelompok perlakuan a -2.530
Konsentrasi post test kelompok kontrol Konsentrasi pre test kelompok kontrol b -.632
.011
.527
Konsentrasi anak autis Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
8.500 44.500 -2.505 .012 a .010
Hasil uji normalitas Paired T Test menunjukkan hasil yang tidak normal dengan masing-masing nilai Shapiro-Wilk dengan Sig. 0,839 dan 0,049 sehingga terdapat salah satu nilai < 0,05 maka hasil uji normalitas Pired T Test menunjukkan hasil distribusi tidak normal sehingga dilakukan uji alternatifnya yaitu uji Wilcoxon. Dilihat dari tabel 3 diatas menunjukkan bahwa berdasarkan uji statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS 17.0, pada kelompok perlakuan diperoleh hasil p value = 0,011 (karena nilai p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada perubahan daya konsentrasi sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi musik klasik (mozart) di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Sedangkan pada kelompok kontrol Setelah dilakukan uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS 17.0 diperoleh hasil p value = 0,527 (karena nilai p value > 0,05) maka H1 ditolak dan H0 diterima, yang artinya tidak ada perubahan peningkatan daya konsentrasi pada sebelum dan setelah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok kontrol di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Pada uji Independent T Test juga menunjukkan hasil yang tidak normal dengan masing-masing nilai Shapiro-Wilk dengan Sig. 0,514 dan 0,008 sehingga terdapat salah satu nilai kurang dari 0,05 maka hasil uji normalitas Independent T Test menunjukkan hasil distribusi data yang tidak normal sehingga harus dilakukan uji alternatifnya Mann Whitney. Dari hasil uji Mann Whitney dengan menggunakan SPSS 17.0 didapatkan hasil p value = Halaman | 62
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
0,012 (karena nilai p value < 0,05) maka dapat diambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan peningkatan daya Konsentrasi antara kelompok yang diberikan terapi musik klasik (perlakuan) dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik (kontrol) di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto “atau” ada pengaruh terapi musik klasik (Mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi di SLB Aisyiyah Mojokerto. PEMBAHASAN 1. Daya konsentrasi anak autis sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok perlakuan di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Dilihat dari tabel 1 menunjukkan bahwa dari 8 responden pada kelompok perlakuan sebelum diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 9,5000 dan standart deviasi sebesar 2,97610. Sedangkan setelah diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 13,2500 dan standart deviasi 3,15096. Pada dasarnya Terapi musik merupakan sebuah aplikasi atau penerapan unik dari musik untuk meningkatkan kehidupan manusia dengan menciptakan perubahan- perubahan positif dalam perilakunya dan juga digunakan oleh guru sebagai peralatan untuk memperbaiki, memelihara, mengembangkan mental, fisik, kesehatan emosi, kemampuan nonverbal, kreativitas dan rasa alamiah dari musik menjadi fasilitator untuk hubungan, ekspresi diri dan pertumbuhan (Djohan :2005). Marsudi (2008) mengungkapkan Terapi musik merupakan cara mudah yang bermanfaat positif bagi tubuh, psikis, meningkatkan daya ingat dan konsentrasi, dan hubungan sosial, dapat digunakan sebagai kesempatan berinteraksi dan berkomunikasi dalam musik, agar dapat mengungkapkan dengan segala cara baik menggunakan anggota tubuh, suara, dan alat musik. Pada kelompok perlakuan setelah diberikan intervensi terapi musik klasik (mozart) sebanyak 8 kali didapatkan peningkatan rerata, efek musik klasik karya mozart baik untuk memperbaiki keadaan anak dengan gangguan mental, seperti gangguan autisme, dengan mendengarkan musik klasik secara rutin seorang anak dengan gangguan autisme tidak hanya dapat memperbaiki konsentrasinya tetapi juga dapat memperaiki memori serta mengurangi hiperaktifnya, hal ini terlihat saat peneliti memberikan terapi. Peneliti melihat perubahan anak autis setelah diberikan 8 kali terapi musik anak autis
lebih dapat mengontrol dirinya daripada saat sebelum diberikan terapi. Mendengarkan komposisi mozart membantu untuk mengorganisasikan pola penembakan neuron yang berkenaan dengan pemikiran spatial-temporal. Mendengarkan musik dapat menjadi latihan untuk memfasilitasi operasi simetri yang berasosiasi dengan fungsi lebih tinggi dari otak (Putra, 2008). Putra juga menuliskan komposisi mozart memiliki kandungan emosi yang netral dari jenis baroque dan romantis dan memiliki frekuensi yang tinggi. Menurut Campbell (1997) musik-musik Mozart memiliki keunggulan akan kemurnian dan kesederhanaan bunyi-bunyi yang dimunculkannya, irama, melodi, dan frekuensi-frekuensi tinggi pada musik Mozart merangsang dan memberi daya pada daerah-daerha kreatif dan motivasi dalam otak. Musik Mozart memberi rasa nyaman tidak saja ditelinga tetapi juga bagi jiwa manakalah mendengarnya. Mendengar musik Mozart serasa ada keajaiban yang menyertainya. Musik klasik Mozart sesuai dengan pola sel otak manusia. Karena musik Mozart begitu bervariasi dan kaya akan nada-nada dari lembut sampai keras, dari lambat sampai cepat. Sedangkan menurut Merritt (1996) musik klasik (mozart) memfasilitasi belahan otak dengan beberapa cara. Para ilmuwan syaraf menemukan mahwa musik klasik (mozart) mengaktifkan aliran impuls syaraf ke Corpus Collomus, yaitu jaringan serabut otak yang menghubungkan kedua bagian otak itu. Karena ritme tubuh akan menyelaraskan diri dengan tempo musik yang kita dengarkan, sehingga bisa melakukan banyak pekerjaan mental sambil tetap merasa santai, dan kalau kedua bagian otak itu berfungsi secara independen bisa bekerjasama dan berintegrasi, sehingga dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi konsentrasi anak di antaranya adalah faktor internal dan eksternal. Faktor internal adalah faktor Halaman | 63
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, seperti kesehatan (fisik dan psikologis), rasa aman, kemampuan, minat dan sebagainya. Faktor eksternal adalah faktor yang datang dari luar si anak, seperti kebersihan rumah (tempat belajar), udara yang panas, lingkungan dan sebagainya. Pada faktor internal, hal yang dapat mempengaruhi belajar peserta didik adalah bersumber dari dalam dirinya seperti masalah kesehatan, kemampuan, rasa aman, dan berbagai kebutuhanya. Apabila anak yang merasa keadaan fisik kurang sehat, tidak aman, kemampuan belajarnya rendah, kurang motivasi dalam belajar dan sebagainya maka sudah tentu kelancaran atau kelangsungan belajar dijalankan akan terhambat/terganggu. Hal-hal yang dapat mempengaruhi konsentrasi belajar pada peserta didik dapat bersumber dari luar dirinya (faktor eksternal) seperti: masalah kebersihan, udara yang panas dan lingkungan yang kurang mendukung dalam aktivitas belajar (Roestiyah, 1996). Selain faktor tersebut jenis kelamin, usia dan lamanya waktu belajar anak autis dirumah juga mempengaruhi daya konsentrasi anak autis. Dari faktor internal dan eksternal peneliti tidak mengkaji, dikarenakan adanya gangguan komunikasi dan bahasa pada anak autis, sehingga peneliti memiliki keterbatasan dalam berkomunikasi dengan anak autis. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Widyawati (1997), Autisme adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu jenis gangguan perkembangan pervasive pada anak yang mengakibatkan gangguan atau keterlambatan pada bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi sosial. Seperti juga yang diungkapkan oleh Yuwono (2009) dalam bukunya memahami anak autistik (kajian teoritik dan empirik) menuliskan anak dengan gangguan autistik memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dan terlambat dalam perkembangan bicaranya. Hal ini dapat dilihat saat peneliti melakukan komunikasi dengan anak autis, mereka kurang dapat memahami apa yang ditanyakan oleh peneliti, sehingga peneliti harus mengulang pertanyaan berulang kali dengan menggunakan kata-kata disertai gerakan yang dapat dipahami oleh anak autis.
Dari gambar 2 di atas dapat dapat diketahui bahwa dari 8 responden pada kelompok perlakuan sebagian besar berjenis kelamin laki-laki 6 anak (75%) dan hampir setengahnya berjenis kelamin perempuan 2 anak (25%). Sedangkan 8 orang responden pada kelompok kontrol sebagian besar juga berjenis kelamin lakilaki 5 anak (62,5%) dan hampir setengahnya berjenis kelamin perempuan 3 anak (37,5%). Sebagaimana yang diungkapkan oleh Yuwono (2009) laki-laki lebih tinggi mengalami gangguan autis, perbandingan antara anak laki-laki dan perempuan yang mengalami gangguan autistik adalah 4:1 karena perempuan memiliki hormon yang dapat memperbaiki keadaanya yaitu hormon estrogen. Dari gambar 3 yang menjelaskan karakteristik responden dalam segi usia, dalam penelitian ini didapatkan bahwa dari 8 responden pada kelompok perlakuan hampir setengahnya berusia 6-8 tahun sebanyak 3 anak (37,5%), yang berusia 911 tahun sebanyak 2 anak (25%), dan hampir setengahnya lagi berusia 12-14 tahun sebanyak 3 anak (37,5%). Sedangkan pada kelompok kontrol dari 8 responden setengahnya berusia 6-8 tahun sebanyak 4 anak (50%), hampir setengahnya memiliki usia 9-11 tahun sebanyak 2 anak (25%), dan hampir setengahnya lagi memiliki usia 12-14 tahun sebanyak 2 anak (25%). Dalam penelitian ini peneliti mengkaji usia anak autis, karena diketahui usia dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dapat memiliki konsentrasi yang kuat, Semakin tua usia individu, semakin meningkat pula kematangan berbagai fungsi fisiologisnya. Anak yang lebih tua adalah lebih kuat, lebih sabar, lebih sanggup melaksanakan tugas-tugas yang lebih berat, lebih mampu mengarahkan energi dan perhatiannya dalam waktu yang lebih lama, lebih memiliki koordinasi gerak kebiasaan kerja dalam ingatan dan konsentrasi yang lebih baik dari pada anak yang lebih muda (Harianto 2009). Usia dapat mempengaruhi bagaimana anak autis dapat berkonsentrasi pada suatu hal karena dengan usia yang semakin bertambah anak autis memiliki banyak pengalaman dan juga pelajaran yang sudah didapat baik disekolah maupun dirumah. Halaman | 64
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
Sedangkan dari gambar 4 yang menjelaskan karakteristik responden dilihat dari segi lamanya belajar anak autis di rumah dalam 1 hari dapat diketahui dari 8 responden pada kelompok perlakuan hampir setengahnya belajar > 1 jam dalam sehari sebanyak 2 anak (25%), setengahnya yaitu sebanyak 4 anak (50%) belajar selama 1 jam dalam sehari, dan hampir setengahnya lagi tidak belajar sebanyak 2 anak (25%). Sedangkan dari 8 anak pada kelompok kontrol hampir setengahnya belajar > 1 jam dalam sehari sebanyak 3 anak (37,5%), yang belajar 1 jam dalam sehari sebanyak 3 anak (37,5%), dan hampir setengahnya sebanyak 2 anak (25%) tidak belajar. Pada kedua kelompok diatas tidak satupun (0%) yang belajar selama 30 menit. Peneliti mengkaji lamanya belajar anak autis saat di rumah, karena lama belajar anak autis saat di rumah dapat juga mempengaruhi bagaimana anak autis dapat berkonsentrasi saat di bangku sekolah, seperti yang diungkapkan Harianto (2009) perhatian orang tua dan ritme belajar yang dilakukan anak autis di rumah dapat mempengaruhi konsentrasi anak autis, perhatian orang tua dituntut bisa mengendalikan pola hidup anaknya. Dalam penelitian ini peneliti tidak mengkaji bagaimana pola asuh serta perhatian orang tua kepada anak autis saat di rumah, karena untuk menanyakan hal tersebut kepada anak autis peneliti mengalami kesulitan, hal ini terjadi karena anak autis sulit memahami pertanyaan dari orang lain. Lama belajar anak autis dapat mempengaruhi daya konsentrasi karena dengan waktu belajar yang lebih lama anak autis akan terbiasa bagaiman cara fokus dan memberikan perhatian penuh terhadap suatu hal, sehingga dapat melatih konsentrasi anak itu sendiri. Selain faktor-kaktor di atas, pada dasarnya anak – anak dengan gangguan autis mengalami kelemahan dalam berkonsentrasi hal ini terjadi karena pada gangguan autistik terjadi gangguan otak yang diakibatkan oleh trauma primer dan trauma yang berulang pada tempat yang sama (invariable). Gangguan susunan saraf pusat tersebut meliputi terjadinya kelainan perkembangan yang ditandai dengan penyimpangan struktural dari bentuk normal oleh karena sebab yang bermacam-macam selain oleh karena
trauma juga karena adanya Kerusakan (damage) susunan saraf pusat (SSP) secara anatomis (Hendrasurya, 2009). 2. Daya konsentrasi anak autis sebelum dan sesudah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok kontrol di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Dilihat dari tabel 2 menunjukkan bahwa dari 8 responden pada kelompok kontrol pengukuran sebelum diberikan terapi musik klasik (mozart) didapatkan rerata 10,5000 dan standart deviasi sebesar 2,67261. Sedangkan pada pengukuran post test didapatkan rerata 10,0000 dan standart deviasi 2,20389. Rerata perubahan pada kelompok kontrol sebesar -0,375. Menurut Webb dalam Dryden & Vos (1999) yang dikutip Echoriyanto (2006), dalam kondisi alfa dan betalah keadaan super memori, bersama dengan menguatnya konsentrasi dan kreatifitas dan itu semua dapat diraih dengan musik jenis yang memiliki frekuensi yang tinggi seperti yang dimiliki musik klasik karya mozart yang bisa mencapai hasil yang lebih cepat dan mudah. Jenis musik tersebut membantu merilekskan tubuh, melambatkan nafas, merendahkan gelombang betha dan menimbulkan kondisi kesadaran rileks yang sangat reseptif dalam mempelajari informasi baru. Pada kelompok kontrol yang tidak mendapatkan terapi musik klasik (mozart) pada saat post test didapatkan rerata yang lebih kecil dari rerata saat pre test. Mungkin karena pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan apapun, sehingga daya konsentrasi pada kelompok kontrol tidak mengalami peningkatan. Campbell (1997) menjelaskan musik dapat memperkuat ingatan pelajaran. Mendengarkan musik dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengingat ejaan, puisi dan kata-kata asing, aktifitas mendengarkan musik mampu meningkatkan keterampilan mendengarkan secara umum, meningkatkan perhatian, dan mengungkapkan pandangan dan perasaan. 3. Pengaruh terapi musik klasik (mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi anak autis antara kelompok yang diberikan terapi musik klasik (perlakuan) dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik (kontrol) di sekolah Harapan
Halaman | 65
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
Aisyiyah Mojokerto pada bulan Maret April 2011. Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat pada kelompok perlakuan hasil uji Wilcoxon dengan menggunakan SPSS 17.0 diperoleh hasil p value = 0,011 (karena nilai p value < 0,05) maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada perubahan daya konsentrasi sebelum dan sesudah diberikan intervensi terapi musik klasik (mozart) di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Sedangkan pada kelompok kontrol setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Wilcoxon dengan menggunakan SPSS 17.0 diperoleh hasil p value = 0,527 (karena nilai p value > 0,05) maka H1 ditolak dan H0 diterima, sehingga peneliti dapat menyimpulkan tidak ada perubahan peningkatan daya konsentrasi pada sebelum dan setelah diberikan terapi musik klasik (mozart) pada kelompok kontrol di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto. Dari hasil uji Mann Whitney dengan menggunakan SPSS 17.0 didapatkan hasil p value = 0,012 (karena nilai p value < 0,05) maka peneliti mengambil kesimpulan bahwa H0 ditolak dan H1 diterima, yang artinya ada perbedaan peningkatan daya Konsentrasi antara kelompok yang diberikan terapi musik klasik (perlakuan) dengan kelompok yang tidak diberikan terapi musik klasik (kontrol) di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto “atau” ada pengaruh terapi musik klasik (Mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi di SLB Aisyiyah Mojokerto. Menurut Campbell (1997), musik klasik mampu memperbaiki konsentrasi, ingatan dan persepsi spasial. Diukuatkan oleh penelitian Gardiner (1996) dalam Arini (2006) yang mengatakan seni dan musik dapat membuat para siswa lebih pintar, karena musik dapat membantu otak berfokus pada hal yang dipelajari. Beberapa hasil penelitian seperti penelitian yang dilakukan Herry Chunagi (1996) dan Siegel (1999) dalam putra (2008), yang didasarkan atas teori neuron (sel kondiktor pada sistem saraf), menjelaskan bahwa neuron akan menjadi sirkuit jika ada rangsangan musik, rangsangan yang berupa gerakan, elusan, suara mengakibatkan neuron yang terpisah bertautan dan mengintegrasikan diri dalam sirkuit otak. Semakin banyak rangsangan musik diberikan akan semakin kompleks
jalinan antar neuron itu. Didukung pula oleh Martin Gardiner (1996) dari hasil penelitiannya mengatakan seni dan musik, khususnya musik jenis tertentu seperti musik klasik karya mozart dapat membuat para siswa lebih pintar, musik jenis ini dapat membantu otak berfokus pada hal yang dipelajari, sehingga dapat membuat seseorang lebih berkonsentrasi. Terapi musik klasik (mozart) merupakan salah satu bentuk cara untuk meningkatkan daya konsentrasi pada anak autis, karena dengan mendengarkan musik klasik (mozart) secara rutin dapat meningkatkan keterampilan mendengarkan secara umum, meningkatkan perhatian, dan mengungkapkan pandangan dan perasaan, karena musik mozart memiliki irama, melodi dan frekuensi-frekuensi yang tinggi, sehingga mendengarkan musik klasik (mozart) dapat mengaktifkan aliran impuls syaraf ke Corpus Collomus, yaitu jaringan serabut otak yang menghubungkan kedua bagian otak yaitu otak kanan dan otak kiri. Selain itu terapi musik klasik (mozart) dapat dijadikan salah satu alternatif terapi yang aman dan bermanfaat karena tidak menimbukan efek samping pada tubuh. SIMPULAN 1. Daya konsentrasi anak autis pada kelompok perlakuan didapatkan adanya peningkatan rerata antara sebelum dan sesudah pemberian intervensi terapi musik klasik (mozart) dengan hasil uji Wilcoxon diperoleh p value = 0,011 2. Pada kelompok kontrol didapatkan penurunan rerata daya konsentrasi antara sebelum dan sesudah pemberian terapi musik klasik (mozart) dengan uji Wilcoxon diperole p value = 0,527 3. Ada pengaruh musik klasik (mozart) terhadap perubahan daya konsentrasi anak autis di SLB Aisyiyah 08 Mojokerto, dengan Hasil uji Mann Whitney didapatkan hasil p value = 0,012 SARAN 1. Bagi Tempat Penelitian. Diharapkan musik klasik (mozart) dapat dijadikan sebagai salahsatu terapi untuk menurunkan gangguan daya konsentrasi pada anak autis. 2. Bagi Ilmu Keperawatan. Diharapkan terapi musik klasik (mozart) dapat dijadikan sebagai terapi untuk mempecepat proses Halaman | 66
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
penyembuhan pasien, sehingga terapi ini dapat diaplikasikan oleh para profesi keperawatan saat melakukan asuhan keperawatan kepada pasien. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya. Diharapkan penelitian dengan judul “Pengaruh Musik Klasik (mozart) Terhadap Perubahan daya Konsentrasi anak Autis” dapat dikembangkan dan disempurnakan lagi bagi peneliti selanjutnya agar dapat menjadi acuan pengembangan ilmu keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA Alexa. (2008). Terapi Musik. http://webcache.googleusercontent.com Arikunto, Suharsimi. (2002). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka cipta Campbell, Don. (1997). Efek Mozart. Jakarta : Gramedia Chandra, Budiman. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : EGC Djohan. (2005). Psikologi Musik. Yogyakarta : Galangpress Djohan. (2006). Terapi Musik Teori Dan Aplikasi. Yogyakarta : Galangpress Hadis, abdul. (2006). Pendidikan anak Berkebutuhan Khusus Autistik. Bandung : Alfa Beta Harianto. (2009). Terapi Musik Untuk Bangkitkan Konsentrasi Anak Autis. http://www.autis.info/index.php/artikelmakalah/artikel/121-terapi-musik-untukbangkitkan-konsentrasi-anak-autis.html Handojo. (2009). Autisme Pada Anak. Jakarta : BIP Hendrasurya. (2009). Cara Konsentrasi Belajar. http://artikel-kesehatan-online. Blog spot. Com/2009/06/konsentrasibelajar.html. Hidayat, Aziz Alimul. (2005). Pengantar Ilmu Keperawatan Anak I. Jakarta : Salemba Medika
Hilmansyah, Hilman. (2010). Dibuai Musik. Nakita. Ed. Juli 2010. Jakarta: Kompas Gramedia Judarwanto, Widodo. Konsentrasi. Wordpress.com/
(2007). Gangguan http://childrenclinik.
Kuwanto, Lindayani dan natalia, Johanna. (2001). Pengaruh Terapi Musik Terhadap Keterampilan Berbahasa Pada Anak Autistik. Jakarta : Jurnal Anima Marrit, Stepanie. (1996). Bandung : kaifah
Simfoni
Otak.
Marsudi, Bagus. (2008). Pengertian Terapi Musik. http:// konten-online.com Maulana, Mirza. (2007). Mendidik Anak Autis Dan Gangguan Mental Lain Menuju Anak Cerdas Dan Sehat. Yogyakarta : Kata Hati Nazir, Moh. (2005). Metode Penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia Notoatmodjo, Soekidjo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Nursalam. (2008). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika Peeters, Theo. (2004). Panduan Autisme Terlengkap. Jakarta : Dian Rakyat Pentecost, David. (2004). Menjadi Orangtua Anak ADD/ADHD. Jakarta : Dian Rakyat Putra, Yovan, P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efektif. Bandung : Yrama Widya Roestiyah. (1996). Masalah-Masalah Ilmu Keguruan. Jakarta : Bina Aksara Sastroasmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. (2002). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Edisi 2. Jakarta : CV. Sagung Seto Setiadi. (2007). Konsep Dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Halaman | 67
Jurnal Keperawatan dan Kebidanan - Stikes Dian Husada Mojokerto
Sugiono. (2004). Statistika Untuk Penelitian. Bandung : CV Alvabeta Sutadi, Rudi. (1997). Penatalaksanaan Holistic Autisma. Jakarta : FKUI William, Chris dan Wright, Barry. (2009). How To Live With Autism And Asperger Syndrome. Jakarta : Dian Rakyat
Yuniar, Susanti. (2007). Terapi musik bagus untuk anak autis. Bunda. Ed. Januari 2007. Jakarta : Nyata Group Yuwono. Joko (2009). Memahami Anak Autistik (Kajian Teoritik Dan Empirik). Bandung : Alfabeta
Halaman | 68