ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013
RINGKASAN EXECUTIVE Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman dari luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya diIndonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihakpihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar. Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011 adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada, Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah
yang hingga kini masih
menjadi kendala
dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi, Bank Indonesia dapat memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
i
diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam
Perkembangannya
peran
lembaga
pembiayaan
dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut. Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM
dan Kebijakan apa yang dapat mendukung
pengembangan UMKM ISU KEBIJAKAN a. Kontribusi UMKM sebesar 57,48% terhadap PDB dan juga proporsi UMKM sebesar 99,99% (Kemenkop, 2013) dari jumlah pelaku usaha menunjukkan eksistensi UMKM dalam menunjang perekonomian negara Indonesia. b. UMKM sektor perdagangan menempati urutan kedua setelah sektor pertanian, perkebunan, kehutanan dan perikanan. Berdasarkan kontribusi yang diberikan, UMKM sektor perdagangan memberikan kontribusi terhadap PDB paling besar jika dibandingkan dengan sektor lainnya. Meskipun demikian, dalam pengembangan usahanya, UMKM sektor perdagangan menghadapi beberapa kendala terutama masalah permodalan. c. Berbagai kebijakan pemerintah terkait dengan pembiayaan bagi UMKM telah banyak digulirkan antara lain program kredit usaha rakyat (KUR) yang merupakan manifestasi dari MOU berbagai instansi dan juga program BI yaitu kewajiban bagi bank untuk menggulirkan kredit usaha kecil sebesar 20% dari total kredit pada tahun 2018. d. Program-program pembiayaan yang telah dicanangkan oleh pemerintah belum dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh seluruh UMKM yang ada. Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
ii
Jumlah UMKM yang mendapat bantuan pembiayaan misalnya KUR baru menyentuh 9.417.349 UMKM atau 16,66% dari total pelaku UMKM (www.komite-kur.com). UMKM yang tidak menggunakan fasilitas kredit tersebut menggunakan modal sendiri dalam struktur pemodalannya. Hal ini disebabkan karena keterbatasan akses dari UMKM dan sulitnya UMKM memenuhi persyaratan yang ditetapkan. e. Bagi UMKM yang telah mendapatkan pembiayaan juga menghadapi masalah baru dalam hal pengelolaan keuangan. Keterbatasan pengetahuan mengenai pembukuan dan tidak adanya pemisahan antara keuangan pribadi dan keuangan usaha membuat kredit yang diterima tidak dapat dimanfaatkan secara optimal. Selain itu juga kurangnya inovasi dan kreatifitas membuat UMKM sektor perdagangan kalah bersaing dengan pasar modern. PERMASALAHAN:
PERANAN
LEMBAGA
PEMBIAYAAN
DALAM
PENGEMBANGAN UMKM a. Kebijakan pemerintah baik melalui nota kesepahaman dengan berbagai instansi yang kemudian dikenal dengan program KUR atau melalui peraturan Bank Indonesia No.14/22/PBI/2012 telah menunjukkan perhatian pemerintah untuk memberikan solusi kepada UMKM terkait dengan masalah permodalan dengan menjalankan peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM b. Namun kenyataannya, program inipun tidak mudah dilaksanakan baik oleh UMKM maupun oleh lembaga pembiayaan. UMKM merasa kesulitan untuk memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga pembiayaan terutama dalam hal pembukuan dan agunan. Demikian juga lembaga pembiayaan menemukan kesulitan UMKM yang feasible dan bankable untuk dibiayai untuk menghindari adanya kredit bermasalah. c. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan masih besar. d. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
iii
kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan pembayaran. e. Dalam
hal pembayaran
kredit/pinjaman,
lembaga
pembiayaan
telah
melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola” dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank. f.
Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan.
g. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi kecil. h. Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat usaha. i.
Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan. Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai.
j.
UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun.
k. Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif. Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji, membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif. Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
iv
l.
Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan pribadi dengan usaha.
REKOMENDASI KEBIJAKAN a. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya. b. Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran. c. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM, sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015 d. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga pembiayaan.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
v
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat serta hidayahNya, sehingga laporan analisis “Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM” dapat diselesaikan. Analisis ini dilakukan berdasarkan Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihak-pihak penyedia dana selain bank, yang sangat Analisis ini diselenggarakan secara swakelola oleh Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri . Disadari bahwa laporan ini masih terdapat berbagai kekurangan baik ditinjau dari aspek substansi, analisa, maupun datadata yang sifatnya pendukung, oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran
yang
mengucapkan
sifatnya terima
membangun. kasih
Dalam
terhadap
kesempatan
semua
pihak
ini tim yang
peneliti
membantu
terselesaikannya laporan ini. Sebagai akhir kata semoga penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi pimpinan dalam merumuskan kebijakan dibidang sarana dan lembaga perdangangan.
Jakarta, November 2013 Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
vi
DAFTAR ISI RINGKASAN EXECUTIVE .......................................... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ................................................................................................... vi DAFTAR ISI..................................................................................................................vii DAFTAR TABEL .......................................................................................................... ix DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... x BAB I PENDAHULUAN................................................................................................. 1 1.1.
Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
1.2.
Tujuan Penelitian........................................................................................ 2
1.3.
Output Penelitian ........................................................................................ 2
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 3
1.5.
Outcome Penelitian .................................................................................... 3
1.6.
Sistematika Laporan .................................................................................. 3
BAB II TINJAUAN LITERATUR .................................................................................... 5 2.1.
Pengertian Lembaga Pembiayaan ............................................................ 5
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 ............................................... 5 2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009.......................................................... 6 2.2.
Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM .................. 7
2.3.
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM ......................................... 8
2.4.
Perkembangan UMKM di Indonesia ........................................................ 14
2.5.
Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM .............................................. 20
2.6.
Kebijakan Pembiayaan UMKM ................................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................................. 24 3.1.
Kerangka Pemikiran ................................................................................. 24
3.2.
Pendekatan Penelitian ............................................................................. 25
3.3.
Jenis Penelitian ........................................................................................ 26
3.4.
Jenis Data dan Sumber Data ................................................................... 26
3.5.
Teknik Pengumpulan Data ....................................................................... 27
3.6.
Populasi dan Sampel ............................................................................... 28
3.7.
Teknik Analisis Data ................................................................................. 29
3.8.
Operasionalisasi Konsep ......................................................................... 31
BAB IV ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM ............................... 33 PENGEMBANGAN UMKM ......................................................................................... 33 4.1.
Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan .......... 33
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
vii
4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan ............................................................................ 33 4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui Lembaga Pembiayaan Bank ............................................................................... 33 4.2.
Perkembangan Pembiayaan UMKM ....................................................... 36
4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank .................................................................... 36 4.3.
Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di
Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta .................................................................. 45 4.3.1. Karakteristik Responden UMKM .............................................................. 46 4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan .................................................................. 49 4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan . 49 4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM ................................................ 63 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ........................................................... 77 5.1.
Kesimpulan ............................................................................................... 77
5.2.
Rekomendasi ........................................................................................... 78
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
viii
DAFTAR TABEL Tabel 2.1
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional ……………….
9
Tabel 2.2
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD …………………………..
10
Tabel 2.3
Realisasi dan NPL Penyaluran KUR …………………………………
11
Tabel 2.4
Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi ……………………………. 12
Tabel 2.5
Realisasi KUR Menurut Propinsi ……………………………………..
13
Tabel 2.6
Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor
15
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ………………………………………… Tabel 2.7
Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 –
17
2011 ……………………………………………………………………. Tabel 2.8
Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor
18
Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ………………………………………… Tabel 2.9
Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009
19
– 2011 ( Juta rupiah) ………………………………………………….. Tabel 2.10
Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan
21
UMKM …………………………………………………………………... Tabel 2.11
Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan
22
UMKM …………………………………………………………………... Tabel 3.1
Operasionalisasi Konsep ……………………………………………...
33
Tabel 4.1
Jenis Usaha Responden ………………………………………………
48
Tabel 4.2
Membantu Pengurusan Izin Usaha …………………………………..
66
Tabel 4.3
Membantu Pengurusan Kredit ………………………………………..
67
Tabel 4.4
Pelatihan Pengelolaan SDM ………………………………………….
67
Tabel 4.5
Pelatihan Penggunaan IT ……………………………………………..
68
Tabel 4.6
Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus ………………………….
69
Tabel 4.7
Membantu Membuat Rencana Bisnis ………………………………..
69
Tabel 4.8
Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang
71
Lain …………………………………………………………………….. Tabel 4.9
Mengikutsertakan dalam pameran …………………………………...
72
Tabel 4.10
Menyediakan Tempat Usaha …………………………………………
72
Tabel 4.11
Pendampingan Berinovasi …………………………………………….
73
Tabel 4.12
Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan ……….
75
Tabel 4.13
Pelatihan dan Pendampingan ………………………………………..
76
Tabel 4.14
Omzet Usaha Meningkat ………………………………………………
77
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
ix
DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1
Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha …………………. 39
Gambar 4.2
Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan ………………..
39
Gambar 4.3
Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank ………………………...
40
Gambar 4.4
Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi …………………... 40
Gambar 4.5
Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek …………………………..
41
Gambar 4.6
Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha ...
42
Gambar 4.7
Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan
42
Gambar 4.8
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank ……….
43
Gambar 4.9
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi ……….
43
Gambar 4.10
Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek …………
44
Gambar 4.11
Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha ..
45
Gambar 4.12
Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan
45
Gambar 4.13
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank ……….
46
Gambar 4.14
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi ……….
46
Gambar 4.15
Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek …………
47
Gambar 4.16
Omzet Responden Per Bulan …………………………………..
50
Gambar 4.17
Lama Usaha ………………………………………………………
51
Gambar 4.18
Jumlah Modal Yang Dibutuhkan ………………………………..
52
Gambar 4.19
Sumber Dana Usaha ……………………………………………..
53
Gambar 4.20
Lembaga Pembiayaan yang Digunakan ……………………….
54
Gambar 4.21
Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan ………………………..
55
Gambar 4.22
Agunan …………………………………………………………….
56
Gambar 4.23
Jaminan ……………………………………………………………. 57
Gambar 4.24
Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun ………………………
58
Gambar 4.25
Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil …………………….
58
Gambar 4.26
Tujuan Pinjaman ………………………………………………….
60
Gambar 4.27
Pembayaran Pinjaman …………………………………………..
61
Gambar 4.28
Kesulitan Pembayaran …………………………………………… 62
Gambar 4.29
Sumber Informasi …………………………………………………
Gambar 4.30
Kemudahan Informasi ……………………………………………. 63
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
62
x
BAB I PENDAHULUAN Peran Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau lebih sering dikenal UMKM dalam pertumbuhan perekonomian suatu negara sangat penting. Ketika terjadi krisis yang melanda pada tahun 1998, usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Alasannya karena mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman darI luar dalam kurs dollar. Sehingga, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis. Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa struktur modal UKM khususnya di Indonesia, hampir sebagian besar berdasar pada investasi pribadi. Sangat sedikit, mereka yang berhubungan dengan pihak ketiga untuk mendapatkan dana. Jika mereka membutuhkan suntikan dana dari pihak luar, justru pihakpihak penyedia dana selain bank, yang sangat berperan. Misal bank-bank perkreditan rakyat atau malah rentenir. Seperti yang kita ketahui pula, bunga yang dikenakan pada peminjam adalah sangat-sangat tinggi dan mencekik leher. Jelas, kondisi seperti ini tidak akan terjadi untuk perusahaan berskala besar.
1.1.
Latar Belakang Masalah Perkembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terbukti
merupakan penggerak utama sektor riil yang berpengaruh langsung terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM pada tahun 2011 sebanyak 55,2 juta unit dengan terbagi sebagai berikut 54.559.969 unit Usaha Mikro, 602.195 unit Usaha kecil dan 44.280 unit Usaha Menengah. Jumlah UMKM pada tahun 2011 adalah sekitar 99,99 persen dari jumlah total unit usaha yang ada, Unit-unit tersebut diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 97,24 persen. Namun demikian perkembangan UMKM umumnya masih mengalami berbagai masalah dan belum sepenuhnya sesuai dengan yang diharapkan, Masalah
yang hingga kini masih
menjadi kendala
dalam
pengembangan usaha UMKM adalah keterbatasan modal yang dimiliki dan sulitnya UMKM mengakses sumber permodalan. Sebelum diberlakukannya Undang-Undang tentang Bank Indonesia No. 23 Tahun 1999 sebagaimana telah
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
1
diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, kebijakan Bank Indonesia dalam membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi Bank Indonesia dapat memberikan bantuan keuangan kepada UMKM, yang dikenal dengan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI). Namun setelah undang undang tersebut di atas diberlakukan peranan Bank Indonesia dalam membantu usaha kecil menjadi bersifat tidak langsung dan lebih terfokus kepada bantuan teknis serta pengembangan kelembagaan. Tugas pengelolaan kredit program telah dialihkan kepada tiga BUMN yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT Bank Rakyat Indonesia (BRI), PT Bank Tabungan Negara (BTN), dan PT Permodalan Nasional Madani (PNM). Dalam hal ini, PT BRI berfungsi sebagai koordinator penyaluran skim KUT, KKop dan KKPA-TR, PT BTN sebagai koordinator penyaluran skim KPRS dan KPRSS, sementara PT PNM sebagai koordinator penyaluran skim kredit lainnya. Pengalihan tersebut mencakup pengelolaan Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) dalam rangka kredit program yang masih berjalan dan belum jatuh tempo serta yang telah disetujui tetapi belum ditarik. Dalam
Perkembangannya
peran
lembaga
pembiayaan
dalam
pengembangan UMKM ini tentu ada yang berhasil maupun tidak, maka dilakukan analisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM tersebut Berpijak pada konteks di atas, maka dapat dirumuskan pertanyaan penelitian yang akan diangkat dalam analisis ini, yaitu: a.
Bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM
b.
Kebijakan apa yang dapat mendukung pengembangan UMKM
1.2.
Tujuan Penelitian a. Menganalisis peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM. b. Memberikan rekomendasi program pengembangan UMKM
1.3.
Output Penelitian a. Informasi
mengenai
peran
lembaga
pembiayaan
dalam
pengembangan UMKM b. Rekomendasi kebijakan yang dapat mendukung pengembangan UMKM
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
2
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Adapun ruang lingkup penelitian meliputi: a. Analisis kebijakan pembiayaan UMKM dari pemerintah pusat dan provinsi b. Survei UMKM pada sektor perdagangan yang sedang memiliki pinjaman di daerah penelitian c. Wawancara mendalam lembaga pembiayaan dan pengelola pasar di daerah penelitian 1.5.
Outcome Penelitian Melalui Analisis ini diharapkan akan terciptanya lembaga pembiayaan
yang dapat mendukung pengembangan UMKM di bidang perdagangan.
1.6.
Sistematika Laporan
Sistematika laporan analisis ini terdiri dari 5 (lima) bab, yang berisi: BAB I
BAB II
BAB III
: PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Tujuan dan Keluaran Kajian 1.3. Ruang Lingkup 1.4. Sistematika Laporan : TINJAUAN LITERATUR 2.1. Pengertian Lembaga Pembiayaan 2.2. Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM 2.3. Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM : METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran 3.2. Pendekatan Penelitian 3.3. Jenis Penelitian 3.4. Jenis Data dan Sumber Data 3.5. Teknik Pengumpulan Data 3.6. Populasi dan Sampel 3.7. Teknik Analisis Data 3.8. Operasionalisasi Konsep
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
3
BAB IV
BAB V
: ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM 4.1. Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan 4.2. Perkembangan Pembiayaan UMKM 4.3. Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan DI Yogyakarta : SIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
4
BAB II
TINJAUAN LITERATUR
2.1.
Pengertian Lembaga Pembiayaan
2.1.1. Berdasarkan Keppres No. 61 Tahun 1988 Lembaga pembiayaan adalah : badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Sistem lembaga keuangan dibedakan menjadi tiga yaitu: 1) lembaga keuangan bank sesuai UU No. 14 Tahun 1967, bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk lain guna meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. 2) lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan bukan bank adalah badan usaha yang melakukan kegiatan di bidang keuangan yang secara langsung atau tidak langsung menghimpun dana dengan jalan mengeluarkan surat berharga dan menyalurkannya ke dalam masyarakat guna membiayai investasi perusahaan. Bidang usaha yang termasuk dalam lembaga keuangan bukan bank antara lain adalah asuransi, pegadaian, dana pensiun, reksa dana, lembaga
pembiayaan.
lembaga
pembiayaan
termasuk
dalam
Lembaga keuangan Bukan Bank (LKBB). 3) Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha di luar Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha Lembaga Pembiayaan; Kegiatan lembaga pembiayaan meliputi antara lain bidang usaha: 1) sewa guna usaha; 2) modal ventura; 3) perdagangan surat berharga 4) anjak piutang; 5) usaha kartu kredit; 6) pembiayaan konsumen.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
5
Keenam kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh ketiga bentuk lembaga pembiyaan di atas.
2.1.2. Berdasarkan Perpres 9 Tahun 2009 Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal. Perusahaan Pembiayaan adalah badan usaha yang khusus didirikan untuk melakukan Sewa Guna Usaha, Anjak Piutang,Pembiayaan Konsumen, dan/atau usaha Kartu Kredit. Lembaga Pembiayaan meliputi: 1) Perusahaan Pembiayaan; 2) Perusahaan Modal Ventura; dan 3) Perusahaan Pembiayaan Infrastruktur. Kegiatan usaha Perusahaan Pembiayaan meliputi: 1) Sewa Guna Usaha; 2) Anjak Piutang 3) Usaha Kartu Kredit; dan/atau 4) Pembiayaan Konsumen
Menurut Asian Development Bank (ADB), lembaga keuangan mikro (microfinance) atau bisa disebut juga lembaga pembiayaan adalah lembaga yang menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans), pembayaran berbagai transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang ditujukan bagi masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance
to
poor
and
low-income
households
and
their
microenterprises). Sedangkan bentuk Lembaga pembiayaan UMKM dapat berupa: (1) lembaga formal misalnya bank desa dan koperasi, (2) lembaga semiformal misalnya organisasi non pemerintah, dan (3) sumber-sumber informal misalnya pelepas uang. Lembaga Pembiayaan di Indonesia menurut Bank Indonesia dibagi menjadi dua kategori yaitu LKM yang berwujud bank serta non bank. LKM yang berwujud bank adalah BRI Unit Desa, BPR dan BKD (Badan Kredit Desa). Sedangkan yang bersifat non bank adalah koperasi simpan pinjam (KSP), unit simpan pinjam (USP), lembaga dana kredit pedesaan (LDKP), baitul mal wattanwil (BMT), lembaga swadaya Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
6
masyarakat (LSM), arisan, pola pembiayaan Grameen, pola pembiayaan ASA, kelompok swadaya masyarakat (KSM), dan credit union. Meskipun BRI Unit Desa dan BPR dikategorikan sebagai LKM, namun akibat persyaratan peminjaman menggunakan metode bank konvensional, pengusaha mikro kebanyakan masih kesulitan mengaksesnya.
2.2.
Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
Peran lembaga pembiayaan: 1) sebagai sumber alternatif pembiayaan, 2) menampung dan menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Bantuan Teknis dari BI bagi Bank untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan UMKM: 1) Penelitian 2) Pelatihan 3) Penyediaan informasi 4) Fasilitasi
Bank Umum wajib memberikan Kredit atau Pembiayaan UMKM. Jumlah Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ditetapkan paling rendah 20% (dua puluh persen) yang dihitung berdasarkan rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung pada setiap akhir tahun. Pencapaian rasio pemberian Kredit atau Pembiayaan UMKM sebagaimana dimaksud pada dilakukan secara bertahap, sebagai berikut: 1) Tahun 2013: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank; 2) Tahun 2014: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan sesuai kemampuan Bank Umum yang dicantumkan dalam Rencana Bisnis Bank; 3) Tahun 2015: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 5% (lima persen);
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
7
4) Tahun 2016: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 10% (sepuluh persen); 5) Tahun 2017: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 15% (lima belas persen); 6) Tahun 2018 dan seterusnya: rasio Kredit atau Pembiayaan UMKM terhadap total Kredit atau Pembiayaan paling rendah 20% (dua puluh persen).
2.3.
Perkembangan Lembaga Pembiayaan UMKM Perkembangan Lembaga Pembiayaan
UMKM terjadi seiring dengan
perkembangan UKM serta masih banyaknya hambatan UKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan dari lembaga-lembaga keuangan formal. Selain itu berkembangnya lembaga pembiayaan ini juga tidak terlepas dari karakterisitiknya yang memberikan kemudahan kepada pelaku UKM dalam mengakses sumbersumber pembiayaan. Walaupun biaya atas dana pinjaman dari lembaga pembiyaan lebih tinggi sedikit dari tingkat bunga perbankan, lembaga pembiayaan memberikan kelebihan misalnya berupa tiadanya jaminan/agunan seperti yang dipersyaratkan oleh perbankan bahkan dalam beberapa jenis lembaga, pinjaman didasarkan pada kepercayaan karena biasanya peminjam beserta aktivitasnya sudah dikenal oleh LKM, kemudahan yang lain adalah pencairan dan pengembalian pinjaman yang fleksibel yang juga sering disesuaikan dengan cash flow peminjam. Jenis lembaga pembiayaan lebih banyak didominasi oleh Unit Simpan Pinjam (USP), namun dari aspek besarnya perputaran pinjaman lebih didominasi oleh perbankan yaitu BRI Unit dan BPR. Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh perbankan khususnya BRI lewat program KUR. Sampai bulan Agustus 2013 , bank nasional yang menyalurkan KUR sebanyak 7 (tujuh) bank yaitu Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), Bank Mandiri, Bank Tabungan Negara (BTN), Bank Bukopin, Bank Syariah Mandiri (BSM) dan Bank Negara Indonesia Syariah (BNI Syariah). Bank BRI adalah penyalur KUR terbesar dengan total plafond mencapai Rp. 77,5 triliun. Selain sektor ritel BRI juga menyalurkan KUR di sektor mikro yang masing-masing plafondnya sebesar Rp. 15,6 triliun dan Rp. 61,9 triliun, debiturnya 92.962 UMK dan 8.470.436 UMKM, rata-rata kredit Rp.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
8
168,5 juta/debitur dan Rp. 7,3 juta/debitur, serta NPL penyaluran masing-masing 3,4% dan 1,9%. Selain BRI , Bank BNI juga melakukan pembiayaan UMKM dengan total plafond sebesar Rp. 14,08 triliun, debiturnya sebanyak 223.884 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 62,89 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,9%. Sedangkan Bank Mandiri dengan total plafond sebesar Rp. 12,4 triliun, debiturnya sebanyak 244.993 UMK, dengan rata-rata kredit Rp. 50,9 juta/debitur serta nilai NPL sebesar 4,5%. Selanjutnya berturut-turut yaitu BTN dengan plafond Rp. 4 triliun, BSM dengan plafond Rp. 3,3 triliun, Bank Bukopin dengan plafond 1,74 triliun dan BNI Syariah dengan plafond Rp. 129.849 miliar. Secara keseluruhan, nilai Non Performing Loan (NPL) penyaluran KUR oleh bank pelaksana ini masih dibawah 5% yaitu sebesar 3,7%. Bank BTN merupakan Bank Pelaksana dengan nilai NPL terbesar dalam penyaluran KUR yaitu sebesar 12,4% dan BRI Mikro dengan NPL terkecil yaitu 1,9%. Diharapkan pada periode-periode berikutnya nilai NPL pada bank yang masih di atas 5% bisa turun sehingga penyalurannya lebih tepat sasaran. Tabel 2.1 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR Bank Nasional (31 Agustus 2013)
REALISASI PENYALURAN KUR NO 1 2 3 4 5 6 7 8
BANK BNI BRI (KUR Ritel) BRI (KUR Mikro) Bank Mandiri BTN Bukopin Bank Syariah Mandiri BNI Syariah TOTAL
Plafon (Rp juta) 14,085,347 15,661,184 61,912,781 12,481,392 4,001,870 1,748,494 3,342,178 129,849 113,363,095
Outstanding (Rp juta) 4,701,435 6,458,669 18,425,469 5,904,132 2,140,826 696,731 1,740,551 94,483 40,162,296
Debitur 223,884 92,962 8,470,436 244,993 22,483 11,719 45,856 889 9,113,222
Rata-rata Kredit (Rp juta) 62.9 168.5 7.3 50.9 178.0 149.2 72.9 146.1 12.4
Dari tabel 2. Terlihat bahwa penyaluran KUR oleh BPD sampai bulan Agustus 2013 ini telah mencapai Rp. 12 triliun dengan jumlah UMKMK sebesar 151.704. Rata-rata kredit yang diterima debitur sebesar Rp. 79,1 juta. Bank Jatim dan Bank Jabar Banten merupakan BPD yang menyalurkan KUR terbesar sekitar Rp 3,7 triliun dan Rp 2,73 triliun. Untuk di luar pulau Jawa, Bank Nagari dan Bank Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
9
NPL (%) 4.9 3.4 1.9 4.5 12.4 4.1 7.3 3.8 3.7
Kalbar merupakan Bank Pelaksana terbesar yang menyalurkan KUR masingmasing sebesar Rp. 1,329 triliun dan Rp 332,740 miliar. Sampai bulan Agustus 2013 NPL yang terbentuk dari penyaluran KUR oleh BPD adalah sebesar 7,9%, sehingga diperlukan konsolidasi internal untuk memperbaiki tingkat NPL yang tinggi tersebut. Tabel 2.2 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR BPD (31 Agustus 2013) REALISASI PENYALURAN KUR NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23
BANK Bank Nagari Bank DKI Bank Jabar Banten Bank Jateng Bank DIY Bank Jatim Bank NTB Bank Kalbar Bank Kalteng Bank Kalsel Bank Sulut Bank Maluku Bank Papua Bank Aceh Bank Sumut Bank Riau Kepri Bank Jambi Bank Sumsel Babel Bank Bengkulu Bank Lampung Bank BPD Bali Bank NTT Bank Kaltim
24 Bank Sulteng 25 Bank Sultra 26 Sulselbar TOTAL TOTAL BPD LAMA TOTAL BPD BARU
Plafon
Outstanding
Debitur
(Rp juta) 1,329,700 313,460 2,732,746 1,522,806 79,490 3,706,010 134,491 332,740 132,860 308,965 53,095 173,428 230,284 67,459 181,639 34,800 36,483 73,499 23,717 125,899 85,433 26,015 239,673
(Rp juta) 651,105 223,017 1,091,814 672,737 28,959 1,407,830 78,396 213,714 85,553 213,835 33,675 83,448 167,997 57,353 157,044 28,306 30,546 61,210 19,700 106,431 61,774 22,828 171,673
38,641 2,212 22,704 22,880 819 35,355 1,810 2,175 2,471 3,432 1,948 4,137 2,974 751 1,522 328 396 835 231 1,431 904 354 2,779
4,937
4,197
80
37,702 17,275 12,004,605 11,050,074 954,531
27,195 14,766 5,715,105 4,952,081 763,024
391 144 151,704 141,558 10,146
Rata-rata NPL (%) Kredit (Rp juta) 34.4 3.1 141.7 4.2 120.4 10.8 66.6 3.6 97.1 7.2 104.8 16.9 74.3 2.7 153.0 1.4 53.8 5.2 90.0 1.7 27.3 10.5 41.9 6.9 77.4 4.4 89.8 2.1 119.3 1.5 106.1 1.1 92.1 0.6 88.0 0.0 102.7 0.0 88.0 0.0 94.5 0.0 73.5 0.0 86.2 2.5
96.4 120.0 79.1 78.1 94.1
Secara nasional, sampai bulan Agustus 2013, dari tabel 3. di bawah ini terlihat bahwa dari target yang ditetapkan sebesar Rp. 36 triliun KUR sudah mencapai Rp. 27,716 triliun atau 77%. Diharapkan 5 bulan yang tersisa di tahun
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
-
-
10
0.0 0.0 7.9 8.9
2013 Bank pelaksana dapat mencapai target yang telah ditetapkan dengan NPL masing-masing dibawah 5%. Penambahan Bank Pelaksana diharapkan dapat mendorong percepatan penyaluran KUR kepada UMKMK yang visible namun belum bankable. Tabel 2.3 Realisasi dan NPL Penyaluran KUR (31 Agustus 2013) REALISASI PENYALURAN KUR NO
BANK
1 2 3 4 5 6 7 8 9
BNI BRI (KUR Ritel) BRI (KUR Mikro) BANK MANDIRI BTN BUKOPIN BANK SYARIAH MANDIRI BNI SYARIAH BPD TOTAL
Plafon (Rp juta) 14,085,347 15,661,184 61,912,781 12,481,392 4,001,870 1,748,494 3,342,178 129,849 12,004,605 125,367,700
Outstanding (Rp juta) 4,701,435 6,458,669 18,425,469 5,904,132 2,140,826 696,731 1,740,551 94,483 5,715,105 45,877,402
Debitur 223,884 92,962 8,470,436 244,993 22,483 11,719 45,856 889 151,704 9,264,926
Rata-rata Kredit (Rp juta) 62.9 168.5 7.3 50.9 178.0 149.2 72.9 146.1 79.1 13.5
Dilihat dari sisi sektor ekonomi, penyaluran KUR oleh Bank Pelaksana masih didominasi oleh sektor perdagangan. Penyaluran disektor ini mencapai Rp. 71,694 triliun dengan jumlah debitur UMKMK sebesar 6,171 juta debitur. Sektor pertanian menjadi sektor kedua yang terbesar menyerap KUR dari bank pelaksana yaitu sebesar Rp. 20,67 triliun dengan jumlah debitur mencapai 1,37 juta
debitur. Sektor perdagangan menjadi sektor yang
paling
banyak
memanfaatkan dana KUR karena jumlah UMKM sektor perdagangan jumlahnya cukup besar dan kemampuan untuk mengembalian pinjaman pada UMKM sektor perdagangan inti juga sangat baik. Sektor pertanian juga menjadi sektor yang cukup banyak mendapat dana KUR. Ini membuktikan bahwa kedua sektor tersebut merupakan sektor ekonomi yang paling banyak digeluti oleh UMKM.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
11
NPL (%) 4.9 3.4 1.9 4.5 12.4 4.1 7.3 3.8 7.9 4.2
Tabel 2.4 Realisasi KUR Menurut Sektor Ekonomi (31 Agustus 2013)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
SEKTOR EKONOMI Pertanian Perikanan Pertambangan Industri pengolahan Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan Penyediaan akomodasi Transportasi Perantara keuangan usaha persewaan Adm. Pemerintahan Jasa pendidikan Jasa kesehatan Jasa kemasyarakatan Jasa perorangan Badan internasional Lainnya Total
Plafon (Rp juta) 20,675,438 768,053 106,296 3,466,891 64,715 1,965,360 71,694,808 826,287 1,711,559 924,458 5,193,460 9,086 70,140 337,879 3,123,861 90,024 75 14,339,308 125,367,700
TOTAL Outstanding (Rp juta) 8,704,395 226,337 50,751 1,610,621 33,384 670,109 26,291,876 288,909 976,110 363,957 2,567,399 1,433 30,655 107,537 1,224,790 43,068 2,686,070 45,877,402
Debitur 1,375,369 7,268 2,673 173,905 1,677 9,949 6,171,144 31,542 38,706 6,300 254,701 37 410 3,558 104,153 879 1 1,082,654 9,264,926
Dari sebaran wilayahnya, penyerapan KUR masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur dengan plafond masing-masing Rp. 19,4 triliun dan Rp. 18,9 triliun. Jawa Tengah masih merupakan provinsi terbesar yang menyerap KUR dari Bank Pelaksana. Diharapkan dengan adanya BPD dapat meningkatkan penyaluran KUR di luar pulau Jawa. Terkonsentrasinya penyerapan KUR di pulau Jawa tidak dapat dipungkiri karena factor jumlah penduduk yang cukup besar, juga dikarenakan banyak UMKM yang tumbuh dan berkembang di Pulau Jawa. Iklim usaha yang kompetitif di Jawa membuat pelaku usaha UMKM menjadi terdorong untujk mengembangkan usahanya.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
12
Tabel 2.5 Realisasi KUR Menurut Propinsi (31 Agustus 2013)
NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
PROVINSI Nanggroe Aceh Darusalam Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Kepulauan Riau Bangka Belitung DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali NTB NTT Kalimantan Barat Kalimantan Tengah Kalimantan Selatan Kalimantan Timur Sulawesi Utara Sulawesi Tengah Sulawesi Selatan Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua Barat Papua TOTAL
TOTAL (Rp juta) 2,081,745 6,327,140 3,941,251 3,830,020 2,226,226 4,463,741 899,942 2,716,215 906,819 391,077 5,737,216 16,016,509 19,412,883 2,447,451 18,924,056 2,601,219 2,785,984 1,534,318 1,339,393 2,845,038 1,900,006 3,092,273 3,283,879 1,289,843 1,519,952 7,084,829 1,077,919 621,647 668,853 876,280 552,637 671,636 1,299,705 125,367,700
TOTAL Outstanding (Rp juta) 586,694 2,490,227 1,568,415 1,768,867 907,752 1,761,048 334,146 989,084 354,212 152,064 2,317,045 5,501,041 6,265,058 921,412 6,584,795 889,641 1,032,096 528,230 457,248 1,248,096 899,630 1,334,993 1,361,717 510,953 611,866 2,486,486 392,903 174,656 206,872 256,270 189,825 276,869 517,195 45,877,402
Debitur 150,835 380,389 218,718 156,569 129,556 171,743 68,069 215,504 30,794 22,305 222,155 1,309,104 2,174,768 241,168 1,606,785 143,307 213,619 138,967 94,620 107,464 86,721 171,557 156,295 88,020 117,506 508,493 84,631 58,211 47,150 45,683 24,034 22,026 58,160 9,264,926
Sementara itu, Lembaga penyaluran dana pinjaman yang dikelola oleh Kantor Kementrian Koperasi dan UKM yang berada dibawah LPDB (Lembaga Penyalur Dana Bergulir) – UMKM juga cukup banyak menyalurkan dana bergulir kepada UMKM melalui koperasi-koperasi yang dibentuk oleh UMKM itu sendiri. LPDB-UMKM merupakan satuan kerja Kementerian Koperasi dan UKM yang telah menyalurkan dana bergulir pinjaman/pembiayaan kepada mitranya yakni Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
13
koperasi dan UKM sejak awal tahun 2008 hingga 24 Oktober 2013 sebesar Rp 3,9 triliun kepada 501.427 UMKM melalui 2.671 mitra di seluruh Indonesia. Target penyaluran dana bergulir tahun 2013 sebesar Rp 1,9 triliun kepada 109.157 UMKM melalui 768 mitra dan sampai dengan tanggal 24 Oktober 2013 telah terealisasi sebesar Rp 1.2 triliun kepada 140.661 UMKM melalui 852 mitra, sementara yang sedang dalam proses pencairan mencapai Rp 321 miliar. Disisi lain, lembaga pembiayaan juga banyak dimanfaatkan oleh UMKM untuk mengembangkan usahanya seperti Bank Perkreditan Rakyat (BPR), BMT, Modal Ventura, dan lain sebagainya. Tapi pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pembiayaan tersebut tidak terlalu besar. Pembiayaan UMKM masih banyak dilakukan oleh Lembaga Keuangan Perbankan. Hampir 80 persen pembiayaan UMKM dilakukan oleh lembaga keuangan perbankan. Dari hasil pengamatan di lokasi penelitan terlihat bahwa perbankan seperti Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank Danaman dan bank-bank lainya bersaing dengan lembaga pembiayaan non bank untuk menarik nasabah UMKM. Bahkan BPR yang
dulu
banyak
nasabah
yang
antri untuk
meminjam
dana
untuk
pengembangan usahanya, sekarang ini harus “jemput bola” karena persaingan untuk menarik nasabah UMKM semakin kompetitf. 2.4.
Perkembangan UMKM di Indonesia Perkembangan Produk Domestik Bruto dari UMKM selamat 3 tahun
terakhir menunjukkan peningkatan. Berdasarkan data dari kantor Kementrian Koperasi dan UMKM pada tahun 2011 kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 57,94 persen (tabel 2.6). Tahun 2009, kontribusi UMKM terhadap PDB sekitar 56,53 persen. Kondisi tersebut menunjukkan bahwa selama ini UMKM masih menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia dengan memberikan kontribudi PDB lebih besar daripada usaha besar, bahkan dalam 3 tahun terakhir menunjukkan peningkatan kontribusinya terhadap PDB jika dibandingkan dengan usaha besar yang terus mengalami penurunan. Berdasarkan kontribusi secara sektoral, tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian dan perdagangan menjadi tulang punggung bagi UMKM dimana kedua sektor tersebut memberikan kontribusi yang paling besar dalam pembentukan PDB. Besarnya kontribusi kedua sektor tersebut cukup beralasan karena jika dilihat dari karakteristik dan jumlah UMKM yang ada di Indonesia, kedua sektor tersebut sangat dominan dalam jumlah UMKM nya. Sektor ekonomi
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
14
lainnya yang juga memberikan kontribusi yang cukup besar adalah sektor industri. Berkembangnya sektor industri dipicu oleh berkembangnya sektor pariwisata yang menyebabkan industri kecil dan menengah ikut berkembang. Permintaan produk-produk kerajinan UMKM meningkat dipasaran baik untuk pasar domestic maupun pasar internasional. Satu hal yang harus menjadi perhatian adalah meskipun kontribusi sektor pertanian dan turunannya
masih cukup besar, tapi ada kecenderungan
kontribusinya menurun setiap tahunnya. Kondisi ini mengindikasikan bahwa pergeseran peran sektor ekonomi dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersisier. Gejala ini menjadi hal yang biasa untuk sebuah negara yang sedang berkembang yang tumbuh untuk menjadi negara yang maju. Tabel 2.6 Produk Domestko Bruto (PDB) UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 (Trilyun rupiah) Sektor Ekonomi
1. Pertanian
2. Pertambangan 3. Industri 4.LGA
Atas Dasar Harga Berlaku
Atas Dasar Harga Konstan
Pangsa (%)
2009
2010
2011
2009
2010
2011
2009
2010
2011
821.49
962.05
1,010.34
283.94
292.11
310.89
15.51
15.85
13.60
UB
36.77
41.97
48.77
11.99
12.29
16.92
0.69
0.69
0.66
UMKM
89.94
102.88
128.47
23.16
24.57
30.5
1.70
1.70
1.73
UB
501.6
564.26
708
157.01
161.86
219.07
9.47
9.30
9.53
UMKM
490.94
567.2
786.3
179.72
186.45
191.55
9.27
9.35
10.59
UB
989.96
1,129.12
1,412.85
390.06
408.86
375.54
18.70
18.61
19.02
UMKM
UMKM
3.29
3.78
6.71
1.27
1.35
2.69
0.06
0.06
0.09
43.53
47.62
40.91
15.86
16.7
28.98
0.82
0.78
0.55
UMKM
203.34
227.25
279.85
52.2
54.55
62.67
3.84
3.74
3.77
UB
351.64
397.61
358.72
88.07
95.51
130.98
6.64
6.55
4.83
UMKM
723
845.41
1,147.60
354.15
384.57
361.71
13.65
13.93
15.45
UB
27.6
30.63
39.32
14.41
16.03
29.41
0.52
0.50
0.53
UMKM
166.06
189.74
220.28
73.82
79.39
99.68
3.14
3.13
2.97
UB
186.34
208.93
254.88
117.8
138
127.5
3.52
3.44
3.43
UMKM
250.67
288.03
329.6
132.66
139.98
161.44
4.73
4.75
4.44
UB
153.45
170.41
239.15
76.18
80.66
73.02
2.90
2.81
3.22
UMKM
244.42
280.05
394.42
111.67
119.58
148.21
4.62
4.61
5.31
10.82
11.8
20.93
5.08
5.45
6.37
0.20
0.19
0.28
PDB UMKM
2,993.15
3,466.39
4,303.57
1,212.60
1,282.57
1,369.33
56.53
57.12
57.94
PDB UB
2,301.71
2,602.37
3,123.51
876.46
935.37
1,007.78
43.47
42.88
42.06
PDB NASIONAL
5,294.86
6,068.76
7,427.09
2,089.06
2,217.95
2,377.11
100.0000
100.00
100.00
UB 5. Bangunan 6. Perdagangan 7. Pengangkutan 8. Keuangan 9. Jasa - Jasa
UB
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
15
Kondisi seperti diatas bisa dilihat dari tabel 2.7 dibawah ini, bahwa jumlah UMKM sektor pertanian paling banyak dibandingkan dengan UMKM sektor lainnya. Hampir 50% UMKM yang ada merupakan UMKM sektor pertanian, sedangkan sektor perdagangan sekitar 29 persen. Meskipun jumlah UMKM sektor pertanian jauh labih banyak daripada sektor perdagangan, tapi dalam hal poenciptaan PDB, UMKM sektor perdangan lebih banyak daripada sektor pertanian. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM sektor perdagangan mampu menciptakan nilai tambah yang lebih besar daripada UMKM sektor pertanian.
Dari tabel 2.7 di bawah ini, hampir 99 persen usaha yang ada di Indonesia merupakan UMKM, sedangkan hanya sekitar 1 persen merupakan usaha besar. Tapi jika dilihat dari penciptaan PDB nya ternyata usaha besar relatife lebih besar daipada UMKM. Ini bisa dilihat dengan hanya 1 persen, usaha besar mampun menciptakan PDB sekitar 42 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu memberikan kontribusi PDB sekitar 58 persen. Ini menunjukkkan bahwa sebenarnya UMKM sendiri masih mempunyai peluang dan potensi yang cukup besar untuk meningkatkan usahanya sehingga kontribusi terhadap PDB juga akan semakin besar.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
16
Tabel 2.7 Jumlah UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011 Sektor Ekonomi
Unit
1. Pertanian
UMKM UB
2. Pertambangan
UMKM UB
3. Industri
UMKM UB
4.LGA
UMKM UB
5. Bangunan
UMKM UB
6. Perdagangan
UMKM UB
7. Pengangkutan
UMKM UB
8. Keuangan
UMKM UB
9. Jasa - Jasa
UMKM UB
Jumlah UMKM Jumlah UB Total
Persentase
2009
2010
2011
2009
2010
2011
26,369,299
26,685,710
26,967,963
49.971
49.575
48.845
528
524
754
0.001
0.001
0.001
271,929
276,861
294,448
0.515
0.514
0.533
84
88
78
0.000
0.000
0.000
3,268,496
3,423,078
3,538,070
6.194
6.359
6.408
1,178
1,223
928
0.002
0.002
0.002
11,720
12,852
13,903
0.022
0.024
0.025
122
120
231
0.000
0.000
0.000
553,698
570,640
869,080
1.049
1.060
1.574
256
268
417
0.000
0.000
0.001
15,533,964
15,910,964
15,918,251
29.438
29.559
28.831
1,303
1,351
1,195
0.002
0.003
0.002
3,408,343
3,487,691
3,799,460
6.459
6.479
6.882
346
363
447
0.001
0.001
0.001
1,060,386
1,115,742
1,308,035
2.009
2.073
2.369
644
673
794
0.001
0.001
0.001
2,286,768
2,340,194
2,497,235
4.334
4.347
4.523
216
228
109
0.000
0.000
0.000
52,764,603
53,823,732
55,206,444
99.991
99.991
99.991
4,677
4,838
4,952
0.009
0.009
0.009
52,769,280
53,828,569
55,211,396
100.000
100.000
100.000
Sumber : Kantor Kementrian Koperasi dan UMKM 2012
Jika dilihat dari penyerapan tenaga kerja, UMKM mampu menyerap tenaga kerja jauh lebih besar daripada Usaha Besar. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sekitar 97 persen dari tenaga kerja Indonesia sedang usaha besar hanya mamp;u menyerap tenaga kerja 3 persen. Kondisi ini menunjukkan bahwa UMKM
memberikan
kontribusi
yang
cukup
besar
dalam
mengatasi
pengangguran. Besarnya penyerapan tenaga kerja UMKM tersebut tidak terlepas dari besarnya kontribusi UMKM sektor pertanian, perdagangan dan industri yang merupakan tiga sektor utama dari UMKM di Indonesia. Sektor pertanian menjadi sektor ekonomi yang paling banyak menyerap tenaga kerja yaitu sekitar 41
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
17
persen pada tahun 2011, sedangkan sektor perdagangan menyerap tenaga kerja sekitar 21 persen, dan sektor industri menyerap tenaga kerja sekitar 11,3 persen. Tabel 2.8 Penyerapan Tenaga Kerja UMKM dan UB Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 - 2011
Sektor Ekonomi
Unit 2009
1. Pertanian
UMKM UB
2. Pertambangan
UMKM UB
3. Industri
UMKM UB
4.LGA
UMKM UB
5. Bangunan
UMKM UB
6. Perdagangan
UMKM UB
7. Pengangkutan
UMKM UB
8. Keuangan
UMKM UB
9. Jasa - Jasa
UMKM UB
Jumlah UMKM Jumlah UB Total
2010
Persentase 2011
2009
2010
2011
42,560,349
85,129,370
43,081,018
43.040
42.804
41.181
469,150
479,898
592,243
0.474
0.241
0.566
1,046,418
2,185,727
1,343,488
1.058
1.099
1.284
93,077
119,268
139,985
0.094
0.060
0.134
11,037,496
21,672,804
11,877,631
11.162
10.897
11.354
1,577,944
1,656,837
1,471,635
1.596
0.833
1.407
140,149.000
241,805.000
169,324.000
0.142
0.122
0.162
69,292
82,534
118,449
0.070
0.041
0.113
4,447,683
8,959,049
5,379,986
4.498
4.505
5.143
163,012
162,959
184,852
0.165
0.082
0.177
21,734,462
45,277,463
22,108,306
21.979
22.766
21.133
102,306
110,317
139,985
0.103
0.055
0.134
5,867,732
12,160,549
7,067,798
5.934
6.114
6.756
79,941
97,063
86,144
0.081
0.049
0.082
1,414,875
2,959,219
1,913,270
1.431
1.488
1.829
69,723
74,892
111,270
0.071
0.038
0.106
7,962,167
17,457,712
8,781,638
8.052
8.778
8.394
50,227
55,940.0
46,662
0.051
0.028
0.045
96,211,332
196,043,698
101,722,458
97.295
98.572
97.236
2,674,671
2,839,711
2,891,224
2.705
1.428
2.764
98,886,003
198,883,409
104,613,681
100.000
100.000
100.000
Berdasarkan penciptaan investasi, pada tahun 2011 UMKM mampu menciptakan investasi lebih besar dari pada usaha besar meskipun tidak terlalu besar perbedaannya. Ini menjadi hal yang membanggakan karena pada tahun tahun sebelumya usaha besar mampu menciptakan investasi lebih besar dari UMKM. Meski jika dianalisis lebih dalam, ternyata usaha besar dengan hanya
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
18
sekitar 1 persen jumlah usahanya ternyata mampu menciptakan investasi sekitar 49 persen, sedangkan UMKM yang jumlahnya hampir 99 persen hanya mampu menciptakan investasi sebesar 51 persen. Ini menunjukkan bahwa usaha besar merupakan usaha yang cenderung padat modal, sedangkan UMKM merupakan usaha yang cenderung padat karya. Investasi pada usaha besar lebih banyak di sektor pertambangan, industri, LGA, keuangan juga sektor pengankuktan dan jasa-jasa. Untuk UMKM, investasi lebih banyak di sektor pertanian, perdaganganm pengangkutan, keuangan dan jasa-jasa.
Tabel 2.9 Investasi UMKM dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2009 – 2011 ( Juta rupiah) Sektor Ekonomi 1. Pertanian 2. Pertambangan 3. Industri
2009
2011
UMKM
31.291.773
35.220.766
36.220.476
UB
16.364.962
19.084.277
19.130.346
2.015.532
2.421.623
2.474.554
UB
43.028.540
52.624.512
28.095.307
UMKM
82.276.924
90.154.286
131.256.593
134.546.938
157.586.561
157.829.395
UMKM
UB 4.LGA
2010
UMKM
5.058.514
6.513.398
6.807.290
131.166.289
151.497.733
153.321.959
UMKM
11.516.987
14.144.619
14.660.874
UB
11.295.063
13.878.150
14.477.825
164.964.536
13.878.150
209.682.786
45.897.778
202.317.470
59.252.877
UMKM
224.436.884
274.393.393
282.355.256
UB
199.956.484
239.813.789
243.330.259
UMKM
125.658.367
155.248.420
158.388.009
UB
143.662.008
183.394.173
190.950.013
UMKM
134.137.436
146.703.481
150.359.365
81.227.818
121.325.445
124.128.063
Jumlah UKM
781.356.953
927.117.456
992.205.203
Jumlah UB
807.145.880
996.319.743
990.516.043
1.588.502.833
1.923.437.199
1.982.721.246
UB 5. Bangunan 6. Perdagangan
UMKM UB
7. Pengangkutan 8. Keuangan 9. Jasa - Jasa
UB
Jumlah
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
19
2.5.
Permasalahan dalam Pembiayaan UMKM Selain berbagai peluang pembiayaan seperti dijelaskan diatas, pada
kenyataannya perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan UKM. Kondisi infrastruktur dan kelembagaan lembaga pembiayaan UMKM secara ringkas terlihat dalam Tabel dibawah ini
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
20
Tabel 2.10 Kondisi Infrastruktur dan Kelembagaan Lembaga Pembiayaan UMKM Kondisi Infrastruktur
Lembaga
dan Kelembagaan
Bank
Lembaga Pembiayaan
Koperasi
Pembiayaan UMKM Lainnya
UMKM Regulasi
UU
tentang
Perbankan
UU
tentang
Koperasi Menteri Koperasi
Tidak ada
Regulator
Bank Indonesia
Pembinaan
Bank Indonesia
Penjaminan
Pemerintah
Tidak ada
Tidak ada
Likuiditas
Bank Indonesia
Tidak ada
Tidak ada
& UKM Menteri Koperasi & UKM
Bank Indonesia – Rating
Tingkat
& UKM
Kesehatan Asosiasi
Perbarindo Asbisindo
Menteri Koperasi
–
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Induk Koperasi –
PINBUK/Credit
Pusat Koperasi
Union
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
Selain masalah eksternal di atas, LKM juga dihadapkan masalah internal yang menyangkut aspek operasional dan pemberdayaan usaha. Masalah pertama menyangkut kemampuan LKM dalam menghimpun dana, sebagian besar LKM masih terbatas kemampuannya karena masih bergantung sedikit banyaknya anggota atau besaran modal sendiri. Kemampuan SDM LKM dalam mengelola usaha sebagian besar masih terbatas, sehingga dalam jangka panjang akan mempengaruhi perkembangan usaha LKM bahkan dapat menghambat. Ringkasan permasalahan LKM disajikan pada tabel 2.11 di bawah ini.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
21
Tabel 2.11 Potensi dan Permasalahan yang Dihadapi Lembaga Pembiayaan UMKM Potensi dan Permasalahan yang
Lembaga
Dihadapi Lembaga
Bank
Koperasi
Pembiayaan
Keuangan Mikro
Lainnya
Aspek Mengandalkan
Mengandalkan
Kemampuan
tingkat suku bunga
Mengandalkan
menghimpun dana
> rata-rata bank
jumlah anggota
modal sendiri dan anggota
umum Rasio
Loan
Kemampuan
Deposit
menyalurkan dana
to
(LDR),
dan
dan
perlu diperhatikan
usaha
manajemen
beberapa
SDM
operasional
kunci Relatif lebih baik
Kemampuan
dibandingkan bank
menghasilkan laba
umum (ROE dan ROA) Fokus pada usaha perdagangan Masih
perencanaan pelaporan
yang dan
modal
pengalaman
Tergantung
pengalaman
usaha pada
pengurus
Tergantung
pada
pengurus
Tergantung
dari
Tergantung
dari
kemampuan
dan
kemampuan
dan
komitmen anggota
komitmen anggota
Masih terbatas
Masih terbatas
Masih kurang
Masih kurang
beragam,
khususnya Kemampuan
karena
namun kualitasnya
pada
dan akses pasar
Terbatas
kemampuan SDM
Tergantung
jaringan
karena
kemampuan SDM
Kemampuan
Kemampuan
Terbatas
BPR
mempunyai terbatas
dan
yang
beroperasi di luar Jawa dan Bali
Sumber : Didin Wahyudin, Key Succes Factors In MicroFinancing, paper pada Diskusi Panel Microfinance Revolution: “Future Perspective for Indonesian Market”, Jakarta, 7 Desember 2004
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
22
2.6.
Kebijakan Pembiayaan UMKM Untuk mendorong perkembangan UMKM supaya bisa tumbuh dan
berkembang
dan
menjadi
pendorong
utama
perekonomian
Indonesia,
pemerintah Indonesia sudah banyak mengambil kebijakan baik melalui sektor perbankan ataupun melalui instansi terkait. Selain berbagai peluang diatas, perkembangan LKM masih dihadapkan pada berbagai kendala baik hambatan internal LKM maupun kondisi eksternal LKM yang kurang kondusif. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh LKM adalah aspek kelembagaan, yang antara lain mengakibatkan bentuk LKM beraneka ragam. BRI dan BPR sebagai bagian dari lembaga pembiayaan secara kelembagaan lebih jelas karena mengacu pada ketentuan perbankan dengan pembinaan dari bank Indonesia, sehingga lembaga pembiayaan UKMK jenis ini lebih terarah bahkan terjamin kepercayaannya karena merupakan bagian dari kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan berhak mendapat fasiliotas dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Sedangkan pada lembaga pembiayaan yang berbentuk koperasi simpan pinjam atau unit simpan pinjam, segala ketentuan operasional dan arah pengembangannya mengikuti ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bahkan, bagi lembaga lainnya yang berbentuk Bank Kredit Desa, LDKP, credit union maupun lembaga non pemerintah lainnya tidak jelas kelembagaan dan pembinaannya. Padahal, fungsi lembaga pembiayaan UMKM tidak berbeda dengan lembaga perbankan formal dalam hal sebagai lembaga intermediasi keuangan, yang didalamnya juga mengemban kepercayaan dari nasabah atau anggota yang menempatkan dananya. Kondisi kelembagaan yang beragam dan tidak jelas tersebut, akan dapat mempersulit pengembangan lembaga pembiayaan UMKM di masa mendatang. Padahal secara fakta lembaga ini mempunyai peranan yang signifikan dalam mendukung perkembangan UKM.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
23
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.
Kerangka Pemikiran Modal merupakan salah satu kunci penting dalam melakukan kegiatan
bisnis, tanpa adanya modal yang cukup, maka bisnis tidak dapat berjalan dengan baik. Bahkan terkadang kecukupan modal merupakan syarat mutlak bagi sebuah bisnis – baik bisnis besar maupun kecil – agar dapat memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Demikian halnya dengan usaha kecil, menengah dan mikro (UMKM),
untuk
dapat
membangun,
menjalankan
dan
mengembangkan
usahanya, UMKM memerlukan modal tertentu. Masalah permodalan memang merupakan masalah klasik bagi UMKM, tetapi masalah ini kerapkali muncul bahkan menjadi salah satu penyebab kegagalan usaha yang dilakukan. Untuk mencukupi modal yang dibutuhkan, pemerintah melalui program kerjanya
berupaya membantu dengan menetapkan berbagai kebijakan yang
berpihak pada UMKM. Kebijakan tersebut dibuat dengan tujuan memberi kesempatan kepada UMKM untuk dapat bertahan dan mengembangkan usahanya. Pemberian modal melalui pemerintah diberikan dalam bentuk pinjaman lunak (soft loan) bagi UMKM. Pemerintah bekerja sama dengan seluruh instansi keuangan seperti lembaga keuangan bank, lembaga keuangan non bank, perusahaan BUMN, lembaga swadaya masyarakat dan koperasi, membuka kesempatan bagi UMKM untuk meminjam dengan bunga yang rendah. Wujud dari keseriusan pemerintah menangani permasalahan ini adalah dengan mewajibkan setiap bank umum untuk memberikan kredit modal kerja pada UMKM minimal sebesar 20% dari total pembiayaan bank tersebut. Program ini akan dijalan secara bertahap hingga tahun 2018. Demikian halnya dengan perusahaan BUMN yang wajib menganggarkan program pembinaan lingkungan minimal 2% dari laba bersih. Program untuk membantu UMKM dalam hal permodalan tidak hanya dilakukan oleh pemerintah tetapi juga oleh lembaga swadaya masyarakat seperti koperasi simpan pinjam, LSM microfinance, dan sebagainya. Banyaknya lembaga yang memberikan pembiayaan kepada UMKM seharusnya dapat menyelesaikan atau meminimalisir permasalahan UMKM seputar permodalan atau pembiayaan. Tetapi, pembiayaan yang diperoleh dari lembaga pembiayan tersebut, belum tentu dapat dipergunakan secara optimal oleh UMKM untuk
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
24
menjalankan dan mengembangkan usahanya. Untuk itu tetap diperlukan peranan lembaga pembiayaan selain sebagai sarana penyedia dana, juga sebagai fasilitator usaha misalnya dalam bidang manajemen, pasar dan pemasaran serta keuangan. Peranan sebagai sarana penyedia dana, akan lebih mudah dijalankan bila dibandingkan dengan peran sebagai fasilitator bagi UMKM. Untuk itu kegiatan ini akan melihat bagaimana peran lembaga pembiayaan dalam mengembangkan UMKM.
3.2.
Pendekatan Penelitian Pendekatan merupakan seperangkat asumsi, keyakinan, modal dan teknik
yang terintegrasi dalam rangka pengumpulan dan analisis data. Pendekatan penelitian merupakan cara peneliti melihat dan mempelajari suatu gejala atau realitas yang didasarkan pada asumsi dasar dari ilmu sosial (Neuman, 2000). Kegiatan analisis ini menggunakan pendekatan metode gabungan (mixed method). Mixed method merupakan metode yang menggabungkan pendekatan kuantitatif dan kualitatif di dalam penelitian. Penggunaan pendekatan ini untuk melihat peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UKM secara keseluruhan, yang tidak mungkin didapat jika hanya menggunakan pendekatan kuantitatif murni atau pendekatan kualitatif murni. Mixed method dapat mengurangi bias yang terdapat pada satu pendekatan dengan menggunakan pendekatan
lainnya
(Cresswell,
2003:15).
Hasil
yang
didapat
dengan
menggunakan satu pendekatan dapat membantu untuk mengembangkan atau memberikan informasi tambahan pada pendekatan lainnya, dengan demikian diharapkan hasil yang didapatkan mendekati kondisi yang sebenarnya. Prosedur yang digunakan dalam pendekatan ini adalah concurrent procedures (prosedur bersamaan).
Peneliti menggabungkan data kualitatif dan
kuantitatif untuk mendapatkan analisis secara komprehensif. Dalam hal ini peneliti melakukan pengumpulan data secara bersamaan dan menyatukan informasi yang didapat dalam suatu intepretasi secara holistik (Cresswell, 2003:16). Penelitian kuantitatif untuk menjelaskan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan usaha yang dimilikinya berdasarkan sudut pandang UMKM. Sehingga diharapkan bagaimana peran lembaga pembiayaan saat ini dan peran lembaga pembiayaan yang diharapkan oleh UMKM. Pendekatan kualitatif digunakan untuk mengeksplorasi peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut pandang pemerintah daerah, lembaga pembiayaan dan pengelola tempat perdagangan di daerah. Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
25
Kedua pendekatan
ini diharapkan dapat memberikan
informasi secara
komprehensif mengenai peran lembaga pembiayaan yang diharapkan dapat mengoptimalkan peran itu sendiri.
3.3.
Jenis Penelitian Neuman (2000) mengatakan jenis penelitian dapat dilihat dari tiga aspek
yaitu aspek tujuan, manfaat, dimensi waktu. Jika dilihat dari aspek tujuan, penelitian ini dapat dikategorikan dalam penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif menyajikan gambaran yang detil dari suatu situasi, fenomena sosial atau hubungan. Hasil yang diharapkan dalam penelitian deskriptif adalah gambaran yang detil dari unit analisis. Analisis ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.
Selain itu, penelitian ini
akan menguraikan permasalahan yang timbul baik dari UMKM, lembaga pembiayaan dan pemerintah (dinas dan pengelola tempat perdagangan) terkait dengan optimalisasi peran lembaga pembiayaan. Berdasarkan manfaatnya, penelitian ini merupakan penelitian terapan karena mencoba menyelesaikan masalah tertentu secara spesifik. Penelitian terapan bertujuan untuk dapat memecahkan masalah dan menghasilkan rekomendasi bagi masalah-masalah tertentu (Neuman, 2000). Berdasarkan dimensi waktu, penelitian yang dilakukan merupakan cross sectional research, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu dan hanya mengambil satu bagian dari fenomena (gejala) sosial pada satu waktu tertentu (Neuman, 2000). Penelitian dilakukan pada bulan Oktober 2013 yang mengambil lokasi di Bandung dan Yogyakarta. Peneliti tidak melakukan penelitian lain di waktu yang berbeda di tempat yang berbeda untuk diperbandingkan.
3.4.
Jenis Data dan Sumber Data Jenis data dibedakan menjadi dua yaitu berdasarkan sumber dan sifat.
Berdasarkan sumber, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari sumbernya. Sumber data primer adalah: a. UMKM di bidang perdagangan Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
26
b. Pemerintah Daerah yang meliputi: 1) Dinas Perindagkop & UMKM Provinsi dan Kota 2) Pengelola Pasar c. Lembaga Pembiayaan Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dan data telah diolah dari berbagai sumber (Sekaran, 2000). Sumber data sekunder adalah: a. Jurnal dan laporan penelitian b. Peraturan perundang-undangan c. Kota Dalam Angka 2011 d. Laporan Kredit UMKM BI 2012 – triwulan I 2013, e. Laporan kegiatan PKBL Kementerian BUMN, dan lain-lain.
3.5.
Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu: a. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan untuk mengumpulkan data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Pengumpulan data sekunder ini dilakukan melalui buku-buku, jurnal, terbitan berkala, situs internet, peraturan perundang-undangan dan lainya. Peneliti akan melakukan reviu terhadap data sekunder yang diperoleh kemudian diolah sehingga memberikan informasi yang menyeluruh terkait peran yang seharusnya dilakukan, belum dilakukan, telah dilakukan dan akan dilakukan oleh lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM.
b. Studi Lapangan Studi lapangan digunakan untuk mengumpulkan data primer dengan cara: 1) Survei Survei
dalam penelitian ini digunakan untuk mendapatkan
informasi dari para UMKM yang telah mendapatkan bantuan pembiayaan dari lembaga pembiayaan. Survei ini dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada para UMKM di lokasi penelitian. Kuesioner yang diberikan merupakan kuesioner tipe Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
27
self-administered questionnaires. Tipe kuesioner ini meminta responden untuk menjawab sendiri kuesioner yang diberikan oleh peneliti. Kuesioner terdiri dari empat bagian yang terdiri empat bagian. Pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner merupakan urutan pertanyaan yang berasal dari operasionalisasi konsep. Pertanyaan yang diberikan adalah pertanyaan tertutup (closeended question) dan pertanyaan terbuka (open-ended question). 2) Wawancara Mendalam Pengumpulan data primer juga dilakukan dengan menggunakan wawancara
mendalam.
Teknik
ini
digunakan
untuk
mengeksplorasi informasi yang terkait dengan peran lembaga pembiayaan
dalam
pengembangan
UMKM.
Wawancara
mendalam dilakukan pada pemangku kepentingan dari instansi terkait. Informan yang akan diwawancara adalah : a) UMKM di bidang perdagangan yang telah menerima bantuan pembiayaan b) Pemerintah Daerah (Dinas dan Unit yang terkait dengan bidang perdagangan) c) Lembaga pembiayaan
3.6.
Populasi dan Sampel Unit analisis dari penelitian ini adalah UMKM dan Lembaga pembiayaan
yang berada di lokasi penelitian. Populasi merupakan keseluruhan kelompok orang, peristiwa atau hal-hal menarik yang ingin diteliti dan dibuat kesimpulan oleh peneliti (Sekaran, 2011). Populasi penelitian ini adalah UMKM dan lembaga pembiayaan di lokasi penelitian. Dengan memperhitungkan keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini terkait dengan waktu, pendanaan dan tenaga, maka dianggap perlu untuk mengambil sampel yang merupakan representasi dari populasi. Sampel adalah sebagian subset dari populasi. Sampel terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Dengan mempelajari sampel, peneliti dapat menarik kesimpulan yang akan digeneralisasikan untuk populasi yang diminati (Sekaran, 2011). Untuk unit analisis UMKM, Penelitian ini akan mengambil 30 UMKM dari setiap lokasi penelitian yang terdiri dari 30% dari jumlah sampel adalah pedagang grosir dan 70% dari jumlah sampel adalah pedagang ritel.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
28
Oleh karena tidak adanya kerangka sampel dalam penelitian ini, maka pemilihan responden UMKM menggunakan convenience sampling (Cooper, 2011). Teknik ini merupakan teknik yang paling mudah dan murah digunakan oleh para peneliti untuk melakukan penelitian. Peneliti bebas menentukan responden yang akan diminta untuk mengisi kuesioner. Untuk unit analisis lembaga pembiayaan, penelitian akan mengambil sampel 1 lembaga dari setiap jenis lembaga pembiayaan yang terdapat di lokasi penelitian. Pengambilan 1 sampel ini dianggap merepresentasikan populasi lembaga pembiayaan yang terdapat pada lokasi penelitian.
3.7.
Teknik Analisis Data Data primer dan sekunder yang sudah terkumpul, secara simultan akan
dianalisis sebagai berikut: a. Salah satu instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Analisis data kuesioner dilakukan dengan: 1) Analisis statistik deskriptif Analisis ini dilakukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan data yang
telah
terkumpul.
Analisis
data
awal
dilakukan
dengan
menggolongkan, mengurutkan dan menyederhanakan data sehingga muda dibaca dan diinterpretasikan. Bentuk intepretasi tersebut biasanya dapat berupa tabel frekuensi, grafik dan teks. Dalam penelitian ini, analisis statistik deskriptif akan memberikan uraian mengenai identitas responden dan bagaimana penilaian responden terhadap peran lembaga pembiayaan sebagai sarana penyedia dana dan
fasilitator.
Hasil
analisis
deskriptif
dalam
penelitian
ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) rangkuman statistik yang menunjukkan
identitas
atau
karakteristik
responden
dan
(2)
rangkuman yang menunjukkan ukuran pemusatan yang merupakan penilaian responden terhadap pertanyaan yang diajukan. 2) Uji validitas dan realibilitas Data primer yang diperoleh melalui kuesioner perlu dilakukan pengujian (pre-test), karena seringkali data tersebut tidak sesuai dengan yang diinginkan. Dari pengujian data ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas data yang hendak diolah dan dianalisis. Pengujian yang dilakukan adalah uji validitas dan uji reliabilitas. Melalui hasil pengujian tersebut, dapat diketahui indikator-indikator Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
29
mana saja yang tidak signifikan, dan kemudian akan dihilangkan dari pertanyaan dalam kuesioner. Uji validitas pada penelitian ini menggunakan uji korelasi pearson dengan menggunakan nilai r min 0,500. Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi suatu indikator, sedangkan validitas berkaitan dengan ketepatan penggunaan indikator untuk menjelaskan arti variabel yang sedang diteliti. Suatu perangkat ukur dapat konsisten, namun tidak tepat. Tatapi, agar sebuah perangkat ukur dapat dianggap tepat, ia selalu harus konsisten. Kaitan antara validitas dan reliabilitas adalah: (1) perangkat ukur yang reliabel belum tentu valid, (2) perangkat ukur yang valid sudah tentu reliabel, dan (3) perangkat ukur yang tidak reliabel sudah tentu tidak valid (Neuman, 2000). Uji realibilitas dalam penelitian ini menggunakan pengukuran alpha cronbach dengan nilai minimum sebesar 0,600.
b. Sedangkan untuk wawancara mendalam, akan dilakukan analisis data sebagai berikut: 1) Analisis transkrip wawancara dan catatan lapangan yang kemudian dikategorisasikan dalam rangka penyederhanaan informasi yang didapat. Kemudian dilakukan penyimpulan sementara yang akan digabungkan dengan informasi lainnya.
Analisis ini digunakan
sebagai informasi tambahan yang melengkapi informasi yang diperoleh dari kuesioner. 2) Untuk menguji validitas dari data yang didapatkan, digunakan teknik triangulasi. Teknik triangulasi dilakukan untuk memeriksa keabsahan data dengan melakukan pemeriksaan kembali antara satu sumber dengan sumber lainnya.
c. Reviu kebijakan dilakukan dengan menggunakan analisis kualitatif yaitu analisis uang dilakukan dengan memahami dan merangkai data yang diperoleh dan disusun sistematis kemudian ditarik kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir yang mendasarkan pada hal-hal yang bersifat umum kemudian ditarik kesimpulan secara khusus.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
30
d. Hasil dari analisis kuesioner, wawancara mendalam dan reviu kebijakan kemudian diintegrasikan menjadi suatu informasi yang komprehensif yang menggambarkan peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Berdasarkan hasil ini kemudian disusun rekomendasi yang bertujuam untuk mengoptimalkan peran lembaga pembiayaan yang ada.
3.8.
Operasionalisasi Konsep Konsep dalam penelitian ini adalah peran lembaga pembiayaan dalam
pengembangan UMKM. Konsep ini kemudian diturunkan menjadi empat variabel yang akan diukur dan diobservasi dalam penelitian ini yaitu sarana penyedia dana, fasilitator manajemen, fasilitator pasar dan pemasaran dan fasilitator keuangan. Operasionalisasi dari konsep dapat dilihat pada tabel 3.1. berikut. Tabel 3.1 Operasionalisasi Konsep
Variabel
Sarana Penyediaan Dana
Fasilitator
Pengertian
Sarana penyediaan dana adalah sumbersumber yang dapat diakses oleh UMKM untuk mendapatkan pembiayaan bagi pengembangan usahanya
Fasilitator Manajemen
No
Indikator
Skala
1
Jumlah Modal Yang Dibutuhkan
Nominal
2
Sumber Modal
Nominal
3
Sumber-sumber Pembiayaan
Nominal
4
Faktor yang mempengaruhi pemilihan sumber pembiayaan
Nominal
5
Agunan
Nominal
6
Jangka Waktu Pinjaman
Nominal
7
Suku bunga Pinjaman
Nominal
8
Penggunaan Pinjaman
Nominal
9
Pembayaran Pinjaman
Nominal
10
Kesulitan dalam Pengembalian Pinjaman
Ordinal
11
Akses informasi
Ordinal
1
Pengurusan Izin Usaha
Interval
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
31
Variabel
Pengertian
Manajemen
adalah Lembaga pembiayaan mendampingi dan membantu UKM dalam hal manajemen
Fasilitator Pasar
dan
Pemasaran
Fasilitator Keuangan
Fasilitator Pasar dan Pemasaran adalah Lembaga pembiayaan mendampingi dan membantu UMKM memperluas pasar dan pemasaran Produknya Fasilitator Keuangan adalah Lembaga pembiayaan membantu UMKM dalam mengelola keuangan lebih efektif
No
Indikator
Skala
2
Pengurusan Kredit/Pinjaman
Interval
3
Pelatihan pengelolaan SDM
Interval
4
Pelatihan penggunaan IT
Interval
5
Manajemen Usaha lebih bagus
Inteval
6
Pembuatan Rencana Bisnis
Interval
1
Pencarian Pelanggan
Interval
2
Penyertaan dalam pameran
Interval
3
Promosi pada pihak lain
Interval
4
Penyediaan tempat usaha
Interval
5
Pendampingan Inovasi Produk
Interval
1
Pembuatan Pembukuan
Interval
2
Pembuatan Laporan Keuangan
Interval
3
Pelatihan Perpajakan
Interval
4
Pendampingan pengelolaan Dana pinjaman
Interval
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
32
BAB IV
ANALISIS PERAN LEMBAGA PEMBIAYAAN DALAM PENGEMBANGAN UMKM
4.1.
Program Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan
4.1.1. Kebijakan Pemerintah Terkait Dengan Pengembangan UMKM Melalui Lembaga Pembiayaan Pemerintah baik pusat maupun daerah berupaya selalu memberikan dukungan kepada UMKM untuk mewujudkan UMKM yang mandiri dan tangguh. Pemerintah mengharapkan UMKM yang mandiri dan tangguh dapat berkembang dan mendorong perekonomian regional dan nasional. Dukungan terhadap UMKM ini tidak hanya dilakukan oleh satu atau dua lembaga Kementerian saja, melainkan berbagai lembaga, seperti Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Bappenas. Tidak terbatas hanya pada lembaga kementerian, dukungan kepada UMKM juga diberikan oleh lembaga non kementerian seperti Bank Indonesia, BUMN dan lembaga keuangan non bank. Berbagai wujud dukungan diberikan kepada UMKM seperti pembinaan, pendampingan dan pemberian pembiayaan. Terkait dengan dukungan pembiayaan, pemerintah selalu berusaha menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan akses pembiayaan dari instansi atau lembaga keuangan baik bank maupun non bank. Fasilitasi ini meliputi subsidi bunga kredit perbankan, penjaminan lembaga non bank, modal ventura, pembiayaan dari penyisihan laba BUMN, hibah dan lainnya.
4.1.2. Kebijakan Pengembangan UMKM Sektor Perdagangan Melalui Lembaga Pembiayaan Bank Seperti yang telah dikemukakan di atas, pemerintah bersama dengan instansi terkait
- dalam hal ini perbankan -
melakukan koordinasi untuk
memberikan solusi atas permasalahan UMKM di bidang permodalan. Adapun kebijakan pembiayaan melalui lembaga pembiayaan bank, antara lain: a. Kredit Usaha Rakyat Pada tahun 2007, pemerintah menggulirkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang bertujuan untuk mendorong peningkatan akses UMKM dan koperasi kepada pembiayaan dari perbankan melalui peningkatan kapasitas Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
33
perusahaan penjamin. KUR adalah skema pembiayaan yang diperuntukkan khusus bagi UMKM dan koperasi yang usahanya layak namun tidak mempunyai agunan
yang
cukup
sesuai
persyaratan
yang
ditetapkan
perbankan
(www.depkop.go.id , 2013). Melalui KUR ini diharapkan permasalahan agunan yang menghambar UMKM mendapatkan pinjaman dari perbankan dapat teratasi. Program KUR merupakan tindaklanjut dari penandatanganan MOU pada tanggal 9 Oktober 2008 tentang Penjaminan Kredit/Pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi antara Pemerintah (Menteri Negara Koperasi dan UKM, Menteri Keuangan, Menteri Pertanian, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perindustrian, Perusahaan Penjamin - perum Sarana Pengembangan Usaha dan PT. Asuransi Kredit Indonesia) dan Perbankan (Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Bukopin, dan Bank Syariah Mandiri). KUR ini didukung oleh Kementerian Negara BUMN, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian serta Bank Indonesia (www.depkop.go.id, 2013). Kementerian tersebut di atas sekaligus menjadi instansi pembina, bank pelaksana dan perusahaan penjamin program KUR. Pada perkembangannya, bank pelaksana KUR ditambah 13 BPD yaitu Bank DKI, Bank Nagari, Bank Jabar Banten, Bank Jateng, BPD DIY, Bank Jatim, Bank NTB, Bank Kalbar, BPD Kalsel, Bank Kalteng, Bank Sulut, Bank Maluku dan Bank Papua. KUR memiliki skema kredit dengan maksimal Rp. 500 juta per debitur dengan bunga maksimal 16% per tahun (efektif). Peran pemerintah dalam KUR adalah sebagai penyedia dana subsidi bunga kredit perbankan, sedangkan dana penyaluran pembiayaan 100% dari bank pelaksana. Untuk risiko kredit macet yang akan dihadapi oleh perbankan, terjadi pembagian risiko antara bank pelaksana
dengan
perusahaan
penjaminan.
Perusahaan
penjaminan
menanggung 70% dan bank pelaksana 30%. Meskipun terdapat perusahaan penjaminan, UMKM dan koperasi tidak dikenakan imbal jasa penjaminan (IJP). KUR diberikan kepada UMKM atau Koperasi yang tidak sedang menerima pembiayaan dari Perbankan dan/atau yang tidak sedang menerima Kredit Program dari Pemerintah, pada saat permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan, yang dibuktikan dengan hasil sistem informasi debitur dikecualikan untuk jenis KPR, KKB, Kartu Kredit dan Kredit Konsumtif lainnya ( www.bi.go.id ). Program KUR terbagi dua yaitu KUR mikro dan KUR ritel. KUR Mikro pada awalnya memiliki plafon maksimal Rp. 5 juta dengan bunga 22% per tahun (efektif), sejak Oktober 2013 KUR mikro memiliki plafon maksimal 20 juta dengan bunga yang sama dengan sebelumnya. Sedangkan KUR Retail memiliki plafon Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
34
maksimal Rp. 500 juta dengan suku bunga 14% per tahun (efektif). Program ini memiliki target realisasi penyaluran dana Rp. 20 trilyun per tahun. Program ini memiliki permasalahan baik dari sisi UMKM maupun dari sisi perbankan. Permasalahan tersebut antara lain (www.bi.go.id, 2013) : 1. Bagi UMKM: Sosialisasi kepada masyarakat masih kurang, suku bunga KUR masih dirasakan cukup tinggi; 2. Bagi Perbankan: keterlambatan pembayaran klaim dari lembaga penjamin, kesulitan mencari debitur yang sesuai dengan kriteria dan persyaratan dan terdapat dispute terhadap beberapa ketentuan KUR.
b. Kebijakan Bank Indonesia Seperti yang telah dikemukakan pada bab II, bahwa pemberlakukan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2004 menjadikan peranan Bank Indonesia dalam pengambangan UMKM menjadi tidak langsung. Pendekatan pengembangan UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia tidak lagi menggunakan pendekatan memberikan subsidi kredit dan bunga murah, melainkan lebih menitikberatkan pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi. Untuk itu kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping UMKM melalui capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Selain itu, berbagai kebijakan dikeluarkan oleh Bank Indoesia untuk mendorong pemberian kredit bagi UMKM. Kebijakan tersebut antara lain: a. Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang pemberian Kredit Usaha Kecil. Kebijakan ini menganjurkan bank menyalurkan sebagian kreditnya kepada usaha kecil b. PBI No. 6/25/PBI/2004 sebagaimana telah diubah oleh PBI No. 12/21/PBI/2010
perihal rencana bisnis bank umum dalam penyaluran
kredit UMKM Setiap bank umum baik konvensional maupun syariah wajib mencantukan realisasi kredit usaha mikro, kecil dan menengah dalam rencana bisnisnya. Hal ini untuk mengetahui komitmen bank dalam merealisasikan kredit untuk UMKM. c. PBI No. 14/22/PBI/2012 tentang pemberian kredit atau pembiayaan oleh bank umum dan bantuan teknis dalam rangka pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
35
Kebijakan ini mewajibkan Bank Umum untuk memberikan Kredit atau pembiayaan kepada UMKM. Jumlah pembiayaan ditetapkan paling rendah 20% dari total kredit yang disalurkan oleh bank tersebut yang dilakukan secara bertahap dari tahun 2013 hingga 2018. Pemberiaan kredit tersebut dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Apabila target ini tidak terpenuhi pada akhir tahun, maka bank umum wajib menyelenggarakan pelatihan kepada UMKM yang tidak sedang dan/atau belum pernah mendapatkan pembiayaan UMKM dengan jumlah paling besar Rp. 10 milyar atau berdasarkan persentase tertentu dari selisih antara rasio pembiayaan UMKM yang wajib dipenuhi. Untuk memperlancar akses pemberian kredit kepada UMKM, Bank Indonesia dapat
memberikan
bantuan
teknis
berupa
penelitian,
pelatihan,
penyediaan informasi dan fasilitasi
4.2.
Perkembangan Pembiayaan UMKM
4.2.1. Lembaga Pembiayaan Bank a. Profile Pembiayaan UMKM di Indonesia Berdasarkan Laporan Perkembangan Kredit UMKM Bank Indonesia Triwulan I tahun 2013, pada triwulan I 2103 net ekspansi kredit UMKM mencapai Rp. 3,4 triliun atau 2,35% dari Rencana Bisnis Bank (RBB) yang sebesar Rp 145 triliun. Realisasi RBB kredit UMKM tersebut lebih rendah bila dibandingkan dengan realisasi total kredit perbankan yang telah mencapai 63,8 triliun. Untuk baki debet kredit UMKM mencapai Rp. 555,6 triliun, tumbuh 15,5% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 15,1% (yoy). Pertumbuhan kredit UMKM terutama terjadi di sektor jasa perorangan yang melayani rumah tangga dan pertanian, perburuan dan kehutanan masing-masing sebesar 43,4% (yoy) dan 43,1% (yoy). Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu 49,2% dan selebihnya kepada kredit usaha kecil 23,9% dan kredit usaha mikro sebesar 20,9%
Gambar 4.1 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
36
Kredit UMKM Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (2013)
Menurut
jenis
penggunaan,
kredit
UMKM
terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 77,4% sedangkan untuk kredit investasi tercatat 22,6% Gambar 4.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar disalurkan oleh kelompok Bank Persero sebanyak Rp 254,3 triliun
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
37
(45,8%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Devisa Rp 196,7 triliun (35,4%) BPD Rp. 53,1 triliun (7,8%), BPR 26,2 triliun. Gambar 4.3 Kredit UMKM Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usah mikro,
kecil dan
menengah
masih
didominasi oleh
sektor
perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor pertanian, perburuan dan kehutanan masing-masing sebesar 49,0%, 10,5% dan 8,5% Gambar 4.4 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013) Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
38
Menurut
lokasi
proyek,
provinsi
DKI
Jakarta
masih
merupakan provinsi dengan pemberian kredit UMKM terbesar (16,3%), diikuti Jawa Barat (13,0%) dan Jawa Timur (13,0%) Gambar 4.5 Kredit UMKM Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
b. Profile Pembiayaan UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah yang diberikan bank umum di Jawa barat pada bulan Oktober 2013 adalah sebesar Rp. 75,6 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha kecil yaitu 48% dan selebihnya kepada kredit usaha menengah 33% dan kredit usaha mikro sebesar 19%
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
39
Gambar 4.6 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (Oktober 2013)
Menurut
jenis
penggunaan,
kredit
UMKM
terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 76% sedangkan untuk kredit investasi tercatat 24%.
Gambar 4.7 Kredit UMKM di Jawa Barat Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp 41,6 triliun (55%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 32,8 triliun (45%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 1,1 triliun (2%)
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
40
Gambar 4.8 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha mikro,
kecil dan
menengah
masih
didominasi oleh
sektor
perdagangan besar dan eceran, industri pengolahan, dan sektor jasa-jasa masing-masing sebesar 56%, 16% dan 8%
Gambar 4.9 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
41
Menurut lokasi proyek, Kota Bandung masih merupakan wilayah dengan pemberian kredit UMKM terbesar (18%), diikuti Kabupaten Bekasi (12%) dan Kota Bandung (13,0%)
Gambar 4.10 Kredit UMKM di Jawa Barat Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
c. Profile Pembiayaan UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Data Statistik Ekonomi dan Keuangan Daerah bulan Oktober tahun 2013 Posisi kredit mikro, kecil dan menengah yang diberikan bank umum di Yogyakarta pada bulan Oktober 2013 adalah sebesar Rp. 8,1 triliun. Menurut klasifikasi usaha, sebagian besar kredit UMKM disalurkan pada kredit usaha menengah yaitu 47% dan selebihnya kepada kredit usaha kecil 33% dan kredit usaha mikro sebesar 20%
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
42
Gambar 4.11 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Klasifikasi Usaha
Sumber : BI (Oktober 2013)
Menurut
jenis
penggunaan,
kredit
UMKM
terutama
disalurkan untuk membiayai kredit modal kerja sebesar 68% sedangkan untuk kredit investasi tercatat 32%
Gambar 4.12 Kredit UMKM di Yogyakarta Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber : BI (2013)
Menurut kelompok bank, kredit UMKM sebagian besar disalurkan oleh kelompok Bank Pemerintah dan BPD sebanyak Rp 5,6 triliun (69,3%), diikuti kelompok Bank Swata Nasional Rp 2,5 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
43
triliun (30,43%), Bank Asing dan Bank Campuran Rp 24,3 miliar (0,3%)
Gambar 4.13 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Kelompok Bank
Sumber : BI (2013)
Menurut sektor ekonomi, penyaluran kredit kepada usaha mikro,
kecil dan
menengah
masih
didominasi oleh
sektor
perdagangan besar dan eceran, jasa-jasa, dan sektor Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan masing-masing sebesar 63%, 10% dan 8% Gambar 4.14 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Sektor Ekonomi
Sumber : BI (2013)
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
44
Menurut lokasi proyek, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan pemberian kredit UMKM terbesar
masing-masing 32%, diikuti Kabupaten Bantul (19%),
Kabupaten Gunung Kidul 10% dan Kabupaten Kulon Progo 7%. Gambar 4.15 Kredit UMKM di Yogyakarta Menurut Lokasi Proyek
Sumber : BI (2013)
4.3.
Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM di Provinsi Jawa Barat dan Yogyakarta Analisis Peran Lembaga Pembiayaan dalam Pengembangan UMKM
dilakukan di 2 (dua) daerah penelitian, yaitu Provinsi DI Yogyakarta dan Jawa Barat. Pemilihan daerah didasarkan dengan pertimbangan bahwa lokasi kajian merupakan daerah yang memiliki jumlah UMKM cukup banyak. Populasi dalam penelitian ini adalah UMKM pada sektor perdagangan dan lembaga pembiayaan. Untuk populasi UMKM, penelitian ini mengambil sampel sebanyak 60 responden yang dibagi rata pada kedua propinsi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah convinience sampling dengan alasan tidak ada adanya kerangka sampel dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data lapangan yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu survei dengan menggunakan kuesioner dan wawancara mendalam. Survei digunakan pada populasi UMKM dengan asumsi bahwa jumlah responden yang Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
45
lebih banyak. Sedangkan teknik wawancara mendalam digunakan bagi populasi lembaga pembiayaan. Pengumpulan data dilakukan pada minggu pertama Bulan Oktober 2013 selama lima hari dari tanggal 8 Oktober – 13 Oktober 2013. Pengumpulan data dilakukan di Kota Bandung yang mewakili provinsi Jawa Barat dan Kota Yogyakarta yang mewakili provinsi Yogyakarta. Bagian selanjutnya pada analisis ini membahas mengenai peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM dari sudut UMKM sebagai pelaku usaha.
4.3.1. Karakteristik Responden UMKM Setelah melakukan pengumpulan data selama lima hari di Bandung dan Yogyakarta, maka didapat hasil sebagai berikut. Sebagian besar responden merupakan UMKM yang memiliki jenis usaha di bidang makanan yaitu sebesar 41,7% dari total responden seluruhnya, 13,3% merupakan pedagang sembako, 10% responden menjual kelontong dan peralatan rumah tangga, dan 8,3% menjual pakaian jadi, sedangkan sisanya merupakan jenis usaha lainnya. Secara rinci, jenis usaha yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Jenis Usaha Responden
Frekuensi
Persentase
Angkringan
1
1,7
Kumulatif Persentase 1,7
ATK
1
1,7
3,3
Beras
1
1,7
5,0
Dagang
1
1,7
6,7
Futsal
1
1,7
8,3
Kelontong
3
5,0
13,3
Kue
1
1,7
15,0
Kuliner
6
10,0
25,0
Laundry
2
3,3
28,3
Makanan Beku
1
1,7
30,0
Makanan Kering
2
3,3
33,3
Makanan Ringan
2
3,3
36,7
Masakan Padang
1
1,7
38,3
Jenis Usaha
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
46
Frekuensi
Persentase
Minuman
1
1,7
Kumulatif Persentase 40,0
Pakaian Jadi
5
8,3
48,3
Perakitan Komputer
1
1,7
50,0
3
5,0
55,0
Peternakan
1
1,7
56,7
Plastik
1
1,7
58,3
Plastik & Bahan Kue
1
1,7
60,0
Rental Playstation
1
1,7
61,7
Salon
1
1,7
63,3
Sembako
7
11,7
75,0
1
1,7
76,7
Sewa Alat Outdoor
1
1,7
78,3
Telor
2
3,3
81,7
Telor & Ikan Pindang
1
1,7
83,3
Warung Makan
10
16,7
100,0
Total
60
100,0
Jenis Usaha
Peralatan
Rumah
Tangga
Sepatu,
Sendal
dan
Tas
Sumber: Data Olahan, 2013
Banyaknya UMKM yang berjualan makanan dikarenakan jenis usaha ini adalah usaha yang prospek dan paling cepat menghasilkan keuntungan, meskipun para pedagang juga harus siap menghadapi kerugian apabila makanan yang dijual tidak laku. Selain itu pedagang makanan tidak membutuhkan modal yang besar seperti halnya jenis usaha lainnya misalnya jenis usaha kelontong. Sebagian besar responden (55% responden) memiliki omzet di atas 5 juta per bulan. Omzet ini 8,3% dimiliki oleh responden yang memiliki jenis usaha menjual sembako. Rata-rata omzet yang bisa didapatkan oleh responden dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
47
Gambar 4.16 Omzet Responden Per Bulan
Sumber: Data Olahan, 2013 Tidak hanya memiliki omzet yang lebih dari 10 juta rupiah per bulan, 68% responden sudah berusaha lebih dari 6 tahun dan hanya 7% responden yang baru memulai usahanya.
Meskipun sebagian besar responden sudah
menjalankan usahanya lebih dari 6 tahun, bukan berarti responden memulai usaha dari awal. Beberapa responden menjelaskan usaha yang dimilikinya sekarang adalah usaha lanjutan dari orang tuanya. Selain usaha lanjutan, usaha yang dijalankan dapat juga merupakan pengembangan dari usaha sebelumnya atau orang tua. Rincian lama usaha responden dapat dilihat pada gambar di bawah. Meskipun sudah memiliki usaha lebih dari 6 tahun, hampir 90% lebih responden tidak memiliki pegawai dalam melakukan usahanya. Sebagian besar responden memilih untuk menggunakan keluarga dalam menjalankan usaha. Selain lebih efisien, penggunaan anggota keluarga juga menimbulkan rasa aman ketika responden meninggalkan usahanya untuk keperluan lain. Sedangkan 10% responden memiliki karyawan kurang dari 10 orang. Jenis usaha ini memang tidak memungkinkan responden tidak memiliki karyawan, seperti penyewaan playstation, penyewaan futsal, penyewaan alat-alat outdoor.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
48
Gambar 4.17 Lama Usaha
Sumber: Data Olahan, 2013 4.3.2. Peran Lembaga Pembiayaan Pada bagian ini akan dibahas peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Peran lembaga pembuayaan dalam pengembangan UMKM pada analisis ini terbagi menjadi dua bagian. Peran pertama yaitu sebagai
lembaga
Sedangkan
peran
pembiayaan
sebagai
kedua
lembaga
yaitu
sumber
alternatif
pembiayaan
pembiayaan.
menampung
dan
menyalurkan aspirasi dan minat masyarakat untuk berperan aktif dalam pembangunan khususnya di bidang ekonomi. Peran kedua yang dijalankan oleh lembaga pembiayaan diterjemahkan menjadi pemberian bantuan teknis kepada UMKM untuk mengembangkan usahanya. Bantuan teknis yang diberikan dalam aspek manajemen, pemasaran dan pengelolaan keuangan.
4.3.3. Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Sumber Alternatif Pembiayaan Dalam menjalankan usahanya, modal merupakan modal awal bahkan dapat dikatakan sebagai penentu bagi UMKM dalam memilih jenis usaha dan menjalankan usaha yang sudah dipilihnya. Jumlah modal yang dibutuhkan oleh
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
49
UMKM bervariasi tergantung dari jenis usahanya. Makin besar dan kompleks usahanya, maka semakin besar modal yang dibutuhkan. a. Gambaran Umum Pembiayaan UMKM Bagian ini menggambarkan pembiayaan yang selama ini digunakan oleh UMKM untuk mencukupi modal yang dibutuhkan. Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar UMKM yang menjadi responden membutuhkan dana kurang dari 50 juta. Bahkan, 46% responden membutuhkan modal kurang dari Rp. 10 juta. Jumlah kebutuhan modal dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.18 Jumlah Modal Yang Dibutuhkan
Sumber: Data Olahan, 2013 Sumber dana untuk memenuhi kebutuhan tersebut bervariasi. Ada UMKM yang 100% menggunakan modal sendiri. Ada juga yang menggunakan modal sendiri sebagian dan sebagian lagi menggunakan pinjaman. Terdapat berbagai sumber pinjaman, antara lain keluarga/kerabat, teman dan lembaga pembiayaan. Biasanya, pada saat memulai usaha, UMKM menggunakan modal sendiri dan pinjaman dari orang terdekat (keluarga/kerabat atau teman). Setelah usahanya mulai berkembang dan akan dikembangkan, UMKM kemudian akan mencari pinjaman ke lembaga pembiayaan dengan harapan mendapatkan pinjaman yang lebih besar. Berdasarkan gambar di bawah, dapat dilihat bahwa UMKM yang menjadi responden cenderung menggunakan modal sendiri dan pinjaman dari lembaga pembiayaan. Responden yang menggunakan modal sendiri sebanyak 68% dan menggunakan pinjaman dari lembaga pembiayaan 93%. Modal Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
50
pinjaman merupakan kombinasi dari modal sendiri dan lembaga pembiayaan atau pinjaman dari keluarga dan lembaga pembiayaan. Pada hasil penelitian ini, hanya ada satu responden yang 100% menggunakan modal sendiri. Gambar 4.19 Sumber Dana Usaha
Sumber Dana Usaha; Sumber: Data Olahan, 2013
Jika meminjam
dari lembaga pembiayaan, UMKM cenderung
meminjam pada bank umum baik bank umum nasional. Hal ini disebabkan antara lain karena adanya promosi yang gencar dari lembaga pembiayaan bank untuk menggulirkan dana yang dimiliki dalam bentuk kredit. Selain itu juga strategi bank yang mendekati tempat-tempat usaha seperti mall, pasar, sekolah dan sebagainya. Pada gambar di bawah, dapat dilihat bahwa 79% responden memilih lembaga pembiayaan bank sebagai sumber alternatif pembiayaannya. Selain lembaga pembiayaan bank, UMKM (18%) memilih koperasi sebagai sumber alternatif pembiayaan apabila UMKM tidak dapat memenuhi persyaratan yang dituntut oleh bank. Untuk mendapatkan pinjaman dari koperasi, UMKM terlebih dahulu harus menjadi anggota koperasi setempat, baru UMKM bisa mengajukan pinjaman kepada koperasi. Saat ini, koperasi telah dikelola lebih profesional sehingga anggotanya dapat menikmati berbagai fasilitas yang terkait dengan pendanaan dari koperasi.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
51
Gambar 4.20 Lembaga Pembiayaan yang Digunakan
Sumber: Data Olahan, 2013
Sebagaimana dapat dilihat pada gambar di atas, lembaga pembiayaan non bank juga menjadi alternatif sumber pembiayaan. Responden memilih BMT sebagai sumber pembiayaan. Sistem syariah yang diterapkan oleh BMT menjadi daya tarik bagi UMKM untuk mendapatkan sumber pembiayaan dari lembaga ini dibandingkan dengan sistem konvensional. Selain itu, lembaga pembiayaan yang resmi, sumber alternatif pembiayaan UMKM juga berasal dari perseorangan. Sumber pembiayaan perseorangan biasa disebut juga dengan “bank keliling” yang ada di pasarpasar. Sumber pembiayaan ini pernah populer karena kemudahan pencairan dana yang ditawarkan. Selain itu sumber pembiayaan ini tidak memerlukan agunan pada saat meminjam. Pada saat melakukan pemilihan lembaga pembiayaan, terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan antara lain akses pinjaman, agunan, prosedur, suku bunga/sistem bagi hasil, informasi, kepercayaan dan lainnya. Gambar di bawah menunjukkan alasan pemilihan lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
52
Gambar 4.21 Alasan Pemilihan Sumber Pembiayaan
Sumber: Data Olahan, 2013
Berdasarkan gambar di atas, dapat dilihat bahwa kemudahan akses pinjaman menjadi prioritas UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan. Karakteristik UMKM yang berada pada sektor perdagangan berbeda dari karakteristik UMKM pada sektor lainnya. Para pedagang memiliki penghasilan secara harian, sehingga jika pedagang meninggalkan tempat usahanya terlalu lama atau sering maka akan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, bagi UMKM sektor perdagangan, kemudahan akses pinjaman menjadi hal yang utama. Alasan kedua adalah suku bunga yang rendah. Meskipun akses pinjaman mudah tetapi suku bunga tinggi membuat UMKM tidak memilih lembaga pembiayaan tersebut. Tetapi ada juga UMKM yang tidak terlalu memikirkan suku bunga yang tinggi karena yakin dapat membayar bunga tersebut. Alasan ketiga adalah prosedur yang tidak berbelit-belit. Hampir sama dengan alasan pertama, bagi para pedagang waktu adalah uang. Prosedur yang berbelit-belit dan lama menyebabkan UMKM kehilangan kesempatan dalam mendapatkan keuntungan. Meskipun hanya 12% yang memilih alasan ini, tetapi kadang kala alasan ini yang menjadi penghambat UMKM tidak memperoleh pembiayaan dari lembaga pembiayaan. Alasan keempat adalah agunan. Hampir seluruh lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya agunan. Apabila UMKM baru mulai berusaha dan tidak memiliki agunan, maka alasan ini menjadi alasan Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
53
nomor satu bagi UMKM dalam memilih lembaga pembiayaan. Agunan pada dasarnya menjadi penjamin bagi lembaga pembiayaan sekaligus bagi UMKM untuk melakukan kegiatan usahanya dengan benar. Adanya agunan membuat UMKM berusaha agar usahanya tetap hidup sehingga dapat membayar cicilan berikut bunganya (bila ada) dan pada akhirnya mendapatkan agunannya kembali. Jika tidak terdapat agunan, seringkali rasa tanggung jawab dari UMKM dalam menjalankan usahanya kurang karena tidak memiliki tanggung jawab materiil. Hal ini menyebabkan banyak terjadi kredit macet karena UMKM tidak bisa membayar atau bahkan menolak untuk membayar. Berdasarkan
yang
diperoleh,
sebagian
besar
(68%)
UMKM
mengemukakan bahwa terdapat agunan yang harus diserahkan kepada lembaga
pembiayaan.
Responden
yang
menyerahkan
agunan
adalah
responden yang meminjam kepada lembaga pembiayaan bank dan non bank. Sedangkan yang tidak ada agunan, responden yang meminjam kepada koperasi, LSM, lembaga pembiayaan non bank dan perseorangan.
Gambar 4.22 Agunan
Sumber: Data Olahan, 2013
Bentuk agunan bermacam-macam tergantung dari jumlah pembiayaan yang diperlukan. Semakin besar jumlah pembiayaannya, maka semakin besar bentuk agunan yang diberikan. Agunan dapat berupa sertifikat tanah, sertifikat rumah, sertifikat kios atau STPB (Surat Tanda Pemilikan Bangunan) bila berada
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
54
di pasar, BPKB mobil/motor dan lainnya yang dianggap perlu. Gambar berikut ini menunjukkan bentuk agunan yang diberikan pada saat meminjam.
Gambar 4.23 Bentuk Agunan Sebagai Jaminan
Sumber: Data Olahan, 2013
Alasan pemilihan yang lainnya adalah informasi yang diberikan oleh lembaga pembiayaan banyak, adanya hubungan kekerabatan sehingga tercipta rasa percaya, lembaga pembiayaan dapat dipercaya, sistem pembayaran dapat dilakukan
harian,
dapat
menerima
pensiunan,
lembaga
pembiayaan
memberikan plafon pinjaman besar. Lembaga pembiayaan ada yang mengenakan bunga (untuk yang konvensional) atau sistem bagi hasil (untuk sistem syariah) dalam pemberian pinjaman, ada juga yang tidak mengenakan bunga atau sistem bagi hasil. Sebagian besar responden (87%) menyatakan membayar bunga, sebagian lagi menyatakan membayar bagi hasil. Membayar bunga kepada lembaga pembiayaan atau berbagi hasil dengan lembaga pembiayaan bukan merupakan masalah bagi UMKM. Permasalahan terjadi ketika bunga yang dibayarkan terlalu tinggi atau terlalu besar sehingga memberatkan UMKM. Berdasarkan hasil penelitian, tingkat bunga atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan 54% responden di atas 15% per tahun efektif. Tingkat bunga ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan program Kredit Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
55
Usaha Rakyat (KUR) dengan bunga 8,5% efektif per tahun. Terdapat 23% responden yang menyatakan bahwa membayar bunga kurang dari 10% per tahun. Hal ini menunjukkan terdapat variasi tingkat bunga yang ditawarkan dan diberikan kepada UMKM, tergantung dari lembaga pembiayaan. Tingkat bunga secara lengkap dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4.24 Tingkat Bunga atau Bagi hasil Per tahun
Sumber: Data Olahan, 2013 Meskipun demikian, pengenaan tingkat bunga dan sistem bagi hasil yang terdapat pada gambar di atas, setengah lebih responden (56%) menganggap tingkat bunga yang dikenakan ringan dan tidak memberatkan. Walaupun ada juga responden yang beranggapan bahwa tingkat bunga yang dikenakan agak memberatkan atau bahkan sangat memberatkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.25 Keberatan akan Tingkat Bunga/Bagi Hasil
Sumber : Data Olahan, 2013 Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
56
Berat atau tidaknya UMKM dalam membayar bunga tergantung dari kemampuan membayar dari masing-masing UMKM dan bukan dari tingkat bunga. Hal ini ditunjukkan bahwa responden yang merespon bahwa tingkat bunga sangat memberatkan adalah responden yang dikenakan tingkat bunga >5-10% efektif per tahun dan >20-25% per tahun. Tetapi dengan tingkat bunga yang sama, responden lainnya menyatakan bahwa bunga yang dikenakan agak memberatkan atau ringan. Hal ini menunjukkan terdapat variasi kemampuan membayar
dari masing-masing
UMKM
atau
juga
kemampuan
dalam
pengelolaan usaha sehingga mampu membayar pengembalian beserta bunganya. Apabila diasumsikan UMKM menggunakan seluruh dana pinjamannya untuk kepentingan usaha, dan UMKM menjalankan usaha dengan baik, maka UMKM tidak akan mengalami masalah dalam melakukan pembayaran. Sebab pada dasarnya, UMKM meminjam dana untuk memulai, menjalankan dan mengembangkan usahanya. Tetapi pada kenyataannya tidak, sebab ada juga UMKM yang meminjam dana dari lembaga pembiayaan tidak hanya digunakan untuk usahanya tetapi juga untuk kebutuhan pribadi. Tujuan pinjaman UMKM kepada lembaga pembiayaan adalah untuk memperluas usaha, mengembangkan produk yang sudah dimiliki, mencukupi biaya produksi, menggaji karyarwan. Hal ini semua berhubungan dengan usaha yang dilakukan. Selain tujuan yang berhubungan dengan usaha, terdapat juga tujuan lainnya seperti mencukupi kebutuhan sehari-hari dan lainnya seperti untuk membayar biaya sekolah, konsumsi lebaran, membeli rumah, membuat rumah, dan menutup pinjaman. Memang tidak dapat dipungkiri bahwa pinjaman yang diberikan oleh lembaga pembiayaan untuk usaha, kadang kala sebagian atau bahkan seluruhnya digunakan untuk kegiatan konsumtif dan bukan produktif. Kondisi ini yang seringkali menyebabkan UMKM tidak dapat mengembalikan dana yang dipinjam berikut bunganya (bila ada), seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
57
Gambar 4.26 Tujuan Pinjaman
Sumber: Data Olahan, 2013
Penggunaan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif kadang kala digunakan sebagai “insentif” bagi UMKM terhadap dirinya sendiri. Insentif ini digunakan untuk memotivasi diri sendiri agar menjalankan usahanya lebih tekun lagi. Tetapi ada juga UMKM yang memang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tujuan inilah yang sering kali menimbulkan masalah di kemudian hari. Untuk
mengatasi hal
ini,
maka
diperlukan
peranan
lembaga
pembiayaan untuk memberikan dampingan kepada UMKM dengan tujuan dana digunakan untuk kebutuhan produktif dan bukan konsumtif. Pendampingan kepada UMKM dapat berupa pendampingan formal maupun pendampingan informal. Pendampingan formal dapat berupa pemanggilan dan pemberian konsultasi secara berkala pada UMKM. Sedangkan pendampingan informal dilakukan melalui coaching atau pendekatan dari tenaga collector kepada UMKM pada saat UMKM melakukan pembayaran. Seperti yang dapat dilihat pada gambar di bawah, sebagian besar UMKM (78%) melakukan pembayaran pinjaman secara bulanan kepada lembaga pembiayaan. Tetapi untuk mengurangi adanya kredit macet, saat ini lembaga pembiayaan memiliki program pick up harian. Program ini biasanya berada di pasar-pasar yang banyak pedagang dan merupakan market dari lembaga pembiayaan. Pick up harian sebenarnya merupakan program tabungan harian dimana lembaga pembiayaan dalam hal ini bank dan koperasi
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
58
meminta para nasabah menabung harian dengan tujuan pada saat akhir bulan, nasabah tersebut memiliki dana untuk membayar pinjaman.
Gambar 4.27 Pembayaran Pinjaman
Sumber: Data Olahan, 2013
Program ini sangat membantu UMKM di sektor perdagangan. Dengan adanya program ini, UMKM tidak perlu meninggalkan tempat usahanya hanya untuk membayar pinjaman sehingga tidak ada waktu yang terbuang. Selain itu dengan adanya sistem pick up harian, meringankan UMKM dalam melakukan pembayaran. Seperti yang telah dijelaskan di atas, penghasilan UMKM sektor perdagangan diperoleh secara harian, dengan adanya pembayaran harian, maka beban yang ditanggung oleh UMKM menjadi lebih kecil dibandingkan jika dibayar pada akhir bulan. Keuntungan lainnya adalah dapat terjalin komunikasi yang baik antara lembaga pembiayaan dengan UMKM, sehingga apabila UMKM menemukan kendala dalam usaha yang menyebabkan tidak dapat melakukan pembayaran, dapat diatasi dengan segera. Dalam melakukan pembayaran, sebagian besar UMKM tidak pernah mengalami kesulitan membayar. Hal ini salah satunya disebabkan karena adanya sistem pick up harian. Tetapi ada juga UMKM yang kadang-kadang mengalami kesulitan pembayaran, yang disebabkan karena pendapatan yang naik turun serta kondisi yang tidak menentu. Ada juga UMKM yang selalu
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
59
mengalami kesulitan pembayaran, kondisi ini terjadi karena bunga yang dikenakan terlalu tinggi sekitar 25-30% per tahun dan kredit yang digunakan juga bukan kredit untuk produktif tetapi KTA (Kredit Tanpa Agunan) sehingga pembayarannya memberatkan. Gambaran kesulitan pembayaran dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Gambar 4.28 Kesulitan Pembayaran
Sumber: Data Olahan, 2013
Informasi mengenai lembaga pembiayaan lebih banyak diperoleh oleh UMKM : Pertama dari sales lembaga pembiayaan itu sendiri. Kedua, informasi diperoleh dari teman/keluarga yang sudah terlebih dahulu memanfaatkan jasa dari lembaga pembiayaan itu sendiri. Ketiga dari media cetak yang memberikan informasi adanya fasilitas pinjaman bagi UMKM. Informasi lainnya diperoleh dari media online, dinas maupun karena kedekatan tempat usaha dengan kantor lembaga pembiayaan tersebut. Sumber informasi mengenai lembaga pembiayaan dapat dilihat pada gambar di bawah berikut.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
60
Gambar 4.29 Sumber Informasi
Sumber: Data Olahan, 2013 Karena
banyaknya
sumber
informasi
yang
dapat
memberikan
penjelasan mengenai pinjaman yang dapat diperoleh UMKM, maka 96% responden menganggap informasi tentang pinjaman mudah untuk ditemukan. Meskipun demikian ada juga responden yang merasa informasi tersebut sulit didapat atau terbatas terutama informasi lembaga pembiayaan yang dapat memberikan pinjaman tanpa agunan dan dengan bunga yang rendah. Respon kemudahan informasi diperlihatkan pada gambar di bawah ini. Gambar 4.30 Kemudahan Informasi
Sumber: Data Olahan, 2013
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
61
b.
Peran Lembaga Pembiayaan Sebagai Alternatif Sumber Pembiayaan Berdasarkan gambaran pembiayaan UMKM yang telah dijelaskan pada
bagian A, maka peranan lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan sangat besar. Peranan ini telah dijalankan oleh sebagian besar lembaga pembiayaan terutama lembaga pembiayaan bank. Bukan hanya bank, tetapi koperasi juga mulai melakukan pembenahan manajemen guna memenuhi kebutuhan ini. Adapun peran lembaga pembiayaan sebagai alternatif sumber pembiayaan dapat dilihat pada: 1). Sumber modal yang dimiliki UMKM, pada umumnya terdiri dari dua sumber yaitu modal sendiri dan pinjaman. Lembaga pembiayaan mampu mencukupi kekurangan modal yang diperlukan oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Lembaga pembiayaan dapat memberikan batas (plafon) pinjaman yang besar dengan tetap memperhatikan prinsip 5C. Bahkan untuk kasus tertentu, lembaga pembiayaan hanya memperhatikan prinsip 3C yaitu Character, Capability dan Collateral. 2). Kemudahan akses dan prosedur yang tidak berbelit-belit. Slogan waktu adalah uang sangat kental pada UMKM di sektor perdagangan yang penghasilannya berasal dari penjualan harian. Kemudahan akses yang ditawarkan dengan prosedur yang jelas telah membantu
UMKM
untuk
mendapatkan
tambahan
modal
yang
diperlukan. Untuk beberapa kasus, UMKM tidak perlu mendatangi kantor lembaga pembiayaan karena terdapat sales yang menangani hal ini.
Sedangkan
untuk
waktu
pengurusan,
beberapa
lembaga
pembiayaan menetapkan maksimal 3 hari kerja dari berkas lengkap dana sudah dapat dicairkan. 3) Suku Bunga atau Sistem Bagi Hasil kompetitif Suku bunga atau sistem bagi hasil yang tinggi merupakan hal yang ditakutkan oleh UMKM untuk mendapatkan pembiayaan. Beberapa lembaga pembiayaan menawarkan suku bunga atau sistem bagi hasil yang kompetitif. Suku bunga atau sistem bagi hasil ini diharapkan tidak memberatkan UMKM dalam melakukan pembayaran. Untuk UMKM yang baru memulai usaha, tersedia kredit usaha rakyat yang menawarkan suku bunga yang rendah. Tetapi karena plafon pinjaman
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
62
yang rendah, UMKM banyak yang tidak menggunakannya dan lebih memilih produk kredit usaha lainnya. 4) Sistem Pembayaran Fleksibel Inovasi
sistem
pembayaran
juga
merupakan
peran
lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM. Sistem pick up harian yang diterapkan bagi pedagang di pasar membawa keuntungan bagi kedua pihak. Bagi lembaga pembiayaan, sistem ini dapat menekan angka Non Performing Loan karena menjamin ketersediaan dana untuk membayar cicilan pada akhir bulan. Bagi UMKM, sistem penarikan harian meringankan cicilan pembayaran dan menghemat waktu dan tenaga untuk melakukan pembayaran. 5) Informasi Mudah Didapat UMKM mudah mendapatkan informasi mengenai produk pinjaman yang ditawarkan
oleh
lembaga
pembiayaan
bank
ataupun
lembaga
pembiayaan non bank. Informasi yang paling banyak adalah dari sales dan teman/keluarga. Kemudahan akses informasi dan fasilitasi untuk mendapatkan pinjaman menunjukkan peran lembaga pembiayaan telah dijalankan sebagai alternatif sumber pembiayaan.
Meskipun peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM telah dijalankan, tetapi terdapat kendala bagi sebagian UMKM untuk mendapatkan akses tersebut. Kendala yang utama adalah persyaratan agunan. Memang untuk beberapa program dari pemerintah, agunan tidak dipersyaratkan, tetapi plafon yang diberikan juga tidak terlalu besar. Jika UMKM menginginkan
mendapatkan
dana
yang
besar,
maka
UMKM
harus
menyediakan agunan sebagai jaminan pembayaran pinjaman. Jika UMKM membutuhkan dana yang besar tetapi tidak memiliki agunan, maka UMKM terpaksa mengambil produk kredit tanpa agunan atau meminjam kepada bank keliling. Hal ini menimbulkan konsekuensi UMKM harus membayar bunga yang lebih tinggi, yang akan menjadi masalah di kemudian hari.
4.3.4. Fasilitator dalam Pengembangan UMKM Peran lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM kedua adalah sebagai fasilitator dalam pengembangan UMKM. Peran ini menuntut lembaga pembiayaan berperan aktif untuk menampung dan memberikan pendampingan kepada UMKM dalam menjalankan dan mengembangkan Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
63
usahanya. Analisis terhadap peran ini terbagi menjadi tiga bagian yaitu peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator manajemen, fasilitator pemasaran dan fasilitator pengelolaan keuangan. Lembaga pembiayaan diharapkan tidak hanya menggulirkan dana saja tetapi juga memberikan bantuan teknis kepada UMKM pada tiga aspek di atas. Dengan adanya bantuan teknis yang diberikan kepada UMKM, diharapkan usaha UMKM dapat berjalan dan berkembang lebih baik. a. Fasilitator Manajemen Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator di bidang manajemen mengukur sejauh mana lembaga pembiayaan memberikan bantuan teknis dalam bidang
manajemen
seperti
pengurusan
ijin
usaha,
pengurusan
kredit,
pengelolaan SDM, pelatihan penggunaan IT, membuat manajemen usaha lebih baik dan membantu membuat rencana bisnis. Berdasarkan hasil penelitian, 89,9%
responden
menjawab
bahwa
lembaga
pembiayaan
memiliki
kecenderungan tidak pernah membantu pengurusan ijin usaha. Peran lembaga pembiayaan dalam hal membantu pengurusan ijin usaha dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 4.2 Membantu Pengurusan Izin Usaha Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
78,0
43,9
Sangat Jarang
5,1
8,8
Jarang
6,8
10,5
Sering
5,1
22,8
Sangat Sering
5,1
14,0
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Jika melihat harapan UMKM terhadap peran ini, maka 36,8% UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan dapat membantu melakukan pengurusan izin usaha. Pengurusan izin usaha yang dimaksud adalah pengurusan izin usaha dalam rangka pengembangan misalnya ijin BPOM dan sertifikat halal untuk
makanan.
Meskipun
demikian
63,4%
responden
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
merasa
tidak
64
memerlukan bantuan ini karena pengurusan izin usaha merupakan kepentingan masing-masing UMKM. Selain itu juga terdapat UMKM yang senang mengurus izin usahanya sendiri dibandingkan diurusi oleh pihak lain. Hal yang sama juga terjadi pada peran lembaga pembiayaan dalam membantu pengurusan kredit atau pinjaman. 66,1% responden menyatakan bahwa lembaga pembiayaan cenderung tidak membantu dalam pengurusan kredit usaha. Sedangkan 33,9% lainnya menyatakan lembaga pembiayaan cukup membantu pengurusan kredit melalui sales atau sejenisnya. Tabel 4.3 Membantu Pengurusan Kredit Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
57,6
29,8
Sangat Jarang
5,1
15,8
Jarang
3,4
7,0
Sering
25,4
17,5
Sangat Sering
8,5
29,8
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Berdasarkan tabel di atas,
47,4% UMKM mengharapkan lembaga
pembiayaan membantu dalam pengurusan kredit. Bantuan pengurusan kredit yang dibutuhkan oleh UMKM terutama terkait dengan data kemampuan keuangan yang harus diberikan oleh UMKM kepada lembaga pembiayaan. Selain bantuan pengurusan surat-surat di atas, lembaga pembiayaan diharapkan juga memberikan bantuan teknis di bidang manajemen berupa pelatihan. Pelatihan yang diberikan di bidang manajemen terkait dengan pengelolaan SDM dan penggunaan IT yang saat ini dibutuhkan oleh UMKM dalam rangka perluasan pasar. Berdasarkan tabel di bawah, terlihat bahwa UMKM yang menjadi responden sebagian besar 98,3% tidak mendapatkan pelatihan pengelolaan SDM. Hasil ini sesuai dengan karakteristik responden di atas yang menyatakan bahwa sebagian besar UMKM tidak memiliki karyawan sehingga pelatihan ini dianggap tidak terlalu penting bagi UMKM.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
65
Tabel 4.4 Pelatihan Pengelolaan SDM Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
78,0
46,6
Sangat Jarang
13,6
10,3
Jarang
6,8
12,1
Sering
1,7
22,4
0
8,6
100,0
100,0
Sangat Sering Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Meskipun demikian, 31% UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan memberikann pelatihan ini di masa yang akan datang. Sebagian lainnya tetap menganggap bahwa pelatihan ini belum terlalu dibutuhkan karena belum memiliki pegawai dalam jumlah yang banyak.
Tabel 4.5 Pelatihan Penggunaan IT Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
84,7
46,6
Sangat Jarang
11,9
8,6
Jarang
0
10,3
Sering
3,4
27,6
0
6,9
100,0
100,0
Sangat Sering Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Demikian juga halnya dengan pelatihan penggunaan IT. Sebagian besar responden (96,6%) merasa tidak memerlukan IT dalam usahanya. Hal ini disebabkan sifat usaha yang dilakukan masih tradisional dan belum melalui daring (online). Meskipun demikian terdapat harapan dari para UMKM (34,5%) untuk mengembangkan usahanya dengan memanfaatkan teknologi informasi yang ada seperti yang terlihat pada tabel di atas. Selain bantuan teknis berupa pelatihan, lembaga pembiayaan juga diharapkan dapat membuat manajemen usaha lebih bagus dengan membantu membuat rencana bisnis bagi pengembangan selanjutnya. Para responden menjawab bahwa lembaga pembiayaan cenderung jarang membantu membuat Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
66
manajemen usaha lebih baik. Peran ini sebenarnya dapat dilakukan dengan memberikan saran penataan barang dagangan, rasa makanan, penataan tempat usaha dan lain-lain.
Tabel 4.6 Membuat Manajemen Usaha Lebih Bagus Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
69,5
34,5
Sangat Jarang
11,9
12,1
Jarang
1,7
10.3
Sering
13,6
24,1
Sangat Sering
3,4
19,0
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Seiring dengan perkembangan usaha, para UMKM juga mengharapkan lembaga pembiayaan memberikan pendampingan agar manajemen usaha yang dilakukan menjadi lebih baik lagi. Hal ini dapat dilihat adanya perubahan pada tabel di atas untuk kolom kondisi yang diharapkan.
Tabel 4.7 Membantu Membuat Rencana Bisnis Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
72,4
42,1
Sangat Jarang
13,8
7,0
Jarang
3,4
10,5
Sering
1,7
24,6
Sangat Sering
8,6
15,8
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Setiap kali UMKM mengajukan permohonan untuk mendapatkan pinjaman dari lembaga pembiayaan, UMKM harus menyertakan rencana bisnis yang memuat rencana pengembangan usaha dan penggunaan dana yang diterima. Untuk itu bantuan teknis membuat rencana bisnis sangat dibutuhkan oleh
para
UMKM
dalam
mengembangkan
usahanya.
Tabel
di
atas
memperlihatkan bahwa saat ini lembaga pembiayaan hampir tidak pernah Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
67
(89,6%) membantu membuat rencana bisnis. Ke depannya, diharapkan lembaga pembiayaan dapat membantu UMKM membuat rencana bisnis. Dengan
menggunakan
olahan
SPSS,
maka
Peran
lembaga
pembiayaan sebagai fasilitator manajemen terbagi menjadi dua bagian besar yaitu: a) Legalitas Peran lembaga pembiayaan
dalam
hal membantu pengurusan
legalitas usaha merupakan peran yang diharapkan oleh UMKM dalam menjalankan usahanya. Pengurusan legalitas secara kolektif, selain mempermudah juga dapat meminimalkan biaya dan waktu yang dikeluarkan. b) Pengelolaan dan Pengembangan Usaha Peran
lembaga
pembiayaan
dalam
hal
pengelolaan
dan
pengembangan usaha juga merupakan peran yang diharapkan. Meskipun saat ini tidak dibutuhkan oleh UMKM, tetapi dalam jangka panjang,
UMKM
mengharapkan
usahanya
dapat
dikelola
lebih
profesional dan meningkat dalam hal manajemen.
b. Fasilitator Pemasaran Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pada aspek pemasaran sangat merupakan peran yang dianggap penting oleh UMKM. Jaringan lembaga pembiayaan yang luas serta variasi nasabah yang banyak memungkinkan lembaga pembiayaan untuk menjadi fasilitator dalam aspek pemasaran. Berikut hal-hal yang ditanyakan terkait dengan aspek pemasaran. Aspek pemasaran pertama adalah lembaga pembiayaan mencarikan pelanggan yang baru. Untuk pertanyaan ini 100% responden menjawab tidak pernah.
Terdapat responden yang menganggap bahwa hal ini bukan
merupakan inti dari lembaga pembiayaan, atau tidak ada hubungannya dengan lembaga pembiayaan. Sehingga kondisi ini dimaklumi oleh para UMKM jika tidak
terdapat pelanggan
baru
yang direkomendasikan oleh
lembaga
pembiayaan, seperti yang terdapat pada tabel di bawah.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
68
Tabel 4.8 Mencarikan Pelanggan Baru dan Mempromosikan Kepada Orang Lain Pernyataan
Peran Lembaga Pembiayaan
Mencarikan
Pelanggan
Baru
Mempromosikan Orang Lain
Kepada
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
96,6
45,6
Sangat Jarang
3,4
1,8
Jarang
0
14,0
Sering
0
29,8
Sangat Sering
0
8,8
Total
100,0
100,0
Tidak Pernah
91,5
40,4
Sangat Jarang
5,1
0,0
Jarang
0,0
17,5
Sering
3,4
26,3
Sangat Sering
0,0
15,8
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Meskipun demikian, UMKM tetap mengharapkan peran lembaga pembiayaan untuk mencarikan pelanggan baru dalam usahanya (jika memungkinkan). Tetapi sebagian lainnya tetap beranggapan bahwa hal ini bukan kewajiban yang harus dipenuhi oleh lembaga pembiayaan sehingga 45,6%
menyatakan
tidak
pernah
(memerlukan)
lembaga
pembiayaan
mencarikan pelanggan baru. Pengikutsertaan UMKM dalam pameran juga merupakan wujud peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator aspek pemasaran. Merujuk pada tabel di bawah, hanya 1,7% yang sering diikutsertakan dalam pameran, sedangkan sisanya menyatakan tidak pernah diikutsertakan. Seringkali UMKM senang untuk diikutsertakan dalam pameran, tetapi tidak terlalu sering karena alasan repot dan tidak ada karyawan. Meskipun demikian berdasarkan hasil penelitian, maka 31,6% UMKM berharap sering diikutksertakan dalam pameran. Hal ini disebabkan karena pameran dapat dijadikan sebagai sarana memperkenalkan usaha dan produk kepada konsumen. Selain itu penghasilan yang diperoleh pada saat pameran kadang kala lebih besar. Tabel berikut di bawah menunjukkan kondisi saat ini dan harapan untuk peran tersebut.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
69
Tabel 4.9 Mengikutsertakan dalam pameran Peran Lembaga
Kondisi Saat Ini (%)
Pembiayaan
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
95,0
54,4
Sangat Jarang
1,7
1,8
Jarang
0,0
12,8
Sering
1,7
19,3
Sangat Sering
0,0
12,3
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Selain mengikutsertakan dalam pameran, lembaga pembiayaan juga dapat menjadi fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Hal ini dimungkinkan dengan adanya menggunakan dana CSR dari lembaga pembiayaan atau kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan pengelola pasar atau kios. Tabel di bawah menunjukkan peranan lembaga pembiayaan sebagai fasilitator penyediaan tempat usaha untuk kondisi saat ini dan yang diharapkan.
Tabel 4.10 Menyediakan Tempat Usaha Peran Lembaga
Kondisi Saat Ini (%)
Pembiayaan
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
98,3
50,9
Sangat Jarang
1,7
0,0
Jarang
0,0
14,0
Sering
0,0
24,6
Sangat Sering
0,0
10,5
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Kondisi saat memperlihatkan bahwa lembaga pembiayaan belum berperan sebagai fasilitator dalam hal penyediaan tempat usaha. Para UMKM mengharapkan ke depannya, lembaga pembiayaan dapat memfasilitasi UMKM untuk mendapatkan tempat usaha yang lebih baik lagi. Selain itu, dalam melakukan usahanya, UMKM kerapkali dituntut untuk selalu melakukan inovasi-inovasi agar tidak tertinggal dan ditinggalkan oleh konsumen.
Dalam
hal
ini,
lembaga
pembiayaan
dapat
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
melakukan
70
pendampingan bagi UMKM untuk melakukan inovasi dalam usaha. Kondisi saat ini menunjukkan bahwa lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan pendampingan UMKM untuk melakukan inovasi usaha. Meskipun demikian ada juga lembaga pembiayaan yang menjalankan peran ini. Para UMKM mengharapkan adanya pendampingan untuk melakukan inovasi, seperti yang diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Tabel 4.11 Pendampingan Berinovasi Peran Lembaga
Kondisi Saat Ini (%)
Pembiayaan
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
91,5
33,3
Sangat Jarang
6,8
7,0
Jarang
0,0
17,5
Sering
1,7
24,6
Sangat Sering
0,0
17,5
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013
Peran lembaga pembiayaan dalam aspek pemasaran secara signifikan dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu: a. Mengikutsertakan dalam ajang promosi seperti pameran Pelanggan merupakan hal yang penting bagi setiap usaha apapun jenisnya. Untuk itu lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi UMKM untuk mendapatkan pelanggan baru. Fasilitasi ini dapat berupa mengikutsertakan dalam ajang promosi yang diselenggarakan seperti pameran. b. Fasilitasi tempat usaha Tempat usaha yang baik juga menjadi prioritas bagi UMKM di sektor perdagangan. Letak yang strategis dan banyak pengunjungnya selalu menjadi idola setiap pedagang. Dalam hal ini, lembaga pembiayaan diharapkan dapat memfasilitasi pendirian atau penyediaan tempat usaha bagi UMKM. c. Pendampingan Inovasi Usaha Change or die merupakan slogan bagi siapapun untuk tetap melakukan perubahan.
Hal
yang
sama
berlaku
untuk
UMKM
perdagangan. Inovasi harus tetap dilakukan agar
di
sektor
usaha yang
dijalankan tetap diminati oleh pelanggan. Dalam upaya melakukan Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
71
inovasi
ini,
peran
lembaga
pembiayaan
untuk
melakukan
pendampingan inovasi usaha dibutuhkan oleh para UMKM. Jaringan yang luas memungkinkan lembaga pembiayaan untuk memberikan saran bagi para UMKM dengan memberikan contoh dari best practice yang sudah ada. c. Fasilitator Pengelolaan Keuangan Lembaga pembiayaan juga berperan untuk memberikan bantuan teknis dalam hal pengelolaan keuangan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa UMKM memiliki kelemahan dalam pengelolaan keuangan. Seringkali tidak ada pemisahan antara rekening pribadi dengan rekening usaha, sehingga dana yang seharusnya digunakan untuk usaha akhirnya digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Dalam hal pengelolaan keuangan, lembaga pembiayaan berperan sebagai fasilitator dalam pengelolaan keuangan. Bentuk fasilitasi ini dapat dalam bentuk membuat pembukuan dan laporan keuangan, pelatihan dan pendampingan misalnya pelatihan perpajakan dan pendampingan pemanfaatan dana. Semua peran ini dilakukan dalam rangka meningkatkan usaha sehingga penghasilan UMKM misalnya dalam bentuk omzet juga meningkat. Terkait dengan peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator dalam pembuatan pembukuan dan laporan keuangan, 100% UMKM merespon bahwa lembaga pembiayaan saat ini belum melakukan hal ini. Pembuatan pembukuan dan laporan keuangan penting bagi UMKM. Dengan adanya pembukuan dan laporan
keuangan, UMKM
dapat melihat
perkembangan
usaha
yang
dimilikinya. Apabila usaha sedang naik, maka UMKM dapat melakukan rencana pengembangan.
Sebaliknya,
jika
dilihat
perkembangannya
mengalami
penurunan, maka dengan cepat UMKM dapat melakukan tindakan pencegahan agar usahanya tidak terus mengalami penurunan. Pentingnya pembukuan dan laporan keuangan ini juga dirasakan UMKM pada saat akan mengajukan pinjaman kepada lembaga pembiayaan. Hampir semua lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya data keuangan usaha. Untuk itu UMKM mengharapkan lembaga pembiayaan membantu UMKM membuat pembukuan dan laporan keuangan. Meskipun ada juga yang tidak mengharapkan bantuan ini dengan alasan lebih senang mengerjakannya sendiri.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
72
Tabel 4.12 Membantu Membuat Pembukuan dan Laporan Keuangan Peran Lembaga
Pernyataan Membantu
Pembiayaan
Membuat
Pembukuan
Membantu
Membuat
Laporan Keuangan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
93,1
Sangat Jarang
1,7
8,6
Jarang
5,2
20,7
Sering
0,0
17,2
Sangat Sering
0,0
13,8
Total
100,0
100,0
Tidak Pernah
96,6
41,4
Sangat Jarang
1,7
8,6
Jarang
1,7
19,0
Sering
0,0
20,7
Sangat Sering
0,0
10,3
100,0
100,0
Total
39,7
Sumber: Data Olahan, 2013
Selain
fasilitasi pembuatan
pembukuan
dan laporan keuangan,
lembaga pembiayaan juga berperan dalam melakukan fasilitasi pelatihan dan pendampingan bagi UMKM. Pelatihan yang terkait dengan keuangan misalnya pelatihan perpajakan. Seperti yang telah diketahui, bahwa saat ini pemerintah berencana untuk mengenakan pajak kepada UMKM. Sebagian besar UMKM telah memiliki NPWP, oleh sebab itu, UMKM juga berwajiban untuk melaporkan pajak penghasilan dari usahanya. Agar tidak salah dalam pembayaran dan pengisian pajak, lembaga pembiayaan dapat menfasilitasi di bidang perpajakan dengan mengadakan pelatihan perpajakan bagi UMKM. Walaupun penting, saat ini lembaga pembiayaan tidak atau sangat jarang mengadakan pelatihan perpajakan. UMKM (28,8%) mengharapkan adanya pelatihan perpajakan bagi UMKM. Selain pelatihan, lembaga pembiayaan juga melakukan pendampingan bagi
UMKM
Pendampingan
untuk yang
mengawasi dilakukan
pemanfaatan
dapat
dalam
dana bentuk
yang
dipinjam.
formal melalui
pemeriksaan secara berkala. Selain itu pendampingan juga dapat dilakukan dalam bentuk informal yang diistilahkan dengan coachinng atau mantri untuk lembaga pembiayaan tertentu.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
73
Seperti yang ditunjukkan pada tabel di bawah, bahwa 81% responden mengatakan
bahwa
lembaga
pembiayaan
tidak
pernah
melakukan
pendampingan pemanfaaatan dana yang dipinjam. Hal ini menjadi suatu risiko baik bagi UMKM maupun bagi lembaga pembiayaan tersebut. Bagi UMKM, risiko yang dihadapi adalah kemungkinan dana digunakan untuk konsumtif dan bukan untuk produktif. Bagi lembaga pembiayaan, risiko yang dihadapi adalah adanya kemungkinan kredit macet. Hanya 10,3% lembaga pembiayaan yang telah melakukan pendampingan pemanfaatan dana. Harapan UMKM (32,70%) akan peranan lembaga pembiayaan, selain memberikan
dana
pinjaman,
lembaga
pembiayaan
juga
melakukan
pendampingan pemanfaatan dana secara berkala. Sebagian lainnya 22,4% UMKM mengharapkan lembaga
pembiayaan melakukan
pendampingan
pemanfaatan dana minimal setahun sekali. Sedangkan sisanya beranggapan tidak memerlukan adanya pendampingan penggunaan dana.
Tabel 4.13 Pelatihan dan Pendampingan Peran Lembaga
Pernyataan Pelatihan Perpajakan
Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Pernah
98,3
58,6
Sangat Jarang
1,7
1,7
Jarang
0,0
13,8
Sering
0,0
15,5
Sangat Sering
0,0
10,3
Total
100,0
100,0
Pendampingan
Tidak Pernah
81,0
43,1
Pemanfaatan Dana
Sangat Jarang
0,0
1,7
Jarang
8,6
22,4
Sering
8,6
17,2
Sangat Sering
1,7
15,5
100,0
100,0
Total
Sumber: Data Olahan, 2013 Peningkatan omzet usaha merupakan tujuan bagi setiap UMKM. Untuk mencapai hal ini, maka UMKM berusaha memperluas usaha, menambah barang dagangan, melakukan pengembangan usaha. Alasan ini juga yang mendasari UMKM membutuhkan dana dari lembaga pembiayaan, dengan harapan setelah meminjam, omzet yang dimiliki dapat meningkat.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
74
Tabel di bawah menunjukkan saat ini sebagian UMKM (55,18%) yang meminjam pada lembaga pembiayaan mengalami peningkatan omzet usaha. Hal ini disebabkan karena peranan lembaga pembiayaan selain memberikan dana yang dibutuhkan juga dilakukan proses pendampingan. Harapan
sebagian
UMKM (87,8%),
usahanya
terus
mengalami
peningkatan. Sedangkan sisanya bukannya tidak menginginkan adanya peningkatan omzet, tetapi karena adanya kendala-kendala yang dihadapi, UMKM ini cukup bersyukur dengan omzet yang tidak menurun. Sebagai contoh UMKM yang berdagang di sekitar kampus, maka omzetnya tergantung dari kehidupan kampus. Jika kampus libur, maka omzet akan mengalami penurunan. Dengan demikian, UMKM berharap minimal omzet yang dimilikinya tidak mengalami penurunan meskipun tidak mengalami peningkatan juga.
Tabel 4.14 Omzet Usaha Meningkat Peran Lembaga Pembiayaan
Kondisi Saat Ini (%)
Kondisi Diharapkan (%)
Tidak Meningkat
39,66
12,1
Kurang Meningkat
5,17
0,0
Agak Meningkat
18,97
8,6
Meningkat
27,59
24,1
Sangat Meningkat
8,62
55,2
Total
100,0
100,0
Sumber: Data Olahan, 2013
Peran lembaga pembiayaan sebagai fasilitator pengelolaan keuangan dapat dibagi menjadi dua bagian besar: a.Pembuatan pembukuan dan laporan keuangan Pembuatan
pembukuan
merupakan
langkah
awal
bagi
UMKM
memisahkan dana yang akan digunakan untuk pribadi dengan dana yang digunakan untuk usaha. Untuk itu lembaga pembiayaan, hendaknya membantu dan mendorong UMKM untuk tertib dan disiplin dalam membuat pembukuan dan laporan keuangan usaha. Dengan demikian UMKM memiliki rekam jejak usaha secara komprehensif. b.Pelatihan dan Pendampingan Penggunaan Dana Meskipun sebagian besar UMKM menyadari bahwa dana yang dipinjam harus dipergunakan untuk usaha, tetapi pada prakteknya seringkali
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
75
terjadi penyimpangan. Untuk mengurangi penyimpangan tersebut, maka peran
lembaga
pembiayaan
untuk
melakukan
pendampingan
pemanfaatan dana harus dilakukan.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
76
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1.
Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis, maka dapat disimpulkan peran lembaga
pembiayaan dalam pengembangan UMKM sebagai berikut: a. Saat ini akses pembiayaan UMKM lebih banyak diperoleh dari bank umum dibandingkan dengan lembaga pembiayaan seperti koperasi dan lembaga pembiayaan non bank. Persaingan antar lembaga pembiayaan menjadikan lembaga pembiayaan non bank yang kurang populer mengalami penurunan jumlah debitur. Meskipun demikian pangsa UMKM bagi lembaga pembiayaan masih besar. b. Lembaga pembiayaan non bank menghadapi kendala untuk mendapatkan informasi calon debitur. Hal ini berguna untuk menghindarkan pemberian kredit/pinjaman yang tumpang tindih yang akan menyebabkan terjadinya kesulitan pembayaran. c. Dalam
hal pembayaran
kredit/pinjaman,
lembaga
pembiayaan
telah
melakukan inovasi sistem penagihan. Lembaga pembiayaan saat ini lebih agresif mendekati UMKM. Sistem penagihan yang semula bulanan diubah menjadi harian untuk sektor perdagangan. Sistem penagihan “jemput bola” dalam arti mendatangi debitur one on one, saat ini dilakukan oleh lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank. d. Sistem penagihan harian ini membantu UMKM menghemat waktu dan tenaga serta juga menghindarkan UMKM dari potensi munculnya kredit bermasalah atau bahkan kredit macet. Sistem ini juga memungkinkan lembaga pembiayaan melakukan close monitoring usaha dan memberikan pembinaan secara personal mengenai cara mengelola usaha dan keuangan. e. Sistem penagihan harian juga membuat UMKM merasa cicilan dan bunga atau sistem bagi hasil yang dikenakan oleh lembaga pembiayaan menjadi lebih ringan sehingga UMKM tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran. Kondisi ini menyebabkan angka kredit bermasalah menjadi kecil. f.
Lembaga pembiayaan juga berperan melakukan pembinaan terhadap UMKM untuk mengembangkan usaha antara lain membantu promosi dalam bentuk mengikutsertakan UMKM ke dalam pameran, memberikan konsultansi
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
77
mengenai pengembangan usaha dan menfasilitasi keberadaan tempat usaha. g. Pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan seringkali mendapat penolakan dari UMKM dengan alasan tidak ada waktu dan merepotkan. Terutama pembinaan dalam hal keuangan, UMKM lebih menyukai untuk membuat pembukuan secara mandiri meskipun seringkali terbengkalai. h. UMKM yang mendapatkan pembiayaan ada yang mengalami perkembangan yang pesat, yang dapat diukur dari adanya perluasan usaha, penambahan aset baik usaha maupun pribadi dan gaya hidup. Tetapi ada juga UMKM yang tidak mengalami perkembangan atau malah menurun. i.
Penurunan usaha UMKM disebabkan oleh dua hal akibat kesalahan pengelolaan maupun kondisi ekonomi negara yang kurang kondusif. Penurunan usaha yang disebabkan kesalahan pengelolaan yang banyak terjadi adalah terpakainya modal untuk kebutuhan pribadi seperti naik haji, membiayai anak sekolah atau membeli aset konsumtif.
j.
Tiga kendala utama bagi lembaga pembiayaan untuk menjalankan peranannya dalam pengembangan UMKM, yaitu (1) sulitnya menilai UMKM yang feasible dan bankable yang memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam pemberian kredit; (2) Animo UMKM yang rendah terhadap upaya pembinaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dan (3) Sebagian besar UMKM belum melakukan pemisahan keuangan antara keuangan pribadi dengan usaha.
5.2.
Rekomendasi Dalam rangka pengembangan UMKM melalui lembaga pembiayaan, maka
berikut rekomendasi yang dapat dilakukan sebagai berikut k. Melihat pentingnya peranan lembaga pembiayaan dalam pengembangan UMKM terutama sektor perdagangan sebagai alternatif sumber pembiayaan maka pemerintah perlu dilakukan sosialisasi kepada UMKM tentang eksistensi lembaga pembiayaan baik bank maupun non bank khususnya koperasi. Selain itu, bagi lembaga pembiayan perbankan yang tidak memiliki core usaha pada usaha mikro dapat menggunakan model pembiayaan linkage dan channeling dengan lembaga pembiayaan lainnya. l.
Perlu adanya sistem informasi debitur terintegrasi antar lembaga pembiayaan bank dan non bank untuk mencegah terjadinya pembiayaan berulang pada UMKM yang sama yang dapat menimbulkan terjadi kesulitan pembayaran.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
78
m. Diperlukan pembentukan kemitraan antara pemerintah pusat, daerah dan lembaga pembiayaan dalam hal memberikan bantuan teknis kepada UMKM, sehingga pembinaan yang dilakukan dapat lebih terintegrasi. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan UMKM dalam menghadapi persaingan usaha baik dari pasar modern maupun adanya Masyarakat Ekonomi Asean pada tahun 2015 n. Perlunya kebijakan yang mewajibkan UMKM untuk mengikuti pembinaan dari lembaga pembiayaan dan menyerahkan laporan keuangan usaha secara periodik kepada lembaga pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi terjadi penyimpangan pemanfaatan kredit yang diberikan oleh lembaga pembiayaan.
Analisis Peran Lembaga Pembiayaan Dalam Pengembangan UMKM
79