PENYAKIT CACING JANTUNG

Download Infeksi cacing jantung (dirofilariasis) disebabkan oleh D. immitis, terutama terjadi pada anggota famili Canidae, ... anjing (Reifur, et al...

0 downloads 555 Views 486KB Size
Dirofilariasis PENYAKIT CACING JANTUNG Infeksi cacing jantung (dirofilariasis) disebabkan oleh D. immitis, terutama terjadi pada anggota famili Canidae, telah tersebar luas di daerah tropis, subtropis, dan daerah beriklim sedang (Aranda, et al., 1998; Cringoli, et al., 2001; Fan, et al., 2001; Song, et al., 2003; Atkins, 2005).

D. immitis merupakan parasit filaria yang paling penting pada

anjing (Reifur, et al., 2004).

Gambar 1. Cacing jantung (D. immitis) pada arteri pulmonalis anjing (Nelson, et al., 2005)

Apabila

infeksi

cacing

jantung

berlangsung

lama

dapat

mengakibatkan perubahan patologik, kondisi demikian disebut dengan penyakit cacing jantung. asimptomatik sampai parah,

Penyakit tersebut sangat bervariasi dari bahkan dapat mengancam kehidupan

4

Dirofilariasis inangnya karena menimbulkan penyakit kronis pada arteri pulmonalis, paru-paru, dan jantung (Atkins, 2005).

Epidemiologi Cacing jantung pada anjing telah diketahui terjadi di Amerika lebih dari 150 tahun yang lalu (1847), dan kasus pertama pada kucing dilaporkan pada tahun 1921 (Labarthe dan Guerrero, 2005). epidemiologi

mengindikasikan

bahwa

pada

daerah

Studi

endemis

dirofilariasis pada anjing, maka kucing berisiko tertular (Kramer dan Genchi, 2002).

Liu, et al. (2005) menyatakan bahwa secara umum,

anjing dapat terinfeksi dengan mudah sedangkan kucing tidak mudah terinfeksi.

Tetapi tidak seperti pada anjing, dua cacing dewasa saja

pada kucing sudah dapat mengakibatkan pembesaran jantung dan gangguan respirasi yang parah. Selain anjing dan kucing, hewan yang dapat terinfeksi D. immitis adalah serigala, rubah, coyote, ferret, tikus air, singa laut, coatimundi (Atkins, 2005), macan tutul salju (Murata, et al., 2003), penguin (Sano, et al., 2005), berang-berang (Wang, et al., 2008), oncilla (Filoni, et al., 2009), orangutan (Duran-Struuck, et al., 2005), dan bahkan juga manusia (Atkins, 2005; Liu, et al., 2005; Cruz-Chan, et al., 2009; Genchi, et al., 2009). Prevalensi

dan

distribusi

dilaporkan di berbagai negara.

geografik

infeksi

D.

immitis

telah

Tabel 1. berikut ini menyajikan data

5

Dirofilariasis prevalensi infeks

D. immitis pada anjing dan kucing di beberapa

negara. Tabel 1. Prevalensi infeksi D. immitis di beberapa negara

anjing

2.

Baix Llobregat, Barcelona, Spanyol Mt. Vesuvius, Itali

Prevalensi (%) 12,8

anjing

17,9

3.

Taiwan

anjing

4.

anjing

5.

Boenos Aires, Argentina Sao Jose, Brazil

13,4 (12,1 – 13,8) 17,7 – 23,5

anjing

15,0

6.

Korea Selatan

anjing

40,0

7.

anjing

8,3

8.

Merida, Yucatan, Mexico Propinsi Kayseri, Turki

anjing

29,6

Antigen test

9.

Thailand

anjing

Antigen test

10.

anjing

11.

Pulau Isabela, Galapagos Kirikkale

18,2 (15 – 21) 34,0

anjing

5,8

12.

Algiers, Algeria

anjing

27,46 18,48

Modified Knott test Antigen test Modified Knott test Antigen test

No. 1.

Daerah/Negara

Hewan

24,46 13.

USA

anjing

14.

Jepang

kucing

15.

Itali

kucing

16.

Georgia

kucing

16 (9 – 27) 2,1

17.

Gyunggi, Korea Selatan Indonesia

kucing

2,6

anjing kucing

? ?

18.

1,4 (0,6 – 3,9) 0,5 – 9,5

Metode

Sumber

Modified Knott test Modified Knott test Antigen test

Aranda et al., 1998 Cringoli, et al., 2001 Fan, et al., 2001

Antigen test

Rosa, et al., 2002 Araujo, et al., 2003 Song, et al., 2003 Bolio-Gonzalez, et al., 2007 Yildirim, et al., 2007 Boonyapakorn, et al., 2008 Levy, et al., 2008 Yildiz, et al., 2008

Modified Knott test Antigen test Necropsy

Antigen test

Antigen test Necropsy Antibody test Necropsy Antigen test dan PCR

Meriem-Hind dan Mohamed, 2009 Bowman, et al., 2009 Roncalli et al., 1998 Kramer dan Genchi, 2002 Carleton dan Tolbert, 2004 Liu, et al., 2005

6

Dirofilariasis Cacing D. immitis dilaporkan bersifat zoonosis; dapat menular ke manusia (Simon, et al., 2005; Cruz-Chan, et al., 2009; Genchi, et al., 2009).

Kasus pertama pada manusia dilaporkan pada tahun 1887

(Labarthe dan Guerrero, 2005).

Kasus human pulmonary dirofilariasis

(HPD) telah dilaporkan dari berbagai negara di seluruh dunia (Lee, et al., 2000; Bielawski, et al., 2001; Hirano, et al., 2002).

Tada, et al. (1979)

melaporkan kasus dirofilariasis di Jepang, dengan ditemukannya Dirofilaria pada rongga abdomen seorang laki-laki berumur 74 tahun yang dinyatakan meninggal karena kanker hati.

Siklus Hidup Siklus hidup D. immitis terjadi dalam dua fase; fase pertama terjadi pada nyamuk dan fase kedua terjadi pada induk semang definitif (Thanchomnang, et al., 2009). D. immitis ditularkan oleh lebih dari 60 spesies nyamuk (Atkins, 2005; Svobodova, et al., 2005), tetapi jumlah nyamuk yang penting sebagai vektor kurang dari 12 spesies (Atkins, 2005). Cacing dewasa (L5) hidup pada arteri pulmonalis dan ventrikel kanan. Setelah kawin, cacing betina dewasa menghasilkan mikrofilaria (L1) yang dilepas memasuki sistem sirkulasi (Atkins, 2005; Svobodova, et al., 2005; Cruz-Chan, et al., 2009; Genchi, et al., 2009). Apabila anjing digigit oleh nyamuk, mikrofilaria (L1) dapat terhisap.

Pada tubulus

malpigi nyamuk betina L1 mengalami dua kali moulting (L1 menjadi L2

7

Dirofilariasis menjadi L3). Proses tersebut berlangsung selama 8 - 17 hari. L3 bersifat infektif dan apabila nyamuk yang mengandung L3 menggigit hewan peka, L3 dapat berpindah ke hewan peka tersebut (Atkins, 2005; Bowman, et al., 2009).

Gambar 2. Siklus hidup D. immitis pada anjing (Atkins, 2005)

Setelah terjadi infeksi pada hewan peka, terjadi moulting di daerah subkutan, jaringan lemak, dan jaringan otot skeletal, dengan moulting akhir menghasilkan L5.

Proses moulting dari L3 menjadi L4

kemudian menjadi L5 berlangsung selama 50 – 68 hari setelah terjadi infeksi.

Cacing imatur (panjang 1 – 2 cm) tersebut memasuki sistem

8

Dirofilariasis vaskular, kemudian bermigrasi ke jantung dan arteri pulmonalis dimana cacing mengalami pendewasaan. Cacing jantan dewasa mempunyai ukuran panjang 15 – 18 cm dan yang betina berukuran 25 – 30 cm. Pada kondisi optimum, siklus hidup cacing jantung berlangsung selama 184 – 210 hari. Periode prepatent cacing jantung adalah 6 – 7 bulan (Yildiz, et al., 2008). Cacing dewasa pada anjing dapat bertahan hidup sampai 5 tahun dan mikrofilaria sampai 30 bulan (Atkins, 2005). Larva (L5) cacing D. immitis pada anjing secara tidak normal dapat bermigrasi ke organ lain, seperti otak, sumsum tulang belakang, ruang epidural, ruang mata bagian anterior, dan rongga peritoneal (Oh, et al., 2008), aorta, hati (Goggin, et al., 1997), cairan sinovial (Hodges dan Rishniw, 2008), dan kadang-kadang ditemukan pada vena kava (Yildiz, et al., 2008).

Patofisiologi Infeksi D. immitis ditandai oleh beberapa gambaran klinis yang disebabkan oleh cacing dewasa dan mikrofilaria (L1).

Mikrofilaria

mimiliki peran yang relatif kecil dalam patogenik, tetapi dapat menyebabkan pneumonitis dan glomerulonefritis yang signifikan secara klinik (Grandi, et al., 2007). Cacing jantung dewasa hidup pada arteri pulmonalis, dan pada jumlah yang lebih sedikit pada infeksi berat juga hidup pada atrium

9

Dirofilariasis kanan.

Aspek klinis utama yang ditimbulkan merupakan manifestasi

kerusakan pada arteri pulmonalis (Atkins, 2005; Grandi, et al., 2007). Kebanyakan

anjing

yang

terinfeksi

tidak

memperlihatkan

gejala

penyakit untuk jangka waktu lama, bulan atau tahun, tergantung pada jumlah cacing, interaksi inang-parasit, dan latihan yang diterima oleh anjing (Atkins, 2005; Venco, 2007). Efek utama pada arteri pulmonalis berupa inflamasi, hipertensi pulmoner, gangguan keutuhan pembuluh arteri, dan fibrosis. Hal tersebut dapat diperparah oleh obstruksi arteri dan vasokonstriksi yang disebabkan oleh tromboemboli karena cacing yang telah mati dan produknya. Pembuluh darah pada lobus paru-paru bagian kaudal juga terkena imbasnya.

Substansi vasoaktif yang

dihasilkan oleh cacing jantung mengakibatkan vasokontriksi pulmoner. Ventrikel kanan mendapat tekanan yang berlebihan karena adanya beban tambahan berupa cacing.

Hipertrofi merupakan kompensasi

pertama yang terjadi, dan pada infeksi yang parah

akhirnya akan

terjadi dekompensasi (gagal jantung kanan) (Atkins, 2005). Cacing jantung juga dapat menimbulkan penyakit karena penyimpangan migrasi. Penyimpangan migrasi tersebut mengakibatkan timbulnya manifestasi klinis yang tidak normal karena cacing dapat ditemukan di otak, sumsum tulang belakang, ruang epidural, ruang mata bagian anterior, dan rongga peritoneal (Oh, et al., 2008), aorta,

10

Dirofilariasis hati (Goggin, et al., 1997), cairan sinovial (Hodges dan Rishniw, 2008), dan kadang-kadang ditemukan pada vena kava (Yildiz, et al., 2008).

Gejala Klinis Sejumlah cacing D. immitis yang menginfeksi anjing dengan ukuran yang relatif besar (cacing betina dengan panjang 25 – 35 cm) dapat mengakibatkan gangguan sirkulasi yang bersifat kronis dan akhirnya mengakibatkan gagal jantung (Boonyapakorn, et al., 2008). Menurut Cruz-Chan, et al. (2009) gejala klinis yang ditimbulkan oleh infeksi D. immitis mulai gejala yang ringan berupa keletihan karena hewan diberikan latihan sampai pada gagal jantung kongestif yang bersifat fatal.

Atkins (2005) menyatakan bahwa kebanyakan kasus

infeksi cacing jantung adalah asimptomatik.

Sejarah penyakit anjing

penderita sangat bervariasi, di antaranya kehilangan berat badan, toleransi terhadap latihan menurun, letargi, batuk, dispnea, sinkop, dan distensi abdominal (ascites).

Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan

adanya suara jantung kedua berganda, suara murmur pada jantung kanan, cardiac gallop, batuk, dispnea, dan sianosis. Bila pada anjing terdapat 10 - 25 cacing dewasa dan anjing hanya mendapat latihan ringan, tidak akan menunjukkan gejala klinis. Tetapi bila jumlah cacing mencapai 50 - 100 akan menunjukkan gejala sedang sampai parah.

Fan, et al. (2001) dan Yildirim, et al. (2007)

11

Dirofilariasis menyatakan bahwa D. immitis dapat menyebabkan edema, asthma, gagal jantung, dan bahkan kematian pada anjing penderita. Cacing dewasa dapat mengakibatkan endokarditis, kelainan pada katup jantung, gangguan sirkulasi, dan hipertensi. jantung,

Hipertrofi

kongesti hati, sirosis, dan ascites merupakan simptom dari

infeksi cacing jantung pada anjing (Yildiz, et al., 2008). Kamiie, et al. (2000) menyatakan bahwa glomerulonefritis disertai proteinuria dapat terjadi pada anjing yang terinfeksi D. immitis.

Gambar 3. Anjing penderita dirofilariasis dengan gejala ascites (Atkins, 2005)

Gejala klinis pada manusia dapat berupa batuk, hipersensitivitas, dan lesi pulmoner. Lesi pulmoner tersebut dengan pemeriksaan menggunakan X-ray dan pemeriksaan sitologi sering mengakibatkan kesalahan diagnosis dianggap sebagai tuberkulosis atau kanker paruparu (Fan, et al., 2001; Boonyapakorn, et al., 2005).

12

Dirofilariasis Diagnosis Penyakit cacing jantung dapat didiagnosis dengan pemeriksaan mikroskopik pada ulas darah dan metode konsentrasi untuk mengetahui ada tidaknya mikrofilaria, tes antigen dan antibodi, serta teknik molekuler. Metode mikroskopik dan konsentrasi memiliki sensitifitas yang rendah karena adanya infeksi yang samar (infeksi tanpa mikrofilaria), sedangkan tes antibodi spesifisitasnya sangat rendah (Vezzani, et al, 2008).

Selama 10 - 15 tahun terakhir, perhatian dialihkan dari

pemeriksaan rutin untuk menemukan mikrofilaria pada darah ke pemeriksaan serologis untuk pemeriksaan antigen terhadap D. immitis (Datz, 2003). Adanya mikrofilaria pada darah perifer pada anjing digunakan sebagai indikator terjadinya infeksi cacing jantung (Appleton dan Arlian, 1979). Tetapi pada infeksi cacing jantung yang samar (anjing terinfeksi tanpa mikrofilaria) menyebabkan hasil negatif palsu, apabila test mikrofilaria tidak dikombinasikan dengan test antigen (Reifur, et al., 2004). Metode PCR sangat sensitif dan akurat untuk membedakan spesies mikrofilaria yang menginfeksi anjing (Rishniw, et al., 2006; Vezzani, et al, 2008; Thanchomnang, et al., 2009)). Kelainan hematologi dan kimia klinik, walaupun penggunaannya sangat terbatas dalam membuat diagnosis dirofilariasis, sering sangat

13

Dirofilariasis bermanfaat

dalam

memberikan

bukti

pendukung

dan

untuk

mengevaluasi proses penyakit (Atkins, 2005).

Pencegahan dan Pengobatan Infeksi cacing jantung sangat melemahkan kondisi hewan penderita dan bahkan mematikan. Pengobatannya sangat mahal dan sulit dilakukan (Talukder, et al., 2007). Karena itu, pencegahan infeksi perlu diprioritaskan. Sejumlah obat tersedia untuk pencegahan infeksi cacing jantung. Macrocyclic lactone (ivermectin, milbemycin oxime, moxidectin, dan selamectin) merupakan obat pilihan yang aman dan efektif. Obat tersebut memotong perkembangan larva cacing dua bulan setelah infeksi, sehingga sangat manjur sebagai obat untuk mencegah penyakit cacing jantung (McTier, et al., 200; Venco, et al., 2004; McCall, 2005; Atkins, 2005; Lok, et al., 2005). Nelson, et al. (2005) menyatakan bahwa obat-obat tersebut juga mempunyai aktivitas antelmintik terhadap mikrofilaria. Pengobatan terhadap infeksi cacing jantung sangat sulit.

Ada

beberapa strategi yang dapat digunakan, termasuk pilihan untuk tidak melakukan pengobatan sama sekali.

Konsep penting untuk disadari

adalah bahwa pengobatan infeksi cacing jantung tidak sederhana dan juga tidak aman.

Sebelum pengobatan dilakukan, hewan penderita

14

Dirofilariasis harus dinilai terhadap risiko kemungkinan terjadinya tromboembolisme setelah pengobatan (Venco, 2007). Pengobatan

terhadap

penyakit

dengan membunuh cacing dewasa. cacing

dewasa

adalah

cacing

jantung

dilakukan

Obat yang efektif membunuh

melarsomine

dihydrochloride.

Setelah

pemberian obat melarsomine dihydrochloride aktivitas anjing harus sangat dibatasi selama 4 - 6 minggu untuk memperkecil komplikasi kardiopulmoner (Nelson, et al., 2005; Venco, 2007; Kahn dan Line, 2008). Pemberian ivermectin setiap bulan secara berkesinambungan pada dosis profilaktik dilaporkan efektif terhadap larva prekardiak dan cacing muda (<7 bulan setelah infeksi). Tetapi efek terhadap cacing dewasa membutuhkan waktu pemberian lebih dari satu tahun, bahkan dapat lebih dari dua tahun untuk mengeliminasi cacing dewasa secara sempurna.

Karena itu, pemberian ivermectin jangka panjang secara

berkesinambungan bukan merupakan pengganti obat cacing dewasa (Nelson, et al., 2005).

15