Exported from http://fisip.ub.ac.id/berita/perdebatan-penelitian-etnografi-dalam-wacana-orientalisme-baru.html
export date : Thu, 9 Aug 2018 13:36:42
Perdebatan Penelitian Etnografi Dalam Wacana Orientalisme baru Berawal dari kegiatan Call for Paper yang diselenggarakan oleh Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (P2KK) LIPI pada bulan November 2013, dengan tema Refleksi Ilmu Sosial di Indonesia: Perkembangan dan Tantangan beberapa peneliti di bidang ilmu sosial diundang untuk menyampaikan ide/gagasan tentang Ilmu Sosial di Indonesia. Salah satu yang menjadi pembicara utama (keynote speaker) adalah Vedi Hadiz – ilmuwan sosial Indonesia yang bekerja sebagai Professor of Asian Studies di Asia Institute, University of Melbourne, Australia. Sebelumnya, Hadiz bekerja sebagai Professor of Asian Societies and Politics pada Asia Research Centre, Murdoch University, Australia. Selain Hadiz, ada sekitar 50 peserta yang diundang dari berbagai universitas di Indonesia untuk menyampaikan artikel hasil penelitian, salah satunya adalah Dosen Sosiologi FISIP Universitas Brawijaya – I Wayan Suyadnya. Wayan menyampaikan tulisan dengan judul Riset Etnografi dalam Wacana Orientalisme Baru: Metode Alternatif dalam Perkembangan Penelitian Ilmu Sosial, Bahasa, dan Budaya. Tulisan tersebut membahas bagaimana posisi riset etnografi dalam Ilmu sosial. Patut diketahui bahwa riset etnografi membutuhkan ketahanan dan ketangguhan secara personal karena harus ‘menembus’ ruang batas antara peneliti dengan objek penelitian dan harus (pula) dapat diterima oleh masyarakat. Pada posisi ini, etnografer tidak dapat memposisikan sebagai orang yang lebih pintar secara akademis karena hal ini akan menghambat proses penggalian data pada informan. Dalam tulisannya, Wayan menegaskan bahwa etnografi tidak hanya sebagai metode pengumpulan data saja namun juga aspek epistemologis yang melekat pada etnografi itu sendiri. Selama ini, antropologi klasik mencoba untuk keluar dari belenggu bahwa realitas harus tetap obyektif. Pada tahapan inilah, menurut Wayan , wacana orientalisme baru merujuk pada suatu upaya untuk memberikan ruang kreativitas dimana subyektivitas dan obyektivitas berdialog. Ada upaya melihat bahwa etnografi sebenarnya bukanlah soal kemurnian obyektivitas akan tetapi justru subyektivitas penulis sebagai refleksi realitas yang dialami. Dari 50 penulis yang diundang, sekitar 25 peserta diminta untuk memperbaiki draft tulisan untuk dipublikasikan dalam bentuk buku. Hingga akhirnya pada bulan Januari 2016, buku dengan judul Ilmu Sosila di Indonesia: Perkenbangan dan Tantangan berhasil terbit dengan editor Widjajanti Mulyono Santoso (P2KK LIPI) dan dibawah penerbitan nasional Yayasan Obor Indonesia (YOI). Melalui buku tersebut, Wayan berharap bahwa perdebatan akademis dalam Ilmu Sosial tidak pernah padam, sehingga melahirkan berbagai macam judul penelitian yang menarik dan kritis, seperti yang diungkapkan oleh Michel Foucault (1971) I“ don't write a book so that it will be the final word; I write a .(MNF) book so that other books are possible, not necessarily written by me―