PENINGKATAN STABILITAS ENZIM AMILASE MELALUI AMOBILISASI PADA

Download Dalam penelitian ini dilakukan amobilisasi enzim amilase menggunakan bahan pendukung polimer kitosan dengan metode adsorpsi. ... 121. 2.2.4...

2 downloads 537 Views 103KB Size
J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2, Hal.: 119 - 126 ISSN 1978-1873

PENINGKATAN STABILITAS ENZIM AMILASE MELALUI AMOBILISASI PADA POLIMER KITOSAN Aspita Laila, Aida Fetra, John Hendri dan Irwan Ginting Suka Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Lampung Jl. S. Brojonegoro No. 1 Bandar Lampung, 35144 Diterima 28 Agustus 2007, perbaikan 18 Desember 2007, disetujui untuk diterbitkan 27 Desember 2007

ABSTRACT In this study, the amylase enzym was immobilized on chitosan as a supporting agent with the aim enhance the stability of the enzyme. The activity of immobilized enzyme was determined in terms of glucose and protein produced. The amount of glucose was determined using dinitro salysilic (DNS) as a reagent, and the amount of protein using the method of Lowry. The results obtained revealed that chitosan possess good capacity to adsorb the enzyme, with 79.34% of the enzyme was immobilized. The activity measurements demonstrated that for the free enzyme the optimum activity was achieved at pH 7.0 with temperature of 55°C, and incubation time of 70 minutes. For immobilized enzyme, the highest activity was achieved at pH 7.5 with temperature of 110°C, and incubation time of 80 minutes. At room temperature storage, the activity of free enzyme was found to decrease 79.29% from the original activity after four days, while the activity of the immobilized enzyme, only 10.42% decrease was observed. Thre immobilized enzyme was found to retain 50% activity after the third reusage, and 36.71% after the fifteenth reusage. Keywords: Immobilization, enzym actifity, chitosan, enzym stability, adsorption..

1. PENDAHULUAN Aktivitas enzim merupakan salah satu fungsi yang paling menonjol dalam protein. Enzim mengendalikan dan mengkatalisasikan aktivitas kimia dari suatu sel hidup. Daya kerja enzim bersifat spesifik dan semua perombakan zat makanan dalam organisme hanya dapat terjadi jika di dalamnya terdapat suatu enzim1). Enzim umumnya larut dalam air, oleh karena itu banyak enzim tidak ekonomis untuk digunakan dalam pengoperasian tipe batch skala besar. Selain itu, enzim juga sulit dipisahkan dari substrat dan produk serta sulit digunakan secara berulang kali. Tetapi dalam tahuntahun belakangan ini berbagai teknik telah ditemukan untuk memperbaiki kerja enzim, yaitu dengan cara mengikatkan enzim pada bahan-bahan yang tidak larut dalam air, sehingga bahan-bahan tersebut dapat dipisahkan dari produk dengan mudah. Hal itu memungkinkan penggunaan kembali bahan-bahan tak larut yang mengandung enzim tersebut atau disebut juga amobilisasi enzim2). Enzim teramobilisasi lebih mudah ditangani, pemisahan produk dengan katalis lebih mudah dikontrol serta dapat digunakan berulangkali dengan kehilangan aktifitas katalitik yang relatif kecil3). Karakteristik tersebut membuat enzim teramobilisasi menarik jika substrat-substrat yang dibutuhkan sangat banyak atau enzim-enzim yang bersangkutan mahal. Beberapa industri skala besar telah menggunakan katalis enzim teramobilisasi dalam beberapa tahap prosesnya seperti produksi sirup fruktosa tinggi dari pati jagung dan pabrik asam L-amino dengan pelarutan campuran asam amino rasemik (mengandung isomer D dan L optik)4). Amobilisasi enzim menjadi menarik jika substrat yang dibutuhkan sangat banyak atau enzim yang bersangkutan mahal. Permasalahan saat ini adalah kecilnya penggunaan enzim teramobilisasi yang disebabkan oleh mahalnya bahan pendukung dan enzim. Oleh karena itu diperlukan bahan pendukung yang murah, sebagai pengikat enzim, tersedia dalam jumlah besar, serta memiliki sifat menguntungkan. Berbagai enzim telah dipelajari secara ekstensif untuk diamobilisasi pada berbagai bahan pendukung seperti zeolit lampung, DEAE-selulosa, garam alginat dan kitin kulit kepiting dengan menggunakan berbagai metode seperti adsorbsi sederhana, pembentukan gel, penjebakan dan reaksi kimia dengan adanya zat antara seperti gluataraldehid2,5). Kitin adalah polisakarida paling melimpah kedua di alam setelah selulosa6). Kitin terdapat dalam komponen srtuktural eksoskeleton dari serangga dan krustacea, juga terdapat di dalam dinding sel ragi dan jamur yang jumlahnya berkisar antara 30-60 %. Kitin telah dilaporkan dapat digunakan sebagai bahan pendukung untuk beberapa enzim, seperti papain, laktase, kimotripsin, asam pospatase, dan glukosa isomerase. Sebagai bahan pendukung enzim penggunaannya yang terbesar adalah pada industri makanan dan kosmetik. Seperti halnya kitin, kitosan yang diturunkan dari kitin dengan hidrolisis N-deasetilasi, juga dapat dipakai sebagai bahan pendukung untuk beberapa

2007 FMIPA Universitas Lampung

119

Aspita Laila dkk.

Peningkatan Stabilitas Enzim Amilase

enzim, seperti amilase, papain, pepsin, dan lisozim7,8). Kitosan mengandung tiga jenis gugus fungsi yaitu asam amino, gugus hidroksil primer dan sekunder. Adanya gugus fungsi ini menyebabkan kitosan mempunyai kreatifitas kimia yang tinggi9). Amobilisasi enzim pada kitosan dapat dilakukan dengan metode adsorpsi sederhana, dengan adsorpsi pada kitin yang diaktifkan dengan glutaraldehid, atau dengan ikatan silang dari enzim dan pendukung dengan glutaraldehid. Ikatan silang dengan glutaraldehid menyebabkan penurunan aktivitas enzim sebesar 14 60%. Metode adsorpsi fisik merupakan salah satu metode amobilisasi enzim yang sederhana dan efektif karena sedikit atau tidak menyebabkan perubahan konformasi enzim, atau destruksi pada pusat aktif enzim7). Dalam penelitian ini dilakukan amobilisasi enzim amilase menggunakan bahan pendukung polimer kitosan dengan metode adsorpsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk meneruskan usaha-usaha amobilisasi enzim seperti disebutkan di atas yakni mendapatkan kondisi optimum untuk enzim amilase bebas dan amobil, yang meliputi pH optimum, suhu optimum, dan waktu inkubasi optimum.

2. METODE PENELITIAN 2.1. Alat dan Bahan Alat-alat yang digunakan adalah inkubator, autoklaf model S-90-N, oven merk Herreus, sentrifuga model H-251, shaker merk Gerhardt, magnetic stirer merk Cimarec 3 model Thermolyne, penangas air merk Gerhardt, neraca elektronik, pH meter merk Orion model 420 A, termometer, lemari pendingin, spektrofotometer, dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium. Enzim yang digunakan didapat dari UPT BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) Sulusuban, Lampung Tengah, sedangkan bahan-bahan dan reagen kimia yang digunakan antara lain pati, asam 3,5-dinitro salisilat, reagen Folin-Ciocalteu, glukosa, BSA, fenol, kitosan, Na-tartarat, (NH4)2SO4, NaCl, HCl, NaNO3, K2HPO4, MgSO4, FeSO4, Mg(NO3)2, NaOH, CuSO4.5H2O, Na2S2O3, Na2CO3, NaH2PO4, NaHSO3, Na2HPO4.7H2O, CaCl2, glutaraldehid, asam asetat, dan aquadest. 2.2. Prosedur Kerja 2.2.1. Pembuatan larutan pereaksi a. Larutan dinitrosalisilat (DNS) Sebanyak 1 g asam 3,5 dinitrosalisilat dan 1 g NaOH dilarutkan dalam aquades, kemudian ditambahkan 0,2 gr fenol, 0,4 g Na/K-tartarat, dan 0,05 g Na-bisulfit. Larutan diaduk hingga merata dan diencerkan hingga 100 ml.

b. Larutan pereaksi Lowry Larutan A, 2 gr Na2CO3 dalam 100 ml NaOH 0,1 N. Larutan B, 5 ml larutan CuSO4. 5H2O 1% dalam 5 ml larutan Na/Ktartarat 1%. Larutan C, campuran 50 ml larutan A dan 1 ml larutan B. Larutan D, reagen Folin-Ciocelteau 1 N 1 : 1.

2.2.2 Penentuan kadar protein (Metode Lowry) Sebanyak 1 ml larutan enzim direaksikan dengan 5 ml larutan C dan didiamkan selama 10 menit pada suhu kamar, kemudian ditambahkan larutan D 0,5 ml dan didiamkan kembali selama 30 menit pada suhu kamar. Warna yang terbentuk diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 600 nm. Kadar protein ditentukan dengan membuat kurva standard bovin serum albumin (BSA) pada konsentrasi 20 100 µg/ml.

2.2.3 Penentuan aktivitas enzim amilase Untuk enzim bebas, sebanyak 0,5 ml larutan pati 1% pH optimum didiamkan pada suhu 30°C selama 5 menit, kemudian ditambahkan 0,5 ml enzim dan diaduk perlahan-lahan. Campuran diinkubasi selama 60 menit pada suhu 55 C. Reaksi dihentikan dengan cara memanaskan campuran hingga mendidih. Untuk enzim amobil digunakan larutan pati 1% pH optimum dan reaksi dihentikan dengan cara memisahkan campuran dengan disentrifugasi pada kecepatan 4500 rpm selama 15 menit untuk diambil filtratnya. Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 ml pereaksi DNS dan ditempatkan dalam air mendidih selama 5 menit. Campuran dibiarkan dingin sampai suhu kamar dan diukur serapannya menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 560 nm. Kadar glukosa ditentukan pada konsentrasi 0,1 0,5 mg/ml.

120

2007 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

2.2.4. Penentuan pH pengikatan enzim amilase dengan pengamobil kitosan Untuk mengetahui pH pengikatan enzim amilase yang sesuai dilakukan variasi pH 6,0; 6,5; 7,0; 7,5; 8,0; pada suspensi kitosan, ditambahkan 1 ml enzim. Diaduk perlahan-lahan dan didiamkan selama 30 menit, kemudian ditambahkan lagi buffer pH masing-masing, sambil diaduk lalu disentrifugasi. Filtrat hasil sentrifugasi untuk masing-masing pH dilakukan uji aktivitas enzim. Enzim amilase yang telah terikat dilepaskan dengan menggunakan buffer dengan pH yang mempunyai aktivitas tertinggi, kemudian dilakukan uji aktivitas enzim kembali. 2.2.5 Amobilisasi enzim amilase (Braun, 1988) Sebanyak 1 gram kitosan dengan bentuk bubuk dilarutkan dalam 15 ml asam asetat 5%, kemudian ke dalamnya ditambahkan larutan NaOH 0,5 M berlebih, kemudian disentrifugasi dan endapannya dicuci dengan aquadest hingga netral. Selanjutnya, 80 mg enzim dalam buffer phospat 0,005 M dengan pH optimum sebanyak 11,5 ml ditambahkan kitosan aktif yang telah disiapkan seperti di atas dan telah disetimbangkan dengan pH pengikatan optimum sebanyak 3 gram. Kemudian suspensi tersebut diaduk hati-hati dengan shaker selama 1,45 jam pada suhu 25 C. Lalu disentrifugasi pada 2000 rpm. Endapan yang dihasilkan disaring, dan filtratnya diambil untuk diukur kadar proteinnya, lalu dilakukan pengikatan silang pada endapannya dengan larutan glutaraldehid 10% sebanyak ± 0,45 ml pada pH 6,0 dan suhu 25 C, diaduk pelan-pelan semalaman. Matrik yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest sampai tidak ada serapan protein dan glutaraldehidnya, dan residu hasil pencucian dicampurkan dengan filtrat hasil penyaringan pertama untuk diukur kadar proteinnya, sehingga dapat diketahui banyaknya enzim amilase yang terikat pada kitosan. 2.2.6 Karakterisasi enzim amilase bebas dan amobil Karakterisasi enzim amilase bebas dan amobil yang dilakukan meliputi : a. Derajat keasaman (pH). Untuk enzim bebas, variasi pH yang dilakukan mulai dari 5,5 sampai 7,5 dan untuk enzim amobil dari 6,0 sampai 8,0. b. Waktu inkubasi. Untuk enzim bebas, variasi waktu yang dilakukan dari 60 menit sampai 80 menit dan untuk enzim amobil dari 60 menit sampai 100 menit. c. Suhu. Untuk enzim bebas, variasi suhu yang dilakukan adalah 50 C sampai 70 C dan untuk enzim amobil 60 C sampai 120 C. 2.2.7. Penentuan stabilitas enzim Untuk mengetahui stabilitas enzim bebas dan amobil terhadap waktu penyimpanan pada suhu kamar, dilakukan pengukuran aktivitas setiap hari. Pengukuran aktivitas dilakukan sampai terlihat penurunan aktivitas baik enzim bebas maupun amobil. Untuk mengetahui stabilitas enzim amobil pada pemakaian berulang, dilakukan pemakaian berulang sampai terlihat penurunan aktivitas.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Penentuan Aktivitas Enzim Amilase Enzim amilase yang digunakan adalah -amilase yang bersifat thermostabil atau tahan terhadap suhu tinggi, diperoleh dari UPT BPPT (Badan Pengkajian dan Pengembangan Teknologi) Slusuban, Lampung Tengah dan belum diketahui tingkat kemurniannya. Kondisi optimum untuk penentuan aktivitas enzim amilase bebas adalah pada pH substrat (pati 1%) 7,0 suhu inkubasi 55 C, dan waktu inkubasi 70 menit. Aktivitas enzim amilase bebas yang diperoleh dengan cara mengalurkan absorbans enzim dari uji DNS (dinitrosalisilat) terhadap persamaan kurva standard glukosa, adalah sebesar 48,8095x 10-2 unit/ml dan aktivitas spesifik sebesar 94,59 x 10-2 unit/mg. 3.2 Penentuan pH Pengikatan Enzim Amilase Kontrol pH sangat diperlukan dalam proses amobilisasi, dan adanya penentuan pH pengikatan optimum antara enzim dengan polimer kitosan adalah agar enzim dapat berikatan secara sempurna dengan kitosan. pH pengikatan ini diperoleh dengan cara membuat variasi pH reaksi yang masing-masing reaksi diukur aktivitasnya. Pengukuran aktivitas enzim dilakukan terhadap filtrat hasil sentrifugasi campuran enzim dengan kitosan dalam bentuk bubuk. Aktivitas yang terukur adalah aktivitas dari enzim yang tidak terikat pada kitosan, artinya bila aktivitasnya besar, maka enzim banyak yang tidak terikat, sebaliknya bila aktivitasnya kecil menunjukkan banyak enzim yang terikat pada kitosan. Berdasarkan perlakukan di atas didapat aktivitas enzim terkecil pada pH 7,0 dengan aktivitas sebesar 3,2407 x 10-2 unit/ml. Artinya,

2007 FMIPA Universitas Lampung

121

Aspita Laila dkk.

Peningkatan Stabilitas Enzim Amilase

pada pH tersebut enzim banyak yang terikat. Sedangkan aktivitas terbesar pada pH 8,0 dengan aktivitas 4,58 x 10-2 unit/ml, artinya pada pH ini enzim lebih banyak yang tidak terikat. Untuk membuktikan bahwa apakah benar pada pH 7,0 enzim banyak yang terikat, dilakukan uji terhadap endapan hasil sentrifugasi, yaitu dengan cara mengelusi enzim yang terikat dengan buffer pH 8,0 dan didapat aktivitas enzim sebesar 4,55 x 10-2 unit/ml. Berarti benar bahwa pada pH 7,0 enzim banyak yang terikat dan enzim akan terlepas kembali bila dielusi dengan buffer pH 8,0, dimana pada pH tersebut enzim banyak yang tidak terikat. Gambar 1 memperlihatkan hasil dari penentuan pH pengikatan optimum pada T = 55 C dan waktu inkubasi 60 menit.

Aktivitas Unit -2 (unit/ml) x 10

5 4,5 4 3,5 3 2,5 5,5

6

6,5

7

7,5

8

8,5

pH Pengikatan

Enzim Terikat

Gambar 1. Kurva hasil penentuan pH pengikatan optimum pada T = 55 C dan waktu inkubasi 60 menit. 3.3 Amobilisasi Enzim Amilase pada Polimer Kitosan dengan Metode Adsorpsi Enzim amilase yang berhasil diikatkan pada polimer kitosan sebesar 79,34% atau 10,240 mg/ml dari konsentrasi enzim bebasnya yang sebesar 12,906 mg/ml dengan aktivitas unit sebesar 42,2222 x 10-2 unit/ml. Dalam hal ini digunakan larutan pati 1% pH 7,0, sebagai substrat pada pengukuran aktivitas enzim amobil, dan pH 7,0 ini merupakan pH pengikatan optimum enzim amilase amobil. Tidak terikatnya semua protein enzim pada kitosan disebabkan proteinprotein lain yang mengganggu proses pengikatan enzim, terutama yang bermuatan positif tersingkir dan tidak dapat berikatan dengan polimer kitosan10). Pengikatan enzim pada kitosan terjadi karena enzim teradsorpsi pada permukaan kitosan yang mempunyai counter ions (ion penukar) yang bermuatan negatif. Dengan teradsorpsinya enzim tersebut, terjadi interaksi secara elektrostatik yaitu pertukaran reversibel dari ion-ion dalam campuran. Muatan negatif dari enzim akan menggantikan kedudukan counter ions, sehigga enzim terikat pada kitosan. Selain itu, kitosan juga stabil dalam larutan buffer pospat dan proses amobilisasi dapat berada pada suhu ruang dan memiliki sifat mekanikal yang baik11). Sebagaimana dijelaskan oleh Smith5) kelemahan dari metode ini yaitu ikatan yang dihasilkan antara enzim dengan kitosan tidak kuat, akibatnya kadang enzim keluar dari pendukungnya. Untuk mengatasi hal tersebut maka dapat diatasi dengan pengikatan silang enzim yang diadsorpsi dengan reagen bifungsional. Glutaraldehid adalah reagen ikatan silang yang paling efisien11). Langkah crosslinking (ikatan silang) dengan glutaraldehid menghasilkan stabilitas yang lebih baik untuk enzim teramobilisasi, dimana pH ikatan silang merupakan parameter yang penting12). Penambahan reagen ikatan silang dengan pH < 6 akan terbentuk gel ionotropic, dimana grup NH2 dari kitosan diprotonasi menghasilkan sebuah ikatan silang ionik11). Ikatan silang protein dengan reagen bifungsional menawarkan prospek adanya penstabilan keadaan fungsional yang bervariasi sehingga dapat menjelaskan adanya hubungan struktur-fungsi13). Umumnya reaksi amobilisasi menyebabkan peningkatan stabilitas enzim namun terjadi juga penurunan aktivitas, yang dapat dilihat pada perbandingan antara aktivitas spesifik enzim enzim bebas dan amobil, dimana pada enzim bebas aktivitas spesifiknya sebesar 94,59 x 10-2 unit/mg, sedangkan pada enzim amobil hanya sebesar 4,1232 x 10-2 unit/mg. Penurunan aktivitas ini dapat dijelaskan dengan adanya efek denaturasi dari glutaraldehid pada protein yang diadsorpsi7). 3.4. Karakterisasi Enzim Amilase Bebas dan Amobil 3.4.1. Derajat keasaman (pH) inkubasi optimum

122

2007 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

Derajat keasaman (pH) merupakan salah satu faktor penting bagi enzim untuk menjalankan fungsinya sebagai katalisator. Pada enzim amilase bebas, pH inkubasi optimum adalah 7,0 dengan aktivitas unit 38,6950 x 10-2 unit/ml, sedangkan enzim amilase amobil pH inkubasi optimumnya adalah 7,5 dengan aktivitas unit 1,7222 x 10-2 unit/ml, seperti disajikan pada Gambar 2. 45

Enzim Bebas

40

Enzim Amobil

-2

(unit/ml) x 10

Aktivitas Unit

35 30 25 20 15 10 5 0 5

5,5

6

6,5

7

7,5

8

8,5

Derajat keasaman (pH)

Gambar 2. Kurva hasil penentuan pH optimum enzim amilase bebas pada T = 55 C, waktu inkubasi 60 menit dan amobil pada T = 60 C, waktu inkubasi 60 menit. Perubahan pH optimum ke arah basa ini dapat disebabkan karena muatan bahan pendukung kitosan bersifat positif, dengan counter ions bermuatan negatif pada permukaannya sebagaimana menurut Suhartono14) pH aktivitas enzim akan bergeser ke arah basa (alkalis) bila muatan pengembannya bersifat positif dan akan bergeser ke arah asam bila bersifat negatif. Menurut Braun7) juga dikatakan bahwa jika enzim diadsorpsi pada zat pendukung yang mempunyai permukaan bermuatan negatif, maka akan meunjukkan pH optimum yang lebih besar dari pH optimum enzim bebasnya. Jadi, enzim amilase amobil membutuhkan pH yang lebih tinggi dari enzim bebasnya untuk mencapai aktifitas maksimumnya. 3.4.2. Waktu inkubasi optimum Penentuan waktu inkubasi dimaksudkan untuk memperoleh waktu inkubasi optimum bagi enzim amilase untuk menguraikan substrat menjadi produk. Waktu inkubasi optimum enzim amilase bebas adalah 70 menit dengan aktivitas unit sebesar 48,8095 x 10-2 unit/ml, seperti disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 juga terlihat bahwa untuk enzim amilase amobil, waktu inkubasi optimumnya adalah 80 menit dengan aktivitas unit 3,1250 x 10-2 unit/ml. 60

Aktivitas Unit (unit/ml) x 10-2

50 40

Enzim Amobil

30

Enzim bebas

20 10 0 50

60

70

80

90

100

110

Waktu (menit)

Gambar 3. Kurva hasil penentuan waktu inkubasi optimum enzim amilase bebas pada T = 55 C, pH = 7,0 dan amobil pada T = 60 C dan pH = 7,5. Enzim amilase amobil membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama untuk mencapai aktivitas maksimumnya dibanding enzim bebasnya, karena pada enzim amobil terdapat efek tahanan difusi yang diakibatkan adanya bahan pendukung, sehingga bertemunya substrat dengan enzim memerlukan waktu yang lebih lama, karena substrat terlebih dahulu harus berdifusi masuk ke bagian dalam partikel enzim amobil, untuk kemudian membentuk produk15).

2007 FMIPA Universitas Lampung

123

Aspita Laila dkk.

Peningkatan Stabilitas Enzim Amilase

60

Aktivitas Unit -2 (unit/ml) x 10

50

Enzim Amobil Enzim Bebas

40 30 20 10 0 40

50

60

70

80

90

100 110 120 130

Temperatur (° C)

Gambar 4. Kurva hasil penentuan suhu inkubasi optimum enzim amilase bebas pada pH = 7,0, waktu inkubasi = 70 menit dan amobil pada pH = 7,5, waktu inkubasi = 80 menit. 3.4.3. Suhu inkubasi optimum Suhu inkubasi optimum enzim bebas adalah 55 C dengan aktivitas unit sebesar 48,8095 x 10-2 unit/ml, sedangkan suhu inkubasi optimum enzim amilase amobil adalah 110 C dengan aktivitas unit 15,5555 x 10-2 unit/ml. Hasil penentuan suhu inkubasi optimum enzim amilase bebas dan amobil disajikan pada Gambar 4. Jauhnya pergeseran suhu optimum ini disebabkan adanya halangan ruang yang ditimbulkan bahan pendukung pada molekul enzim serta kuatnya ikatan antara enzim dengan kitosan yang disebabkan ikatan silang oleh glutaraldehid, sehingga enzim amobil lebih tahan terhadap suhu reaksi. 435.4. Stabilitas enzim a. Stabilitas pada penyimpanan suhu kamar Penurunan aktivitas dapat terjadi dengan lamanya penyimpanan enzim bebas dan amobil pada suhu kamar. Aktivitas enzim amilase bebas pada hari ke-0 adalah 48,8095 x 10-2 unit/ml dan turun menjadi 17,9765 x 10-2 unit/ml pada hari ke-4 atau turun sebesar 79,29%, seperti diperlihatkan pada Gambar 5. Untuk enzim amobil pada hari ke-4 hanya mengalamai penurunan aktivitas sebesar 10,08% dari aktivitas mula-mula, yaitu 42,2222 x 10-2 unit/ml menjadi 37,8230 x 10-2 unit/ml. 50 Enzim bebas

45

Enzim amobil Aktivitas Unit (Unit/ml x 10-2)

40 35 30 25 20 15 0

1

2

3

4

5

Hari (waktu)

Gambar 5. Kurva hasil pengukuran stabilitas enzim amilase bebas pada penyimpanan suhu kamar pada pH = 7,0, waktu inkubasi = 70 menit, T = 55 C dan mobil pada pH = 7,5, waktu inkubasi = 80 menit, T = 110 C.

Stabilitas enzim amobil pada penyimpanan suhu kamar relatif lebih tinggi dibandingkan dengan enzim bebasnya. Hal ini disebabkan enzim yang diamobilisasi lebih terlindungi dari pengaruh luar seperti panas yang dapat menyebabkan

124

2007 FMIPA Universitas Lampung

J. Sains MIPA, Edisi Khusus Tahun 2007, Vol. 13, No. 2

denaturasi protein enzim, sehingga enzim amobil lebih stabil pada penyimpanan suhu kamar dibandingkan enzim bebasnya. b. Stabilitas pada pemakaian berulang Kelebihan dari enzim teramobilisasi adalah pemakaian secara berulangkali. Hal ini disebabkan enzim amobil dapat dipisahkan kembali dari produknya, sehingga dapat digunakan kembali. Namun, pemakaian berulang dapat menyebabkan turunnya aktivitas enzim.

45 -2

(unit/ml) x 10

Aktivitas Unit

40 Enzim Amobil

35 30 25 20 15 10 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9 10 11 12 13 14 15 16

Pemakaian Gambar 6. Kurva hasil pengukuran stabilitas enzim amilase amobil pada pemakaian berulang pada pH = 7,5, waktu inkubasi = 80 menit, dan T = 110 C. Dari Gambar 6 terlihat bahwa aktivitas enzim amobil yang terbentuk mengalami penurunan sebesar 50% pada pemakaian ke-3 (dari 42,222 x 10-2 unit/ml menjadi 21,1111 x x 10-2 unit/ml) dan turun 63,29% pada pemakaian ke-15.

4. KESIMPULAN Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa enzim amilase dapat diamobilisasi secara adsorpsi pada bahan pendukung polimer kitosan. Amobilisasi enzim amilase dengan menggunakan bahan pendukung polimer kitosan secara adsorpsi dapat mengikat enzim sebanyak 79,34%. Pada hari ke-4, aktifitas enzim amilase bebas turun sebesar 63,17% dengan aktifitas spesifik sebesar 94,59 x 10-2 unit/mg dan aktifitas enzim amilase amobil turun sebesar 10,42% dengan aktifitas spesifik sebesar 4,1232 x 10-2 unit/mg. Aktifitas enzim amilase amobil pada pemakaian ke-3 turun sebesar 50% dan pada pemakaian ke-15 turun sebesar 63,29%. DAFTAR PUSTAKA 1.

Kusnawidjaja, K. 1983. Biokimia. Penerbit Alumni. Bandung. 146 halaman.

2.

Chibata, I. 1978. Immobilized Enzymes: Reseach and Development. John Wiley & Sons. New York. Pp 10 11.

3.

Virdiana, E. 1994. Amobilisasi Glukosa Isomerase (E.C.5.3.1.5) dengan Kitin Kulit Kepiting. Skripsi Sarjana. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 69 halaman.

4.

Bailey, J. E and Ollis, D. F. 1988. Dasar-dasar Rekayasa Biokimia. Pusat antar Universitas Institut Pertanian Bogor bekerja sama dengan Lembaga Sumber Daya Informasi-IPB. Bogor. 400 halaman.

5.

Smith, J. E. 1990. Prinsip Bioteknologi. Gramedia. Jakarta. 202 halaman.

6.

Majeti, N. V and Kumar, R. 2000. A Review of Chitin and Chitosan Applications. Reactive Funct. Polym. 46: 1 27.

7.

Braun, J, 1988. The Immobilization of Penicillin G Acylase on Chitosan. Laboratoire de Bioorganique et de Chimie de Paris. John Wiley & Sons, Inc. Pp 242 246.

2007 FMIPA Universitas Lampung

125

Aspita Laila dkk.

Peningkatan Stabilitas Enzim Amilase

8.

Rathke, T. D and Samuel, M. H. 1994. Review of Chitin and Chitosan as Fiber and Film Farmers. J. M. S-Rev. Macromol. Chem. Phy. 12: 375-437.

9.

Kurita, K. 1998. Chemistry and Application of Chitin and Chitosan. Polym. Degrad. Stabil. 59: 117-120.

10. Rosa, S. P. 1991. Amobilisasi Glukosa Isomerase dari Streptomyce sp ITB S24 dengan DEAE-Selulosa. Thesis. FMIPA Kimia ITB. Bandung. 11. Varlop, K. D and Klein, J. 1983. Entrapment of Microbial Cells in Chitosan. In Journal of Enzyme Technology (R. Laffery, ed). Springer-Verlag, Berlin and New York. Pp 259-260. 12. Kennedy, J. F and Cabral, J. M. S. 1987. Immobilization of Enzymes on Transition Metal-Activated Supports. Journal of Methods in Enzymology. 35: 126-140. 13. Enns, C. A and William, W. C. 1987. Chemical Stabilization of Conformational States of Aspartate Transcarbamoylase. Journal of Methods in Enzymology. 35: 569-570. 14. Suhartono, M. T. 1990. Enzim dan Bioteknologi. Depdikbud. Dirjen Dikti PAU Bioteknologi IPB. Bogor. 15. Judoamidjojo, R. M., Said, E. G dan Hartoto, L. 1989. Biokonversi. Depdikbud. Dirjen Dikti PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor. 223 halaman.

126

2007 FMIPA Universitas Lampung