1
Pengukuran Kesetimbangan Uap-Cair Isotermal Sistem Biner Etanol + Gliserol dan Isopropanol + Gliserol Pada Tekanan Rendah Masita F. Akbarina, Rika M. Ruslim, Winarsih dan Gede Wibawa Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111, Telp: +6231-5946240, Fax: +6231-5999282 E-mail:
[email protected] Abstrak-Pada penelitian ini telah diperoleh data kesetimbangan uap-cair sistem etanol + gliserol dan isopropanol + gliserol pada suhu 323,15K, 333,15K, dan 343,15K dengan menggunakan ebulliometer dengan tipe baru dari penelitian ini. Reabilitas peralatan dilakukan dengan mengukur tekanan uap ethanol murni serta campuran methanol-water dan membandingkan data tekanan uap yang diperoleh dengan data literatur. Nilai average absolute deviation (AAD) sebesar 0,7% untuk sistem etanol murni dan 0,8% untuk sistem methanol-water. Hasil eksperimen dikorelasikan dengan model Wilson, NRTL, dan UNIQUAC dengan nilai AAD untuk sistem ethanol(1)-gliserol(2) sebesar 2,24% dan untuk sistem isopropanol(1)-gliserol(2) nilai AAD sebesar 2,68%. Perilaku dari campuran etanol(1)-gliserol(2) mendekati larutan ideal dengan deviasi positif sebesar 2% terhadap hukum Roult. Sedangkan untuk sistem isopropanol(1)gliserol(2) mempunyai deviasi positif sebesar 15% terhadap hukum Roult, sehingga larutan tersebut bersifat non-ideal. Kata kunci: Etanol, gliserol, isotermal, kesetimbangan uap-cair.
I. PENDAHULUAN Kenaikan harga minyak mentah secara global, kenaikan polusi lingkungan akibat emisi pembakaran, global warming, serta kelangkaan suplai minyak mentah di dunia memberikan dampak yang signifikan pada perekonomian negara berkembang, khususnya negara yang menjadi importer minyak mentah seperti Indonesia. Pengunaan bahan bakar fosil khususnya solar (diesel) diprediksi masih akan terus didominasi sektor transportasi, dan industri [1]. Oleh karena itu sudah saatnya dipikirkan untuk dapat disubtitusi dengan bahan bakar alternatif lainnya terutama bahan bakar yang berkesinambungan terus pengadaannya (renewable) dalam upaya meningkatkan security of supply dan mengurangi kuantitas impor bahan baku tersebut. Salah satu bahan bakar renewable yang mulai dikembangkan saat ini adalah biofuel. Biofuel adalah bahan bakar yang berasal dari bahan organik, yang juga disebut non-fossil energy. Berbeda dengan bahan bakar yang banyak kita kenal saat ini yaitu bahan bakar minyak (BBM), seperti premium, pertamax, solar, maupun minyak diesel industri yang termasuk kelompok fossil energy. Biofuel dikenal sebagai energi yang ramah
lingkungan karena dari berbagai studi telah menunjukkan bahwa pada proses pembakaran terjadi penurunan kadar CO, NOx maupun hidrokarbon yang tidak terbakar. Salah satu biofuel yang dapat digunakan untuk menggantikan fossil fuel adalah biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang terdiri dari campuran mono-alkyl ester dari rantai panjang asam lemak, yang dipakai sebagai alternatif bagi bahan bakar dari mesin diesel dan terbuat dari sumber terbaharui seperti minyak sayur atau lemak hewan [2]. Ada empat metode utama untuk memproduksi biodiesel, yaitu blending, microemulsion, pyrolysis dan transesterifikasi. Metode yang paling banyak digunakan adalah transesterifikasi trigliserida (minyak tumbuhan dan lemak hewan), dengan menggunakan alkohol dengan bantuan katalis. Alkohol yang biasa digunakan adalah metanol, etanol, propanol, butanol dan amil alcohol [3]. Secara umum Transesterifikasi menggunakan proses katalis alkali dalam mengkonversi trigleserida ke minyak biodiesel (metyl ester) [4]. Setelah proses transesterifikasi, maka yang menjadi kesulitan adalah proses pemisahan dan proses pemurnian biodiesel dari pengotor dan produk samping hasil transesterifikasi tersebut. Dalam proses pemurnian tersebut perlu penentuan kondisi operasi optimal dan desain peralatan. Hal ini dapat dilakukan dengan baik jika tersedianya data kesetimbangan antara senyawa yang ada dalam campuran hasil transesterifikasi. Pemisahan dimaksudkan untuk memisahkan biodiesel dari produk sampingnya (gliserol) dan juga digunakan untuk mengembalikan (me-recovery) metanol/alkohol yang terdapat dalam biodiesel [5]. Proses recovery alkohol yang umum dilakukan saat ini adalah distilasi. Dalam perancangan proses distilasi, diperlukan adanya data kesetimbangan uap-cair (VaporLiquid Equilibrium/VLE) antara komponen yang dimurnikan, namun hingga saat ini ketersediaan data kesetimbangan uap-cair untuk proses pemisahan dan pemurnian biodiesel masih terbatas, baik untuk jenis sistem fluida maupun rentang operasinya. Dengan alasan tersebut dilakukan eksperimen untuk memperoleh data kesetimbangan uap-cair (VLE) secara eksperimental untuk sistem pada proses recovery alcohol yang dibentuk oleh alcohol sebagai bahan baku penunjang dan gliserol sebagai hasil samping dari proses transesterifikasi. Dalam eksperimen kali ini yang digunakan adalah etanol + gliserol dan isopropanol + gliserol.
2 II. URAIAN PENELITIAN A. Material dan Variabel Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah ethanol p.a. (MERCK) dengan kemurnian 96%, isopropanol p.a. (MERCK) dengan kemurnian 96% dan gliserol p.a. (MERCK) dengan kemurnian 99.98%. Sedangkan variabel suhu yang digunakan dalam percobaan ini adalah pada 323,15 K, 333,15 K, dan 343,15 K.. B. Peralatan Percobaan Detail peralatan percobaan ditunjukkan Gambar 1.1. Peralatan ini memiliki bagian utama yaitu tabung kesetimbangan, satu buah kondenser untuk mengkondensasi uap dan beberapa alat pelengkap seperti pompa vakum, pressure gauge untuk pembacaan tekanan dan temperatur control untuk mengatur temperatur. Dimensi Ebulliometer yang digunakan adalah tabung kesetimbangan dengan volume total 110 ml dan volume liquid yang diisikan sebanyak 80 ml. Pengukuran dan pengaturan temperatur dilakukan dengan menggunakan Themperature controller tipe TZN4S sebagai display temperatur dengan skala pembacaan 0,1 K. Untuk pengukuran tekanan uap digunakan Pressure gauge merk WIKA dengan skala pengukuran 2 mmHg. Untuk pengukuran komposisi campuran digunakan neraca analitik OHAUSS dengan akurasi 0,1 mg.
mengatur suhu dengan menggunakan themperature control (G) pada suhu yang telah ditetapkan. Lalu mengamati kesetimbangan dengan menunggu sampai pembacaan tekanan pada Pressure Gauge (D) dan pembacaan suhu pada Themperature controller (G) menjadi konstan. Setelah eksperimen untuk variabel suhu yang pertama selesai, lalu mengatur kembali suhu sesuai dengan variabel berikutnya. Kemudian membuat campuran ethanol + gliserol dan isopropanol + gliserol dengan komposisi tertentu lalu mengulangi langkah yang sama seperti percobaan untuk variabel pertama. Data eksperimen yang didapat dikorelasikan dengan menggunakan persamaan Wilson, NRTL, dan UNIQUAC seperti pada Gambar. 2 D. Diagram Alir Perhitungan Penentuan Parameter dengan Persamaan Wilson, NRTL dan UNIQUAC START (T,P)exp, x1, R Parameter Wilson : λ12, λ 21 NRTL : α, b12, b21 UNIQUAC : Δu12,Δu 21
OF= Y
min
α, b12, b 21 k = 1:n
P I-1 D
A
=min
E
NRTL: α, b12, b 21 Hitung λ 21 : x2k, (γ 1, γ2)k cal, Wilson Wilsondan : λ12,NRTL (P1,P2)k sat dan Pk cal UNIQUAC : x2k, , γ1c, γ2c, γ1R γ2R, (γ 1, γ2)k ,(P1,P2)k sat dan Pk cal
A
END
Hitung (y1,y2)k cal,
B
C G
T
Keterangan : A = Kondensor B = Equilibrium cell C = Heater D = Pressure gauge E = Valve F = Pompa vakum G = Themperature control
F
Gambar 1. Skema Peralatan Ebulliometer
A
Gambar
2. Diagram Alir Perhitungan Penentuan Parameter dengan Persamaan Wilson, NRTL dan UNIQUAC III. HASIL DAN PEMBAHASAN
C. Prosedur Percobaan Pada percobaan ini langkah-langkah yang harus dilakukan adalah menyusun peralatan ebulliometer seperti pada Gambar. 1 lalu membuat campuran ethanol(1) + gliserol(2) dengan kadar etanol dalam campuran mencapai 90/ % fraksi mol. Setelah itu mengalirkan air pendingin melalui kondensor. Langkah selanjutnya adalah memasukkan sampel larutan ke dalam tabung kesetimbangan (B) dan memvakumkan alat sampai 10 menit menggunakan pompa vakum (F). Kemudian menutup valve (E) dan mematikan pompa vakum. Setelah itu, menjalankan heater (C) dan
A. Tekanan Uap Sistem Biner Hasil eksperimen untuk pengukuran tekanan uap sistem biner ethanol(1) - gliserol(2) dan sistem biner isopropanol(1) - gliserol(2) pada suhu 323,15K dan pada berbagai konsentrasi ditunjukkan pada Tabel 1.
3 Tabel 1. Data Eksperimen Tekanan Uap Sistem Etanol(1)-Gliserol(2) Pada Berbagai Konsentrasi dan Suhu P (kPa) x1 = 0,10 323,15 5,999 333,15 7,466 343,15 6,399 x1 = 0,50 323,15 17,598 333,15 25,998 343,15 33,997 x1 = 0,90 323,15 25,998 333,15 40,663 343,15 61,328 T (K)
P (kPa) x1 = 0,20 323,15 10,532 333,15 13,199 343,15 13,465 x1 = 0,60 323,15 19,732 333,15 30,664 343,15 41,329 T (K)
P (kPa) x1 = 0,30 323,15 13,332 333,15 17,598 343,15 19,998 x1 = 0,70 323,15 21,598 333,15 33,331 343,15 49,063 T (K)
P (kPa) x1 = 0,40 323,15 16,265 333,15 23,331 343,15 28,664 x1 = 0,80 323,15 23,731 333,15 37,597 343,15 55,995 T (K)
Tabel 2. Data Eksperimen Tekanan Uap Sistem Biner Isopropanol(1)-Gliserol(2) Pada Berbagai Konsentrasi dan Suhu T (K)
P (kPa)
x1 = 0,10 323,15 10,133 333,15 9,332 343,15 10,665 x1 = 0,50 323,15 20,132 333,15 26,665 343,15 38,663 x1 = 0,90 323,15 23,998 333,15 34,930 343,15 55,995
T (K)
P (kPa)
x1 = 0,20 323,15 15,999 333,15 16,312 343,15 18,665 x1 = 0,60 323,15 21,998 333,15 28,664 343,15 38,930
T (K)
P (kPa)
x1 = 0,30 323,15 18,665 333,15 19,732 343,15 25,331 x1 = 0,70 323,15 22,798 333,15 30,664 343,15 46,663
T (K)
P (kPa)
x1 = 0,40 323,15 19,33 333,15 22,66 343,15 30,39 x1 = 0,80 323,15 23,73 333,15 33,33 343,15 50,66
Dimana x merupakan fraksi mol, sedangkan T dan P adalah suhu dan tekanan kesetimbangannya. Melalui percobaan diatas
dapat dikatakan bahwa pada suhu 333,15 K dan 343,15 K ethanol akan lebih mudah dipisahkan dari gliserol pada komposisi 60%-90% fraksi mol dikarenakan pada komposisi tersebut tekanan uap campurannya lebih tinggi, yang artinya ethanol lebih mudah menguap dan dipisahkan. Begitu pula dengan isopropanol, akan lebih mudah dipisahkan dari gliserol pada komposisi 10%-50% fraksi mol karena pada komposisi tersebut tekanan uap campurannya lebih tinggi, yang mengindikasikan bahwa isopropanol lebih mudah menguap dan dipisahkan dari gliserol. Namun fenomena berbeda terjadi pada suhu 323,15 K. Ethanol akan lebih mudah dipisahkan dari gliserol
hanya pada komposisi 90% fraksi mol, sedangkan isopropanol lebih mudah dipisahkan pada komposisi 10%-80% fraksi mol. B. Korelasi dengan Persamaan Koefisien Aktifitas Model Data tekanan uap sistem biner ethanol(1)gliserol(2) dan isopropanol(1)-gliserol(2) yang diperoleh dari eksperimen selanjutnya dikorelasikan dengan persamaan koefisien aktifitas model NRTL, Wilson, dan UNIQUAC untuk mendapatkan parameter interaksi biner. Persamaan NRTL mengandung 3 parameter, sedangkan persamaan Wilson dan UNIQUAC mengandung 2 parameter. Parameter ini didapatkan dengan cara meminimalkan Objectif Function (OF) dengan menggunakan solver yang terdapat pada program Microsoft Excel® dengan metode regresi nonlinier.
OF
1 n Pcal Pexp P n i 1 exp
i
Tabel 2. Hasil Perhitungan Parameter Model Wilson
NRTL
UNIQUAC
Campuran a12
a21
323,15 K
0,5032
333,15 K 343,15 K
α
b12
b21
u12
u21
0,7322
0,2112
212,641
359,64
-263
-32,59
0,52
1,02
0,1484
169,949
188,09
-186
-18,18
0,5917
1,7156
0,5
-47,86
-64,87
-0,48
6,9606
323,15 K
0,434
0,055
0,34
1071,45
519,71
-254
43,827
333,15 K
0,611
0,4048
0,5
448
417,53
-214
11,413
343,15 K
0,5827
0,8024
0,49
242,2
256,4
-136
17,97
ethanol(1)glycerol(2)
isopropanol(1)glycerol(2)
Nilai Average Absolute Deviation (AAD) untuk masingmasing model dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbandingan Nilai Deviasi Model yang Digunakan Campuran
Overall AAD (%) Wilson
NRTL
UNIQUAC
323,15 K
2,23
2,13
1,37
333,15 K
2,26
2,31
2,03
343,15 K
2,78
2,58
2,51
ethanol(1)-gliserol(2)
isopropanol(1)-gliserol(2) 323,15 K
2,64
4,25
3,95
333,15 K
1,56
1,98
1,95
343,15 K
2,30
2,49
3,03
Dari tabel 3 terlihat bahwa untuk sistem biner ethanol(1)-gliserol(2) korelasi dengan menggunakan
4 permodelan UNIQUAC memiliki nilai error yang lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan permodelan NRTL dan Wilson. Sedangkan untuk sistem biner isopropanol(1)-gliserol(2) korelasi dengan menggunakan permodelan Wilson lebih baik jika dibandingkan dengan menggunakan permodelan UNIQUAC dan NRTL. Hal tersebut terjadi karena permodelan UNIQUAC sangat baik untuk digunakan pada strongly polar + strongly polar compounds. Sedangkan permodelan Wilson baik digunakan untuk weakly polar + strongly polar compounds [6]. 100
present work at 333,15 K present work at 343,15 K present work at 323,15 K Raoult's law at 323,15 K Raoult's law at 333,15 K Raoult's law at 343,15 K UNIQUAC
90 80 70
P [kPa]
60 50
30 20 10 0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
x1
Gambar 3. Perbandingan Hasil Eksperimen Sistem Biner Ethanol(1)-Gliserol(2) dengan Permodelan UNIQUAC dan Raoult’s Law 100 90 80 70
P [kPa]
60
present work at 323,15 K present work at 333,15 K present work at 343,15 K Raoult's law 323,15 K Raoult's law 343,15 K Raoult's law 333,15 K Wilson
50 40 30 20 10 0 0.0
0.2
0.4
UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Gede Wibawa, M.Eng, dan Ir. Winarsih atas bimbingan dan saran yang telah diberikan [1]
40
0 0.0
80% fraksi mol. Data eksperimen yang diperoleh dikorelasikan dengan model persamaan koefisien aktifitas Wilson, NRTL, dan UNIQUAC dengan nilai AAD untuk sistem ethanol(1)-gliserol(2) pada suhu 323,15K berturutturut adalah sebesar 2,23%, 2,13%, dan 1,37%. Sedangkan sitem isopropanol(1)-gliserol(2) nilai AAD yang didapat berturut-turut adalah sebesar 2,64%, 4,25%, dan 3,95%
0.6
0.8
1.0
x1
Gambar 4. Perbandingan Hasil Eksperimen Sistem Biner Isopropanol(1)-Gliserol(2) dengan Permodelan Wilson dan Raoult’s Law Terlihat dari Gambar 3 dan 4 hasil eksperimen memperlihatkan deviasi yang sangat signifikan dengan hukum Raoult, sehingga akan lebih baik untuk sistem isopropanol(1)-gliserol(2) untuk menggunakan korelasi dengan persamaan Wilson. Sedangkan untuk sistem etanol(1)-gliserol(2) deviasi yang terjadi tidak terlalu signifikan. Dengan demikian pula dapat dikatakan sistem ethanol(1)-gliserol(2) mendekati ideal, sedangkan sistem isopropanol(1)-gliserol(2) non-ideal. IV. KESIMPULAN Pada penelitian ini telah berhasil didapatkan data kesetimbangan uap-cair sistem biner ethanol(1) + gliserol(2) dan sistem biner isopropanol(1) + gliserol(2) pada suhu 323,15K. Ethanol lebih mudah terpisah dari gliserol pada komposisi 90% fraksi mol dan isopropanol lbh mudah terpisah dari gliserol pada komposisi 10%-
DAFTAR PUSTAKA
B. K. Venkanna, Reddy, and C. Venkataramana, “Biodiesel Production and Optimization from Calophyllum Inophyllum Linn Oil (Honne Oil) – A Three Stage Method,” Bioresource Technology, Vol. 100 (2009) 5122–5125. [2] Krawczyk, T., “Biodiesel - Alternative fuel makes inroads but hurdles remain”. INFORM 7, (1996) 801-829. [3] M.Y. Koh, T.I. Mohd, and Ghazi, ”A Review of biodiesel production from Jatropha curcas L. Oil,” Renewable and Sustainable Energy Reviews, Vol. 15 (2011) 2240-2251. [4] H. Fukuda, A. Kondo, and H. Noda,’’Biodiesel fuel production by transesterification oil,’’ Journal Bioscience and Bioengineering, Vol. 92 (2001) 405-416. [5] H. Kuramochi, K. Maeda, S. Kato, M. Osako, K. Nakamura, and S. Sakai, “Application of UNIFAC models for prediction of vapor–liquid and liquid–liquid equilibria relevant to separation and purification processes of crude biodiesel fuel,” Fuel, Vol. 88 (2009) 1472–1477. [6] S. I. Sandler, ”Chemical, Biochemical, and Engineering Thermodynamics 4th edition”. John Wiley & Sons, Inc. New York, USA (2001). [7] S. R. Lewis, R.J., “ Condensed Chemical Dictionary, 3rd ed”. John Willey & Son, Inc. New York, USA (1997). [8] R. Coelho, P.G. Santos, M.R. Mafra, L. Cardozo-Filho, and M.L. Corazza, “(Vapor + Liquid) Equilibrium for the binary system {water + glycerol} and {ethanol + glycerol, ethyl stearate, and ethyl palmitate} at low pressure,” J.Chem.Thermodynamics, Vol. 43 (2011) 1870-1876. [9] B. E. Poling, J. M. Prausnitz, J. P. O’Connell, “ The Properties of Gases and Liquids, 4th edition. Mc Graw-Hill International Edition. USA (1987). [10] B. E. Poling, J. M. Prausnitz, J. P. O’Connell, “ The Properties of Gases and Liquids, 5th edition. Mc Graw-Hill International Edition. USA (2001). [11] V.T. Zharov, O.K. Pervukhin, “On the structure of vapour–liquid equilibrium diagrams of systems with the chemical interaction,” Zh. Fiz. Khim. (J. Phys. Chem. USSR), Vol. 46 (1972) 1970–1973 (in Russian). [12] A. Demirbas, “Biodiesel production from vegetable oils via catalitic and non-catalitic supercritical methanol transesterification methods,” Progress in Energy and Combustion Science, Vol. 31 (2005) 466-487.