PERANAN FOTOPERIODE DAN GA3 PADA

Download perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bogor, Janua...

0 downloads 577 Views 1MB Size
PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum) (TRUE SHALLOT SEED)

OLEH GINA ALIYA SOPHA

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam Tesis saya yang berjudul : “Peranan Fotoperiode dan GA 3 pada Pembungaan dan Produksi Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed)” merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri, dengan arahan dari para komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2013

Gina Aliya Sopha A252100081

ABSTRACT GINA ALIYA SOPHA. Effect of Photoperiod and GA 3 on Flowering and True Shallot Seed Production (Allium cepa var aggregatum). Under direction of WINARSO. D. WIDODO, ROEDHY POERWANTO, and ENDAH R. PALUPI. This research was aimed to determine the effect of sowing time, day length and concentration of GA 3 on flowering and true shallot seed (TSS) production of Bali Karet Cultivar. The experiment was conducted at the Experimental Garden of Lembang Indonesian Vegetable Research Institute (IVEGRI) at altitude 1 250 m asl from June 2011 to April 2012. The research was arranged in two experiments. In the first experiment split plot design with three replications was used. The main plot was different sowing time i.e. the 4th week of June, September, December and March, while sub plot was concentration of GA 3 i.e 0, 50, 100 and 200 ppm. The second experiment was also arranged in split plot design with the main plot was day length i.e. short day 10 hour, nature day (control), long day (nature day +2 and + 4 hour), while sub plot was concentration of GA 3 i.e. 0, 50, 100 and 200 ppm. The analysis of variance indicated that sowing time, day length and GA 3 independently affected vegetative growth, flowering and TSS production significantly. Whereas interaction of sowing time and GA 3 concentration affected number of harvested umbel and pembentukan buah. The results also showed that : sowing in December, or planting shallot at long day increase flowering, and those factors could not be subtitued by GA 3 application. However sowing in March or long day (nature +4 hour), and application of 200 ppm GA 3, all increase TSS production. The last two factors increased seed yield by increasing number of fruit per umbel. Keywords: photoperiode, GA 3 , shallot flowering, true shallot seed, Allium cepa var aggregatum

RINGKASAN GINA ALIYA SOPHA. Peranan Fotoperiode dan GA 3 pada Pembungaan dan Produksi Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed). Dibimbing oleh WINARSO D WIDODO, ROEDHY POERWANTO, dan ENDAH R. PALUPI. Penyediaan benih bermutu yang efesien menjadi permasalahan penting dalam budidaya bawang merah. True shallot seed adalah alternatif lain untuk mendapatkan bibit berkualitas yang ekonomis. Namun, rendahnya persentase tanaman berbunga secara alami menyebabkan pembungaan dan produksi TSS tidak maksimal. Penelitian ini ingin menjelaskan peranan fotoperiode serta giberelin dalam produksi TSS. Teknologi produksi TSS yang telah ada menerangkan bahwa vernalisasi dapat digunakan untuk menginduksi tanaman berbunga sehingga vernalisasi telah menjadi standar baku dalam produksi TSS. Oleh karena itu, penambahan fotoperiode ataupun giberelin diharapkan dapat meningkatkan pembungaan pada tanaman yang telah terinduksi lewat vernalisasi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peranan fotoperiode yang dilaksanakan dalam dua percobaan yaitu pengaruh waktu tanam dan fotoperiode, serta mengetahui pengaruh konsentrasi GA 3 terhadap pembungaan dan produksi benih sejati bawang merah (TSS) kultivar Bali Karet. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) 1250 m dpl dari Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Penelitian dilaksanakan dalam dua percobaan, yang keduanya menggunakan rancangan petak terpisah dengan tiga ulangan. Dalam percobaan pertama, petak utamanya adalah waktu tanam, yaitu minggu ke-4 Juni, September, Desember dan Maret, sedangkan anak petaknya adalah konsentrasi GA 3 , yaitu 0, 50, 100 dan 200 ppm. Petak utama percobaan kedua adalah fotoperiode, yaitu hari pendek 10 jam, fotoperiode alami, dan hari panjang (alami +2 dan +4 jam night break). Sementara anak petaknya adalah konsentrasi GA 3 yaitu 0, 50, 100 dan 200 ppm. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu tanam, fotoperiode dan konsentrasi GA 3 berpengaruh terhadap peubah pembungaan, pembuahan dan pembentukan biji dan produksi TSS. Waktu tanam berpengaruh terhadap peubah pembungaan yaitu waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per rumpun dan per petak; berpengaruh terhadap peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul, per umbel, dan per rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi TSS yaitu bobot biji per 100 butir, per umbel, per rumpun dan per petak. Hari panjang meningkatkan peubah pembungaan yaitu jumlah umbel per rumpun dan panjang tangkai bunga; meningkatkan peubah pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel dan per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per umbel dan per rumpun; serta berpengaruh terhadap peubah produksi yaitu bobot biji per umbel dan per rumpun. Aplikasi GA 3 meningkatkan peubah pembungaan yaitu persentase tanaman berbunga; pembuahan dan pembentukan biji yaitu jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, persentase kapsul bernas,

jumlah biji per umbel dan per rumpun; meningkatkan peubah produksi TSS yaitu bobot biji per umbel, per rumpun dan per satuan percobaan. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa fotoperiode dan giberelin berperan dalam pembungaan dan produksi TSS. Fotoperiode berperan dalam induksi dan inisiasi bunga bawang merah. Hari panjang saat waktu tanam bersama dengan vernalisasi menginduksi bunga dengan meningkatkan persentase tanaman berbunga. Sementara hari panjang pada akhir masa vegetatif menginisiasi bunga dengan meningkatkan jumlah umbel per rumpun dan jumlah kapsul per umbel. Giberelin berperan dalam inisiasi bunga yaitu meningkatkan jumlah kapsul per umbel pada hari normal dan hari panjang. Kondisi hari pendek dapat menyebabkan devernalisasi sehingga tanaman gagal berbunga. Waktu tanam terbaik untuk produksi TSS adalah Maret dengan bobot biji per petak mencapai 12.90 g yang tidak berbeda dengan waktu tanam Juni dengan produksi 10.53 g. Namun, untuk pembungaan serta jumlah biji per kapsul (jumlah pembentukan biji) terbaik diperoleh pada waktu tanam Desember dengan waktu blooming tercepat yaitu 52 HST dan jumlah biji per kapsul mencapai 5.39 biji per kapsul. Curah hujan, jumlah hari hujan dan kelembabab mempengaruhi gugur bunga dan kapsul serta keberhasilan fertilisasi bawang merah. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencegah gugur bunga pada bulan Desember dan untuk meningkatkan jumlah pembentukan biji pada bulan Maret. Bawang merah dapat berbunga pada fotoperiode alami namun tidak pada hari pendek. Peningkatkan fotoperiode meningkatkan produksi TSS melalui peningkatan jumlah kapsul per umbel atau jumlah floret per umbel. Fotoperiode terbaik adalah fotoperiode alami +4 jam dengan bobot TSS 0.66 g per umbel. Sementara GA 3 tidak dapat menggantikan peran fotoperiode namun dapat meningkatkan jumlah bunga tunggal (floret) per umbel, persentase kapsul bernas dan meningkatkan hasil TSS. Konsentrasi 200 ppm GA 3 menghasilkan bobot TSS yang paling tinggi dibandingkan konsentrasi lainnya yaitu 0.62 g per umbel. Kata kunci: fotoperiode, GA 3 , pembungaan bawang merah, true shallot seed

@ Hak cipta milik IPB, tahun 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum) (TRUE SHALLOT SEED)

GINA ALIYA SOPHA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura

PROGRAM PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof. Dr. Ir. Slamet Susanto, MSc

Judul Tesis

: PERANAN FOTOPERIODE DAN GA 3 PADA PEMBUNGAAN DAN PRODUKSI BENIH SEJATI BAWANG MERAH (Allium cepa var aggregatum) (TRUE SHALLOT SEED)

Nama

: Gina Aliya Sopha

Nrp

: A252100081

Menyetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Winarso D. Widodo, MS Ketua

Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc

Dr. Endah R Palupi, MSc

Anggota

Ketua Program Studi Agronomi dan

Anggota

Direktur Program Pascasarjana

Hortikultura

Prof. Dr. Munif Ghulamahdi, MS

Tanggal ujian : 09 Januari 2013

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal lulus :

Untuk keluarga kecilku tercinta Jajang Rudianto, Humaira Zeanova dan Damara Ziaulhaq

Kesabaran dan cinta kasih adalah kekayaan yang berharga

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pembungaan bawang merah dan Produksi True Shallot Seed dengan judul “Peranan Fotoperiode dan GA 3 dalam Pembungaan dan Produksi Benih Sejati Bawang Merah (Allium cepa var aggregatum) (True Shallot Seed). Tesis ini diharapkan dapat berguna bagi para mahasiswa, peneliti ataupun pengguna lainnya yang berkecimpung dalam budidaya bawang merah serta dapat memperkaya khazanah pengetahuan terutama bidang agronomi dan hortikultura. Penghargaan dan terima kasih Penulis ucapkan kepada Dr. Winarso D Widodo, MS selaku ketua komisi, Prof. Dr. Roedhy Poerwanto, M.Sc dan Dr. Endah R Palupi, M.Sc selaku anggota komisi yang telah memberikan arahan dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi di IPB. Serta kepada Badan Litbang Pertanian atas kesempatan dan dana yang diberikan Ucapan terima kasih tak terkira untuk Suamiku Jajang Rudianto, SP yang telah memberikan dukungan dan pengertian selama penulis menjalankan tugas belajar di IPB. Untuk putri-putriku Humaira Zeanova dan Damara Ziaulhaq atas kebahagiaan yang diberikan. Untuk kedua orangtuaku H. Ahmad Supriadi dan Hj. Hindun Rostini atas do’a yang senantiasa diberikan. Untuk Wasri Suherli atas bantuannya selama penelitian di lapangan. Untuk rekan seperjuangan AGH 2010 Dian Fahrianty, Nur Maslahah, Yulia Delsi, Mutiara Dewi Puspitawati, Ida Widiyawati, Ahmad Rifqi Fauzi, Engelbert Manaroinsong, Nope Gromikora, Nofrianil, Toyip, Halim, Anita Darwis, Jorge Araujo De Jesus, Kartika Sangga Mara dan Desty Sulistyowati atas kebersamaan dan semangat yang diberikan selama Penulis menempuh studi di IPB. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Januari 2013 Gina Aliya Sopha

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciparay Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada tanggal 22 November 1980 dari ayah H. Ahmad Supriadi dan ibu Hj. Hindun Rostini. Penulis merupakan anak ke empat dari tujuh bersaudara. Tahun 1998, penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas 11 Bandung. Pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan pada Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD) Bandung. Penulis memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada tahun 2003. Tahun 2004 penulis menikah dengan Jajang Rudianto, SP. Penulis dikaruniai dua orang putri Humaira Zeanova lahir tahun 2005 dan Damara Ziaulaq lahir tahun 2011. Pada tahun 2005 penulis bekerja sebagai Peneliti Pertama di Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang di Kelti Ekofisiologi Tanaman. Tahun 2010 penulis mengikuti pendidikan Pascasarjana pada Program Studi Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, dengan biaya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………................

xvi

DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xviii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................

xix

PENDAHULUAN Latar Belakang …………………………………………......... Tujuan Penelitian ………………………………………......... Hipotesis ………………………………………………….......

1 3 4

TINJAUAN PUSTAKA Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah……........ Fotoperiode .......…………………………………………....... Giberelin ………………………………………………….......

5 8 11

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu ……………………………………........... Bahan dan Alat …………………………………………......... Metode Penelitian ………………………………………......... Analisis dan Model …………………………………….......... Pelaksanaan Penelitian ………………………………............. Pengamatan ………………………………………………......

15 15 15 17 18 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ......................................................................................... Percobaan I Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS .......... Kondisi umum selama percobaan 1 ...................... Pertumbuhan tanaman ........................................... Pembungaan .......................................................... Pembuahan dan pembentukan biji ....................... Produksi TSS ........................................................ Percobaan II Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS........... Pertumbuhan tanaman ........................................... Pembungaan .......................................................... Pembuahan dan pembentukan biji ....................... Produksi TSS ........................................................ Pembahasan ..............................................................................

25 25 25 30 32 35 40 42 42 44 49 52 54

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................. Simpulan ................................................................................... Saran ..........................................................................................

59 59 60

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………......

61

LAMPIRAN …………………………………………………….........

69

DAFTAR TABEL Halaman 1. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap tinggi tanaman (cm) ............................................................................ 2. Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap jumlah daun dan jumlah anakan ........................................................... 3. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap waktu muncul bunga pertama, waktu blooming dan persentase tanaman berbunga ................................................................................... 4. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah umbel per rumpun dan per petak ............................................................... 5. Pengaruh interaksi waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah umbel yang dipanen dan persentase kapsul bernas .................. 6. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul dan jumlah biji per umbel ............................................ 7. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap persentase pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi ................................................................................ 8. Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap bobot biji per 100 butir, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, dan bobot biji per petak ............................................................................. 9. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan ........................................................................... 10. Pengaruh interaksi fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah daun umur 30 hst ...................................................................... 11. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per rumpun ........................................................ 12. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap panjang tangkai bunga ........................................................................................ 13. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel dan persentase kapsul bernas ......................................... 14. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah biji per kapsul, jumlah biji per umbel dan jumlah biji per rumpun ...... 15. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap persentase pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi ................................................................................. 16. Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap bobot biji per umbel dan bobot biji per rumpun.........................................................

30 31

32 34 36

37

39

41 43 43

44 48

50 50

52 53

DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Deklanasi Matahari pada Bumi ….....……………................... 2. Fotoperiode pada 6o LS ............................................................ 3. Suhu udara rataan minimum, harian dan maksimum selama percobaan .................................................................................. 4. Suhu udara rataan harian sejak tanam sampai berbunga 40%... 5. Curah hujan selama percobaan (mm) ....................................... 6. Jumlah hari hujan selama percobaan ........................................ 7. Kelembaban udara selama percobaan ..............…………........ 8. Jumlah anakan pada kontrol dan giberelin 200 ppm ................ 9. Laju persentase tanaman berbunga pada waktu tanam yang berbeda ..................................................................................... 10. Laju persentase tanaman berbunga pada fotoperiode yang berbeda ..................................................................................... 11. Pengaruh GA 3 pada laju persentase tanaman berbunga dalam fotoperiode berbeda ................................................................. 12. Pembungaan bawang merah pada fotoperiode yang berbeda .

9 26 27 27 28 28 29 31 35 45 47 49

DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.

Data Iklim Lembang (Juni 2012-Agustus 2012) ...................... Hasil Pengujian Tanah Pra Penelitian ........................................ Sidik Ragam Percobaan 1 .......................................................... Sidik Ragam Percobaan 2 ......................................................... Perkembangan Bunga ............................................................... Waktu Panen TSS ..................................................................... Hasil Uji Daya Berkecambah ...................................................

69 69 70 76 81 81 81

1

PENDAHULUAN Latar Belakang Bawang merah (Allium cepa L grup Aggregatum atau Allium cepa L var ascalonicum Backer) merupakan sayuran bumbu yang memiliki nilai ekonomis penting di Indonesia (Fritsch & Friesen 2002). Budidaya bawang merah dihadapkan pada permasalahan penyediaan benih bermutu yang murah. Penggunaan umbi sebagai bibit memerlukan biaya yang cukup tinggi yaitu sekitar 40% dari total biaya produksi. Selain itu, volume bibit yang besar memerlukan gudang penyimpanan yang luas serta biaya angkut yang tinggi mengakibatkan budidaya bawang merah mahal sejak awal sistem. Daya simpan umbi bibit pun tidak lama sehingga dapat terjadi kelangkaan bibit di waktu-waktu tertentu. Penanaman umbi terus menerus menyebabkan mutu umbi bibit kurang terjamin karena hampir selalu membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp, Alternaria sp dan virus dari tanaman induk sehingga dapat menurunkan produktivitasnya (Suherman & Basuki 1990; Permadi 1993; Sulistyaningsih 2004). True shallot seed (TSS) adalah cara alternatif lain untuk mendapatkan bibit bawang merah. Teknologi budidaya bawang merah melalui TSS belum populer di Indonesia. Biji sejati bawang merah atau true shallot seed (TSS) adalah biji yang diperoleh dari umbel atau rangkaian bunga bawang merah. TSS memiliki beberapa kelebihan selain dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif, juga dapat mengurangi biaya bibit karena kebutuhan bibitnya lebih sedikit dan lebih murah. Biaya bibit asal TSS lebih murah 50% dibandingkan benih umbi komersil serta menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan mampu meningkatkan hasil panen sampai dua kali lipat dibandingkan asal umbi bibit (Putrasamedja 1995; Basuki 2009). Selain itu, perbanyakan lewat biji dapat meningkatkan keragaman budidaya bawang merah sehingga sangat berguna bagi program pemuliaan bawang merah yang mengalami kendala keterbatasan dalam sumber genetik (Soedomo 2006).

2

Produksi dan pengembangan TSS di Indonesia menemui berbagai kendala diantaranya adalah rendahnya persentase tanaman berbunga secara alami kurang lebih 30% dari populasi (Putrasamedja & Permadi 1994). Rendahnya persentase tanaman berbunga diduga disebabkan oleh keadaan iklim di Indonesia, terutama fotoperiode dan suhu yang tidak mendukung terjadinya inisiasi pembungaan. Fotoperiode di Indonesia kurang lebih 12 jam dan suhu harian rata-ratanya adalah 210C. Sementara untuk inisiasi pembungaan, tanaman bawang merah membutuhkan suhu rendah (515oC) dan fotoperiode panjang (>12 jam) (Brewster 1994). Peningkatan produksi TSS dapat dilakukan dengan cara meningkatkan pembungaan bawang merah. Fotoperiode merupakan faktor eksogen yang langsung mempengaruhi pembungaan. Fotoperiode di daerah tropis seperti Indonesia relatif konstan. Namun, pada tanggal 22 Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (deklanasi matahari) sehingga belahan bumi selatan mengalami siang hari kurang dari 12 jam, sebaliknya pada 22 bulan Desember, kutub selatan membentuk sudut 230 terhadap matahari sehingga belahan bumi selatan mengalami hari panjang (Tjasyono 2004; Gardner et al. 2008). Di Indonesia pengaruh deklanasi tersebut tidaklah terlalu besar. Walaupun demikian, hasil penelitian sebelumnya oleh Sumarni dan Soetiarso (1998) dan Rosliani et al. (2005) menemukan bahwa waktu tanam berpengaruh terhadap pembungaan bawang merah. Diduga adanya perbedaan fotoperiode, curah hujan, suhu serta kelembaban pada waktu tanam yang berbeda dapat mempengaruhi pembungaan bawang merah. Fotoperiode dan suhu mempengaruhi induksi dan inisiasi pembungaan sementara curah hujan akan mempengaruhi kelembaban tanah yang nantinya sangat mempengaruhi pembentukan biji. Selain waktu tanam yang berbeda, pengaturan fotoperiode akan mempertegas peranan fotoperiode dalam pembungaan bawang merah. Menurut Lewis (2000) fotoperiode yang diberikan melebihi waktu kritis yang dibutuhkan tanaman hari panjang (LDP) dapat menyebabkan tanaman berbunga lebih cepat dan serempak. Demikian pula sebaliknya, bila fotoperiode yang diberikan lebih rendah dari waktu kritis yang dibutuhkan maka dapat menunda waktu berbunga. Titik kritis fotoperiode bawang merah belum diketahui, namun hari pendek dapat memperlambat

3

pembungaan pada bawang bombay dan bawang putih di daerah sub tropis, sementara hari panjang dapat mendorong pembungaan dan pengumbian (Khokar et al. 2007; Matthew et al. 2011). Selain fotoperiode, giberelin ikut berperan dalam inisiasi pembungaan dan dapat merangsang pembungaan, serta dapat menggantikan sebagian atau seluruh fungsi suhu rendah untuk stimulasi pembungaan (Taiz & Zeiger 2002). Sumarni dan Sumiati (2001) melaporkan bahwa aplikasi 100 ppm GA 3 dan vernalisasi pada suhu 10oC selama 3-4 minggu dapat meningkatkan hasil biji TSS kultivar lokal Warso. Selain itu, pemberian GA 3 dengan konsentrasi 50-100 mg/l dapat mempercepat inisiasi bunga dan meningkatkan kualitas bunga pada lili (Yursak 2003). Respon tanaman terhadap fotoperiode dan giberelin berbeda tergantung jenis dan kultivarnya. Informasi pembungaan dan produksi TSS pada bawang merah masih sangat sedikit. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk melihat peranan serta pengaruh fotoperiode yang diterapkan dalam bentuk percobaan waktu tanam dan pengaturan fotoperiode. Selain itu, untuk melihat pengaruh giberelin maka digunakan GA 3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknologi produksi TSS, dengan mempelajari beberapa hal sebagai berikut : (1) Mengetahui waktu tanam terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS. (2) Mengetahui fotoperiode terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS. (3) Mempelajari peranan fotoperiode pada pembungaan bawang merah dan produksi TSS. (4) Mengetahui konsentrasi giberelin terbaik untuk pembungaan dan produksi TSS. (5) Mempelajari peranan giberelin pada pembungaan bawang merah dan produksi TSS.

4

Hipotesis Hipotesis penelitian ini adalah : (1) Waktu tanam yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS. (2) Hari panjang dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS. (3) Fotoperiode berperan dalam pembungaan bawang merah. Fotoperiode panjang saat tanam dan saat fase vegetatif akhir dapat meningkatkan pembungaan bawang merah. Fotoperiode panjang meningkatkan produksi TSS dengan meningkatkan peubah pembungaan. (4) Konsentrasi GA 3 yang tepat dapat meningkatkan pembungaan dan produksi TSS. (5) Giberelin berperan dalam pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin eksogen dapat meningkatkan pembungaan bawang merah. Aplikasi giberelin meningkatkan produksi TSS dengan meningkatkan peubah pembungaan.

5

TINJAUAN PUSTAKA Pembungaan dan Pembentukan Biji Bawang Merah Perbanyakan vegetatif menyebabkan variabilitas bawang merah rendah serta umbi bibit dapat membawa patogen penyakit seperti Fusarium sp, Colletotrichum sp, Alternaria sp dari tanaman asalnya sehingga dapat menurunkan produktivitasnya (Walkey 1990; Permadi 1993). Selain itu, perbanyakan vegetatif memiliki berbagai kekurangan diantaranya tingkat perbanyakan rendah, biaya umbi bibit tinggi, gudang penyimpanan yang diperlukan besar, terjadi kehilangan selama penyimpanan karena busuk dan berkecambah, rentan terhadap serangan hama dan soil borne disease serta dapat mengeleminasi virus dari jaringan vegetatif. Peningkatan kontaminasi virus pada bibit bawang merah dapat diikuti dengan penurunan hasil panen (Walkey 1990). Kekurangan umbi bibit dapat diatasi dengan kultur meristem yang diikuti dengan perbanyakan in vitro atau dengan menggunakan kultivar yang diperbanyak dengan biji (Keller et al. 2000; Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Perbanyakan dengan biji dapat dilakukan dengan cepat, murah dan merupakan sistem alami yang komplit dalam mengeliminasi virus (Grubben 1994). Selain itu fertilitas bawang merah memungkinkan untuk seleksi pemuliaan galur superior misalnya dengan galur mandul jantan sitoplasmik (Berninger 1965). Mandul jantan dapat digunakan dalam berbagai perakitan varietas hibrida (Rabinowitch 1990). Oleh karena itu, pembungaan menjadi hal yang sangat penting untuk memproduksi biji bawang merah. Pada proses pembungaan terjadi perubahan fase atau transisi dari fase vegetatif menjadi fase generatif. Kemampuan untuk berbunga dapat dicapai ketika tanaman mencapai umur tertentu. Kondisi lingkungan yang mendukung sangat penting bagi beberapa tumbuhan agar dapat berbunga. Faktor lingkungan yang sangat menentukan dalam pembungaan adalah fotoperiode dan suhu (Taiz & Zeiger 2002) lebih tepatnya adalah perlakuan suhu dingin atau vernalisasi (Michaels & Amasino 2000; Corbesier & Coupland 2006). Faktor lainnya yaitu zat pengatur tumbuh, diantaranya giberelin (Taiz & Zeiger 2002).

6

Menurut Bernier et al. (1985) terdapat dua teori pembungaan yaitu: teori pertama menyatakan bahwa inisiasi pembungaan pada tanaman tidak akan terjadi kecuali ada stimulasi, sedangkan teori kedua menyatakan bahwa tanaman selalu berpotensi berbunga tetapi kadang-kadang tertekan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai. Namun, pada prinsipnya terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi pembungaan, yaitu : (1) produksi hormon pembungaan atau florigen yang diinduksi oleh kondisi lingkungan; (2) tersedianya kandungan nutrisi yang cukup untuk mendukung perubahan dalam apikal; serta (3) perubahan respon biokimia pada apikal yang memicu dihasilkannya unsur-unsur tertentu untuk menginduksi pembungaan (Bidwell 1979). Pada kebanyakan genotipe, proses pembungaan dapat dibagi menjadi empat tahapan yaitu : (1) induksi bunga, inisiasi; (2) diferensiasi (organogenesis); (3) pendewasaan dan perkembangan bagian bunga serta (4) antesis (Lang 1952). Induksi pembungaan adalah suatu proses yang distimulasi oleh faktor luar dari apikal utama yang mampu menginduksi pembentukan primordia bunga (Hempel et al. 2000). Pada tahap induksi terjadi perubahan respon biokimia pada apikal yang menjadi sinyal pertama perubahan fase vegetatif ke arah generatif. Hal ini ditandai oleh pelapisan struktur apikal yang merupakan perubahan pertama bentuk morfologi dan struktur vegetatif menjadi reproduktif. Sementara inisiasi bunga merupakan awal yang menentukan terbentuknya organ reproduktif. Perubahan tunas apikal dan aksilar dari fase vegetatif menjadi tunas bunga merupakan aktivitas hormonal yang berlangsung pada tanaman tersebut yang umumnya diinduksi oleh kondisi lingkungan tertentu seperti suhu dan perubahan fotoperiode. Induksi dan inisiasi pembungaan dipengaruhi oleh genotipe dan lingkungan, interaksi keduanya mempengaruhi proses biokimia dan molekular, membawanya ke masa transisi dari masa vegetatif ke generatif (Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Berbeda dengan induksi pembungaan, diferensiasi bunga dapat tetap berlangsung walaupun kondisi untuk induksi pembungaan sudah tidak ada (Erwin 2005). Selama tahap diferensiasi, struktur primordia bunga terlihat jelas dibawah mikroskop; terdiri atas sepal, petal, stamen, pistil maupun karpelnya. Pada tahap

7

ketiga terjadi pematangan bagian-bagian bunga, seperti jaringan sporogenous, kepala putik dan serbuk sari. Pada tahap akhir, bagian-bagian bunga mencapai ukuran maksimum, stigma menjadi reseptif dan serbuk sari berkembang sempurna (Ryugo 1990). Pada bawang merah formasi perkembangan generatif bersimultan dengan perkembangan vegetatif, daun terus terbentuk di meristem aksilar bersimultan dengan perkembangan bunga di apikal utama. Selain itu, inisiasi dan diferensiasi dari promordia bunga baru berlanjut secara berurutan dengan pertumbuhan dan perkembangan bunga sebelumnya. Batang bunga bawang merah muncul dari meristem utama (Rabinowitch & Kamentesky 2002). Pada spesies Allium termasuk bawang merah pembungaan sangat dipengaruhi oleh umur fisiologi dan kondisi lingkungan (Kamenetsky 2000). Masa juvenile tergantung pada genetika tanaman dan lingkungan tumbuhnya. Kemampuan untuk berbunga tidak hanya bergantung pada besarnya cadangan yang tersedia namun juga pada ukuran meristem apikalnya (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Ukuran umbi yang cukup besar (>5 g) mampu meningkatkan pembungaan dan produksi TSS (Sumarni & Soetiarso 1998). Hal ini disebabkan ukuran umbi yang besar menghasilkan sintesis de novo giberelin alami dengan konsentrasi tinggi. Semakin tinggi ukuran umbi semakin tinggi karbohidratnya. Sedangkan karbohidrat merupakan bahan baku dari asam amino kauren atau steviol yang digunakan sebagai intermediet pembentukan giberelin (Sumiati & Sumarni 2006). Vernalisasi dibutuhkan untuk induksi pembungaan pada bawang merah. Tanaman bawang post-juvenile merespon vernalisasi baik pada saat penyimpanan atau pun pada saat tumbuh di lapangan, dan sensitifitasnya terhadap vernalisasi meningkat dengan bertambahnya usia. Suhu dingin dapat menginduksi pembungaan namun sebaliknya suhu tinggi dapat memperlambat pembungaan (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Suhu rendah 5oC dan 10oC, dapat menginduksi bunga pada bawang merah namun sebaliknya suhu tinggi baik di gudang ataupun di lapangan dapat menghambatnya. Suhu tinggi selama penyimpanan tidak hanya menghambat pembungaan namun juga menunda umur berbunga, mengurangi jumlah bunga serta dapat menekan munculnya rangkaian bunga yang telah terinisiasi (Heath & Mathur

8

1944 ; Krontal et al. 2000). Untuk bawang merah tropis yang tumbuh pada suhu tinggi (29oC siang /21oC malam), bunga mekar normal hanya terjadi pada umbi yang disimpan pada suhu 5oC, namun bila ditumbuhkan pada suhu yang lebih rendah (17oC siang/9oC malam) hasil terbaik bila umbi disimpan pada suhu 10oC (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Walau demikian hasilnya dapat berbeda untuk setiap kultivar. Pada wortel, vernalisasi diikuti fotoperiode panjang dapat meningkatkan persentase tanaman berbunga dibandingkan pada fotoperiode normal (Dias-Tagliacozzo & Valio 1994). Penggunaan kultivar yang diperbanyak dengan biji atau TSS (True Shallot Seed) sebagai bibit memiliki beberapa keuntungan dibandingkan umbi bibit yaitu dapat mengurangi biaya bibit hingga 50% dibanding umbi bibit komersil, volume TSS rendah (kebutuhan benih TSS ± 7,5 kg/ha sementara umbi bibit mencapai ± 2 ton/ha) sehingga penyimpanannya lebih mudah dan biaya angkutnya lebih murah, menghasilkan tanaman yang lebih sehat karena biji bebas patogen dan bebas virus serta umbi yang dihasilkan lebih besar sehingga produktivitasnya tinggi (Ridwan et al. 1989; Suherman & Basuki 1990; Permadi 1993; Putrasamedja 1995; Sumarni et al. 2005; Basuki 2009). Fotoperiode Induksi fotoperiode terhadap pembungaan dilaporkan pertama kali pada tahun 1914 oleh Julien Tornois pada tanaman ‘hops’. Kemudian dilaporkan bahwa fotoperioditas merupakan fenomena umum dan mampu mengontrol pembungaan tanaman pada umunnya (Garner & Allard 1920). Daun merupakan penerima signal fotoperiode (Knott 1934). Fotoperiodisme adalah suatu mekanisme merespon durasi, kualitas dan energi radiasi cahaya, sehingga membuat tanaman dapat merespon perubahan fotoperiode dan berbunga di waktu tertentu dalam setahun (Iannucci et al. 2008). Pada tanggal 22 Juni, bumi membentuk sudut 230 terhadap matahari (Gambar 1) sehingga belahan bumi utara mengalami siang hari yang lebih dari 12 jam dan belahan bumi selatan mengalami siang hari kurang dari 12 jam, sebaliknya pada 22 bulan Desember waktu

9

kutub selatan memberntu sudut 230 terhadap matahari. Lembang terletak pada 60 LS, artinya pada bulan Juni mengalami hari terpendek dan pada bulan Desember mengalami hari terpanjang.

Gambar 1 Deklinasi Matahari pada Bumi. Fotoperiode merupakan faktor lingkungan yang mengendalikan pembungaan. Namun, studi berikutnya menerangkan bahwa niktoperiode (panjang malam) yang merupakan faktor pengendali respon tanaman bukan fotoperiodenya. Hal ini dibuktikan dengan apabila periode gelap diselingi oleh pencahayaan singkat maka hasilnya adalah pengaruh hari panjang, namun sebaliknya bila periode terang diinterupsi dengan periode gelap tidak memberikan pengaruh terhadap pembungaan (Gardner et al. 2002). Fotoperiode dapat digunakan untuk menginduksi pembungaan pada musim tertentu (Larson 1960). Kelompok cahaya yang aktif untuk induksi fotoperiode pembungaan adalah cahaya merah dengan panjang gelombang 600-700 nm (Grant 1997). Menurut Hillman (1962) klasifikasi tanaman berdasarkan responnya terhadap fotoperiode sebagai berikut: (1) Tanaman hari pendek (short-day plants, SDP). Pembungaan terjadi bila fotoperiode yang diterima lebih pendek daripada fotoperiode maksimum kritis dan biasanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan lainnya

10

seperti suhu; (2) Tanaman hari panjang (long-day plants, LDP). Pembungaan terjadi bila fotoperiode yang diterima lebih panjang daripada fotoperiode minimum kritis; (3) Tanaman hari pendek panjang (short-long-day plants, SLDP). Pembungaan terjadi bila terkena serangkaian hari pendek kemudian diberi hari panjang, selain itu diperlukan periode vernalisasi di antara waktu tersebut; (4) Tanaman hari panjang pendek (long-short-day plants, LSDP). Pembungaan terjadi bila dikenai serangkaian hari panjang kemudian dikenai serangkaian hari pendek; serta (5) Tanaman netral (day-neutral plants, DNP). Pembungaan tidak peka terhadap fotoperiode tetapi berhubungan dengan faktor usia yaitu bunga muncul setelah dicapai umur atau ukuran minimum. Bawang merah termasuk dalam genus Allium yang merupakan tanaman LDP (Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Thomas dan Vince-Prue (1997) menyatakan fotoperiode memungkinkan terjadinya induksi pembungaan karena adanya sinyal perbedaan fotoperiode yang diterima tanaman. Studi berikutnya menemukan dasar molekuler penerimaan sinyal fotoperiode yaitu : phytochromes dan cryptochromes yang mampu memonitor fotoperiode serta merupakan komponen jalur sinyal pembungaan yang berhubungan dengan circadian clock (Michaels & Amasino 2000). Beberapa jenis tanaman sensitif terhadap fotoperiode dan akan berbunga pada fotoperiode tertentu. Pemberian cahaya tambahan selama periode gelap (night break) dapat dimulai segera sebelum munculnya bunga serta dapat mendorong induksi pembungaan dan menyebabkan pemanjangan batang tanaman seperti ditemukan pada tanaman Craspedia globosa dan Lilium spp (Annis et al. 1992 ; Yursak 2003). Penambahan fotoperiode dapat mempercepat waktu munculnya rangkaian bunga pada bawang Bombay (Khokar et al. 2007). Sementara pada bawang putih night break dapat meningkatkan pemanjangan tangkai bunga serta menambah jumlah floret (bunga tunggal) untuk beberapa genotipe (Matthew et al. 2011). Respon tanaman terhadap fotoperiode terjadi karena adanya sinyal pembungaan oleh stimulasi pembungaan (floral stimulus) yang ditranslokasikan dari daun ke meristem apikal. Stimulasi pembungaan menginduksi pembungaan dan merubah meristem apikal yang vegetatif menjadi generatif. Hal ini menyebabkan

11

tanaman membentuk kuncup bunga (Vince-Prue 2002). Sinyal pembungaan dapat diterima oleh daun yang sudah mencapai kompetensi atau kematangan tanggap (Bernier et al. 1985). Kompetensi tersebut bergantung pada spesiesnya (Salisbury & Ross 1995). Pada bawang merah, kompetensi dapat terjadi setelah memiliki 6 helai daun sejati (Kamenetsky & Rabinowitch 2002). Giberelin Giberelin atau GA adalah semua senyawa tetarasiklik diterpenoid dengan sistem cincin ent-giberelan. Ditemukan pada tahun 1926 oleh E. Kurosawa, ilmuwan Jepang yang menemukan cendawan penyebab elongasi pada batang padi, selanjutnya cendawan tersebut diberi nama Gibberella fujikuroi (Audus 1972). Semua giberelin bersifat asam dan dinamakan GA (asam giberelat) yang dinomori untuk membedabedakannya. Biosintesis giberelin menggunakan asetil CoA dan respirasi (Taiz & Zeiger 2002). Giberelin disintesis lewat jalur asam mevalonic dalam jaringan yang sedang tumbuh dan biji yang sedang berkembang. Giberelin yang umumnya tersedia di pasaran adalah asam giberelat yang dikenal dengan nama GA 3 yang ditranslokasikan melalui xylem dan phloem, serta merupakan giberelin komersial pertama yang tersedia dan digunakan dalam sistem standar bioassay (Arteca 1995). Giberelin berperan dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Giberelin memacu pembelahan, pertumbuhan dan pembesaran sel. Hormon ini meningkatkan hidrolisis pati, dan fruktan menjadi glukosa dan fruktosa. Heksosaheksosa hasil dari hidrolisis pati merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan dinding sel, dan menyebabkan energi potensial air menjadi rendah. Penurunan energi potensial air menyebabkan air dari luar sel mudah berdifusi ke dalam sel, sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA 3 dapat mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA 3 (Davies 1995). Giberelin memegang peranan penting dalam inisiasi pembungaan pada beberapa tanaman, terutama pada tanaman bersifat rosette (Chailakhyan 1968). Pada peach dan anthurium GA 3 dapat mempercepat inisiasi bunga (Gianfagna 1986). Bila

12

giberelin diaplikasikan pada tanaman rosette dalam kondisi non induktif untuk berbunga akan mampu membuat tanaman tersebut bolting dan berbunga, namun bila konsentrasinya rendah tanaman sanggup untuk bolting namun tidak berbunga. Giberelin diduga memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pembungaan (Stuart & Cathey 1961). Pengaruh giberelin terhadap pembungaan tidak konsisten karena kandungan auksin dan giberelin dalam tanaman dipengaruhi fotoperiode, hal ini menyebabkan ambigu dengan reaksi pembungaan akibat fotoperiode (Chailakhyan & Lozhinkova 1960; Chailakhyan 1968). Pada tanaman LDP kandungan GA tinggi diperlukan untuk berbunga dan retardant GA dapat menunda pembungaan, sementara pada tanaman SDP, aplikasi GA tidak berpengaruh namun retardant GA diperlukan untuk berbunga pada kondisi non induktif (Gent & McAvoy 2000). Selain itu pada tanaman yang membutuhkan vernalisasi, hubungan antara giberelin endogenous dan pembungaan sangat bervariasi tergantung spesies (Chailakhyan & Lozhinkova 1960). Pada tanaman olive vernalisasi diperlukan untuk menginduksi pembungaan. Selama periode dingin, kandungan giberelin pada tanaman tersebut antara tunas bunga dan tunas vegetatif berbeda. Kandungan giberelin pada rangkaian bunga meningkat selama pertumbuhannya dan mencapai titik maksimum pada fase awal perkembangannya kemudian menurun sampai titik minimum 2 minggu sebelum mekar sempurna. Aplikasi giberelin eksogen tanpa vernalisasi gagal untuk menginduksi pembungaan, hal ini mengindikasikan bahwa vernalisasi merangsang proses pembungaan kemudian bekerja bersama giberelin endogenous untuk berbunga. Selain itu, keseimbangan antara endogenous inhibitor dan giberelin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap induksi pembungaan (Badr et al. 1970). Namun, pada beberapa species seperti Gailardia x Grandiflora giberelin dapat mensubtitusi vernalisasi (Harkess & Lyons 1994). Tanaman dapat menghasilkan giberelin endogen dalam jumlah yang berlebih ataupun rendah, dan tidak semua giberelin yang terdapat pada tanaman tersebut bersifat aktif. Kandungan GA dalam kodisi hari panjang meningkat dua sampai empat kali lipat dibandingkan tanaman yang tumbuh pada hari pendek (Tanimoto & Harada 1985). Pemberian giberelin pada tanaman harus disesuaikan dengan waktu yang

13

diinginkan oleh tanaman. Pada Silene armeria, pemberian GA 3 pada kondisi hari pendek menjadikan tanaman bolting namun tidak menginduksi bunga (Wellensiek 1972). Pada Lolium temulentum, efektifitas GA 3 muncul ketika GA 3 diaplikasikan pada akhir periode terang, namun bila diberikan pada awal atau pertengahan periode terang maka pengaruhnya kecil (Evans 1964). Pengaruh giberelin pada tanaman yang memerlukan vernalisasi untuk pembungaannya bervariasi (Tanimoto & Harlin ada 1985). Pada tanaman yang membutuhkan vernalisasi untuk berbunga, pengaruh giberelin dapat menginduksi bolting dan pembungaan atau hanya menyebabkan bolting saja (Audus 1972). Vernalisasi adalah suatu proses yang dibutuhkan untuk spesies tanaman tertentu termasuk Allium untuk memasuki fase reproduktif, melalui pemberian suhu rendah bukan suhu beku (Streck 2003). Giberelin mampu menginduksi pembungaan pada kondisi non induktif ditemukan pada tanaman Hyosyamus niger (Lang 1956), Petrosilenum crispum, Daucus carota, Brassica napus (Lang 1957), B. oleraceae, B. napobrassica, B. rapa, Digitalis purpurea, Bellis perennis, Matthiola incana, Viola tricolor (Wittwer & Bukovac 1957), Apium graveolens, Beta vulgaris (Wittwer & Bukovac 1958), Centaurium minus (McComb 1967) dan Chicorium intybus (Michniewicz & Kamienska 1964). Sementara pada spesies lainnya hanya mampu menyebabkan bolting saja tanpa menginduksi bunga contohnya aplikasi GA 3 pada Arabidopsis thaliana tidak dapat menginduksi pembungaan (Besnard-Wibaut 1981). Efektifitas giberelin dalam menginduksi pembungaan sangat bervariasi tergantung pada species dan GA yang diaplikasikan. Sedikitnya terdapat 90 macam GA dan pengaruhnya pada tanaman berbeda (Arteca 1995). Pada Myosotis alpestris aplikasi GA 7 dapat menginduksi bolting dan pembungaan, sementara GA 3 hanya menyebabkan bolting saja (Michniewicz & Lang 1962).

14

15

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak pada 1070 36’ BT dan 60 49’ LS. Selama percobaan, suhu harian rata-rata adalah 210C dengan suhu minimum 150C dan suhu maksimum 250C. Kelembaban rata-rata adalah 85% dengan curah hujan rata-rata 154 mm per bulan dan banyak hari hujan rata-rata 8 hari per bulan. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah bibit umbi bawang merah kultivar Bali Karet, GA 3 , pupuk kandang ayam, pupuk NPK 15-15-15, plastik transparan, plastik hitam, bambu, lampu hemat energi 23 watt (setara dengan 100 W), dan bahan pertanian lainnya. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah timbangan Sartorius, tempat vernalisasi (cold storage), tempat perkecambahan, alat pengatur waktu serta alat pertanian lainnya. Metode Penelitian 1.

Percobaan Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS. Percobaan dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012,

dengan Rancangan Petak Terpisah, dengan waktu tanam sebagai petak utama dan perlakuan GA 3 sebagai anak petaknya. Sebagai petak utama adalah waktu tanam (W) terdiri atas W1 = Minggu IV Juni 2011, W2 = Minggu IV September 2011, W3 = Minggu IV Desember 2011 dan W4 = Minggu IV Maret 2012. Sebagai anak petak adalah konsentrasi GA 3 (G) terdiri atas G1 = 0 (tanpa GA 3 ) (kontrol), G2 = GA 3 50 ppm, G3 = GA 3 100 ppm dan G4 = GA 3 200 ppm Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 unit percobaan. Petak percobaan berukuran 1 m x 3 m dengan jarak tanam 15 cm x 20 cm,

16

sehingga diperoleh 100 tanaman per petak. Kultivar yang digunakan adalah Bali Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi selama 3 minggu pada suhu 100C. 2.

Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS. Percobaan dilaksanakan di dataran tinggi Kebun Percobaan Margahayu Lembang

1250 m dpl pada bulan Desember 2011 sampai dengan April 2012, dengan Rancangan Petak Terpisah. Petak utama merupakan fotoperiode dan perlakuan GA 3 sebagai anak petak. Petak utama adalah fotoperiode (F) terdiri atas : F1 = Fotoperiode 10 jam, F2 = Fotoperiode alami (kontrol), F3 = Fotoperiode alami + 2 jam night break dan F4 = Fotoperiode alami + 4 jam night break. Anak petak adalah konsentrasi GA 3 (G) terdiri atas G1 = 0 (tanpa GA 3 ) (kontrol), G2 = GA 3 50 ppm, G3 = GA 3 100 ppm dan G4 = GA 3 200 ppm. Dari dua faktor perlakuan, diperoleh 16 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang 3 kali, sehingga secara keseluruhan terdapat 42 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 3 polybag ukuran 30 cm atau 8 kg tanah, masing – masing polybag ditanam 3 umbi bawang merah. Kultivar yang digunakan adalah Bali Karet dengan ukuran bibit > 5 gram dan ≤ 20 gram yang telah divernalisasi selama 3 minggu pada suhu 100C. Analisis dan Model 1.

Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS. Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah : Y ijk = µ + ρ i + α j + γ ij + β k + (αβ) jk + ε ijk

Keterangan : i

= 1,2,3 (ulangan)

j

= 1,2,3,4 (waktu tanam)

k

= 1,2,3,4 (konsentrasi GA 3 )

17

Y ijk

= Hasil pengamatan pengaruh waktu tanam ke-j, konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan ke-i

µ

= Nilai tengah

ρi

= Pengaruh ulangan ke-i

αj

= Pengaruh waktu tanam (petak utama) ke-j

γ ij

= Pengaruh galat waktu tanam ke-j, ulangan ke-i

βk

= Pengaruh konsentrasi (anak petak) GA 3 ke-k

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k ε ijk

= Pengaruh galat waktu tanam ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan ke-i Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji

F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada α = 5% dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan program SAS volume 9 Portable. 2.

Percobaan Pengaruh Fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawnag Merah dan Produksi TSS. Persamaan matematik dari rancangan yang digunakan adalah : Y ijk = µ + ρ i + α j + γ ij + β k + (αβ) jk + ε ijk

Keterangan : i

= 1,2,3 (ulangan)

j

= 1,2,3,4 (fotoperiode)

k

= 1,2,3,4 (konsentrasi GA 3 )

Y ijk

= Hasil pengamatan pengaruh fotoperiode ke-j, konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan ke-i

µ

= Nilai tengah

ρi

= Pengaruh ulangan ke-i

αj

= Pengaruh fotoperiode (petak utama) ke-j

γ ij

= Pengaruh galat fotoperiode ke-j, ulangan ke-i

βk

= Pengaruh konsentrasi GA 3 (anak petak) ke-k

18

(αβ) jk = Pengaruh interaksi antara fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k ε ijk

= Pengaruh galat fotoperiode ke-j dan konsentrasi GA 3 ke-k pada ulangan ke-i Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam (uji F). Apabila dengan uji

F menunjukkan pengaruh nyata, uji wilayah Berganda Duncan (DMRT) pada taraf α = 5% dilakukan untuk menguji beda nyata antar perlakuan. Pengolahan data menggunakan program SAS volume 9 Portable. Pelaksanaan Penelitian Pengambilan sampel tanah sebelum penelitian Sampel yang diambil sebelum penelitian adalah sampel tanah sebelum percobaan yaitu sebelum lahan diolah. Pengujian sampel ini diperlukan untuk mengetahui kandungan hara yang terkandung dalam sampel. Cara pengambilan sampel tanah adalah dengan sistem bongkah komposit yaitu mengambil 2 kg tanah pada lapisan topsoil dari beberapa titik. Sampel yang sudah diperoleh dianalisis di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA) Lembang. Persiapan lahan Pengolahan tanah dilakukan satu bulan sebelum tanah agar tanah menjadi gembur, menghilangkan gulma dan memperbaiki sirkulasi udara serta aerasi dalam tanah, tanah diolah sedalam ± 20 cm. Model penanaman bawang merah adalah diatas bedengan bukan surjan untuk setiap perlakuan. Tinggi bedengan sekitar 15 cm untuk setiap perlakuan. Bedengan bawang merah dibuat sedemikian rupa sehingga galian subsoil berada dibawah tanah galian topsoil. Vernalisasi Sebelum tanam bibit yang akan digunakan diseleksi terlebih dahulu. Bibit yang digunakan adalah bibit yang sehat dan berukuran besar (> 5 gram), yang kemudian dibersihkan dari daun menjadi bentuk protolan. Protolan bibit dihamparkan dalam wadah dan dimasukkan dalam ruang vernalisasi selama 3 minggu dengan suhu ± 10oC.

19

Penanaman dan aplikasi GA 3 Aplikasi GA 3 diberikan dengan cara pencelupan bagian basal (dasar) umbi sebelum tanam. Umbi bibit bawang merah dicelup dalam larutan GA 3 sesuai dengan perlakuan selama 15 menit. Pada percobaan I setiap lubang tanam, ditanami satu umbi bibit, selanjutnya dilakukan penyulaman pada umur 7 HST. Jarak tanam yang digunakan adalah 15 cm x 20 cm. Untuk percobaan II penanaman dilakukan pada polybag ukuran 8 kg dengan jumlah bibit 3 umbi per polybag. Pengairan Pengairan diberikan melalui penyiraman menggunakan embrat dan selang air. Penyiraman dilakukan seminggu dua kali pada pagi dan sore hari kecuali saat hari hujan. Penyiraman dilakukan sampai dengan tanaman memasuki fase vegetatif akhir yaitu ketika 50% daun per rumpun mulai menguning sekitar usia 10 s.d. 12 MST. Pemupukan Pupuk dasar yang diberikan berupa pupuk kandang ayam dengan dosis 15 ton ha-1. Dosis pupuk yang diberikan sesuai dengan dosis rekomendasi 1000 kg/ha NPK (15-15-15) pada saat tanam, 2 dan 4 MST. Pupuk susulan diberikan dalam bentuk lajur di samping kanan dan kiri baris tanaman. Pemeliharaan Pemeliharaan tanaman meliputi penyiangan, serta pengendalian hama, penyakit dan gulma. Penyiangan gulma dilakukan secara manual setiap seminggu sekali untuk menghindari kompetisi, kelembaban tanah yang tinggi serta terhindar dari serangan penyakit. Pengendalian hama penyakit disesuaikan dengan jenis hama dan penyakit yang menyerang baik secara manual maupun dengan aplikasi insektisida dan fungisida. Pemasangan naungan transparan pada percobaan I Naungan transparan dipasang setelah muncul bunga. Pemasangan naungan dilakukan untuk melindungi tanaman dan bunga dari hujan, sehingga tidak terjadi

20

gugur bunga. Naungan di pasang mengikuti arah bedeng dengan ketinggian ± 2.5 m di atas permukaan bedeng. Perlakuan fotoperiode pada percobaan II Tambahan hari panjang berupa night break diberikan pada pukul 22.00-24.00 (untuk fotoperiode alami + 2 jam) dan 22.00-02.00 (untuk fotoperiode alami + 4 jam). Lampu yang digunakan adalah lampu hemat energi 23 watt (setara dengan 100 W). Sementara pengurangan fotoperiode dilakukan dengan cara penyungkupan dengan plastik hitam pada pukul 16.00 dan dibuka pada pukul 06.00 keesokan harinya (fotoperiode 10 jam). Perlakuan fotoperiode diberikan selama 2 minggu yaitu pada umur 3 sd 5 MST. Penyerbukan Penyerbukan bunga dilakukan dengan menggunakan tangan dengan cara mengusap bunga yang telah terbuka agar serbuk sari jatuh ke kepala putik. Selain itu, ditanam pula bunga Tagetes di areal pertanaman untuk menarik serangga penyerbuk supaya terjadi penyerbukan oleh serangga. Panen umbel dan biji bawang merah Panen umbel dan biji bawang merah dilakukan pada saat biji telah matang fisiologi. Kriteria yang digunakan adalah umbel telah merekah sempurna dan telah terjadi penyerbukan serta fertilisasi (membentuk biji). Secara visual hampir seluruh daun bawang telah rebah dan tangkai bunga berwarna cokelat. Pengamatan Pengamatan Utama Pengamatan dilakukan terhadap tanaman contoh secara acak pada setiap petak percobaan. Petak panen bawang merah adalah semua rumpun dalam bedengan pada percobaan 1 dan semua rumpun pada 9 polybag pada percobaan 2. Adapun peubah yang diamati adalah sebagai berikut :

21

Pertumbuhan bawang merah Pengamatan pertumbuhan tanaman dilakukan terhadap 5 tanaman contoh secara acak ketika umur 15, 30 dan 45 HST untuk percobaan 1 dan 3 tanaman contoh ketika umur 30 dan 45 HST untuk percobaan 2. Pengamatan pertumbuhan meliputi : 1.

Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dari pangkal batang sampai ke ujung daun tertinggi.

2.

Jumlah daun (kapsul). Jumlah daun per tanaman adalah seluruh daun yang ada pada setiap rumpun termasuk daun termuda (apabila sudah 3 cm) sampai daun tertua yang sebagian besar masih berwarna hijau dan tidak layu.

3.

Jumlah anakan per tanaman (kapsul). Jumlah anakan per tanaman adalah jumlah tunas yang muncul dan telah membentuk batang semu.

Pembungaan bawang merah Pengamatan pembungaan bawang merah meliputi : 1.

Persentase tanaman berbunga (%). Persentase tanaman berbunga dihitung dengan cara menghitung jumlah tanaman yang berbunga dibagi populasi seluruh tanaman dikali 100%. Pengamatan dilakukan setiap seminggu sekali sejak waktu muncul bunga sampai dengan pembungaan maksimal. Data yang ditampilkan adalah jumlah persentase pembungaan maksimal dari populasi.

2.

Waktu bunga muncul (HST). Waktu bunga muncul dihitung dengan cara menghitung jumlah hari sejak saat tanam sampai dengan waktu bunga muncul 10%.

3.

Waktu blooming (HST). Waktu blooming dihitung dengan cara menghitung jumlah hari sejak saat tanam sampai dengan populasi tanaman berbunga 40%.

4.

Jumlah umbel per rumpun. Pada percobaan 1 dihitung dengan cara membagi jumlah umbel seluruh sampel dengan banyaknya sampel. Pada percobaan 2 dihitung dengan cara membagi jumlah umbel per 9 rumpun dibagi jumlah rumpun berbunga.

22

5.

Jumlah umbel per petak. Jumlah umbel per satuan percobaan dihitung dengan cara mencacah jumlah umbel bunga yang terbentuk per petak (100 rumpun) pada percobaan 1.

6.

Untuk percobaan 2 ditambah dengan peubah panjang tangkai bunga (cm). Panjang tangkai bunga dihitung dengan cara mengukur panjang tangkai bunga dari pangkal batang sampai dengan dasar dari rangkaian bunga (umbel).

Pembuahan dan pembentukan biji Pengamatan hasil biji bawang merah meliputi : 1.

Jumlah umbel yang dipanen. Jumlah umbel yang dipanen dihitung dengan cara mencacah semua umbel yang dapat dipanen.

2.

Jumlah kapsul per umbel. Jumlah kapsul per umbel dihitung dengan cara menjumlahkan jumlah kapsul bernas dan tidak bernas pada setiap umbel.

3.

Jumlah kapsul bernas per umbel. Jumlah kapsul bernas dihitung dengan cara mencacah jumlah kapsul bernas atau berbiji pada setiap umbel.

4.

Persentase pembentukan buah. Persentase pembentukan buah dihitung dengan cara membagi jumlah kapsul bernas dengan jumlah kapsul per umbel dikali 100%. Jumlah kapsul per umbel diasumsikan sebagai jumlah bunga tunggal (floret) per umbel.

5.

Jumlah biji per umbel. Jumlah biji per umbel dihitung dengan mencacah jumlah biji pada setiap umbel.

6.

Jumlah biji per kapsul. Jumlah biji per kapsul dihitung dengan cara membagi jumlah biji per umbel dengan jumlah kapsul yang bernas dari umbel tersebut.

7.

Persentase pembentukan biji. Persentase pembentukan biji dihitung dengan cara membagi jumlah biji per kapsul dengan jumlah ovule kemudian dikali 100%. Jumlah ovule bawang merah adalah 6.

8.

Keberhasilan reproduksi. Keberhasilan reproduksi dihitung dengan cara mengalikan

persentase

pembentukan biji.

pembentukan

buah

dengan

persentase

23

Produksi TSS 1.

Bobot biji per 100 butir. Bobot biji per 100 butir dihitung dengan cara membagi bobot biji per umbel dengan jumlah biji per umbel sehingga diperoleh bobot biji per butir. Kemudian bobot biji per butir dikali 100 sehingga diperoleh bobot biji per 100 butir.

2.

Bobot biji per umbel. Bobot biji per umbel didapat dengan cara menimbang biji atau TSS seluruh sampel kemudian dibagi jumlah sampel.

3.

Bobot biji per rumpun. Bobot biji per rumpun diperoleh dengan cara mengalikan bobot biji per umbel dengan jumlah umbel per rumpun.

4.

Bobot biji per petak. Bobot biji per petak pada percobaan 1 dihitung dengan cara menimbang seluruh biji non sampel kemudian ditambahkan dengan biji sampel.

Data Pendukung Data pendukung adalah data yang diperoleh dari pihak lain tanpa di analisis secara statistika dan digunakan untuk mendukung percobaan yang dilakukan. Data pendukung terdiri atas daya berkecambah, komponen iklim, dan analisis tanah. Daya Berkecambah Daya berkecambah dihitung dengan cara menghitung jumlah benih yang tumbuh dibagi jumlah benih yang diuji di kali 100%. Sebelum diuji benih dimasukkan kedalam ruang pendingin 5oC selama 1x 24 jam. Pengujian dilakukan di Lab Teknologi Benih Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Komponen Iklim Komponen iklim yang dijadikan data pendukung adalah : suhu minimum, suhu rata-rata harian, suhu maksimum, kelembaban, banyak hari hujan serta curah hujan untuk setiap musim tanam. Komponen iklim diperoleh dari Stasiun Cuaca Margahayu Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang. Analisis tanah Analisis kimia tanah sebelum percobaan meliputi : tekstur tanah, kandungan hara makro (N, P dan K), pH tanah, KTK dan Kejenuhan Basa. Analisis tanah

24

dilakukan sebelum percobaan. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang.

25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi klimatologi selam percobaan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Curah hujan serta jumlah hujan yang tinggi dapat menurunkan kualitas umbel serta pembentukan biji, sementara suhu udara harian yang hangat dapat mempercepat pembungaan. Selai itu, berdasarkan sidik ragam sebagian besar peubah pengamatan pada ke dua percobaan dipengaruhi perlakuan secara terpisah. Namun, terdapat pula beberapa peubah yang interaksinya nyata antara waktu tanam dengan GA 3 ataupun fotoperiode dan GA 3 . Percobaan I Percobaan Pengaruh Waktu Tanam dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS Kondisi umum selama percobaan I a. Iklim Pada awal pertumbuhan, tanaman bulan Juni mengalami fotoperiode terpendek, dikuti September dan Maret fotoperiode normal dan fotoperiode terlama pada tanaman bulan Desember (Gambar 2). Fotoperiode bulan Desember 18 menit lebih lama dibanding Maret, 23 menit lebih lama dibanding September dan 42 menit lebih lama dibanding Juni. Sementara pada waktu induksi bunga yaitu umur 3 sd 5 MST tanaman bulan Juni masa induksinya jatuh pada bulan Juli-Agustus dengan fotoperiode 708-716 menit, tanaman bulan September jatuh pada bulan OktoberNovember dengan fotoperiode 735-743 menit, tanaman bulan Desember jatuh pada bulan Januari dengan fotoperiode 747 menit, tanaman bulan Maret jatuh pada bulan April-Mei dengan fotoperiode 710-719 menit. Tanaman bulan Juni pada awal pertumbuhannya atau fase vegatatifnya mengalami fotoperiode pendek (706-719 menit) kemudian pada fase selanjutnya yaitu fase generatif mengalami fotoperiode normal (720-730 menit). Tanaman bulan September pada awal pertumbuhan mengalami fotoperiode normal kemudian fotoperiode panjang (731-748 menit). Tanaman bulan Desember pada awal pertumbuhannya mengalami fotoperiode panjang kemudian fotoperiode normal, dan

26

tanaman bulan Maret pada awal pertumbuhan mengalami fotoperiode normal diikuti

Agustus

Juli

Juni

Mei

April

Maret

Februari

Januari

Desember

November

Oktober

September

Agustus

Juli

760 750 740 730 720 710 700 690 680 Juni

Fotoperiode (menit)

fotoperiode pendek.

Bulan

Gambar 2 Fotoperiode pada 60 LS. Suhu rataan harian saat tanam bulan Desember lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Juni, September ataupun Maret (Gambar 3). Begitu pula dengan rataan suhu minimum dan maksimumnya. Selain itu, suhu harian rata-rata pada tanaman bulan Desember sampai dengan masa generatif (waktu blooming) lebih tinggi dibandingkan waktu tanam lainnya (Gambar 4). Pada fase vegetatif tanaman bulan Juni suhu rataan hariannya adalah 19.90C sementara fase generatifnya adalah 20.80C. Tanaman bulan September rataan suhu harian fase vegetatifnya adalah 20.90C dan fase generatifnya adalah 21.40C. Tanaman bulan Desember rataan suhu harian fase vegetatifnya adalah 21.40C dan fase generatifnya adalah 20.70C. Tanaman bulan Maret rataan suhu harian fase vegetatifnya adalah 20.30C dan fase generatifnya adalah 20.50C. Tanaman bulan Juni mengalami musim kering pada fase vegetatif dengan curah hujan rata-rata 30.4 mm per bulan dan pada fase generatif mengalami musim basah dengan curah hujan rata-rata 187.4 mm per bulan (Gambar 5). Tanaman bulan September baik pada fase vegetatif dan generatif mengalami musim basah dengan curah hujan rata-rata 224.2 mm per bulan dan 312 mm per bulan. Tanaman bulan

27

Desember mengalami musim basah pada fase vegetatif dan generatif dengan curah hujan rata-rata 312 mm per bulan dan 279.7 mm per bulan. Sementara tanaman bulan Maret pada fase vegetatif mengalami musim basah dengan curah hujan rata-rata 181.8 mm per bulan kemudian diikuti musim kering dengan curah hujan rata-rata 26.9 mm per bulan. Hal ini sejalan dengan banyaknya jumlah hari hujan pada periode tersebut (Gambar 6). 30 25 20 15 10 5

suhu miniumum

suhu harian

suhu maksimum

Gambar 3 Suhu udara rataan minimum, harian dan maksimum selama percobaan. 23 22

suhu (oC)

21 20 19 18 17 16 15 1 4 7 10131619222528313437404346495255586164677073 hari setelah tanam Tanam Juni

Tanam September

Tanam Desember

Tanam Maret

Gambar 4 Suhu udara rataan harian sejak tanam sampai berbunga 40%

curah hujan (mm)

28

400 350 300 250 200 150 100 50 0

Jumlah hari hujan

Gambar 5 Curah hujan selama percobaan. 16 14 12 10 8 6 4 2 0

Gambar 6 Jumlah hari hujan selama percobaan. Pada waktu tanam Juni, September dan Desember kelembaban udara cukup tinggi. Namun, pada waktu tanam Maret kelembaban udara rendah (Gambar 7). Kelembaban tanaman bulan Juni, September dan Desember selama masa pertumbuhannya tidak terlalu berbeda. Namun, pada tanaman bulan Maret terjadi penurunan kelembaban di akhir masa pertumbuhan. Kelembaban rata-rata fase vegetatif tanaman bulan Juni, September dan Desember berturut turut adalah 86%, 88%, dan 88% sementara rata-rata fase generatifnya adalah 87%, 88% dan 86%. kelembaban rata-rata fase vegetatif tanaman bulan Maret adalah 85% dan fase generatifnya adalah 81%.

29

95

Kelembaban (%)

90 85 80 75 70 65

Gambar 7 Kelembaban udara selama percobaan. Masa blooming tanaman bulan Juni adalah pada bulan September, tanaman bulan September pada bulan Desember, tanaman bulan Desember pada bulan Februari dan tanaman bulan Maret pada bulan Juni. Masa blooming tanaman bulan September dan Desember memiliki curah hujan yang tinggi, sementara tanaman bulan Juni dan Maret curah hujannya rendah. Kelembaban pada masa blooming tanaman bulan Maret adalah rendah yaitu 82% sedangkan pada tanaman bulan Juni, Desember dan September tinggi yaitu 86-90% (Lampiran 1). Jumlah hari hujan mempengaruhi intensitas cahaya matahari. Pada bulan Desember walaupun fotoperiodenya terpanjang namun memiliki curah hujan serta jumlah hari hujan yang tinggi. Hal ini menyebabkan ukuran umbel tanaman bulan tersebut lebih kecil dibandingkan umbel pada tanaman bulan lainnya. Artinya memiliki bunga tunggal (floret) yang lebih sedikit dibandingkan tanaman bulan lainnya. Fotoperiode yang panjang dan suhu yang hangat menginisiasi bunga lebih cepat dan lebih banyak, namun curah hujan, jumlah hujan dan kelembaban yang tinggi dapat menurunkan kualitas bunga (jumlah kapsul per umbel sedikit). b. Tanah Tanah yang digunakan untuk penelitian adalah jenis tanah Andisol Lembang yang pada umumnya memiliki sifat masam, N rendah, P tersedia rendah serta K yang sedang (Lampiran 2). Pemupukan diberikan agar tidak terjadi kekahatan unsur hara

30

dan pertumbuhan bawang merah dapat maksimal, sehingga mendukung pembungaan, pembuahan dan pembentukan biji. Pertumbuhan tanaman Tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan merupakan peubah pengamatan yang digunakan sebagai parameter pertumbuhan serta untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diberikan. Waktu tanam berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 15, 30 dan 45. Penanaman pada bulan Desember menghasilkan tanaman yang lebih tinggi dengan jumlah daun dan jumlah anakan paling banyak dibandingkan dengan waktu tanam lain, sementara penanaman bulan Maret sebaliknya (Tabel 1). Konsentrasi GA 3 berpengaruh pada umur 15 dan 45 HST. Aplikasi GA 3 meningkatkan tinggi tanaman dibandingkan kontrol. Peningkatan tinggi tanaman terjadi sejak 15 HST sampai 45 HST yaitu fase akhir pertumbuhan vegetatif. Tabel 1 Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap tinggi tanaman (cm) Perlakuan Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

15 HST

Tinggi tanaman (cm) 30 HST

45 HST

15.48 d 17.08 c 22.97 a 19.07 b

27.14 c 34.17 a 32.68 a 30.04 b

34.05 b 35.95 b 38.74 a 35.00 b

17.73 b 19.28 a 18.29 ab 19.30 a

29.04 32.02 33.40 32.30

33.40 b 36.65 a 36.47 a 37.72 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Waktu tanam berpengaruh terhadap jumlah daun dan jumlah anakan pada umur 15, 30 dan 45 HST (Tabel 2). Namun, GA 3 hanya berpengaruh pada fase akhir pertumbuhan yaitu pada umur 45 HST. Konsentrasi 50 ppm GA 3 sudah dapat meningkatkan jumlah daun dan jumlah anakan. Tanaman bulan Desember memiliki jumlah daun terbaik pada umur 15 dan 30 HST, namun pada umur 45 HST tidak

31

berbeda dengan tanaman bulan Juni dan September. Tanaman bulan Desember memiliki jumlah anakan pada umur 15 dan 30 yang terbaik. Namun, pada umur 45 HST tanaman bulan September memberikan nilai yang tertinggi, sementara tanaman bulan Desember tidak berbeda dengan tanaman bulan Juni. Hal ini menunjukkan pertumbuhan maksimal tanaman bulan Juni dan September terjadi pada umur 30 sampai dengan 45 HST. Pengaruh GA 3 terhadap jumlah anakan jelas terlihat pada Gambar 6. Aplikasi GA 3 meningkatkan jumlah anakan pada bawang merah. Namun, besarnya konsentrasi GA 3 yang diberikan tidak berpengaruh terhadap peubah tersebut. Tabel 2 Pengaruh waktu tanam dan aplikasi GA 3 terhadap jumlah daun dan jumlah anakan Perlakuan Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Jumlah daun Jumlah anakan 15 HST 30 HST 45 HST 15 HST 30 HST 45 HST 9.95 b 10.07 b 16.99 a 5.92 c

19.93 b 14.56 c 25.14 a 9.93 d

31.76 a 33.43 a 30.22 a 24.76 b

3.40 c 4.26 b 5.25 a 2.18 d

4.87 b 4.78 b 5.91 a 2.90 c

5.69 b 7.67 a 6.39 b 4.61 c

9.40 11.99 11.28 10.25

15.20 18.98 17.50 17.87

23.85 b 32.48 a 32.16 a 31.66 a

3.55 4.05 3.89 3.61

4.12 5.07 4.69 4.60

5.16 b 6.82 a 6.00 ab 6.38 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Kontrol 0 ppm

GA3 200 ppm

Gambar 8 Jumlah anakan pada kontrol dan giberelin 200 ppm.

32

Pembungaan Hasil percobaan menunjukkan adanya pengaruh waktu tanam terhadap waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga, serta jumlah umbel per rumpun dan per petak. Tanaman bulan September dan Desember memberikan tanaman paling cepat berbunga, namun paling cepat mekar ditunjukkan oleh tanaman bulan Desember saja (Tabel 3). Sementara itu persentase tanaman berbunga serta jumlah umbel per rumpun dan per petak tertinggi diperoleh pada tanaman bulan Desember dan Maret (Tabel 3 dan 4). Tabel 3 Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap waktu muncul bunga pertama, waktu blooming dan persentase tanaman berbunga Perlakuan Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Waktu muncul bunga pertama (HST)

Waktu blooming (HST)

Persentase tanaman berbunga (%)

50.92 b 34.33 a 36.00 a 52.17 b

68.42 b 64.33 b 52.00 a 74.00 c

58.33 b 52.83 b 78.42 a 78.42 a

45.08 43.75 43.08 41.50

65.42 63.75 64.83 64.75

68.92 64.25 66.25 68.58

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Tanaman bulan Desember memberikan waktu muncul bunga pertama dan waktu blooming paling awal serta persentase tanaman berbunga tertinggi dibandingkan waktu tanam lainnya (Tabel 3). Sementara tanaman bulan Maret, walaupun waktu muncul bunga pertama dan waktu bloomingnya lambat, namun mampu memberikan persentase tanaman berbunga yang tinggi dan tidak berbeda dengan tanaman bulan Desember. Pada umumnya, tanaman berhasil berbunga pada setiap waktu tanam yaitu minimal 50% dari populasi. Jumlah umbel per rumpun dan jumlah umbel per petak tanaman bulan Desember dan Maret memberikan hasil yang

33

lebih tinggi dibandingkan tanaman bulan Juni dan September (Tabel 4). Rata-rata jumlah umbel per rumpun sekitar 2-3 buah walaupun jumlah anakan per rumpun mencapai 5-8 anakan. Semakin besar persentase tanaman berbunga maka semakin banyak pula jumlah umbel per petak. Semua variable lingkungan yang menentukan perubahan musim merupakan faktor potensial yang mengontrol transisi tanaman bawang merah menuju pembungaan. Faktor utama adalah fotoperiode, suhu dan ketersediaan air (Bernier et al. 1993). Pembungaan tanaman bulan Desember memiliki waktu blooming tercepat dan persentase tanaman berbunga yang tinggi. Pembungaan tanaman bulan Desember tinggi disebabkan pertumbuhan vegetatif yang baik pada bulan tersebut (Tabel 1 dan Tabel 2). Faktor lingkungan yaitu iklim mempengaruhi pertumbuhan vegetatif bawang merah, yaitu tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan. Adanya perbedaan fotoperiode, suhu, kelembaban, serta curah hujan menghasilkan pertumbuhan vegetatif yang berbeda. Fotoperiode pada bulan Desember lebih panjang dibandingkan bulan lainnya, selain itu suhu pada bulan tersebut lebih hangat (Gambar 2 sampai dengan 4). Hal ini diduga mengakibatkan pertumbuhan pada waktu tanam tersebut lebih cepat dibandingkan waktu tanam lainnya, sehingga diperoleh tinggi tanaman yang lebih tinggi, jumlah daun yang lebih banyak dan jumlah anakan lebih banyak pada umur 15 dan 30 HST (Tabel 1 dan Tabel 2). Suhu yang hangat juga dapat mempercepat waktu pembungaan, seperti yang dilaporkan dilaporkan Las et al (2006) pada padi yaitu pengaruh suhu sangat dominan terhadap munculnya bunga. Pada suhu rataan yang lebih tinggi bunga lebih cepat keluar dibanding pada suhu yang lebih rendah. Jumlah hari hujan pada setiap bulan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Begitu pula dengan kelembaban pada setiap waktu tersebut. Fase vegetatif tanaman bulan Juni mengalami musim kering, namun fase generatifnya mengalami musim basah. Sebaliknya pada tanaman bulan Maret, fase vegetatif mengalami musim basah dan fase generatif mengalami musim kering. Sementara tanaman bulan September dan Desember mengalami musim basah pada fase vegatatif ataupun generatif (Gambar 5 dan Gambar 6). Tanaman bulan Maret memiliki

34

pertumbuhan vegetatif terendah dibandingkan tanaman bulan lainnya. Hal ini mempengaruhi waktu blooming, sehingga populasi berbunga 40% lebih lambat dibandingkan tanaman bulan lainnya (Tabel 3). Waktu blooming mempengaruhi perkembangan bunga yaitu waktu selaput umbel membuka dan waktu seluruh floret mekar (Lampiran 5) sehingga menentukan waktu panen (Lampiran 6). Sementara itu, GA 3 tidak berpengaruh terhadap seluruh peubah pembungaan yaitu waktu muncul bunga, waktu blooming, persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per rumpun dan jumlah umbel per petak. Pada percobaan ini, konsentrasi GA 3 tidak meningkatkan peubah pembungaan yang diamati. Tabel 4 Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah umbel per rumpun dan per petak Perlakuan Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Jumlah umbel per rumpun

Jumlah umbel per petak

1.91 b 1.67 b 2.64 a 2.58 a

112.25 b 87.92 b 199.67 a 205.08 a

2.02 2.40 2.08 2.29

142.75 161.33 140.83 160.00

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Laju persentase tanaman berbunga untuk setiap waktu tanam dapat dilihat pada Gambar 7. Tanaman bulan Desember memberikan laju persentase tanaman berbunga tertinggi dibandingkan tanaman bulan lainnya. Persentase tanaman berbunga bulan Juni, September dan Desember adalah 50% pada umur 70 – 74 HST, namun pada umur tersebut tanaman bulan Desember telah berbunga sekitar 70%. Namun demikian, tanaman bulan Juni mencapai persentase pembungaan maksimum lebih cepat dibandingkan waktu tanam lainnya. Hal ini menunjukkan pembungaan pada tanaman bulan Juni paling serempak. Tanaman bulan Maret memberikan muncul bunga serta waktu blooming lebih lambat dibandingkan waktu tanam lainnya.

35

Namun, tanaman pada bulan tersebut dapat memberikan persentase tanaman

WT Juni

WT September

WT Desember

WT Maret

96 hst

93 hst

90 hst

87 hst

84 hst

81 hst

78 hst

75 hst

72 hst

69 hst

66 hst

63 hst

60 hst

57 hst

54 hst

51 hst

48 hst

45 hst

90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 36 hst

Persentase tanaman berbunga (%)

berbunga yang tinggi dibandingkan Juni dan September.

Gambar 7 Laju persentase tanaman berbunga pada waktu tanam yang berbeda. Pembuahan dan pembentukan biji Hasil analisis ragam menunjukkan terdapat interaksi antara waktu tanam dan GA 3 terhadap peubah jumlah umbel yang dipanen dan persentase kapsul bernas (Tabel 5). Jumlah umbel yang dipanen tertinggi diperoleh pada waktu tanam Desember x GA 3 50 dan 200 ppm serta waktu tanam Maret x GA 3 0 dan 50 ppm, sementara nilai terendah diperoleh pada waktu tanam September untuk semua taraf konsentrasi GA 3 . Waktu panen tanaman bulan Juni adalah November, tanaman bulan September adalah Februari, tanaman bulan Desember adalah April dan tanaman bulan Maret adalah Agustus (Lampiran 6). Tanaman bulan Juni dan September menghasilkan jumlah umbel yang dipanen tidak berbeda antar perlakuan GA 3 . Tanaman bulan September memiliki jumlah umbel yang dapat dipanen sangat rendah. Hal ini karena terjadi serangan antraknose batang bunga pada 90% pertanaman sehingga gagal panen. Persentase kapsul bernas tertinggi diperoleh oleh tanaman bulan Maret x GA 3 200 ppm, dan persentase kapsul bernas terendah diperoleh oleh tanaman bulan Desember dengan perlakuan GA 3 0 dan 100 ppm. Tanaman bulan Juni memberikan persentase kapsul

36

bernas tidak berbeda untuk semua perlakuan GA 3. Sementara pemberian GA 3 50, 100 dan 200 ppm pada tanaman bulan September memberikan persentase kapsul bernas yang lebih tinggi dibanding 0 ppm. Konsentrasi GA 3 terbaik untuk tanaman bulan Desember adalah 50 ppm, sementara untuk bulan Maret adalah 200 ppm. Tabel 5 Pengaruh interaksi waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah umbel yang dipanen dan persentase kapsul bernas Perlakuan Juni GA 3 0 ppm GA 3 50 ppm GA 3 100 ppm GA 3 200 ppm September GA 3 0 ppm GA 3 50 ppm GA 3 100 ppm GA 3 200 ppm Desember GA 3 0 ppm GA 3 50 ppm GA 3 100 ppm GA 3 200 ppm Maret GA 3 0 ppm GA 3 50 ppm GA 3 100 ppm GA 3 200 ppm

Jumlah umbel yang dipanen

Persentase kapsul bernas (%)

79.00 e 57.67 e 94.00 e 105.67 e

32.00 bcd 39.67 bc 35.06 bc 44.62 bcd

4.67 f 5.33 f 5.00 f 6.33 f

32.89 cde 41.37 bc 38.13 bc 42.93 bc

128.67 de 236.00 a 168.33 bc 223.33 a

9.18 f 24.22 de 11.27 f 22.07 e

197.67 ab 221.33 a 170.33 bc 165.67 bc

22.34 e 36.68 bc 45.68 b 55.99 a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Hasil sidik ragam untuk peubah jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul dan per umbel menunjukkan tidak ada interaksi antara waktu tanam dan GA 3 . Waktu tanam dan GA 3 masing-masing berpengaruh terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul dan per umbel (Tabel 6). Jumlah kapsul dan jumlah kapsul bernas per umbel tanaman bulan Juni dan September lebih tinggi dibanding tanaman bulan Desember dan Maret. Artinya,

37

walaupun jumlah umbel per rumpun dan per petaknya lebih rendah namun kapsul per umbel pada tanaman bulan Juni dan September lebih banyak (umbel lebih besar) dibandingkan tanaman bulan Desember dan Maret. Namun demikian, jumlah biji per kapsulnya lebih kecil dibandingkan tanaman bulan Desember dan Maret. Jumlah biji per umbel tanaman bulan Desember rendah disebabkan oleh jumlah kapsul dan jumlah kapsul bernas per umbelnya yang rendah. Tanaman bulan Maret memiliki jumlah kapsul dan jumlah kapsul bernas per umbel lebih rendah dibandingkan tanaman bulan Juni dan September, namun memiliki jumlah biji per kapsul yang tinggi sehingga menghasilkan jumlah biji per umbel yang tinggi. Tabel 6 Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per kapsul, jumlah biji per umbel dan jumlah biji per rumpun Perlakuan Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Jumlah kapsul per umbel

Jumlah kapsul bernas per umbel

Jumlah biji per kapsul

Jumlah biji per umbel

211.67 a 206.31 a 74.81 c 126.81 b

82.83 a 81.31 a 11.44 c 49.04 b

1.67 c 1.36 c 5.39 a 2.51 b

115.94 a 111.33 a 60.83 b 119.58 a

137.66 b 152.45 a 155.92 a 163.13 a

37.93 c 62.32 ab 53.43 b 70.95 a

2.68 2.54 2.63 3.08

66.20 c 109.96 b 85.80 bc 145.72 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel pada tanaman bulan Juni dan September lebih rendah dibandingkan Desember dan Maret, namun jumlah kapsul per umbel dan jumlah kapsul bernas per umbelnya lebih tinggi dibandingkan Desember dan Maret (Tabel 3 dan Tabel 6). Hal ini diduga karena tanaman bulan Desember dan Maret mengalami gugur bunga dan gugur kapsul yang tinggi dibandingkan Juni dan September. Tanaman bulan Desember mengalami curah hujan dan jumlah hari hujan tinggi pada masa generatif dan menyebabkan gugur bunga. Sebaliknya, tanaman

38

bulan Maret mengalami curah hujan dan hari hujan yang rendah menyebabkan bunga kering dan gugur. Banyaknya hari hujan ataupun kekeringan selama perkambangan bunga dapat mengakibatkan gugur bunga sebelum bunga tersebut terfertilisasi. Jumlah hari hujan berpengaruh terhadap banyaknya bunga yang gugur. Jumlah kapsul bernas per umbel adalah jumlah kapsul yang mengandung biji. Tidak semua kapsul yang terbentuk mengandung biji bernas, hal ini terkait dengan perkembangan kapsul itu sendiri (Puspitaningtyas et al. 2006). Tanaman bulan September mengalami serangan antraknose yang tinggi akibat curah hujan yang tinggi pada masa generatif. Jumlah kapsul per umbel pada bulan September yang tinggi (Tabel 6) diduga karena umbel yang berhasil dipanen adalah umbel yang memiliki ukuran yang besar yang bertahan dari serangan antraknose. Serangan penyakit antarknose pada tangkai bunga menyebabkan tangkai bunga layu, busuk dan mati sehingga gagal panen. Berbagai pencegahan telah dilakukan yaitu pemasangan naungan plastik serta aplikasi pestisida namun hasilnya tidak optimal. Hal ini menyebabkan jumlah umbel yang dipanen pada waktu tanam tersebut menjadi rendah (Tabel 5). Walaupun jumlah kapsul per umbelnya tinggi namun persentase pembentukan buahnya tetap rendah hal ini dikarenakan rendahnya aktivitas serangga penyerbuk serta viabilitas polen yang rendah pada curah hujan yang tinggi. Konsentrasi GA 3 berpengaruh terhadap jumlah kapsul, jumlah kapsul bernas per umbel, jumlah biji per umbel serta jumlah biji per rumpun. Aplikasi GA 3 memberikan hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol untuk peubah-peubah tersebut. Namun, GA 3 tidak berpengaruh terhadap jumlah biji per kapsul. Konsentrasi GA 3 terbaik untuk jumlah kapsul bernas per umbel adalah 200 ppm yang tidak berbeda dengan konsentrasi 50 ppm. Sementara untuk jumlah biji per umbel konsentrasi 200 ppm memberikan hasil tertinggi dan berbeda dengan konsentrasi lainnya. Jumlah kapsul bernas per umbel merupakan indikator pembentukan buah sementara jumlah biji per kapsul merupakan indikator pembentukan biji. Keduanya dapat menggambarkan keberhasilan reproduksi tanaman. Keberhasilan reproduksi diperoleh dengan mengalikan persentase pembentukan buah dengan persentase pembentukan biji. Bila jumlah kapsul per umbel diasumsikan sebagai jumlah floret

39

per umbel maka persentase pembentukan buah dapat dihitung. Keberhasilan reproduksi tanaman bulan Maret dan Desember lebih tinggi dibandingkan tanaman bulan Juni dan September (Tabel 7). Persentase pembentukan biji yang rendah pada bulan Juni diduga disebabkan kekeringan pada awal pertumbuhan sehingga cadangan makanan untuk perkembangan biji tidak mencukupi. Sementara pembentukan biji yang rendah pada bulan September diduga disebabkan oleh serangan opt akibat curah hujan yang tinggi selama perkembangan bunga. Tanaman bulan Desember memiliki jumlah kapsul dan jumlah kapsul bernas per umbelnya rendah (persentase pembentukan buah rendah), namun jumlah biji per kapsulnya banyak (persentase pembentukan biji tinggi). Hal ini menggambarkan pembentukan biji yang tinggi di bulan Desember. Masa blooming waktu tanam Desember adalah pada bulan Februari dengan kelembaban 83%, curah hujan 164 dan jumlah hujan 9 hari. Kelembaban yang cukup, curah hujan yang sedang dan jumlah hari hujan yang rendah diduga meningkatkan viabilitas polen serta aktivitas serangga penyerbuk pada bulan Desember sehingga jumlah biji per kapsul yang dihasilkan tinggi. Tabel 7 Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap persentase pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi Perlakuan

ǂ

Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Persentase pembentukan buah (%)ǂ

Persentase pembentukan biji (%)

Keberhasilan reproduksiǂ

38.59 a 38.83 a 16.67 b 40.17 a

23.08 c 22.60 c 89.86 a 41.87 b

0.089 b 0.089 b 0.149 a 0.165 a

24.85 c 35.49 b 32.56 b 41.40 a

44.74 40.97 42.85 48.86

0.082 c 0.129 b 0.106 bc 0.176 a

dihitung berdasarkan jumlah kapsul per umbel ~ jumlah floret per umbel Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

40

Pada waktu tanam Desember dan Maret jumlah biji per kapsul dan pembentukan biji lebih tinggi dibandingkan waktu tanam Juni dan September (Tabel 6), sebab keberhasilan penyerbukan sangat ditentukan oleh faktor lingkungan yaitu suhu, kelembaban, curah hujan serta banyak hari hujan. Masa blooming pada waktu tanam Maret jatuh pada musim kemarau yaitu bulan Juni yang memiliki curah hujan serta kelembaban yang rendah, sementara tanaman bulan Desember jatuh pada bulan Maret yang memiliki kelembaban yang rendah dan curah hujuan sedang. Diduga kondisi ini cocok bagi pembentukan biji. Sementara pada waktu tanam Juni walaupun curah hujan dan kelembabannya rendah namun persentase pembentukan buahnya juga rendah. Diduga curah hujan yang rendah pada bulan-bulan sebelumnya yaitu saat fase vegetatif mempengaruhi cadangan maknanan dalam tanaman sehingga tidak mencukupi untuk pembentukan biji. Sementara tanaman bulan September waktu bloomingnya jatuh pada musim penghujan yaitu Desember. Pada musim penghujan aktivitas serangga penyerbuk lebih rendah dibandingkan musim kemarau sehingga penyerbukan tidak maksimal. Sedikitnya ada 3 alasan akan kegagalan pembentukan buah, yaitu : (1) kurangnya penyerbukan, (2) kurangnya fertilisasi karena serbuk sari tidak viabel atau tidak cocok serta (3) gugurnya bunga dan kapsul (Gardner et al. 2008). Persentase kapsul bernas yang rendah menunjukkan pembentukan buah yang rendah. Hal ini diduga akibat kurangnya penyerbukan serta terjadinya gugur bunga dan kapsul. Penyerbukan bawang merah dapat ditingkatkan dengan penggunaan lebah soliter seperti red mason bee (Osmia rufa L) dan lebah madu (Wilkaniec et al. 2004). Produksi TSS Hasil analisis ragam menunjukkan waktu tanam dan GA 3 masing-masing berpengaruh terhadap peubah produksi TSS yaitu bobot biji per 100 butir, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun dan bobot biji per petak (Tabel 8). Produksi tertinggi diperoleh pada tanaman bulan Maret sementara produksi terendah diperoleh pada tanaman bulan September. Bobot biji per rumpun dan per petak tertinggi diperoleh pada tanaman bulan Maret. Hal ini karena tanaman bulan Maret memiliki pembungaan serta pembentukan biji yang tinggi. Hal ini terlihat pada peubah persentase tanaman berbunga, jumlah

41

biji per umbel, serta bobot biji per 100 butir yang tinggi dibanding tanaman bulan lainnya. Masa blooming tanaman bulan Maret adalah bulan Juni dengan kelembaban 84%, curah hujan 58.5 mm dan banyak hari hujan 11 hari. Kondisi tersebut diduga sesuai untuk penyerbukan dan pembuahan. Tanaman bulan Maret mengalami masa blooming yang lebih lambat dibandingkan tanaman lainnya sehingga masa vegetatifnya lebih panjang dibandingkan tanaman bulan lainnya. Hal ini mengakibatkan cadangan makanan yang terkumpul pada tanaman bulan Maret lebih banyak dibandingkan tanaman bulan lainnya sehingga menghasilkan bobot biji per 100 butir yang lebih tinggi. Bobot 100 butir yang tinggi menyebabkan bobot biji per umbel menjadi tinggi. Tabel 8 Pengaruh waktu tanam dan GA 3 terhadap bobot biji per 100 butir, bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun, dan bobot biji per petak Perlakuan

ǂ

Waktu tanam : Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Bobot biji per 100 butir (g)

Bobot biji per umbel (g)

Bobot biji per rumpun (g)

Bobot biji per petak (g)ǂ

0.45 b 0.37 b 0.43 b 0.56 a

0.52 b 0.41 b 0.26 c 0.67 a

1.00 b 0.69 c 0.47 d 1.30 a

10.53 ab 2.22 c 8.18 b 12.90 a

0.45 0.41 0.48 0.46

0.30 c 0.46 b 0.41 bc 0.67 a

0.55 c 0.85 b 0.76 bc 1.29 a

3.50 c 8.78 b 8.33 b 13.23 a

Hasil uji transfomasi akar kuadarat x+0.5 Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 3) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Tanaman bulan Juni menghasilkan bobot biji per petak yang tinggi serta tidak berbeda dengan tanaman bulan Maret. Hal ini karena tanaman bulan Juni memiliki jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas per umbel serta jumlah biji per umbel yang tinggi, sehingga menghasilkan bobot biji per petak yang tinggi. Produksi TSS tanaman bulan Desember lebih rendah dibandingkan tanaman bulan Maret. Hal ini karena walaupun tanaman bulan Desember memiliki jumlah tanaman berbunga serta umbel dipanen terbanyak, namun jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul bernas

42

serta jumlah biji per umbelnya rendah sehingga tidak diperoleh produksi TSS yang tinggi. Sementara tanaman bulan September memiliki produksi TSS yang sangat rendah. Hal ini karena jumlah umbel yang dipanennya dan bobot biji per rumpunnya rendah. Aplikasi GA 3 meningkatkan bobot biji per umbel, bobot biji per rumpun dan bobot biji per petak. Konsentrasi terbaik GA 3 adalah 200 ppm untuk semua peubah yang memberikan nilai tertinggi dibanding kontrol dan konsentrasi lainnya. GA 3 meningkatkan produksi TSS melalui jumlah buah per umbrl, jumlah buah bernas per umbel, jumlah biji per umbel dan persentase pembentukan buah. Artinya aplikasi GA 3 mampu menginisiasi bunga tunggal lebih banyak serta mampu meningkatkan cadangan makanan pada tanaman sehingga persentase pembentukan buahnya lebih tinggi dibandingkan tanpa GA 3 . Percobaan II Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap Pembungaan Bawang Merah dan Produksi TSS Pertumbuhan tanaman Seperti pada percobaan 1, tinggi tanaman, jumlah daun dan jumlah anakan merupakan peubah pengamatan yang digunakan sebagai indikator pertumbuhan serta untuk mengukur pengaruh perlakuan yang diberikan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa waktu tanam dan GA 3 masing-masing berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan (Tabel 9). Tanaman yang memperoleh hari panjang (perlakuan alami + 2 jam dan alami + 4 jam) menghasilkan tinggi tanaman pada umur 30 dan 45 HST yang lebih baik dibanding tanaman hari pendek dan kontrol. Sementara pengaruh fotoperiode terhadap jumlah anakan dan jumlah daun muncul pada umur 45 HST. Hari panjang meningkatkan peubah tersebut. Aplikasi GA 3 meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah anakan dibanding kontrol pada umur 30 dan 45 HST. Namun, tidak ada perbedaan antar konsentrasi GA 3 yang diberikan. Konsentrasi GA 3 50 ppm tidak berbeda dengan konsentrasi 100 dan 200 ppm.

43

Tabel 9 Pengaruh fotoperiode dan giberelin terhadap tinggi tanaman dan jumlah anakan Tinggi tanaman (cm)

Jumlah anakan

30 HST

45 HST

30 HST

45 HST

Jumlah daun 45 HST

27.14 c 37.04 b 45.44 a 46.54 a

39.94 b 38.71 b 46.82 a 49.31 a

4.87 4.49 5.47 5.71

5.40 b 4.54 c 5.74 ab 6.18 a

24.8 b 22.1 b 31.4 a 33.6 a

36.04 b 39.45 a 39.85 a 40.82 a

40.17 b 44.49 a 44.88 a 45.24 a

4.39 b 5.40 a 5.14 a 5.61 a

4.82 b 5.64 a 5.62 a 5.77 a

23.7 b 28.5 a 28.5 a 31.3 a

Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam Giberelin : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Untuk peubah jumlah daun, fotoperiode dan GA 3 berinteraksi pada umur 30 HST dan berpengaruh secara terpisah pada umur 45 HST (Tabel 9 dan 10). Pada umur 30 HST untuk fotoperiode 10 jam jumlah daun tertinggi diperoleh dari GA 3 200 ppm. Pada fotoperiode alami diperolah pada GA 3 100 dan 200 ppm. Pada fotoperiode alami + 2 jam diperoleh pada GA 3 50 dan 200 ppm sementara pada fotoperiode alami + 4 jam diperoleh pada konsentrasi 200 ppm yang tidak berbeda dengan 50 dan 100 ppm. Tabel 10 Pengaruh interaksi fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah daun umur 30 HST Fotoperiode / GA 3 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam

GA 3 0 ppm

GA 3 50 ppm

GA 3 100 ppm

GA 3 200 ppm

20.20 def 17.63 ef 15.48 f 17.78 ef

18.20 ef 20.04 def 32.92 ab 33.48 ab

18.53 ef 22.44 cdef 28.00 bcd 29.18 abc

22.77 cdef 24.22 cde 36.07 a 36.14 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

44

Pembungaan Hasil sidik ragam menunjukkan fotoperiode berpengaruh terhadap waktu muncul bunga pertama, jumlah tanaman berbunga, persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per rumpun (Tabel 11). Tanaman yang mendapat hari panjang lebih cepat berbunga dibandingkan pada hari pendek. Sementara itu tanaman dengan fotoperiode alami (kontrol) tidak berbeda dengan fotoperiode alami + 2 jam namun berbeda dengan fotoperiode alami + 4 jam dan 10 jam. Laju persentase tanaman berbunga dapat dilihat pada Gambar 9. Tabel 11 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap waktu muncul bunga pertama, waktu blooming, persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per rumpun Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm ǂ

Waktu muncul bunga pertama (HST)

Waktu blooming (HST)

Persentase tanaman berbunga (%)

Jumlah umbel per rumpunǂ

35.00 b 29.08 a 28.67 a 28.50 a

35.54 37.71 37.13

3.70 b 48.14 a 50.92 a 50.92 a

0.42 c 1.45 b 1.96 a 1.98 a

30.58 30.08 30.17 30.42

40.61 36.17 34.67 35.72

30.56 38.89 43.56 40.78

1.68 1.40 1.59 1.13

Hasil uji transfomasi akar kuadarat x+0.5 Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Pada fotoperiode 10 jam tanaman yang berbunga kurang dari 40% sehingga tidak terjadi blooming. Perlakuan hari pendek menekan jumlah tanaman berbunga dari populasi. Pada waktu muncul bunga dan persentase tanaman berbunga, fotoperiode alami tidak berbeda dengan hari panjang. Namun, pada peubah jumlah umbel per rumpun dan jumlah umbel per petak hari panjang lebih tinggi dibandingkan kontrol. Fotoperiode 10 jam menghasilkan umbel kurang dari 1 per rumpun, sehingga dianggap 0. Oleh karena itu, tidak dilanjutkan dalam analisis

45

statistik peubah panjang tangkai bunga, pembuahan dan pembentukan biji serta produksi TSS. Sementara itu, GA 3 tidak berpengaruh terhadap semua peubah pembungaan yang diamati pada percobaan ini yaitu waktu muncul bunga, waktu blooming, persentase tanaman berbunga dan jumlah umbel per rumpun. Peningkatan konsentrasi GA 3 tidak meningkatkan jumlah pada peubah-peubah tersebut. Pada hari pendek 10 jam tanaman mulai berbunga pada umur 34 HST kemudian tanaman tidak berbunga lagi (Gambar 9). Pada kondisi kontrol dan hari panjang tanaman mulai berbunga sejak 30 HST kemudian bertambah mencapai 50% pada umur 51 HST. Pada umur 51 HST perlakuan hari panjang (perlakuan alami +2 dan alami +4 jam) memberikan persentase tanaman berbunga lebih tinggi dibandingkan kontrol. Bahkan perlakuan alami + 4 jam menunjukkan tanaman

persentase tan berbunga (5)

berbunga masih bertambah setalah 51 HST.

60 50 40 30 20 10 0 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 hari setelah tanam (hst) 10 jam

Alami

Alami+2jam

Alami+4jam

Gambar 9 Laju persentase tanaman berbunga pada fotoperiode yang berbeda. Pengaruh GA 3 terhadap pembungaan dipengaruhi oleh fotoperiode (Gambar 10). Pada hari pendek GA 3 tidak berpengaruh terhadap pembungaan, sementara pada kondisi kontrol dan hari panjang konsentrasi GA 3 meningkatkan persentase tanaman berbunga. Pada kondisi kontrol pembungaan maksimal pada 34 HST dan konsentrasi GA 3 100 ppm memberikan nilai persentase pembungaan tertinggi. Pada hari panjang

46

alami + 2 jam persentase tanaman berbunga terbaik diperoleh pada konsentrasi GA 3 100 ppm. Walaupun demikian, pada konsentrasi 50 ppm terjadi peningkatan persentase pembungaan setelah 34 HST dibandingkan konsentrasi lainnya. Sementara pada kondisi hari panjang alami + 4 jam persentase tanaman berbunga terbaik diperoleh pada konsentrasi GA 3 200 ppm, dan ada kemungkinan persentase tersebut terus bertambah.

47 70

70

10 jam

60

60

50

50 GA3 0 ppm

40

Alami

GA3 0 ppm

40

GA3 50 ppm 30 20

GA3 50 ppm

GA3 100 ppm

30

GA3 100 ppm

GA3 200 ppm

20

GA3 200 ppm

10

10

0

0 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50

70

30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50 70

Alami + 2 jam

60

Alami + 4 jam

60

50

50 GA3 0 ppm

40

GA3 50 ppm

30 20 10

GA3 0 ppm

40

GA3 100 ppm

30

GA3 200 ppm

20

GA3 50 ppm GA3 100 ppm GA3 200 ppm

10

0 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50

0 30 32 34 36 38 40 42 44 46 48 50

Gambar 10 Pengaruh GA 3 terhadap persentase tanaman berbunga pada fotoperiode yang berbeda.

48 Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa fotoperiode berpengaruh terhadap panjang tangkai bunga, namun GA 3 tidak. Tangkai bunga hari panjang yaitu fotoperiode alami + 2 dan 4 jam lebih panjang dibandingkan kontrol pada umur 37, 44 dan 51 HST (Tabel 12). Sementara itu, GA 3 tidak berpengaruh pada panjang tangkai bunga pada semua waktu pengamatan. Pengaruh fotoperiode meningkatkan panjang tangkai bunga dapat dilihat pada Gambar 11. Tabel 12 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap panjang tangkai bunga Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

37 HST

Panjang tangkai bunga (cm) 44 HST

51 HST

26.92 b 34.62 a 38.08 a

34.33 b 44.42 a 46.42 a

43.92 b 54.67 a 55.00 a

28.89 33.67 37.00 33.67

36.22 42.44 44.22 44.00

47.00 51.67 52.78 53.33

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Pengaruh fotoperiode terhadap pembungaan bawang merah terlihat lebih jelas pada percobaan 2. Tanaman pada fotoperiode 10 jam menghasilkan persentase tanaman berbunga kurang dari 10%, sementara tanaman pada fotoperiode lainnya mencapai 50%. Pada kondisi hari pendek 10 jam, bawang merah dianggap gagal berbunga. Bawang merah diduga tanaman obligat LDP dimana tanaman tidak mampu berbunga sebelum melewati fotoperiode kritis. Respon tanaman terhadap fotoperiode terbagi dua jenis yaitu obligat (kualitatif) dan fakultatif (kuantitatif). Pada tanaman obligat titik kritis fotoperiode sangatlah jelas dan terjadi perubahan perilaku yang sangat jelas dalam rentang waktu yang sempit. Sementara pada tanaman fakultatif pembungaan terjadi pada titik fotoperiode mana saja, namun tanaman dapat berbunga lebih cepat pada kondisi hari panjang (Bernier et al. 1985). Fotoperiode kritis bawang merah diduga adalah 12 jam pada fotoperiode tersebut bawang merah dapat berbunga dengan baik namun tidak pada fotoperiode yang lebih rendah. Namun, perlu penelitian lebih lanjut untuk menegaskan hal tersebut.

49

Perlakuan hari panjang (alami + 2 jam dan + 4 jam) menghasilkan panjang tangkai bunga lebih panjang dibandingkan kontrol. Hal ini diduga disebabkan akibat perbedaan fotosintesis pada kedua fotoperiode tersebut. Daun pada hari panjang menerima cahaya lebih lama dibandingkan kontrol, sehingga fotosintat yang dihasilkan lebih banyak. Selain sebagai tempat fotosintesis, daun berfungsi pula sebagai penerima sinyal fotoperiode. Sinyal cahaya yang diterima oleh daun dapat mengantarkan tanaman memasuki fase generatif (Taiz & Zeiger 2002).

10 jam

Alami

Alami +2jam

Alami +4jam

Gambar 11 Pembungaan bawang merah pada fotoperiode yang berbeda. Pembuahan dan pembentukan biji Hasil analisis ragam menunjukkan fotoperiode berpengaruh terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel, namun tidak berpengaruh terhadap persentase kapsul bernas. Sementara itu, GA 3 berpengaruh terhadap jumlah kapsul bernas dan persentase kapsul bernas. Fotoperiode alami memiliki jumlah kapsul per umbel dan per rumpun serta jumlah kapsul bernas lebih rendah dibandingkan fotoperiode lainnya (Tabel 13). Jumlah kapsul per umbel yang diperoleh dari fotoperiode alami + 4 jam lebih tinggi dibandingkan fotoperiode alami + 2 jam, namun jumlah kapsul per rumpunnya tidak berbeda. GA 3 sendiri tidak berpengaruh terhadap jumlah kapsul per umbel dan per rumpun. Jumlah kapsul bernas per umbel tertinggi diperoleh pada perlakuan fotoperiode alami + 4 jam dan

50 aplikasi GA 3 50 s.d 200 ppm. Selain itu aplikasi GA 3 meningkatkan persentase kapsul bernas dibandingkan kontrol. Hasil analisis ragam (Lampiran 2) menunjukkan jumlah biji per umbel dipengaruhi fotoperiode dan GA 3 secara terpisah (Tabel 14). Tabel 13 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah kapsul per umbel, jumlah kapsul per rumpun, jumlah kapsul bernas per umbel, persentase kapsul bernas Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Jumlah kapsul per umbel

Jumlah kapsul per rumpun

Jumlah kapsul bernas per umbel

Persentase kapsul bernas (%)

68.03 c 112.03 b 134.14 a

98.12 b 171.89 a 195.02 a

31.89 c 44.44 b 55.92 a

46.93 39.57 41.71

95.63 100.22 113.41 109.67

118.23 154.35 190.82 156.66

32.63 b 44.00 a 48.33 a 51.37 a

37.03 b 44.59 a 42.62 a 46.70 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Tabel 14 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap jumlah biji per kapsul, jumlah biji per umbel dan jumlah biji per rumpun Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm ǂ

Jumlah biji per kapsul

Jumlah biji per umbel

Jumlah biji per rumpunǂ

2.89 2.94 3.13

90.78 c 127.89 b 175.22 a

128.24 c 197.80 b 254.91 a

2.95 2.97 2.93 3.11

95.22 c 131.37 b 139.96 ab 158.63 a

117.99 c 197.14 b 233.22 a 226.26 a

Hasil uji transfomasi akar kuadarat x+0.5 Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Jumlah biji per kapsul tidak berbeda untuk setiap perlakuan, artinya fotoperiode dan giberelin tidak berpengaruh terhadap jumlah biji per kapsul. Jumlah biji per umbel dan per

51

rumpun tertinggi diperoleh pada fotoperiode alami + 4 jam serta konsentrasi GA 3 200 ppm yang tidak berbeda dengan konsentrasi 100 ppm. Pembuahan dan pembentukan biji pada hari panjang lebih baik dibandingkan hari normal disebabkan oleh pertumbuhan vegetatif dan tingginya cadangan makanan pada kondisi tersebut (Tabel 8 dan 14). Hari panjang dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman ditemukan dalam berbagai species tumbuhan tingkat tinggi (Farooqi et al. 1999; Ekmekcit & Terzioglu 2000; Yursak 2003; Brutch et al. 2008). Cahaya merupakan substrat esensial untuk fotosintesis (Park & Lee, 2001). Pada hari panjang (perlakuan alami +2 dan alami +4 jam) penerimaan cahaya lebih lama dibandingkan pada hari pendek dan kontrol sehingga menghasilkan ATP dan NADPH yang lebih tinggi, selanjutnya ATP dan NADPH digunakan untuk mengubah karbondioksida menjadi molekul organik yang pada akhirnya menjadi biomass tanaman (Gardner et al. 2008). Hal ini menyebabkan pertumbuhan vegetatif pada hari panjang lebih cepat dibandingkan pada hari pendek dan kontrol. Selain itu, cahaya diperlukan untuk mengaktifkan beberapa enzym pada reaksi gelap fotosintesis (Lonergan 2000). Pada kondisi hari pendek 10 jam, pertumbuhan vegetatif lebih rendah dibandingkan fotoperiode lainnya. Pada kondisi tersebut dapat terjadi perubahan mekanisme fotosintesis oleh kloroplas pada jangka waktu pendek karena terbatasnya cahaya, yaitu melalui pengaturan ratio output ATP : NADPH yang meningkatkan pergerakan elektron dalam siklus selama PS I dan merubah sensitifitas pemanenan cahaya oleh antena untuk mengatur aliran elektron dan proton (Kramer et al. 2004). Aplikasi GA 3 meningkatkan pembuahan dan pembentukan biji serta produksi TSS, namun tidak pada bobot 100 butir artinya GA 3 tidak dapat membesarkan ukuran biji. GA 3 memiliki kemampuan untuk meningkatkan jumlah kapsul jadi (pembentukan buah) pada berbagai jenis tanaman seperti blueberry, jeruk, peach dan anggur (Coggins et al. 1966; Crane et al. 1960, 1960; Yuniastuti et al. 1994). Hasil tertinggi diperoleh pada perlakuan fotoperiode alami + 4 jam dan konsentrasi GA 3 200 ppm (Tabel 22 dan 23). Besarnya nilai peubah pembentukan biji pada fotoperiode alami + 4 jam dan konsentrasi GA 3 tidak terpaut jauh, diduga GA 3 dapat menggantikan peran fotoperiode pada kondisi hari normal tapi tidak pada kondisi hari pendek. Aplikasi terbaik untuk hasil panen diperoleh pada konsentrasi 200 ppm yang memberikan nilai tertinggi untuk bobot biji per rumpun dan per petak pada percobaan 1 dan bobot biji per rumpun pada percobaan 2 dibanding konsentrasi lainnya.

52 Berbeda dengan dilaporkan Sumarni dan Sumiati (2001) konsentrasi terbaik untuk pembungaan bawang merah kultivar lokal Warso adalah 100 ppm. Hal ini disebabkan kultivar dan cara aplikasi GA 3 yang digunakan berbeda. Pada percobaan Sumarni dan Sumiati (2001) GA 3 diberikan dengan cara disemprotkan pada tajuk tanaman umur 2 dan 4 MST. Sementara, pada percobaan ini GA 3 diberikan dengan cara perendaman bibit umbi sebelum tanam. Fotoperiode dalam kondisi normal dan hari panjang tidak berpengaruh terhadap persentase pembentukan buah, pembentukan biji ataupun keberhasilan reproduksi (Tabel 15). Konsentrasi GA 3 berpengaruh terhadap persentase pembentukan buah. Nilai tertinggi diperoleh pada konsentrasi 200 ppm yang tidak berbeda dengan konsentrasi 0 dan 50 ppm. Sementara konsentrasi 100 ppm memberikan nilai terendah. Tabel 15 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap persentase pembentukan buah, pembentukan biji dan keberhasilan reproduksi Perlakuan

ǂ

Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Persentase pembentukan buah (%)ǂ

Persentase pembentukan biji (%)

Keberhasilan reproduksiǂ

36.35 29.78 27.08

48.22 49.03 52.13

0.178 0.132 0.156

32.39 a 31.38 ab 26.34 b 34.17 a

49.09 49.44 48.74 51.89

0.160 0.157 0.128 0.177

dihitung berdasarkan jumlah kapsul per umbel ~ jumlah floret per umbel Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Produksi TSS Hasil analisis ragam menunjukkan fotoperiode dan GA 3 berpengaruh terhadap bobot biji per umbel dan per rumpun. Hari panjang dan konsentrasi GA 3 meningkatkan peubah produksi TSS (Tabel 16). Bobot biji per umbel dan per rumpun terbaik diperoleh pada fotoperiode alami + 4 jam, artinya semakin lama fotoperiode maka bobot yang diperoleh semakin tinggi. GA 3 meningkatkan bobot biji per umbel. Konsentrasi 200 ppm memberikan nilai tertinggi untuk bobot biji per umbel. Sementara Sumarni dan Sumiati (2001)

53

melaporkan 100 ppm GA 3 meningkatkan hasil true shallot seed pada bawang merah kultivar Warso. Adanya perbedaan konsentrasi optimum diduga disebabkan perbedaan kultivar yang digunakan serta cara aplikasi GA 3 yang dilakukan. Tabel 16 Pengaruh fotoperiode dan GA 3 terhadap bobot biji per umbel dan bobot biji per rumpun Perlakuan Fotoperiode: 10 jam Alami Alami + 2 jam Alami + 4 jam GA 3 : 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Bobot biji per umbel (g)

Bobot biji per rumpun (g)

0.33 c 0.48 b 0.66 a

0.46 c 0.74 b 0.96 a

0.32 c 0.49 b 0.51 b 0.62 a

0.39 c 0.74 b 0.85 a 0.90 a

Tidak ada interaksi antara petak utama dan anak petak (Lampiran 4) Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT dengan taraf 5%

Hari panjang meningkatkan produksi TSS semakin fotoperiode maka produksi TSS semakin tinggi. Fotoperiode alami + 4 jam menghasilkan produksi TSS tertinggi dibanding perlakuan lainnya. Hal ini disebabkan terjadi penambahan kapsul serta jumlah kapsul bernas per umbel akibat bertambahnya cadangan makanan hasil fotosintesis, sehingga meningkatkan hasil TSS nya. Penambahan jumlah kapsul dan kapsul bernas per umbel diduga berasal dari banyaknya jumlah bunga per umbel yaitu makin banyak tunas bunga yang berkembang menjadi bunga dalam setiap umbelnya. Selain itu diduga, fotoperiode panjang dapat mencegah gugur bunga. Jumlah biji dan bobot biji per umbel ditentukan oleh jumlah kapsul per umbel dan persentase terjadinya kapsul bernas. Semakin banyak bunga yang terserbuki, maka semakin sedikit jumlah bunga yang aborsi maka makin besar kesempatan untuk memperoleh produksi TSS yang tinggi. Pada kondisi fotoperiode alami GA 3 dapat digunakan untuk meningkatkan produksi TSS, namun hasil yang diperoleh tidak setinggi dengan penambahan fotoperiode. Pengaruh fotoperiode terhadap produksi TSS lebih kuat dibandingkan GA 3 . Peningkatan pembuahan, pembentukan biji serta produksi TSS disebabkan pertumbuhan vegetatif yang baik pada perlakuan dengan aplikasi GA 3. Pada umumnya GA 3

54 berpengaruh pada perpanjangan ruas tanaman yang disebabkan oleh bertambah besar dan jumlah sel-sel pada ruas tersebut serta memacu pembelahan sel, pertumbuhan dan pembesaran sel (Davies 1995). GA 3 dilaporkan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif berbagai tumbuhan tingkat tinggi (Wuryaningsih 1995; Bey 2006). Hal ini disebabkan giberelin dapat memacu pembelahan sel, pertumbuhan dan pembesaran sel. Hormon ini meningkatkan hidrolisis pati menjadi glukosa dan fruktosa. Heksosa-heksosa hasil dari hidrolisis pati merupakan sumber energi terutama untuk pembentukan dinding sel, dan menyebabkan energi potensial air menjadi rendah. Penurunan energi potensial air menyebabkan air dari luar sel mudah berdifusi ke dalam sel sehingga sel dapat membesar. Pembesaran sel yang disebabkan oleh GA 3 dapat mencapai 15 kali lebih tinggi dari sel yang tidak diberi perlakuan GA 3 (Davies 1995). Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa fotoperiode berperan dalam menginduksi dan menginisiasi pembungaan pada bawang merah. Fotoperiode saat waktu tanam bersama dengan vernalisasi berperan dalam menginduksi tanaman untuk berbunga. Hal ini terlihat pada percobaan 1 yaitu tanaman bulan Desember memiliki persentase tanaman berbunga yang lebih tinggi serta waktu blooming yang lebih cepat dibandingkan tanaman bulan lainnya. Sementara pada saat vegetatif akhir (pada percobaan 2) fotoperiode berperan dalam menginisiasi bunga pada tanaman yang telah terinduksi, yaitu dengan meningkatkan jumlah umbel per tanaman dan jumlah kapsul per umbel. Bawang merah termasuk dalam tanaman yang membutuhkan vernalisasi untuk induksi pembungaannya (Rabinowitch & Kamenetsky 2002). Pada umumnya, tanaman yang membutuhkan vernalisasi untuk pembungaan memerlukan hari panjang untuk dapat berbunga, sementara kondisi hari pendek dapat menyebabkan devernalisasi pada beberapa spesies sehingga tanaman gagal berbunga (Bernier et al. 1985). Menurut Chailakhyan (1968) vernalin hasil vernalisasi adalah prekusor florigen dimana pada kondisi hari panjang berubah menjadi florigen yang kemudian menginduksi pembungaan namun pada kondisi hari pendek tidak terjadi konversi sehingga tanaman tetap vegetatif. Hal ini menjelaskan mengapa pengaruh vernalisasi terhadap pembungaan muncul pada fotoperiode alami kurang lebih 12 jam (kontrol) namun tidak pada fotoperiode pendek 10 jam. Selain itu, vernalisasi dapat

55

menginduksi pembungaan karena vernalisasi dapat merangsang sintesis prekusor giberelin yaitu asam mevalonat. Giberelin yang terbentuk selanjutnya menstimulasi sistem molekul mRNA pada DNA templat, dan selanjutnya terjadi transkripsi sintesis asam amino, protein dan enzim de novo. Protein dan enzim yang baru terbentuk diperlukan untuk mendukung peningkatan pembelahan dan pembentukan sel-sel baru yang mengarah pada inisiasi primordium bunga pada meristem apikal (Galston & Davies 1970). Hari pendek 10 jam menyebabkan devernalisasi dan tanaman gagal berbunga. Hal ini menunjukkan bahwa fotoperiode kritis tanaman bawang merah untuk berbunga adalah > 10 jam.

Untuk

mengetahui dengan pasti apakah tanaman bawang merah kultivar Bali Karet merupakan obligat LDP, fakultatif LDP atau DNP maka percobaan tanpa vernalisasi dalam berbagai fotoperiode perlu dilakukan. Dengan percobaan tersebut dapat diketahui ketidakberhasilan tanaman dalam berbunga pada kondisi hari pendek, apakah disebabkan oleh devernalisasi atau karena panjang malam yang tidak cukup. Giberelin berperan dalam inisiasi bunga bawang merah, bersama dengan fotoperiode mampu menginisiasi tanaman untuk berbunga. Pengaruh giberelin terhadap inisiasi bunga terlihat pada meningkatnya jumlah kapsul per umbel pada percobaan 1. Namun, giberelin tidak dapat menggantikan vernalisasi dalam menginduksi tanaman untuk berbunga. Tanaman yang devernalisasi akibat hari pendek tidak mampu berbunga walaupun telah diberi giberelin eksogen. Selain itu, giberelin tidak dapat pula menggantikan peran fotoperiode dalam inisiasi bunga yaitu tidak mampu meningkatkan jumlah umbel per rumpun dan tidak mampu menggantikan fotoperiode pada kondisi hari pendek. Menurut Sumiati dan Sumarni (2006) inisasi pembungaan distimulasi oleh sintesis de novo giberelin dengan jenis dan konsentrasi bergantung pada kultivar dan ukuran umbi bibit yang digunakan. Semakin besar umbi bibit maka semakin besar giberelin alami yang dihasilkan dan semakin tinggi pula pembungaan dan hasil biji. Namun demikian, aplikasi giberelin eksogen tidak dapat menggantikan peran vernalisasi pada pembungaan bawang merah (Sumarni & Sumiati 2001). Oleh karena itu, pembungaan pada bawang merah diduga dikendalikan lewat jalur fotoperiode serta jalur vernalisasi. Hal ini dibuktikan pada percobaan 2. Pada kondisi hari pendek yaitu 10 jam pembungaan gagal terjadi walaupun umbi telah divernalisasi dan mendapat perlakuan giberelin eksogen. Giberelin hanya

56 mendorong dan meningkatkan jumlah floret per umbel setelah fotoperiode dan vernalisasi terpenuhi. Kandungan giberelin endogen dalam tanaman dipengaruhi fotoperiode. Pada kondisi hari pendek giberelin termasuk GA 3 tidak aktif. Aplikasi GA tidak berpengaruh pada tanaman SDP dalam kondisi non induktif (Lang 1956) namun, dapat merangsang perkembangan bunga pada tanaman yang diberi periode induktif (Greulach & Haesloop 1958). Menurut Takimoto (1969) giberelin merangsang inisiasi pembungaan dengan meningkatkan aktifitas mitosis dalam meristem apikal sehingga responsif terhadap stimulus pembungaan. Bila giberelin diaplikasikan sebelum atau setelah akhir periode gelap maka pembungaan dapat terjadi (Salisbury 1969; Ogawa 1981). Adanya variasi waktu terhadap pengaruh giberelin menunjukkan bahwa hanya proses inisiasi pembungaan yang dirangsang oleh giberelin (Tanimoto & Harada 1985). Pada berbagai tanaman LDP, giberelin dapat menginduksi pembungaan dengan mempengaruhi pemanjangan batang pada kondisi hari pendek (Tanimoto & Harada 1985). Pada Silene armeria dibutuhkan fotoperiode tertentu dan dosis giberelin yang tinggi agar dapat berbunga (Lang 1957). Reaksi terhadap pengaruh giberelin yang lemah diduga ditentukan oleh spesifikasi terhadap jenis giberelin yang bermacam-macam. Michniewicz dan Lang (1962) menemukan bahwa pembungaan pada Silene armeria pada kondisi non induktif terjadi bila diaplikasi GA 7 namun tidak dengan GA 3 . Pada percobaan ini GA 3 tidak mampu merangsang pembungaan pada kondisi non induktif. Diduga GA 3 yang diaplikasikan tidak tepat, bisa jadi bawang merah spesifik pada jenis giberelin yang lain. Oleh karena itu, untuk mengetahui peranan giberelin dalam pembungaan bawang merah perlu dilakukan percobaan pembungaan bawang merah dengan berbagai jenis giberelin. Pengaruh GA 3 muncul pada jumlah kapsul per umbel dan jumlah kapsul bernas per umbel, diduga GA 3 meningkatkan jumlah floret per umbel. Peningkatan jumlah floret per umbel akibat aplikasi GA 3 dilaporkan pula oleh Sumarni dan Sumiati (2001) pada bawang merah yang divernalisasi kultivar lokal Warso, selain itu aplikasi 100 ppm GA 3 mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga bawang merah pada kultivar tersebut. Namun, pada percobaan ini aplikasi GA 3 belum mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga. Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh giberelin pada tanaman yang memerlukan vernalisasi untuk pembungaannya bervariasi (Tanimoto & Harada 1985).

57

Pada tanaman LDP Arabidopsis, terdapat empat jalur genetik yang mengontrol pembungaan yaitu : (1) jalur fotoperiode, (2) jalur vernalisasi/ autonomous, (3) jalur energi atau karbohidrat dan (4) jalur giberelin (Blazaque 2000). Jalur fotoperiode menyertakan phytochrome dan cryptochrome. Interaksi antara kedua photoresepetor ini dengan circadian clock menginisiasi jalur yang menghasilkan ekspresi dari gen CONSTANS (CO) yang dibawa faktor transkripsi untuk dapat memunculkan bunga. Gen CO beraksi bersama gen lain untuk meningkatkan ekspresi floral meristem yaitu gen LEAFY (LFY). Pada jalur autonomous dan jalur vernalisasi, pembungaan terjadi karena sinyal internal, yaitu produksi jumlah daun sejati (jalur autonomous) atau karena suhu rendah (jalur vernalisasi). Pada jalur autonomous, semua gen berasosiasi dan terekspresi dalam meristem. Jalur Autonomous bekerja dengan cara mengurangi ekspresi dari gen FLOWERING LOCUS C (FLC) yang merupakan inhibitor LFY (Michaels & Amasino 2000). Vernalisasi juga menekan FLC namun dengan mekanisme yang berbeda. Karena FLC merupakan target utama, jalur autonomous dan jalur vernalisasi dimasukan dalam satu kelompok (Taiz dan Zeiger 2002). Untuk jalur autonomous dapat digambarkan dalam pencapaian tahap vegetatif dasar (basic vegetatif phase / BVP) yaitu tahap yang harus dilewati tanaman untuk memasuki tahap induksi-fotoperiode (photoperiode -induced phase / PIP) yang digambarkan dalam bentuk jumlah daun. (Vergara & Chang 1976; Gardner et al. 2008). Inisiasi pembungaan pada bawang merah dapat terjadi setelah muncul 6 helai daun sejati (Krontal et al. 1998). Induksi fotoperiode pada percobaan ini dimulai pada umur 3 MST yaitu pada tahap vegetatif akhir. Masa induksi pada setiap kultivar dapat berbeda, ditentukan oleh genotipe kultivar serta kondisi klimatologinya. Jalur karbohidrat atau sukrosa menggambarkan status metabolit dalam tanaman. Sukrosa menstimulasi pembungaan dengan cara meningkatkan ekspresi gen LFY, walaupun demikian jalur genetiknya belumlah diketahui. Sementara jalur giberelin diperlukan untuk pembungaan lebih cepat dan untuk pembungaan dalam kondisi non induktif (Taiz & Zeiger 2002). Secara keseluruhan fotoperiode dan giberelin berperan dalam pembungaan dan produksi TSS. Produksi TSS tertinggi diperoleh pada waktu tanam Maret yang tidak berbeda dengan waktu tanam Juni, namun pembungaan serta persentase pembentukan buah terbaik diperoleh pada waktu tanam Desember. Curah hujan, jumlah hari hujan dan kelembaban

58 mempengaruhi gugur bunga dan kapsul serta keberhasilan fertilisasi bawang merah. Curah hujan dan kelembaban pada masa blooming yang rendah dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi. Perlu penelitian lebih lanjut untuk mencegah gugur bunga pada bulan Desember dan untuk meningkatkan persentase pembentukan buah pada bulan Maret. Fotoperiode dan GA 3 dapat meningkatkan jumlah kapsul per umbel atau jumlah floret per umbel. Fotoperiode dapat meningkatkan jumlah umbel per tanaman, namun fotoperiode dan GA 3 belum mampu meningkatkan persentase tanaman berbunga bawang merah kultivar Bali Karet. Aplikasi GA 3 tidak dapat menggantikan fotoperiode sehingga tanaman gagal berbunga pada kondisi hari pendek. Daya berkecambah benih yang dihasilkan masih rendah yaitu 47-52% (Lampiran 7). Perlu penelitian lebih lanjut untuk memecahkan masalah tersebut.

59

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.

Produksi benih sejati bawang merah (true shallot seed) terbaik diperoleh pada tanaman bulan Maret dan Juni. Faktor klimatologi curah hujan, jumlah hari hujan dan kelembaban mempengaruhi gugur bunga dan kapsul serta keberhasilan fertilisasi bawang merah. Curah hujan dan kelembaban pada masa blooming yang rendah dapat meningkatkan keberhasilan fertilisasi.

2.

Fotoperiode terbaik untuk produksi TSS adalah alami + 4 jam. Produksi TSS yang tinggi disebabkan oleh jumlah umbel per rumpun serta jumlah kapsul per umbel yang tinggi pada perlakuan tersebut.

3.

Fotoperiode berperan dalam induksi dan inisiasi bunga bawang merah. Hari pendek dapat menyebabkan devernalisasi sehingga tanaman gagal berbunga. Fotoperiode kritis bawang merah adalah > 10 jam. Fotoperiode panjang saat waktu tanam mampu menginduksi tanaman untuk berbunga sementara fotoperiode panjang pada tahap vegegatif dasar (BVP) mampu menginsisi bunga lebih tinggi dibandingkan hari normal. Fotoperiode menginisiasi bunga dengan meningakatkan jumlah umbel per rumpun dan jumlah kapsul per umbel. Fotoperiode meningkatakan produksi TSS dengan meningkatkan persentase tanaman berbunga, jumlah umbel per rumpun serta jumlah kapsul per umbelnya.

4.

Konsentrasi GA 3 terbaik untuk produksi TSS adalah 200 ppm. Produksi yang tinggi disebabkan oleh jumlah kapsul per umbel serta persentase kapsul bernas yang tinggi pada perlakuan tersebut.

5.

Giberelin berperan dalam inisiasi bunga bawang merah. Giberelin tidak mampu meredevernalisasi umbi yang telah terinduksi, sehingga tanaman tetap gagal berbunga pada kondisi hari pendek. Giberelin meningkatkan inisiasi bunga pada kondisi normal dengan meningkatkan jumlah kapsul per umbel. Giberelin meningkatkan produksi TSS dengan meningkatkan jumlah kapsul per umbel dan persentase kapsul bernas per umbel. Giberelin dapat menggantikan fotoperiode dalam menginsiasi bunga bila fotoperiode normal telah terpenuhi namun tidak mampu meningkatkan jumlah umbel per rumpun.

60 6.

Produksi TSS dapat dilakukan sepanjang tahun namun pada waktu tanam September dapat terjadi gagal panen karena serangan penyakit akibat kelembaban dan curah hujan yang tinggi pada waktu perkembangan bunga. Waktu tanam Juni dan Maret memberikan hasil TSS tertinggi dibandingkan waktu tanam lainnya. Peningkatan produksi TSS dapat dilakukan dengan penambahan fotoperiode 4 jam atau aplikasi giberelin konsentrasi 200 ppm. Saran 1. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan fotoperiode buatan sejak waktu tanam untuk melihat peran fotoperiode lebih jelas. 2. Perlu penelitian lebih lanjut dengan menggunakan berbagai jenis giberelin untuk melihat efektifitas bawang merah terhadap jenis giberelin yang digunakan. 3. Perlu penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan persentase tanaman berbunga, kapsul bernas, persentase pembentukan buah, persentase pembentukan biji serta daya kecambah dari benih yang dihasilkan. 4. Perlu penelitian mengenai pengaturan fotoperiode pada bulan Maret dan Juni.

61

DAFTAR PUSTAKA Annis DC, Starman TW, Gibson PT. 1992. Photoperiod and gibberellic acid modify growth and flowering of Craspedia globosa. Hortscience 27:1082–1084. Arteca RN. 1995. Plant Growth Substances: Principle and Applications. New York: Chapman & Hall. Audus LJ. 1972. Plant Growth Substances. Volume 1 : Chemistry and Physiology. London: Leonard Hill. Badr SA, Hartmann HT, Martin GC. 1970. Endogenous gibberellins and inhibitors in relation of flower induction and inflorescence development in the olive. Plant Physiol 46:674–679. Basuki RS. 2009. Analisis kelayakan teknis dan ekonomis teknologi budidaya bawang merah dengan benih biji botani dan benih umbi tradisional. J Hort 19: 214–227. Bernier G, Kinet JM, Sachs RM. 1985. The Physiology of Flowering. Vol I. The Initiation of Flowers. Florida: CRC Press Inc. Bernier G, Havelange A, Houssa C, Petitjean A, Lejeune P. 1993. Physiological signals that induce flowering. The Plant Cell 5:1147–1155. Berninger E. 1965. Contribution a l’etude de la sterilite male de l’oignon (Allium cepa L). Annales de l’Amelalioration des Plantes 15:183–199. Besnard-Wibaut C. 1981. Effectiveness of gibberellins and 6-benzyladenine on flowering of Arabidopsis thaliana. Physiol Pl 53:205-212. Bey Y, Syafii W, Sutrisna. 2006. Pengaruh pemberian giberelin (GA 3 ) dan air kelapa terhadap perkecambahan bahan biji anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis BL) secara in vitro. J Biogenesis 2 (2):41–46. Bidwell SGR. 1979. Plant Physiology. Ed ke-2. New York: McMillan Publishing Co. Inc. Blazquez MA. 2000. Flower development pathways. J Cell Sci 113:3547–3548. Brewster JL. 1994. Onion and other vegetable allium. Cambridge: Cab. International. Brutch N, Koshkin V, Matvienko L, Pookhovinova E, Tavares D Sousa M, Damantovich A. 2008. Influence of low temperature and short photoperiode on the time of flowering in flax. International Conference on Flax and Other Bast Plants 18: 81–91. Chailakhyan MK, Lozhinkova VN. 1960. Gibberelin like-substances in higher plants and their effects on growth and flowering. Fiziol Rast 7:521-530. Chailakhyan MK. 1968. Internal factors of plant flowering. Annu Rev Plant Physiol 19:1-36. Christiningsih R. 2008. Pengaruh triakontanol dan giberelin terhadap pertumbuhan dan persentase kapsul jadi tanaman buncis. Agros 10 (2):35–42. Cogins Jr, Hield CW, Burns RM, Eaks IL, Lewis LN. 1996. Gibberelin research with citrus. Calif Agro 20:12-13. Crane JC, Primer PE, Campbell RC. 1960. Gibberellin-induced parthenocarpy in Prunus. Proc Amer Soc Hort Sci 75:129-137.

62 Crane JC, Rebeiz CA, Campbell RC. 1961. Gibberellin-induced parthenocarpy in the J. H. Hale peach and the probably cause of button production. Proc Amer Soc Hort Sci 78: 111-118. Corbesier L, Coupland G. 2006. The quest for florigen: a review of recent progress. J of Exp Botany 57:3395-3403. Davies PJ. 1995. Plant Hormones Physiology Biochemistry and Molecular Biology. Ed ke-2. London: Kluwer Acad, Publ. Dias-Tagliacozzo GM, Valio IFM. 1994. Effect of vernalization on flowering of Daucus carota (cvs. Nantes and Brasilia). R Bras Fisiol Veg 6:71–73. Dwidjoseputro D. 1990. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ekmekci Y, Terzioglu S. 2000. Interactive effects of vernalization, photoperiod and light intensity on reproductive development of wheat cultivars. Turk J Agri For 4:475–486. Erwin J. 2002. Factors affecting flowering in ornamental plants. Di dalam: McDonald MB and Kwong FK, editor. Flower Seeds Biology and Technology. UK: CABI Publ. hlm 87–115. Evans LT. 1964. Inflorescence inititation in Lolium temulentum L. the role of gibberellins. Aust J Biol Sci 17:10-23. Farooqi AHA, Sangwan NS, Sangwan RS.1999. Effect of different regimes on growth, flowering and essential oil in Mentha species. Plant Growth Regulation 29:181–187. Fritsch RM, Friesen N. 2002. Evolution, domestication and taxonomy. Di dalam: Rabinowitch HD and Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. UK: CABI Publ. hlm 5-30. Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 2008. Fisiologi Tanaman Budidaya. Herawati Susilo, penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari Physiology of Crop Plants. Garner WW, Allard HA. 1920. Effect of the relative length of day and night and other factors of the environment on growth and reproduction in plants. J Agric Res 18:553-606. Gent MPN, McAvoy RJ. 2000. Plant growth retardants in ornamental horticulture. Di dalam: Basra AS. Plant Growth Regulators in Agriculture and Horticulture Their Role and Commercial Uses. FPP. hlm 89-130. Gianfagna TU. 1986. Effect of etephon and GA 3 on time of flowering in Peach. HortScience 21:69-70. Grant RH. 1997. Partitionong of biologically active radiation in plant canopies. Int J Biometeorol 40:26-40. Greulach VA, Haesloop JG. 1958. Influence of gibberellin on Xanthium flowering as realated to number of photoinductive cycles. Science 127:646-647. Grubben GJH. 1994. Constraints for shallot, garlic and welsh onion in Indonesia: a case study on the evolution of allium crops in the equatorial tropics. Acta Horticulturae 358:333–339.

63

Harkess LR, Lyons RE. 1994. Gibberelin and cytokinin-induced growth and flowering responses in Rudbeckia hirta L. HortScience 29:141–142. Heath OVS, Mathur PB. 1944. Studies in the physiology of the onion plant. II. inflorescence initiation and development, and other changes in the internal morphology of onion sets, as influenced by temperature and day length. Annals of Applied Biology 31:173– 187. Hempel FD, Welch DR, Feldman LJ. 2000. Floral induction and determination: where is flowering cotrolled?. Trends in Plant Science Reviews 5: 17-21. Herlina D, Asgar A, Sutater T. 1995. Penggunaan bahan kimia untuk memacu pertunasan subang galdiol kultivar Dr Mansoer. J Hort 5:1-6. Hillman WS. 1962. The Physiology of Flowering. New York: Hotl, Rinehart, and Winston. Hilman Y, Suwandi. 1990. Pengaruh penggunaan pupuk nitrogen dan dosis fosfor terhadap pertumbuhan dan hasil bawang merah. Bul Penel Hort 19:25–31. Iannucci A, Terribile MR, Martiniello P. 2008. Effects of temperature and photoperiod on flowering time of forage legumes in a Mediteranian environment. Field Crops Research 106:156-162. Kamenetsky R. 2000. Florogenesis of ornamental allium species as an ecological and physiological phenomenon [abstrak]. VIII International Symposium on Flowerbulbs. ISHS Acta Horticulturae. Abstrak no 570. Kamenetsky R, Rabinowitch HD. 2002. Florogenesis. Di dalam: Rabinowitch HD and Currah L, editor. Allium Crop Science: Recent Advances. UK: CABI Publ. hlm 31– 58. Keller ERJ, Senula A, Lesseman DE. 2000. Elimination of viruses through meristem culture and thermotherapy for the establishment of an in vitro collection of garlic (Allium sativum) in the genebank of the IPK Gatersleben. Acta Horticulturae 530:121-127. Khokar KK, Hadley P, Pearson S. 2007. Effect of photoperiod and temperature on inflorescence appearance and subsequent development towards flowering in onion raised from sets. Scientia Horticulturae 112:9–15. Knott JE. 1934. Effect of localized photoperiod on spinach. Proc Amer Soc Hort Sci 31:152154. Kramer DM, Avenson TJ, Edwards GE. 2004. Dynamic flexibility in the light reaction of photosynthesis governed by both electron and proton transfer reactions. Plant Science 9: 349–357. Krontal Y, Kamenetsky R, Rabinowitch HD. 1998. Lateral development and florogenesis of a tropical shallot – a comparison with blub onion. Int J of Plant Science 159:57–54. Krontal Y, Kamenentsky R, Rabinowitch HD. 2000. Flowering physiology and some vegetatif traits of short day shallot – a comparison with bulb onion. J of Hort Sci and Biotech. 75:35–41.

64 Kusumawati A, Hastuti ED, Setiary N. 2009. Pertumbuhan dan pembungaan tanaman jarak pagar setelah penyemprotan GA 3 dengan konsentrasi dan frekuensi yang berbeda. J Penel Sains dan Teknologi 10:18–29. Kuhleimer C, Reinhardt D. 2001. Auxin and phyllotaxis. Trends in Plant Science. 6:187– 189. Lang A. 1952. Physiology of flowering. Ann Rev of Pl Phy 3:305–306. Lang A. 1956. Induction of flower formation in biennial Hyoscyamus by treatments with gibberellin. Naturwiss 43:284-285. Lang A. 1957. The effect of gibberellin upon flower formation. Proc Nat Acad Sci 43:709717. Larson AR. 1960. Introduction of floriculture. New York: Departemen of Horticultural Science North Caroline State University. hlm 327–351. Las I, Rachman AS, Sutaryo B, Guswara A, Setiobudi D. 2006. Pengaruh iklim terhadap pertumbuhan dan sinkronisasi pembungaan beberapa galur padi hibrida. J Tanah dan Iklim 24:80–93. Lewis PM. 2000. Photoperiod effect growth and flowering of Lysmachia cleithroides duby. HortScience 35:596-599. Lonergan TA. 2000. The photosynthetic dark reaction do not operate in the dark. The American Biology Teacher 6:166–170. Mandang JP. 2003. Pengaruh GA 3 terhadap pertumbuhan awal bibit beberapa varietas kentang. Eugenia 9:156–160. McComb AJ. 1967. The control by gibberellic acid of stem elongation and flowering in biennial plants of Centaurium minus Moench. Planta 76:242-251. Mathew D, Forer Y, Rabinowitch HD, Kamenetsky R. 2011. Effect of long photoperiod on the reproductive and bulbing processes in garlic (Allium sativum L) genotipes. Environmental and Experimental Botany 71:166–173. Michniewicz M, Kamienska A. 1964. Flower formation induced by kinetin and vitamin E treatment in long day plant (Arabidopsis thaliana) grown in short day. Naturwiss 52:623. Michniewicz M, Lang A. 1962. Effects of nine different gibberellins on stem elongation and flower formation in cold-requiring and photoperiodic plants grown under noninductive conditions. Planta 58:549-563. Michaels SD, Amasino RM. 2000. Memories of winter : vernalization and competence to flower. Plant, Cell and Environment 23:1145–1153. Ogawa Y. 1981. Stimulation of the flowering of Pharbitis nil Chois. by gibberellin A 3 : time dependent action at the apex. Cell Physiol 22:675-681. Park KH, Lee CG. 2001. Effectiveness of flashing light for increasing photosynthetic efficiency of microalgal cultures over a critical cell density. Biotechnol Bioproceess Eng 6:189–193.

65

Permadi AH. 1993. Growing shallot from true seed. Research results and problems. Onion Newsletter for the Tropics 3:35–38. Protasova NN, Lozhnikova PV, Nichiporivich AA, Sharipov GD, Kof EM, Sidorova KK, Keveli VI, Chailakyan MKh. 1980. Growth, activity of phytohormones and inhibitors and photosynthesis of dwarf pea mutants under different conditions of illumination. Bio Bul Accad Sci 7(1):62–68. Purwoko BS, Sulistiyani DS, Gunawan LW. 1997. Pengaruh aplikasi GA 3 terhadap pembungaan tanaman Anthurium adreanum cv. Avo Cuba. Bul Agron 25 (3):20–24. Puspitaningtyas DM, Mursidawati S, Wijayanti S. 2006. Studi fertilitas anggrek Pharapaleonopsis serpentilingua (J. J. Sm) A. D. Hawkes. Biodiversitas 7:237–241. Putrasamedja S, Permadi AH. 1994. Pembungaan beberapa kultivar bawang merah di dataran tinggi. Bul Penel Hort 26:128-133. Putrasamedja S. 1995. Pengaruh jarak tanam pada bawang merah (Allium ascalonicum Bacher) berasal dari biji terhadap produksi. J Hort 5:76–80. Rabinowitch HD. 1990. Physiology of flowering. Di dalam: Rabinowitch HD and Brewster JL, editor. Onions and Allied Crops, I. Botany, Physiology and Genetics. Florida: CRC Press. hlm 113-134. Rabinowitch HD, Kamenetsky R. 2002. Shallot (Allium cepa, Aggregatum Group). Di dalam: Rabinowitch HD and Currah L, editor. Allium Crop Science : Recent Advances. UK: CABI Publ. hlm 410-430. Ridwan H, Sutapradja H, Margono. 1989. Daya produksi dan harga pokok benih/ biji bawang merah. Bul Penel Hort 17:57–61. Rosliani R, Suwandi, Sumarni N. 2005. Pengaruh waktu tanam dan zat pengatur tumbuh mepiquat klorida terhadap pembungaan dan pembijian bawang merah (TSS). J Hort 15:192–198. Ryugo K. 1990. Flowering and pembentukan buah in temperate fruit trees. Off-Season Production of Horticultral Crops Proc. International Seminar. hlm 21-26. Salisbury FB, Ross CW. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 3. Lukman DR, Sumaryono, penerjemah; Bandung: ITB. Terjemahan dari: Plant Physiology. Soedomo RP. 2006. Seleksi induk tanaman bawang merah. J Hort 16 (4):269–282. Streck NA. 2003. A vernalization model in onion (Allium cepa L). Agrociencia 9 (2):99-105. Stuart NW, HM Cathey. 1961. Applied aspects of the gibberellins. Ann Rev Plant Physiol 12:369. Sutisna A. 2010. Teknik mempercepat pembungaan lili (Lilium spp.) dengan pemberian GA 3 dan aplikasi hari panjang. Bul Teknik Pertanian 15 (1):19–23. Suherman R, Basuki RS. 1990. Strategi luas usahatani bawang merah (Allium cepa ascalonicum) di Jawa Bali. tinjauan dari segi usahatani terendah. Bul Penel Hort 28 (3):11–18.

66 Sulistyaningsih E. 2004. Fertilitas tanaman bawang merah doubled haploid. Ilmu Pertanian 11:1–4. Sumarni N, Soetiarso TA. 1998. Pengaruh waktu tanam dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan ukuran umbi bibit terhadap pertumbuhan, produksi dan biaya produksi biji bawang merah. J Hort 8:1085–1094. Sumarni N, Sumiati E. 2001. Pengaruh vernalisasi, giberelin dan auksin terhadap pembungaan dan hasil biji bawang merah. J Hort 11:1–8. Sumarni N, Sumiati E, Suwandi. 2005. Pengaruh kerapatan tanaman dan aplikasi zat pengatur tumbuh terhadap produksi umbi bibit bawang merah asal biji kultivar Bima. J Hort 15:208–214. Sumiati E, Sumarni N. 2006. Pengaruh kultivar dan ukuran umbi bibit bawang bombay introduksi terhadap pertumbuhan, pembungaan dan introduksi benih. J Hort 16:12– 20. Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Ed ke-3. Massachusetts: Sinauer Associates, Inc. Publ. Takahashi N, Phinney BO, McMillan J. 1991. Gibberellins. Berlin: Springers-Verlag. Takimoto A. 1969. Pharbitis nil Chois. Di dalam: Evans LT, editor. The Induction of Flowering. Evans. Melbourne: Mc Millan. hlm 90-115. Tanimoto S, Harada H. 1984. Hormonal regulation of flowering. Di dalam: Purohit SS, editor. Hormonal Regulation of Plant Growth and Development. Dordrecht: Martinus Nijhoff/Dr. W. Junk Publ. hlm 41-93. Tjasyono BHK. 2004. Klimatologi. Bandung: ITB. Vergara BS, Chang TT. 1976. The flowering response of the rice plant to photoperiod : a review of literature. Ed ke-3. Los Banos: International Rice Research Institute. Vince-Prue D. 2002. Seasons and Weather, p. 181-201. Di dalam: D. S. Ingram, D. VincePrue and P. J Gregory, editor. Science and The Garden. UK: Wiley- Blackwell Publishing. hlm 290. Walkey D. 1990. Virus disease. Di dalam: Rabinowitch HD and Brewster JL, editor. Onion and Allied Crops. Vol II. Agronomy, Biotic Interactions, Pathology, and Crop Protection. Florida: CRC Press. hlm 191–212. Wellensiek SJ. 1972. A dwarf Silene armeria which does not respond to gibberellic acid with stem elongation. Proc Kon Ned Akad Wet C75:179-184. Wilkaniec Z, Giejdasz K, Proszynski G. 2004. Effect of pollination of onion seeds under isolation by the red mason bee (Osmia rufa L), (Aphidea, Megachilidae) on the setting and quality of obtained seeds. J of Apicultural Science 48 (2):35–41. Wittwer SH, Bukovac MJ. 1957. Gibberellin effects on temperature and photoperiodic requirements for flowering of some plants. Science 126:30-31. Wittwer SH, Bukovac MJ. 1958. The effects of gibberellin on economic crops. Econ Bot 12:213-255.

67

Wuryaningsih S, Kartapradja R, Tiwar MM. 1995. Pengaruh jumlah batang utama dan giberelin terhadap pertumbuhan dan hasil mawar kultivar cherry brandy. J Hort 5:76– 81. Yuniastuti S, Widjajanto DD, Kusworini S. 1994. Pengaruh waktu pemberian GA 4+7 + BA terhadap hasil beberapa varietas anggur. J Hort 4:24–27. Yursak Z. 2003. Induksi pembungaan nomor-nomor persilangan interspesifik lily (Lilium spp.) melalui aplikasi giberelin dan modifikasi fotoperiodisitas [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

69

Lampiran 1. Data Iklim Lembang (Juni 2012-Agustus 2012) Bulan Juni 2011 Juli 2011 Agustus 2011 September 2011 Oktober 2011 November 2011 Desember 2011 Januari 2012 Februari 2012 Maret 2012 April 2012 Mei 2012 Juni 2012 Juli 2012 Agustus 2012

Suhu Min (oC) 15.1 13.77 13.19 14.9 14.7 15.5 15.87 15.06 15.52 15.39 15.33 15.48 15.1 13.77 13.19

Suhu (oC) 20.56 19.41 19.09 20.4 21.56 20.34 21.34 21.34 21.42 20.46 20.19 20.26 20.16 20.9 20.4

Suhu Maks (oC) 25.3 24.39 25.65 24.43 26.3 24.47 25.8 24.14 25.34 24.29 24.5 24.6 25.3 24.39 25.65

Lampiran 2. Hasil Pengujian Tanah Pra Penelitian Waktu Tanam Juni pH : 5.1 N (%) : 0.67 P 2 O 5 (ppm) : 7.0 K (ppm) : 134.8 Waktu Tanam September pH : 5.1 N (%) : 0.68 P 2 O 5 (ppm) : 8.2 K (ppm) : 133.0 Waktu Tanam Desember pH : 5.1 N (%) : 0.69 P 2 O 5 (ppm) : 4.9 K (ppm) : 125.2 Waktu Tanam Maret pH : 5.4 N (%) : 0.66 P 2 O 5 (ppm) : 10.3 K (ppm) : 142.6

RH (%) 86.37 86 85.13 85.83 88.9 86.77 89.5 85.32 88 82.64 86 87 84 82 76

Hujan (mm) 25 39 0 57.6 294 210.5 334.5 229.4 372 164 303 201.5 58.5 22.1 0

Jumlah hari hujan 4 2 0 5 10 11 13 11 14 9 12 10 11 4 0

70

Lampiran 3. Sidik Ragam Percobaan 1 Sidik ragam tinggi tanaman 15 HST SK db KT Ulangan 2 0.806 Waktu tanam (A) 3 125.287 Galat (a) 6 3.212 Giberelin (B) 3 7.153 AxB 9 1.249 Galat (b) 24 2.2353 Umum 47 CV 8.02 Sidik ragam tinggi tanaman 30 HST SK db KT Ulangan 2 14.9287 Waktu tanam (A) 3 114.747 Galat (a) 6 5.117 Giberelin (B) 3 26.7517 AxB 9 6.2044 Galat (b) 24 9.4522 Umum 47 CV 9.91 Sidik ragam tinggi tanaman 45 HST SK db KT Ulangan 2 19.1369 Waktu tanam (A) 3 48.1828 Galat (a) 6 3.993 Giberelin (B) 3 35.5596 AxB 9 5.5428 Galat (b) 24 8.2505 Umum 47 CV 7.99

F hit 0.25 39 1.44 3.2 0.56

Pr>F 0.7858 0.0002 0.2422 0.0415 0.8169

F hit 2.92 22.42 0.54 2.83 0.66

Pr > F 0.1303 0.0012 0.7715 0.0598 0.7387

F hit 4.79 12.32 0.48 4.31 0.67

Pr > F 0.0571 0.0056 0.8135 0.0144 0.7258

71

Sidik ragam jumlah daun 15 HST SK db KT Ulangan 2 19.1808 Waktu tanam (A) 3 253.308 Galat (a) 6 10.1786 Giberelin (B) 3 15.5448 AxB 9 9.3099 Galat (b) 24 8.1475 Umum 47 CV (%) 26.6 Sidik ragam jumlah daun 30 HST SK db KT Ulangan 2 11.9472 Waktu tanam (A) 3 520.567 Galat (a) 6 9.7941 Giberelin (B) 3 30.1729 AxB 9 30.1325 Galat (b) 24 26.1843 Umum 47 CV (%) 29.43 Sidik ragam jumlah daun 45 HST SK db KT Ulangan 2 22.065 Waktu tanam (A) 3 169.464 Galat (a) 6 19.6129 Giberelin (B) 3 205.563 AxB 9 23.9934 Galat (b) 24 31.1513 Umum 47 CV (%) 18.58 Sidik ragam jumlah anakan 15 HST SK db KT Ulangan 2 1.1657 Waktu tanam (A) 3 20.3369 Galat (a) 6 0.2194 Giberelin (B) 3 0.6691 AxB 9 0.8457 Galat (b) 24 0.641 Umum 47 CV (%) 21.22

F hit 1.88 24.89 1.25 1.91 1.14

F hit 1.22 53.15 0.37 1.15 1.15

F hit 1.13 8.64 0.63 6.60 0.77

Pr > F 0.2317 0.0009 0.3171 0.1553 0.3729

Pr > F 0.3593 0.0001 0.8882 0.3483 0.3681

Pr > F 0.3847 0.0135 0.7051 0.0021 0.6445

F hit Pr > F 5.31 0.0470 92.69 <0.0001 0.34 0.9074 1.04 0.3911 1.32 0.2785

72

Sidik ragam jumlah anakan 30 HST SK db KT Ulangan 2 0.7039 Waktu tanam (A) 3 18.8219 Galat (a) 6 0.7071 Giberelin (B) 3 1.8315 AxB 9 1.0848 Galat (b) 24 0.9605 Umum 47 CV 21.23 Sidik ragam jumlah anakan 45 HST SK db KT Ulangan 2 0.0188 Waktu tanam (A) 3 19.7511 Galat (a) 6 2.1781 Giberelin (B) 3 5.9649 AxB 9 1.6733 Galat (b) 24 1.4519 Umum 47 CV 12.48

F hit 1.00 26.63 0.74 1.91 1.13

Pr > F 0.4233 0.0007 0.6256 0.1554 0.3809

F hit 0.01 9.07 1.50 4.11 1.15

Pr > F 0.9914 0.012 0.2205 0.0174 0.3671

Sidik ragam waktu muncul umbel pertama SK db KT F hit Ulangan 2 40.8958 1.92 Waktu tanam (A) 3 1081.24 50.8 Galat (a) 6 21.2847 1.39 Giberelin (B) 3 26.6319 1.74 AxB 9 24.669 1.61 Galat (b) 24 15.3264 Umum 47 CV 9.03 Sidik ragam waktu blooming SK db KT Ulangan 2 85.75 Waktu tanam (A) 3 1046.91 Galat (a) 6 75.8056 Giberelin (B) 3 5.7431 AxB 9 6.8542 Galat (b) 24 42.9306 Umum 47 CV 10.13

F hit 1.13 13.81 1.77 0.13 0.16

Pr > F 0.2265 0.0001 0.2595 0.1861 0.1687

Pr > F 0.3829 0.0042 0.1490 0.9390 0.9964

73

Sidik ragam persentase tanaman berbunga SK db KT F hit Ulangan 2 429.438 1.31 Waktu tanam (A) 3 2145.94 6.54 Galat (a) 6 328.132 3.02 Giberelin (B) 3 57.2222 0.53 AxB 9 37.463 0.34 Galat (b) 24 108.736 Umum 47 CV 15.56 Sidik ragam jumlah umbel per rumpun SK db KT Ulangan 2 0.445 Waktu tanam (A) 3 2.7982 Galat (a) 6 0.3982 Giberelin (B) 3 0.3798 AxB 9 0.2767 Galat (b) 24 0.1668 Umum 47 CV 18.55 Sidik ragam jumlah umbel per petak SK db KT Ulangan 2 3332.15 Waktu tanam (A) 3 43097.2 Galat (a) 6 2982.53 Giberelin (B) 3 1435.97 AxB 9 1835.28 Galat (b) 24 950.243 Umum 47 CV 20.38

Pr > F 0.3375 0.0255 0.0242 0.6685 0.9501

F hit 1.12 7.01 2.39 2.28 1.66

Pr > F 0.3857 0.0218 0.0591 0.1051 0.1547

F hit 1.12 14.45 3.14 1.51 1.93

Pr > F 0.3869 0.0370 0.0205 0.2370 0.0957

Sidik ragam jumlah umbel yang dipanen SK db KT F hit Ulangan 2 4752.52 2.34 Waktu tanam (A) 3 97977.8 48.27 Galat (a) 6 2029.88 2.81 Giberelin (B) 3 2728.8 3.78 AxB 9 2733.67 3.79 Galat (b) 24 805.229 Umum 47 CV 23.42

Pr > F 0.1772 0.0001 0.0324 0.0236 0.0043

74

Sidik ragam jumlah kapsul per umbel SK db KT Ulangan 2 742.34 Waktu tanam (A) 3 52280.6 Galat (a) 6 786.047 Giberelin (B) 3 1717.77 AxB 9 1869.16 Galat (b) 24 371.008 Umum 47 CV 12.43

F hit 0.94 66.51 2.12 4.63 5.04

Sidik ragam jumlah kapsul bernas per umbel SK db KT F hit Ulangan 2 207.097 1.56 Waktu tanam (A) 3 12737.9 96.15 Galat (a) 6 1132.48 0.59 Giberelin (B) 3 3046.21 13.47 AxB 9 453.582 2.01 Galat (b) 24 Umum 47 CV 27.29 Sidik ragam jumlah biji per kapsul SK db KT Ulangan 2 0.7201 Waktu tanam (A) 3 43.2409 Galat (a) 6 0.3838 Giberelin (B) 3 0.492 AxB 9 0.258 Galat (b) 24 0.3874 Umum 47 CV 23.39

Pr > F 0.4400 0.0001 0.0882 0.0108 0.0007

Pr > F 0.2841 0.0001 0.7383 0.0001 0.0839

F hit Pr > F 1.88 0.2329 112.64 <0.0001 0.99 0.4534 1.27 0.3070 0.67 0.7305

Sidik ragam jumlah biji per umbel SK db KT F hit Pr > F Ulangan 2 380.495 0.8 0.4913 Waktu tanam (A) 3 9141.4 19.27 0.0018 Galat (a) 6 474.405 0.44 0.8420 Giberelin (B) 3 14075.3 13.17 <0.0001 AxB 9 717.034 0.67 0.7269 Galat (b) 24 1068.87 Umum 47 CV 32.08

75

Sidik ragam bobot biji per 100 butir SK db KT Ulangan 2 0.0015 Waktu tanam (A) 3 0.0824 Galat (a) 6 0.023 Giberelin (B) 3 0.0008 AxB 9 0.0108 Galat (b) 24 0.015 Umum 47 CV 26.64 Sidik ragam bobot biji per umbel SK db KT Ulangan 2 0.0055 Waktu tanam (A) 3 0.3587 Galat (a) 6 0.0119 Giberelin (B) 3 0.2921 AxB 9 0.0392 Galat (b) 24 0.0193 Umum 47 CV 29.8 Sidik ragam bobot biji per rumpun SK db KT Ulangan 2 0.0104 Waktu tanam (A) 3 1.5465 Galat (a) 6 0.1019 Giberelin (B) 3 1.1659 AxB 9 0.0853 Galat (b) 24 Umum 47 CV 28.36

F hit 0.07 3.58 1.61 0.05 0.76

Pr > F 0.9375 0.0860 0.1869 0.9837 0.6539

F hit Pr > F 0.47 0.6475 30.2 0.0005 0.63 0.7083 15.38 <0.0001 2.07 0.0754

F hit Pr > F 0.10 0.9048 15.18 0.0033 1.71 0.1628 19.52 <0.0001 1.43 0.2313

Sidik ragam bobot biji per petak transfomasi x + 0.5 SK db KT F hit Pr > F Ulangan 2 0.101 0.28 0.7643 Waktu tanam (A) 3 7.4835 20.84 0.0014 Galat (a) 6 0.359 0.77 0.6035 Giberelin (B) 3 5.063 10.81 0.0001 AxB 9 0.4567 0.97 0.4843 Galat (b) 24 1.9176 Umum 47 0.4684 CV 24.83

76

Lampiran 4. Sidik Ragam Percobaan 2. Sidik ragam tinggi tanaman 15 HST SK db KT Ulangan 2 4.648 Panjang Hari (A) 3 657.719 Galat (a) 6 1.5914 Giberelin (B) 3 9.2712 AxB 9 2.5856 Galat (b) 24 1.2896 Umum 47 CV 4.35 Sidik ragam tinggi tanaman 30 HST SK db KT Ulangan 2 0.3389 Panjang Hari (A) 3 3.7393 Galat (a) 6 0.6873 Giberelin (B) 3 3.3859 AxB 9 0.8178 Galat (b) 24 0.4844 Umum 47 CV 13.55 Sidik ragam tinggi tanaman 45 HST SK db KT Ulangan 2 0.3467 Panjang Hari (A) 3 5.7898 Galat (a) 6 0.2778 Giberelin (B) 3 2.2404 AxB 9 1.1471 Galat (b) 24 0.5139 Umum 47 CV 13.12 Sidik ragam jumlah daun 15 HST SK db KT Ulangan 2 4.708 Panjang Hari (A) 3 320.018 Galat (a) 6 2.6909 Giberelin (B) 3 237.124 AxB 9 55.5989 Galat (b) 24 3.4172 Umum 47 CV 11.45

F hit Pr > F 2.92 0.1301 413.28 <0.0001 1.23 0.3241 7.19 0.0013 2.00 0.0840

F hit 0.49 5.44 1.42 6.99 1.69

Pr > F 0.0334 0.3790 0.2484 0.0015 0.1469

F hit 1.25 20.84 0.54 4.36 2.23

Pr > F 0.3522 0.0014 0.7719 0.0138 0.0562

F hit Pr > F 1.75 0.2520 118.92 <0.0001 0.79 0.5884 69.39 <0.0001 16.27 <0.0001

77

Sidik ragam jumlah daun 30 HST SK db KT Ulangan 2 0.5225 Panjang Hari (A) 3 261.852 Galat (a) 6 7.3764 Giberelin (B) 3 294.242 AxB 9 57.1019 Galat (b) 24 18.3672 Umum 47 CV 17.49 Sidik ragam jumlah daun 45 HST SK db KT Ulangan 2 1.9611 Panjang Hari (A) 3 354.999 Galat (a) 6 5.6639 Giberelin (B) 3 119.566 AxB 9 24.1594 Galat (b) 24 13.2112 Umum 47 CV 12.99

F hit Pr > F 0.07 0.9324 35.5 0.0003 0.4 0.8705 16.02 <0.0001 3.11 0.0127

F hit Pr > F 0.35 0.7206 62.68 <0.0001 0.43 0.8525 9.05 0.0003 1.83 0.1147

Sidik ragam waktu muncul umbel pertama SK db KT F hit Pr > F Ulangan 2 0.5625 1.25 0.3527 Panjang Hari (A) 3 117.9100 261.22 <0.0001 Galat (a) 6 0.4514 0.18 0.9785 Giberelin (B) 3 0.6319 0.26 0.8550 AxB 9 0.6690 0.27 0.9761 Galat (b) 24 2.4514 Umum 47 CV 5.16 Sidik ragam waktu blooming SK db Ulangan 2 Panjang Hari (A) 2 Galat (a) 4 Giberelin (B) 3 AxB 6 Galat (b) 18 Umum 35 CV 18.96

KT 9.3333 15.0833 24.1354 61.9144 154.685 36.4977

F hit 0.39 0.62 0.66 1.70 4.24

Pr > F 0.7022 0.5805 0.6268 0.2035 0.0078

78

Sidik ragam persentase tanaman berbunga SK db KT F hit Pr > F Ulangan 2 342.01 2.96 0.1278 Panjang Hari (A) 3 6449.33 55.73 <0.0001 Galat (a) 6 115.718 0.67 0.6735 Giberelin (B) 3 373.725 2.17 0.1179 AxB 9 184.005 1.07 0.4199 Galat (b) 24 172.291 Umum 47 CV 34.16 Sidik ragam jumlah umbel per rumpun transformasi akar kuadrat x+0.5 SK db KT F hit Pr > F Ulangan 2 0.0865 1.02 0.4159 Panjang Hari (A) 3 3.5650 27.99 0.0006 Galat (a) 6 0.2547 0.84 0.5544 Giberelin (B) 3 0.2571 1.69 0.1964 AxB 9 0.4933 1.08 0.4126 Galat (b) 24 0.0508 Umum 47 CV 16.67 Sidik ragam panjang tangkai bunga 37 HST SK db KT F hit Ulangan 2 70.1111 1.26 Panjang Hari (A) 2 397.4440 7.17 Galat (a) 4 55.4444 1.07 Giberelin (B) 3 100.2500 1.94 AxB 6 50.0000 0.97 Galat (b) 18 51.7778 Umum 35 CV 21.61 Sidik ragam panjang tangkai bunga 44 HST SK db KT F hit Ulangan 2 85.4440 2.44 Panjang Hari (A) 2 503.3610 14.37 Galat (a) 4 35.0278 0.76 Giberelin (B) 3 126.6300 2.76 AxB 6 65.1018 1.42 Galat (b) 18 45.8803 Umum 35 CV 16.23

Pr > F 0.3753 0.0476 0.3998 0.1599 0.4755

Pr > F 0.2030 0.0149 0.5622 0.0720 0.2608

79

Sidik ragam panjang tangkai bunga 51 HST SK db KT F hit Ulangan 2 81.8611 2.30 Panjang Hari (A) 2 477.0280 13.43 Galat (a) 4 35.5278 1.39 Giberelin (B) 3 74.6944 2.93 AxB 6 44.3611 1.74 Galat (b) 18 25.4930 Umum 35 CV 9.87 Sidik ragam jumlah kapsul per umbel SK db KT Ulangan 2 121.1720 Panjang Hari (A) 2 13591.0000 Galat (a) 4 370.4840 Giberelin (B) 3 608.4140 AxB 6 430.0920 Galat (b) 18 328.8720 Umum 35 CV 17.3 Sidik ragam jumlah kapsul per rumpun SK db KT Ulangan 2 584.5390 Panjang Hari (A) 2 30675.8000 Galat (a) 4 3081.2600 Giberelin (B) 3 7938.6800 AxB 6 1996.2200 Galat (b) 18 2354.1800 Umum 35 CV 31.29

Pr > F 0.2159 0.0168 0.2765 0.0619 0.1695

F hit 0.33 36.68 1.13 1.85 1.31

Pr > F 0.7387 0.0027 0.3742 0.1737 0.3026

F hit 0.19 9.96 1.31 3.37 0.85

Pr > F 0.8342 0.0280 0.3043 0.0414 0.5500

Sidik ragam jumlah kapsul bernas per umbel SK db KT F hit Ulangan 2 157.7050 1.22 Panjang Hari (A) 2 1732.9300 13.46 Galat (a) 4 128.7920 1.52 Giberelin (B) 3 607.1790 7.19 AxB 6 40.4867 0.48 Galat (b) 18 84.4477 Umum 35 CV 20.85

Pr > F 0.3847 0.0167 0.2372 0.0023 0.8150

80

Sidik ragam persentase kapsul bernas SK db KT F hit Ulangan 2 82.1128 1.43 Panjang Hari (A) 2 185.0110 3.22 Galat (a) 4 57.3910 3.37 Giberelin (B) 3 159.1350 9.35 AxB 6 49.3440 2.90 Galat (b) 18 17.0198 Umum 35 CV 9.64 Sidik ragam jumlah biji per kapsul SK db KT F hit Ulangan 2 0.2433 1.35 Panjang Hari (A) 2 0.1834 1.02 Galat (a) 4 0.1799 2.16 Giberelin (B) 3 0.0660 0.79 AxB 6 0.9320 1.12 Galat (b) 18 0.0835 Umum 35 CV 9.65 Sidik ragam jumlah biji per umbel SK db KT Ulangan 2 595.4650 Panjang Hari (A) 2 21497.4000 Galat (a) 4 427.4090 Giberelin (B) 3 6370.7200 AxB 6 229.1830 Galat (b) 18 484.7400 Umum 35 CV 16.77 Sidik ragam bobot biji per umbel SK db KT Ulangan 2 0.0038 Panjang Hari (A) 2 0.3271 Galat (a) 4 0.0037 Giberelin (B) 3 0.1463 AxB 6 0.0100 Galat (b) 18 0.0040 Umum 35 CV 12.99

Pr > F 0.3398 0.1466 0.0317 0.0060 0.0371

Pr > F 0.3559 0.4387 0.1145 0.5131 0.3891

F hit Pr > F 1.39 0.3474 50.30 0.0015 0.88 0.4944 13.14 <0.0001 0.47 0.8196

F hit Pr > F 1.02 0.4375 88.71 0.0005 0.92 0.4722 36.63 <0.0001 2.51 0.0604

81

Sidik ragam bobot biji per rumpun SK db KT Ulangan 2 0.0194 Panjang Hari (A) 2 0.7510 Galat (a) 4 0.0492 Giberelin (B) 3 0.4795 AxB 6 0.0362 Galat (b) 18 0.0363 Umum 35 CV 26.51

F hit Pr > F 0.39 0.6981 15.27 0.0134 1.36 0.2882 13.22 <0.0001 1.00 0.4562

Lampiran 5. Perkembangan bunga Waktu tanam Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012

Membuka (hst) 75.34 80.33 68.08 86.34

Mekar 100% (hst) 91.84 91.33 77.58 98.67

Lampiran 6. Waktu panen TSS Waktu tanam Juni 2011 September 2011 Desember 2011 Maret 2012 Percobaan 2

Tanggal Tanam 29-06-2012 30-9-2012 20-12-2011 31-03-2012 21-01-2012

Tanggal Panen 12-11-2011 15-2-2012 30-4-2012 29-08-2012 02-05-2012

Waktu Panen (hst) 136 138 132 151 102

Lampiran 7. Hasil uji daya berkecambah GA 3 0 ppm 50 ppm 100 ppm 200 ppm

Daya berkecambah (%) 48 52 47 51