PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK

Download AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI. (Studi Kasus : UD. Karya Tani, Pedan ... perancangan alat bantu, keempat fase gerakan ...

0 downloads 422 Views 2MB Size
perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

Skripsi

FITRIA MAHMUDAH I 0307045

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten)

Skripsi Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

FITRIA MAHMUDAH I 0307045

JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user i

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: Fitria Mahmudah

NIM

: I 0307045

Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Dengan ini saya menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun tidak mencontoh atau melakukan plagiat dari karya tulis orang lain. Jika terbukti Tugas Akhir yang saya susun mencontoh atau melakukan plagiat dari karya orang lain maka Tugas Akhir yang saya susun dapat dinyatakan batal dan gelar Sarjana yang saya peroleh dengan sendirinya dibatalkan atau dicabut. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan apabila di kemudian hari terbukti melakukan kebohongan maka saya sanggup menanggung segala konsekuensinya.

Surakarta, 15 Juni 2011

Fitria Mahmudah I 0307045

commit to user iv

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH Saya mahasiswa Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik UNS yang bertanda tangan dibawah ini: Nama

: Fitria Mahmudah

NIM

: I 0307045

Judul TA : Perancangan Alat Bantu Aktivitas Bongkar Pupuk Berdasarkan Kajian Ergonomi (Studi Kasus: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten) Menyatakan bahwa Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun sebagai syarat lulus Sarjana S1 disusun secara bersama-sama dengan Pembimbing 1 dan Pembimbing 2. Bersamaan dengan syarat pernyataan ini bahwa hasil penelitian dari Tugas Akhir (TA) atau Skripsi yang saya susun bersedia digunakan untuk publikasi dari prooceding, jurnal, atau media penerbit lainnya baik di tingkat nasional maupun internasional sebagaimana mestinya yang merupakan bagian dari publikasi karya ilmiah. Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya

Surakarta, 15 Juni 2011

Fitria Mahmudah I 0307045

commit to user v

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam kepada Rasulullah Muhammad SAW, Al Amin suri tauladan kita yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan. Pada kesempatan yang sangat baik ini, dengan segenap kerendahan hati dan rasa yang setulus-tulusnya, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Kusno Adi Sambowo, S.T., M.Sc., Ph.D. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Bapak Dr. Cucuk Nur Rosyidi, S.T., M.T. selaku Ketua Jurusan Teknik Industri Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Bapak Irwan Iftadi, ST, M.Eng. dan Ibu Rahmaniyah Dwi Astuti, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dalam memberikan pengarahan, bimbingan, dan perbaikan selama penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Fakhrina Fahma, STP, M.T. dan Bapak Yusuf Priyandari, S.T., M.T. selaku dosen penguji yang berkenan memberikan saran dan perbaikan terhadap skripsi ini. 5. Ibu Bapak tercinta dan kedua adikku tersayang, terima kasih atas setiap doa yang terucap, kasih sayang yang tercurah, dan dukungan yang melimpah selama ini. 6. Para staff dan karyawan Jurusan Teknik Industri, atas segala kesabaran dan pengertiannya dalam memberikan bantuan dan fasilitas demi kelancaran penyelesaian skripsi ini. 7. Yunedi Ariyanto, seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Terima kasih atas waktu, nasihat, kasih sayang, semangat, perhatian, dan dukungannya selama ini. 8. Teman-teman seperjuangan Teknik Industri angkatan 2007 Reguler dan Nonreguler yang telah bersama-sama berjuang dalam menyelesaikan commit to user vi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

studi Strata 1. Semoga persahabatan kita selalu terjaga dalam ikatan ukhuwah yang indah. 9. Teman-teman Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan Ergonomi, terima kasih atas kebersamaannya selama ini. 10. Teman-teman kos Tsabita atas kebersamaan dan dukungannya selama ini 11. Seluruh pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas segala bimbingan, bantuan, kritik, dan saran dalam penyusunan tugas akhir ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan mahasiswa maupun siapa saja yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, dengan senang hati dan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik yang membangun.

Surakarta, 15 Juni 2011

Penulis

commit to user vii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRAK Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, PERANCANGAN ALAT BANTU AKTIVITAS BONGKAR PUPUK BERDASARKAN KAJIAN ERGONOMI (Studi Kasus : UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Skripsi. Surakarta: Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret, Juni 2011. Saat ini, aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani dilakukan tanpa menggunakan alat bantu dengan cara pekerja memanggul pupuk seberat 50 kilogram dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Rata-rata beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja sebanyak empat ton per hari, sehingga pekerja bongkar pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan kerja dan keluhan musculoskeletal. Berdasarkan permasalahan yang timbul, perlu adanya perbaikan aktivitas bongkar pupuk dengan merancang alat bantu yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. Tahapan dalam perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk ini terdiri dari penjabaran kebutuhan peracangan, pengembangan ide perancangan yang dilakukan dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode Cross (metode rasional), penentuan dimensi alat bantu berdasarkan anthropometri, penentuan spesifikasi perancangan, perhitungan mekanika teknik, dan validasi rancangan alat bantu yang dilakukan dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan penilaian beban kerja fisik pekerja. Hasil akhir dari penelitian ini adalah rancangan lift table sebagai alat bantu untuk mempermudah aktivitas bongkar pupuk yang mampu menurunkan level resiko postur kerja, yaitu terjadi penurunan skor akhir RULA. Sebelum perancangan alat bantu, keempat fase gerakan bongkar pupuk memiliki skor akhir RULA sebesar 7 yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan skor akhir RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman. Selain itu, penggunaan lift table pada proses bongkar pupuk mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan.

Kata Kunci: aktivitas bongkar pupuk, postur kerja, beban kerja fisik, lift table xxi + 107 halaman; 34 tabel; 38 gambar; 5 lampiran; daftar pustaka: 15 (19802009).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ABSTRACT Fitria Mahmudah, NIM: I0307045, TOOL DESIGN OF FERTILIZER UNLOADING ACTIVITY BASED ON ERGONOMIC STUDY (Case Study: UD. Karya Tani, Pedan, Klaten). Thesis. Surakarta: Industrial Engineering Department Faculty of Engineering, Sebelas Maret University, June 2011. Nowadays, fertilizer unloading activitiy at UD. Karya Tani done without using tools by workers carrying heavy as 50 kilograms of fertilizer in a position backs bent, arms pulled back, and neck flexion with the transport distance of approximately seven meters. Average load which imposed on single worker as much as four tons per day, so every worker has to repeat the fertilizer unloading activity as much as 80 times every day. Repetitive lifting with heavy load potentially causes fatigue and musculoskeletal disorders. Based on the problems that arise, necessary to improve fertilizer unloading activity by designing a tool which aims to improve working posture and reduce physical workload of workers. Stages in the tool design of fertilizer unloading activity consists of identifying needs, ideas developments was organized by adopting and modifying Cross method (“rasional method”), determination dimensions of a tool based on anthropometry, determination of design specification, engineering mechanics calculation, and design tool validation which done in two ways, namely evaluation the risk level of of working posture by RULA method and physical workload assessment. The output of this research is lift a table as a tool to facilitate fertilizer unloading activity which can lower the risk level of the working posture, that is happen decreasing final score RULA. Before design tool, the final score of four phases fertilizer unloading activity is 7, which means having a high risk level, while the final score RULA after design is 3 for the first until the third phase of fertilizer unloading activity and 4 for the fourth phase of fertilizer unloading activity, which means having a small level of risk or safe. In addition, using lift table in fertilizer unloading activity can reduce the physical load of workers, namely a decline in average energy consumption of the workers at 5:43 kcal / min before the design becomes 4.60 kcal / min after design.

Key words: fertilizer unloading activity, working posture, physical workload, lift table xxi + 107 pages; 34 tables; 38 figures; 5 appendixes; Bibliography: 15 (19802009).

commit to user

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

i

LEMBAR PENGESAHAN

ii

LEMBAR VALIDASI

iii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA ILMIAH

iv

SURAT PERNYATAAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

v

KATA PENGANTAR

vi

ABSTRAK

viii

ABSTRACT

ix

DAFTAR ISI

x

DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xviii

BAB I

PENDAHULUAN

I-1

1.1 Latar Belakang

I-1

1.2 Perumusan Masalah

I-3

1.3 Tujuan Penelitian

I-4

1.4 Manfaat Penelitian

I-4

1.5 Batasan Masalah

I-4

1.6 Asumsi – Asumsi

I-4

1.7 Sistematika Penulisan

I-5

TINJAUAN PUSTAKA

II - 1

2.1 Gambaran Umum Perusahaan

II - 1

BAB II

2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani

II - 1

2.2 Pengertian Ergonomi

II - 2

2.3 Manual Material Handling

II - 3

2.3.1 Rekomendasi Beban yang Boleh Diangkat

II - 4

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling

II - 6

2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling II - 7 userManual Material Handling II - 8 2.3.4 Penanganancommit Resiko to Kerja x

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2.4 Antropometri

II - 8

2.4.1 Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia

II - 9

2.4.2 Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya

II - 10

2.4.3 Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk

II - 11

2.4.4 Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri

II - 14

2.5 RULA (Rapid Upper Limb Assessment)

II - 15

2.6 Penilaian Beban Kerja Fisik

II - 21

2.7 Perancangan Dengan Metode Rasional

II - 24

2.7.1 Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives)

II - 24

2.7.2 Penetapan Fungsi (Establishing Function)

II - 25

2.7.3 Spesifiksi Kinerja (Performance Specification)

II - 25

2.8 Mekanika Konstruksi

II - 25

2.8.1 Statika

II - 25

2.8.2 Gaya

II - 27

2.8.2 Kekuatan Material

II - 29

2.9 Penelitian Sebelumnya

II - 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

III - 1

3.1 Identifikasi Awal

III - 2

3.1.1 Observasi Lapangan

III - 2

3.1.2 Studi Pustaka

III - 2

3.1.3 Wawancara

III - 3

3.1.4 Dokumentasi Postur Kerja Awal

III - 3

3.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal

III - 3

3.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal

III - 4

3.3.1 Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung

III - 4

3.3.2 Perhitungan Denyut Jantung

III - 4

3.3.3 Perhitungan Konsumsi Energi

III - 4

3.4 Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk

III - 4

3.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan

III - 5

3.4.2 Data Anthropometri commit toPekerja user

III - 6

xi

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.4.3 Perhitungan Persentil

III - 6

3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan

III - 7

3.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik

III - 8

3.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk

III - 8

3.5.1 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan

III - 9

3.5.2 Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan

BAB IV

III - 9

3.6 Analisis dan Interpretasi Hasil

III - 9

3.7 Kesimpulan dan Saran

III - 9

PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

IV - 1

4.1 Identifikasi Awal

IV - 1

4.1.1 Data Kualitatif

IV - 1

4.1.2 Dokumentasi Postur Kerja Awal

IV - 3

4.2 Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA

IV - 4

4.3 Penilaian Beban Kerja Fisik Awal

IV - 17

4.3.1 Perhitungan Denyut Jantung

IV - 17

4.3.2 Perhitungan Konsumsi Energi

IV - 18

4.4 Tahap Perancangan

IV - 19

4.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan

IV - 19

4.4.2 Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri

IV - 25

4.4.3 Perhitungan Persentil

IV - 26

4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan

IV - 27

4.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik

IV - 34

4.5 Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk

IV - 48

4.5.1 Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah Perancangan

IV - 48

4.5.2 Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perncangan BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

IV - 52 V-1

5.1 Analisis Kondisi Awal

V-1

5.2 Analisis Rancangan Lift Table commit to user

V-3

xii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

5.2.1 Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table

V-3

5.2.2 Analisis Mekanika Teknik

V-4

5.3 Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan

V-5

5.4 Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani BAB VI

V-7

KESIMPULAN DAN SARAN

VI - 1

6.1 Kesimpulan

VI - 1

6.2 Saran

VI - 1

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

commit to user xiii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL Tabel 2.1

Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya

II-4

Tabel 2.2

Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya

II-5

Tabel 2.3

Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal

II-15

Tabel 2.4

Skor Bagian Upper Arm

II-16

Tabel 2.5

Skor Bagian Lower Arm

II-17

Tabel 2.6

Skor Bagian Wrist

II-17

Tabel 2.7

Skor Grup A

II-18

Tabel 2.8

Skor Bagian Neck

II-18

Tabel 2.9

Skor Bagian Trunk

II-19

Tabel 2.10

Skor Bagian Legs

II-19

Tabel 2.11

Skor Grup B

II-19

Tabel 2.12

Tabel RULA Skor C

II-21

Tabel 2.13

Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C

II-21

Tabel 2.14

Klasifikasi Beban Kerja Fisik

II-22

Tabel 2.15

Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material

Tabel 2.16

II-29

Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan)

II-29

Tabel 4.1

Atribut Kegiatan Manual Material Handling

IV-1

Tabel 4.2

Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk

IV-2

Tabel 4.3

Rekapitulasi Keinginan Pekerja

IV-2

Tabel 4.4

Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk

Tabel 4.5

Tabel 4.6 Tabel 4.7

IV-3

Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan)

IV-4

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 commit to user 1 Skor Grup B untuk Fase Gerakan

IV-6

xiv

IV-7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.8

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1

IV-7

Tabel 4.9

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2

IV-9

Tabel 4.10

Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2

IV-10

Tabel 4.11

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2

IV-10

Tabel 4.12

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3

IV-12

Tabel 4.13

Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3

IV-13

Tabel 4.14

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3

IV-13

Tabel 4.15

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4

IV-15

Tabel 4.16

Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4

IV-16

Tabel 4.17

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4

IV-16

Tabel 4.18

Level Resiko Tiap–Tiap Fase Gerakan

IV-17

Tabel 4.19

Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung

IV-17

Tabel 4.20

Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk

IV-18

Tabel 4.21

Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya

IV-20

Tabel 4.22

Penjabaran Kebutuhan Perancangan

IV-20

Tabel 4.23

Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table

IV-25

Tabel 4.24

Fungsi Dimensi Anthropometri

IV-25

Tabel 4.25

Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan)

IV-26

Tabel 4.26

Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja

IV-26

Tabel 4.27

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri

IV-26

Tabel 4.28

Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table

IV-30

Tabel 4.29

Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah Perancangan

IV-49

Tabel 4.30

Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan

IV-50

Tabel 4.31

Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan

IV-51

Tabel 4.32

Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan

IV-52

Tabel 4.33

Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah Perancangan

Tabel 4.34

IV-52

Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah Perancangan

commit to user xv

IV-53

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1

Anthropometri untuk Perancangan produk atau Fasilitas

II-12

Gambar 2.2

Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% Populasi

II-14

Gambar 2.3

Postur Tubuh Bagian Upper Arm

II-16

Gambar 2.4

Postur Tubuh Bagian Lower Arm

II-17

Gambar 2.5

Postur Tubuh Bagian Wrist

II-17

Gambar 2.6

Postur Tubuh Bagian Neck

II-18

Gambar 2.7

Postur Tubuh Bagian Trunk

II-19

Gambar 2.8

Sistem Penilaian RULA

II-20

Gambar 2.9

Tumpuan Rol

II-26

Gambar 2.10

Tumpuan Sendi

II-26

Gambar 2.11

Tumpuan Jepit

II-27

Gambar 2.12

Sketsa Prinsip Statika Keseimbangan

II-28

Gambar 2.13

Sketsa Shearing Force Diagram

II-28

Gambar 2.14

Sketsa Normal Force

II-28

Gambar 2.15

Sketsa Momen Bending

II-29

Gambar 3.1

Metodologi Penelitian

III-1

Gambar 4.1

Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung

Gambar 4.2

IV-5

Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak Truk ke Punggung

Gambar 4.3

Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju Gudang

Gambar 4.4

IV-8

IV-11

Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung

IV-14

Gambar 4.5

Penjelasan Tujuan Perancangan

IV-21

Gambar 4.6

Fungsi Umum Perancangan

IV-22

Gambar 4.7

Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table

IV-22

Gambar 4.8

Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table

IV-23

Gambar 4.9

Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban commit to user Penggunaan Lift Table Sub Fungsi Akses Kemudahan

IV-23

Gambar 4.10

xvi

IV-24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.11

Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table

Gambar 4.12

Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table Posisi Normal

Gambar 4.13

IV-24

IV-32

Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table dengan Adjustment Ketinggian

IV-33

Gambar 4.14

Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas

IV-33

Gambar 4.15

Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping

IV-33

Gambar 4.16

Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan

IV-34

Gambar 4.17

Gambar 3D Rangka Atas

IV-34

Gambar 4.18

Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas

IV-35

Gambar 4.19

Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping

IV-35

Gambar 4.20

Gambar Diagram Benda Bebas Rangka Atas

IV-36

Gambar 4.21

Penampang Melintang Profil Rangka Atas

IV-37

Gambar 4.22

Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri

IV-38

Gambar 4.23

Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri

IV-38

Gambar 4.24

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 350

IV-39

Gambar 4.25

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 900

IV-39

Gambar 4.26

Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 900

IV-41

Gambar 4.27

Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 900

IV-41

Gambar 4.28

Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan

IV-41

Gambar 4.29

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 350

IV-42

Gambar 4.30

Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 900

IV-42

Gambar 4.31

Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 900

IV-44

Gambar 4.32

Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 900

IV-44

Gambar 4.33

Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table

IV-44

Gambar 4.34

Gambar 3D Rangka Bawah

IV-45

Gambar 4.35

Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas

IV-46

Gambar 4.36

Diagram Benda Bebas Rangka Bawah

IV-46

Gambar 4.37

Penampang Melintng Besi Profil Rangka Bawah

IV-48

Gambar 4.38

Sudut postur Kerja Peletakkan Pupuk Pada Lift Table Posisi Normal

IV-49 commit to user xvii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.1

Data Pekerja

L-2

Lampiran 1.2

Daftar Pertanyaan Studi Lapangan

L-2

Lampiran 1.3

Perhitungan RULA Setelah Perancangan

L-3

Lampiran 2.1

Karakteristik Baja Konstruksi Umum Menurut

Lampiran 2.2

DIN 17100

L-8

Batas Tegangan Baja yang Diperkenankan

L-9

commit to user xviii

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai latar belakang, perumusan masalah yang akan diangkat, tujuan, dan manfaat dari penelitian. Selanjutnya diuraikan mengenai

batasan

masalah,

asumsi

yang

digunakan

dalam

membahas

permasalahan, dan sistematika penulisan untuk menyelesaikan penelitian ini. 1.1

Latar Belakang Peranan manusia sebagai sumber tenaga kerja masih dominan terutama pada

kegiatan penanganan material secara manual. Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab, penanganan material secara manual memiliki suatu keuntungan, yaitu fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan. Namun, pemindahan material secara manual apabila tidak dilakukan secara ergonomis akan menimbulkan kecelakaan dalam industri yang dikenal sebagai “over exertion-lifting and carrying”, yaitu kerusakan jaringan tubuh yang disebabkan oleh beban angkat yang berlebihan (Nurmianto, 2005). Pencegahan timbulnya kecelakaan industri tidak lepas dari peran ergonomi, karena ergonomi berkaitan dengan orang yang bekerja dalam rangka efektivitas dan efisiensi kerja (Bridger, 1995). Ergonomi merupakan suatu ilmu yang berusaha untuk menyerasikan alat, cara, dan lingkungan kerja terhadap kemampuan dan keterbatasan manusia. Dengan bekerja secara ergonomis maka diperoleh rasa nyaman dalam bekerja, terhindar dari kelelahan otot, mengurangi gerakan dan upaya yang tidak perlu serta upaya melaksanakan pekerjaan menjadi sekecil-kecilnya dengan hasil yang sebesar-besarnya (Sudjana, 2006). Salah satu contoh kegiatan yang perlu dilakukan secara ergonomis untuk mencegah potensi terjadinya kecelakaan kerja adalah proses pemindahan pupuk. UD. Karya Tani adalah pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan commit to user I-1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pertanian. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk. Kegiatan utama yang dilakukan di UD. Karya Tani ada dua, yaitu kegiatan bongkar dan muat pupuk. Kegiatan bongkar pupuk adalah kegiatan penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani yang dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani, sedangkan kegiatan muat adalah pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani ke tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Akan tetapi, penelitian ini hanya difokuskan pada satu kegiatan, yaitu kegiatan bongkar pupuk. Kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani masih dilakukan secara manual dengan cara memanggul pupuk seberat 50 kg dalam posisi punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan leher fleksi dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar pupuk dilakukan hampir setiap hari di musim tanam padi oleh tiga orang pekerja dengan kuantitas bongkar pupuk per harinya rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Apabila rata-rata per hari kegiatan bongkar pupuk sebanyak 12 ton, maka beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja adalah empat ton dengan frekuensi 80 kali pengangkatan per hari. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan melalui teknik wawancara kepada tiga pekerja didapatkan informasi mengenai keluhan fisik yang dialami pekerja bongkar pupuk. Para pekerja sering mengalami keluhan nyeri pada leher bagian atas dan bawah, bahu, lengan, pinggang, dan punggung. Hasil wawancara tersebut mengindikasikan bahwa kemungkinan besar pekerja mengalami keluhan musculoskeletal pada tubuh bagian atas yang disebabkan sikap dan kondisi kerja yang kurang ergonomis. Keluhan musculoskeletal adalah keluhan pada bagianbagian otot skeletal yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang, dan otot-otot bagian bawah mulai dari keluhan sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dan dalam waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen, dan tendon yang disebut dengan musculoskeletal disorders (MSDs) atau cidera pada sistem musculoskeletal (Chaffin, et.al, 1984). commit to user I-2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan daerah keluhan musculoskeletal yang dialami pekerja, maka analisis postur kerja yang digunakan adalah metode RULA (Rapid Upper Limb Assessment). RULA merupakan suatu metode

penilaian

postur kerja untuk

menginvestigasi gangguan pada anggota badan bagian atas (McAtamney and Corlett, 1993). Metode ini dipilih karena menyediakan sebuah perhitungan tingkat beban musculoskeletal di dalam sebuah pekerjaan yang memiliki resiko pada bagian tubuh dari perut, pinggang hingga leher atau anggota badan bagian atas. Perhitungan skor akhir metode RULA menunjukkan bahwa postur kerja saat melakukan aktivitas pengangkatan pupuk dari bak truk, mengangkut pupuk berjalan menuju gudang, dan meletakkan pupuk di gudang termasuk dalam level resiko tinggi dengan skor RULA masing-masing sebesar tujuh sehingga diperlukan tindakan sekarang juga (mendesak) untuk memperbaiki postur kerja. Ditinjau dari beban kerja, aktivitas bongkar pupuk termasuk dalam kategori faktor resiko high force dan high repetition yang akan meningkatkan resiko keluhan rasa nyeri pada tulang belakang (MFL Occupational Health Centre, 2003). Hal tersebut disebabkan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani mengharuskan pekerja mengangkat dan mengangkut beban yang berat secara berulang-ulang menggunakan anggota badan atau kelompok otot yang sama. M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa kelelahan kerja akibat dari repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk sehingga mampu mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan dan memperbaiki postur kerja. Perancangan alat bantu ini menggunakan prinsip ergonomi, yaitu melalui pendekatan anthropometri pekerja yang diawali dengan melakukan analisis postur kerja dengan menggunakan metode RULA. 1.2

Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan

pokok permasalahan dari tugas akhir ini, yaitu “Bagaimana merancang alat bantu aktivitas bongkar pupuk dengan pendekatan commit to user anthropometri sehingga dapat I-3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja di UD. Karya Tani?”. 1.3

Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penelitian tugas akhir ini adalah

menghasilkan rancangan alat bantu bongkar pupuk yang sesuai dengan anthropometri pekerja untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. 1.4

Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1.

Mengurangi penggunaan tenaga yang berlebihan dalam menyelesaikan pekerjaan bongkar pupuk.

2.

Melakukan perbaikan postur kerja pekerja bongkar pupuk yang salah sehingga mengurangi tingkat keluhan cidera musculoskeletal pada pekerja bidang bongkar muat pupuk UD. Karya Tani.

1.5

Batasan Masalah Batasan masalah dari penelitian ini adalah pengamatan hanya dilakukan

pada proses bongkar pupuk yang menggunakan teknik pengangkutan pupuk dengan cara memanggul pupuk di punggung. 1.6

Asumsi - Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1.

Metode kerja bongkar pupuk UD. Karya Tani tidak mengalami perubahan selama penelitian.

2.

Ketinggian penataan pupuk di gudang UD. Karya Tani tidak melebihi ratarata tinggi bahu pekerja (131.4 cm).

3.

Alat bantu hasil rancangan maksimal mampu menahan beban sebesar 100 kilogram.

commit to user I-4

perpustakaan.uns.ac.id

1.7

digilib.uns.ac.id

Sistematika Penulisan Laporan tugas akhir ini merupakan dokumentasi pelaksanaan dan hasil

penelitian, adapun sistematika laporan tugas akhir sebagai berikut: BAB I

PENDAHULUAN Bab ini menguraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan masalah, asumsi, dan sistematika penulisan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisi teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penyelesaian masalah dan terkait langsung dengan metode penelitian yang digunakan sebagai kerangka pemecahan masalah. Pencarian sumber informasi tersebut diperoleh dari beberapa referensi baik buku, jurnal penelitian, sumber literatur lain, dan studi terhadap penelitian terdahulu.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini berisi langkah-langkah terstruktur dan sistematis yang dilakukan dalam penelitian. Langkah-langkah tersebut disajikan dalam bentuk diagram alir yang disertai dengan penjelasan singkat. BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi data-data atau informasi yang diperlukan dalam menganalisis permasalahan yang ada serta pengolahan data berdasarkan metode yang telah ditentukan. BAB V

ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Bab ini berisi analisis dan interpretasi hasil dari pengumpulan dan pengolahan data.

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil pengolahan data dengan memperhatikan tujuan yang dicapai dari penelitian dan kemudian memberikan saran perbaikan yang dilakukan untuk penelitian selanjutnya.

commit to user I-5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan tentang proses bongkar muat pupuk. Selain itu, bab ini membahas mengenai konsep dan teori yang digunakan dalam penelitian sebagai landasan dan dasar pemikiran untuk membahas serta menganalisis permasalahan yang ada. 2.1

Gambaran Umum Perusahaaan UD. Karya Tani merupakan usaha dagang milik perorangan yang bergerak

sebagai pengecer resmi pupuk urea bersubsidi merk Pusri dan Kujang untuk lima kelurahan di Kecamatan Pedan, yaitu Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan. Selain sebagai pengecer resmi pupuk, UD. Karya Tani memiliki bidang usaha penjualan benih dan obat-obatan pertanian. Usaha dagang ini berlokasi di Desa Keden, Kecamatan Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Pemilik usaha dagang ini bernama Bapak Mardi. Jumlah pekerja yang dimiliki UD. Kaya Tani sebanyak tiga orang yang memiliki tugas utama melakukan pengangkatan serta pengangkutan pupuk pada aktivitas bongkar muat pupuk. 2.1.1 Proses Bongkar Muat Pupuk di UD. Karya Tani Proses bongkar muat pupuk di UD. Karya Tani dapat dirinci menjadi dua kegiatan, yaitu pertama kegiatan bongkar atau penurunan pupuk dari truk menuju gudang UD. Karya Tani. Kegiatan bongkar pupuk ini dilakukan ketika pihak distributor pupuk mengirimkan pupuk ke UD. Karya Tani dengan rata-rata frekuensi pengiriman tiga kali dalam seminggu dengan kuantitas tiap pengiriman 25 ton pupuk. Kedua, kegiatan muat atau pendistribusian pupuk dari gudang UD. Karya Tani kepada tujuh kelompok tani di Kelurahan Keden, Beji, Bendo, Temuwangi, dan Jetis Wetan dengan bagian masing-masing kelompok tani sebanyak 10 ton per minggu. Pupuk dikemas dalam karung plastik, berat per karungnya adalah 50 kilogram. Bongkar muat pupuk ini dilakukan secara manual, yaitu dengan cara dipanggul dengan jarak kurang lebih tujuh meter. Kegiatan bongkar per minggunya rata-rata sebanyak 75 ton pupuk dan kegiatan muat pupuk per minggunya sebanyak 70 ton pupuk. commit to user II-1

perpustakaan.uns.ac.id

2.2

digilib.uns.ac.id

Pengertian Ergonomi Ergonomi berasal dari bahasa Latin yaitu ergon yang berarti “kerja” dan

nomos yang berarti “hukum alam”. Ergonomi dapat didefinisikan sebagai studi tentang aspek-aspek manusia dalam lingkungan kerjanya yang ditinjau secara anatomi, fisiologi, psikologi, engineering, manajemen dan desain atau perancangan (Nurmianto, 2005). Ergonomi ialah suatu cabang ilmu yang sistematis untuk memanfaatkan informasi mengenai sifat, kemampuan, dan keterbatasan manusia untuk merancang sistem kerja sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem itu dengan baik, yaitu mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu, dengan efektif, aman, dan nyaman (Sutalaksana, 2006). Secara umum tujuan dari penerapan ergonomi (Tarwaka, 2004), yaitu: 1. Meningkatkan kesejahteraan fisik dan mental melalui upaya pencegahan cidera dan penyakit akibat kerja, menurunkan beban kerja fisik dan mental, mengupayakan promosi dan kepuasan kerja. 2. Meningkatkan kesejahteraan sosial melalui peningkatan kualitas kontak sosial, mengelola dan mengkoordinir kerja secara tepat guna, dan meningkatkan jaminan sosial baik selama kurun waktu usia produktif maupun setelah tidak produktif. 3. Menciptakan keseimbangan rasional antara berbagai aspek yaitu aspek teknis, ekonomis, antropologis, dan budaya dari setiap sistem kerja yang dilakukan sehingga tercipta kualitas kerja dan kualitas hidup yang tinggi. Suatu pengertian yang lebih komprehensif tentang ergonomi pada pusat perhatian ergonomi adalah terletak pada manusia dalam rancangan desain kerja ataupun perancangan alat kerja. Berbagai fasilitas dan lingkungan yang dipakai manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Tujuannya adalah merancang benda-benda fasilitas dan lingkungan tersebut sehingga efektivitas fungsionalnya meningkat dan segi-segi kemanusiaan seperti kesehatan, keamanan, dan kepuasan dapat terpelihara. Terlihat di sini bahwa ergonomi memiliki dua aspek sebagai contoh, yaitu: efektivitas sistem manusia di dalamya dan sifat memperlakukan manusia secara manusia. Mencapai tujuan-tujuan tersebut, pendekatan ergonomi merupakan penerapan pengetahuan-pengetahuan terpilih tentang commit to user sistem-sistem manusia benda, manusia secara sistematis dalam perancangan II-2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

manusia fasilitas, dan manusia lingkungan. Dengan kata lain, ergonomi adalah suatu ilmu yang mempelajari manusia dalam berinterksi dengan objek-objek fisik dalam berbagai kegiatan sehari-hari. Di pandang dari sistem, maka sistem yang lebih baik hanya dapat bekerja bila sistem tersebut terdiri dari, yaitu : 1. Elemen sistem yang telah dirancang sesuai dengan apa yang dibutuhkan. 2. Elemen sistem yang saling berinterksi secara terpadu dalam usaha menuju tujuan bersama. Sebagai contoh, sejumlah elemen mesin dirancang baik, belum tentu menghasilkan suatu mesin yang baik pula, apabila sebelumnya tidak dirancang untuk berinteraksi antara satu sama lainnya. Demikian pula pada manusia sebagai operator dalam manusia mesin. Bila pekerja tidak berfungsi secara efektif hal ini akan mempengaruhi sistem secara keseluruhan. 2.3

Manual Material Handling Manual material handling (MMH) dapat diartikan sebagai tugas

pemindahan barang, aliran material, produk akhir atau benda-benda lain yang menggunakan manusia sebagai sumber tenaga. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut di atas, masih ada kegiatan pushing dan

pulling di dalam kegiatan MMH. Kegiatan

MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri (Suhardi, 2008), yaitu: 1. Kegiatan pengangkatan benda (lifting task) 2. Kegiatan pengantaran benda (caryying task) 3. Kegiatan mendorong benda (pushing task) 4. Kegiatan menarik benda (pulling task) Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut : 1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yangtotidak commit userberaturan. II-3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. 3. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat. 2.3.1 Rekomendasi Batas Beban yang Boleh Diangkat Dalam rangka untuk menciptakan suasana kerja yang aman dan sehat maka perlu adanya suatu batasan angkat untuk operator. Berikut ini dijelaskan beberapa batasan angkat secara legal dari berbagai negara bagian benua Australia yang dipakai untuk industri. Batasan angkat ini dipakai sebagai batasan angkat secara internasional (Nurmianto, 2005). Batasan angkat tersebut, yaitu: 1. Batasan angkat secara legal (legal limitations) a. Pria di bawah usia 16 tahun, maksimum angkat adalah 14 kg. b. Pria usia 16-18 tahun, maksimum angkat 18 kg. c. Pria usia lebih dari 18 tahun, tidak ada batasan angkat. d. Wanita usia 16-18 tahun, maksimum angkat 11 kg. e. Wanita usia lebih dari 18 tahun, maksimum angkat 16 kg. Batasan angkat ini dapat membantu untuk mengurangi rasa nyeri, ngilu pada tulang belakang. Di samping itu, akan mengurangi ketidaknyamanan kerja pada tulang belakang, terutama bagi operator untuk pekerjaan berat. Komisi keselamatan dan kesehatan kerja di Inggris, pada tahun 1982 juga telah mengeluarkan peraturan yang berkaitan dengan cara pengangkatan material atau benda kerja yang ditunjukkan Tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Tindakan yang Harus Dilakukan Sesuai Dengan Batas Angkatnya Batasan Angkat (Kg) Di bawah 16 16 - 34

34 - 55

Di atas 55

Tindakan Tidak ada tindakan khusus yang perlu diadakan. Prosedur administratif dibutuhkan untuk mengidentifikasi ketidakmampuan seseorang dalam mengangkat beban tanpa menanggung resiko yang berbahaya kecuali dengan perantaraan alat bantu tertentu. Sebaiknya operator yang terpilih dan terlatih. Menggunakan sistem pemindahan material secara terlatih. Harus di bawah pengawasan supervisor (penyelia). Harus memakai peralatan mekanis. Operator yang terlatih dan terpilih. Pernah mengikuti pelatihan kesehatan dan keselamatan kerja dalam industri. Harus di bawah pengawasan ketat.

Sumber : Komisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Inggris, 1982 dalam Nurmianto, 2005

commit to user II-4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berikutnya lembaga The National Occupational Health and Safety Commission (Worksafe Australia) pada bulan Desember 1986 membuat peraturan untuk pemindahan material secara aman yang dijelaskan pada Tabel 2.2 berikut ini. Tabel 2.2 Tindakan yang Sesuai Dengan Batas Angkatnya Level

Batasan Angkat (Kg)

Tindakan

1

16

2

16 - 25

Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Ditekankan pada metode angkat

3

25 - 34

Tidak diperlukan alat dalam mengangkat. Dipilih job redesign (rancang ulang terhadp tipe pekerjaan)

4

34

Tidak diperlukan tindakan khusus.

Harus dibantu dengan peralatan mekanis.

Sumber : Worksafe Australia, 1986 dalam Nurmianto, 2005

2. Batasan angkat secara fisiologi Metode pengangkatan ini dengan mempertimbangkan rata-rata beban metabolisme dari aktivitas angkat yang berulang (repetitive lifting), sebagaimana dapat juga ditemukan jumlah konsumsi oksigen. Hal ini haruslah benar-benar diperhatikan terutama dalam rangka untuk menentukan batas angkat. Kelelahan kerja yang terjadi dari aktifitas yang berulang-ulang (repetitive

lifting) akan

meningkatkan resiko rasa nyeri pada tulang belakang (back injures). M.G. Stevenson (1987) dalam Nurminto (2005) menyatakan bahwa repetitive lifting dapat menyebabkan Cumulative Trauma Injuries atau Repetitive Strain Injuries. 3. Batasan angkat secara psiko-fisik Metode ini berdasarkan pada sejumlah eksperimen yang berbahaya untuk mendapatkan berat pada berbagai keadaan dan ketinggian yang berbeda-beda. Ada tiga kategori posisi angkat yang didapat, yaitu: a. Dari permukaan lantai ke ketinggian genggaman tangan (knuckle height). b. Dari ketinggian genggaman tangan (knuckle height) ke ketinggian bahu (shoulder height). c. Dari ketinggian bahu (shoulder height) ke maksimum jangkauan tangan vertikal (vertikal arm reach). commit to user II-5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Manual Material Handling Semua aktivitas manual handling melibatkan faktor-faktor sebagai berikut (Suhardi, 2008): 1. Karakteristik Pekerja Karakeristik pekerja masing-masing berbeda dan mempengaruhi jenis serta jumlah pekerjaan yang dapat dilakukan, didefinisikan sebagai berikut : a. Fisik (physical), yang meliputi ukuran pekerja secara umum seperti usia, jenis kelamin, anthropometri, dan postur tubuh. b. Kemampuan sensorik, ukuran kemampuan sensorik pekerja yang meliputi penglihatan, pendengaran, kinestetik, sistem keseimbangan (vestibular) dan proprioceptive. c. Motorik ukuran kemampuan motorik atau gerak pekerja yang meliputi kekuatan, ketahanan, jangkauan, dan karakter kinematis. d. Psikomotorik, ukur kemampuan pekerja menghadapi proses mental dan gerak seperti memproses informasi, waktu respon, dan koordinasi. e. Personal, ukuran nilai dan kepuasan pekerja dengan melihat tingkah laku, penerimaan resiko, persepsi kebutuhan ekonomi, dan lain-lain. f. Pelatihan, ukuran kemampuan pendidikan pekerja dalam pelatihan formal atau keterampilan dalam menangani instruksi MMH. g. Status kesehatan. h. Aktivitas dalam waktu luang. 2. Karakteristik karakter material atau bahan, meliputi : a. Beban, ukuran berat benda, usaha yang dibutuhkan untuk mengangkat, maupun momen inersia benda. b. Dimensi, atau ukuran benda seperti lebar, panjang, tebal, dan bentuk benda baik itu kotak, silinder, dll. c. Distribusi beban, ukuran letak unit dengan reaksi pekerja untuk membawa dengan satu atau dua tangan. d. Kopling, cara membawa benda oleh pekerja berkaitan dengan tekstur, permukaan, atau letak. e. Stabilitas beban, ukuran konsistensi lokasi. Aktivitas manual material handling commit to user banyak digunakan karena memiliki fleksibilitas yang tinggi, murah dan mudah II-6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diaplikasikan. 3. Karakteristik Tugas Karakeristik tugas ini meliputi kondisi pekerjaan manual material handling yang akan dilakukan. Terdiri dari : a. Geometri tempat kerja, termasuk didalamnya jarak pergerakan, langkah yang harus ditempuh, dll. b. Frekuensi, waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan termasuk frekuensi pekerjaan yang dilakukan. c. Kompleksitas pekerjaan, termasuk di dalamnya ketepatan penempatan, tujuan aktivitas maupun komponen pendukungnya. d. Lingkungan kerja, seperti suhu, pencahayaan, kebisingan, getaran, bau-bauan, juga daya tarik kaki. 4. Sikap Kerja Penanganan manual material handling juga melibatkan metode kerja atau sikap dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugas. Pengamatan meliputi pada : a. Individu, merupakan ukuran metode operasional, seperti kecepatan, ketepatan, cara atau postur saat memindahkan. b. Organisasi, berkaitan dengan organisasi kerja seperti luas bangunan pabrik, keberadaan tenaga medis, maupun utilitas kerjasama tim. c. Administrasi, seperti sistem insentif untuk keselamatan kerja, kompensasi, rotasi kerja maupun pengendalian dan pelatihan keselamatan. 2.3.3 Faktor Resiko Kecelakaan Manual Material Handling Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan cidera musculoskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisis tugas manual (manual task ). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Faktor resiko kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian (Suhardi, 2008), yaitu: 1. Tekanan langsung kepada tubuh Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur atau sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja. 2. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja. commit to user II-7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika komponen ini didesain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi. 3. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi. 2.3.4 Penanganan Resiko Kerja Manual Material Handling Kondisi berbahaya yang diakibatkan oleh sikap kerja manual material handling yang tidak tepat tentunya harus dicegah dan ditangani dengan baik. Penanganan dan pencegahan akan lebih mudah dilakukan setelah mengetahui faktor resiko dari manual material handling di atas. Menurut laporan NIOSH (1981) ada enam prosedur umum dalam menangani resiko kecelakaan akibat tindakan manual material handling yang tidak tepat, yaitu (Suhardi, 2008): 1. Identifikasi pekerjaan dengan kejadian yang menyebabkan cidera musculoskeletal tinggi dan rata-rata kepelikan tinggi dengan analisis statistik dari data medis. 2. Observasi pekerjaan yang dicurigai dan untuk tiap beban yang akan diangkat harus diketahui berat serta metode pengangkatan. 3. Evaluasi tingkat resiko pengangkatan dengan menghitung nilai AL dan MPL dan membandingkannya dengan berat beban yang diangkat. 4. Mengembangkan pengendalian keteknikan dengan peralatan manual handling, mengemas ulang beban dalam berat yang lebih ringan, mengatur ulang area kerja. 5. Mengajukan pengendalian administratif. Hal yang dapat dilakukan adalah dengan menambah pekerja untuk mengurangi frekuensi pengangkatan, melakukan

penjadwalan

kerja,

mengembangkan

pelatihan

untuk

mensosialisasikan teknik pengangkatan yang tepat, serta meningkatkan prosedur seleksi dan penempatan pekerja dengan lebih baik. 6. Mengimplementasikan solusi paling mungkin dan mengevaluasi efektivitas dengan pengecekan kesehatan. 2.4

Anthropometri Istilah anthropometri berasal dari “anthro” yang berarti manusia dan “metri”

yang berarti ukuran. Secara definitif, anthropometri dapat dinyatakan sebagai commit to user II-8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

suatu studi yang berkaitan dengan pengukuran dimensi tubuh manusia (Wignjosoebroto, 2006). Pada dasarnya manusia mempunyai perbedaan fisik yang nyata terlihat, antara lain berupa perbedaan bentuk, ukuran (tinggi dan lebar), dan berat. Pendekatan anthropometri digunakan sebagai pertimbangan untuk desain perancangan suatu produk maupun fasilitas kerja lainnya yang memerlukan interaksi dengan manusia. Kegunaan data anthropometri menurut Wignjosoebroto (2006), sebagai berikut: 1. Perancangan area kerja. 2. Perancangan peralatan kerja seperti mesin, peralatan, perkakas (tools), dan lain-lain. 3. Perancangan produk konsumtif, seperti pakaian, kursi, meja, komputer, dan lain-lain. 2.4.1

Faktor Penyebab Variabilitas Ukuran Tubuh Manusia Manusia pada umumnya berbeda-beda dalam hal bentuk dan ukuran

tubuhnya. Menurut Eko Nurmianto (2005) perbedaan (variabilitas) antara satu populasi dengan populasi yang lain disebabkan oleh faktor-faktor, sebagai berikut: 1. Keacakan Walaupun terdapat dalam satu kelompok populasi yang sudah jelas sama jenis kelamin, suku bangsa, kelompok usia, dan pekerjaannya, namun masih akan ada perbedaan yang cukup signifikan antara berbagai macam masyarakat. Distribusi frekuensi secara statistik dari dimensi kelompok anggota masyarakat jelas dapat diperkirakan dengan menggunakan distribusi normal, yaitu dengan menggunakan data persentil yang telah diduga, jika rata-rata (mean) dan SD (standar deviasi) telah dapat diestimasi. 2. Jenis Kelamin (sex) Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan lebih besar dibandingkan dengan wanita, terkecuali untuk bagian tubuh tertentu seperti pinggul. 3. Suku bangsa Setiap suku bangsa akan memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Dimensi suku bangsa barat cenderung lebih besar daripada commit to user dimensi tubuh suku bangsa timur. II-9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Usia Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah besar seiring dengan bertambahnya umur. Dari suatu penelitian yang dilakukan oleh A.F. Roche dan G.H. Davila (1972) di USA, diperoleh kesimpulan bahwa lakilaki akan tumbuh dan berkembang naik hingga usia 21.2 tahun, sedangkan wanita 17.3 tahun, meskipun ada sekitar 10% yang masih terus bertambah tinggi sampai usia 23.5 tahun (laki-laki) dan 21.1 tahun (perempuan). Setelah itu tidak terjadi pertumbuhan melainkan terjadi penurunan sekitar umur 40 tahunan. 5. Tebal tipis pakaian Hal ini juga merupakan sumber variabilitas yang disebabkan oleh bervariasinya iklim atau musim yang berbeda dari satu tempat ke tempat yang lainnya terutama untuk daerah yang mempunyai empat musim. 6. Kehamilan Tubuh wanita yang hamil jelas akan mempengaruhi ukuran, terutama yang berkaitan dengan Analisis Perancangan Produk (APP) dan Analisis Perancangan Kerja (APK). 7. Posisi tubuh (postur) Posisi tubuh akan berpengaruh terhadap ukuran tubuh. Oleh sebab itu, posisi tubuh standar harus diterapkan untuk survei pengukuran. 8. Cacat tubuh Dalam perancangan produk yang dikhususkan bagi orang-orang cacat, perlu diperhatikan masalah keterbatasan gerak maupun jangkauan dari penderita. Hal ini perlu dilakukan supaya mereka dapat merasakan kesamaan dalam penggunaan jasa dari ilmu ergonomi di dalam pelayanan untuk masyarakat. 2.4.2

Data Anthropometri dan Cara Pengukurannya Dalam penggunaan data anthropometri perlu menggunakan ukuran

persentil. Hal ini dimaksudkan agar ukuran yang dipakai dalam perancangan terasa nyaman bagi pemakai maupun bagi operator. Adapun persentil yang sering digunakan adalah persentil ke-5, ke-10, ke-50, ke-90, atau ke-95.

Menurut

Sritomo Wignjosoebroto (2006), cara pengukuran dimensi tubuh manusia berdasarkan posisi kerja tubuh dibedakan menjadi dua macam pengukuran, yaitu: commit to user II-10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1. Pengukuran dimensi struktur tubuh (structural body dimension) Pengukuran tubuh dengan cara ini dilakukan pada saat tubuh berada dalam posisi diam dan tidak bergerak. Istilah lain untuk pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah static anthropometry. Adapun dimensi tubuh yang diukur dengan menggunakan cara ini adalah tinggi tubuh dalam posisi berdiri maupun duduk, ukuran kepala, tinggi maupun panjang lutut pada saat berdiri maupun pada saat duduk, panjang lengan dan lain sebagainya. Ukuran tubuh diambil dengan menggunakan persentil tertentu seperti ke-5, ke-50, dan ke95. 2. Pengukuran dimensi fungsional tubuh (functional body dimensions) Pengukuran tubuh pada cara ini dilakukan ketika tubuh berfungsi melakukan gerakan-gerakan tertentu yang berkaitan dengan kegiatan yang harus diselesaikan. Hal yang ditekankan dalam pengukuran dengan menggunakan metode ini adalah mendapatkan ukuran tubuh yang yang nantinya akan berkaitan dengan gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Pengukuran dengan cara ini sering disebut dengan dynamic anthropometry. Pengukuran anthropometri dinamis akan diaplikasikan dalam perancangan fasilitas maupun ruang kerja. 2.4.3

Aplikasi Data Anthropometri dalam Perancangan Produk Data anthropometri yang menyajikan data ukuran dari berbagai macam

anggota tubuh dalam persentil tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk maupun fasilitas kerja akan dibuat. Agar rancangan suatu produk bisa sesuai dengan orang yang mengoperasikannya, maka pengukuran data anthropometri harus memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut (Wignjosoebroto, 2006) : 1. Prinsip perancangan produk bagi individu dengan ukuran ekstrim Rancangan produk dibuat untuk bisa memenuhi dua sasaran, yaitu bisa sesuai untuk mengikuti klasifikasi ekstrim (terlalu besar maupun terlalu kecil dibandingkan dengan rata-rata) dan memenuhi ukuran tubuh mayoritas. Untuk dimensi maksimum digunakan nilai persentil ke-90, ke-95 atau ke-99 dan untuk dimensi minimum digunakan persentil ke-1, ke-5, atau ke-10. Pada umumnya commit to user persentil yang paling sering digunakan adalah persentil ke-95 dan ke-5. II-11

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Prinsip perancangan produk yang bisa dioperasikan diantara rentang Produk dirancang dapat diubah-ubah ukurannya sehingga cukup fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam ukuran tubuh. Untuk mendapatkan rancangan yang fleksibel umumnya digunakan rentang persentil ke-5 sampai dengan ke-95. 3. Prinsip perancangan produk dengan ukuran rata-rata Produk dirancang berdasarkan rata-rata ukuran manusia. Dalam hal ini kemungkinan orang yang berada dalam ukuran rata-rata sedikit, sedangkan ukuran ekstrim dibuatkan rancangan tersendiri. Untuk memperjelas prinsip pengukuran anthropometri untuk perancangan suatu produk, maka dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Anthropometri untuk Perancangan Produk atau Fasilitas Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Keterangan: 1.

Dimensi tinggi tubuh dalam posisi tegak (dari lantai s.d. ujung kepala).

2.

Tinggi mata dalam posisi berdiri tegak.

3.

Tinggi bahu dalam posisi berdiri tegak.

4.

Tinggi siku dalam posisi berdiri tegak (siku tegak lurus). commit to user II-12

perpustakaan.uns.ac.id

5.

digilib.uns.ac.id

Tinggi kepalan tangan yang terjulur lepas dalam posisi berdiri tegak (dalam gambar tidak ditunjukkan).

6.

Tinggi tubuh dalam posisi duduk (diukur dari alas tempat duduk atau pantat sampai dengan kepala.

7.

Tinggi mata dalam posisi duduk.

8.

Tinggi bahu dalam posisi duduk.

9.

Tinggi siku dalam posisi duduk (siku tegak lurus).

10. Tebal atau lebar paha. 11. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan ujung lutut. 12. Panjang paha yang diukur dari pantat sampai dengan bagian belakang dari lutut. 13. Tinggi lutut yang bisa diukur baik dalam posisi berdiri ataupun duduk. 14. Tinggi tubuh dalam posisi duduk yang diukur dari lantai sampai dengan paha. 15. Lebar dari bahu (bisa diukur dalam posisi berdiri ataupun duduk). 16. Lebar pinggul atau pantat. 17. Lebar dari dada dalam keadaan membusung (tidak ditunjukkan dalam gambar). 18. Lebar perut. 19. Panjang siku yang diukur dari siku sampai dengan ujung jari-jari dalam posisi siku tegak lurus. 20. Lebar kepala. 21. Panjang tangan diukur dari pergelangan sampai dengan ujung jari. 22. Lebar telapak tangan. 23. Lebar tangan dalam posisi tangan terbentang lebar-lebar ke samping kirikanan (tidak ditunjukkan dalam gambar). 24. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi berdiri tegak, diukur dari lantai sampai dengan telapak tangan yang terjangkau lurus keatas (vertikal). 25. Tinggi jangkauan tangan dalam posisi duduk tegak, diukur seperti halnya no.24 tetapi dalam posisi duduk (tidak ditunjukkan dalam gambar). 26. Jarak jangkauan tangan yang terjulur ke depan diukur dari bahu sampai ujung jari tangan.

commit to user II-13

perpustakaan.uns.ac.id

2.4.4

digilib.uns.ac.id

Aplikasi Distribusi Normal dan Persentil dalam Penetapan Data Anthropometri Data anthropometri jelas diperlukan supaya rancangan produk sesuai

dengan orang yang mengoperasikannya. Kesulitan dalam penetapan data anthropometri biasanya disebabkan perbedaan hasil pengukuran antara individu yang satu dengan yang lainnya. Permasalahan adanya variasi ukuran sebenarnya akan lebih mudah diatasi bilamana mampu merancang produk yang memiliki fleksibilitas dan sifat “mampu suai” dengan suatu rentang ukuran tertentu (Wignjoseobroto, 2006). Pada umumnya distribusi normal sering diterapkan dalam penetapan data anthropometri. Distribusi normal dapat diformulasikan berdasarkan harga rata-rata ( x ) dan simpangan standarnya ( s x ) dari data yang ada. Berdasarkan nilai yang ada tersebut, maka persentil (nilai yang menunjukkan prosentase tertentu dari orang yang memiliki ukuran pada atau di bawah nilai tersebut) bisa ditetapkan sesuai tabel probabilitas distribusi normal. Contoh penerapan distribusi normal dalam penetapan data anthropometri ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Apabila diharapkan ukuran yang mampu mengakomodasi 95% dari populasi yang ada, maka di sini diambil rentang 2,5th dan 97,5th percentile sebagai batas-batasnya (Wignjoseobroto, 2006).

Gambar 2.2 Distribusi Normal yang Mengakomodasi 95% dari Populasi Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Pemakaian

nilai-nilai

persentil

yang

umum

diaplikasikan

perhitungan data anthropometri dijelaskan pada Tabel 2.3 berikut ini. commit to user II-14

dalam

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 2.3 Macam Persentil dan Cara Perhitungan dalam Distribusi Normal Persentil

Perhitungan

1-st 2.5-th 5-th 10-th 50-th

x x x x x

- 2.325 s x - 1.96 s x - 1.645 s x - 1.28 s x

90-th 95-th 97.5-th 99-th

x x x x

+ 1.28 s x + 1.645 s x + 1.96 s x + 2.325 s x

Sumber: Wignjosoebroto, 2006

Keterangan: -

x = mean data

s x = standar deviasi dari data x 2.5

RULA (Rapid Upper Limb Assessment) RULA merupakan sebuah metode penilaian postur kerja yang secara khusus

digunakan untuk meneliti dan menginvestigasi gangguan pada tubuh bagian atas. RULA pertama kali dikembangkan oleh Dr.Lynn McAtamney dan Dr.Nigel Corlett dari University of Nottingham’s Institute of Occupational Ergonomics. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penetapan penilaian postur leher, punggung, dan lengan atas. Metode RULA dikembangkan sebagai metode untuk mendeteksi postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factors) dan didesain untuk menilai para pekerja dan mengetahui beban musculoskeletal yang kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota badan atas (Mc.Atamney and Corlett, 1993). Faktor resiko yang telah diinvestigasi sebagai faktor beban eksternal, yaitu: 1. Jumlah gerakan 2. Kerja otot statis 3. Tenaga atau kekuatan 4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat

commit to user II-15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Ada 4 faktor beban eksternal (jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga atau kekuatan, dan postur) yang ditinjau dalam penilaian RULA dan dikembangkan untuk: 1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja dengan cepat, yang berhubungan dengan kerja yang beresiko 2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang, yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot. 3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi. Penilaian menggunakan RULA memiliki 3 tahapan pengembangan, yaitu: 1. Pengidentifikasian dan pencatatan postur kerja Tubuh dibagi menjadi dua bagian yang membentuk dua grup yaitu, grup A yang terdiri dari upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist (pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang terdiri dari neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Hal ini memastikan bahwa seluruh postur tubuh dicatat sehingga postur kaki, badan, dan leher yang mungkin mempengaruhi postur bagian atas dapat masuk dalam pemeriksaan. a. Grup A (1). Upper Arm

Gambar 2.3 Postur Tubuh Bagian Upper Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.4 Skor Bagian Upper Arm Pergerakan 20° ke depan maupun ke belakang dari tubuh > 20° ke belakang atau 20° - 45° 45° - 90° > 90° Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Skor 1 2 3 4

commit to user II-16

Perubahan Skor +1 jika bahu naik +1 jika lengan berputar atau bengkok

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(2). Lower Arm

Gambar 2.4 Postur Tubuh Bagian Lower Arm Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.5 Skor Bagian Lower Arm Pergerakan 60° - 100° < 60° atau > 100°

Skor 1 2

Perubahan Skor +1 jika lengan bawah melewati garis tengah atau keluar dari sisi tubuh

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(3). Wrist

Gambar 2.5 Postur Tubuh Bagian Wrist Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.6 Skor Bagian Wrist Pergerakan Posisi netral 0° - 15° > 15°

Skor 1 2 3

Perubahan Skor +1 jika pergelangan tangan menjahui sisi tengah

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(4). Putaran pergelangan tangan (Wrist Twist) Untuk putaran pergelangan tangan (wrist twist) pada posisi postur yang netral diberi skor sebagai berikut: 1 = posisi tengah dari putaran. 2 = posisi pada atua dekat dari putaran. Nilai dari postur tubuh upper arm, lower arm, wrist, dan wrist twist dimasukkan ke dalam tabel postur tubuh grup A untuk memperoleh skor seperti terlihat pada Tabel 2.7. commit to user II-17

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 2.7 Skor Grup A Wrist 1 2 3 4 Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 1 2 3 3 3 3 3 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 5 1 3 3 4 4 4 4 4 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 1 4 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 5 5 5 6 6 3 5 5 5 5 5 6 6 7 1 5 5 6 6 6 6 7 7 7 2 6 6 6 7 7 7 7 8 3 7 7 7 7 7 8 8 9 1 8 8 8 8 8 9 9 9 6 2 9 9 9 9 9 9 9 9 3 Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

b. Grup B (1). Neck

Gambar 2.6 Postur Tubuh Bagian Neck Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.8 Skor Bagian Neck Pergerakan 0° - 10° 10° - 20° > 20° Ekstensi

Skor 1 2 3 4

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

commit to user II-18

Perubahan Skor jika leher berputar atau bengkok

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(2). Trunk

Gambar 2.7 Postur Tubuh Bagian Trunk Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Tabel 2.9 Skor Bagian Trunk Pergerakan Posisi normal 90° 0° - 20° 20° - 60° > 60°

Skor 1 2 3 4

Perubahan Skor +1 jika leher batang tubuh berputar atau bengkok

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

(3). Legs Tabel 2.10 Skor Bagian Legs Pergerakan Posisi normal atau seimbang Tidak seimbang

Skor 1 2

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

Nilai dari skor tubuh neck, trunk, dan legs dimasukkan ke dalam Tabel 2.11 untuk mengetahui skornya. Tabel 2.11 Skor Grup B Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

commit to user II-19

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Pemberian skor Skor untuk tiap gerakan dalam bekerja diberikan sesuai dengan ketetapan yang ada. a.

Pemberian skor untuk Grup A Skor Grup A = Posture + Muscle use + Force atau Load ® Postur = nilai (skor) tiap posisi dalam ketegori grup A ® Muscle use (penggunaan otot) = +1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau aktivitas diulang lebih dari 4 kali/menit. ® Force (beban), diberi skor: 0 untuk beban < 2kg (pembebanan sesekali). 1 untuk beban 2-10 kg (pembebanan sesekali). 2 untuk beban 2-10 kg (pembebanan statis atau berulang-ulang.) 3 untuk beban > 10 kg (berulang-ulang atau sentakan cepat).

b.

Pemberian skor untuk Grup B Skor Grup B = Posture + Muscle use + Force Upper arm

Posture score A

Score A Muscle use

A

Force

Lower arm

+

+

=

Wrist

Wrist Twist

Grand Score Use table C Posture score B

Score B Muscle use

Neck

B

Trunk

+

Force

+

=

Legs

Gambar 2.8 Sistem Penilaian RULA Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

c.

Penilaian skor C (skor akhir) Skor C dapat diperoleh dengan melihat nilai A dan B pada Tabel 2.12 skor akhir berikut ini. commit to user II-20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 2.12 Tabel RULA Skor C Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

3 3 3 3 3 4 5 6 6

Skor grup B 4 5 3 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 7 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

3. Penentuan level tindakan Skala level tindakan yang menyediakan sebuah pedoman pada tingkat resiko yang ada dan dibutuhkan untuk mendorong penilaian yang lebih detail berkaitan dengan analisis yang didapat. Skala level tindakan dapat dilihat pada Tabel 2.13. Tabel 2.13 Tabel Kategori Tindakan Berdasarkan Skor C Kategori Tindakan 1-2 3-4 5-6 7

Level Resiko Minimum Kecil Sedang Kecil

Tindakan Aman Diperlukan beberapa waktu ke depan Tindakan dalam waktu dekat Tindakan sekarang juga

Sumber: McAtamney and Corlett, 1993

2.6

Penilaian Beban Kerja Fisik Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan dengan dua metode secara

objektif, yaitu metode penilaian secara langsung dan tidak langsung (Tarwaka, 2004). Metode pengukuran langsung yaitu melalui pengukuran energi ekspenditur (energi yang dikeluarkan) melalui asupan oksigen selama bekerja. Semakin berat beban kerja semakin banyak energi yang dikonsumsi. Penilaian beban kerja fisik secara tidak langsung dilakukan dengan menggunakan denyut nadi selama bekerja. 1. Penilaian beban kerja fisik dengan menggunakan denyut jantung Denyut jantung adalah suatu alat estimasi laju metabolisme yang baik, kecuali dalam keadaan emosi dan vasodilatasi (Tarwaka, 2004). Kategori berat ringannya berdasarkan pada denyut jantung dapat dilihat pada Tabel 2.14 berikut ini.

commit to user II-21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 2.14 Klasifikasi Beban Kerja Fisik Tingkat Pekerjan Light work Moderate Work Heavy work Very Heavy work Extremely heavy work

Konsumsi Oksigen (liter/menit) < 0.5 0.5 - 1.0 1.0 - 1.5 1.5 - 2.0 > 2.0

Denyut Jantung (denyut/menit) < 90 90 - 110 110 -130 130 - 150 150 - 170

Konsumsi Energi (kkal/menit) < 2.5 2.5 - 5.0 5.0 - 7.5 7.5 - 10.0 > 10.0

Sumber: Bridger, 1995

Pengukuran denyut jantung selama kerja merupakan suatu metode untuk menilai cardiovasculair strain. Salah satu peralatan yang dapat digunakan untuk menghitung denyut jantung adalah telemetri dengan menggunakan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG). Apabila peralatan tersebut tidak tersedia maka dapat dicatat secara manual memakai stopwatch dengan metode 10 denyut (Tarwaka, 2004),. Dalam penelitian ini, denyut yang diukur adalah denyut nadi karena untuk kemudahan pengukuran. Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan nadi untuk berdetak selama 10 detik, kemudian dikonversi dengan menggunakan formula, sebagai berikut: Denyut nadi (denyut/menit) =

10 denyut x60 Waktu per 10 denyut

…..…..Persamaan 2.1

Selain metode 10 denyut di atas, pengukuran denyut nadi juga dapat dilakukan dengan menggunakan metode 15 detik maupun 30 detik. Keuntungan menggunakan denyut nadi untuk menentukan beban kerja yaitu mudah dilakukan, cepat, dan hasilnya dapat diandalkan. Hal tersebut didasarkan pada pendapat E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), yang menjelaskan bahwa konsumsi energi sendiri tidak cukup untuk mengestimasi beban kerja fisik. Beban kerja fisik tidak hanya dapat ditentukan dengan menggunakan jumlah KJ yang dikonsumsi, tetapi juga jumlah otot yang terlibat dan beban statis yang diterima dan tekanan panas dari lingkungan kerja yang dapat meningkatkan denyut jantung, sehingga denyut jantung merupakan alat yang sesuai untuk menghitung indek beban kerja. Astrand dan Rodahl (1977) dalam Tarwaka (2004) menyatakan bahwa denyut nadi mempunyai hubungan linier yang tinggi dengan asupan oksigen pada waktu bekerja. Denyut nadi dapat ditentukan pada arteri radialis pada pergelangan tangan.

commit to user II-22

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Menurut E. Grandjean (1993) dalam Tarwaka (2004), denyut nadi untuk mengestimasi indek beban kerja fisik terdiri dari beberapa jenis, yaitu: a. Denyut nadi istirahat, merupakan rata-rata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai. b. Denyut nadi kerja, merupakan rata-rata denyut nadi selama bekerja. c. Nadi kerja, selisih antara denyut nadi isirahat dengan denyut nadi kerja. 2. Pengukuran Konsumsi Energi Denyut jantung ataupun denyut nadi merupakan peubah yang penting dalam penelitian lapangan maupun penelitian laboratorium. Dalam hal penentuan konsumsi energi, biasa digunakan parameter indeks kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung ataupun denyut nadi (Bridger, 1995). Indek ini merupakan perbedaan antara denyut jantung pada waktu kerja tertentu dengan kecepatan denyut jantung pada waktu istirahat. Untuk merumuskan hubungan antara konsumsi energi dengan kecepatan denyut jantung, dilakukan pendekatan kuantitatif hubungan antara konsumsi energi dengan denyut jantung dengan menggunakan analisis regresi. Bentuk regresi hubungan energi dengan kecepatan denyut jantung adalah regresi kuadratis dengan persamaan, sebagai berikut: Y = 1,80411 - (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 …................... Persamaan 2.2 Dimana ; Y

= Energi (kilokalori per menit).

X

= Kecepatan denyut jantung (denyut per menit). Setelah besaran kecepatan denyut jantung disetarakan dalam bentuk energi,

maka konsumsi energi untuk suatu kegiatan kerja tertentu dapat dituliskan dalam bentuk matematis, sebagai berikut: KE = Et - Ej ......…………………………….……........................ Persamaan 2.3 KE = Konsumsi energi untuk satu kegiatan kerja tertentu (kilokalori per menit) Et = Pengeluaran energi pada waktu kerja tertentu (kilokalori per menit) Ej = Penegeluaran energi pada saat istirahat (kilokalori per menit)

commit to user II-23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dengan demikian, konsumsi energi pada waktu kerja tertentu merupakan selisih antara pengeluaran energi pada waktu kerja dengan pengeluaran energi pada waktu istirahat. 2.7

Perancangan Metode Rasional Metode rasional menggunakan pendekatan yang sistematis dalam

perancangan. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang berkualitas (Cross, 2000). Adapun langkah-langkah metode rasional antara lain : 2.7.1

Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) Tahap penting pertama dalam perancangan adalah bagaimana mencoba

untuk menjelaskan tujuan perancangan. Pada kenyataannya akan sangat membantu pada keseluruhan tahap perancangan, bila tujuan perancangan sudah jelas, walaupun tujuan itu dapat berubah selama proses perancangan. Tujuan awal dan sementara dapat berubah, meluas atau menyempit, atau benar-benar berubah asalkan permasalahan menjadi lebih dimengerti dan sepanjang penyelesaian ideide dapat berkembang. Tahap ini menunjukkan tujuan dan maksud umum untuk pencapaian tujuan yang sedang dalam pertimbangan. Metode ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. Langkah-langkah penjelasan tujuan adalah sebagai berikut : 1. Menyiapkan daftar tujuan perancangan, dimana daftar tersebut diambil dari ringkasan perancangan. 2. Menyusun daftar ke dalam kumpulan tujuan tingkat tinggi dan tingkat rendah. Perluasan daftar tujuan dan sub tujuan secara kasar dapat dikelompokkan ke dalam tingkatan hirarki. 3. Menggambarkan diagram clarifying objectives, hubungan hirarki dan garis hubungannya. commit to user II-24

perpustakaan.uns.ac.id

2.7.2

digilib.uns.ac.id

Penetapan Fungsi (Establishing Function) Penetapan fungsi bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang

dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkahlangkah penetapan fungsi adalah sebagai berikut : 1. Menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan masukan menjadi keluaran yang diinginkan. 2. Memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik. 3. Menggambarkan diagram blok yang menggambarkan interaksi antar sub-fungsi dasar. 2.7.3

Spesifikasi Kinerja (Performance Specification) Spesifikasi kinerja bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari

kebutuhan perancangan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria. Langkah-langkah pembuatan spesifikasi kinerja adalah sebagai berikut : 1. Menimbang perbedaan tingkatan umum penyelesaian yang dapat diterima. 2. Menentukan tingkatan umum yang nantinya akan dioperasikan. 3. Mengidentifikasi atribut yang dibutuhkan. 4. Menyebutkan persyaratan yang diperlukan atribut dengan tepat dan teliti. 2.8

Mekanika Konstruksi Konsep mekanika konstruksi mesin yang berkaitan dengan objek

penelitian yang dilakukan yaitu mengenai ilmu statika, gaya, dan kekuatan material. 2.8.1

Statika Statika adalah ilmu yang mempelajari tentang statik dari suatu beban

terhadap gaya-gaya dan beban yang mungkin ada pada bahan tersebut, atau juga dapat dikatakan sebagai perubahan terhadap panjang benda awal karena gaya atau beban. Beban adalah beratnya beban atau barang yang didukung oleh suatu konstruksi atau bangunan beban dan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu: commit to user II-25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1. Beban Statis Beban statis merupakan berat suatu benda yang tidak bergerak dan tidak berubah beratnya. Berat konstruksi yang mendukung itu termasuk beban mati dan disebut berat sendiri konstruksi. 2. Beban Dinamis Beban dinamis merupakan beban yang berubah beratnya. Sebagai contoh beban hidup yaitu kendaraan atau orang berjalan diatas sebuah jembatan, tekanan atap rumah atau bangunan. Terdapat tiga jenis tumpuan dalam ilmu statika untuk menentukan jenis peletakan yang digunakan dalam menahan beban. Beberapa peletakan diantaranya (Popov, 1996): 1. Tumpuan Rol Tumpuan yang dapat meneruskan gaya desak yang tegak lurus bidang peletakannya, sketsa tumpuan rol ini dipat dilihat pada Gambar 2.9 berikut ini.

Gambar 2.9 Tumpuan Rol Sumber : Popov, 1996

2. Tumpuan Sendi Tumpuan yang dapat meneruskan gaya tarik dan desak tetapi arahnya selalu menurut sumbu batang sehingga batang tumpuan hanya memiliki satu gaya, tumpuan sendi ini dapat dilihat pada Gambar 2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 Tumpuan Sendi Sumber : Popov, 1996

3. Tumpuan Jepitan Jepitan adalah tumpuan yang dapat menberuskan segala gaya dan momen sehingga dapat mendukung H, V dan M yang berati mempunyai tiga gaya. Dari kesetimbangan kita memenuhi bahwa agar susunan gaya dalam keadaan setimbang haruslah dipenuhi tiga syarat yaitu ∑FHorisontal = 0, ∑FVertikal = 0, ∑M= 0. Sketsa tumpuan jepit dapat dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini. commit to user II-26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2.11 Tumpuan Jepit Sumber : Popov, 1996

2.8.2

Gaya Suatu konstruksi bertugas mendukung gaya-gaya luar yang bekerja

padanya yang kita sebut sebagai beban. Konstruksi harus ditumpu dan diletakkan pada peletakan-peletakan tertentu agar dapat memenuhi tugasnya yaitu menjaga keadaan konstruksi yang seimbang. Suatu konstruksi dikatakan seimbang bila resultan gaya yang bekerja pada konstruksi tersebut sama dengan nol atau dengan kata lain ∑Fx = 0, ∑Fy = 0, ∑Fz = 0, ∑M = 0. Gaya adalah sesuatu yang menyebabkan suatu benda dari keadaan diam menjadi bergerak atau sebaliknya. Dalam ilmu statika berlaku hukum (Aksi = Reaksi), gaya dalam statika dibedakan menjadi lima, yaitu : 1. Gaya Luar Gaya luar adalah gaya yang diakibatkan oleh beban yang berasal dari luar sistem yang pada umumnya menciptakan kestabilan konstruksi. Beban ini dibedakan menjadi lima, yaitu: a. Beban mati yaitu beban yang sudah tidak bisa dipindah-pindah, seperti dinding, penutup lantai dan lain-lain. b. Beban sementara yaitu beban yang masih bisa dipindah-pindahkan, ataupun beban yang dapat berjalan seperti beban orang, mobil (kendaraan), kereta dan lain-lain. c. Beban terbagi rata yaitu beban yang secara merata membebani struktur. Beban dapat dibedakan menjadi beban segi empat dan beban segitiga. d. Beban titik terpusat adalah beban yang membebani pada suatu titik. e. Beban berjalan adalah beban yang bisa berjalan atau dipindah-pindahkan baik itu beban merata, titik, atau kombinasi antar keduanya. 2. Gaya Dalam Gaya dalam terjadi akibat adanya gaya luar yang bekerja, maka bahan memberikan perlawanan sehingga timbul gaya dalam yang menyebabkan commit to user terjadinya deformasi atau perubahan bentuk. II-27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Gaya Geser (Shearing Force Diagram) Gaya geser merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya tegak lurus ( ^ ) pada sumbu batang yang ditinjau seperti tampak pada Gambar 2.12.

Gambar 2.12 Sketsa Prinsip Statika Kesetimbangan Sumber : Popov, 1996

Gaya bidang lintang ditunjukan dengan SFD (shearing force diagram), dimana penentuan tanda pada SFD berupa tanda negatif (-) atau positif (+) bergantung dari arah gaya seperti terliht pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Sketsa Shearing Force Diagram Sumber : Popov, 1996

4. Gaya Normal (Normal Force) Gaya normal merupakan gaya dalam yang terjadi akibat adanya beban yang arah garis kerjanya searah (//) sumbu batang yang ditinjau. Agar batang tetap utuh, maka gaya dalam sama dengan gaya luar seperti terlihat pada Gambar 2.14.

Gambar 2.14 Sketsa Normal Force Sumber : Popov, 1996

5. Momen Momen adalah gaya yang bekerja dikalikan dengan panjang lengan yang terjadi akibat adanya beban yang terjadi pada struktur tersebut. Sketsa momen bending dapat dilihat pada gambar 2.15 berikut ini. commit to user II-28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2.15 Sketsa Momen Bending (+) Sumber : Popov, 1996

2.8.3

Kekuatan Material Kekuatan material dapat didefinisikan sebagai kesanggupan suatu material

terhadap gaya. Kekuatan material ( F ) dipengaruhi oleh besarnya momen penahan (W), tegangan ijin material (T), dan panjang material (l). Momen penahan setiap material berbeda-beda, tergantung dari dimensi dan geometri penampang melintangnya. Tabel 2.15 menunjukkan beberapa contoh rumus perhitungan momen penahan (W) untuk beberapa geometri melintang material, dan tabel 2.16 menunjukkan beberapa perhitungan kekuatan material berdasarkan titik tumpu dan muatan. Tabel 2.15 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material

l W

p 4 D4 D » 64 20 p 3 D3 D » 32 10

p D4 - d 4 4 4 (D - d ) » 64 20 4 4 4 p (D - d ) D - d 4 » 32 D 10 D

bh 2 12 bh 2 6

p 3 a b 4 p 2 a b 4

Sumber: Sati, 1980

Tabel 2.16 Rumus Perhitungan Momen Penahan untuk Beberapa Geometri Melintang Material (Lanjutan)

l W

bh 3 36 bh 2 24

Sumber: Sati, 1980

h4 12 h3

6 2 commit to user II-29

D4 - d 4 12 D4 - d 4 6h

BH 3 + bh 3 12 3 BH + bh 3 6H

perpustakaan.uns.ac.id

2.9

digilib.uns.ac.id

Penelitian Sebelumnya Desi Kristanti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Faktor Keluhan

Muskuloskeletal dan Penilaian Kelayakan Alternatif Perbaikan Sistem Kerja dengan Metode Benefit Cost Ratio pada Pekerja Angkat Angkut (Studi Kasus: Gudang Persediaan Pupuk Pusri Kediri, Desa Branggahan, Kecamatan Ngadiluwih)” telah melakukan identifikasi keluhan musculoskeletal pada pekerja angkat angkut pupuk dengan kuesioner dan memberikan usulan alternatif perbaikan sistem kerja aktivitas angkat angkut dengan pendekatan nilai rasio manfaat dan biaya (B/C). Subjek penelitian ini adalah 25 pekerja angkat angkut pupuk di Gudang Persedian Pupuk Pusri Kediri. Hasil analisis data kuesioner dan observasi menunjukkan bahwa faktor eksternal (berat beban, frekuensi pengangkutan, cara pengangkutan) dan faktor internal (umur, lama kerja, kebiasaan merokok, dan status gizi) mempengaruhi tingkat keluhan musculoskeletal pekerja angkat angkut di Gudang Persediaan Pupuk Pusri Kediri. Sebagian besar daerah keluhan yang dialami pekerja adalah pada leher bagian atas dan bawah, bahu kiri dan kanan, lengan atas kiri, punggung, dan pinggang. Penelitian ini memberikan tiga alternatif usulan perbaikan metode kerja, yaitu: penambahan alat bantu berupa forklift, penambahan alat bantu transpallet, dan penambahan tenaga kerja untuk mengurangi beban angkat per orang. Akan tetapi, dari ketiga alternatif tersebut yang layak untuk digunakan berdasarkan perhitungan nilai rasio manfaat dan biaya (B/C) hanya alternatif kedua, yaitu penambahan alat bantu berupa transpallet yang diharapkan dapat meringankan dan memudahakan pekerja dalam hal pemindahan pupuk. Nilai rasio manfaat dan biayanya sebesar 1,5. Perhitungan dengan rasio >1 dapat dikatakan bahwa alternatif tersebut secara ekonomi layak untuk digunakan (Kristanti, 2009).

commit to user II-30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini diuraikan secara sistematis mengenai langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ditunjukan pada Gambar 3.1 berikut ini. Mulai

Identifikasi Awal

Penilaian Level Resiko Postur Kerja dan Penilaian Beban Kerja Fisik Kondisi Awal

Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk § § § § §

Penyusunan Konsep Perancangan Penentuan Data Anthropometri Pekerja Perhitungan Persentil Pekerja Penentuan Spesifikasi Perancangan Perhitungan Mekanika Teknik

Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk § §

Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan Analisis dan Interpretasi Hasil

Kesimpulan dan Saran

Selesai Gambar 3.1 Metodologi Penelitian Langkah-langkah penelitian pada Gambar 3.1 dijelaskan secara lebih lengkap dalam sub bab berikut ini. commit to user III-1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.1. Identifikasi Awal Tahap identifikasi awal bertujuan untuk mengetahui apakah ada keluhan atau rasa tidak nyaman yang dirasakan pekerja bidang bongkar pupuk di UD. Karya Tani sehingga membantu proses penentuan masalah yang akan diangkat. Langkah-langkah yang ada pada tahap identifikasi awal terdiri dari: observasi lapangan, studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi postur kerja awal yang dijelaskan pada sub bab berikut ini. 3.1.1. Observasi Lapangan Observasi dilakukan untuk mempelajari kondisi lapangan secara real dengan maksud mendapatkan informasi awal yang lengkap mengenai kegiatan UD. Karya Tani dan melakukan pengamatan sikap kerja operator ketika melakukan aktivitas bongkar pupuk, frekuensi pengangkutan, berat beban angkut serta menentukan masalah yang diangkat dalam penelitian. Metode untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung aktivitas kerja yang terjadi di UD. Karya Tani setiap harinya. Observasi lapangan ini dilakukan selama tiga hari, yaitu pada tanggal 10, 11, dan 12 Desember 2010. Hasil yang didapat dari kegiatan observasi ini adalah rincian kegiatan bongkar pupuk yang dilakukan di UD. Karya Tani, cara pangangkatan serta pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang, dan beban angkat setiap pekerja. 3.1.2. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh dasar-dasar referensi yang kuat dan acuan penelitian sebelumnya yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Studi pustaka ini dilakukan dengan mengeksplorasi buku-buku, jurnal, dan penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan ilmu ergonomi, anthropometri, analisis postur kerja, perancangan alat bantu, dan faktor keluhan musculoskeletal pada pekerja angkat-angkut pupuk. Melalui studi pustaka diperoleh bekal dan gambaran mengenai teori-teori dan konsep-konsep yang akan digunakan dalam menyelesaikan permasalahan yang diteliti, yaitu perancangan alat bantu aktivitas bongkar pupuk untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik pekerja. commit to user III-2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.1.3. Wawancara Wawancara dilakukan untuk menggali informasi secara langsung dari pekerja UD. Karya Tani. Kegiatan wawancara ini dilakukan pada tanggal 12 Desember 2010 dan 8 Januari 2011 kepada seluruh pekerja UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang. Hasil yang didapat dari teknik wawancara ini adalah informasi mengenai kondisi awal aktivitas kerja, biodata pekerja, keluhan, keinginan, dan ketidaknyamanan pekerja pada saat melakukan aktivitas bongkar pupuk. 3.1.4. Dokumentasi Postur Kerja Awal Tahap ini digunakan untuk mengetahui aktivitas yang terjadi pada proses bongkar pupuk. Dokumentasi ini berupa foto-foto postur kerja dan video saat melakukan aktivitas bongkar pupuk di UD. Karya Tani yang diambil dengan bantuan kamera digital. Pendokumentasian postur kerja ini dilakukan pada tanggal 11 dan 12 Desember 2010. 3.2. Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal Tahap ini bertujuan mengetahui level resiko pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk berdasarkan perhitungan skor akhir metode RULA. Penilaian postur kerja metode RULA dilakukan melalui lima tahapan. Pertama, menentukan sudut-sudut posisi kerja pekerja pada foto-foto postur kerja yang telah diambil pada tahap dokumentasi sebelumnya. Kedua, melakukan pengkodean postur kerja metode RULA, meliputi postur kerja grup A yang terdiri dari: upper arm , lower arm, wrist , wrist twist, dan grup B yang terdiri dari: neck, trunk, dan legs. Ketiga, melakukan penyusunan skor dengan menggunakan RULA score sheet yang ditunjukkan oleh Tabel 2.7 untuk skor grup A dan Tabel 2.11 untuk skor grup B. Keempat, setelah didapatkan skor grup A dan grup B, maka dilakukan penilaian skor C (skor akhir) dengan melihat nilai A dan B seperti yang ditunjukkan Tabel 2.12. Kelima, dilakukan penentuan level resiko dan kategori tindakan berdasarkan skor C seperti yang ditunjukkan Tabel 2.13. commit to user III-3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.3. Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Tahap ini bertujuan untuk mengetahui selisih antara pengeluaran energi pada waktu pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk dengan pengeluaran energi pada saat istirahat. Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui pengukuran konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung (Bridger,1995). Perhitungan konsumsi energi pekerja dilakukan melalui tiga tahapan yang dijelaskan pada sub bab berikut ini. 3.3.1 Pengukuran Kecepatan Denyut Jantung Pengukuran kecepatan denyut jantung dilakukan sebanyak dua kali pada tanggal 12 Februari 2011. Pertama, pengukuran denyut jantung pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk, yaitu jeda waktu satu menit setelah pekerja melakukan 10 kali pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Kedua, pengukuran denyut jantung pada saat pekerja istirahat, yaitu denyut jantung pekerja sepuluh menit sebelum pekerjaan dimulai. Pengumpulan data kecepatan denyut jantung pekerja menggunakan stopwatch dengan teknik atau metode 10 denyut (ten pulse methods). Metode 10 denyut dilakukan dengan mengukur waktu yang diperlukan jantung atau nadi untuk berdenyut sebanyak 10 kali. 3.3.2 Perhitungan Denyut Jantung Data denyut jantung yang didapatkan dari pengumpulan data kecepatan denyut jantung, kemudian dikonversikan ke dalam jumlah denyut jantung per menit dengan menggunakan persamaan 2.1. 3.3.3 Perhitungan Konsumsi Energi Hasil perhitungan denyut jantung per menit kemudian dikonversikan ke dalam perhitungan konsumsi energi. Besarnya konsumsi energi didapatkan melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan 2.2 dan pesamaaan 2.3. 3.4. Perancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Tahap perancangan ini terdiri dari: penyusunan konsep rancangan alat bantu bongkar pupuk dengan tujuan commit utama to untuk user memperbaiki postur kerja dan III-4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

menurunkan beban kerja fisik pekerja, perhitungan persentil untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi rancangan dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan mekanika teknik. Adapun penjelasan masing-masing langkah dijelaskan sub bab berikut ini. 3.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan Penyusunan konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk dilakukan dengan mengacu pada identifikasi masalah yang diperoleh. Berdasarkan data permasalahan tersebut perlu dilakukan penyusunan konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk yang bertujuan untuk memperbaiki postur kerja dan mengurangi beban kerja fisik pekerja. Konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk ini mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode rasional dari Nigel Cross. Metode ini banyak digunakan dalam perancangan karena memiliki tahapan yang jelas sehingga dapat memberikan hasil rancangan dan produk akhir yang berkualitas (Cross, 2000). Adapun konsep perancangan alat bantu bongkar pupuk meliputi : 1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need). Penjabaran dari hasil keluhan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk dan keinginan pekerja terhadap rancangan alat bantu kerja. 2. Pembangkitan Gagasan dalam Perancangan (Idea) a. Penjelasan Tujuan (Clarifying Objectives) Bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari perancangan alat bantu bongkar pupuk. Tahap ini menunjukkan bentuk diagramatis dimana tujuan-tujuan yang berbeda dihubungkan satu sama lain, serta pola hirarki tujuan dan sub tujuan. b. Penetapan Tujuan (Establishing Functions) Bertujuan untuk menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Tahap ini dilakukan dengan menggambarkan diagram blok yang mengilustrasikan interaksi antar sub fungsi dasar. commit to user III-5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c. Spesifikasi Kinerja (Performance Specification) Bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan alat bantu bongkar pupuk yang akan dilakukan. Spesifikasi yang telah ditentukan oleh perancang ditetapkan sebagai tujuan perancangan dengan mencantumkan kriteria-kriteria. 3.4.2 Data Anthropometri Pekerja Data anthropometri pekerja digunakan untuk menetapkan ukuran rancangan. Hal ini dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan atau paling tidak mendekati karakteristik penggunanya. Data yang diambil berjenis kelamin pria dan termasuk dalam kelompok usia dewasa. Pengambilan data diperoleh dari hasil pengukuran anthropometri seluruh pekerja pada bagian bongkar pupuk UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang pada tanggal 12 Februari 2011. Adapun data anthropometri yang diambil sesuai dengan variabel yang dibutuhkan dalam perancangan alat bantu bongkar pupuk, yaitu yaitu tinggi siku berdiri (tsb), lebar bahu (lb), diameter lingkar genggam (dlg), dan lebar jari ke-2,3,4,5 (lj). Alat ukur yang digunakan adalah roll meter dan meteran jahit. 3.4.3 Perhitungan Persentil Aspek anthropometri diperhitungkan dalam perancangan fasilitas kerja sehingga dapat memenuhi aspek kesesuaian penggunaan fasilitas dengan penggunanya. Berdasarkan sketsanya, kemudian dilakukan penentuan dimensi rancangan alat bantu dengan menggunakan data antropometri yang telah dikumpulkan. Setelah menentukan data antropometri yang digunakan maka dilakukan perhitungan persentil digunakan untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk. Persentil yang digunakan adalah persentil ke-5, persentil ke-50, dan persentil ke-95. Perhitungan persentil pekerja dilakukan berdasarkan Tabel 2.3 pada Bab 2.

commit to user III-6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan Pada tahap perancangan ini akan dilakukan penentuan spesifikasi alat bantu bongkar pupuk. Pada perancangan alat bongkar pupuk ini terdiri dari 3 kegiatan utama, yaitu : 1. Perhitungan Dimensi Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang akan dibuat. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi: a.

Ukuran Lebar Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan dengan leluasa dan nyaman.

b.

Diameter Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter pegangan adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan dengan mudah.

c.

Ukuran Ketinggian Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi pegangan dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan alat bantu bongkar pupuk ini dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan alat dengan mudah.

d.

Panjang Genggaman Pegangan Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman pegangan adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke 95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan dengan commit to user nyaman. III-7

perpustakaan.uns.ac.id

e.

digilib.uns.ac.id

Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table Data yang digunakan didasarkan pada tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan (Freivalds, 2009).

f.

Panjang Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg.

g.

Lebar Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi lebar karung pupuk merk pusri dan kujang yang memuat pupuk seberat 50 kg.

h.

Ketinggian Maksimum Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak truk yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya Tani, sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm.

2. Penentuan Komponen Pada tahap ini akan dilakukan suatu penetapan bahan yang digunakan dalam merancang alat bantu bongkar pupuk. 3. Pembuatan Rancangan Pembuatan rancangan dilakukan melalui pembuatan gambar secara 2D (dua dimensi) dan 3D (tiga dimensi). 3.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik Tahap ini bertujuan untuk mengetahui kekuatan hasil rancangan alat bantu terhadap beban maksimal yang diterima. Perhitungan teknik meliputi perhitungan gaya-gaya yang terjadi pada rangka, momen pada titik kritis, dan perhitungan kekuatan komponen. 3.5. Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Tahap ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya perubahan terhadap postur kerja dan beban kerja fisik pekerja setelah menggunakan alat bantu hasil rancangan. Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk ini dilakukan commit to user dengan dua cara yang dijelaskan pada sub bab berikut ini. III-8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3.5.1. Penilaian Level Resiko Postur Kerja Setelah Perancangan Penilaian level resiko postur kerja setelah perancangan memiliki tahapan yang sama dengan penilaian level resiko postur kerja kondisi awal. Akan tetapi, untuk mengetahui ada tidaknya perubahan level resiko postur maka dilakukan perbandingan level resiko dari skor akhir RULA kondisi awal dan kondisi setelah memakai alat hasil rancangan. Semakin kecil nilai RULA berarti level resiko semakin kecil sehingga hasil rancangan layak untuk digunakan. 3.5.2. Penilaian Beban Kerja Fisik Setelah Perancangan Penilaian beban kerja fisik setelah menggunakan alat hasil rancangan dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi secara tidak langsung, yaitu menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung dengan langkah-langkah yang sama dengan penilaian beban kerja fisik awal. 3.6. Analisis dan Interpretasi Hasil Analisa dan interpretasi hasil dilakukan untuk menganalisis kondisi awal, rancangan alat bantu bongkar pupuk, mekanika teknik, dan kondisi setelah perancangan. 3.7.

Kesimpulan dan Saran Pada tahap ini akan membahas kesimpulan dari hasi pengolahan data

dengan memperhatikan tujuan yang ingin dicapai dari penelitian dan memberikan saran perbaikan yang mungkin dilakukan untuk penelitian selanjutnya.

commit to user III-9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini berisi tentang keseluruhan tahapan pengumpulan dan pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian. Penelitian ini terdiri dari serangkaian aktivitas merumuskan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menarik suatu kesimpulan. 4.1

Identifikasi Awal Identifikasi awal dilakukan selama bulan Desember 2010 - Januari 2011

dengan tujuan untuk mengetahui informasi awal di tempat penelitian. Metode untuk mendapatkan data awal dilakukan dengan pengamatan langsung proses bongkar pupuk, wawancara, dan pendokumentasian gambar postur kerja. 4.1.1

Data Kualitatif Data kualitatif mengenai rincian kegiatan bongkar pupuk dan keluhan

yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk dilakukan melalui teknik wawancara secara langsung terhadap tiga orang pekerja. Berdasarkan hasil wawancara dengan pekerja, diketahui kegiatan bongkar per hari rata-rata sebanyak 12 ton pupuk. Rata-rata frekuensi aktivitas pemindahan pupuk dari truk menuju gudang adalah 80 kali/hari/pekerja dengan rentang jarak kurang lebih tujuh meter. Adapun rincian kegiatan bongkar pupuk di UD. Karya Tani dapat dilihat pada Tabel 4.1 Tabel 4.1. Atribut Kegiatan Manual Material Handling No Atribut Manual Material Handling 1 Cara bongkar pupuk 2 Jumlah pekerja pada bidang bongkar pupuk 3 Beban angkut pupuk

Kondisi Awal Satuan Manual tanpa fasilitas kerja 3 orang 50 kg

4

Waktu yang dibutuhkan untuk satu kali aktivitas pemindahan pupuk

30

detik

5

Rata-rata frekuensi pengangkutan beban dalam sehari yang dilakukan oleh satu pekerja (khusus kegiatan bongkar)

80

kali

6

Total beban pengangkutan pupuk dalam satu hari yang dilakukan satu pekerja

4

ton

7

Jarak antara gudang pupuk dengan armada commit to user

7

meter

IV-1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap pekerja bagian bongkar muat pupuk diperoleh informasi mengenai keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan yang dialami pekerja saat melakukan aktivitas bongkar pupuk. Daftar pertanyaan wawancara pekerja selengkapnya terdapat pada lampiran. Rekapitulasi hasil wawancara mengenai keluhan ketidaknyamanan dan kesulitan pada aktivitas bongkar pupuk tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2 Rekapitulasi Keluhan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No

Keluhan Pekerja

Jumlah (orang)

1

Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk.

3

2

Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung

2

3

Kelelahan dan keluhan nafas terengah-engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang.

3

4

Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang.

2

Wawancara juga dilakukan untuk mengetahui keinginan pekerja yang selanjutnya dijadikan pertimbangan dalam perancangan. Tabel 4.3 menunjukkan beberapa pernyataan keinginan pekerja mengenai alat bantu kerja sebagai fasilitas pendukung pada aktivitas bongkar pupuk. Tabel 4.3 Rekapitulasi Keinginan Pekerja No

Keinginan Pekerja

Jumlah (orang)

1

Pekerja menginginkan alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk dengan posisi yang nyaman dan meminimalkan kelelahan akibat penggunaan tenaga yang berlebihan saat mengangkut pupuk.

3

2

Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut.

2

3

Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu.

3

4

Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan proses peletakkan pupuk di gudang.

2

Tabel 4.3 menunjukkan hasil rekapitulasi data keinginan pekerja untuk perancangan alat bantu bongkar pupuk, dimana diperoleh hasil tingkat keinginan terbesar adalah keinginan pekerja untuk memperbaiki posisi kerja saat melakukan commit to user pengangkutan pupuk dan kemudahan pengoperasian alat bantu bongkar pupuk. IV-2

perpustakaan.uns.ac.id

4.1.2

digilib.uns.ac.id

Dokumentasi Postur Kerja Awal Pengamatan postur kerja pekerja bidang bongkar pupuk dilakukan melalui

pendokumentasian gambar dengan kamera digital. Pendokumentasian aktivitas pekerja dilakukan saat pekerja melakukan

aktivitas pengangkatan dan

pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Data selanjutnya dibagi ke dalam fase-fase gerakan untuk memudahkan penilaian dengan metode RULA. Fase-fase gerakan bongkar pupuk ditunjukkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 berikut ini. Tabel 4.4 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk No

Gambar

Aktivitas Pekerja menempatkan beban (pupuk) ke punggung sebagai inisialisasi pengangkatan. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1470 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 780 , posisi pergelangan tangan sebesar 340, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 180, posisi punggung ekstensi terhadap sumbu tubuh sebesar 110, posisi kaki normal atau seimbang.

1

Pekerja mulai memindahkan tumpuan beban dari bak ke punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 870, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1060, posisi pergelangan tangan sebesar 450 dengan pergelangan tangan menjahui sisi tengah, putaran pergelangan tangan berada dekat dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 670, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 130, posisi kaki normal atau seimbang.

2

commit to user IV-3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.5 Fase-Fase Gerakan Pekerja pada Aktivitas Bongkar Pupuk (Lanjutan) No

Gambar

Aktivitas Pekerja mengangkut beban berjalan dari truk menuju gudang dengan beban di atas punggung. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1040 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1420, posisi pergelangan pada posisi netral, putaran pergelangan tangan pada posisi yang netral dan berada pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh 380, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 270, posisi kaki normal atau seimbang.

3

Pekerja melepaskan beban dari punggung dan menjatuhkan beban ke lantai. Posisi lengan atas fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 1350 dengan bahu naik, posisi lengan bawah fleksi terhadap lengan atas sebesar 1220 dengan lengan bawah bekerja melewati garis tengah tubuh, posisi pergelangan tangan sebesar 580, putaran pergelangan tangan pada posisi tengah dari putaran, posisi leher fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 830, posisi punggung fleksi terhadap sumbu tubuh sebesar 480, posisi kaki normal atau seimbang.

4

4.2

Penilaian Level Resiko Postur Kerja Awal dengan Metode RULA Penilaian level resiko postur kerja diawali dengan menerjemahkan postur

kerja dari hasil pengambilan gambar sesuai dengan penilaian postur kerja metode RULA. Kode postur kerja metode RULA meliputi postur kerja grup A yang terdiri dari: upper arm (lengan atas), lower arm (lengan bawah), wrist (pergelangan tangan), wrist twist (putaran pergelangan tangan), dan grup B yang terdiri dari: neck (leher), trunk (punggung), dan legs (kaki). Setelah didapatkan hasil pengkodean dari tiap-tiap fase gerakan, maka dilanjutkan dengan penilaian postur kerja dengan metode RULA. commit to user IV-4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

1. Fase Gerakan 1

Gambar 4.1 Sudut Postur Kerja Saat Menempatkan Beban ke Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.1 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 =5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut 600 - 1000 dengan skor = 1 - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >150 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah dengan skor =1 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut.

commit to user IV-5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.6 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Wrist Upper Arm

Lower Arm

1

2

3

4

5

6

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 2 3 4 Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 4 4 4 4 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 4 4 5 5 5 4 4 4 5 5 5 6 6 5 5 5 5 6 6 7 5 5 6 6 6 6 7 7 7 6 6 6 7 7 7 7 8 7 7 7 7 7 8 8 9 8 8 8 8 8 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9

Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.6 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah 5+3+1 = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut 100 - 200 dengan skor = 2 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut 00 - 200 dengan skor = 2 commit to user IV-6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.7 berikut ini. Tabel 4.7 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.6 adalah = 2 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah 2+1+3 = 6 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.8 berikut ini. Tabel 4.8 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

Skor grup B 3 4 5 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 4 5 6 5 6 6 6 6 6 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Skor akhir untuk fase gerakan 1 pada aktivitas bongkar pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk commit to user IV-7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pada fase 1 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 2. Fase Gerakan 2

Gambar 4.2 Sudut Postur Kerja Saat Memindahkan Tumpuan Beban dari Bak Truk ke Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.2 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut 450 - 900 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut >1000 dengan skor = 2 - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >150 dan pergelangan tangan menjahui sisi tengah dengan skor 3+1 = 4 commit to user IV-8

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada dekat dari putaran dengan skor = 2 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.9 berikut. Tabel 4.9 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 2 Wrist 1 2 3 4 Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 2 3 3 3 3 1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 1 2 3 3 3 3 3 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 5 1 3 3 4 4 4 4 4 5 2 5 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 1 4 4 4 4 4 5 5 5 2 4 4 4 4 5 5 5 6 6 3 5 5 5 5 5 6 6 7 1 5 5 6 6 6 6 7 7 7 2 6 6 6 7 7 7 7 8 3 7 7 7 7 7 8 8 9 1 8 8 8 8 8 9 9 9 6 2 9 9 9 9 9 9 9 9 3

Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.9 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah 5+ 3+1 = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3 commit to user IV-9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut 00-200 dengan skor = 2 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.10 berikut ini. Tabel 4.10 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 2 Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.10 adalah = 3 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah 3+1+3 = 7 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.11 berikut ini. Tabel 4.11 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 2 Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

Skor akhir untuk fase

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

Skor grup B 3 4 5 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 4 5 6 5 6 6 6 6 6 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

commit to user gerakan 2 pada aktivitas bongkar IV-10

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk pada fase 2 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 3. Fase Gerakan 3

Gambar 4.3 Sudut Postur Kerja Saat Mengangkut Beban Berjalan Menuju Gudang Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.3 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 = 5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut > 1000 dengan skor = 2 - Postur kerja bagian wrist Wrist pada posisi netral dengan skor = 1 commit to user IV-11

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.12 berikut ini. Tabel 4.12 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 3 Wrist 1 2 3 4 Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 1 2 2 2 2 3 3 3 3 1 2 2 3 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 1 3 3 3 3 3 4 4 4 2 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 5 1 3 3 4 4 4 4 4 5 5 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 1 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 4 4 4 5 5 5 6 6 3 5 5 5 5 5 6 6 7 1 6 6 6 6 7 7 7 5 2 5 6 6 6 7 7 7 7 8 3 7 7 7 7 7 8 8 9 1 8 8 8 8 8 9 9 9 6 2 9 9 9 9 9 9 9 9 3

Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.12 adalah 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah 5+3+1 = 9 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3 commit to user IV-12

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut 200- 600 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut ini. Tabel 4.13 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 3 Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.13 adalah = 4 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah 4+1+3 = 8 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.14 berikut ini. Tabel 4.14 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 3 Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

Skor grup B 3 4 5 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 4 5 6 5 6 6 6 6 6 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Skor akhir untuk fase gerakan 3 pada aktivitas bongkar pupuk adalah commit to user sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk IV-13

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pada fase 3 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. 4. Fase Gerakan 4

Gambar 4.4 Sudut Postur Kerja Saat Melepaskan Beban dari Punggung Hasil kode RULA dari sikap kerja Gambar 4.4 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut > 900 dan bahu naik dengan skor 4 + 1 = 5 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut >1000 dan bekerja melewati garis tengah tubuh dengan skor 2+1 = 3 - Postur kerja bagian wrist Wrist membentuk sudut >150 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah commitdengan to userskor = 1 IV-14

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Penilaian postur kerja grup A dapat dilihat pada Tabel 4.15 berikut. Tabel 4.15 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 4 Wrist 1 2 3 4 Upper Arm Lower Arm Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist Wrist Twist 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 2 2 2 3 3 3 1 1 2 2 2 2 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 4 4 3 2 3 3 3 3 4 4 4 1 3 3 3 3 3 4 4 4 2 2 3 4 4 4 4 4 5 5 3 3 3 4 4 4 4 5 5 1 3 4 4 4 4 4 5 5 3 2 4 4 4 4 4 5 5 5 3 4 4 4 4 4 5 5 5 1 4 4 4 4 4 5 5 5 4 2 4 4 4 5 5 5 6 6 3 5 5 5 5 5 6 6 7 1 5 6 6 6 6 7 7 7 5 2 6 6 6 7 7 7 8 3 7 7 7 7 7 7 8 8 9 1 8 8 8 8 8 9 9 9 6 2 9 9 9 9 9 9 9 9 3

Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.15 adalah 7 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup A adalah 7+ 3+1 = 11 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut > 200 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian trunk Trunk membentuk sudut 200 - 600 dan batang tubuh bengkok dengan skor 3+1 = 4 commit to user IV-15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.16 berikut ini. Tabel 4.16 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 4 Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.16 adalah = 5 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Beban > 10 kg dengan skor = 3 - Total skor grup B adalah 5+1+3 = 9 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.17 berikut ini. Tabel 4.17 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 4 Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

3 3 3 3 3 4 5 6 6

Skor grup B 4 5 3 4 4 4 4 4 4 5 5 6 6 6 6 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Skor akhir untuk fase gerakan 4 pada aktivitas bongkar pupuk adalah sebesar 7. Berdasarkan skor tersebut maka level resiko aktivitas bongkar pupuk pada gerakan fase 4 ini berada pada level resiko tinggi dan diperlukan tindakan commit to user perbaikan postur kerja sekarang juga. IV-16

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Rekapitulasi hasil perhitungan postur kerja tiap-tiap fase gerakan aktivitas bongkar pupuk dengan menggunakan RULA dapat dilihat pad Tabel 4.18 berikut ini. Tabel 4.18 Level Resiko Tiap-Tiap Fase Gerakan Fase Gerakan Skor Akhir Level Resiko Gerakan 1 7 Tinggi Gerakan 2 7 Tinggi Gerakan 3 7 Tinggi Gerakan 4 7 Tinggi

4.3

Kategori Tindakan Tindakan sekarang juga Tindakan sekarang juga Tindakan sekarang juga Tindakan sekarang juga

Penilaian Beban Kerja Fisik Awal Penilaian beban kerja fisik ini dilakukan melalui perhitungan konsumsi

energi dengan menggunakan parameter indek kenaikan bilangan kecepatan denyut jantung (Bridger,1995). Perhitungan konsumsi energi pekerja diawali dengan pengumpulan data denyut jantung pekerja sebelum beraktivitas (DN0) dan pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk (DN1). 4.3.1 Perhitungan Denyut Jantung Penentuan besarnya denyut dilakukan dengan menggunakan metode 10 denyut (ten pulse methods), yaitu dengan cara mengkonversikan capaian kecepatan denyut jantung sebanyak 10 denyut ke dalam banyaknya denyut jantung selama satu menit. Rekapitulasi keseluruhan denyut jantung sebelum aktivitas (DN0) dan pada saat berktivitas (DN1) ditunjukkan Tabel 4.19 berikut ini. Tabel 4.19 Rekapitulasi Pengumpulan Data Kecepatan Denyut Jantung Pekerja 1 2 3

Kecepatan denyut jantung / 10 denyut DN0 (detik) DN1 (detik) 9.52 4.48 9.20 4.14 9.00 4.35

Denyut Jantung DN0 (denyut) DN1 (denyut) 63 134 65 145 67 138

Berikut ini ditunjukkan contoh perhitungan denyut jantung sebelum aktivitas (DN0) dan pada saat pekerja berktivitas (DN1). 1. Denyut jantung istirahat (DN0) Denyut jantung/menit

= (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60 commit to user = (10/9.52) ´ 60 IV-17

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

= 63.03 ≈ 63 denyut/menit 2. Denyut jantung kerja (DN1) Denyut jantung/menit

= (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60 = (10/4.48) ´ 60 = 133.93 ≈ 134 denyut/menit

4.3.2 Perhitungan Konsumsi Energi Hasil perhitungan denyut jantung digunakan untuk menentukan besarnya konsumsi energi. Perhitungan konsumsi energi sebelum perancangan digunakan untuk mengetahui beban kerja saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk. Konsumsi energi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan persamaan 2.3. Rekapitulasi konsumsi energi pekerja ditunjukkan Tabel 4.20 berikut ini. Tabel 4.20 Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Pekerja 1 2 3

Denyut Jantung DN0 (denyut) DN1 (denyut) 63 134 65 145 67 138 Rata-rata

Energi Ej Et 2.23 7.22 2.31 8.40 2.39 7.63

Konsumsi Energi (Kkal/menit) 4.99 6.09 5.24 5.43

Berikut ditujukkan contoh perhitungan konsumsi energi: 1. Perhitungan energi yang diperlukan pada saat istirahat (Ej) Ej

= 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 = 1,80411 – (0,0229038 x 63) + (4,71733 x 10-4 x (63)2) = 2.23

2. Perhitungan energi yang diperlukan pada waktu kerja (Et) Et

= 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 ´10-4) X2 = 1,80411 – (0,0229038 ´ 134) + (4,71733 ´10-4 ´ (134)2) = 7.22

3. Perhitungan besarnya konsumsi energi (KE) KE = Et – Ej = 7.20 – 2.23 = 4.99 Kkal/menit

commit to user IV-18

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Hasil perhitungan konsumsi energi (rata-rata) pada aktivitas bongkar pupuk sebesar 5.43 kkal/menit. Hasil tersebut dapat dikategorikan sebagai jenis pekerjaan berat. E. Grandjean (1986) menyatakan bahwa 5.2 Kkal/menit merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, jika melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul rasa lelah atau fatique (Nurmianto, 2005). 4.4

Tahap Perancangan Pada tahap perancangan ini diawali penyusunan konsep rancangan alat

bantu bongkar pupuk dengan tujuan utama untuk memperbaiki postur kerja dan menurunkan beban kerja fisik, perhitungan persentil untuk menentukan ukuran perancangan desain alat bantu bongkar pupuk, penentuan spesifikasi rancangan dari segi dimensi dan komponen rancangan serta dilakukan perhitungan mekanika teknik. 4.4.1 Penyusunan Konsep Perancangan Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan mengacu pada data studi pendahuluan yang diperoleh. Data studi pendahuluan ini menunjukkan fakta yang tejadi di tempat penelitian dan memberikan informasi tentang apa yang diinginkan pekerja. Penyusunan konsep perancangan dilakukan dengan cara menjabarkan keluhan dan keinginan pekerja menjadi kebutuhan perancangan yang dilanjutkan dengan pengembangan ide perancangan sesuai dengan kebutuhan yang telah dibuat sebelumnya. 1. Penjabaran Kebutuhan Perancangan (Need) Informasi yang diperoleh dari studi pendahuluan yang dilakukan dengan wawancara menunjukkan bahwa pekerja belum menemukan kenyamanan dalam melakukan

aktivitasnya

seperti

ditunjukkan

pada

Tabel

4.2.

Faktor

ketidaknyamanan ini dipertegas dari wawancara secara mendalam kepada pekerja yang menunjukkan adanya keluhan rasa sakit, nyeri, pegal terutama pada bagian punggung, bahu, lengan, dan leher. Hubungan antara timbulnya keluhan dengan penyebabnya dapat dijelaskan melalui Tabel 4.21 berikut ini. commit to user IV-19

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.21 Ringkasan Keluhan Pekerja dan Penyebabnya No 1

Keluhan Pekerja Keluhan rasa pegal pada bagian bahu dan lengan serta nyeri pada bagian punggung, pergelangan tangan, dan leher setelah mengangkut pupuk.

2

Kesulitan saat menarik pupuk untuk ditempatkan ke punggung.

3

Kelelahan dan keluhan nafas terengah engah saat mengangkut pupuk dari truk menuju gudang.

4

Kesulitan saat akan meletakkan pupuk di gudang.

Penyebab Posisi tangan tertarik ke belakang memegang pupuk dan punggung membungkuk untuk menopang pupuk sambil berjalan dari truk menuju gudang. Kedua tangan tertarik ke belakang dengan bahu naik untuk meraih pupuk di belakang tubuh. Pupuk yang diangkut cukup berat sehingga posisi tubuh dalam kondisi tidak stabil. Posisi punggung membungkuk sambil menyamping dan lengan bawah bekerja melawati garis tengah tubuh untuk melepaskan pupuk yang ditopang di punggung pekerja.

Di lain pihak, pekerja juga menyatakan keinginanya seperti ditunjukkan pada Tabel 4.3, hasil keinginan dan keluhan pekerja tersebut kemudian dijabarkan menjadi kebutuhan perancangan yang harus dipenuhi. Penjabaran kebutuhan dibuat untuk memperjelas batasan-batasan masalah dalam pembuatan konsep perancangan dan mempermudah tahapan penyelesaian yang harus dilakukan sehingga alat yang akan dirancang sesuai dengan tujuan. Penjabaran kebutuhan dapat dilihat pada Tabel 4.22 berikut ini. Tabel 4.22 Penjabaran Kebutuhan Perancangan No

Keinginan Pekerja Pekerja menginginkan alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk dengan posisi yang nyaman dan meminimalkan kelelahan atau penggunaan tenaga yang berlebihan saat mengangkut pupuk.

Penjabaran Kebutuhan Alat bantu yang memungkinkan proses pengangkutan pupuk tanpa membungkuk dan tangan tertarik ke belakang.

Adanya landasan untuk menopang pupuk.

2

Pekerja menginginkan alat bantu yang memudahkan menempatkan pupuk untuk diangkut.

3

Kemudahan dalam mengoperasikan alat bantu.

1

Alat bantu dibuat dengan mekanisme sederhana namun dapat memperingan dalam mengangkut pupuk. Ketinggian landasan sesuai dengan ketinggian bak truk. Alat bantu dapat dioperasikan hanya dengan satu orang pekerja tanpa mengurangi aktivitas pengangkutan pupuk. Mobilitas alat cukup baik. Alat stabil saat dijalankan.

2. Pembangkitan Gagasan Perancangan Gagasan atau ide yang dikembangkan berorientasi pada pemenuhan commit to user kebutuhan perancangan yang telah dibuat sebelumnya pada Tabel 4.22. IV-20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Permasalahan utama yang terjadi pada aktivitas bongkar pupuk adalah postur kerja pekerja pada saat mengangkut pupuk yang mengharuskan pekerja memanggul pupuk dengan posisi punggung membungkuk, leher fleksi dengan tangan tertarik ke belakang untuk menahan pupuk sehingga menyebabkan pekerja harus bekerja dengan sikap paksa dan menggunakan tenaga yang berlebihan untuk mengangkut pupuk. Sikap paksa tersebut apabila dilakukan dalam waktu yang lama dan berulang-ulang sangatlah mungkin untuk menimbulkan rasa sakit, nyeri, dan pegal pada beberapa bagian tubuh, terutama punggung, bahu, leher, dan pergelangan tangan. Berdasarkan penjabaran kebutuhan, dapat diketahui adanya peluang untuk mengantisipasi timbulnya keluhan pada bagian tubuh dan untuk meminimalkan timbulnya sikap paksa dengan merancang sebuah alat bantu kerja bongkar pupuk berupa lift table yang berfungsi sebagai alat untuk mempermudah aktivitas pengangkutan pupuk. Pembangkitan ide perancangan ini diperjelas dengan mengadopsi dan memodifikasi beberapa tahapan metode perancangan rasional dari Nigel Cross yang terdiri dari penjelasan tujuan, penetapan fungsi, dan penentuan spesifikasi kinerja. Beberapa tahapan tersebut adalah : a. Penjelasan Tujuan Tahap ini bertujuan untuk menjelaskan tujuan dan sub tujuan dari perancangan, serta hubungan di antara keduanya. Penjabaran tujuan dan sub tujuan dari perancangan dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut ini.

Gambar 4.5 Penjelasan commit toTujuan user Perancangan IV-21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b. Penetapan Fungsi Tahap ini bertujuan menentukan fungsi-fungsi yang dibutuhkan dan batasan sistem dari perancangan yang akan dilakukan. Langkah pertama yang dilakukan adalah menunjukkan fungsi perancangan secara umum dalam perubahan masukan (input) menjadi keluaran (output) yang diinginkan, seperti pada Gambar 4.6 berikut ini.

Gambar 4.6 Fungsi Umum Perancangan Langkah selanjutnya adalah memecah fungsi umum menjadi sub fungsi dasar yang lebih spesifik. Sub fungsi dasar yang pertama dari perancangan alat bantu (fasilitas kerja) aktivitas bongkar pupuk yang berupa lift table adalah pengaturan pegangan. Ukuran pegangan disesuaikan dengan data anthropometri pekerja dan pegangan diberi busa atau karet, hal ini dimaksudkan memberi kenyamanan pekerja pada saat mendorong lift table. Penjabaran sub fungsi pengaturan pegangan lift table dijelaskan pada Gambar 4.7 berikut ini.

Gambar 4.7 Sub Fungsi Pengaturan Pegangan Lift Table Sub fungsi dasar kedua dari perancangan lift table adalah pengaturan ukuran landasan. Ukuran panjang dan lebar landasan disesuaikan dengan dimensi karung pupuk dan ketinggian landasan disesuaikan dengan ketinggian bak truk, commit to user hal ini dimaksudkan memberi kemudahan dalam memindahkan dan IV-22

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

memposisikan pupuk dari bak truk ke lift table. Penjabaran sub fungsi pengaturan landasan lift table dijelaskan pada Gambar 4.8 berikut ini.

Gambar 4.8 Sub Fungsi Pengaturan Ukuran Landasan Lift Table Sub fungsi dasar ketiga dari perancangan lift table adalah pengaturan kekuatan landasan penopang beban (pupuk). Landasan penopang pupuk dan rangka dibuat dari baja, hal ini dimaksudkan agar lift table mampu mengangkat pupuk atau beban sebesar 100 kilogram dengan ringan. Penjabaran sub fungsi pengaturan kekuatan landasan penopang beban dijelaskn pada Gambar 4.9 berikut ini.

Gambar 4.9 Sub Fungsi Kekuatan Landasan Penopang Beban Sub fungsi dasar keempat dari perancangan lift table adalah akses kemudahan penggunaan lift table. Sub fungsi dasar ini diakomodasi melalui pengaturan roda depan yang dinamis pada rancangan lift table. Pemilihan roda depan lift table secara dinamis dimaksudkan agar memberi akses kemudahan mobilitas penggunaan lift table oleh pekerja. Penjabaran sub fungsi akses kemudahan penggunaan lift table commit dapat dilihat Gambar 4.10 berikut ini. to user IV-23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.10 Sub Fungsi Akses Kemudahan Penggunaan Lift Table Sub fungsi dasar kelima dari perancangan lift table adalah pengaturan jumlah roda pada lift table. Untuk mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang maka lift table dilengkapi dengan dau buah roda depan dan dua buah roda belakang. Penjabaran sub fungsi pemberian roda pada lift table dapat dilihat Gambar 4.11 berikut ini.

Gambar 4.11 Sub Fungsi Jumlah Pemberian Roda pada Lift Table c. Spesifikasi Kinerja Tahap ini bertujuan untuk membuat spesifikasi yang akurat dari kebutuhan perancangan. Tabel 4.23 menunjukkan spesifikasi kinerja dari perancangan yang dilakukan.

commit to user IV-24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.23 Spesifikasi Kinerja Perancangan Lift Table No

Kriteria

Spesifikasi

1

Sesuai ukuran anthropometri pekerja.

Lebar bahu Tinggi siku berdiri Lebar jari ke- 2,,3,4,5 Diameter lingkar genggam

2

Memberi kenyamanan saat mendorong lift table.

Bagian pegangan dilengkapi dengan karet.

3

Memposisikan pupuk untuk diangkut secara mudah.

Posisi ketinggian landasan pupuk dapat disesuaikan dengan tinggi bak truk.

4

Operasional akses mobilitas yang mudah.

Pemilihan roda secara dinamis pada bagian depan.

5

Kuat menopang pupuk atau beban 100 kg.

Penggunaan material yang kuat dalam perancangan.

7

Mempercepat mobilitas pengangkutan pupuk.

Pemberian roda depan dan belakang masing-masing dua buah pada lift table.

4.4.2 Penentuan dan Pengumpulan Data Dimensi Anthropometri Berdasarkan penyusunan konsep perancangan yang telah diungkapkan, maka dapat ditentukan dimensi anthropometri yang akan digunakan sebagai acuan untuk menetapkan ukuran rancangan. Penentuan dimensi anthropometri

ini

dimaksudkan agar rancangan yang dihasilkan dapat digunakan dengan baik dan disesuaikan

atau

paling

tidak

mendekati

karakteristik

dan

kebutuhan

penggunanya. Berikut ini adalah dimensi anthropometri yang dibutuhkan dalam perancangan: 1. Lebar bahu (lb) 2. Tinggi siku berdiri (tsb) 3. Lebar jari ke- 2, 3,4,5 4. Diameter lingkar genggam (dlg) Penggunaan dimensi anthropometri tersebut dapat dijelaskan pada Tabel 4.24 dan Tabel 4.25 berikut ini. Tabel 4.24 Fungsi Dimensi Anthropometri No 1

Data Anthropometri Lebar bahu (lb)

Cara Pengukuran Subjek duduk tegak, ukur jarak horisontal antara kedua lengan atas.

commit to user IV-25

Fungsi Untuk menentukan lebar pegangan lift table.

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.25 Fungsi Dimensi Anthropometri (Lanjutan) No

Data Anthropometri

2

Tinggi siku berdiri (tsb)

3

Lebar jari ke- 2,3,4,5 (lj)

4

Diameter lingkar genggam (dlg)

Cara Pengukuran Ukur jarak vertikal antara siku dengan lantai pada posisi berdiri. Ukur jarak antara kelingking bagian terluar dengan jari telunjuk bagian terluar. Ukur garis tengah (diameter) lingkaran karena bertemunya ibu jari dengan ujung telunjuk dan dirasakan paling nyaman.

Fungsi Untuk menentukan ukuran tinggi pegangan lift table. Untuk menentukan panjang pegangan lift table. Untuk menentukan diameter pegangan lift table yang digunakan.

Untuk memperoleh data dari dimensi anthropometri tersebut, maka dilakukan pengambilan data melalui pengukuran dimensi anthropometri seluruh pekerja UD. Karya Tani yang berjumlah tiga orang pekerja. Rekapitulasi keseluruhan data anthropometri pekerja dapat ditunjukkan Tabel 4.26 berikut ini. Tabel 2.26 Rekapitulasi Data Anthropometri Pekerja No

Data yang Diukur

Simbol

1 2 3 4

Lebar bahu Tinggi siku berdiri Lebar jari ke- 2,,3,4,5 Diameter lingkar genggam

lb tsb lj dlg

Data Pekerja 1 2 3 43.5 42.5 44.0 97.5 99.0 102.0 7.5 8.8 7.5 4.0 4.3 4.0

4.4.3 Perhitungan Persentil Perhitungan persentil dilakukan untuk mendapatkan batas ukuran yang diperlukan. Persentil yang digunakan pada perancangan alat bantu ini adalah persentil 5, 50, dan 95. Persentil ini dapat dihitung berdasarkan rumus seperti pada Tabel 2.3. Contoh perhitungan persentil untuk lebar bahu sebagai berikut : P5 = 43.333 – (1.645 x 0.764) = 42.081 P50 = 43.333 P95 = 43.333 + (1.645 x 0.764) = 44.586 Tabel 4.27 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Persentil Data Anthropometri No

Data yang Diukur

1 2 3 4

Lebar bahu Tinggi siku berdiri Lebar jari ke- 2,3,4,5 Diameter lingkar genggam

Simbol

RataRata

Lb 43.333 Tsb 99.500 Lj 7.933 commit to user Dlg 4.100

IV-26

SD

P5

P 50

P 95

0.764 42.081 43.333 44.586 2.291 95.742 99.500 103.258 0.751 6.702 7.933 9.164 0.173 3.816 4.100 4.384

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4.4.4 Penentuan Spesifikasi Perancangan Pada tahap perancangan akan dilakukan penentuan spesifikasi rancangan yang terdiri dari tiga kegiatan utama, yaitu : 1. Perhitungan Dimensi Perhitungan dimensi dilakukan untuk menentukan ukuran rancangan yang akan dibuat. Perhitungan dimensi ini mengacu pada hasil perhitungan persentil yang telah dilakukan sebelumnya. Perhitungan dimensi yang dilakukan meliputi : a. Perhitungan Lebar Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan lebar pegangan lift table adalah lebar bahu (lb) dengan persentil ke-95 serta diberi tambahan allowence masing-masing sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, hal ini dimaksudkan agar pekerja lebih leluasa dalam mengoperasikan lift table. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja dengan lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan lift table dengan leluasa dan nyaman. Di samping itu, untuk pekerja yang nilai persentil lebar bahunya kurang dari persentil ke-95 (mengalami kelebihan lebar pegangan) tidak akan terganggu kenyamanannya. Perhitungan lebar pegangan lift table sebagai berikut: Lebar pegangan lift table = lb (P95) + allowence 10 cm = 44.586 cm + 10 cm = 54.586 cm dengan; lb

= lebar bahu

P95 = persentil 95 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh lebar pegangan lift table hasil rancangan sebesar 55 cm. b. Perhitungan Dimensi Diameter Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan diameter pegangan lift table adalah diameter lingkar genggam (dlg) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan commit to user dengan mudah. IV-27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Perhitungan diameter pegangan lift table, sebagai berikut: Diameter pegangan

= dlg (P5) = 3.816 cm

dengan; dlg = diameter lingkar genggam P5 = persentil 5 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh diameter pegangan hasil rancangan sebesar 3.816 cm ≈ 4 cm. c. Perhitungan Ketinggian Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan ukuran tinggi pegangan lift table dari permukaan lantai adalah tinggi siku berdiri (tsb) dengan persentil ke-5. Penggunaan persentil 5 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih pendek dapat menggunakan lift table dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan lift table dengan mudah. Perhitungan ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai, sebagai berikut: Ketinggian pegangan

= tsb (P5) = 95.742 cm

dengan; tsb = tinggi siku berdiri P5 = persentil 5 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai hasil rancangan sebesar 95.742 cm ≈ 96 cm. d. Perhitungan Panjang Genggaman Pegangan Lift Table Data anthropometri yang dibutuhkan untuk menentukan panjang genggaman pegangan lift table adalah lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) dengan persentil ke -95. Penggunaan persentil 95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar dapat menggenggam pegangan lift table nyaman. Di samping itu, untuk pekerja yang lebar jari ke-2,3,4,5 (lj) kurang lebar (mengalami

kelebihan

panjang genggaman) commit to user IV-28

tidak

akan

terganggu

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kenyamanannya. Perhitungan panjang genggaman pegangan lift table, sebagai berikut: Panjang genggaman pegangan

= lj (P95) = 9.164 cm

dengan; lj

= lebar jari ke-2,3,4,5

P95 = persentil 95 Setelah pembulatan hasil perhitungan di atas, diperoleh panjang genggaman pegangan lift table hasil rancangan sebesar 9.164 cm ≈ 9 cm. e. Perhitungan Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table terhadap rangka adalah 150. Nilai ini didasarkan pada tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan (Freivalds, 2009). f. Menentukan Panjang Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi panjang karung pupuk merk pusri dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm disisi kanan dan kiri, sedangkan dimensi ukuran panjang karung pupuk adalah 95 cm. Perhitungan lebar papan landasan

= 95 cm + allowence 10 cm = 95 cm + 10 cm = 105 cm

g. Menentukan Lebar Papan Landasan Data yang digunakan adalah ukuran dimensi lebar karung pupuk merk pusri dan kujang dengan allowence sebesar 5 cm di sisi kanan dan kiri, sedangkan dimensi ukuran lebar karung pupuk adalah 58 cm. Perhitungan lebar papan landasan

= 58 cm + allowence 10 cm = 58 cm + 10 cm = 68 cm

h. Menentukan Ketinggian Maksimum Papan Landasan Data yang digunakan adalah disesuaikan dengan dimensi ketinggian bak truk commit to user yang menjadi armada utama proses distribusi pupuk di UD. Karya Tani, IV-29

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sedangkan dimensi ukuran tinggi bak truk adalah 103 cm. Akan tetapi, dimungkinkan penyesuain tinggi papan landasan dengan cara menurunkan posisi papan landasan maksimal sebesar 15 cm. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi pengangkutan lebih dari satu karung dalam satu kali angkut sehingga pekerja lebih mudah memposisikan atau menggeser pupuk dari bak truk ke lift table. Rekapitulasi hasil perhitungan dimensi lift table yang akan dirancang secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.28 berikut ini. Tabel 4.28 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Dimensi Lift Table No 1 2 3 4 5 6 7 8

Bagian Ukuran (cm) Lebar pegangan lift table 55 Dimensi diameter lift table 4 Ketinggian pegangan lift table 96 Panjang genggaman lift table 9 Sudut kemiringan pegangan lift table 150 Panjang papan landasan 105 Lebar papan landasan 68 Ketinggian maksimum papan landasan 103

2. Penentuan Komponen Penentuan komponen penyusun pada usulan perancangan lift table bertujuan untuk menetapkan komponen yang akan digunakan sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan. Penentuan komponen penyusun lift table dilakukan berdasarkan informasi dari pustaka dan teknisi. Komponen lift table tersebut, meliputi: a. Rangka Rangka dibedakan menjadi tiga bagian, yaitu: rangka bawah, rangka samping, dan rangka atas. Rangka bawah dan rangka atas terbuat dari bahan pipa besi stall yang berukuran 6 cm x 3 cm, sedangkan rangka samping terbuat dari besi pipa diameter 3.4 cm dan ketebalan 2 mm yang dilengkapi empat buah pengunci dari strip plat dengan lebar 3 cm dan tebal 1.6 mm untuk menjaga kestabilan posisi rangka. Ketiga rangka dibuat dari bahan besi ST 37. Pemilihan material besi ST 37 untuk rangka didasarkan pada tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN 17100 (L2.1) dan informasi dari pihak teknisi yang menyatakan bahwa besi ST 37 memiliki karakteristik yang stabil commit to user IV-30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

atau rigid, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, mudah dibentuk (dapat disekrup, dibaut, dan dilas). b. Plat Plat digunakan untuk permukaan papan landasan lift table. Ukuran dari plat ini adalah 105 cm x 68 cm (sesuai perhitungan data anthropometri) dengan ketebalan 1.6 mm. Bahan yang digunakan minimal ST 37. Pemilihan bahan ini berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN 17100 (L2.1) dan wawancara dari pihak teknisi. Bahan ini mampu menopang beban maksimal yang ditanggung oleh permukaan papan landasan dan mudah didapat di pasaran. c. Pipa Pegangan Lift Table Pegangan berfungsi untuk mengemudikan lift table pada saat aktivitas pengangkutan pupuk. Pada bagian pegangan menggunakan bahan besi pipa ST 37 ketebalan 2 mm dan diameter 3.4 cm. Pemilihan pipa besi ST 37 ini berdasarkan tabel karakteristik baja konstruksi umum menurut DIN 17100 (L2.1) yang menyatakan bahwa pipa besi ST 37 memiliki karakteristik yang stabil atau rigid, ringan, biasa dipakai sebagai konstruksi mesin, dan mudah dibentuk (dapat disekrup, dibaut, dan dilas). Selain itu, dilakukan wawancara dengan pihak teknisi untuk menentukan dimensi pipa besi yang paling tepat agar pipa pegangan mampu digunakan untuk mendorong seluruh beban rangka. d. Poros (shaft) Diameter poros yang digunakan sebesar 10 mm. Poros digunakan untuk transmisi daya antar komponen mekanis pada rel. Bahan poros menggunakan ST 60 yang mempunyai kemampuan menopang pembebanan yang tinggi (DIN 17100). e. Jenis Roda dan Penggunaan Pengunci Pemberian roda bertujuan untuk memudahkan pergerakan dan perpindahan dari alat bantu kerja yang berupa lift table dan dapat digunakan untuk mengimbangi gaya gesek kondisi permukaan jalan. Roda yang digunakan pada perancangan ini adalah empat buah medium industrial castors jenis black rubber wheel dengan diameter 6 inch atau commit kurang to lebih usersebesar 15.5 cm. Pemilihan jenis IV-31

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

roda ini berdasarkan data spesesifikasi castors and wheels yang menyebutkan bahwa medium industrial castors jenis black rubber wheel dengan diameter 6 inch mampu menahan beban hingga 135 kilogram (Rose Handling Ltd, 2011). Spesifikasi desain gerakan roda adalah dua roda depan mempunyai arah gerak ke segala arah, sedangkan dua roda belakang hanya mempunyai dua arah gerak maju dan mundur. Hal ini bertujuan agar posisi lift table ketika didorong stabil ke depan dan untuk membelokkan lift table digunakan 2 roda yang di depan. Sedangkan untuk menjaga kestabilan lift table saat pekerja saat menurunkan pupuk dari truk ke lift table dan menempatkan pupuk di gudang penyimpanan, roda belakang dilengkapi dengan pengunci yang berfungsi untuk mengunci roda agar roda tidak bergerak. 3. Pembuatan Rancangan Rancangan lift table dibuat berdasarkan dimensi yang telah ditentukan dan penentuan komponen yang telah dilakukan. Pembuatan gambar rancangan desain lift table dilakukan dengan menggunakan software SolidWorks Premium 2009. Gambar rancangan lift table ditunjukkan Gambar 4.12 sampai dengan Gambar 4.16. Gambar 3D rancangan ditampilkan dalam 2 posisi, yaitu gambar posisi normal dan gambar ketika posisi lift table diturunkan (adjustment ketinggian), sedangkan gambar 2D ditampilkan dalam 3 proyeksi pandangan, yaitu: gambar tampak atas, depan, dan tampak samping. Plat landasan Rangka Atas Rangka Samping

Pegangan

Pengunci

Roda Rem Rangka Bawah

Poros

Rel

Gambar 4.12 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table Posisi Normal commit to user IV-32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.13 Gambar 3D Hasil Rancangan Lift Table dengan Adjusment Ketinggian

Gambar 4.14 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Atas

(a)

(b)

Gambar 4.15 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Samping (a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment commit to user IV-33

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

(a)

(b)

Gambar 4.16 Gambar 2D Hasil Rancangan Tampak Depan (a) posisi normal (b) posisi dengan adjustment 4.4.5 Perhitungan Mekanika Teknik Perhitungan mekanika teknik diperlukan untuk mengetahui kelayakan rancangan lift table apabila dibuat. Perhitungan teknik meliputi perhitungan gaya, perhitungan momen pada komponen kritis, dan perhitungan kekuatan komponen, yaitu komponen rangka atas, rangka tengah, dan rangka bawah. 1.

Perhitungan Kekuatan Rangka Atas Perhitungan teknik rangka atas ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan

material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada perhitungan teknik hanya rangka atas utama, bagian lain pada rangka atas tidak masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka atas dari lift table ditunjukkan Gambar 4.17 sampai dengan Gambar 4.19 berikut ini.

Gambar 4.17 Gambar 3D Rangka Atas commit to user IV-34

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.18 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Samping

Gambar 4.19 Gambar 2D Rangka Atas Tampak Atas a.

Perhitungan Teknik

Beban yang harus ditahan rangka atas adalah: Massa plat

= 0.8 kg ≈ 1 kg

Massa pupuk = 100 kg Massa total

= 101 kg

Beban ditahan oleh dua rangka (mangggunakan H bar). Kedua beban tersebut merupakan beban yang terpusat. Beban tekan total dimisalkan Ftotal dengan perhitungan sebagai berikut: Ftotal

= mtotal ´ g = 101 kg ´ 9,8 m/s2 = 980,8 N

Karena beban ditopang oleh dua rangka maka: Ftotal 2 980.8 = 2 = 490.4 N

Fk =

commit to user IV-35

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.20 Diagram Benda Bebas Rangka Atas Dari gambar diketahui bahwa:

åF

x

=0

Px = 0

åF

y

= 0,

∑ MQ = 0 Fk ´ 37.5 - RP ´ 84 = 0 490.4 N ´ 37.5cm 84cm 18390 Ncm = 84cm = 218.93 N

RP =

Syarat setimbang à

RP + RQ = Fk

R Q = Fk - R P = 490 .4 - 218 .93 = 271 .47 N

MP

= Fk ´ 46.5 – RQ ´ 84 = 0 = 490.4 ´ 46.5 – 271.47 ´ 84 = 0.12 Nmm ≈ 0

MFk

= RQ ´ 37.5 = 271.47 ´ 37.5 =10180.125 Nmm

MQ

= Fk ´ 37.5 - RP ´ 84 commit to user = 490.4 ´ 37.5- 218.93 ´ 84 IV-36

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

=-0.12Nmm ≈ 0 Nmm b.

Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Atas Rangka atas terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3

cm x 2 mm, dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400 kg/cm2 (Lampiran 2.2). Tegangan lentur baja ST 37 adalah σ ijin

= 1400 kg/cm2 x 9,8 m/ s2 = 137.20 N/mm2

Gambar 4.21 Penampang Melintang Profil Rangka Atas Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : BH 3 - bh 3 12 30.60 3 - 26.56 3 = 12 =159498.67 mm 4

I=

Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik Fk) sebesar 10180.125 Nmm, maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut: M max ´c I 10180.125 Nmm = ´ 30mm 159498.67 mm 4 = 1.92 N / mm 2

s beban =

Karena σbeban < σijin maka desaian rangka atas aman dan kuat. commit to user IV-37

perpustakaan.uns.ac.id

2.

digilib.uns.ac.id

Rangka Tengah Perhitungan teknik kekutan rangka tengah ini dibagi menjadi dua bagian,

yaitu kekuatan batang penopang sisi kanan dan sisi kiri lift table. a.

Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kiri

Gambar 4.22 Gambar 3D Batang Penopang Sisi Kiri

Gambar 4.23 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kiri commit to user IV-38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.24 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kiri 350

a

Gambar 4.25 Diagram Benda commit Bebas to user Rangka Tengah Sisi Kiri 900 IV-39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Diketahui: RP = 218.93 N = 450 Jawab: RPy = RP ´ cos 45 = 218.93 ´ cos 45 = 154.81 N ∑MS = 0 RPy ´ 840 – RCy ´ 15

=0

154.81 ´ 840 – 15 RCy = 0 130040.4 15 = 8669.36 N

RCy =

RC =

RCy

cos 45 8669.36 N = cos 45 = 16502.95 N

Syarat setimbang à RPy +RSy = RCy RSy = RCy – RPy = 8669.36 - 154.81 = 8514.55N

RS =

RSy

cos 45 8514.55 N = cos 45 = 16208.25N

MP = -RCy ´ 825+ RSy ´ 840 = -8669.36 N´ 825 mm+ 8514.55 N´ 840 mm = 0 Nmm commit to user IV-40

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

MC =-RSy ´ 15 =- 8514.55 N ´ 15 mm =-127718.3 Nmm MS = RPy ´ 840 – RCy ´ 15 = 154.81 N ´ 840 mm – 8669.36 N ´ 15 mm = 0 Nmm

Gambar 4.26 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kiri 900

Gambar 4.27 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kiri 900 b.

Perhitungan Teknik Batang Penopang Sisi Kanan

commit to user Gambar 4.28 Gambar 2D Batang Penopang Sisi Kanan IV-41

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.29 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 350

a

Gambar 4.30 Diagram Benda Bebas Rangka Tengah Sisi Kanan 900 Diketahui: RQ = 271.47N = 450

commit to user IV-42

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Jawab: RQy = RQ ´ cos 45 = 271.47N ´ cos 45 = 191.96 N ∑MT = 0 RQy ´ 840 – RDy ´ 15

=0

191.96 ´ 840 – 15 ´ RDy = 0 161246.4 15 = 10749.76 N

R Dy =

RD =

RDy

cos 45 10749.76 N = cos 45 = 20463.18 N

Syarat setimbang à RQy +RTy = RDy RTy = RDy – RQy = 10749.76 - 191.96 N = 10557.8 N

RT =

RTy

cos 45 10557.8 N = cos 45 = 20097.77 N

MQ = - RDy ´ 825 + RTy ´ 840 = -10749.76 N´ 825 mm + 10557.8 N´ 840 mm = 0 Nmm MD = - RTy ´ 15 =- 10557.8 N ´ 15 mm = -158367 Nmm MT = RQy ´ 840 – RDy ´ 15

commit to user IV-43

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

= 191.96 N ´ 840 mm – 10749.76 N ´ 15 mm = 0 Nmm

Gambar 4.31 Diagram Gaya Geser Rangka Tengah Sisi Kanan 900

Gambar 4.32 Diagram Momen Lentur Rangka Tengah Sisi Kanan 900 c.

Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Tengah Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan jenis material yang

dipilih adalah baja rol panas dengan kadar karbon 0.2 % yang memiliki tegangan ijin (σijin) sebesar 165 Mpa (Popov, 1996). Penampang pipa rangka tengah lift table ditunjukkan Gambar 4.33 berikut ini.

Gambar 4.33 Penampang Pipa Rangka Tengah Lift Table Dari Gambar 4.33 dapat diketahui bahwa: Berdasarkan tabel 2.15, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : d0 = 34 mm di = 30 mm ketebalan pipa 2 mm

commit to user IV-44

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

P ´ ( d 04 - d14 ) 64 P = ´ (34 4 - 30 4 ) 64 = 25823 .36 mm 4

I=

= 2.58 ´ 10 -8 m 4 Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik D) sebesar

158367 Nmm atau 158.367 Nm, maka tegangan lentur pada pipa rangka tengah dapat dihitung sebagai berikut:

M max ´c I 158.367 Nm = ´ 17 ´ 10-3 m -8 4 2.58 ´ 10 m = 1.04 ´ 108 N / m 2 = 104Mpa

s beban =

Karena σbeban < σijin maka desaian rangka tengah aman dan kuat. Dari hasil perhitungan maka penggunaan pipa baja karbon tersebut aman untuk digunakan karena besarnya tegangan ijin pada pipa baja karbon yang digunakan tidak melebihi atau lebih kecil daripada tegangan ijin baja rol panas dengan kadar karbon 0,2% (104 Mpa < 165 Mpa ). 3.

Rangka Bawah Perhitungan teknik rangka bawah ini dilakukan untuk mengetahui kekuatan

material yang digunakan dan keamanan desain. Bagian yang akan dilibatkan pada perhitungan teknik hanya rangka bawah utama, bagian lain pada rangka bawah tidak masuk dalam perhitungan teknik. Gambar bagian rangka bawah dari lift table ditunjukkan Gambar 4.34 dan Gambar 4.35 berikut ini.

commit to user Gambar 4.34 Gambar 3D Rangka Bawah IV-45

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 4.35 Gambar 2D Rangka Bawah Tampak Atas a.

Perhitungan Teknik

Gambar 4.36 Digram Benda Bebas Rangka Bawah Diketahui: RS = 16208.25 N RT = 20097.77 N Fpegangan = berat pegangan ´ gravitasi = 2.4 kg ´ 9.8 m/s2 = 23,52 N Karena beban ditopang oleh dua rangka maka:

FP =

F pegangan

2 23.52 = 2 = 11.76 N

Jawab: ∑MG = 0 -RS ´ 40 – RT ´ 794 – FP´ 1400 + RH ´1340 = 0

16208.25 ´ 40 + 20097.77 ´ 794 + 11.76 ´ 1400 1340 commit to user = 12404.79 N IV-46

RH =

perpustakaan.uns.ac.id

Syarat setimbang à

RG

digilib.uns.ac.id

RG + RH = RS + RT + FP

= (RS + RT + FP) – RH = (16208.25 + 20097.77 + 11.76) N – 12404.79 N = 23912.99 N = -RS ´40 – RT ´ 794+ RH ´ 1340-FP ´ 1400

MG

= - 16208.25 ´ 40 - 20097.77 ´ 794 + 12404.79 ´ 1340- 11.76 ´ 1400 = -0.47 Nmm ≈ 0 Nmm = RG ´ 40 mm

MRS

= 23912.99 N ´ 40 mm = 956519.5 Nmm = RH ´ 546 mm

MRT

= 12404.79 N ´ 546 mm = 6773017 Nmm = RH ´ 60

MFP

= 12404.79 ´ 60 mm = 744287.6 Nmm = - RG ´ 1340 + RS ´ 1380 + RT ´ 546 + FP ´ 60

MH

= -23912.99 N ´ 1340 mm + 16208.25 N ´ 1380 + 20097.77 N ´ 546 + 11.76´ 60 = 1298071.2 Nmm b.

Perhitungan Kekuatan Profil Rangka Bawah Material yang digunakan untuk rangka bawah sama dengan rangka atas,

yaitu terbuat dari pipa besi stall ST 37 dengan dimensi 6 cm x 3 cm x 2 mm, dengan batas tegangan baja yang diperkenankan adalah T = 1400 kg/cm2 (Lampiran 2.2). Tegangan lentur baja ST 37 adalah σ ijin

= 1400 kg/cm2 x 9,8 m/ s2 = 137.20 N/mm2

commit to user IV-47

H

digilib.uns.ac.id

h

perpustakaan.uns.ac.id

b B

Gambar 4.37 Penampang Melintang Profil Rangka Bawah Berdasarkan tabel 2.16, besarnya momen lembam penampang (I), dapat dihitung sebagai berikut : BH 3 - bh 3 12 30.60 3 - 26.56 3 = 12 =159498.67 mm 4

I=

Momen maksimal (Mmax) pada rangka tengah (pada titik T) sebesar 6773017 Nmm maka tegangan lentur di batang dapat dihitung sebagai berikut:

M max ´c I 6773017 Nmm = ´ 30mm 159498.67mm 4 = 127.3 N / mm 2

s beban =

Karena σbeban < σijin maka material dan desaian rangkabawah aman dan kuat. 4.5. Validasi Rancangan Alat Bantu Bongkar Pupuk Untuk memvalidasi rancangan alat bantu bongkar pupuk yang berupa lift table ini digunakan dua cara, yaitu: penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan perhitungan konsumsi energi. 4.5.1

Penilaian Level Resiko Metode RULA Setelah Perancangan Penilaian level resiko aktivitas bongkar pupuk setelah menggunakan lift

table hasil rancangan dilakukan melalui perhitungan skor akhir metode RULA. Hal ini bertujuan untuk mengetahui apakah aktivitas bongkar pupuk menggunakan alat bantu hasil rancangan lebih baik dari metode bongkar pupuk kondisi awal. commit to user Hasil skor akhir RULA setelah menggunakan alat hasil rancangan diharapkan IV-48

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

lebih kecil dari hasil skor akhir RULA kondisi awal sehingga dapat mengurangi resiko postur kerja pekerja bongkar pupuk. Perhitungan postur kerja tiap fase gerakan bongkar pupuk setelah menggunakan alat hasil rancangan metode RULA ditunjukkan Tabel 4.29 berikut ini. Tabel 4.29 Level Resiko Tiap Fase Gerakan Bongkar Pupuk Setelah Perancangan Fase Gerakan 1 Gerakan 2 Gerakan 3 Gerakan 4

Skor Akhir 3 3 3 4

Level Resiko Kecil Kecil Kecil Kecil

Kategori Tindakan Diperlukan beberapa waktu ke depan Diperlukan beberapa waktu ke depan Diperlukan beberapa waktu ke depan Diperlukan beberapa waktu ke depan

Dari keempat fase gerakan bongkar pupuk setelah menggunakan alat hasil rancangan, semuanya memiliki level resiko postur kerja yang kecil sehingga aktivitas bongkar pupuk menggunakan alat hasil rancangan aman dilakukan. Perhitungan level resiko postur kerja setelah perancangan selengkapnya ada di lampiran Setelah didapatkan gambar fase gerakan peletakkan pupuk ke lift table posisi normal (tanpa adjusment ketinggian papan landasan), kemudian dilakukan perhitungan sudut-sudut anggota tubuh tertentu sebagai dasar perhitungan RULA. Setelah itu, dilakukan pemberian skor masing-masing segmen tubuh. Hasil kode RULA dari fase gerakan Gambar 4.38 adalah sebagai berikut: a. Postur kerja grup A - Postur kerja bagian upper arm Upper arm membentuk sudut 450 - 900 dengan skor = 3 - Postur kerja bagian lower arm Lower arm membentuk sudut 600 - 1000 dengan skor = 1 - Postur kerja bagian wrist Wrist pada posisi netral dengan skor = 1 - Postur kerja bagian wrist twist Wrist twist berada di garis tengah dengan skor =1 commit userTabel 4.30 berikut ini. Penilaian postur kerja grup A dapat dilihattopada IV-49

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tabel 4.30 Skor Grup A untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Wrist Upper Arm

1

2

3

4

5

6

Lower Arm 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

1 Wrist Twist 1 2 1 2 2 2 2 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 8 8 9 9

2 Wrist Twist 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 5 5 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 9

commit to user IV-50

3 Wrist Twist 1 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 5 4 5 4 5 5 5 6 5 6 7 7 7 7 8 8 9 9 9

4 Wrist Twist 1 2 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 6 6 6 7 7 7 7 8 8 9 9 9 9 9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Skor postur kerja grup A berdasarkan Tabel 4.30 adalah 3 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 - Skor beban Pekerja menarik pupuk dari bak truk ke lift table yang beratnya > 10 kg, bukan termasuk kategori mengangkat beban sehingga memiliki skor beban 0. - Total skor grup A adalah 3+ 1+0 = 4 b. Postur kerja grup B - Postur kerja bagian neck Neck membentuk sudut 00 - 100 dengan skor = 1 - Postur kerja bagian trunk Trunk posisi normal dengan skor = 1 - Postur kerja bagian legs Legs berada pada posisi normal atau seimbang dengan skor = 1 Penilaian postur kerja grup B dapat dilihat pada Tabel 4.31 berikut ini. Tabel 4.31 Skor Grup B untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Trunk 1 Legs

Neck 1 2 3 4 5 6

1 1 2 3 5 7 8

2 Legs 2 3 3 3 5 7 8

1 2 2 3 5 7 8

3 Legs 2 3 3 4 6 7 8

1 3 4 4 6 7 8

4 Legs 2 4 5 5 7 8 8

1 5 5 5 7 8 8

5 Legs 2 5 5 6 7 8 9

1 6 6 6 7 8 9

Skor postur kerja pada grup B berdasarkan Tabel 4.31 adalah = 1 - Skor aktivitas Aktivitas dilakukan berulang-ulang dengan skor = 1 commit to user IV-51

6 Legs 2 6 7 7 7 8 9

1 7 7 7 8 8 9

2 7 7 7 8 8 9

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

- Skor beban Pekerja menarik pupuk dari bak truk ke lift table yang beratnya > 10 kg bukan termasuk kategori mengangkat beban sehingga memiliki skor beban 0. - Total skor grup B adalah 1+1+0 = 2 Skor akhir dapat dilihat pada Tabel 4.32 berikut ini. Tabel 4.32 Skor Grup C untuk Fase Gerakan 1 Setelah Perancangan Tabel C

Skor Grup A

1 2 3 4 5 6 7 8+

1 1 2 3 3 4 4 5 5

2 2 2 3 3 4 4 5 5

Skor grup B 3 4 5 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 5 4 5 6 5 6 6 6 6 7 6 7 7

6 5 5 5 6 7 7 7 7

7+ 5 5 6 6 7 7 7 7

Hasil perhitungan skor RULA di atas menunjukkan bahwa skor akhir yang didapat adalah 3, artinya postur kerja pekerja menggunakan lift table hasil rancangan tergolong kecil dengan kategori tindakan diperlukan beberapa waktu ke depan untuk memperbaiki postur kerja. Skor ini lebih kecil dari skor perhitungan RULA metode bongkar pupuk kondisi awal, yaitu sebesar 7. 4.5.2

Perhitungan Konsumsi Energi Setelah Perancangan Denyut jantung per menit ditentukan dengan pengukuran kecepatan denyut

jantung pekerja per 10 denyut, selanjutnya dilakukan konversi capaian kecepatan denyut jantung sebanyak 10 denyut ke dalam banyaknya denyut jantung selama satu menit menggunakan persamaan 2.1. Hasil pengukuran denyut jantung per 10 denyut ditunjukkan dalam Tabel 4.33. Tabel 4.33 Rekapitulasi Data Kecepatan Denyut Jantung Setelah Perancangan Pekerja 1 2 3

Kecepatan denyut jantung / 10 Denyut Jantung denyut DN0 (detik) DN1 (detik) DN0 (denyut) DN1 (denyut) 8.42 4.56 71 132 8.56 4.42 70 136 9.02 4.58 to user 67 131 commit

IV-52

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Berikut ini ditunjukkan contoh perhitungan denyut jantung sebelum aktivitas (DN0) dan pada saat pekerja berktivitas (DN1) menggunakan alat hasil rancangan. 1. Denyut jantung istirahat (DN0) Denyut jantung/menit

= (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60 = (10/8.42) ´ 60 = 71.26 ≈ 71 denyut/menit

2. Denyut jantung kerja (DN1) Denyut jantung/menit

= (10 denyut) / (kecepatan 10 denyut) ´ 60 = (10/4.56) ´ 60 = 131.58 ≈ 132 denyut/menit

Hasil perhitungan denyut jantung di atas selanjutnya digunakan untuk menentukan besarnya konsumsi energi. Konsumsi energi dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 dan persamaan 2.3. Hasil perhitungan konsumsi energi untuk keseluruhan pekerja ditunjukkan Tabel 4.34. Tabel 4.34 Konsumsi Energi Aktivitas Bongkar Pupuk Setelah Perancangan Pekerja 1 2 3

Denyut Jantung DN0 (denyut) DN1 (denyut) 71 132 70 136 67 131 Rata-rata

Energi Ej Et 2.57 6.96 2.52 7.39 2.37 6.90

Konsumsi Energi (Kkal/menit) 4.39 4.87 4.53 4.60

Berikut ditunjukkan contoh perhitungan konsumsi energi: Konsumsi energi pekerja ke 1 : 1. Perhitungan energi yang diperlukan saat istirahat (Ej) Ej

= 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 x 10-4) X2 = 1,8041- (0,0229038 x 71) + (4,71733 x 10-4x) (71)2 = 2.57

2. Perhitungan energi yang diperlukan pada saat bekerja (Et) Et

= 1,80411 – (0,0229038)X + (4,71733 ´ 10-4) X2 = 1,80411 – (0,0229038 ´ 132) + (4,71733´10-4 ´(132)2) commit to user = 6.96 IV-53

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

3. Perhitungan besarnya konsumsi energi (KE) KE

= Et - Ej = 6.96 - 2.57 = 4.39 Kkal/menit Berdasarkan perhitungan di atas, konsumsi energi (rata-rata) pekerja pada

saat melakukan aktivitas bongkar pupuk menggunakan lift table hasil rancangan sebesar 4.60 kkal/menit. Nilai konsumsi energi tersebut masuk dalam kriteria tingkat beban kerja sedang atau moderate work, yang berarti tingkat beban kerja setelah perancangan alat bantu ini lebih kecil dari kondisi awal.

commit to user IV-54

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL Pada bab ini membahas tentang analisis dan interpretasi hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan diolah pada bab sebelumnya. Analisis dan interpretasi hasil tersebut akan diuraikan dalam sub bab di bawah ini. 5.1

Analisis Kondisi Awal Aktivitas

bongkar

pupuk

kondisi

awal

dilakukan

pekerja

tanpa

menggunakan alat bantú atau fasilitas kerja, yaitu pekerja memanggul pupuk seberat 50 kilogram dengan jarak pengangkutan kurang lebih tujuh meter. Proses bongkar pupuk kondisi awal ini hanya memungkinkan pekerja mengangkut satu karung pupuk untuk satu kali angkut, sedangkan rata-rata beban angkat yang dikenakan pada satu orang pekerja adalah empat ton. Oleh karena itu, pekerja bongkar muat pupuk harus mengulangi aktivitas pengangkatan dan pengangkutan pupuk sebanyak 80 kali setiap hari. Kegiatan yang berulang dengan beban angkut yang berat berpotensi besar menyebabkan kelelahan dan keluhan musculoskeletal yang diidentifikasi dengan dua cara, yaitu penilaian level resiko postur kerja metode RULA dan perhitungan beban kerja fisik pekerja. Pertama, penilaian level resiko postur kerja metode RULA dilakukan dengan membagi aktivitas bongkar pupuk menjadi empat fase, yaitu fase pekerja pada saat menempatkan beban ke punggung, pekerja memindahkan tumpuan beban dari bak truk ke punggung, pekerja mengangkut beban berjalan menuju gudang, dan

pekerja meletakkan beban di gudang. Skor akhir RULA yang

dihasilkan dari keempat fase gerakan semuanya sebesar tujuh, yang artinya postur kerja memiliki level resiko tinggi dengan rekomendasi diperlukan tindakan perbaikan postur kerja sekarang juga. Postur kerja yang tidak aman ini disebabkan adanya postur kerja tidak alamiah pada bagian punggung, leher, lengan atas, lengan bawah, dan pergelangan tangan sehingga menyebabkan timbulnya keluhan musculoskeletal. Postur kerja batang tubuh yang membungkuk dan bengkok (miring) serta leher fleksi mengakibatkan beban tidak tersebar merata pada seluruh garis tulang punggung sehingga menyebabkan timbulnya cidera pada tulang belakang. Sedangkan postur tangantoyang commit user tertarik ke belakang dengan bahu V-1

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

naik dan pergelangan tangan fleksi dapat menyebabkan rasa nyeri pada bagian lengan atas, bahu, dan pergelangan tangan karena daerah tersebut menahan beban yang berat. Kedua, penilaian beban kerja fisik pekerja dilakukan melalui perhitungan konsumsi energi. Input perhitungan konsumsi energi adalah denyut jantung pekerja sebelum melakukan aktivitas, yaitu denyut jantung pekerja sepuluh menit sebelum pekerjaan dimulai dan denyut jantung pekerja pada saat bekerja, yaitu pada saat pekerja melakukan aktivitas bongkar pupuk dengan jeda waktu satu menit setelah pekerja melakukan sepuluh kali pengangkutan pupuk dari truk menuju gudang. Perhitungan denyut jantung untuk tahap awal perhitungan konsumsi energi dilakukan dengan cara mengkonversikan kecepatan denyut jantung untuk berdetak sebanyak sepuluh kali. Dari Tabel 4.19 menunjukkan hasil perhitungan kecepatan denyut jantung, yaitu DN0 atau denyut jantung sebelum melakukan aktivitas dan DN1 atau denyut jantung pada saat bekerja. DN0 terbesar dimiliki oleh pekerja nomor tiga dengan denyut nadi sebesar 67 denyut per menit, sedangkan DN1 terbesar dimiliki oleh pekerja nomor 2 dengan denyut nadi sebesar 145 denyut per menit. Berdasarkan data kecepatan denyut jantung pada saat bekerja tersebut, maka aktivitas tersebut dapat digolongkan ke dalam beban kerja yang berat karena denyut jantung tersebut berada dalam rentang 130 -150 denyut per menit (Bridger, 1995). Perhitungan konsumsi energi didapatkan dengan menghitung selisih energi yang digunakan pada saat beraktivitas (Et) dengan sebelum beraktivitas (Ej), sedangkan Et dan Ej dapat dihitung dengan menggunakan persamaan regresi. Konsumsi energi terbanyak dialami oleh pekerja nomor dua dengan jumlah energi yang dikeluarkan 6.09 kkal/menit. Berdasarkan hasil perhitungan konsumsi energi tersebut menunjukkan bahwa beban kerja yang diterima pekerja dalam kategori berat karena berada dalam rentang 5.0 - 7.5 kkal/menit (Bridger,1995). Padahal, E. Grandjean (1986) dalam Nurmianto (2005) menyatakan bahwa 5.2 kkal/menit merupakan nilai yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, jika melebihi batasan yang direkomendasikan maka biasanya akan timbul rasa lelah commit to user V-2

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

atau fatique. Oleh karena itu, diperlukan rancangan fasilitas kerja untuk membantu proses bongkar pupuk sehingga mengurangi kelelahan pekerja. 5.2

Analisis Rancangan Lift Table Analisis rancangan lift table ini terdiri dari analisis penentuan dimensi lift

table dan kekuatan mekanis lift table, yang akan dijelaskan pada sub bab berikut: 5.2.1 Analisis Penentuan Dimensi Rancangan Lift Table Pemilihan data anthropometri yang tepat sangat penting dalam perancangan sebuah produk. Pemilihan data anthropometri yang tidak tepat akan menghasilkan suatu rancangan produk yang tidak ergonomis. Pada sub bab ini akan dianalisis pemilihan data anthropometri dan jenis persentil yang digunakan dalam merancang lift table sebagai alat bantu aktivitas bongkar pupuk. 1.

Lebar Pegangan Lift Table Lebar pegangan lift table sebesar 55 centimeter. Penentuan dimensi lebar

pegangan ini disesuaikan dengan anthropometri lebar bahu pekerja persentil ke95. Pertimbangan penggunan persentil ke-95 adalah agar pekerja yang memiliki lebar bahu yang lebih besar dapat memegang pegangan lift table dengan leluasa serta nyaman dan pekerja lebar bahu lebih kecil tidak akan terganggu kenyamanannya saat mengoperasikan lift table. Selain itu, penggunaan persentil ke-95 dalam menentukan lebar pegangan lift table ini bertujuan untuk menghindari lebar pegangan lift table terlalu sempit yang akan menyebabkan otot bahu tertarik ke atas sehingga tekanan otot bahu tinggi dan bahu cepat lelah. 2.

Diameter Pegangan Lift Table Diameter pegangan lift table ini sebesar 4 centimeter. Data anthropometri

yang digunakan adalah diameter lingkar genggam tangan dengan menggunakan persentil ke-5. Pertimbangan menggunakan persentil ke-5 adalah agar pekerja yang memiliki diameter genggam lebih kecil dapat memegang pegangan dengan nyaman dan pekerja yang memiliki diameter genggam lebih besar dapat memegang pegangan dengan mudah. 3.

Tinggi Pegangan Lift Table

Ukuran ketinggian pegangan lift table dari permukaan lantai adalah 96 commit to user centimeter. Data anthropometri yang digunakan sebagai acuan dalam merancang V-3

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

ketinggian pegangan lift table adalah tinggi siku berdiri persentil ke-5. Pertimbangan penggunaan persentil ke-5 adalah untuk mengakomodasi pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri yang lebih rendah agar dapat menggunakan lift table dengan nyaman dan pekerja yang memiliki tinggi siku berdiri lebih tinggi juga dapat menggunakan lift table dengan mudah. 4.

Panjang Genggaman Pegangan Lift Table Ukuran panjang pegangan lift table adalah 9 centimeter. Data

anthropometri yang digunakan sebagai acuan dalam merancang panjang genggaman pegangan lift table adalah lebar jari ke 2,3,4,5 persentil ke-95. Penggunaan persentil ke-95 dimaksudkan agar pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih besar tidak terlalu sempit saat memegang pegangan lift table dan pekerja yang memiliki lebar telapak tangan lebih kecil tidak akan terganggu kenyamanannya saat menggunakan pegangan lift table. 5.

Sudut Kemiringan Pegangan Lift Table Besarnya sudut kemiringan yang dibentuk oleh pegangan lift table

terhadap rangka bawah adalah 150. Data yang digunakan sebagai acuan dalam penentuan sudut ini adalah tabel control resistance criteria yang menyatakan bahwa kriteria kontrol kemiringan pegangan tuas pengungkit (lever handle) untuk jenis dua tangan adalah sebesar 100-190 dari titik acuan atau seat reference point (Freivalds, 2009) 5.2.2 Analisis Mekanika Teknik Analisis mekanika teknik terdiri dari: analisis kekuatan rangka atas, rangka tengah (batang penopang), dan rangka bawah, yang akan dijelaskan sebagai berikut: 1.

Rangka Atas Rangka atas lift table terbuat dari pipa besi stall berbahan ST 37 dengan

dimensi 6 cm ´ 3 cm ´2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka atas dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur terbesar pada rangka atas sebesar 1.92 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan commit to user pada profil pipa besi stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya V-4

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada profil (1.92 N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka atas aman untuk menahan beban yang dibebankan ke lift table. 2.

Rangka Tengah Rangka tengah lift table terbuat dari besi pipa dengan diameter 3.4 cm

dan ketebalan 2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka tengah dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi pipa. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur terbesar pada rangka tengah sebesar 104 Mpa dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil besi pipa yang digunakan sebesar 165 Mpa. Besarnya tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan ijin yang diijinkan pada profil (104 Mpa < 165 Mpa), maka rangka tengah aman untuk menahan beban yang dibebankan pada lift table. 3.

Rangka Bawah Rangka bawah lift table terbuat dari bahan yang sama dengan rangka

atas, yaitu pipa besi stall berbahan ST 37 dengan dimensi 6 cm ´ 3 cm ´ 2 mm. Untuk mengetahui apakah rangka tersebut aman dalam menahan beban, dilakukan perbandingan tegangan lentur yang diijinkan untuk rangka atas dan tegangan ijin yang diijinkan pada profil pipa besi stall ST 37. Berdasarkan perhitungan pada Bab 4, diperoleh hasil bahwa tegangan lentur maksimal yang terjadi pada rangka bawah sebesar 127.3 N/mm2 dan tegangan ijin yang diijinkan pada profi pipa besi stall ST 37 yang digunakan sebesar 137.20 N/mm2. Besarnya tegangan lentur pada rangka lebih kecil daripada tegangan yang diijinkan pada profil (127.3 N/mm2 < 137.20 N/mm2), maka rangka bawah aman. 5.3

Analisis Perbandingan Kondisi Awal dan Setelah Perancangan Kondisi awal aktivitas bongkar pupuk dari truk menuju gudang

penyimpanan masih dilakukan secara manual tanpa menggunakan fasilitas kerja, yaitu dengan cara memanggul pupuk. Hal tersebut mengakibatkan timbulnya dua keluhan utama yang dialami pekerja, yaitu keluhan musculoskeletal diakibatkan commit to user V-5

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

kesalahan postur kerja yang diidentifikasi dengan RULA dan kelelahan fisik yang diidentifikasi melalui perhitungan konsumsi energi. Pertama analisis postur kerja metode RULA, sebelum menggunakan lift table level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar pupuk adalah tinggi dengan skor masing–masing fase gerakan sebesar tujuh. Setelah menggunakan alat hasil rancangan, level resiko postur kerja keempat fase gerakan bongkar pupuk menunjukkan bahwa tingkat resiko postur kerja kecil dengan skor akhir sebesar tiga untuk fase gerakan ke-1 sampai dengan ke-3 dan empat untuk fase gerakan ke-4. Level resiko postur kerja setelah menggunakan lift table dapat berkurang karena penggunaan lift table untuk mengangkut pupuk mampu menghilangkan postur kerja yang tidak alamiah, seperti punggung membungkuk, tangan tertarik ke belakang, dan bahu naik. Kedua analisis kelelahan fisik pekerja, sebelum menggunakan lift table konsumsi energi ketiga pekerja bongkar pupuk rata rata sebesar 5.43 kkal/menit. Nilai konsumsi energi tersebut menunjukkan bahwa aktivitas bongkar pupuk kondisi awal merupakan kategori pekerjaan berat dan beresiko menimbulkan rasa lelah atau fatique karena melebihi batasan untuk suatu kondisi kerja berat, yaitu sebesar 5.2 kkal/menit (Nurmianto, 2005). Kenyataan di lapangan kelelahan pekerja terlihat dari nafas pekerja yang terengah–engah setelah melakukan pengangkutan pupuk. Setelah menggunakan alat hasil rancangan, rata–rata konsumsi energi pekerja kurang dari batasan yang direkomendasikan untuk suatu kondisi kerja berat, yaitu hanya sebesar 4.60 kkal/menit. Besarnya konsumsi energi ketika menggunakan lift table dapat berkurang karena lift table memungkinkan pekerja memindahkan pupuk dari truk menuju gudang tanpa aktivitas pengangkatan atau tubuh menopang beban secara langsung dan lift table dapat memuat dua karung pupuk dalam sekali angkut, sedangkan kondisi awal pekerja hanya dapat mengangkut satu karung pupuk dalam satu kali angkut dengan cara memanggul pupuk di punggung. Daya muat lift table yang lebih besar dan pengoperasiaan yang mudah mengakibatkan pengangkutan pupuk lebih mudah dan lebih cepat sehingga pengulangan pengangkutan pupuk menggunakan lift table pun lebih sedikit. Dengan frekuensi pengangkutan pupuk yang lebih commit to user V-6

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

sedikit dan minimalnya aktivitas pengangkatan dalam proses bongkar pupuk keluhan kelelahan pekerja dapat dikurangi. 5.4

Analisis Penggunaan Lift Table Hasil Rancangan di UD. Karya Tani Penggunaan ljft table hasil rancangan untuk aktivitas bongkar pupuk

ternyata mempunyai kekurangan dalam hal pengaturan posisi papan landasan dan peletakkan pupuk di gudang apabila kondisi ketinggian tumpukan pupuk melebihi ketinggian papan landasan lift table. Kekurangan tersebut antara lain : 1.

Lift table tidak mampu memberikan kemudahan bagi pekerja dalam meletakkan pupuk di gudang apabila tumpukan telah melebihi ketinggian papan landasan, yaitu pekerja tetap harus melakukan pengangkatan pupuk untuk menempatkan pupuk di gudang pada ketinggian tertentu.

2.

Pengaturan ketinggian papan landasan lift table masih dilakukan secara manual dengan melepas pengunci pada batang penopang lift table sehingga memakan waktu yang lebih lama. Akan tetapi, perubahan posisi papan landasan tidak memeberikan pengaruh yang signifikan karena adanya standarisasi ketinggian bak truk. .

commit to user V-7

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan berdasarkan analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya serta saran untuk penelitian selanjutnya. 6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini, sebagai berikut: 1. Penelitian ini menghasilkan lift table sebagai alat bantu aktivitas bongkar pupuk dengan dimensi lebar pegangan lift table sebesar 55 cm, diameter pegangan lift table sebesar 4 cm, ketinggian pegangan lift table sebesar 96 cm, panjang genggaman lift table sebesar 9 cm, sudut kemiringan pegangan lift table sebesar 150, panjang papan landasan sebesar 105 cm, dan lebar papan landasan sebesar 68 cm. 2. Lift table hasil rancangan mampu menurunkan level resiko postur kerja pada aktivitas bongkar pupuk. Hasil skor RULA sebelum perancangan keempat fase gerakan bongkar pupuk sebesar 7, yang berarti memiliki level resiko tinggi, sedangkan hasil skor RULA setelah perancangan adalah 3 untuk fase gerakan pertama sampai ketiga dan 4 untuk fase gerakan keempat, yang berarti memiliki level resiko kecil atau aman. 3. Lift table hasil rancangan ditinjau dari aspek fisiologi pekerja mampu menurunkan beban kerja fisik pekerja, yaitu terjadi penurunan rata-rata konsumsi energi pekerja dari sebesar 5.43 kkal/menit sebelum perancangan menjadi 4.60 kkal/menit setelah perancangan. 6.2 Saran Saran yang dapat diberikan untuk langkah pengembangan atau penelitian selanjutnya, sebagai berikut: 1.

Pada penelitian selanjutnya desain dan mekanisme kerja lift table dapat ditingkatkan fleksibilitasnya agar lift table dapat diatur ketinggiannya secara mudah dan rentang kenaikan serta penurunan posisi lift table dapat ditingkatkan sehingga lift table lebih mempermudah proses peletakkan pupuk commit to user di gudang. VI-1

perpustakaan.uns.ac.id

2.

digilib.uns.ac.id

Penelitian dapat dikembangkan dengan cara mendesain lift table untuk pengangkutan pupuk dengan menggunakan konstruksi yang lebih efisien dan ekonomis.

commit to user VI-2