PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KONSENTRASI LARUTAN

Download JURNAL TEKNIK POMITS Vol. ... medium tersebut dibahas dalam hukum Snellius atau hukum ... hukum pemantulan dapat diapresiasi bahwa berkas ...

0 downloads 546 Views 337KB Size
JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5

1

Perancangan Sistem Pengukuran Konsentrasi Larutan Gula Dengan Menggunakan Interferometer Michelson Friska Ayu Nugraheni, Heru Setijono, Agus Muhammad Hatta Teknik Fisika, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 E-mail: [email protected]

Abstrak— Telah dilakukan penelitian mengenai perancangan sistem pengukuran konsentrasi larutan gula yang mengadopsi teknologi non-destructive testing dengan menggunakan interferometer Michelson. Ketika sebuah cahaya berjalan melewati medium kemudian diteruskan melewati medium lain selain udara maka akan terjadi perubahan panjang lintasan optis. Perubahan panjang lintasan optik dapat diperoleh dengan pendekatan teori cahaya sebagai gelombang yaitu pada fenomena interferensi. Dengan menggunakan interferometer Michelson maka dapat dilakukan pengukuran konsentrasi larutan dengan cara menaruh sampel dalam wadah yang dirancang berbentuk segitiga yang akan digeser dalam arah tegak lurus sinar laser. Pada variasi konsentrasi larutan yang akan diukur dengan perlakuan yang sama maka akan didapatkan hubungan antara nilai beda lintasan optis yang dihitung dari jumlah perubahan frinji dengan konsentrasi larutan. Dari percobaan didapatkan grafik hubungan konsentrasi larutan dengan nilai optical path difference ialah C g/ml = 0,255.OPD-0,611. Dimana setelah dilakukan analisis hasil percobaan maka sistem pengukuran memiliki karakteristik statis pengukuran yang baik yaitu nilai akurasi pengukuran hingga mencapai 96,23 %, sensitivitas pengukuran 0,255 g ml-1/µm dan resolusi pengukuran 0,039 µm/ g ml-1. . Kata Kunci— Interferensi, Interferometer konsentrasi larutan, frinji, optical path difference.

Michelson,

I. PENDAHULUAN

K

etika sebuah cahaya berjalan melewati medium udara maka panjang lintasan optisnya ialah jarak sesungguhnya yang dilalui cahaya tersebut. Dan ketika cahaya tersebut kemudian diteruskan melewati medium lain selain udara maka akan terjadi perubahan panjang lintasan optis. Perubahan panjang lintasan optik dapat diperoleh dengan pendekatan teori cahaya sebagai gelombang yaitu pada fenomena interferensi. Interferensi cahaya ialah superposisi dari dua gelombang cahaya atau lebih yang menimbulkan pola gelombang yang baru. Interferensi dan difraksi merupakan fenomena penting yang membedakan gelombang dari partikel. Interferensi ialah penggabungan secara superposisi dua gelombang atau lebih yang bertemu dalam satu titik di ruang. Sedangkan difraksi adalah pembelokan gelombang di sekitar sudut yang terjadi

apabila sebagian muka gelombang dipotong oleh halangan atau rintangan.[1] Prinsip pengukuran konsentrasi larutan yaitu pada medium yang berbeda maka memiliki karakteristik fisis yang berbeda-beda. Sebuah larutan A dengan konsentrasi yang berbeda maka akan memiliki karakteristik fisis yang berbeda pula. Konsentrasi yaitu adalah perbandingan antara jumlah partikel yang terlarut dengan larutannya. Konsentrasi dapat dilambangkan dengan molaritas. Bila molaritas suatu larutan tinggi, hal itu menandakan jumlah partikel yang terlarut dalam larutan juga tinggi. Salah satu karakteristik fisis yang berbeda contohnya ialah indeks bias, yaitu perbandingan antara kecepatan rambat cahaya di udara dengan cepat cahaya di medium yang bersangkutan. Semakin pekat suatu larutan, kecepatan cahaya dalam medium tersebut semakin berkurang yang berarti indeks biasnya berbeda untuk setiap konsentrasi larutan. Indeks bias (n) adalah perbandingan antara kecepatan rambat cahaya dalam vakum (medium pertama) dengan kecepatan cahaya dalam medium kedua. Indeks bias antara dua medium pada fenomena cahaya yang melintasi kedua medium tersebut dibahas dalam hukum Snellius atau hukum pembiasan. Dalam hukum Snellius dinyatakan bahwa sinar datang, sinar bias, dan garis normal berpotongan pada satu titik dan terletak pada satu bidang datar. Dalam hal ini, sinar datang dari medium kurang rapat ke medium lebih rapat dibiaskan mendekati garis normal, sedangkan sinar datang dari medium lebih rapat ke medium kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal.[2] Nilai indeks bias pada suatu benda dapat dihubungkan dengan sifat-sifat pada pola interferensi gelombang cahaya monokromatik yang terbentuk. Hukum pemantulan berlaku untuk semua jenis gelombang dan hukum pemantulan dapat diturunkan dari prinsip Huygens, dimana setiap titik pada bidang gelombang yang diberikan dapat dianggap sebagai titik dari anak gelombang sekunder. Hukum pemantulan (cahaya) menyatakan bahwa sinar datang, sinar pantul dan garis normal permukaan bidang selalu berada dalam bidang yang sama serta sudut datang sama dengan sudut pantul sehingga dari hukum pemantulan dapat diapresiasi bahwa berkas cahaya yang mengenai sebuah permukaan rata (halus) maka akan terjadi pemantulan sejajar. Pola interferensi diatas muncul meskipun lintasan sinar dihalangi oleh medium yang masih dapat ditembus oleh sinar laser ini karenakan interferensi

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5

2

merupakan superposisi gelombang harmonik yang bergantung pada beda fasa antara gelombang-gelombang, beda fasa ini diakibatkan dua hal yaitu : beda jarak tempuh dan pemantulan saat gelombang datang dari medium renggang ke rapat.[3] Dengan memanfaatkan interferometer Michelson tersebut maka dilakukanlah percobaan dengan memanfaatkan pola interferensi untuk mengetahui nilai beda lintasan optis pada larutan gula dengan variasi konsentrasi tertentu. II. URAIAN PENELITIAN A. Peralatan dan Bahan Adapun penjelasan secara rinci mengenai peralatan yang digunakan ialah sebagai berikut : • Meja Optik Pada eksperimen ini digunakan meja optik buatan Newport Model No.RPR-468 yang bersifat rigid sehingga mampu meminimalisir getaran yang diakibatkan lingkungan. • Sumber cahaya (Laser He-Ne) Untuk mendapatkan pola interferensi yang jelas teramati maka sebuah interferometer harus mengggunakan sumber cahaya yang monokromatik yang koheren dan mempunyai kecerahan yang tinggi. • Beam Splitter Beam splitter digunakan sebagai pemisah berkas cahaya menjadi dua bagian • Movable mirror Cermin datar digunakan berfungsi sebagai transmisi berkas menuju pemisah bekas dan dari pemisah berkas. • Fixed mirror Cermin ini berfungsi sebagai perefleksi berkas menuju pemisah bekas dan dari pemisah berkas.. • Convex lens Lensa cembung atau convex lens digunakan untuk memperbesar pola frinji yang terbentuk di layar pengamatan sehingga mampu diamati dengan mata telanjang. • Wadah sampel Wadah terbuat dari bahan kaca bening seperti yang biasa digunakan sebagai preparat untuk pengamatan objek dengan mikroskop. Wadah dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk segitiga dengan sudut yang didesain kecil. • Larutan sampel Larutan yang digunakan ialah air gula dengan variasi konsentrasi tertentu. • Fotodetektor Digunakan untuk mendeteksi perubahan pola gelap terang untuk dapat mengetahui perubahan jumlah frinji. Fotodetektor yang dipakai ialah Thorlabs PM100D sensor fotodioda tipe S120C.

Gambar .1. Skema Pengukuran Konsentrasi Larutan Dengan Interferometer Michelson

Adapun prosedur yang akan dilakukan dalam penelitian ini ialah sebagai berikut : 1.

Uji beam splitter Berkas yang keluar dan yang dipantulkan dari beam splitter dihitung intensitasnya dan digunakan beam splitter yang mampu membagi berkas dengan perbandingan intensitas 50 : 50. 2. Perancangan interferometer dan uji kestabilan alat. Setelah dipastikan bahwa beam splitter mampu membagi cahaya menjadi dua berkas yang sama intensitasnya maka langkah selanjutnya ialah membangun interferometer Michelson yang stabil seperti prosedur berikut : Laser, fixed mirror, movable mirror dan beam splitter diletakkan seperti pada gambar 1.Peletakkan beam splitter harus 45o terhadap kedua cermin (movable mirror dan fixed mirror) agar berkas sinar yang terpecah arahnya tegak lurus 90o satu sama lain. Kemudian posisi alat diluruskan dengan menggunakan bantuan sinar laser. Proses ini disebut alignment. Kemudian diamati frinji yang terbentuk pada layar pengamatan. Jika frinji yang terbentuk tidak bergerak maka sistem telah stabil. Bentuk frinji yang nampak pada layar kemudian diatur dengan menggeser-geser movable mirror hingga terbentuk pola frinji yang sempurna dan dapat diamati dengan jelas. Setelah pola frinji dapat teramati jelas dan stabil maka kedua cermin datar dibiarkan berada dalam posisi yang tetap untuk tahap selanjutnya.

3.

Pengambilan data perubahan pola frinji

B. Langkah Penelitian Dari peralatan dan bahan yang sudah disebutkan pada bagian sebelumnya maka peralatan disusun seperti pada gambar berikut Gambar .2. Bentuk 3D tempat sampel

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 Setelah interferometer berada dalam posisi tetap seperti pada langkah sebelumnya maka selanjutnya wadah diletakkan pada salah satu lengan interferometer seperti tampak pada gambar 2. Wadah dirancang sebelumnya berbentuk segitiga seperti pada gambar 3.4 dengan sudut yang diatur kecil. Kemudian dengan menggeser wadah dari satu titik ke titik yang lain maka akan didapatkan perubahan pola frinji. Terdapat enam variasi titik berbeda yang akan digunakan pada percobaan dengan jarak tiap titik ialah 20 µm untuk percobaan pertama dan 30 µm untuk percobaan selanjutnya. Pengambilan data awal ialah ketika wadah kosong tidak berisi selanjutnya data yang diambil ialah dengan perlakuan yang sama namun ketika wadah telah diisi dengan menggunakan larutan dengan konsentrasi yang berbeda. Variasi konsentrasi larutan yang digunakan ialah 0, 8, 16, 24, 32 dan 40 gram / 100 ml. Selanjutnya dibuat grafik hubungan antara nilai optical path difference dengan konsentrasi larutan dan dilakukan analisis mengenai hasil yang telah didapat. III. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Berikut di bawah ini ialah tabel 1 yang berisi data yang didapatkan dari percobaan. Dapat dilihat bahwa pada pergeseran dari tiap titik pada sumbu y terjadi perubahan jumlah frinji yang teramati yang dilambangkan dengan ∆N . Dengan menggunakan persamaan ∆d = λ∆N / 2 yaitu persamaan dasar pada interferometer Michelson maka dapat dihitung nilai OPD yang terjadi [4] .Pada pergeseran sebesar 20 dan 30 µm beda jumlah frinji yang dihasilkan berbeda sehingga menunjukkan nilai perubahan optical path difference yang berbeda pula. Tabel .1. Data perubahan jumlah frinji & nilai OPD pada variasi pergeseran ∆y sebesar 20 µm dan 30 µm pada wadah kosong Titik y1 y2 y3 y4 y5 y6

∆y (µm) 0 20 20 20 20 20 Rata-rata

∆N 0 4 4 5 5 4

∆y (µm) 0 30 30 30 30 30 Rata-rata

∆N 0 6 6 6 7 7

OPD (µm) 0 1,2656 1,2656 1,582 1,582 1,2656 1,39216

kosong Titik y1 y2 y3 y4 y5 y6

OPD (µm) 0 1,8984 1,8984 1,8984 2,2148 2,2148 2,02496

Nilai optical path difference yang dihasilkan merupakan konsekuensi dari pergeseran wadah yang dilakukan dalam arah sumbu y seperti nampak pada gambar 2 bahwa ketika sinar laser dilewatkan pada titik y1 kemudian digeser menuju titik y2 maka akan terjadi perbedaan lintasan yang ditunjukkan dengan perubahan jarak x, yaitu ∆x = x 2 − x1 Dengan menggunakan data bentuk geometri wadah, selanjutnya akan dapat diketahui perbandingan antara OPD yang dihasilkan dari data pengukuran dengan data perhitungan dari bentuk geometri segitiga yang diketahui.

3 Bentuk geometri wadah secara dua dimensi dapat dilihat dengan jelas pada gambar 3 yaitu memiliki sudut β sebesar 2ᵒ dengan lebar alas 4 mm, tinggi 57,2 mm dan panjang sisi miring 57,4 mm.

Gambar .3. Bentuk geometri 2D wadah dan ukuran Dari data tersebut dengan menggunakan prinsip trigonometri maka bisa dihitung jika garis AB terletak sejauh 20 µm dengan CD maka selisih panjang keduanya ialah 1,4 µm. Kemudian jika AB terletak sejauh 30 µm dengan CD maka selisih panjang keduanya ialah 2,1 µm. Hal ini ternyata sesuai dengan hasil pengukuran yang dilakukan seperti dapat dilihat pada tabel 1. Berikut ini ialah tabel yang menampilkan hasil keseluruhan dari percobaan berdasarkan langkah yang telah dijelaskan sebelumnya Tabel.2. Hubungan Nilai Beda Lintasan Optis Dengan Konsentrasi Larutan Pada (a) Pergeseran 20 µm dan (b) 30 µm. ∆y (µm)

20

Konsentrasi OPD (µm) (gram/ml) 0 1,77184 0,08 2,08824 0,16 2,34136 0,24 2,72104 0,32 2,97416 0,4 3,41712

∆y (µm)

30

Konsentrasi OPD (µm) (gram/ml) 2,40464 0 0,08 2,65776 0,16 3,03744 0,24 3,35384 0,32 3,73352 0,4 3,86008

Dari hasil pada tabel .2. tersebut dapat dilihat bahwa perbedaan nilai optical path difference yang terjadi pada setiap larutan berbeda, meningkat mengikuti perubahan jumlah konsentrasi larutan. Adanya perbedaan nilai optical path difference yang terjadi tidak dipengaruhi oleh medium kaca pada wadah melainkan dipengaruhi oleh medium cairan yang diuji yaitu larutan dengan variasi konsentrasi yang berbeda. Dengan menerapkan hukum Snellius tentang pembiasan cahaya maka dilihat bahwa adanya medium wadah yang dilambangkan dengan n w yang memiliki indeks bias lebih besar daripada medium udara yang dilambangkan dengan n u tidak mempengaruhi terjadinya optical path difference. Yang menyebabkan terjadinya optical path difference ialah selisih dari panjang lintasan optis atau optical path length dari lintasan yang melalui titik AB dengan BC. Pada gambar 4 lebih jelas bisa dilambangkan dengan

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5

OPD = OPLCD − OPL AB , dimana perubahan optical path difference dikarenakan oleh selisih jarak lintasan

AB dengan

CD .Adapun dengan dengan kondisi wadah ketika diisi berbagai variasi konsentrasi larutan, maka hal ini juga turut mempengaruhi perubahan optical path difference dikarenakan perbedaan konsentrasi medium tersebut menandakan adanya perubahan indeks bias dimana hal itu akan menghasilkan beda fase dan menyebabkan perbedaan perubahan optical path difference pada tiap variasi konsentrasi larutan.

4 pergeseran wadah sebesar 30 µm sebanyak 5 kali dan didapatkan nilai OPD sebesar 3,03744 µm maka ketika dimasukkan ke persamaan linear 4.2 akan menghasilkan nilai C sebesar 0,1645472 g/ml. Massa terlarut tersebut ketika sebelumnya dihitung menggunakan alat ukur menunjukkan angka 16 gram kemudian dicampurkan dengan pelarut yaitu air sebesar 100 ml sehingga memiliki konsentrasi 16 g/ml. Sehingga dapat diketahui error relative dari pengukuran yaitu 2 % yang menunjukkan bahwa pengukuran memiliki karakteristik sistem pengukuran yang baik. Jika ditinjau dari akurasi sistem, maka dapat dihitung sesuai dengan teori sebelumnya bahwa sistem pengukuran konsentrasi larutan yang telah dirancang ini memiliki akurasi hingga 96,23% untuk pergeseran 30 µm. Adapun selanjutnya selain menghitung akurasi maka dapat dihitung pula mengenai sensitivitas sistem pengukuran yang merupakan laju perubahan output (O) dengan bergantung terhadap input (I) yang mampu ditunjukkan oleh gradien garis pada grafik yang terbentuk di atas dimana sensitivitas pada −1 dan untuk 30 grafik pergeseran 20 µm ialah 0,247 g ⋅ ml µm

µm ialah 0,255 µm

Gambar .4. Arah perjalanan sinar laser

g ⋅ ml −1

, dalam hal ini pergeseran 30 µm

memiliki sensitivitas yang lebih baik. Hal ini berarti sistem pengukuran dapat merespon perubahan konsentrasi sebesar 0,255 g/ml untuk perubahan panjang lintasan optis sebesar 1 µm. Selain itu dihitung pula resolusi sistem pengukuran yaitu didefinisikan sebagai perubahan terbesar pada input yang terjadi tanpa memperhatikan perubahan pada output.. Hasil resolusi pengukuran pada grafik pergeseran 20 µm ialah 0,04 µm dan untuk 30 µm ialah 0,039 µm , yang berarti sistem dapat mendeteksi perubahan sebesar 0,039 µm untuk setiap penambahan konsentrasi 0,01 g/ml. Resolusi pengukuran pada pergeseran 30 µm terbukti lebih baik. Berikut ialah beberapa karakteristik statis dari hasil penelitian dalam bentuk tabel 4.9. Tabel .3.

Gambar .5. Hubungan nilai OPD dengan konsentrasi larutan Pada Grafik 4.1, dengan menggunakan analisis teknik regresi maka hubungan persamaan linear antara optical path difference dengan konsentrasi larutan dapat diketahui. • Untuk pergeseran 20 µm maka persamaan linear regresinya ialah

C g / ml = 0,247 ⋅ OPD − 0,430 • Untuk pergeseran 30 µm maka persamaan linear regresinya ialah

C g / ml = 0,255 ⋅ OPD − 0,611 Dimana OPD menunjukkan nilai optical path difference dan C ialah konsentrasi (g/ml). Untuk menganalisis apakah pengukuran yang telah dilakukan mempunyai akurasi yang baik maka dengan memanfaatkan persamaan linear regresi tersebut selanjutnya dapat dilakukan perhitungan error relative. Jika misal sebuah larutan gula dengan konsentrasi yang belum diketahui dimasukkan ke dalam wadah sampel kemudian dilakukan

Karakteristik statis dari sistem pengukuran larutan gula menggunakan interferometer Michelson ∆y=20 µm ∆y=30 µm Akurasi (%) 95,25 96,23 Sensitivitas 0,247 0,255  g ⋅ ml −1   µm    Resolusi  µm  g ⋅ ml −1  

0,04

0,039

Dapat dilihat sistem pengukuran yang lebih baik dihasilkan pada pergeseran 30 µm yaitu nilai akurasi sebesar −1 dan resolusi 96,23 % , sensitivitas 0,255 g ⋅ ml µm

pengukuran 0,039 µm

g ⋅ ml −1

.

Fenomena perubahan optical path difference yang berbeda pada masing-masing larutan dengan konsentrasi yang berbeda ini menunjukkan bahwa setiap larutan memiliki jumlah perbedaan kerapatan molekul dalam medium yang berbeda sehingga mempunyai indeks bias yang berbeda sehingga mampu menunjukkan perubahan beda lintasan optis

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2012) 1-5 yang berbeda. Karakteristik medium yang berbeda mampu menunjukkan sifat larutan salah satunya konsentrasi. Faktor wadah sampel yang terbuat dari kaca dalam pengukuran tidak mempengaruhi hasil pengukuran seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya sehingga tidak terjadi perubahan lintasan optik oleh kaca wadah. Perubahan lintasan optik terjadi dikarenakan medium cairan yang terdapat pada wadah yaitu larutan dengan konsentrasi tertentu. Adanya error dalam sistem pengukuran disebabkan oleh adanya faktor lingkungan yang mempengaruhi kestabilan frinji yang terbentuk sehingga terkadang sulit untuk diamati. Adapun hal-hal yang berpengaruh ialah seperti getaran yang timbul pada lingkungan, perubahan suhu yang terjadi, dan juga selain itu laser He-Ne yang digunakan meskipun sudah cukup stabil namun masih adanya osilasi frekuensi yang cukup kecil sehingga berpengaruh terhadap pengamatan frinji. Selain itu dilihat secara mekanik dari alat juga turut mempengaruhi kesalahan pengukuran meskipun setup peralatan telah dirancang sedemikian rupa dengan supaya tahan terhadap perubahan lingkungan namun hal sekecil mungkin yang dilakukan seperti menggeser microdisplacement harus dilakukan dengan gerakan selembut mungkin. Dari hasil tersebut ternyata dapat dilakukan pengukuran konsentrasi larutan gula dengan memanfaatkan interferometer Michelson dengan menggunakan wadah sampel yang telah didesain berbentuk bangun segitiga dengan sudut yang dirancang bernilai sangat kecil. Perancangan sudut tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan alat untuk dapat mengamati perubahan nilai lintasan optis dengan baik. IV. KESIMPULAN/RINGKASAN a.

Telah dilakukan perancangan sistem pengukuran dengan menggunakan interferometer Michelson untuk mengukur konsentrasi larutan dengan mengamati perubahan nilai optical path difference (OPD) yang terjadi pada variasi konsentrasi larutan. Hasil percobaan menunjukkan hubungan grafik linear antara nilai OPD dengan konsentrasi larutan gula. b. Sistem pengukuran konsentrasi larutan gula menggunakan interferometer Michelson ini memiliki sistem pengukuran memiliki karakteristik statis pengukuran yang baik yaitu nilai akurasi pengukuran hingga mencapai 96,23 %, sensitivitas pengukuran 0,255 g ml-1/µm dan resolusi pengukuran 0,039 µm/ g ml-1. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada segenap pihak dari Laboratorium Rekayasa Fotonika, Teknik Fisika, ITS atas dukungan penuh dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] [3] [4]

Halliday, D. dan Resnick, R. 1999. Physics. Diterjemahan Pantur Silaban dan Erwin Sucipto. Jilid 2. Edisi 3. Jakarta : Erlangga. Tipler, P., 1991, Fisika Untuk Teknik dan Sains, Jakarta, Erlangga. A, Artoto & R, Lutfi. 2007. OPTIKA. Jakarta: Universitas Terbuka. Pedrotti, F.L. dan L.S. Pedrotti. 1993. Introduction to Optics, Second Edition. New Jersey : Prentice-Hall.

5 [5] [6] [7] [8]

[9] [10]

Bass, Michael. 1995, Handbook of Optics .2nd Ed, USA : McGrawHill. Bentley, John P., 1983, Principles Of Measurement Systems, London : Prentice Hall. Hariharan, P. 2007. Basic Of Interferometry. Sydney : Academic Press. Malacara, Daniel. 1988. Physical Optic and Light Measurements.Volume 26, Methods of Experimental Physics. London : Academic Press. W.P, Edwards. 2000.“The Science Of Sugar Confectionery”. RSC Paperbacks. Cambridge : The Royal Society of Chemistry. Yeh,Yin-Liang, 2008. Real-Time Measurement Of Glucose Concentration And Average Refractive Index Using A Laser Interferometer. Optics and Lasers in Engineering 46, 666– 670.