PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH

A. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan di Bank Sumut ... menyimpan uangnya secara aman dan dapat ... modal dasar sebesar Rp 3 Triliun dan ...

133 downloads 670 Views 881KB Size
PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH (Studi Pada Cabang Pembantu Bank Sumut Syariah Stabat)

OLEH: ANDRA MULIA FATWA NIM: 203046101672 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M

‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮ ﺣﻤﻦ اﻟﺮ ﺣﻴﻢ‬ KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah mencurahkan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaikbaiknya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada pembimbing umat, Rasulullah Muhammad SAW. keluarganya, pula sahabatnya dan umatnya. Dengan segala rendah hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan dan tidak akan selesai tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara moril maupun materil. Seperti juga perjalanan studi yang penulis jalani dari awal hingga akhir, tidak ada pekerjaan yang sukses dikerjakan dalam kesendirian. Di balik keberhasilan selalu ada pihak lain yang memberikan semangat, motivasi, bimbingan serta doa. Untuk itu penulis sangat berterima kasih atas bantuan dan jasa yang diberikan oleh berbagai pihak dalam penyelesaian skripsi ini, sebagai berikut: 1. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH., MA., MM. 2. Ibu Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, selaku sekretaris Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH., MA., selaku Ketua Program Non-Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. H. Ahmad Yani, MA., selaku Sekretaris

Program Non-Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak membantu penulis dalam menentukan judul dan dalam penyelesaian hal-hal administratif dan nasehat-nasehat yang sangat berharga. 3. Bapak Drs. Hasanuddin M.Ag dan Bapak Drs, Djawahir Hejazziey, SH., MA selaku pembimbing yang telah sabar membimbing, memberikan arahan dan meluangkan waktunya kepada penulis sehingga skripsi ini selesai. 4. Bapak H. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MH. dan Bapak Drs. Ahmad Yani, M.Ag. selaku penguji. 5. Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu yang banyak berperan dalam memberikan pembelajaran. 6. Pimpinan dan seluruh Staf Karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu fasilitas untuk studi kepustakaan. 7. Terkasih dan tercinta, Ibunda saya Hj. Nurjani S.Pd.I dan Ayahanda Wagino S.Pd atas cinta dan kasih sayangnya sehingga penulis dapat menjalani hidup dan dan menikmati pendidikan dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, cucuran keringat yang telah engkau berikan kepada ananda hingga sukses meraih gelar Sarjana S1. 8. “Citra Devi”. Beserta keluarga besar, terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang, motivasi, waktu, yang telah setia mendampingi dalam mencari data dari awal sampai akhir dan telah memberikan nasehat-nasehat yang berharga.

9.

Keluarga Besar Kyai, Abdul Rahman beserta Umi Dech.

10. Keluarga Besar PT. Bank Sumut Syariah Cab. Pembantu Stabat Kab. Langkat yang telah memberikan informasi banyak tentang Bank Sumut Syariah sehingga mempermudah penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 11. Keluarga Besar Bang Alfian. 12. Keluarga Besar Syekh Bessilam, Tanjung Pura Kab. Langkat-Sumut. 13. Buat Ibu Kosan yang Slalu Mendo’akan. 14. Keluarga Besar Pak Endang 15. Bang Kamal dan Kak Inur, yang selama ini telah memberikan support serta kontribusi besar kepada penulis sehingga mempercepat proses penyusunan skripsi ini. 16. Teman-teman PS B terima kasih atas kebersamaannya selama kita 4 tahun kita saling mengenal dan menjalin persahabatan bahkan persaudaraan. Apalagi disaat kita KKN di Gunung Putri Cianjur I always miss all. 17. Teman-temanku di saat menghadapi wisuda, Ayu Dhoni, Prita, Eli, Sahmi Sitompul, Uda Dion beserta Uni, Alfi, Fia, Eko Kusumo, Inal Pc, Boyduz, Hasbullah, Ram, Sarmy, Alan Nochi, Boy, Fatwa Ginting, Dhany, Ajo (dkk), Bosstink, Hadi, Egar, Helmy, Honess, Bang Rio dan Ficky (under story), terima kasih sudah menemani saat menyelesaikan skripsi ini. Atas semua bantuan yang telah diberikan, penulis hanya dapat memanjatkan do’a kepada Allah SWT. semoga kebaikan yang telah diberikan dapat bernilai ibadah dan dibalas oleh Allah SWT., dengan pahala yang berlipat ganda.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua. Amin. Jakarta, 3

Juni

M 1 Jumadil Ula 1429 H,

Penulisan

2008

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………………………………........................................

i

DAFTAR ISI......................................................................................................

v

BAB I

BAB II

BAB III

PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah........................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah....................................

7

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................

8

D. Kajian Pustaka………………………………………………

9

E. Kerangka Teori dan Konsep…………………………………

10

F. Metode Penelitian .................................................................

11

G. Sistematika Penulisan ...........................................................

12

TINJAUAN TEORITIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN A. Perjanjian Pembiayaan .........................................................

15

B. Azas-azas Perjanjian…………………………………………

21

C. Syarat dan Rukun Akad……………………………………..

31

D. Batalnya Perjanjian………………………………………….

38

E. Pembiayaan………………………………………………….

40

F. Prinsip Dasar Kegiatan Perbankan Syariah ..........................

42

GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SUMUT SYARIAH A. Tinjauan Tentang Bank Sumut Syariah ................................

54

1. Pendirian Bank Sumut Syariah .......................................

54

2. Modal Awal Bank Sumut Syariah...................................

54

3. Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah .................

57

B. Produk-Produk Bank Sumut Syariah ....................................

60

C. Geografis Sumatera Utara .....................................................

74

BAB IV

ANALISIS

PERJANJIAN

PEMBIAYAAN

BANK

SUMUT SYARIAH A. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan di Bank Sumut Syariah..............................................................

77

B. Bentuk Perjanjian Pembiayaan Pada Bank Sumut Syariah ..................................................................................

82

C. Analisis Perjanjian Pembiayaan pada Bank Sumut Syariah .................................................................................. BAB V

92

PENUTUP A. Kesimpulan ...........................................................................

97

B. Saran-saran............................................................................

97

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

101

LAMPIRAN-LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian pembiayaan pada bank sumut syariah Muamalah Bank Konvensional syariah ------

Bank ------

Bank Sumut Syariah pembiayaan Perjanjian -------------- sah secara syariah pembiayaan Perjanjian

Muamalah Bank Konvensional syariah Manusia adalah makhluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan orang lain agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya, dengan cara memenuhi kebutuhan hidup mereka. Aktivitas pemenuhan kebutuhan tersebut melahirkan berbagai kegiatan muamalah antar umat manusia, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Berbagai aktivitas ekonomi tersebut terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan peradaban manusia dan juga perkembangan teknologi. Dalam aktivitas perekonomian tersebut, maka peranan bank telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam perdagangan antar negara maupun perdagangan dalam negara. Dengan melalui bank, berbagai transaksi dalam dunia perdagangan dapat dlakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah, karena tidak harus melalui transaksi dalam bentuk tunai. Di segi lain, melalui perbankan masyarakat juga dapat menyimpan uangnya secara aman dan dapat memperoleh penghasilan dari aktivitas menyimpan tersebut. Di segi lain, masyarakat yang tidak

memiliki atau kekurangan modal akan dapat meminjam kredit melalui perbankan, sehingga dapat terbantu dalam melaksanakan berbagai rencananya, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Dengan demikian jelaslah bahwa perbank merupakan salah satu fasilitas penting dalam perekonomian modern saat ini. Keberadaan perbankan juga telah mengalami perkembangan dalam penerimaan oleh masyarakat muslim. Pada awalnya sebagaian besar masyarakat muslim tidak menerimanya, karena ia termasuk kegiatan riba. Selanjutnya sebagain mereka dapat menerimanya, karena aktivitas riba tersebut dianggap tidak sama dengan ang terjadi pada masa Rasululllah SAW dan mengingat kepentingannya pada masa sekarang. Namun demikian sebagian masyarakat tetap belum dapat menerima praktek perbankan yang konvensional karena masih terdapatnya unsur riba tersebut, walaupun dengan berbagai dalih atau alasannya, sehingga memerlukan suatu perbankan yang benar-benar bersih dari aktivitas atau unsur riba tersebut. Keadaan ini mendorong masyarakat muslim untuk melahirkan model perbankan yang benar-benar sesuai dengan syariat Islam. Keadaan ini akhirnya melahirkan perbankan syariah yang dianggap telah meneuhi unsure-unsur syariah tersebut dan bebar dari unsur riba. Hal ini menyebabkan tumbuhnya berbagai perbankan syariah di luruh wilyah Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu perbankan syariah di Provinsi Sumatera Utara adalah Bank Sumut Syariah. Bank ini cukup dapat memberikan kepercayaan pada masyarakat dalam pelayanan maupun fasilitas. Bank ini didirikan pada tanggal 4 November 2005 dengan Akte Notaris Roesli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang ketentuan pokok bank milik Pemerintahan Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1965. Perda tersebut menetapkan modal dasar sebesar Rp 3 Triliun dan sahamnya hanya dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintahan Daerah Tingkat II di seluruh Sumatera Utara. Salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Sumut Syariah adalah penyalur pembiayaan kepada masyarakat. Dalam penyaluran pembiayaan terhadap masyarakat para pihak terikat dengan perjanjian, hal itu bertujuan untuk menjamin segala kemungkinan yang terjadi pada masa pembiayaan berlangsung. Untuk itu antara pihak kreditur (yang memberikan pinjaman/pembiayaan) dengan pihak debitur (orang yang menerima pinjaman/kredit/pembiayaan) haruslah terikat satu perjanjian. Perjanjian sebagaimana dimaksud dikenal dengan istilah perjanjian penyaluran pembiayaan. Perjanjian penyaluran pembiayaan merupakan suatu hubungan hukum antara debitur dan kreditur. Dalam perjanjian pembiayaan diatur

dengan hak dan kewajiban debitur maupun kreditur. Dalam hal ini kreditur memberikan pinjaman kepada debitur, sehingga kreditur berhak untuk menuntut pembayaran dari hutang debitur. Sebaliknya debitur sebagai pihak yang berhutang memiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasi sesuai dengan isi dari perjanjian. Konsekuensinya debitur harus membayar hutangnya pada saat jatuh tempo atau ada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Berkaitan dengan perjanjian penyaluran pembiayaan, maka perlu dilihat pendapat yang dikemukakan oleh R. Setiawan yang menyatakan “Perjanjian adalah persetujuan atau perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”1 Selanjutnya Hoffman menyebutkan “Perikatan adalah hubungan hukum kekayaan antara beberapa pihak, dimana pihak yang satu (prestasi), sedangkan pihak yang lainnya (debitur) berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut (schuld) dan biasanya juga bertanggung jawab (haftung) atas prestasi itu.2 Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam suatu hubungan hukum akan terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Demikian pula dengan halnya dengan perjanjian yang dilakukan oleh kreditur (Bank) dengan pihak debitur (nasabah). Eksitensi perbankan sebagai layanan jasa keuangan berbasis pada kepercayaan nasabah. Diatur dalam ketentuan perbankan dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 1992, tentang Perbankan Jo UndangUndang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1992 Perbankan. Dengan adanya ketentuan syariah, Pasal 1 butir 1 jo 13. Yang dimaksud dengan perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan usaha. Perjanjian dalam bank syari’ah? Sedangkan arti dari prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarklan Hukum Islam antar bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (mudharabah) atau pembiayaan 1 2

P.N.H, Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, 1999., h. 332 Bachsan Muslapa, Asas-asas Hukum Dagang, Penerbit Armico Bandung, 1982., h. 53

modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wal iqtina). Dengan adanya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 maka berlaku dual sistem dalam pengelolaan bank, yakni secara konvensional dengan menggunakan bunga (interest) untuk setiap peminjaman atau penyimpangan dana, serta menggunakan sistem bagi hasil yang merupakan dasar perbankan pada Bank Syariah. Faktor utama sebagai dasar pertimbangan bagi nasabah dalam memilih layanan perbankan adalah kepercayaan atas kinerja profesional perbankan, seperti jaminan keamanan dana nasabah, efektifitas dan efisien layanan jasa perbankan. Faktor bunga tidaklah menjadi alasan utama nasabah dalam memilih jasa perbankan, sebagian masyarakat tidak terlalu memperhatikan masalah atas bunga tersebut,dan lebih mengutamakan efektifitas, efisiensi dan keamanan atas dana yang disimpan oleh lembaga perbankan. Eksitensi lembaga perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir memang menjadi salah satu alternatif lembaga keuangan bagi masyarakat sebagai dampak krisis ekonomi 1997 yang berimbas pada likuidasi perbankan nasional. “Dalam kurun waktu 1997 hingga saat ini lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jumlah bank tumbuh dengan pesat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 UUS, dan 81 BPRS pada akhir tahun 2001. Jumlah Kantor Cabang dari bank umum syariah dan UUS tumbuh dari 26 menjadi 51”.3 Kepercayaan masyarakat yang sempat goyah terhadap perbankan konvensional akibat krisis moneter perbankan tahun 1997 tersebut, kembali pulih dan tetap menjadi mainstream bagi masyarakat dengan alasan kepercayaan atas profesional perbankan. Menanggapi timbulnya interest masyarakat atas prinsip syariah, perbankan konvensional pun dengan responsive mengembangkan layanan dengan membuka unit syariah dalam fasilitas layanan jasa perbankan. Dengan profesional kinerja perbankan dan kredibilitas yang sudah disandangnya, keberadaan unit perbankan syariah dalam perbankan konvensional telah menjadi competitor bagi perbankan syariah. Atas dasar itu pula Bank Sumut sebagai bank konvensional membuka layanan bank dengan sistem syariah. Dalam penelitian ini penlis mencoba meninjau lebih jauh tentang bagaimana penyaluran kredit oleh Bank Sumut Syariah. 3

Http://www. LIPI.com. Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis: Perspektif Ekonomi Politik Islam, oleh Mahmud Thoha, dikutip pada tanggal 28 Desember 2006.

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi “PERJANJIAN PEMBIAYAAN PADA BANK SUMUT SYARIAH ” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Batasan masalah merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan dahulu sebelum sampai tahap pembatasan selanjutnya. Melihat luasnya cakupan pembahasan serta menghindari kesimpang siuran dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul dan latar belakang masalah yang dijelaskan diatas. Maka penulis membatasi masalah sampai prinsip dasar sistem pelayanan pada bank syariah dan penyaluran dana. Adapun rumusan masalah yang penulis bahas yaitu : -

Apakah perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penyusunan skripsi harus mempunyai tujuan dan manfaat penelitian. Adapun tujuan yang dilakukan penulis sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui pembiayaan di Bank Sumut Syariah 2. Untuk mengetahui bentuk perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah kepada nasabah. 3. Untuk mengetahui apakah perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah

Adapun manfaat penelitian yang diperoleh penulis, baik Pada instansi maupun masyarakat. Jika diperinci, maka penelitian yang penulis laksanakan memiliki 2 manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis penelitian yang penulis lakukan dapat memberikan penambahan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri, dan dalam bidang ilmu pengetahuan dapat pula memecahkan atau mencari solusi dari suatu permasalahan yang ada. 2. Manfaat Secara Praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat untuk penulis dan masyarakat, khususnya bagi penulis akan lebih memudahkan jika suatu waktu berhadapan dengan persoalan dibidang perbankan, khususnya yang menyangkut perbankan Syariah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman bagi penulis sebagai modal untuk dapat bekerja dengan baik dimasa mendatang. D. Metode Penelitian Metode pendekatan yang dipergunkan adalah dengan metode yuridis normative yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka yang merupakan data sekunder seperti: Perundang-undangan literatur yang berhubungan dengan penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah, khususnya pada Bank SUMUT Syariah.

Perjanjian pembiayaan pada bank sumut syariah Data: Sumber data: Pihak bank ---- Masyarakat (nasabah) Alat pengumpul data:wawancara --- studi documenter ---- library Analisis: Deskriptif --- tabel frekuensi persentase Muamalah Bank Konvensional syariah Bank Sumut Syariah -----pembiayaan Perjanjian == -------------- sah secara syariah 1. Jenis dan Sumber Data Jenis data penelitian ini adalah data primer. Data primer yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan variabel penelitian, selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan. Dengan analisis kualilatif maka data yang diperoleh dari responden menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer berupa seperti: a. Undang-undang No. 10 Tahtm 1998 tentang Perbankan. b. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 2. Teknik Pengumpulan Data

Observasi: pengamatan Wawancara: pertanyaan lisan Angket: pertanyaan tulisan Tes: Studi Dokumenter= dokumen Library: buku-buku a. Library Research (Penelitian Kepustakaan). Metode ini penelitian dilaksanakan dengan cara mengambil dari sumber bacaan tertulis dari para sarjana, yakni berupa bukubuku atau bahan ilmiah yang menyangkut tentang penyaluran dana pembiayaan oleh Bank Syariah. b. Field Research (Penelitian Lapangan) Penelitian lapangan dilakukan dengan cara melaksanakan observasi langsung pada Bank Sumut Syariah dan sekaligus mengadakan wawancara dengan staff perwakilan Bank Sumut Syariah Medan. 3. Analisa Data Data sekunder dari bahan hukum primer disusun secara sistematis dan kemudian substansinya dianalisis secara yuridis (contens analysis) untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah:

Bab I Pendahuluan Pada Bab I ini yang kita bahas adalah: A. Latar Belakang Masalah, B. Pembatasan dan Perumusan Masalah, C. Tujuan dan Manfaat Penelitian, D. Metode penelitian, E. Sistematika Penulisan. Bab II. Tinjauan Pustaka, A. Gambaran Umum Tentang Bank Syariah, (1) Sejarah Singkat Bank syariah, (2) Latar Belakang Bank Syariah (3) Fungsi Bank Syariah, (4) Tujuan Bank syariah. B. Gambaran Umum Tentang Perjanjian, (1) Pengertian Perjanjian secara Umum, (2) Bentuk Perjanjian Sistem Pembiayaan Bank sumut Syariah, (3) Perjanjian Penyaluran Pembiayaan Bank Syariah, (4) Sistem Penghimpun Dana Bank Syariah, (5) Prinsip Dasar Sistem Pelayanan Bank Syariah. Bab III Gambaran Umum Tentang Bank Sumut Syariah, A. Pembahasan Tentang Bank Sumut Syariah, (1) Pendirian Bank Sumut Syariah, (2) Modal awal Bank Sumut Syariah, (3) Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah, (4) Kedudukan Bank Sumut Syariah di Bank Indonesia, B. Produk-Produk di Bank SUMUT Syariah, (1) Penghimpun Dana, (2) Penyaluran Dana, (3) Pelayanan Jasa C. Realisasi Bank Sumut Syariah. Bab IV Analisis Perjanjian Pembiayaan Bank Sumut Syariah, A. Ketentuan Umum Dan Syarat Memperoleh Pembiayaan Di Bank Sumut Syariah, B. Analisis Akad Pembiayaan di Bank Sumut Syaiah, (1)

Pembiayaan Murabahah, (2) Pembiayaan Mudharabah D. Landasan Hukum. BAB V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saransaran terhadap hasil penelitian.

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG BANK SYARIAH A. Gambaran Umum Tentang Bank Syariah 1. Sejarah Singkat Bank Syariah 2. Latar Belakang Bank Syariah 3. Fungsi Bank Syariah a. Bank Umum b. Bank Pembangunan c. Bank Tabungan d. Bank Pasar e. Bank Desa f. Lumbung desa g. Bank Pegawai 4. Tujuan Bank Syariah a. Menjalankan kegiatan ekonomi umat b. Untuk menciptakan suatu keadilan di bidang ekonomi c. Untuk meningkatkan kualitas hidup umat, B. Gambaran Umum Tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Secara Umum 2. Syarat dan Rukun Akad a. Shighat (pernyataan ijab dan qabul) b. ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad) c. Ma’qud ‘alaih (obyek akad), d. Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad). C. Prinsip Dasar Sistem Pelayanan Pada Bank Syariah 1. Fungsi Bank Islam a. sebagai penerima amanah untuk melakukan investasi b. Sebagai pengelola investasi atas dana yang dimiliki c. Sebagai penyedia jasa lalu lintas pembanyaran dan jasa-jasa lainnya d. Sebagai pengelola fungsi sosial 2. Prinsip Dasar Bank Islam a. Prinsip mudharabah b. Prinsip musyarakah c. Prinsip wadiah d. Prinsip jual beli (al-buyu’) 1) Murabahah 2) Salam yaitu 3) Ishtisna’ 4) Jasa-jasa terdiri dari: a) Ijarah b) Wakalah c) Kafalah

d) Sharf 5) Prinsip kebajikan 2. Produk Bank Islam a. Penyaluran dana 1) Ba’i (jual beli 2) Salam 3) Istishna 4) ijarah(sewa) b. Akad Pelengkap 1) hawalah 2) rahn 3) qardh 4) wakalah 5) kafalah c. Penghimpun dana 1) wadi’ah 2) Mudharabah a) Mudharabah mutlaqah b) mudharabah muqayadah c) wakalah d. Jasa Perbankan 1) sharf (jual beli valuta asing) 2) ijarah(sewa) D. Sistem Penghimpunan Dana Bank Syariah Dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri dari: 1. Modal 2. Titipan 3. Investasi E. Bentuk Perjanjian Sistem Pembiayaan Pada Bank Syariah 1. Pembiayaan Modal Kerja a. Pembiayaan Likuidasi (Cash financing) b. Pembiayaan Piutang 1) Pembiayaan piutang (Receivable Financing) 2) Anjak Piutang (Factoring) c. Pembiayaan persediaan (Inventory Financing) 1). Bai'al-Murabahah, 2). Bai' al-Istisha', 3). Bai' as-Salam, 2. Pembiayaan Investasi 3. Pembiayaan Konsumtif F. Perjanjian Penyaluran Pembiayaan pada Bank Syariah

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SUMUT SYARIAH a.

Pembahasan tentang Bank SUMUT Syariah 1. Pendirian bank SUMUT syariah 2. Modal Awal Bank SUMUT Syariah 3. Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah 4. Kedudukan Bank Sumut Syariah di SUMUT (Sumatra Utara)

b.

Produk-Produk di Bank Sumut Syariah i. Penghimpun Dana I. Produk Wadiah (titipan Wadiah) a. Tabungan Marwah (martabe wadiah) b. Giro Wadiah Adapun ketentuan umum dari produk ini adalah : a. Keuntungan atau kerugian b. Bank harus membuka akad. c. Pengganti biaya administrasi d. Ketentuan-ketentuan lain

II. Produk Mudharabah (bagi hasil) a. Tabunagan Marhamah (martabe bagi hasil mudharabah) b. Deposito Ibadah Dalam kegiatan penghimpun dana, mudharabah terbagi menjadi : a. GIA = General Investment Account (mudharabah mutlaqah) Ketentuan umum : a. Bank wajib b. Untuk tabungan mudharabah c. Tabungan dan deposito d. Ketentuan-ketentuan b.SIA = Special Investment Account (mudharabah muqayyadah) a. Dikelola dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah . b. Pemilik dana mendapat bagi hasil . c. Dapat dijadikan jaminan pembiayaan di PT. Bank Sumut ii. Penyaluran dana. I. Transaksi Jual Beli dalam bentuk Piutang Murabahah. II. Transaksi Bagi Hasil Mudharabah

III. IV. V.

a. b. c. d.

Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. Gadai Emas Syariah. Qardh iii. Pelayanan Jasa Bank Sumut Syariah merupakan perwujudan dari komitmen Pengelola untuk memberikan “pelayanan terbaik” dalam memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa yang kami tawarkan kepada nasabah adalah : I. Kiriman Uang (Transfer) II. Inkaso (jasa tagih) III. Bank Garansi Memilih antara Wadiah dan Mudharabah Giro Tabungan Deposito c.

Giografis Sumatera Utara

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SUMUT SYARIAH A.

Pembahasan tentang Bank SUMUT Syariah 1. Pendirian bank SUMUT syariah 2. Modal Awal Bank SUMUT Syariah 3. Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah 4. Kedudukan Bank Sumut Syariah di SUMUT (Sumatra Utara)

B.

Produk-Produk di Bank Sumut Syariah 1. Penghimpun Dana 2. Produk Wadiah (titipan Wadiah) a. Tabungan Marwah (martabe wadiah) b. Giro Wadiah 3. Produk Mudharabah (bagi hasil) a. Tabunagan Marhamah (martabe bagi hasil mudharabah) b. Deposito Ibadah Dalam kegiatan penghimpun dana, mudharabah terbagi menjadi : a. GIA = General Investment Account (mudharabah mutlaqah) b. SIA=Special Investment Account(mudharabah muqayyadah) 4. Penyaluran dana. a. Transaksi Jual Beli dalam bentuk Piutang Murabahah b. Transaksi Bagi Hasil Mudharabah c. Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik d. Gadai Emas Syariah e. Qardh 5. Pelayanan Jasa a. Kiriman Uang (Transfer) b. Inkaso (jasa tagih) c. Bank Garansi d. Memilih antara Wadiah dan Mudharabah e. Giro f. Tabungan g. Deposito

C.

Giografis Sumatera Utara

BAB IV ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH

A. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan 1. Pembiayaan Mudharabah 2. Pembiayaan Murabahah B. Bentuk Perjanjian di Bank Sumut Syariah 1. Perjanjian Mudharabah 2. Perjanjian Murabahah C. Analisis Penulis 1. Perjanjian Mudharabah

2. Perjanjian Murabahah

BAB IV ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH D. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan di Bank SUMUT Syariah • Perseorangan • Badan Usaha ( Fa, Cv, PT ) • Kelompok Musytari’ (Instansi, Lembaga, BUMN, BUMD, Koperasi, Perusahaan Bonafide) I. Proses Pengadaan Barang I. Prosedur Kepada Perseorangan (1) I. Prosedur Kepada Perseorangan (2) II. Prosedur Kepada Badan Usaha III. Kelompok Pegawai - Agunan / Jaminan E. Analisis Akad Pembiayaan Bank Sumut Syariah 1. Akad Pembiayaan Murabahah Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok : 1. Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan URIA (Unre stricted Investment Account = investasi tidak terikat). 2. Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan RIA (Restricted Investment Account = investasi terikat). 3. Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan Modal Bank. Definisi dalam akad pembiayaan murabahah bank sumut syariah ini, yang dimaksud dengan : 1. Jual-beli Murabahah 2. Barang 3. Supplier/ Developer 4. Urbun 5. Harga Beli 6. Keuntungan 7. Harga jual 8. Agunan 1. Denda 2. Hari Kerja Bank 2. Akad Pembiayaan Mudharabah 1. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau

2. 3. 4. 5. 6. 7.

Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) Nisbah adalah rasio atau perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) Bagi hasil adalah bagian hasil usaha yang dihitung dari pendapatan usaha Modal (Maal) adalah dalam uang tunai atau hutang yang diperdagangkan Barang adalah barang yang dihalalkan berdasarkan Syariah baik zatnya Agunan adalah barang bergerak maupun tidak bergerak yang didukung oleh 8. Cidera Janji (wanprestasi) adalah keadaan tidak dilaksanakannya sebagian 9. Denda adalah sanksi yang dikenakan kepada nasabah oleh Bank, yang 10. Keuntungan Usaha adalah pertambahan harta yang diperoleh dalam 11. Kerugian Usaha adalah berkurangnya harta di dalam menjalankan 12. Pendapatan adalah seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil usaha yang 13. Keuntungan Operasional adalah pendapatan operasional yang diperoleh dari 14. Keuntungan Bersih adalah keuntungan operasional setelah dikurangi biaya 15. Pembukuan Modal adalah pembukuan atas nama Syirkah pada Pihak 16. Hari Kerja Bank F. Landasan hukum 3. Pasal 14 UU No. 14 Tahun 1970 4. Pactum Compromittendo LEMBAGA/BADAN ARBITRASE (“Wasit”) terdiri dari : 1. Wasit Ad Hoc. 2. Wasit Permanen. 3. Lembaga Pemberi Pendapat yang Bersifat Final. C. Analisis Penulis

1. Shighat (pernyataan ijab dan qabul) 2. ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad) 3. Ma’qud ‘alaih (obyek akad), 4. Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad).

BAB I PENDAHULUAN F. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang dalam kehidupannya membutuhkan orang lain agar dapat menjaga kelangsungan hidupnya, dengan cara memenuhi kebutuhan hidup mereka. Aktivitas pemenuhan kebutuhan tersebut melahirkan berbagai kegiatan muamalah antar umat manusia, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Berbagai aktivitas ekonomi tersebut terus mengalami perkembangan seiring dengan kemajuan peradaban manusia dan juga perkembangan teknologi. Dalam aktivitas perekonomian tersebut, maka peranan bank telah mengalami perkembangan yang sangat pesat, baik dalam perdagangan antar negara maupun perdagangan dalam negara. Dengan melalui bank, berbagai transaksi dalam dunia perdagangan dapat dilakukan dengan lebih cepat dan lebih mudah, karena tidak harus melalui transaksi dalam bentuk tunai. Di segi lain, melalui perbankan masyarakat juga dapat menyimpan uangnya secara aman dan dapat memperoleh penghasilan dari aktivitas menyimpan tersebut. Di segi lain, masyarakat yang tidak memiliki atau kekurangan modal akan dapat meminjam kredit melalui perbankan, sehingga dapat terbantu dalam

melaksanakan berbagai rencananya, khususnya dalam kegiatan ekonomi. Dengan demikian jelaslah bahwa perbankan merupakan salah satu fasilitas penting dalam perekonomian modern saat ini. Keberadaan perbankan juga telah mengalami perkembangan dalam penerimaan oleh masyarakat muslim. Pada awalnya sebagaian besar masyarakat muslim tidak menerimanya, karena ia termasuk kegiatan riba. Selanjutnya sebagain mereka dapat menerimanya, karena aktivitas riba tersebut dianggap tidak sama dengan Yang terjadi pada masa Rasulullah SAW dan mengingat kepentingannya pada masa sekarang. Namun demikian sebagian masyarakat tetap belum dapat menerima praktek perbankan konvensional karena masih terdapatnya unsur riba tersebut, walaupun dengan berbagai dalih atau alasannya, sehingga memerlukan suatu perbankan yang benar-benar bersih dari aktivitas atau unsur riba tersebut. Keadaan ini mendorong masyarakat muslim untuk melahirkan model perbankan yang benar-benar sesuai dengan syariat Islam. Keadaan ini akhirnya melahirkan perbankan syariah yang dianggap telah memenuhi unsur syariah tersebut dan bebas dari unsur riba. Hal ini menyebabkan tumbuhnya berbagai perbankan syariah di seluruh wilayah Indonesia, termasuk di Provinsi Sumatera Utara. Salah satu perbankan syariah di Provinsi Sumatera Utara adalah Bank Sumut Syariah. Bank ini cukup dapat memberikan

kepercayaan pada masyarakat dalam pelayanan maupun fasilitas. Bank ini didirikan pada tanggal 4 November 2005 dengan Akte Notaris Roesli Nomor 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Berdasarkan UndangUndang Nomor 13 Tahun 1962 tentang ketentuan pokok bank milik Pemerintahan Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1965. Perda tersebut menetapkan modal dasar sebesar Rp 3 Triliun dan sahamnya hanya dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintahan Daerah Tingkat II di seluruh Sumatera Utara. Salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan oleh Bank Sumut Syariah adalah penyalur pembiayaan kepada masyarakat. Dalam penyaluran pembiayaan terhadap masyarakat para pihak terikat dengan perjanjian, hal itu bertujuan untuk menjamin segala kemungkinan yang terjadi pada masa pembiayaan berlangsung. Untuk itu antara pihak kreditur (yang memberikan pinjaman/pembiayaan) dengan pihak debitur (orang yang menerima pinjaman/kredit/pembiayaan) haruslah terikat satu perjanjian. Perjanjian sebagaimana dimaksud dikenal dengan istilah perjanjian penyaluran pembiayaan. Perjanjian penyaluran pembiayaan merupakan suatu hubungan hukum antara debitur dan kreditur. Dalam perjanjian pembiayaan diatur dengan hak dan kewajiban debitur maupun kreditur. Dalam hal ini kreditur memberikan pinjaman kepada debitur, sehingga

kreditur berhak untuk menuntut pembayaran dari hutang debitur. Sebaliknya debitur sebagai pihak yang berhutang memiliki kewajiban untuk melaksanakan prestasi sesuai dengan isi dari perjanjian. Konsekuensinya debitur harus membayar hutangnya pada saat jatuh tempo atau ada waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian. Hal tersebut dijelaskan dalam al-Qur’an surah al-Qashash ayat 28, sebagai berikut:

Artinya: “Dia (Musa) berkata: "Itulah (perjanjian) antara aku dan kamu. Mana saja dari kedua waktu yang ditentukan itu aku sempurnakan, maka tidak ada tuntutan tambahan atas diriku (lagi). Dan Allah adalah saksi atas apa yang kita ucapkan". Berkaitan dengan perjanjian penyaluran pembiayaan, maka perlu dilihat pendapat yang dikemukakan oleh R. Setiawan yang menyatakan “Perjanjian adalah persetujuan atau perbuatan hukum, dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”4 Selanjutnya Hoffman menyebutkan “Perikatan adalah hubungan hukum kekayaan antara beberapa pihak, dimana pihak yang satu (prestasi), sedangkan pihak yang lainnya (debitur) berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut (schuld) dan biasanya juga bertanggung jawab (haftung) atas 4

1999., h. 332

P.N.H, Simanjuntak, Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan,

prestasi itu.5 Dengan demikian dapat dipahami bahwa dalam suatu hubungan hukum akan terdapat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh masing-masing pihak. Demikian pula dengan halnya dengan perjanjian yang dilakukan oleh kreditur (Bank) dengan pihak debitur (nasabah). Sedangkan arti dari prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarklan Hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha atau kegiatan usaha lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual-beli barang dengan memperoleh keuntungan (mudharabah) atau pembiayaan modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah) atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wal iqtina). Dengan adanya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 maka berlaku dual sistem dalam pengelolaan bank, yakni secara konvensional dengan menggunakan bunga (interest) untuk setiap peminjaman atau penyimpangan dana, serta menggunakan sistem bagi hasil yang merupakan dasar perbankan pada Bank Syariah. Eksitensi lembaga

5

1982., h. 53

Bachsan Muslapa, Asas-asas Hukum Dagang, Penerbit Armico Bandung,

perbankan syariah dalam beberapa tahun terakhir memang menjadi salah satu alternatif lembaga keuangan bagi masyarakat sebagai dampak krisis ekonomi 1997 yang berimbas pada likuidasi perbankan nasional. “Dalam kurun waktu 1997 hingga saat ini lembaga perbankan syariah mengalami pertumbuhan yang signifikan. Jumlah bank tumbuh dengan pesat dari hanya satu bank umum syariah dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi 2 bank umum syariah, 3 UUS, dan 81 BPRS pada akhir tahun 2001. Jumlah Kantor Cabang dari bank umum syariah dan UUS tumbuh dari 26 menjadi 51”.6 Kepercayaan masyarakat yang sempat goyah terhadap perbankan konvensional akibat krisis moneter perbankan tahun 1997 tersebut, kembali pulih dan tetap menjadi mainstream bagi masyarakat dengan alasan kepercayaan atas profesional perbankan. Menanggapi timbulnya interest masyarakat atas prinsip syariah, perbankan konvensional pun dengan responsive mengembangkan layanan dengan membuka unit syariah dalam fasilitas layanan jasa perbankan. Dengan profesional kinerja perbankan dan kredibilitas yang sudah disandangnya, keberadaan unit perbankan syariah dalam perbankan konvensional telah menjadi competitor bagi perbankan syariah. Atas dasar itu pula Bank Sumut sebagai bank konvensional 6

Http://www. LIPI.com. Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis: Perspektif Ekonomi Politik Islam, oleh Mahmud Thoha, dikutip pada tanggal 28 Desember 2006.

membuka layanan bank dengan sistem syariah. Dalam penelitian ini penulis mencoba meninjau lebih jauh tentang bagaimana penyaluran kredit oleh Bank Sumut Syariah. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis memilih judul skripsi “PERJANJIAN PEMBIAYAAN PADA BANK SUMUT SYARIAH ” G. Pembatasan dan Perumusan Masalah Batasan masalah merupakan hal yang sangat penting untuk ditentukan dahulu sebelum sampai tahap pembatasan selanjutnya. Melihat luasnya cakupan pembahasan serta menghindari kesimpang siuran dalam penulisan skripsi ini sesuai dengan judul dan latar belakang masalah yang dijelaskan diatas. Maka penulis membatasi masalah sampai prinsip dasar sistem pelayanan pada bank syariah dan penyaluran dana. Adapun rumusan masalah yang penulis bahas yaitu: 1. Bagaimana Perjanjian Pembiayaan Bank Sumut Syariah? 2. Apakah perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah? H. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penyusunan skripsi harus mempunyai tujuan dan manfaat penelitian. Adapun tujuan yang dilakukan penulis sebagai

berikut: 1. Untuk mengetahui pembiayaan di Bank Sumut Syariah. 2. Untuk mengetahui apakah perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah. Adapun manfaat penelitian yang diperoleh penulis, baik Pada instansi maupun masyarakat. Jika diperinci, maka penelitian yang penulis laksanakan memiliki 2 manfaat yaitu sebagai berikut: 3. Manfaat Secara Teoritis Secara teoritis penelitian yang penulis lakukan dapat memberikan penambahan ilmu pengetahuan bagi penulis sendiri, dan dalam bidang ilmu pengetahuan dapat pula memecahkan atau mencari solusi dari suatu permasalahan yang ada. 4. Manfaat Secara Praktis Secara praktis penelitian ini dapat bermanfaat untuk penulis dan masyarakat, khususnya bagi penulis akan lebih memudahkan jika suatu waktu berhadapan dengan persoalan dibidang perbankan, khususnya yang menyangkut perbankan Syariah. Selanjutnya penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengalaman bagi penulis sebagai modal untuk dapat bekerja dengan baik dimasa mendatang. D. Kajian Pustaka

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis melihat bahwa apa yang merupakan masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat penting dan prospektif untuk mengetahui banyak juga perusahaan swasta yang menggunakan sistem syariah. yakni, penelitian ini tentang “PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH” Adapun kajian pustaka yang digunakan dari penulisan ini adalah: 1. Siti Khadijah, 9946117203, aplikasi Manajemen Pembiayaan pada Bank syariah, (Studi Kasus pada BNI SYARIAH) (Jakarta, Program Studi Perbankan syariah Jurusan Muamalat Fakultas Syariah dan Hukum). UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2003. Pada skripsi ini membahas Manajemen Pembiayaan pada Bank Syariah sedangkan, pada skripsi penulis membahas tentang Aplikasi Perjanjian pembiayaan Bank Sumut Syariah. 2. Randhi Novadinata, 202046101249, Perjanjian Kerjasama Antara PT. Jamsostek (persero) Pelaksaaan Pelayanan Kesehatan dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. (Jakarta, Program studi Perbankan Islam Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah, 2006). Pada skripsi Randhy Novadinata membahas Pembiayaan dengan Kerjasama antara Jamsostek (persero) dengan Pelaksanaan Pelayanan Kesehatan ditinjau dalam perspektif hukum Islam dan hukum positif

sedangkan, pada skripsi penulis hanya membahas Perjanjian Pembiayaan pada suatu Bank Islam. E. Kerangka Teori dan Konsep 1. Kerangka Teori Dalam penelitian ini membahas tentang Perjanjian Pembiayaan Bank Sumut Syari’ah, pengertian, landasan hukum serta sistem kegiatan di Bank Syari’ah pada umumnya dan Bank Sumut Syari’ah pada khususnya. 2. Kerangka Konsep Dalam penelitian ini konsep yang dikedepankan adalah sistem kegiatan Bank Sumut Syari’ah, utamanya pada produk perjanjian pembiayaan Serta analisis perjanjian pembiayaan yang ditinjau dari rukun dan syarat akad.

F. Metode Penelitian Metode pendekatan yang dipergunkan adalah dengan metode yuridis normative yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti pustaka yang merupakan data sekunder seperti: Perundangundangan literatur yang berhubungan dengan penyaluran pembiayaan pada Bank Syariah, khususnya pada Bank Sumut Syariah. 1. Lokasi penelitian Penelitian ini di lakukan di Bank Sumut Syariah Cabang Pembantu Kabupaten Langkat-Sumatra Utara yang beralamat di Jl. Besar

Stabat, dan Kantor Pusat yang beralamat di Jl, Imam Bonjol No. 18, Medan. Phone : (061) 4155100 – 4514100, Facsimile : (061) 4142937 – 4152652.

2. Jenis dan Sumber Data Jenis data penelitian ini adalah data primer. Data primer yang diperoleh dikelompokkan berdasarkan variabel penelitian, selanjutnya dianalisis secara kualitatif sehingga diperoleh gambaran yang jelas tentang pokok permasalahan. Dengan analisis kualilatif maka data yang diperoleh dari responden menghasilkan data deskriptif analisis, sehingga dipelajari dan diteliti sebagai sesuatu yang utuh. Data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan hukum primer berupa seperti: (1) Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; dan (2) Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 3. Teknik Pengumpulan Data a. Library Research (Penelitian Kepustakaan). Metode ini penelitian dilaksanakan dengan cara mengambil dari sumber bacaan tertulis dari para sarjana, yakni berupa buku-buku atau bahan ilmiah yang menyangkut tentang penyaluran dana pembiayaan oleh Bank Syariah. b. Field Research (Penelitian Lapangan)

Penelitian lapangan dilakukan dengan cara melaksanakan observasi langsung pada Bank Sumut Syariah dan sekaligus mengadakan wawancara dengan staff perwakilan Bank Sumut Syariah Medan. 4. Analisa Data Data sekunder dari bahan hukum primer disusun secara sistematis dan kemudian substansinya dianalisis secara yuridis (contens analysis) untuk memperoleh gambaran tentang pokok permasalahan. G. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I Pendahuluan Pada Bab I ini yang kita bahas adalah: A. Latar Belakang Masalah, B. Pembatasan dan Perumusan Masalah, C. Tujuan dan Manfaat Penelitian, D. Kajian Pustaka, E. Metode penelitian, F. Sistematika Penulisan. Bab II. Tinjauan Pustaka: A. Pengertian Perjanjian Secara Umum, B. Azas Perjanjian, C. Syarat dan Rukun Akad, D. Batalnya Perjanjian, E. Pengertian Pembiayaan, F. Prinsip Dasar Kegiatan Perbankan Syariah. Bab III Gambaran Umum Tentang Bank Sumut Syariah, A. Pembahasan tentang Bank Sumut Syariah (a). Pendirian Bank Sumut

Syariah, (b). Modal Awal Bank Sumut Syariah, (c). Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah, dan (d). Kedudukan Bank Sumut Syariah di Sumatra Utara, B. Produk-Produk di Bank Sumut Syariah, C. Geografis Sumatera Utara Bab IV Analisis Perjanjian Pembiayaan Bank Sumut Syariah, A. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan (Pembiayaan Murabahah, dan Pembiayaan Murabahah) B. Bentuk Perjanjian Pembiayaan pada Bank Sumut Syariah (Perjanjian Pembiayaan Murabahah, dan Perjanjian Pembiayaan Mudharabah) C. Analisis Perjanjian Pembiayaan pada Bank SUMUT Syariah (Perjanjian Murabahah, dan Perjanjian Mudharabah BAB V merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran terhadap hasil penelitian.

PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH (Studi Pada Cabang Pembantu Bank Sumut Syariah Stabat)

OLEH: ANDRA MULIA FATWA NIM: 203046101672 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDATULLAH JAKARTA 1429 H/2008 M

BAB II TINJAUAN TEORITIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN

A. Pengertian Perjanjian 1. Hukum Islam Kata perikatan/perjanjian identik dengan kata akad (al-aqdu), karena menurut bahasa, kata akad (al-aqdu) berarti perikatan, perjanjian dan pemufakatan. Hal ini diperkuat dengan alasan bahwa seringnya Al qur'an memakai kata ini dalam arti perikatan dan perjanjian. Seperti dalam firman Allah Swt bahwa memerintahkan kepada umat menusia agar senantiasa menepati janjinya, di dalam surat al-Maidah ayat 1 .

Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu;.. ". Dr. Abdul razak Ahmad al-Sanhuri mengatakan dalam bukunya Nazhariyat al-Aqdi bahwa pengertian perjanjian lebih sempit dari sebuah kesepakatan. menurut beliau. "perjanjian adalah kesepakatan yang dilakukan oleh dua pihak di dalam sehih obyek kegiatan ".7 Dalam ensiklopedi Islam dikatakan, sebagaimana yang dikutip oleh M. Ali hasan, bahwa akad adalah "pertalian ijab dan Kabul

7

Fikr, t.th). h. 80

Abdul Razak 'Ahmad al-Sanhuri. Nadzariyat al-Aqdi. (Beirut: Dar al-

sesuai dengan kehendak syariat yang berpengaruh pada obyek perikatan "8 Dalam Islam sebuah perjanjian sangat dihormati dan menepatinya, adalah merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Karena sikap tersebut menunjukkan sikap sosok pribadi muslim yang baik. Ada pepatah arab, yang dinukil oleh Sayyid Sabiq, yang mengatakan bahwa "Barang siapa yang bergaul dengan masyarakat, maka janganlah menzaliminya, dan apabila berbicara janganlah membohonginya, dan apabila berjanji janganlah mengkhianatinya, apabila itu semua telah dikerjakan maka sempurnalah wibawanya. dan nampaklah kredibilitamu dan dia layak dianggap sebagai saudara.9 Dan siapa pun yang melanggar sebuah perjanjian maka sesungguhnya dia telah melakukan perbuatan dosa besar, dan diancam dengan balasan yang pedih, Allah Swt berfirman dalam surat al-Shaff ayat 2-3:

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?. Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan”. Bahkan Rasulullah Saw bersabda yang artinya: "Sesunggnhnya perjanjian yang baik merupakan sebagian daripada iman "10 8

M. Ali Hasan, Berhagai Transuksi Dtilum /sltim. (Jakarta: FT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 101 9 Sayyid Sabiq, Fiqh at-Sunnah. (Beirut: Dar al-fikr. 1983) Cet ke-4. h. 99 10 Al-Bukhori, Shohih al-Bitkhori, (Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987). h.22

Dan yang harus senantiasa diperhatikan adalah bahwa setiap perjanjian yang kita lakukan. akan diminta pertanggung jawabannya oleh Allah Swt. Sebagaimana Firman Allah dalam surat al-Isra ayat 34:

Artinya: “Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih baik (bermanfaat) sampai ia dewasa dan penuhilah janji; Sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”. 2. Hukum Positif Secara harfiah ada yang mengatakan bahwa perjanjian adalah persetujuan, balikan ada pula yang menyamakan dengan kontrak. Istilah "Perjanjian" dalam hukum perjanjian merupakan kesepadanan dari istilah ''Overeenkomst" dari Bahasa Belanda. atau "Agreement" dalam Bahasa Inggris, yang berarti kata sepakat antara dua pihak atau lebih mengenai harta benda kekayaan mereka yang bertujuan mengikat kedua belah pihak. Dari segi Bahasa Indonesia perjanjian adalah persetujuan baik tertulis maupun lisan yang dibuat oleh dua pihak atau lebih yang masing-masing berjanji akan mentaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.11 Melihat batasan tersebut maka perjanjian adalah sama dengan persetujuan , sementara kontrak sama pula dengan perjanjian tetapi lebih sempit sifatnya, karena kontrak hanya merupakan perjanjian yang tertulis saja.

11

2

Munir Fuady. Hukum Kontrak. (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999). h.

Secara yuridis banyak batasan yang diberikan oleh berbagai ahli hukum. Menurut Prof. Subekti S.H; "Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal". Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang yang membuatnya tersebut.12 Prof. DR. R. Wirjono Prodjodikoro S.H merumuskan suatu perjanjian sebagai suatu perhubungan hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal. sedang pihak lain berhak untuk menuntut pelaksanaan janji itu.13 Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata memberikan defenisi mengenai perjanjian sebagai berikut: ''Suatu 'perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih berjanji mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. " Dari peristiwa ini. timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak memberikan defenisi tentang perikatan. Pasal 1233 Kitab Undang-undang Hukum Perdata hanya menyebutkan mengenai sumber perikatan. dimana

.h.l

12

Subekti. Hukum Perjanjian. (Jakarta: PT. Imermasa, 1987), Cet. ke-12

13

l\'rjanjicin, (Bandung:

Wirjono Prodjodikoro. Azas-azas Hukum Sumur Bandung. Cet. ke-8. h. 9

dikatakan bahwa: "Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan, baik karena Undang-undang". Oleh karena itu kemudian menurut Prof. Subekti yang dimaksud dengan perikatan oleh buku III Kitab Undang-undang Hukum Perdata. adalah:" Suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan memenuhi tuntutan itu”.14 Jadi dalam suatu terdapat .hak disatu pihak lainnya wajib memenuhi prestasi yang dituntut. Perhubungan antara kedua orang atau dua pihak tadi adalah suatu perhubungan hukum. artinya hak si berpiutang dijamin oleh Hukum atau Undang-undang. Apabila kewajiban itu tidak di penuhi secara suka rela, si berpiutang dapat menututnya di depan hakim. Adapun hubungan antara perjanjian dan perikatan adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Jadi karena ada suatu perjanjian maka kemudian lahirlah perikatan. Sumber perikatan adalah perjanjian dan Undang-undang. tetapi sumber terpenting dari perikatan adalah perjanjian karena sebagian besar perikatan terbit karena adanya suatu perjanjian. Perikatan yang dilahirkan dari Undang-undang itu timbul karena Undang-undang saja atau karena Undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia (pasal 1352 Kitab Undang-undang Hukum Perdata). 14

122

Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdaiu. (Jakarta: PT. Intermasa. 1984). Get. ke-12, h.

Menurut pasal 1353 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Perikatan yang dilahirkan dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia terbit dari perbuatan halal atau perbuatan melawan hukum. Perikatan yang bersumber dari Undang-undang semata-mata adalah perikatan yang dengan terjadinya peristiwa-peristiwa tertentu ditetapkan melahirkan suatu perikatan diantara pihak-pihak yang bersangkutan. terlepas dari kemauan pihak-pihak tersebut. Perikatan yang bersumber dari Undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia maksudnya adalah bahwa dengan dilakukannya serangkaian tingkah laku seseorang maka Undang-undang meletakkan akibat hukum berupa perikatan terhadap orang tersebut. Tingkah laku seseorang tadi mungkin merupakan perbuatan yang diperbolehkan Undang-undang atau mungkin pula perbuatan melawan hukum. Oleh karena itu berarti perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang pihak yang membuat suatu perjanjian, sedangkan perikatan yang lahir dari Undang-undang diadakan oleh Undang-undang diluar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua orang yang mengadakan suatu perjanjian, maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perikatan hukum. Sungguh-sungguh mereka itu terikat satu sama lain karena janji yang telah mereka berikan.

B. Azas-azas Perjanjian

1. Hukum Islam Hukum Islam mengatur pula masalah azas-azas dari suatu perjanjian, yang mana azas-azas tersebut sangat berpengaruh pada status akad dari perjanjian yang dilaksanakan. Dimana ketika azas ini tidak terpenuhi maka akan berakibat pada batalnya atau tidak sahnya perikatan (perjanjian) yang dibuat. Azas-azas itu adalah sebagai berikut: a. Al-Hurriyah (Kebebasan) Dalam suatu perjanjian, pihak-pihak yang melakukan akad mempunyai kebebasan untuk membuat perjanjian dari segi yang diperjanjikan atau menentukan persyaratan-persyaratan lain, termasuk menetapkan cara-cara penyelesaian bila terjadi sengketa. Kebebasan menentukan persyaratan dalam perjanjian ini dibenarkan selama tidak bertentangan dengan Syariat Islam. Hal ini agar tidak terjadi penganiayaan sesama manusia melalui akad dan syarat-syarat yang dibuatnya. Azas ini pula menghindari semua bentuk paksaan, penipuan dan tekanan dari pihak manapun. Adanya unsur paksaan dan pemasungan kebebasan dalam akad perjanjian mengakibatkan tidak sahnya suatu akad. Landasan azas ini terdapat dalam:15 QS. al-Maidah/5:l

15

T.M. Hasbi Ashshiddiqi, et. al., AI-Qur'an dan Terjemahnya, (Madinah-Saudi Arabia: Mujarnma al-Malik Fahd Li Thiba'at al-Mushhaf Asy syarif. 1990 M/1410 H), h. 64. 156

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu [388] dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”. Q.S.al-Ahzab/33:72

Artinya: “Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. b. Al-Musawah (Persamaan atau Kesetaraan) Azaz ini memberikan arti bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian kedudukan yang sama antara satu dan yang lainnya. Sehingga, pada saat menentukan hak dan kewajiban masingmasing pihak didasarkan pada azaz al-musawah ini. Landasan azas ini terdapat dalam al-qur’an al-Hujarat/49: 13

Artinya: “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.16 c. Al-Adalah (keadilan) 16

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999

Keadilan salah satu sifat tuhan dan al-qur’an menekankan agar manusia menjadikannya sebagai ideal moral. Bahkan al-qur’an menempatkan keadilan lebih dekat kepada takwah, seperti diisyaratkan dalam Q.S al-Maidah/5:8-9

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orangorang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. Allah Telah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan yang beramal saleh, (bahwa) untuk mereka ampunan dan pahala yang besar”.17 Pelaksanaan azas ini dalam akad, dimana para pihak yang melakukan akad dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.

d.

Al-Ridha (Kerelaan) Azas ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak. Jika dalam1 transaksi tidak terpenuhi azas ini, maka itu sama artinya dengan memakan sesuatu dengan cara yang bathil (al-akl bil bathil). Transaksi

17

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999

yang dilakukan tidak dapat dikatakan telah mencapai sebuah bentuk usaha yang saling rela antara pelakunya jika didalamnya ada tekanan, paksaan. penipuan dan' mis-statement. Jadi. azas ini mengharuskan tidak adanya paksaan dalam proses transaksi dari pihak manapun. Dasar azas ini adalah QS. An-Nisaa'/4:29:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.18 e. Ash-Shidq (Kejujuran dan Kebenaran) Kejujuran adalah suatu nilai etika yang mendasar dalam Islam, dan Islam adalah nama lain dari kebenaran. Islam dengan tegas melarang kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Allah berbicara benar dan memerintahkan semua Muslim untuk jujur dalam segala urusan dan perikatan, seperti diungkapkan dalam firman-Nya Q.S. al-Ahzab/33:70, yaitu:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan Katakanlah perkataan yang benar”.19

18

Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999 19 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999

Nilai kebenaran ini memberikan pengaruh kepada pihakpihak yang melakukan perjanjian untuk tidak berdusta, menipu dan melakukan pemalsuan. Pada saat azas ini tidak dijalankan, maka akan merusak legalitas akad yang dibuat. Dimana pihak yang merasa dirugikan dapat menghentikan proses perjanjian tersebut. f. Al-kitabah (Tertulis) Prinsip lain yang tidak kalah pentingnya dalam melakukan akad sebagaimana yang disebutkan dalam Q.S. alBaqarah/2:282-283, yaitu:

⌧ ☺

☺ ☺

⌧ ⌧ ☺ ☺

☺ ☺ ⌧ ☺



⌧ ⌧

☺ ⌧ ⌧ ⌦

⌧ ⌧ ☺

☺ ☺ ⌦ ☺ ☺ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksisaksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan

amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Ayat ini mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benarbenar berada dalam kebaikan bagi semua pihak yang melakukan akad, maka akad itu harus dilakukan dengan melakukan kitabah (penulisan perjanjian). Disamping itu, diperlukan juga adanya saksi-saksi (syahadah), rahn, (gadai, untuk kasus tertentu), dan prinsip tanggung jawab individu.

2. Hukum Positif Dikatakan bahwa hukum benda mempunyai suatu sustem tertutup, sedangkaan hukum perjanjian menganut sistem terbuka. Artinya macam-macam hak atas benda adala terbatas dan peraturan-peraturan yang menganai hak-hak atas benda itu bersifat memaksa, sedangkan Hukum Perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak melanggar ketertiban umum dan kesusilaan. Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian merupakan apa yang dinamakan Hukum Pelengkap ("optional law "), yang berarti bahwa pasal-pasal itu boleh disingkirkan manakala dikehendaki oleh pihak-pihak yang membuat suatu perjanjian. Mereka diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari pasal-pasal Hukum Perjanjian. Kalau mereka tidak mengatur sendiri

sesuatu soal, itu berarti mereka mengenai soal tersebut tunduk kepada Undang-undang. Memang tepat sekali nama hukum pelengkap itu dapat dikatakan. melengkapi perjanjian-perjanjian yang dibuat secara tidak lengkap. Sistem terbuka, yang mengandung suatu azas kebebasan membuat perjanjian. dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata lazimnya disimpulkan dalam pasal 1338 ayat (1), yang berbunyi demikian: "Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagi undang-undang bagi mereka yang membuatnya". Dengan menekankan pada perkataan semua maka pasal tersebut seolah-olah berikan suatu pernyataan kepada masyarakat bahwa kita di perbolehkan membuat perjanjian yang berupa dan berisi apa saja (atau tentang apa saja) dan perjanjian itu akan mengikat mereka yang membuatnya seperti suatu undang-undang. Atau dengan perkataan lain: Dalam sosal perjanjian. kita diperbolehkan membuat undang-undang bagi kita sendiri. Pasal-pasal dari Hukum Perjanjian hanya berlaku, apabila atau sekedar kita tidak mengadakan aturan-aturan sendiri dalam perjanjianperjanjian yang kita adakan itu. Misalnya, barang yang diperjual belikan, menurut Hukum Perjanjian harus diserahkan di tempat dimana barang itu berada sewaktu perjanjian jual beli ditutup. Tetapi para pihak, leluasa untuk memperjanjikan bahwa barang harus diserahkan di kapal, digudang,

diantar ke rumah si pembeli dan lain-lain, dengan pengertian bahwa biayabiaya pengantaran harus dipikul si penjual. Selanjutnya. Sistem terbuka dari Hukum Perjanjian itu, juga mengandung suatu pengertian, bahwa perjanjian-perjanjian khusus yang diatur dalam undang-undang hanyalah merupakan perjanjian yang paling terkenal saja dalam masyarakat pada waktu Kitab Undang-undang Hukum Perdata dibentuk. Misalnya, Undang-undang hanya mengatur perjanjianperjanjian jual-beli dan sewa menyewa, tetapi dalam praktek timbul suatu macam perjanjian yang dinamakan sewa beli, yang merupakan suatu campuran antara jual-beli dan sewa menyewa. Dalam Hukum Perjanjian berlaku azas, yang dinamakan azas kosensualisme. Perkataan ini berasal dari perkataan latin consensus yang berarti sepakat. Azas Konsensualisme bukanlah berarti untuk suatu perjanjian disyaratkan adanya kesepakatan. Ini sudah semestinya suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, berarti dua pihak sudah setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal. Arti konsensualisme ialah pada dasarnya perjanjian dan perikatan yang timbul karenanya itu sudah dilahirkan sejak detik tercapainya kesepakatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu sudah sah apabila sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tidaklah diperlukan sesuatu formalitas, Azas konsensualisme tersebut lazimnya disimpulkan dari pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, yang berbunyi : “Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat: a.

sepakat mereka yang mengikat dirinya; b. kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; c. suatu hal tertentu; d. suatu sebab yang halal". Oleh karena dalam pasal tersebut tidak disebutkan suatu formalitas tertentu di samping kesepakatan yang telah tercapai itu. maka disimpulkan bahwa setiap perjanjian itu sudahlah sah (dalam arti "mengikat") apabila sudah tercapai kesepakatan mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian itu, Terhadap azas konsensualisme itu juga ada pengecualian disana sini oleh undang-undang ditetapkan formalitasformalitas tertentu untuk beberapa macam perjanjian, atas ancaman batalnya perjanjian tersebut apabila tidak menuruti bentuk cara yang dimaksud, misalnya : Perjanjian penghibahan, jika mengenai benda tak bergerak harus dilakukan dengan akta notaris. Perjanjian perdamaian harus diadakan secara tertulis, dan lain-lain sebagainya. Perjanjian-perjanjian untuk mana ditetapkan suatu formalitas tertentu, dinamakan perjanjian formil.

C. Syarat dan Rukun Akad Suatu akad harus memenuhi beberapa rukun dan syarat. Rukun akad adalah unsur yang harus ada dan merupakan esensi dalam setiap akad. Jika salah satu rukun tidak ada, menurut hukum Islam akad dipandang tidak pernah ada. Sedangkan syarat adalah suatu sifat yang mesti ada pada setiap rukun, tetapi bukan merupakan esensi. Salah satu contoh syarat dalam akad jual beli adalah “kemampuan menyerahkan barang yang dijual”. Kemampuan

menyerahkan ini harus ada dalam setiap akad jual beli, namun ia tidak termasuk dalam pembentukan akad. Berikut akan diuraikan mengenai unsur-unsur pembentuk perangkat akad (alat al-‘aqd) di mana perangkat-perangkat inilah yang nantinya menjadi unsur-unsur pembentuk akad. Menurut mayoritas ulama, rukun akad terdiri atas: (1) Shighat (pernyataan ijab dan qabul); (2) ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad), (3) Ma’qud ‘alaih (obyek akad), dan (4) Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad). Berikut diuraikan rukun dan syarat akad menurut mayoritas ulama: 1. Shighat (pernyataan ijab dan qabul) Shighat al-aqd adalah cara bagaimana penyertaan pengikatan diri itu dilakukan. Dalam literatur fiqih, sighat al-aqd biasanya diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabuk, agar ijab dan qabul ini benar-benar mempunyai akibat hukum, para ulama fiqih mensyaratkan tiga hal : a.

Tujuan yang terkadang dalam penertaan itu jelas, sehingga dapat dipahami jenis akad yang dikehendaki,

b.

Antara ijab dan qabul harus ada kesesuain, dan

c.

Pernyataan ijab qabul ini mengacu pada suatu kehendak masingmasing pihak secara pasti dan tidak ragu-ragu. Satu majlis akad adalah kondisi bukan fisik dimana kedua

belah pihak yang berakad terfokus perhatiannya untuk melakukan akad.

2. ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad) Pihak yang berakad haruslah orang-orang yang cakap, berkaitan dengan orang yang melakukan akad ini, para fuqaha’ membahasnya pada hal dua pokok. Pertama, ahliyatul ada’ yaiti orang yang layak dengan sendirinya dapat melakukan berbagai akad, yaiti mereka yang dewasa (baligh) dan berakal, (bukan dibawah pengampuan) atau perwalian, maja secara otomatis orang tersebut layak mendapat ketetapan untuk menerima hak dan kewajiban serta tindakan sesuai dengan perjanjian yang dibuatnya yang dibenarkan oleh syara’. Kedua, wilayah atau perwalian. Perwalian dilakukan terhadap mereka yang dianggap tidak cakap hokum yaitu terhadapo orang yang belum dewasa atau mereka yang dibawah pengampuan. Menurut kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal1330, maka yang dianggap dewasa dan karenanya oleh hukum dianggap cakap membuat perjanjian, jika : a. Sudah genap berusia 21 tahun b. Sudah kawin meskipun belum genap berusia 21 tahun c. Sudah kawin meskipun bercerai meskipun belum genap berusia 21 tahun. Akan tetapi ketentuan diatas sudah tidak berlaku lagi karena keluarnya Undang-undang Perkawinan No. 1 tahun 1974 yang dituangakan dalam pasal 47 ayat (1), yaitu : “Anak yang belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah

melangsungkan perkawinan ada dibawah kejelasan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya” Maka orang yang dianggap dewasa adalah orang yang sudah berumur 18 tahun ke atas atau sudah pernah menikah. Umur dewasa 18 tahun ini juga sudah dikuatkan oleh Mahkamah Agung, antara lain dalam putusannya No. 477 K/Sip/1976, tanggal 13 oktober 1976” Sedangkan tentang orang dibawah pengampuan diatur dalam kitab Undang-undang Hukum Perdata pasal 433, orang dibawah pengampuan tersebut adalah : 1). Orang yang dungu (onnoozelheid) 2). Orang gila ( tidak waras pikiran) 3). Orang yang mata gelap (rezernij) 4). Orang yang boros Mereka tetap dibawah pengampuan sungguh pun kadang-kadang mereka dapat bertindak seperti orang yang cakap berbuat. 3. Ma’qud ‘alaih (obyek akad), Sesuatu yang menjadi obyek akad harus memenuh 4 (empat) syarat: a. Ia harus sudah ada secara konkret ketika akad dilangsungkan; atau diperkirakan akan ada pada masa akan datang dalam akad-akad tertentu seperti dalam akad salam, ishtishna’, ijarah dan mudarabah.

b. Ia harus merupakan sesuatu yang menurut hukum Islam sah dijadikan obyek akad, yaitu harta yang dimiliki serta halal dimanfaatkan (mutaqawwam). c. Ia harus dapat diserahkan ketika terjadi akad, namun tidak berarti harus dapat diserahkan seketika. d. Ia harus jelas (dapat ditentukan, mu’ayyan) dan diketahui oleh kedua belah pihak. Ketidakjelasan obyek akad selain ada larangan Nabi untuk menjadikannya sebagai obyek akad mudah menimbulkan persengketaan di kemudian hari, dan ini harus dihindarkan. Mengenai penentuan kejelasan suatu obyek akad ini, adat kebiasaan (‘urf) mempunyai peranan penting. Dari syarat pertama ulama mengecualikan empat macam akad : salam, istishna, ijarah dan musaqah. Artinya, empat macam aqad ini tetap dinyatakan sah walaupun objek akad belum ada ketika terjadi. Selain rukun, agar suatu akad dinyatakan sah masih diperlukan sejumlah syarat. Beberapa syarat yang berkenaan dengan shighat, `aqid dan ma`qud`alih, telah dikemukakan. Syarat penting lainnya adalah bahwa akad yang dilakukan bukan akad yang dilarang oleh hukum dan bahwa akad tersebut harus menimbulkan manfaat. 4. Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad). Maudhu` al`aqd atau tujuan akad merupakan salah satu bagian yang penting yang mesti ada pada setiap akad. Yang dimaksud

dengan maudhu`al`aqd adalah tujuan utama untuk apa akad itu dilakukan. Menurut hukum islam, yang menentukan tujuan hukum akad adalah al-musyarri` (yang menetapkan syariat yaitu Allah). Dengan kata lain, akibat hukum suatu akad hanya diketahui melalui syara` (hukum Islam) adalah tidak sah dan karena itu tidak menimbulkan akibat hukum. Tegasnya dalam hukum islam, jual beli atas barang yang diharamkan tersebut tidak menyebabkan perpindahan kepemilkan barang kepada pembeli dan kepemilikan harga barang kepada penjual. Tujuan dalam setiap akad-akad berbeda-beda karena berbeda jenis atau bentuk akadnya. Dalam akad jual beli, misalnya, akibat hukumnya adalah pemindahan pemilikan benda dengan imbalan; dalam akad hibah, akibat hukumnya adalah pemindahan pemilikan benda tanpa imbalan; dalam akad sewa menyewa (ijarah), akibat hukumnya adalah pemindahan pemilikan manfaat suatu benda atau jasa orang dengan imbalan; dalam akad peminjaman (ijarah), akibat hukumnya adalah pemindahan pemilikan manfaat suatu benda tanpa imbalan; demikian seterusnya. Tujuan akad itu tercapai segera setelah akad dilakukan apabila syarat-syarat yang diperlukan telah terpenuhi. Tujuan akad sebagaimana dikemukakan di atas selain disebut dengan istilah maudhu’al-‘aqd-disebut juga dengan “akibat hukum khusus akad” (al-hukm al-ashliy li-al-aqd atau atsar al-‘aqd alkhash, disingkat al-atsar al-khash). Di samping itu, menurut hukum Islam, terdapat pula “akibat hukum umum akad” (atsar al-‘aqd al-

‘amm, disingkat al-atsar al-‘amm) pada setiap jenis dan bentuk akad. Artinya, pada setiap akad yang sah terdapat akibat hukum yang bersifat umum dan sama, walaupun bentuk atau jenis akadnya berbeda-beda. Akibat hukum umum tersebut adalah nafadz dan ilzam wa luzum. Nafadz adalah berlakunya akibat hukum khusus akad dan semua perikatan (iltizamat) yang ditimbulkannya begitu akad selesai dilakukan. Nafadz dalam akad jaul beli, misalnya, adalah berpindahnya kepemilikan barang yang di jual (kepada pembeli) dan pembayaran harganya (kepada penjual) begitu akad selesai dilakukan, serta timbulnya kewajiban melaksanakan perikatan atas para pihak, yaitu menyerahkan barang yang di jual dan menerima pembayaran (bagi penjual) serta menerima barang dan menyerahkan pembayaran harga barang (bagi pembeli). Lawan atau kebalikan nafadz adalah tawaqquf (bergantung). Akad yang nafadz disebut akad yang nafidz dan akad yang tidak nafadz disebut akad mauquf. Ilzam dalam pengertian umum adalah mewajibkan pelaksanaan (pemenuhan) perikatan yang lahir dari akad; sedangkan menurut pengertian Fiqh (hukum Islam) adalah menimbulkan perikatan tertentu secara timbal balik atas pihak-pihak yang berakad dalam akad yang bersifat mengikat satu pihak seperti wadi’ah (penitipan). Sedangkan, yang dimaksud dengan luzum (mengikat) adalah ketidakbolehan “membatalkan” (fasakh) akad kecuali atas

kerelaan kedua belah pihak. Akad yang memiliki akibat hukum luzum (disebut akad lazim) adalah akad yang tidak mengandung hak khiyar (hak pilih untuk meneruskan atau tidak meneruskan akad) akibat hukum luzum ini, menururt ulama mazhab Hanafi dan Maliki, timbul begitu akad (ijab kabul) selesai dilakukan; sedangkan menurut ulama mazhab Syafi’i dan Hambali, ia baru muncul setelah majlis akad selesai. Dari perbedaan pendapat ini nampaknya yang paling tepat adalah pendapat yang menyatakan bahwa akad memiliki akibat hukum begitu selesai dilakukan. Dalam konteks sekarang adalah setelah dilakukan penandatanganan kedua belah pihak. Karena saat itulah secara nyata kedua belah pihak yang terlibat dalam akad menunjukkan kesepakatannya.

D. Batalnya Perjanjian Menurut Sayyid Sabiq, sebuah perjanjian dianggap batal apabila salah satu hal di bawah ini terjadi, di antaranya adalah20 1. Apabila berakhirnya masa berlaku sebuah perjanjian, apabila perjanjian itu memiliki tenggang waktu. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surah al-Taubah ayat 4.

20

Sayyid Sabiq, Op. cit., h. 101

Artinya: ”Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian) mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa. Dan hadist Nabi SAW. yang diriwayatkan oleh Abu Daud dan AlTirmidzi, dari Amr bin Abasah, bahwa tidak dibenarkan berpaling dari sebuah perjanjian, sebelum masanya telah habis. 2. Apabila perjanjian itu dibatalkan oleh kedua belah pihak yang melakukan akad. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Taubah ayat 12-13.

Artinya: “Jika mereka merusak sumpah (janji) nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, agar supaya mereka berhenti. Mengapakah kamu tidak memerangi orang-orang yang merusak sumpah (janjinya), padahal mereka telah keras kemauannya untuk mengusir Rasul dan merekalah yang pertama kali memulai memerangi kamu? Mengapakah kamu takut kepada mereka padahal Allah-lah yang berhak untuk kamu takuti, jika kamu benar-benar orang yang beriman. 3. Apabila muncul tanda-tanda penghianatan dari salah satu pihak yang melakukan perjanjian.

Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Anfal ayat 58.

Artinya: “Dan jika kamu khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berkhianat”.

E. Pembiayaan a. Pengertian pembiayaan Dalam kamus perbankan yang dimaksudkan dengan biaya adalah pengeluran atau pengorbanan yang tak terhindarkan untuk mendapatkan barang atau jasa dengan tujuan memperoleh maslahat, pengeluaran untuk kegiatan, tujuan, atau waktu tertentu , seperti ongkos pengiriman, pengepakan dan penjualan dimaksudkan untuk memperoleh penghasilan dalam laporan laba rugi perusaan, komponen biaya merupakan pengurang dari pendapat pengertian biaya berbeda dengan beban, semua biaya adalah beban, tetapi tidak semua beban adalah biaya (cost; expense).21 Pengertian pembiayaan menurut Undang-Undang perbankan nomor 10 tahun 1998 pasal satu ayat (12) adalah penyedian uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank pihak yang dibiayai untuk pengebalikan uang tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan atau bagi 21

Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999, cet. ke l, h. 30

hasil.22 pada bank konvensional kegiatan pembiyaan dikenal dengan istilah Kredit yaitu penyidiaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjaman. Meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.23 Pada dasarnya konsep kredit pada bank konvesional dan pembiayaan pada bank syariah tidak terlalu berbeda, yang terjadi perbedaan antara kredit yang diberikan oleh bank konvensional dengan pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah adalah terletak pada keuntungan yang diharapkan. bagi bank komvensional keutungan yang diperoleh melalui bunga, sedangkan bagi bank syariah berupa imbalan atau bagi hasil.24 b. Macam-Macam Pembiayaan Salah satu tugas pokok bank adalah menyalurkan danadana yang terhimpun melalui kegiatan pembiyaan untuk memenuhi kebutuahan pihak-pihak yang merupakan defisit unit. Manurut sifat penggunaanya pembiayan dapat dibagi dalam; a. Transaksi investasi yang didasarkan antara lain atas Akad Mudharabah dan/atau Musyarakah;

22

Udang Udangan Perbaankan No 10 Th 1999, Jakarta: Sinar Garfika, 2001, cet. ke I, h. 10 23 Kasmir, bank dan lambaga keuangan lainya (Jakarta ;pt raja grafindo persada 2000), h. 24 Kasmir, bank dan lambaga keuangan lainya (Jakarta ;pt raja grafindo persada 2000), h. 73

b. Transaksi sewa yang didasarkan antara lain atas Akad Ijarah atau Akad Ijarah dengan opsi perpindahan hak milik (Ijarah Muntahiyah bit Tamlik); c. Transaksi jual beli yang didasarkan antara lain atas Akad Murabahah, Salam, dan Istishna; d. Transaksi pinjaman yang didasarkan antara lain atas Akad Qardh; dan e. Transaksi multijasa yang didasarkan atas Akad Ijarah atau Kafalah.

F. Prinsip Dasar Kegiatan Perbankan Syariah Perkembangan yang pesat di dunia bisnis dan keuangan telah mendorong berkembangnya inovasi transaksi-transaksi keuangan syariah. Untuk mengantisipasi timbulnya risiko reputasi atas pesatnya perkembangan inovasi transaksi keuangan syariah tersebut diperlukan kesesuaian dengan prinsip syariah secara istiqamah sebagaimana difatwakan oleh Dewan Syariah Nasional. Untuk itu, diperlukan adanya penyesuaian dan penyempurnaan pengaturan yang berlaku terhadap pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa Bank Syariah dalam rangka memelihara kepercayaan masyarakat terhadap Bank Syariah. Dengan adanya ketentuan tentang pelaksanaan prinsip syariah dalam kegiatan Penghimpunan Dana, Penyaluran Dana dan Pelayanan Jasa Bank Syariah akan memberikan manfaat kepada semua pihak yang

berkepentingan dimana pada gilirannya akan mewujudkan pengelolaan Bank Syaria yang sehat. Selain itu, dengan adanya ketentuan ini dapat memberikan kejelasan dalam pelaksanaan kegiatan Bank Syariah sehingga dapat membantu operasional Bank Syariah menjadi lebih efesien dan meningkatkan kepastian hukum para pihak, termasuk bagi pengawas dan auditor Bank Syariah. 1. Produk Penghimpunan Dana Bank Syariah Bagi bank konvensional selain modal, sumber dana lainnya cenderung bertujuan untuk ”menahan” uang. Hal ini sesuai dengan pendekatan yang dilakukan Keynes yang mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan transaksi, cadangan, dan investasi. Berbeda dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan pendekatan tunggal dalam menyediakan produk dalam penghimpunan dana bagi nasabahnya. Dilihat dari sumbernya, dana bank syariah terdiri dari: 4. Modal, yaitu dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Pada akhir periode tahun buku, setelah dihitung keuntungan yang didapat pada tahun tersebut, pemilik modal akan memperoleh bagian hasil usaha yang biasa dikenal dengan deviden. 5. Titipan, salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam mobilisasi dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Adapun akad yang sesuai prinsip ini adalah al-wadi’ah yaitu merupakan titipan murni yang setiap saat dapat diambil jika pemiliknya mengkehendaki. 6. Investasi, akad yang sesuai dengan prinsip ini adalah mudharabah.

Tujuan dari mudharabah adalah kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal) dan pengelola dana (mudharib) yang dalam hal ini bank.

2. Produk Penyaluran Dana Bank Syariah Islam sebagai agama merupakan konsep yang mengatur kehidupan manusia secara komprehensif dan universal baik dalam hubungan dengan Sang Pencipta (Hablun min Allah) maupun dalam hubungan sesama manusia (Hablum min annas). Ada 3 (tiga) pilar pokok dalam ajaran Islam yaitu: Aqidah:

Komponen ajaran Islam yang mengatur tentang keyakinan atas keberadaan dan kekuasaan Allah sehingga harus menjadi keimanan seorang muslim manakala melakukan berbagai aktivitas dimuka bumi semata-mata untuk mendapatkan keridhaan Allah sebagai khalifah yang mendapat amanah dari Allah.

Syariah:

Komponen ajaran Islam yang mengatur tentang kehidupan seorang muslim baik dalam bidang ibadah (Hablu min Allah) maupun dalam bidang muamalah (Hablum min annas) yang merupakan aktualisasi dari aqidah yang menjadi keyakinannya. Sedangkan muamalah sendiri meliputi berbagai bidang kehidupan antara lain yang menyangkut

ekonomi atau harta dan perniagaan disebut muamalah maliyah. Landasan perilaku dan kepribadian yang akan mencirikan

Akhlak:

dirinya sebagai seorang muslim yang taat berdasarkan syariah dan aqidah yang menjadi pedoman hidupnya sehingga disebut memiliki akhlaqul karimah sebagaimana hadist nabi yang menjadikan akhlaqul karimah.25 Cukup banyak tuntutan Islam yang mengatur tentang kehidupan ekonomi umat antara lain secara garis besar adalah sebagai berikut: a. Islam menempatkan fungsi uang semata-mata sebagai alat ukur dan bukan sebagai komoditi, sehingga tidak layak untuk diperdagangkan apalagi mengandung unsur ketidakpastian atau spekulasi (gharar) sehingga yang ada bukan harga uang apalagi dikaitkan dengan berlalunya waktu tetapi nilai uang untuk menukar dengan barang. b. Riba dalam segala bentuknya dilarang bahkan dalam ayat Al-Qur’an tentang pelarangan riba yang terakhir yaitu surat Al-Baqarah ayat 278279 secara tegas dinyatakan sebagai berikut: “Hai orang-orang yang beriman takutlah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa-sisa riba itu jika kamu orang beriman. Kalau kamu tiada memperbuatnya dan jika kamu bertobat maka untukmu pokok-pokok hartamu kamu tidak menganiaya dan tidak pula teraniaya”. 25

1985. h. 34-35

Ausaf Ahmad, Development and Problem of Islamic Banks, IRTI-IDB,

c. Larangan riba juga terdapat dalam ajaran Kristen baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru yang pada intinya menghendaki pemberian pinjaman pada orang lain tanpa meminta bunga sebagai imbalan. d. Meskipun masih ada sementara pendapat khususnya di Indonesia yang masih meragukan apakah bunga bank termasuk riba atau bukan, maka sesungguhnya telah menjadi kesepakatan utama, ahli Fiqih dan Islamic Banker di kalangan dunia Islam yang menyatakan bahwa bunga bank adalah riba dan riba diharamkan. e. Tidak memperkenalkan berbagai bentuk kegiatan yang mengandung unsur spekulasi dan perjudian termasuk didalamnya aktivitas ekonomi yang diyakini akan mendatangkan kerugian bagi masyarakat. f. Harta harus berputar (diniagakan) sehingga tidak boleh hanya berpusat pada segelintir orang dan Allah sangat tidak menyukai orang yang menimbun harta sehingga tidak produktif dan oleh karenanya bagi mereka yang mempunyai harta tidak produktif akan dikarenakan zakat yang lebih besar dibanding jika diproduktifkan. Hal ini juga dilandasi ajaran yang menyatakan bahwa kedudukan manusia di bumi sebagai khalifah yang menerima amanah dari Allah sebagai pemilik mutlak segala yang terkandung di dalam bumi dan tugas manusia untuk menjadikannya sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan manusia. g. Bekerja dan atau mencari nafkah adalah ibadah dan wajib dilakukan sehingga tidak seorangpun tanpa bekerja yang berarti siap menghadapi

resiko dapat memperoleh keuntungan atau manfaat (bandingkan dengan perolehan bunga bank dari deposito yang bersifat tetap dan hampir tanpa resiko). h. Dalam berbagai bidang kehidupan termasuk dalam kegiatan ekonomi harus dilakukan secara transparan dan adil atas dasar suka sama suka tanpa paksaan dari pihak manapun. i. Adanya kewajiban untuk melakukan pencatatan atas setiap transaksi khususnya yang tidak bersifat tunai dan adanya sanksi yang bisa dipercaya (simetri dengan profesi akuntansi dan notaris). j. Zakat sebagai instrumen untuk pemenuhan kewajiban penyisihan harta yang merupakan hak orang lain yang memenuhi syarat untuk menerima, demikian juga anjuran yang kuat untuk mengeluarkan infaq dan shodaqah sebagai manifestasi dari pentingnya pemerataan kekayaan dan memerangin kemiskinan. Dari uraian ringkas di atas memberikan gambaran yang jelas tentang prinsip-prinsip dasar sistem ekonomi Islam di mana tidak hanya berhenti pada tataran konsep saja tetapi tersedia cukup banyak contohcontoh kongrit yang diajarkan oleh Rasul Allah, yang untuk penyesuaiannya dengan kebutuhan saat sekarang cukup banyak ijtma’ yang dilakukan oleh para ekonom dan praktisi lembaga keuangan Islam. Sesuai sifatnya yang universal maka tuntutan Islam tersebut diyakini akan selalu relevan dengan kebutuhan zaman, dalam hal ini sebagai contoh adalah pengembangan lembaga keuangan Islam seperti perbankan dan asuransi.

Atas dasar hal tersebut di atas, maka dalam pelaksanaan perjanjian penyaluran dana pada Bank Syariah secara umum didasari pada konsep Islam. Di mana dalam perjanjian penyaluran pembiayaan tersebut yang menjadi persoalan krusial adalah larangan praktek sistem bunga (riba). Dalam Penyaluran Dana secara garis besar produk pembiayaan syariah terbagi dalam empat kategori yang dibedakan berdasarkan tujuan penggunaannya, yaitu: 1). Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli (Ba’i) Prinsip Jual Beli diadakan sehubungan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of proferty). Tingkat keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi Jual Beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayaran dan penyerahan barangnya yakni sebagai berikut: a). Bai'al-Murabahah, Pembiayaan persediaan dalam usaha produksi terdiri atas biaya pengadaan bahan baku dan penolong. Melalui proses produksi bahan baku tersebut akan menjuadi barang setengah jadi, kemudian barang jadi yang siap untuk dijual. Bila barang jadi itu dijual dengan kredit, ia berubah menjadi piutang dan melalui proses collection akan berubah menjadi kas kembali. b). Bai' as-Salam, Untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti, seperti produksi pertanian, bank dapat memberikan fasilitas bai' assalam. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan pembayaran di muka secara sekaligus dan

nasabah berkewajiban men-deliver barang tersebut pada tanggal yang disepakati dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan, bank dapat mencari pembeli atas produk tersebut. Kombinasi ini disebut sulam parallel. c). Bai' al-Istisha', Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk proses sampai menghasilkan barang jadi, bank dapat memberikan fasilitas bai' al-istisha'. Melalui fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan harga yang disepakati kedua belah pihak (biasanya sebesar biaya produksi ditambah keuntungan bagi produsen, tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan pembayaran di muka secara bertahap sesuai dengan tahap-tahap produksi. 2). Pembiayaan dengan Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi Ijarah dilandaskan pada adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli (ba’i), tetapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa. Pada umumnya bank-bank Islam mengoperasikan produk ijarah tersebut dengan menggunakan ijarah muntahiya bitamlik (IMB) yang merupakan perpaduan antara kontrak jual beli dengan sewa, atau lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan penyewa. Hal ini lantaran lebih sederhana dari segi pembukuan

dan bank pun tidak diperbolehkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya. 3). Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus. a). Pembiyaan Musyarakah Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersamasama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. b). Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian keuntungan. Bentuk ini menegaskan bentuk kerja sama dalam paduan kontribusi 100% modal shahibul maal dan keahlian dari mudharib. Untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, biasanya diperlukan “akad pelengkap” yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk mempermudah pelaksanaan pembiayaan, salah satunya ialah qardh, yang berarti pinjaman uang.

3. Produk Pelayanan Jasa Bank Syariah Sebagaimana diuraikan penjelasan atas PBI NO. 9/19/PBI/2007 tanggal 17 Desember 2007 Tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam kegiatan “Penghimpunan Dana” dan “Penyaluran Dana” serta “Pelayanan Jasa” bagi Bank syariah didasarkan sistem ekonomi Islam akan menjadi dasar beroperasinya bank Islam, yaitu yang paling menonjol adalah tidak mengenal konsep bunga uang dan yang tidak kalah pengtingnya adalah untuk tujuan komersial Islam tidak mengenal peminjaman uang tetapi adalah kemitraan/kerjasama (mudharabah dan musyarakah) dengan prinsip bagi hasil, sedang peminjaman uang hanya dimungkinkan untuk tujuan sosial tanpa adanya imbalan apapun. Dalam realisasi kegiatan Pelayanan Jasa Bank Syariah, dapatlah dilihat sebagai berikut: 1) Jasa-jasa terdiri dari: a) Ijarah yaitu kegiatan penyewaan suatu barang dengan imbalan pendapatan sewa, bila terdapat kesepakatan pengalihan pemilikan pada akhir masa sewa disebut ijarah mumtahiya bi tamlik (sama dengan operating lease). b) Wakalah yaitu pihak pertama memberikan kuasa kepada pihak kedua (sebagai wakil) untuk urusan tertentu di mana pihak kedua mendapat imbalan berupa fee atau komisi. c) Kafalah yaitu pihak pertama bersedia menjadi penanggung atas kegiatan yang dilakukan oleh pihak kedua sepanjang sesuai

dengan yang di perjanjikan di mana pihak pertama menerima imbalan berupa fee atau komisi (garansi). d) Sharf yaitu pertukaran/jual beli mata uang yang berbeda dengan penyerahan segera/spot berdasarkan kesepakatan harga sesuai dengan harga pasar pada saat pertukaran. 2) Jasa Perbankan a) Sharf (jual beli valuta asing). Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip sharf, sepanjang dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini. b) Ijarah (sewa). Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (safe deposit box) dan jasa laksana administrasi dokumen (custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.26 Prinsip operasi yang berbeda dengan bank konvensional memberikan implikasi perbedaan pada prinsip akuntansi baik dari segi penyajian maupun pelaporannya. Laporan akuntansi bank Islam akan terdiri dari: a.

Laporan posisi keuangan /neraca.

b.

Laporan laba-rugi.

c.

Laporan arus kas.

d.

Laporan perubahan modal. 26

Mahmud Thoha (Ed), (2005). Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sektor Primer (Buku 2), Jakarta: P2E-LIPI.

e.

Laporan perubahan investasi tidak bebas/terbatas.

f.

Catatan atas laporan keuangan.

g.

Laporan sumber dan penggunaan zakat.

h.

Laporan sumber dan penggunaan dana qard/qardul hasan.27

27

Http://www. LIPI.com. Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis: Perspektif Ekonomi Politik Islam, oleh Mahmud Thoha, dikutip pada tanggal 28 Desember 2006.

BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG BANK SUMUT SYARIAH C. Tinjauan tentang Bank Sumut Syariah Mengenai pembahasan terhadap pokok-pokok yang sebelumnya telah dirumuskan dan ditetapkan pada bab I terdahulu berikut penulis menguraikan terlebih dahulu keberadaan akitivitas kegiatan dari Bank Sumut Syariah tersebut. 6. Pendirian Bank Sumut Syariah Bank sumut syariah didirikan pada tanggal 4 November 2005 dengan akte notaris Roesli nomor 22 dalam bentuk Perseroan Terbatas (PT). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1962 tentang Ketentuan Pokok Bank Milik Pemerintahan Daerah dengan Peraturan Daerah (Perda) Tingkat I Sumatera Utara Nomor 5 Tahun 1965. Perda tersebut menetapkan modal dasar sebesar Rp 3 Triliun dan sahamnya hanya dimiliki oleh Pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintahan Daerah Tingkat II di seluruh Sumatera Utara. 7. Modal Awal Bank Sumut Syariah Bank Indonesia akan menurunkan batas minimal modal awal bank umum syariah Rp 3 triliun, langkah itu bertujuan agar lebih banyak investor yang berminat mendirikan bank syariah. Bank

Indonesia (BI) mensyaratkan investor yang ingin mendirikan bank umum syariah khususnya pada bank sumut syariah menyetor modal minimal Rp 3 triliun. Besaran modal awal tersebut bisa membatasi pendirian ketentuan bank umum konvensional yang baru. Modal awal tersebut akan dinaikan kembali jika jumlah Bank Sumut Syariah dianggap sudah optimal. Selain ketentuan modal awal, Bank Indonesia juga berencana menertibkan aturan baru untuk unit usaha syariah yang ingin menjadi bank umum syariah yang berdiri sendiri. Penambahan Kantor Bank Syariah meningkat dari 40 outlet pada januari 2000 menjadi 328 outlet pada mei 2005. Itu berarti rata-rata pertumbuhan mencapai lima outlet per bulan. Adapun pertumbuhan kantor bank konvensional hanya satu outlet per bulan. Dana Pihak Ketiga (DPK) Syariah Bank Sumut tumbuh 161% pada triwulan I 2007 yang mencapai Rp 37,97 miliar atau tumbuh sebesar 161% dibandingkan periode yang sama tahun 2006 sebesar Rp 14,5 miliar. Kepala Bidang Pembiayaan Devisi Syariah Bank Sumut Kaswinata mengatakan, sumber penghimpunan DPK terbesar masih berasal dari produk tabungan sebesar Rp 17,9 miliar, deposito sebesar Rp 16,6 miliar, dan giro Rp 3,4 miliar. Pada periode yang selama tahun 2006, sumber DPK yang terbesar juga berasal dari tabungan sebesar Rp 6,8 miliar, disusul oleh deposito sebesar Rp 6,5 miliar, dan giro sebesar Rp 1,2

miliar.28 Penyaluran pembiayaan Devisi Syariah Bank Sumut pada triwulan I 2007 juga mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi sebesar 81,5 % atau sebesar Rp 58,005 miliar di bandingkan periode yang sama tahun lalu yang hanya Rp 31,95 miliar. Sumber pembiayaan berasal dari jual beli murabahah sebesar Rp 51,545 miliar dan mudharabah (modal kerja) sebesar Rp 6,51 miliar. “Pembiayaan terbesar disalurkan ke usaha kecil sebesar Rp 30,69 miliar, disusul oleh usaha mikro sebesar Rp 22,14 miliar, dan usaha menengah sebesar Rp 5,23 miliar. Jumlah nasabah saat ini mencapai 1.750 nasabah. Divisi Syariah Bank Sumut masih tetap fokus pada pangsa pasar sektor riil dan ritel untuk mengangkat perekonomian masyarakat menengah kebawah.29 Sampai saat ini Bank Sumut Syariah masih tetap menjalankan program untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat kecil, yang lebih dikenal dengan pembiayaan peduli usaha mikro tanpa agunan. Besarnya Rp 1 juta untuk membantu percepatan penghimpunan dana, Devisi Bank Sumut Syariah juga melaksanakan office chanelling pada bulan juli 2007, dengan mendirikan pusat layanan syariah di 66 kantor Bank Sumut Konvensional, yakni 15

28 29

Hasil wawancara dari PT. Bank Sumut Syariah Hasil wawancara dari PT. Bank Sumut Syariah

kantor cabang dan 51 kantor cabang pembantu. 8. Struktur Kepengurusan Bank Sumut Syariah Dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, maka dengan ketentuan pelaksanaan dan beberapa SK Direksi BI pada tgl 12 Mei 1999 atau paket Mei 1992 antara lain (1) SK Direksi BI No.32/33/KEP/DIR tgl 12 Mei 1992 tentang Bank Umum, (2) SK Direksi BI No.32/43/KEP/DIR tgl 12 Mei 1959 Bank Umum berdasarkan Prinsip Syariah. Maka sistem Perbankan sesuai dengan UU.No 10 Tahun 1998 terdiri dari (a) Bank Umum, (b) Bank Perkreditan Rakyat. Dalam melaksanakan usahanya, Bank Umum dapat menyelenggarakan secara konvensional dan secara syariah. Sesuai dengan SK Direksi Bank Indonesia No.32/33/KEP/DIR tgl 12 Mei 1959 bagi Bank konvensional yang menginginkan berubah menjadi Bank Syariah penuh maupun kombinasi antara Bank konvensional dan Bank Syariah. Sehubungan dengan poin di atas, maka PT. Bank Sumut Syariah diurai ataupun di kemudikan oleh seorang Direktur Utama dan beberapa orang Direktur yang dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan tanggung jawabnya berada dibawah pengawasan seorang Komisaris Utama dan beberapa orang komisaris. Baik Komisaris Utama, Komisaris, Direktur Utama, Direktur, dan pada Anggota

Direksi, keberadaannya diangkat dan diberhentikan atas dasar hasil rapat umum penentuan kebijakan dan masa depan PT. Bank Sumut Syariah adalah berada di tangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Komisaris Utama, Komisaris, Direktur Utama, Direktur, masa lamanya menduduki Jabatannya dengan di tentukan waktunya (masa aktif 55 tahun). Pengangkatan dan pemberhentian masingmasing ditentukan berdasarkan hasil rapat di dalam RUPS. Dalam arti bila hasil RUPS memuat diletakkannya pemberhentian dan atau pergantian Komisaris Utama, Komisaris, Direktur Utama, dan Direktur maka harus dilakukan pemberhentian dan pengambilan tersebut. Secara skematis susunan atau format Kepengurusan PT. Bank Sumut Syariah yang dilihat dari segi kewenangan di dalam mengambil dan mendapatkan kebijakan secara menentukan masa depan perusahaan, secara sederhana dapat digambarkan sebagaimana yang terdapat dalam Lampiran 1. Dalam hal terjadinya pergantian Komisaris Utama, Direktur Utama, dan juga Direktur, maka hal ini harus didaftarkan di Kantor Paniteraan Pengadilan Negeri. Struktur Organisasi Cabang Pembantu

PT. Bank Sumut Syariah Stabat

Pemimpin Cabang Pembantu

Seksi Pemasaran

Pelaksanaan Pemasaran Analisis Pembiayaan

Seksi Operasional

Pelaksanaan Pelayanan dan Informasi Nasabah

Pelaksanaan Pelayanan dan Informasi Nasabah

Pelaksanaan Pelayanan dan Informasi Nasabah

Dengan adanya struktur organisasi Cabang Pembantu PT Bank Sumut Syariah Stabat, maka diharapkan dapat lebih memenuhi kebutuhan masyarakat di Stabat khususnya dan di Kabupaten Langkat umumnya tentang Bank Syariah. Hal ini sesuai dengan keadaan penduduk di Kabupaten Langkat yang mayoritas adalah muslim, sehingga memerlukan bank tersebut. Di segi lain, Stabat merupakan ibu kota Kabupaten Langkat, sehingga banyak aktivitas ekonomi yang kelancarannya memerlukan jasa perbankan, baik yang bersifat menyimpan, kredit, maupun aktivitas perbankan lainnya. D. Produk-Produk Bank Sumut Syariah Bank sumut syariah merupakan komitmen dalam menyediakan produk dan jasa perbankan dilandasi pada prinsip syariah dan pemberdayaan modal secara produktif, untuk keamanan dan kemudahan investasi. Bank sumut syariah memanfaatkan produk dan

jasa keuangan murni syariah. Secara teknis fisik, menabung di bank syariah dengan yang berlaku di bank konvensional hampir tidak ada perbedaannya. Hal ini baik karena bank syariah maupun bank konvensional diharuskan mengikuti aturan teknis perbankan secara umum. Akan tetapi, jika diamati secara mendalam, terdapat perbedaan besar diantara keduanya. Perbedaan pertama, terletak pada akad. Pada bank syariah semua transaksi harus berdasarkan pada akad yang dibenarkan oleh syariah. Dengan demikian semua transaksi itu harus mengikuti kaidah dan aturan yang berlaku pada akad-akad muamalah syariah. Pada bank konvensional, transaksi pembukaan rekening, baik giro, tabungan, maupun deposito, berdasarkan perjanjian titipan maupun perjanjian titipan ini tidak mengikuti prinsip manapun dalam muamalah syariah, misalnya wadi’ah, karena salah satu penyimpangannya diantaranya menjanjikan imbalan dengan tingkat bunga tetap terhadap uang yang disetor. Perbedaan kedua, terdapat pada imbalan yang diberikan. Bank konvensionsl menggunakan konsep biaya (cost concept) untuk menghitung keuntungan. Artinya, bunga yang dijanjikan di muka kepada nasabah menghitung keuntungan ongkos yang harus dibayar oleh bank. Karena itu bank harus “menjual” kepada nasabah lainnya (peminjam) dengan biaya (bunga) yang lebih tinggi. Perbedaan diantara

keduanya disebut spread. Jika bunga dibebankan kepada peminjam lebih tinggi dari pada bunga yang harus dibayar kepada nasabah penabung, bank akan mendapatkan spread negative bagi bank. Bank harus menutupnya dengan keuntungan yang dimiliki sebelumnya. Jika tidak ada, ia harus menanggulangi dengan modal. Bank syariah menggunakan profit sharing, artinya dan yang diterima bank disalurkan dengan pembiayaan. Keuntungan yang didapatkan dari pembiayaan tersebut dibagi dua, untuk bank dan nasabah berdasarkan perjanjian pembagian keuntungan di muka (biasanya terdapat dalam formulir pembukaan rekening yang berdasarkan mudharabah). Perbedaan ketiga, adalah secara kredit/ pembiayaan. Para penabung dikonvensional tidak sadar bahwa uang yang ditabungkannya diputarkan kepada semua bisnis tanpa memandang halal-haram bisnis tersebut, bahkan sering terjadi dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek-proyek milik grup perusahaan bank tersebut. Celakanya kredit itu diberikan tanpa memandang apakah jumlah melebihi batas maksimum pemberian kredit (BMPK) ataukah tidak. Akibatnya, ketika krisis datang dan kredit-kredit itu bermasalah, bank sulit untuk mendapatkan dana pengembalian dana darinya. Adapun dalam bank syariah, penyaluran dana simpanan dari masyarakat dibatasi oleh dua prinsip dasar, yaitu prinsip syariah dan keuntungan. Artinya, pembiayaan yang harus diberikan harus mengikuti kriteria-kriteria

syariah, disamping pertimbangan-pertimbangan keuntungan. Misalnya, pemberian pembiayaan (kredit) harus kepada bisnis lain yang halal, tidak boleh atau kepada perusahaan atau bisnis yang memperoleh makanan dan minuman yang diharamkan, perjudian, pornografi, dan bisnis lain yang tidak sesuai dengan syariah. Karena itu, menabung dibank syariah relatif lebih aman ditinjau dari perspektif Islam karena akan mendapatkan keuntungan yang didapati dari bisnis yang halal. 1.

Produk Dana Fatwa DSN No: 01/ DSN-MUI/ IV/ 2000, Tentang: Giro yang dibenarkan secara syariah, yaitu Giro yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah. No: 02/ DSN-MUI/ IV/ 2000, Tentang: Tabungan yang dibenarkan, yaitu tabungan yang berdasarkan prinsip Mudharabah dan Wadi’ah, No: 03/ DSN-MUI/ IV/ 2000, Tentang Deposito yang dibenarkan, yaitu deposito yang berdasarkan prinsip Mudharabah. Memilih antara Wadiah dan Mudharabah. Seseorang yang ingin menabung di Bank Sumut Syariah dapat memilih antara akad al-wadiah atau al-mudharabah. Meskipun jenis produk tabungan di Bank Syariah mirip dengan konvensional, yaitu giro, tabungan, dan deposito, namun dalam Bank Syariah terdapat perbedaan-perbedaan yang prinsipil seperti yang dijelaskan berikut ini.

Giro, pada umumnya, Bank Syariah menggunakan akad al-wadiah pada rekening giro. Nasabah yang membuka rekening giro berarti melakukan akad wadiah ya al-amanah dan wadiah ya adh-dhamanah.30 Akad wadi’ah yad al-amanah adalah akad titipan yang dilakukan dengan kondisi penerimaan titipan (dalam hal ini bank) tidak wajib mengganti jika terjadi kerusakan. Biasanya akad ini diterapkan bank pada titipan murni, seperti safe deposit box. Dalam hal ini bank hanya bertanggung jawab atas kondisi barang (uang) yang dititipkan. Adapun wadiah yad adh-dhamanah adalah titipan yang dilakukan dengan penerima titipan bertanggung jawab atas nilai (bukan fisik) dari uang yang dititipkan. Bank sumut syariah ini menggunakan akad wadiah yad adh-dhamanah untuk rekening giro. Bank Sumut Syariah dengan sistem bagi hasil dirancang untuk terbinanya kebersamaan dalam menanggung resiko usaha dan berbagi hasil usaha antara pemilik dana (investor atau shahibul maal) dan pengelola dana (manajer atau mudharib). a. Produk Wadiah (titipan Wadiah) Produk wadiah ada dua macam, yaitu tabungan Marwah (martabe wadiah), dan giro Wadiah. Prinsip wadi’ah yang diterapkan adalah wadi’ah yad dhamanah pada produk 30

Hasil wawancara dari PT. Bank Sumut Syariah

rekening giro dan tabungan. Wadi’ah dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah, pada prinsipnya harta tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak yang dititipi. Sedangkan dalam hal wadi’ah dhamanah, pihak yang dititipi (bank) bertanggung jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipaan tersebut. Adapun ketentuan umum dari produk ini adalah sebagai berikut ini: 1. Keuntungan atau kerugian dari penyaluran dana menjadi hak milik atau ditanggung bank, sedang pemilik dana tidak dijanjikan imbalan dan tidak menanggung kerugian. Bank dimungkinkan memberikan bonus kepada pemilik dana sebagai suatu insentif untuk menarik dana masyarakat namun tidak boleh dijanjikan dimuka. 2. Bank harus membuka akad membuka rekening yang isinya mencakup izin penyaluran dana yang disimpan dan persyaratan lain yang disepakati selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 3. Terhadap pembukaan rekening ini bank dapat mengenakan pengganti biaya administrasi untuk sekedar menutupi biaya yang benar-benar terjadi. 4. Ketentuan-ketentuan lain yang berkenaan dengan giro dan

tabungan tetap berkaku selama tidak bertentangan dengan prinsip syariah, yaitu: • Dikelola dengan prinsip Wadiah yad-dhamanah dimana bank sebagai pengelola dana titipan nasabah. • Kewenangan atas pengelolaan dana nasabah menjadi hak bank dan apabila ada kerugian menjadi tanggung jawab bank. • Bank tidak membagikan bagi hasil atas dana titipan. • Dapat dijadikan jaminan pembiayaan di PT. Bank Sumut • Nasabah dapat menarik dananya setiap saat diseluruh Kantor Bank Sumut secara on line. • Bank wajib mengembalikan dana titipan nasabah. • Lembaga

Penjaminan

Pinjaman

(LPS)

menjamin

pengembalian dana titipan nasabah s/d 1 (satu) Milyar. b. Produk Mudharabah (bagi hasil) Produk mudharabah (bagi hasil) ada dua macam, yaitu: 1. Tabungan Marhamah (martabe bagi hasil mudharabah). Tabungan. Bank Sumut Syariah menetapkan dua akad dalam tabungan, yaitu wadi’ah dan mudharabah. Tabungan yang menerapkan akad wadi’ah mengikuti prinsip-prinsip wadi’ah

yad adh-dhammanah seperti yang dijelaskan diatas. Artinya tabungan ini tidak mendapatkan keuntungan karena ia titipan dan dapat diambil sewaktu-waktu dengan menggunakan buku tabungan atau media lain seperti kartu ATM. Tabungan yang berdasarkan akad wadi’ah ini tidak mendapatkan keuntungan dari bank karena sifatnya titipan. Akan tetapi, bank tidak dilarang jika ingin memberikan semacam bonus/hadiah. Tabungan yang menerapkan akad mudharabah mengikuti prinsip-prinsip akad mudharabah. Di antaranya sebagai berikut: Pertama, keuntungan dari dana yang digunakan harus dibagi antara shahibul maal (dalam hal ini nasabah) dan mudharib (dalam hal ini bank). Kedua, adanya tenggang waktu antara dana yang diberikan dan pembagian keuntungan, karena untuk melakukan investasi dengan memutar dan itu diperlukan waktu yang cukup. Ketentuan teknis tabungan yang berlaku pada industri perbankan pada umumnya juga berlaku dalam tabungan bank sumut syariah. Misalnya, nasabah harus menyerahkan foto copy KTP, mengisi formulir, menandatangani specimen tanda tangan. Demikian pula dalam hal ketentuan pembukaan dan penutupan rekening, penarikan dan pemindahan dana, dan sebagainya.

2. Deposito Ibadah Deposito. Bank Sumut Syariah menerapkan akad mudharabah untuk deposito. Seperti dalam tabungan, dalam hal ini nasabah (deposan) bertindak sebagai shahibul maal dan bank selaku mudharib. Penerapan mudharabah terhadap deposito dikarenakan kesesuaian yang terdapat diantara keduanya. Misalnya seperti yang dikemukakan diatas bahwa akad mudharabah mensyaratkan adanya tenggang waktu antara penyetor dan penarikan agar dana itu bisa diputarkan. Tenggang waktu ini merupakan salah satu sifat deposito, bahkan dalam deposito terdapat pengaturan waktu, seperti 30 hari, 90 hari, dan seterusnya. Ketentuan teknis deposito dalam Bank Sumut Syariah juga mengikuti ketentuan bank teknis, seperti syarat-syarat pembukaan, penutupan, formulir pembukaan, bilyet, specimen tanda tangan, dan sebagainya. Sebagaimana tabungan yang mendapatkan keuntungan/bagi-hasil dari keuntungan bank. Pembayaran keuntungan di Indonesia pada akhir bulan/ jatuh tempo. Konsep Trust Investment (mudharabah) adalah investasi dana dari satu pihak lain (investee) yang menjadi manajer. Keuntungan investasi dibagi menurut kesepakatan (nisbah)

yang dituangkan dalam kontrak diawal investasi. Dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah, deposan bertindak sebagai shahibul maal (pemilik modal) dan bank sebagai mudharib (manajer). Dana tersebut digunakan bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang dijelaskan seperti terdahulu. Dapat pula dana terebut digunakan bank untuk melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagihasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya untuk melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab penuh atas kerugian yang terjadi. Rukun mudharabah terpenuhi sempurna (mudharib, shahibul maal, usaha yang dibagihasilkan, nisbah dan ijab qabul). Diaplikasikan pada produk Tabungan Berjangka dan Deposan Berjangka. Dalam kegiatan penghimpun dana, mudharabah terbagi menjadi: a. GIA = General Investment Account (mudharabah mutlaqah) Tidak ada pembatasan bagi bank dalam menggunakan dana yang dihimpun. Nasabah tidak memberi persyaratan apapun kepada bank, ke bisnis apa dana yang disimpannya hendak

disalurkan, atau menetapkan penggunakan akad-akad tertentu. Jadi bank memiliki kebebasan penuh dalam menyalurkan dana GIA ini ke bisnis manapun yang diperkirakan menguntungkan. Ketentuan umum: 1) Bank wajib memberitahukan kepada pemilik dana mengenai

nisbah

dan

tata

cara

pemberitahuan

keuntungan dan/ atau pembagian keuntungan serta resiko yang dapat ditimbulkan dari penyaluran dana. Apabila telah tercapai kesepakatan, maka hal tersebut harus dicantumkan dalam akad. 2) Untuk tabungan mudharabah, bank dapat memberikan buku tabungan sebagai bukti penyimpanan, serta kartu ATM dan atau alat penarikan lainnya kepada penabung. Untuk deposito mudharabah, bank wajib memberikan sertifikat atau tanda penyimpanan (bilyet) deposito kepada deposan. 3) Tabungan dan deposito mudharabah tidak dapat diambil pada setiap saat. 4) Ketentuan-ketentuan yang lain yang berkaitan dengan tabungan

dan depisito berjangka tetap berlaku

sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.

b. SIA = Special Investment Account (mudharabah muqayyadah) Dalam hal ini diberlakukan beberapa hal sebagai berikut: 1) Dikelola dengan prinsip Mudharabah Mutlaqah yaitu nasabah

sebagai pemilik dana (shahibul maal) dan

bank (mudharib) sebagai pengelola dana. 2) Bank tanpa batasan dapat mengelola dana di sektor usaha yang produktif dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 3) Pemilik dana mendapat bagi hasil yang diberikan setiap bulan dan dibukukan secara otomatis ke rekening tabungan. 4) Dapat dijadikan jaminan pembiayaan di PT. Bank Sumut. Khusus Bagi Tabungan Marhamah adalah: 1) Mempunyai sistem target saving dengan jangka waktu. 2) Jika target belum tercapai selama jangka waktu yang diperjanjikan dapat diperpanjang. 3) Penyetoran dan penarikan dapat dilakukan secara On line di/ke seluruh Kantor Bank SUMUT. 4) Besarnya bagi hasil yang diperoleh nasabah tergantung dari nisbah dan pendapatan operasional bank.

5) Sebagai bukti Investasi diberikan buku tabungan. 2. Produk Pembiayaan a. Transaksi Jual Beli dalam bentuk Piutang Murabahah. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang murabahah merupakan akad-jual beli atas suatu barang, dengan harga disepakati diawal dimana bank menyebutkan harga pembelian dan keuntungan yang diperoleh bank. Bank dapat mensyaratkan pembeli untuk membayar uang muka (urbun). Nasabah membayar kepada bank menurut harga yang diperjanjikan dan harga/pembayaran tidak berubah selama jangka waktu yang telah disepakati. b. Transaksi Bagi Hasil Mudharabah Transaksi bagi hasil mudharabah adalah akad kerja sama antara bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) dengan nasabah sebagai pengelola dana (mudharib). Jangka waktu pembiayaan, pengembalian dana dan pembagian keuntungan ditentukan dalam akad. Kerugian dapat menjadi beban bank atau beban nasabah, sesuai dengan penyebab kerugian yang diatur dalam akad, dan Bank tidak ikut serta dalam pengelolaan usaha nasabah tetapi memiliki hak dalam pengawasan dan pembinaan usaha nasabah. c. Ijarah dan Ijarah Muntahiyah bit Tamlik. Ijarah dan ijarah muntahiyah bit tamlik adalah Transaksi sewa

dalam bentuk ijarah atau sewa dengan opsi perpindahan hak milik dalam bentuk ijarah muntahiyah bit tamlik. d. Gadai Emas Syariah. Bank Sumut Syariah memberikan fasilitas pada nasabah dengan mengadaikan emas untuk memperoleh pinjaman dana dan akan dikembalikan sebesar dana yang dipinjam dalam jangka waktu yang diperjanjikan (qardh). Atas emas yang digadaikan bank mengenakan biaya sewa, dan ini solusi tepat untuk nasabah yang membutuhkan dana seketika. e. Qardh Qardh adalah pinjam meminjam dana tanpa imbalan degan kewajiban pihak peminjam mengembalikan pokok pinjaman secara sekaligus atau cicilan dalam jangka waktu tertentu. 3. Produk Jasa Bank Sumut Syariah merupakan perwujudan dari komitmen Pengelola untuk memberikan “pelayanan terbaik” dalam memenuhi kebutuhan nasabah akan jasa yang kami tawarkan kepada nasabah adalah: a. Kiriman Uang (Transfer). Fasilitas BI-RTGS untuk melayani kebutuhan nasabah akan jasa transfer ke seluruh bank di nusantara secara cepat dan aman. Bank Sumut Syariah telah On line ke seluruh jaringan kantor PT. Bank SUMUT.

b. Inkaso (jasa tagih). Fasilitas yang di berikan kepada nasabah atas kepastian dan pengurusan penagihan warkat-warkat yang berasal dari kota lain secara cepat dan aman. c. Bank Garansi. Fasilitas yang disediakan oleh bank kepada nasabah yang membutuhkan penjaminan untuk mitra kerja dalam rangka bisnis seperti tender proyek, pelaksanaan proyek dan sebagainya.

E. Geografis Sumatera Utara

Lambang SUMUT Peta lokasi Sumatera Utara Koordinat l°-4° LU 98°-100° BT Dasar hukum UU 10/1948, UU 24/1956 Tanggal penting 15 April 1948 Ibu kota Medan Gubernur Rudolf Pardede Luas71.680km2

PETA SUMUT

Penduduk 11.490.453(2005) Agama

: Islam, Kristen, Buddha, Hindu, Parmalim, Konghucu

Bahasa

: Indonesia, Batak, Nias, Melayu, Jawa

Zona waktu : WIB Sumatera Utara adalah sebuah provinsi yang terletak di Pulau Sumatera, berbatasan dengan Aceh di sebelah utara dan dengan Sumatera Barat serta Riau di sebelah selatan.31 Provinsi ini terutama merupakan kampung halaman suku bangsa Batak, yang hidup di pegunungan dan suku bangsa Melayu yang hidup di daerah pesisir timur. Selain itu juga ada suku bangsa Nias di pesisir Barat Sumatera, Mandailing, Jawa dan Tionghoa. Geografi Provinsi Sumatera Utara terletak pada 1A° - 4A° Lintang Utara dan 98A° - 100A° Bujur Timur, yang pada tahun 2004 memiliki 18 Kabupaten dan 7 kota, dan terdiri dari 328 kecamatan, secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara mempunyai 5.086 desa dan 382 kelurahan. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara 71.680 km2, Sumatera Utara tersohor karena luas perkebunannya, hingga kini, perkebunan tetap menjadi primadona perekonomian provinsi. Perkebunan tersebut dikelola oleh perusahaan swasta maupun negara. Sumatera Utara menghasilkan karet, coklat, teh, kelapa sawit, kopi, cengkeh, kelapa, kayu manis, dan tembakau. Perkebunan tersebut 31

http://www. Wikipedia.com/sumatra utara

tersebar di Deli Serdang, Langkat, Simalungun, Asahan, Labuhan Batu, dan Tapanuli Selatan. Agama utama di Sumatra Utara adalah: 1. Islam: terutama dipeluk oleh suku Melayu, suku Mandailing, suku Jawa 2. Kristen (Protestan dan Katolik): terutama dipeluk oleh suku Batak dan suku Nias 3. Hindu: terutama dipeluk oleh keturunan India yang minoritas di perkotaan 4. Buddha: terutama dipeluk oleh suku Tionghoa di perkotaan 5. Konghucu: terutama dipeluk oleh suku Tionghoa di perkotaan 6. Parmalim: dipeluk oleh sebagian suku Batak yang berpusat di Huta Tinggi 7. Animisme: masih ada dipeluk oleh mayoritas suku Batak dan Nias, yaitu Pelebegu Parhabonaron dan kepercayaan sejenisnya Menurut Badan Pusat Statistik, pada tahun 2005 umat Islam adalah kelompok agama terbesar (7.530.839 jiwa; terbanyak di Sumatera), diikuti Protestan (3.062.965).32

32

http://www. Wikipedia.com/sumatra utara

BAB IV ANALISIS PERJANJIAN PEMBIAYAAN BANK SUMUT SYARIAH G. Ketentuan Umum dan Syarat Memperoleh Pembiayaan 1. Pembiayaan Murabahah Dalam pelaksanaan pemberian pembiayaan Murabahah dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok, yaitu: Perseorangan; Badan Usaha ( Fa, Cv, PT ); dan Kelompok Musytari’ (Instansi, Lembaga, BUMN, BUMD, Koperasi, Perusahaan Bonafide). a. Perseorangan Prosedur memperoleh pembiayaan Murabahah adalah sebagai berikut: 1) Mengisi dan Menandatangani Permohonan Pembiayaan 2) Memenuhi persyaratan a) FC, KTP (suami/istri), KK dan atau Buku Nikah b) FC, KTP (suami/istri) dan KK Orang Tua selaku PBJ c) Karpeg asli (PNS) atau SK Pengangkatan (BUMN/BUMD/ Perusahaan Bonafide) d) Pas foto suami dan istri uk 3x4 (1 lembar) e) Slip Gaji/ Surat Keterangan Penghasilan untuk bulan terakhir f) NPWP untuk pembiayaan > Rp. 100 juta

3) Untuk perseorangan yang mempunyai penghasilan tetap, pembiayaan yang dapat diberikan maksimal 50% dari gaji dikalikan dengan jangka waktu. 4) Menunjukkan asli surat agunan dan FC, PBB terakhir dan IMB. (fotocopy sebagai arsip) 5) Mengisi dan Menandatangani Permohonan Pembiayaan 6) Memenuhi persyaratan a) FC, KTP (suami/istri), KK dan atau Buku Nikah b) FC, KTP (suami/istri) dan KK Orang Tua selaku PBJ c) Karpeg asli (PNS) atau SK Pengangkatan (BUMN/BUMD/ Perusahaan Bonafide) d) Pas foto suami dan istri uk 3x4 (1 lembar) e) Slip Gaji/ Surat Keterangan Penghasilan untuk bulan terakhir f) NPWP untuk pembiayaan > Rp. 100 juta 7) Untuk perseorangan yang mempunyai penghasilan tetap, pembiayaan yang dapat diberikan maksimal 50% dari gaji dikalikan dengan jangka waktu. 8) Menunjukkan asli surat agunan dan FC, PBB terakhir dan IMB. (fotocopy sebagai arsip) b. Badan Usaha ( Fa, Cv, PT ) Prosedur memperoleh pembiayaan Murabahah adalah

sebagai berikut: 1. Mengisi dan Menandatangani Permohonan Pembiayaan 2. Memenuhi persyaratan : a) FC, KTP (suami/istri), dan atau Buku Nikah b) FC Legelitas Usaha c) Laporan keuangan perusahaan 6 bulan terakhir d) Menunjukan asli surat agunan berikut PBB terakhir dan IMB c. Kelompok Musytari’ Pembiayaan Mudharabah kepada kelompok pegawai secara kolektif melalui Dinas, Instansi Pemerintah, Lembaga Pemerintah, Perusahaan BUMN/BUMD, koperasi dan perusahaan swasta yang bonafide, didasarkan pada kerjasama yang dituangkan dalam bentuk perjanjian kerjasama(PKS) antara pemimpin cabang dan kepala dinas /instansi/ lembaga/ koperasi/ perusahaan swasta: 1. mengisi dan mendatangi pembiayaan 2. pejabat membuat surat permohonan di atas kop surat 3. memenuhi persyaratan 1) Daftar pegawai yang bermohon 2) FC KTP suami/istri masing-masing permohonan

3) FC Karpeg (PNS) 4) FC SK Pengangkatan dan taspen (BUMN/BUMD/Perusahaan Bonafide) 5) FC daftar pembayaran gaji bulan terakhir yang telah dilegasi pejabat 6) Surat pernyataan dan kuasa memotong gaji dari pemohon kpd bendaharawan. Jumlah pembiayaan yang dapat diberikan: a) Untuk setiap peminjam pegawai negri sipil (PNS) maksimal 40% dari gaji (dikali jangka waktu) atau maksimal Rp. 100.000.000,b) untuk setiap peminjaman non pegawai negri sipil (PNS) maksimal 40% dari gaji (dikali jangka waktu) atau maksimal Rp. 75.000.000,2. Pembiayaan Mudharabah Adapun persyaratan untuk pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: 3. usaha perorangan maupun badan memenuhi aspek-aspek legalitas seperti: memiliki NPWP, legalitas usaha dan AD/ART 4. pemenang tender, yaitu perusahaan yang tertera pada SPK/kontrak/gunning dan telah melakukan perikatan tertulis

dengan kepala kantor/satuan kerja/pemimpin proyek/bagian proyek sebagai pengguna barang/jasa dengan pemasok atau kontraktor atau konsultan sebagai penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan pengadaan barang/jasa. 5. pemegang surat perintah kerja (SPK)/kontrak/gunning yang berdasarkan akte notaris menerima kuasa dari pemenang tender. 6. mudharib yang mendapatkan pembiayaan modal kerja kelayakan berdasarkan kuasa atas hunjuk dari pemenang tender harus melampirkan: 7. menyerahkan bukti-bukti identitas bagi yang mewakili perusahaan seperti KTP, SIM, atau paspor dan kartu keluarga. 8. menyediakan agunan tambahan 9. melampirkan

proyeksi

cash/cash

flow

yang

telah

ditandatangani dan distempel (untuk CV dan PT) 10.

usaha yang dijalankan bukan usaha yang dilarang

syariah.

H. Bentuk Perjanjian Pembiayaan pada Bank Sumut Syariah 5. Perjanjian Pembiayaan Murabahah

Negosiasi & Kontrak

BANK

Akad Jual Beli Terima Barang

NASABAH

Bayar Beli Barang

Kirim Barang Dokumen

SUPPLIER/ PENJUAL

Merupakan salah satu pembiayaan dengan prinsip jual beli barang pada harga perolehan dengan tambahan keuntungan (marjin) yang disepakati, antara pihak bank selaku penjual dan nasabah selaku pembeli, yang pembayarannya dilakukan secara angsuran sesuai dengan kesepakatan bersama. Pembiayaan murabahah bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat yang membutuhkan tambahan asset namun kekurangan dana untuk melunasinya secara sekaligus. Transaksi murabahah ini lazim dilakukan oleh Rasulullah Saw dan para sahabatnya. Secara sederhana, murabahah berarti suatu penjualan barang seharga barang tersebut di tambah keuntungan yang telah disepakati. Misalnya, seseoarang membeli barang kemudian menjualnya kembali dengan keuntungan tertentu.

Akad ini merupakan salah satu bentuk natural certainty contracts, karana dalam murabahah ditentukan beberapa required rate of profitnya (keuntungan yang ingin diperoleh). Karakteristik murabahah adalah penjual harus memberi tahu pembeli tentang harga pembelian barang dan menyatakan jumlah keuntungan yang ditambahkan pada biaya tersebut. Misalnya, si fulan membeli unta 30 dinar, biaya yang dikeluarkan 5 dinar, maka ketika menawarkan untanya, ia mengatakan: “saya jual unta ini 50 dinar, saya mengambil keuntungan 15 dinar.” Berdasarkan sumber dana yang digunakan, pembiayaan murabahah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga kelompok: (1) Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan URIA (Unre stricted Investment Account = investasi tidak terikat); (2) Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan RIA (Restricted Investment Account = investasi terikat); dan (3) Pembiayaan Murabahah yang di danai dengan Modal Bank. Dalam setiap pendisainan sebuah pembiayaan, faktorfaktor yang perlu diperhatikan adalah: (1) Kebutuhan nasabah; dan (2) Kemampuan finansial nasabah. Faktor-faktor ini juga akan mempengaruhi sumberdana yang akan digunakan untuk pebiayaan tersebut. Definisi dalam akad pembiayaan murabahah Bank Sumut

Syariah ini, yang dimaksud dengan: a) Jual-beli murabahah adalah jual beli antara pihak kedua sebagai pemesanan untuk membeli, dan pihak pertama sebagai penyedia barang yang berasal dari milik pihak ketiga, yang dalam perjanjian Akad ini dinyatakan dengan jelas dan rinci mengenai barang, harga beli Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sehingga termasuk didalamnya keuntungan yang diperoleh Pihak Pertama, serta persetujuan Pihak Kedua untuk membayar harga jual tersebut secara tangguh, baik secara sekaligus (lumpsum) atau secara angsuran. b) Barang adalah barang yang menjadi objek dalam akad ini, yang meliputi segala jenis dan macam barang yang dihalalkan oleh syariah, baik zat maupun cara perolehannya. c) Supplier/Developer adalah pihak ketiga yang ditunjuk atau disetujui oleh Pihak Pertama untuk menyediakan barang yang akan dibeli oleh Pihak Pertama dan selanjutnya akan dijual kepada Pihak Kedua. d) Urbun adalah uang muka pembelian dan disetor Pihak Kedua kepada Pihak Pertama dan merupakan faktor pengurang pembiayaan murabahah (bukan sebagai pembayar angsuran) jika murabahah dilaksanakan. Akan tetapi jika murabahah batal maka Pihak Pertama mengambil urbun kepada Pihak Kedua setelah

dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Pertama untuk mengadakan atau memperoleh barang pesanan. e) Harga Beli adalah sejumlah uang yang dikeluarkan Pihak Pertama untuk membeli barang dari supplier/ developer yang diminta oleh pihak kedua dan disetujui oleh pihak pertama bedasarkan surat persetujuan prinsip dari pihak pertama kepada pihak kedua, termasuk didalamnya biaya-biaya langsung yang terkait dengan pmbelian barang tersebut. f) Keuntungan adalah keuntungan pihak pertama atas terjadinya jual-beli Murabahah ini yang disetujui oleh kedua belah pihak yang ditetapkan dalam akad ini. g) Harga jual adalah harga beli ditambah dengan sejumlah keuntungan pihak pertama yang disepakati oleh kedua balah pihak yang ditetapkan dalam akad ini. h) Agunan adalah barang bergerak maupun tidak bergerak yang didukung oleh segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang diserahkan nasabah kepada bank dan dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban pihak kedua terhadap pihak pertama berdasarkan akad ini. i) Denda adalah sanksi yang dikenakan kepada Nasabah oleh Bank yang disebabkan karena kelalaian Nasabah dalam melakukan

kewajibannya sesuai dengan jadwal angsuran yang ditentukan dan disepakati dalam Akad. i) Hari Kerja Bank adalah hari kerja yang berlaku pada Pihak Pertama 6. Perjanjian Pembiayaan Mudharabah Pengertian mudharabah adalah akad yang telah dikenal oleh umat muslim sejak zaman nabi, bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa arab sebelum turunya Islam. Ketika Nabi Muhammad Saw berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan khadijah. Dengan demikian, ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Al-Qur’an, Sunnah, maupun ijma’.

Mudharib

Bank

Keahlian/Keterampilan

Modal

Proyek/Usaha dan Perjanjian Bagi Hasil

Pembagian Keuntungan

Modal

Secara spesifik terdapat bentuk musyarakah yang populer dalam produk perbankan syariah yaitu mudharabah. Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal kepada pengelola (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian suatu keuntungan. Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib a-maal dalam manajemen proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-hati dan bertanggung jawab untuk semua kerugian yang terjadi akibat kelalaiaan.

Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal. Musyarakah dan mudharabah dalam literatur fiqih berbentuk perjanjian kepercayaan (uqud al-amanah) yang menuntut tingkat kejujuran yang tinggi dan menjunjung keadilan. Pada prinsinya, mudharabah sifatnya mutlak dimana shahib al-maal tidak menetapkan restriksi atau syarat-syarat tertentu kepada si mudharib. Namun demikian, apabila dipandang perlu, shahib al-maal boleh menetapkan batasan-batasan atau syarat-syarat tertentu guna menyalamatkan modalnya dari resiko kerugian. Jenis mudharabah seperti ini disebut mudharabah muqayyadah (mudharabah terbatas, atau dalam bahasa inggrisnya, Restricted Investment account). Jadi pada dasarnya, terdapat dua bentuk mudharabah, yakni: mutlaqah dan muqayyadah. Praktek Bank Sumut syariah kini, dikenal dua bentuk mudharabah muqayyadah, yakni yang on balance-sheet dan yang of balance-sheet. Definisi dalam akad pembiayaan mudharabah pada Bank Sumut Syariah ini adalah sebagai berikut: 1. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang

mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa bagi hasil 2. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian mengunakan metode bagi untung dan rugi (profit loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. 3. Nisbah

adalah

rasio

atau

perbandingan

pembagian

keuntungan (bagi hasil) antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib. 4. Bagi hasil adalah bagian hasil usaha yang dihitung dari pendapatan

usaha

yang

dibiayai

dengan

pembiayaan

musyarakah yang menjadi hak bank dan nasabah yang ditetapkan berdasarkan nisbah. 5. Modal (Maal) adalah dalam uang tunai atau hutang yang diperdagangkan atau yang bersifat investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha berdasarkan prisip syariah. 6. Barang adalah barang yang dihalalkan berdasarkan Syariah baik zatnya maupun cara perolehannya yang dibeli nasabah

dan

pemasok

dengan

pendanaan

yang

berasal

dari

pembiayaan yang disediakan oleh bank dan diketahui jelas kuantitas, kualitas dan serta spesifikasinya. 7. Agunan adalah barang bergerak maupun tidak bergerak yang didukung oleh segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang diserahkan Nasabah kepada Bank dan dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban pihak Kedua terhadap Pihak Pertama berdasarkan akad ini 8. Cidera

Janji

(wanprestasi)

adalah

keadaan

tidak

dilaksanakannya sebagian atau seluruh kewajiban oleh nasabah sesuai dengan jadwal pengembalian pembiayaan yang disepakati 9. Denda adalah sanksi yang dikenakan kepada nasabah oleh Bank, yang disebabkan karena nasabah

lalai dalam

melakukan kewajibanya sesuai dengan jadwal angsuran yang ditentukan dan disepakti dalam akad 10. Keuntungan usaha adalah pertambahan harta yang diperoleh dalam menjalankan usaha yang dihitung berdasarkan periode tertentu yaitu dengan mengurangkan jumlah harta akhir periode dengan harta awal. 11. Kerugian Usaha adalah berkurangnya harta di dalam

menjalankan proyek/usaha yang

dihitung berdasarkan

periode tertentu yaitu jumlah harta akhir periode lebih kecil dari jumlah harta pada awal periode. 12. Pendapatan adalah seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil

usaha

yang

dijalankan

Pihak

Kedua

dengan

menggunakan modal secara patungan dari yang disediakan oleh Kedua belah pihak sesuai dengan Akad ini. 13. Keuntungan Operasional adalah pendapatan operasional yang diperoleh dari hasil proyek usaha yang dijalankan Pihak Kedua dengan menggunakan modal secara patungan dari yang disediakan oleh Kedua belah pihak setelah dikurangi biaya-biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut, belum termasuk biaya-biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan operasional proyek/usaha (overhead). 14. Keuntungan Bersih adalah keuntungan operasional setelah dikurangi biaya-biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan operasional proyek/usaha (overhead) sebelum Pembagian Keuntungan dan pajak-pajak. 15. Pembukuan Modal adalah pembukuan atas nama Syirkah pada Pihak Pertama yang mencatat seluruh transaksi sehubungan dengan Modal, yang merupakan bukti sah atas

penyertaan modal, hak dan beban kewajiban para musyarik. 16. Hari Kerja Bank adalah hari kerja Pihak Pertama I. Analisis Perjanjian Pembiayaan pada Bank SUMUT Syariah 1. Perjanjian Murabahah a. Shighat (pernyataan ijab dan qabul) Dalam pelaksanaan perjanjian murabahah pada Bank Sumut Syari’ah, yaitu antara pihak bank dengan nasabah adalah dilakukan secara langsung. Setelah dipenuhi syarat dan prosedur perjanjian, maka pihak bank menyerahkan langsung kepada nasabah, dan nasabah langsung menerimanya. Dalam pelaksanaan penyerahan tersebut, pernyataan sighat umumnya dilakukan dengan perbuatan dan bukan dengan ucapan sighat. Menurut analisis penulis, pelaksanaan sighat yang dilakukan pihak bank SUMUT Syari’ah dengan nasabah telah memenuhi kriteria syari’ah, walaupun pelaksanaan sighatnya tidak diucapkan. Penyerahan dan penerimaan tersebut merupakan suatu perbuatan yang dapat dipandang sebagai sighat, karena hal tersebut menunjukkkan kerelaan kedua belah pihak dalam melaksanakan perjanjian. b. ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad) Pihak yang melakukan aqad adalah pihak bank dan

nasabah. Pegawai bank SUMUT Syari’ah adalah individu yang sudah dewasa. Sedangkan pihak nasabah juga disyaratkan yang sudah dewasa, yaitu yang mempunyai identitas diri berupa Kartu tanda Penduduk. Dengan demikian pelaksanaan perjanjian murabahah yang dilaksanakan di Bank Sumut Syari’ah telah memenuhi kriteria syari’ah, yaitu pelaksana aqad tersebut haruslah yang sudah mukallaf. c. Ma’qud ‘alaih (obyek akad) Obyek akad yang dilaksanakan oleh Bank SUMUT Syariah dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan murabahah adalah masalah uang atau dana. Dengan demikian obyek akad adalah suatu hal yang jelas. Bila pada saat perjanjian, obyek tersebut belum ada, tetap sudah jelas, maka perjanjian tersebut tetap sah. Berdasarkan keadaan pelaksanaan yang demikian, maka ma’qud ‘alaih (obyek akad) pada perjanjian pembiayaan murabahah yang dilaksanakan oleh Bank SUMUT Syariah adalah sah secara syari’ah. d. Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad) Tujuan akad yang dilaksanakan dalam perjanjian pembiayaan murabahah adalah pemindahan pemilikan dana dari pihak bank ke pihak nasabah, sehingga nasabah dapat menggunakannya serta menikmati manfaatnya. Dengan

demikian jelaslah bahwa maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad) dalam perjanjian pembiayaan murabahah adalah sah secara syari’ah, karena tujuannya yang jelas dan bermanfaat. 2. Perjanjian Mudharabah a. Shighat (pernyataan ijab dan qabul) Dalam pelaksanaan perjanjian mudharabah pada Bank Sumut Syari’ah, yaitu antara pihak bank dengan nasabah adalah dilakukan secara langsung. Setelah dipenuhi syarat dan prosedur perjanjian, maka pihak bank menyerahkan langsung kepada nasabah, dan nasabah langsung menerimanya. Dalam pelaksanaan penyerahan tersebut, pernyataan sighat umumnya dilakukan dengan perbuatan dan bukan dengan ucapan sighat. Menurut analisis penulis, pelaksanaan sighat yang dilakukan pihak bank SUMUT Syari’ah dengan nasabah telah memenuhi kriteria syari’ah, walaupun pelaksanaan sighatnya tidak diucapkan. Penyerahan dan penerimaan tersebut merupakan suatu perbuatan yang dapat dipandang sebagai sighat, karena hal tersebut menunjukkkan kerelaan kedua belah pihak dalam melaksanakan perjanjian. b. ‘Aqidan (dua pihak yang melakukan akad) Pihak yang melakukan aqad adalah pihak bank dan nasabah. Pegawai bank SUMUT Syari’ah adalah individu yang

sudah dewasa. Sedangkan pihak nasabah juga disyaratkan yang sudah dewasa, yaitu yang mempunyai identitas diri berupa Kartu tanda Penduduk. Dengan demikian pelaksanaan perjanjian mudharabah yang dilaksanakan di Bank Sumut Syari’ah telah memenuhi kriteria syari’ah, yaitu pelaksana aqad tersebut haruslah yang sudah mukallaf. c. Ma’qud ‘alaih (obyek akad) Obyek akad yang dilaksanakan oleh Bank SUMUT Syariah dalam pelaksanaan perjanjian pembiayaan mudharabah adalah masalah uang atau dana. Dengan demikian obyek akad adalah suatu hal yang jelas. Bila pada saat perjanjian, obyek tersebut belum ada, tetap sudah jelas, maka perjanjian tersebut tetap sah. Berdasarkan keadaan pelaksanaan yang demikian, maka ma’qud ‘alaih (obyek akad) pada perjanjian pembiayaan mudharabah yang dilaksanakan oleh Bank SUMUT Syariah adalah sah secara syari’ah. d. Maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad) Tujuan akad yang dilaksanakan dalam perjanjian pembiayaan mudharabah adalah pemindahan pemilikan dana dari pihak bank ke pihak nasabah, sehingga nasabah dapat menggunakannya serta menikmati manfaatnya. Dengan demikian jelaslah bahwa maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad) dalam

perjanjian pembiayaan mudharabah adalah sah secara syari’ah, karena tujuannya yang jelas dan bermanfaat.

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisa dan penelitian penulis, baik pustaka maupun lapangan, serta dari uraian dan penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa pembiayaan di Bank Sumut Syariah hanya ada 2 (dua) bentuk murabahah dan mudharabah berdasarkan analisis diatas yaitu aspek Shighat, ‘Aqidan, Ma’qud ‘alaih dan Maudhu’ al-‘aqd. Pelaksanaan pembiayaan di Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah. 2. Ditinjau dari aspek shighat (pernyataan ijab dan qabul), ‘aqidan (dua pihak yang melakukan akad), ma’qud ‘alaih (obyek akad), dan maudhu’ al-‘aqd (tujuan akad), pembiayaan yang dilakukan Bank Sumut Syariah telah memenuhi ketentuan syariah dalam PBI (peraturan Bank Indonesia) dan ketentuan DPS (Dewan Pengawas Syariah) MUI. B. Saran 1. Dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir sejak tahun 1998 tentang perbankan yang membentuk peluang tentang perbankan yang memberikan peluang didirikan bank syariah, perkembangan bank syariah, dipandang dari sisi jumlah jaringan kantor dan volume kegiatan usaha, masih belum memuaskan. Oleh karena itu disarankan kepada pemerintah untuk lebih mendorong perkembangan bank syariah di Indonesia.

2. Dalam tahap awal pengembangan, bahkan pada saat

ini pemahaman

sebagian besar masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih belum tepat. Pada dasarnya, sistem ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang mempraktekkan riba serta kumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil. Oleh sebab itu disarankan kepeda pihak Bank tetap mensosialisasikan pengenalan prinsip-prinsip dasar hubungan antara bank dan nasabah, serta cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah. 3. Mengingat bahwa perbankan Syariah adalah sistem perbankan yang mengedepankan moralitas dan etika, maka nilai-nilai yang menjadi dasar dalam pengaturan dan pengembangan serta nilai-nilai yang harus diterapkan dalam operasi perbankan adalah siddiq, istiqamah, tablig, amanah, fatonah. Pengelolaan yang profesional (ri’ayah) dan tanggung jawab (mas’uliyah) dan upaya bersama-sama dan terus-menerus untuk melakukan perbaikan (fastabiqu khairat). Sejalan dengan hal itu, pembangunan perbankan syariah diarahkan bahwa jasa Bank Syariah dapat digunakan dan dikembangkan oleh lapisan masyarakat, tidak hanya masyarakat muslim, namun penyediaan dan penggunaan jasa tersebut harus taat terhadap prinsip-prinsip syariah dalam pelaksanaan, kegiatan dan akad perbankan. 4. Berdasarkan perkembangan nasabah pembiayaan yang disabutkan pada bab sebelumnya, hendaknya Bank Sumut mempunyai strategi untuk menarik minat masyarakat kepada akad pembiayaan selain mudarabah dan murabahah, sehingga tingkat nasabah mendapat hasil yang optimal.

5. Tetap mempertahankan yang terbaik, membanggakan dan bersyariah, sehingga predikat tersebut membuat kepercayaan masyarakat terhadap Bank Sumut Syariah terus meningkat sehingga menambah calon nasabah yang menghimpun dananya di Bank Sumut Syariah. 6. Bank yang tidak melaksanakan prinsip syariah sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 dikenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat 2 UU No. 7 tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 tahun 1998 berupa : a. Teguran tertulis b. Penurunan tingkat kesehatan bank. c. Penggantian pengurus; dan/atau d. Pembekuan kegiatan usaha tertentu, baik untuk kantor cabang tertentu maupun untuk bank secara keseluruhan. 7. Kesalahan dan kekurangan yang ada dalam penulisan dan substansinya diharapkaan koreksinya guna menutupi kekurangan dan kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Ausaf. Development and Problem of Islamic Banks, IRTI-IDB, 1985. 'Ahmad al-Sanhuri, Abdul Razak, Nadzariyat al-Aqdi. Beirut: Dar- al-Fikr. t.th. Bukhori, Al-, Shohih al-Bitkhori, Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1987 Departemen Agama RI., Al-Qur’an dan Terjemahan. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur’an, 1971. Bank Indonesia, Kamus Perbankan, 1999 Fuady, Munir, Hukum Kontrak. (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. 1999 Hasan, M. Ali, Berhagai Transuksi Dtilum /sltim. Jakarta: FT. Raja Grafindo Persada, 2003 Jusmaliani (ed.), (2004). Kajian Teori Ekonomi Dalam Islam: Kebijakan Dalam Perekonomian Islam, Jakarta : P2E-LIPI. Kasmir, Bank Dan Lambaga Keuangan Lainya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000 Kasmir, Manajemen Perbankan Syarif, Grafindo, Bank Syari’ah Dari Teori ke Paraktik, Jakarta: Gema Insani Perss, 2001, cet. ke-l; h .160 Masyhuri (ed), (2003). Kajian Teori Ekonomi Dalam Islam, Jakarta: P2ELIPI. Muhammad, Abdul Kadir, Hukum Perdata Indonesia, PT. Citra Aditya Bandung, 2000. Muhammad, Tengku Hasbi Ash Shiddieqy, Pengantar Fiqh Muamalah, (PT. Pustaka Rizki Putra 1987 Muslapa, Bachsan. Asas-asas Hukum Dagang, Penerbit Armico Bandung, 1982. Prodjodikoro, Wirjono, Azas-azas Hukum Perrjanjian, Bandung: Sumur Bandung, 1979

Sabiq, Sayyid, Fiqh at-Sunnah. Beirut: Dar Al-Fikr. 1983 Simanjuntak, P. N. H. Pokok-pokok Hukum Perdata Indonesia, Djambatan, 1999. Subekti, Hukum Perjanjian, Jakarta: PT. Imermasa, 1987 Soebekti, R. Pokok-pokok Hukum Perdata, Intermasa, Jakarta. 1978. Syafi'I, Antonio Muhammad. Bank Syariah : Suatu Pengenalan Umum, Jakarta, Bank Indonesia dan Tazkia Institute, 2000. Syafi'i. Antonio Muhammad. Islamic Banking: Bank Syariah dan Teori ke Praktik,. Gema Insani. Jakarta, 2001. Thoha, Mahmud. (Ed), (2005). Aktivitas Ekonomi Berbasis Bagi Hasil Dalam Sektor Primer (Buku 2), Jakarta: P2E-LIPI. Udang Udangan Perbaankan No 10 Th 1999, Jakarta: Sinar Garfika, 2001 Zarqa, Musthafa Ahmad. Madkhal alfiqh al-Aam, Vol. III. Peraturan Perundang-undangan: Undang-undang No.10 Tahun 1998 Tentang.Perbankan Kitab Undangundang Hukum Perdata. Sumber Internet. Http://www. LIPI.com. Menata Masa Depan Perekonomian Indonesia Pasca Krisis: Perspektif Ekonomi Politik Islam, oleh Mahmud Thoha, dikutip pada tanggal 28 Desember 2006. http://www. Waspada Online. Tantangan Manajemen Risiko Bank Syariah. Oleh Vincent Wijaya. 04 November 2005.

LEMBARAN PERTANYAAN Pengantar Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga kita dapat melakukan aktivitas dengan lancar hingga saat ini. Sebagai mahasiswa jurusan Perbankan Syari’ah, saya bermaksud melakukan penelitian tentang Perjanjian Pembiayaan khususnya pada Bank Sumut Syari’ah mengenai perjanjian yang dilaksanakan. Sehubungan dengan hal ini, saya mengharapkan kesediaan bapak/ibu, saudara/i untuk berpartisipasi menjawab pertanyaan di bawah ini dengan keadaan yang sebenarnya. Seluruh data pribadi dan jawaban akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk keperluan penelitian saja. Atas perhatian dan kesediaannya saya ucapkan terima kasih. Petunjuk Pengisisian Di bawah ini terdapat sejumlah pertanyaan, bacalah setiap pertanyaan dengan teliti kemudian berikan jawaban dengan cara: Pertama, pada bagian (I), dengan cara memberikan pernyataan/jawaban secara langsung dan akan dicatat/direkam oleh penanya. Kedua, pada bagian (II), dengan cara memberikan ceklis (√) atau tanda (X) pada kolom yang tersedia. I. Data dan Sistem yang diterapkan di Bank Sumut Syari’ah 1. Darimanakah sumber penghimpunan DPK (Dana Pihak Ketiga) yang terbesar di Bank Sumut Syari’ah.? 2. Berapa jumlah nasabah Bank Sumut Syari’ah saat ini? 3. Sistem akad apakah yang digunakan oleh Bank Sumut Syari’ah bagi nasabahnya yang ingin membuka rekening giro?

4. Akad apa saja yang diterapkan di Bank Sumut Syariah saat ini? II. Data-data Pribadi 1. Nama

: ……………………..

2. Jenis Kelamin

: Laki-laki / Perempuan

3. Pekerjaan

:

Petani Pedagang Pelajar/Mahasiswa

Pegawai Negeri Karyawan Swasta Lainnya…………..

4. Pendidikan Terakhir :

SD/SDI SLTP/Tsanawiah SLTA/Aliyah

Sarjana S1 Pasca Sarjana (S2/S3) Lainnya…………

5. Agama

:

Islam Kristen Hindu

Budha Lainnya…………

6. Status Pernikahan

: Belum / Sudah Menikah

7. Umur

: ____ tahun

8. Penghasilan

:

Kurang dari Rp 500.000 Rp 500.000 – Rp 2.000.000 Lebih dari Rp 2.000.000

FAKTA RILL PELAKSANAAN PEMBIAYAAN MUDHARABAH & MURABAHAH PADA BANK SUMUT SYARI’AH STABAT Pada Saat Permohonan 1. Calon nasabah diwawancarai mengenai maksud dan tujuan, berapa besar permohonan, berapa besar biaya, dll. 2. Selanjutnya dibuat permohonan 3. Di hari berikutnya dilanjutkan transaksi agunan dan melihat usaha calon nasabah 4. Membuat analisa kelayakan, diterima atau ditolak 5. Apabila diterima, dibuat akad pencairan 6. Pada saat pencairan, maka akad murabahah diucapkan, seperti “Kami jual rumah dengan harga ………………..”

STRUKTUR ORGANISASI PT. BANK SUMUT RSUPS

Dewan Komisaris

Komite 1. Audi 2. Pema 3. Rem

Direktur Utama

Direktur Umum

Cabang Utama

Bidang Jasa Luar Negeri

T

Cabang

Cabang Pembantu

Cabang Pembantu Kantor Kas

Divisi Umum

Bidang Rumah Tangga

Bidang Akuntansi

Divisi teknologi informasi dan akuntansi

Bidang Teknologi Informasi

Bidang Pendidikan dan Latihan

Divisi sumbe daya manusia

Bidang Tenaga Kerja

Bidang Menejemen Risiko

Bidang Pembinaan Cabang

Bidang Perencanaan

Control Intern

Bidang Complience & Qualiti Assurance

Divisi Kepatuhan dan Manajemen Resiko

Divisi Perencanaan

Bidang pengawasan Tehnologi informasi

Bidang pengawasan Wilayah II

Bidang pengawasan Wilayah I

Sekretaris Direksi

Divisi Pengasawan

Bidang penelitian & Pengembangan

Sekretaris Dewan Komisaris

Bidang Logistik

Direktur Kepatuhan

Kas Mobil/ Peament Point/ ATM

Kantor Kas

STRUKTUR ORGANISASI PT. BANK SUMUT RUPS

Dewan Komisaris

Komite 1. Audi 2. Pema 3. Rem

Control Intern

Kantor Kas Cabang Utama

Cabang Pembantu

Kas Mobil/ Payment Point/ ATM Kantor Kas Cabang

Cabang Pembantu

Bidang Jasa Luar Negeri

Divisi teknologi informasi dan akuntansi

Bidang Logistik

Bidang Rumah Tangga

Direktur Kepatuhan

Bidang Akuntansi

Divisi sumbe daya manusia

Bidang Teknologi Informasi

Divisi Kepatuhan dan Manajemen Resiko

Bidang Pendidikan dan Latihan

Bidang Tenaga Kerja

Bidang Manajemen Risiko

Divisi Perencanaan

Bidang Complience & Qualiti Assurance

Bidang Pembinaan Cabang

Divisi Pengawasan

Bidang penelitian & Pengembangan

Bidang Perencanaan

Bidang pengawasan Tehnologi informasi

Sekretaris Dewan Komisaris

Bidang pengawasan Wilayah II

Bidang pengawasan Wilayah I

Sekretaris Direksi

Direktur Utama

Direktur Umum

Divisi Umum

T

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHHIM AKAD PEMBIAYAAN MUDHARABAH No. ..............................................................  Hai orang-orang yang beriman penuhilah akad-perjanjian itu". (QS. Al-Maidah ayat 1) Pada hari ini ................., Tanggal .............................., kami yang bertanda tangan dibawah 1. Nama

: ............................................................................................

Jabatan

: ............................................................................................

Alamat

: ..........................................................................................

Berdasarkan

Akta Surat Kuasa Direksi PT. Bank Sumut yang dibuat dihadapan

Notaris ..............Nomor ......... tanggal ......... bertindak untuk dan atas nama PT. Bank Sumut selaku Shahibul Maal selanjutnya disebut: PIHAK PERTAMA. 2. Nama

dalam

: ...........................................................................................

Jabatan

: ...........................................................................................

Alamat

: ...........................................................................................

hal

ini

sesuai

dengan

Akte

Pendirian

Perusahaan

dari

Notaris................Nomor ....... Tanggal ............. bertindak untuk dan atas nama : ........................................... selaku Mudharlb selanjutnya selaku disebut : PlHAK KEDUA Pihak Pertama dan Pihak Kedua bersepakat dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain untuk membiayai usaha berdasarkan prinsip Mudharabah

berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pihak Kedua. kepada Pihak Pertama dan Pihak Pertama sebagai shahibul maal yang menyediakan penuh modalnya. Selanjutnya kedua belah pihak sepakat untuk menandatangani Akad Mudharabah (selanjutnya disebut "Akad") sebagai berikut: Pasal 1 DEFINISI 17. Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan berupa bagi hasil 18. Mudharabah adalah penanaman dana dari pemilik dana (shahibul maal) kepada pengelola dana (mudharib) untuk melakukan kegiatan usaha tertentu dengan pembagian mengunakan metode bagi untung dan rugi (profit loss sharing) atau metode bagi pendapatan (revenue sharing) antara kedua belah pihak berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya. seheluuiiiya. 19. Nisbah adalah rasio atau perbandingan pembagian keuntungan (bagi hasil) antara bank sebagai shahibul maal dan nasabah sebagai mudharib. 20. Bagi hasil adalah bagian hasil usaha yang dihitung dari pendapatan usaha yang dibiayai dengan pembiayaan musyarakah yang menjadi hak bank dan nasabah yang ditetapkan berdasarkan nisbah. 21. Modal (Maal) adalah dalam uang tunai atau hutang yang diperdagangkan atau yang bersifat investasi yang ditanamkan dalam suatu usaha berdasarkan prisip syariah. 22. Barang adalah barang yang dihalalkan berdasarkan Syariah baik zatnya maupun cara perolehannya yang dibeli nasabah dan pemasok dengan pendanaan yang berasal dari pembiayaan yang disediakan oleh bank dan diketahui jelas kuantitas, kualitas dan serta spesifikasinya.

23. Agunan adalah barang bergerak maupun tidak bergerak yang didukung oleh segala macam dan bentuk surat bukti tentang kepemilikan atau hakhak lainnya atas barang yang diserahkan Nasabah kepada Bank dan dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban pihak Kedua terhadap Pihak Pertama berdasarkan akad ini 24. Citera Janji (wanprestasi) adalah keadaan tidak dilaksanakannya sebagian atau seluruh kewajiban oleh nasabah sesuai deagan jadwal penembalian pembiayaan yang disepakati 25. Denda adalah sanksi yang dikenakan kepada nasabah oleh Bank, yang disebabkan karena nasabah lalai dalam melakukan kewajibanya sesuai dengan jadwal angsuran yang ditentukan dan disepakti dalam akad 26. Keuntungan Usaha adalah pertambahan

harta yang diperoleh dalam

menjalankan proyek/usaha yang dthitung berdasarkan periode tertentu yaitu dengan mengurangkan jumlah harta akhir periode dengan harta awal. 27. Kerugian Usaha adalah berkurangnya harta di dalam menjalankan proyek/usaha yang dihitung berdasarkan periode tertentu yaitu jumlah harta akhir periode lebih kecil dari jumlah harta pada awal periode. 28. Pendapatan adalah seluruh penerimaan yang diperoleh dari hasil usaha yang dijalankan Pihak Kedua dengan menggunakan modal secara patungan dari yang disediakan oleh Kedua belah pihak sesuai dengan Akad ini. 29. Keuntungan Operasional adalah pendapatan operasional yang diperoleh dari hasil proyek usaha yang dijalankan Pihak Kedua dengan menggunakan modal secara patungan dari yang disediakan oleh Kedua belah pihak setelah dikurangi biaya-biaya langsung yang dikeluarkan untuk memperoleh pendapatan tersebut, belum tennasuk biaya-biaya tdak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan operasional proyek/usaha (overhead). 30. Keuntungan Bersih adalah keuntungan operasional setelah dikurangi biaya-biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam mendukung kegiatan

operasional proyek/usaha (overhead) sebelum Pembagian Keuntungan dan pajak-pajak. 31. Pembukuan Modal adalah pembukuan atas nama Syirkah pada Pihak Pertama yang mencatat seluruh transaksi sehubungan dengan Modal, yang merupakan.bukti sah atas pcnyertaan modal, hak dan beban kewajiban para musyarik. 32. Hari Kerja Bank adalah hari kerja Pihak Pertama. Pasal 2 KEDUDUKAN PARA PI HAK Pihak Pertama dan Pihak Kedua masing-masing sesuai kedudukannya : a. Pihak Pertama berdasairkan Akta surat Kuasa Direksi PT. Bank Sumut Syariah bertindak selaku pemilik atau penanam modal (shahibbul maal) b. Pihak Kedua berdasarkan Akta Pendirian Perusahaannya bertindak sebagai pengelola dana dan menjalankan kegiatan usaha (Mudharib) Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa, dalam rangka menjalankan dan memperluas kegiatan usahanya, Pihak Kedua memerlukan sejumlah dana, dan untuk memenuhi hal tersebut Pihak Kedua telah mengajukan permohonan kepada Pihak Pertama untuk menyediakan Pembiayaannya, yang dari pendapatan keuntungan usaha itu kelak akan dibagi di antara Kedua Belah Pihak berdasarkan prinsip bagi hasil (syirkah). 2. Bahwa, lerhadap permohonan Piliak Kediia tersebut Pihak Pertama telah menyatakan persetAijuaniiya menyediakan dana penuh terhadap kegialan usalia yang akan dijalankan Pihak Kedua sedangkan terhadap pembagian pendapt.lan/keuntungan berdasarkan prinsip bagi hasilnya (syirkah)

Pasal 3 PEMBIAYAAN DAN JANGKA WAKTU PENGGUNAANNYA 1. Pihak Pertama berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menyediakan dana penuh dan tunai Pembiayaan Mudharabah kepada Pihak Kedua sampai sejumlah

Rp........................

(....................................................................................Rupiah) dan atau barang berupa (daftar terlampir) secara sekaligus atau bertahap sesuai dengan permintaan Pihak Kedua yang semata-mata akan dipergunakan untuk membibayai usaha/pekerjaan sesuai dengan permohonan yang diajukan dan harus disiapkan oleh Pihak Kedua yang disetujui

Pihak Pertama, yang

dilampirkan pada dan karenanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini. 2. Jangka waktu penggunaan modal tersebut oleh Pihak Kedua berlangsung untuk jangka

waktu...................(......................)

bulan,

terhitung

mulai

tanggal

penandatanganan Akad ini dan berakhir pada tanggal ................ Pasal 4 PENAR1KAN PEMBIAYAAN Dengan tetap memperhatikan dan menaati ketentuan-ketentuan tentang perbatasan penyediaan dana yang ditetapkan oleh yang berwenang, Pihak Pertama berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk mengizinkan Pihak Kedua menarik modal, setelah Piliak Kedua memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut : 1. Telah menandatangani Akad ini. 2. Menyerahkan kepada Pihak Pertama Permohonan Realisasi Pembiayaan yang berisi rirician barang yang akan dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan, serta tanggal dan kepada siapa pembayaran tersebut harus dilakukan. Surat Permohonan tersebut harus sudah diterima oleh Pihak Pertama selambat –lambamya 5 (lima) hari kerja sebelum tanggal pencairan harus dilaksanakan.

3. Menyerahkan kepada Pihak Pertama seluruh dokumen Pihak Kedua, termasuk dan tidak terbatas pada dokumen-dokumen Agunan yang berkaitan dengan Akad ini. 4. Sebagai buku telah diserahkannya setiap surat, dokumen, bukti kepemilikan atas agunan dan atau akta dimaksud oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, Pihak Pertama menerbitkan dan menyerahkan Tanda Terima kepada Pihak Kedua. 5. Terhadap setiap penarikan sebagian atau seluruh dana, Pihak Kedua berkewajiban membuat dan menandatangani Tanda terima Uang serta menyerahkannya kepada Pihak Pertama, Pasal

5

KESEPAKATAN BAGIHASIL (SYIRKAH) 1. Nisbah dan masing-masitig pihak disepakti adalah : •

...%(........... persen) dan keuntungan/pendapatan*) untuk pihak Kedua;



...%(............persen) dari keuntungan/pendapatan*) untuk Pihak Pertama.

2. Kedua belah pihak sepakat, bahwa bagi hasil tersebut tidak berubah sepanjang jangka waktu pembiayaan terkecuali berdasarkan kesepakatan bersama dituangkan dalam suatu addendum dan tidak berlaku surut yang menipakan bagian yang tidak terpisahkan dari Akad ini.. 3. Kedua belah pihak sepakat pembayaran nisbah bagi hasil pada ayat 1 diatas dapat ditetapkan secara berjenjang yang besarnya berbeda-beda berdasarkan pada awal akad yaitu setiap tanggal ........ dan atau sekaligus pada

saat

pengembalian

pokok

sebagai

akibat

dari

telah

bertakhirnyajangka waktu Akad. 4. Pihak pertama berjanji untuk menanggung kcrugian yang timbul dalam pelaksanaan Akad ini, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena ketidak jujuran dan atau kelalaian Pihak Kedua sebagaimana yang diatur

dalam pasal 10, dan atau pelanggaran yang dilakukan Pihak Kedua atas syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Akad ini. 5. Pihak Pertama baru akan menerima dan mengaku terjadinya kerugian tersehut, apabila Pihak pertama telah menerima dan menilai kembali segala perhitungan yang dibuat dan disampaikan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, dan Pihak Pertama telah menyerahkan hasil penilaiannya tersebut secara tertulis kepada Pihak Kedua. 6. Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri, untuk menyerahkan perhitungan usaha yang dibiayai dengan fasilitas Pembiayaan beirdasarkan Akad ini, secara periodik pada tiap-tiap bulan atau sewaktu-waktu jika dibutuhkan oleh Pihak Pertama. 7. Pihak Pertama berjanji dan dengan mengikatkan diri untuk melakukan penilaian kembali atas perhitungan usaha yang diajukan oleh Pihak Kedua, selambat-lambatnya pada hari ke 5 (lima) sesudah Pihak Pertama menerima perhitungan usaha tersebut yang disertai data dan bukti-bukti lengkap dari Pihak Kedua. 8. Kedua Belah Pihak berjanji dan dengan ini saling mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa Pihak Pertama hanya akan menanggung segala kerugian, maksimum sebesar pembiayaan yang diberikan kepada Pihak Kedua sebagaimana tersebut pada Pasal 3. Pasal 6 PEMBAYARAN KEMBALI 1. Pihak Kedua berjanji dan dengan ini, mengikatkan diri untuk mengembalikan kepada Pihak Pertama, seluruh jumlah pembiayaan pokok dan bagian pendapatan / keuntungan yang menjadi hak Pihak Pertama sesuai dengan Nisbah sebagaimana ditetapkan pada Pasal 5 Akad ini, menurut jadwal pembayaran sebagaimana ditetapkan pada lampiran yang dilekatkan pada dan karenanya menjadi satu kesatuan yang tak terpisahkan dari Akad ini.

2. Pengembalian pembiayaan pokok dan bagi hasil dilakukan pada akhir periode akad untuk pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan 1 (satu) tahun atau dilakukan secara angsuran , berdasarkan aliran kas masuk (cash in flow) usaha Nasabah. 3. Setiap pembayaran kembali oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama atas pembiayaan yang diberikan oleh Pihak Pertama dilakukan di kantor Pihak Pertama atau di tempat lain yang ditunjuk Pihak Pertama, atau dilakukan melalui rekening yang dibuka oleh dan atas nama Pihak Kedua di Bank. 4. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening Pihak Kedua di Bank, maka dengan ini Pihak Kedua memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab yang ditentukan dalam pasal 1813 Kitab UndangUndang Hukum Perdata kepada Pihak Pertama, untuk mendebet rekening Pihak Kedua guna membayar/melunasi kewajiban Pihak Kedua kepada Piliak Pertama. Dalam hal pemberian kuasa ini Pihak kedua akan menyerahkan Surat Pernyataan/Surat Kuasa kepada Pihak Pertama untuk mendebet

rekening

Pihak

Kedua

sebesar

kewajiban

membayar

sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diatas. 5. Apabila Pihak Kedua membayar kembali atau melunasi pembiayaan yang diberikan oleh Pihak Pertama lebih awal dari waktu yang diperjanjikan, maka tidak berarti pembayaran tersebut akan menghapuskan atau mengurangi bagian dan pendapatan / keuntungan*) yang menjadi hak Pihak Pertama sebagaimana yang telah ditetapkan dalam Akad ini. 6. Apabila Pihak Kedua membayar kembali atau melunasi pembiayaan yang diberikan oleh Pihak Pertama melampaui batas waktu yang diperjanjikan dalam Akad ini, maka terhadap Pihak Kedua pada saat pelunasan dikenakan denda sebesar-besarnya 3 % dari kewajiban pokok yang harus dibayar lunas oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama .

Pasal 7 BIAYA, POTONGAN DAN PAJAK 1. Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pelaksanaan Akad ini, termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebelum ditanda-tanganinya Akad ini, dan Pihak Kedua menyatakan persetujuannya. 2. Dalam hal Pihak Kedua cedera janji tidak melakukan pembayaran kembali / melunasi kewajibannya kepada Pihak Pertama , sehingga Pihak Pertama perlu menggunakan jasa Penasehat hukum/Kuasa untuk menagihnya, maka Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar seluruh biaya jasa Penasehat Hukum, jasa penagihan, dan jasajasa lainnya yang dapat dibuktikan dengan sah menurut hukum. 3. Setiap pembayaran kembali/pelunasan Pihak Kedua sehubungan dengan Akad ini dan perjanji lainnya yang mengikat Kedua Belah Pihak, dilakukan oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama tanpa potongan, pungutan, bea, pajak dan atau biaya-biaya lainnya, kecuali jika potongan tersebut diharuskan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri bahwa terhadap setiap potongan yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, akan dilakukan pembayarannya oleh Pihak Kedua melalui Pihak Pertama . Pasal

8

AGUNAN 1. Untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/pelunasan Pembiayaan tepat pada waktu dan jumlah yang telah disepakat kedua belah pihak berdasarkan Akad

ini, maka Pihak Kedua berjanji dan dengan ini

mengikatkan diri untuk menyerahkan agunan dan membuat pengikatan agunan kepada Pihak Pertama

sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan Akad ini. 2. Jenis dan surat barang agunan yang diserahkan kepada pihak Pertama adalah berupa: 1)................................................................................................................... 2)................................................................................................................... 3). ................................................................................................................. 4). ................................................................................................................. 5). ................................................................................................................. Pasal 9 KEWAJIBAN PIHAK KEDUA Sehubungan dengan penyediaan pembiayaan oleh Pihak Pertama berdasarkan Akad ini, Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk: 1. Mengembalikan seluruh jumlah pokok pembiayaan berikut bagian dari pendapatan/keuntungan Pihak Pertama, sesuai dengan Nisbah pada saat jatuh tempo sebagaimana ditetapkan pada lampiran yang diletakkan pada dan karenanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari Akad ini. 2. Memberitahukan secara tertulis kepada Pihak Pertama dalam hal terjadinya perubahan yang menyangkut Pihak kedua maupun usahanya. 3. Melakukan pembayaran atau semua tagihan dari pihak ketiga dan setiap penerimaan tagihan dan pihak ketiga disalurkan melalui rekening Pihak Kedua di Bank. 4. Membebaskan seluruh harta kekayaan milik Pihak Kedua yang diagunkan untuk kepentingan Pihak Pertama berdasarkau Akad ini dari beban penjaminan terhadap pihak lain. 5. Mengelola dan menyelenggarakan pembukuan pembiayaan secara jujur dan benar dengan itikad baik dalam pembukuan tersendiri. 6. Menyerahkan kepada Pihak Pertama setiap dokumen, bahan-bahan dan atau keterangan-keterangan yang diminta Pihak Pertama kepada Pihak Kedua.

7. Menjalankan

usahanya

menurul

ketentuan-ket.cnluau,

atau

lidak

menymipang atav bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah. Pasal

10

PERNYATAAN PENGAKUAN PIHAK KEDUA Pihak kedua dengan ini menyatakan pengakuan dengan sebenar-benarnya, dan karenanya mengikatkan diri kepada Pihak Pertama , bahwa : 1. Pihak Kedua aclalali Perorangan / Badan Usaha*) yang tunduk pada Hukum Negara Republik Indonesia ; 2. Pada saat ditandatanganinya Akad ini, Pihak Kedua tidak dalam keadaan berselisih, bersengketa, gugat-menggugat di muka atau diluar lembaga peradilan atau arbitrase, berutang kepada pihak lain, diselidik atau dituntut oleh pihak yang berwajib baik pada saat ini ataupun dalam masa penundaan, yang dapat mempengaruhi asset, keadaan keuangan, dan atau mengganggu jalannya usaha Pihak Kedua ; 3. Pihak Kedua memiliki semua perjanjian yang berlaku untuk menjalankan usahanya ; 4. Orang-orang yang bertindak untuk dan atas nama serta mewakili dan atau yang diberi kuasa oleh Pihak Kedua adalah sah dan berwenang, serla tidak dalam tekanan atau paksaan dan pihak manapun, 5. Pihak Kedua mengijinkan Pihak Pertama pada saat ini dan untuk masamasa selama berlangsungnya Akad, untuk memasuki tempat usaha dan tempat-tempat lainnya yang berkaitan dengan usaha Pihak Kedua, mengadakan pemeriksaan terhadap pembukuan, catatan-catatan, hansaksi, ilan atau kegiatan lainnya yang berkaitan dengan usaha berdasarkan Akad ini, baik langsung maupun tidak langsung. Pasal 11 CIDERA JANJI/WAN PRESTASl Menyimpang dari ketentuan dalam Pasal 2 Akad ini, Pihak Pertama berhak untuk menuntut/menagih pembayaran dan Pihak Kedua dan atau siapa pun juga yang

memperoleh hak darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah kewajiban Pihak Kedua kepada Pihak Pertama berdasarkan Akad ini, untuk dibayar dengan seketika dan sekaligus, tanpa diperlukan adanya surat pemberitahuan, surat teguran, atau surat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut: di bawali ini: 1. Pihak Kedua tidak melaksanakan pembayaran atas kewajibannya kepada Pihak Pertama sesuai dengan saat yang ditetapkan dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 5 Akad ini. 2. Dokumen, surat-surat bukti kepemilikan atau hak lainnya atau barangbarang yang dijadikan jaminan, dan atau pernyataan pengakuan sebagaimana tersebut: pada Pasal 8 Akad ini ternyata palsu atau tidak benar isinya, dan atau Pihak Kedua melakukan perbuatan yang melanggar atau bertentangan dengan salah satu hal yang ditentukan dalam Pasal 9 dan atau Pasal 10 Akad ini. 3. Sebahagian atau seluruh harta kekayaan Pihak Kedua disita oleh pengadilan atau pihak yang berwajib 4. Pihak Kedua berkelakuan sebagai pemboros, pemabuk, ditaruh di bawah pengampuan, dalam keadaan insolvensi, dinyatakan pailit, atau dilikuidasi. Pasal 11 PELANGGARAN Pihak Kedua dianggap telah melanggar syarat-syarat Akad ini bila terbukti Pihak Kedua melakukan salah satu dari perbuatan-perbuatan atau lebih sebagai berikut : 1. Menggunakan pembiayaan yang diberikan Pihak Pertama di luar tujuan atau rencana kerja yang telah mendapatkan persetujuan tertulis dan Pihak Pertama 2. Melakukan pengalihan usahanya dengan cara apa pun, termasuk dan tidak terbatas pada melakukan penggabungan, konsolidasi, dan atau akuisisi dengan pihak lain

3. Menjalankan

usahanya tidak

sesuai dengan ketentuan teknis yang

diharuskan oleh Pihak pertama, 4. Melakukan pendaftaran untuk memohon dinyatakan patut oleh pengadilan; 5. Lalai tidak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain; 6. Menolak atau menghalang-halangi Pihak Pertama dalam melakukan pengawasan dan atau pemeriksaan sebagaimana diatur dalam pasal 13 Akad ini. Pasal

13

PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk memberikan ini kepada Pihak Pertama atau petugas yang ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/peimeriksaan terhadap barang agunan, jalannya pengelolaan usaha, serta pembukaan dan catataa pada setiap saat selama berlangsungnya Akad ini, dan kepada petugas Pihak Pertama tersebut diberi hak untuk mengambil gambar (foto), membuat fotokopi dan atau catatan-catatan yangdianggap perlu. Pasal 14 ASURANSI Pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk menutup asuransi berdasarkan syariah atas bebannya terhadap seluruh barang yang menjadi agunan atas pembiayaan berdasar Akad ini, pada perusahaan asuransi yang ditunjuk oleh Pihak Perda, dengan menunjuk dan menetapkan Pihak Pertama sebagai pihak yang berhak untuk menyimpan polis asuransinya, dan yang karena itu Pihak Pertama berhak menerima pembayaran klaim asuransi tersebut (banker's clause). Pasal 15 PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran atas hal-hal yang tercantum di dalam Akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam

pelaksanaannya, maka Kedua Belah Pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat. 2. Apabila

musyawarah untuk mufakat telah diupayakan namun perbedaan

pendapat atau penafsiran, perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, maka para pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbilrase Syariah Nasional (BASYARNAS) menunurut prosedur beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrase tersebut. 3. Kedua Belah Pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa pendapat hukurn (legal opinion) dan atau Putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut bersitat final dan mengikat. (final and binding). Pasal 16 DOMISILI DAN PEMBERITAHUAN 1. Alamat Kedua Belah Pihak sebagaimana yang lercantum pada kalimat-kalimat awal Akad ini menipakan alamat telap dan tidak berubah bagl masing-masing pihak yang bersangkutan, dan ke alamat-alamat itu pula secara sah. segala surat-menyurat atau komunikasi diantara kedua belah pihak akan dilakukan. 2. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian ini terjadi perubahan alamat, maka pihak yang berubah alamatnya tersebut wajib memberitahukan kepada pihak lainnya dengan surat tercatat atau surat tertulis yang disertai tanda bukti penerimaan, alamat barunya. 3. Selama tidak ada perubahun alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal ini, maka surat menyurat atau komunikasi yang dilakukan ke alamat yang tercantum pada awal Akad dianggap sah menurut hukum. Pasal

17

PENUTUP 1. Sebelum Akad ini ditandatangani oleh Pihak Kedua, Pihak Kedua mengakui dengan sebenarnya, tidak lain dari yang sebenarnya. bahwa Pihak kedua telah membaca dengan cermat. atau dibacakan kepadanya

seluruh

ISI

Akad ini berikut semua surat. dan atau dokumen yang menjadi

lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu Pihak Kedua memahami sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat hukum selelah pihak Kedua menandatangani Akad ini. 2. Apabila ada hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur dalam Akad ini, maka Kedua Belah pihakk akan mengaturnya bersama secara musyawarah untuk mufakat dalam suatu Addendum. 3. Tiap Addendum dari Akad ini merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain, bahwa untuk Akad ini dan segala akibatnya memberlakukan syariah Islam dan peraturan perundang-undangan lain yang tidak bertentangan dengan syariah. Demikianlah, Akad ini dibuat dan ditandatangani oleh Kedua Belah Pihak diatas kertas yang bermaterai cukup dalam dua rangkap, yang masing-masing disimpan oleh Pihak Pertama dan Pihak Kedua, dan masig-masing berlaku sebagai aslinya. ......................,......................... ...

pihak Kedua, Kas:Akad Mudharabah

Pihak Perlama. .................................................

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHHIM AKAD PEMBIAYAAN MURABAHAH No. .............................................................. 

Hai orang-orangyang beriman penuhilah akad-perjanjian itu". (QS. Al-Maidah ayat 1) Pada hari ini ................., Tanggal .............................., kami yang bertanda tangan dibawah ini: 1. Nama

: ............................................................................................

Jabatan

: ............................................................................................

Alamat

: ..........................................................................................

Berdasarkan

Akta Surat Kuasa Direksi PT. Bank Sumut yang dibuat dihadapan

Notaris ..............Nomor ......... tanggal ......... bertindak untuk dan atas nama PT. Bank Sumut selaku Penjual selanjutnya disebut: PIHAK PERTAMA. 2. Nama

: ..............................................................................

Jabatan

: ..............................................................................

Bertindak untuk

: ..............................................................................

Alamat

: .............................................................................

Untuk poin ini harus ada persetujuan dari pihak lain dan persetujuan tersebut mengacu kepada status Pembeli perorangan atau mewakili Badan Usaha. Perorangan Untuk melakukan perbuatan hukum ini telah mendapat persetujuan dari (istri/suami)

yang

bernama

................

beralamat

di

......................................................................, Pemegang

KTP

Nomor:

......................................dan

turut

hadir

serta

menandatangani Akad ini selaku Pembeli selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

Badan usaha Sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah Tangga perusahaan (berikut perubahannya apabila ada) dalam jabatannya berwenang bertindak untuk dan atasnya ...................................., selaku Pembeli selanjutnya disebut PIHAK KEDUA Pihak Pertama dan Pihak Kedua bersepakat dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadap yang lain untuk membiayai usaha berdasarkan prinsip Mudharabah berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Pihak Pertama. Yang diproleh dari Pihak Pertama Para pihak terlebih dahulu menerangkan hal-hal sebagai berikut: 1. Bahwa pihak pertama sesuai dengan permohonan pihak kedua, menyediakan dana pembiayaan berdasakan perjanjian jual beli barang sesuai surat pesanan pihak kedua tertanggal ..................... untuk membeli barang sesuai spesifikasi (terlampir) untuk kepentian pihak kedua. 2. Bahwa Pihak Pertama telah menyatakan persetujuannya untuk membeli, menyediakan dan selanjutnya menjual barang tersebut kepada Pihak Kedua sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dan diatur dalam Akad ini. 3. Bahwa berdasarkan ketentuan syariah, pembelian barang oleh Pihak Pertama dan Supplier/Developer dan menjual barang tersebut kepada Pihak Kedua berlangsung menurut ketentuan-ketentuan sebagai berikut: •

Pihak Kedua berdasarkan Akad. Wakalah dari Pihak Pertama membeli barang dari Supplier / Developer, sesuai clengan pennohonan dan untuk memenuhi kepentingan Pihak Kedua berdasarkan harga beli Pihak Pertama yang telah disepakati bersaina oleh Kedua belah Pihak, dan selanjutnya Pihak Pertama menjual dengan harga jual Pihak Pertama kepada Pihak Kedua yang disepakati Kedua belah Pihak, tidak termasuk biaya-biaya yang timbul sehubungan dengan pelaksanaan Akad ini.



Penyerahan barang tersebut dapat dilakukan langsung oleh Supplier/Developer kepada Pihak Kedua dengan persetujuan dan diketahui oleh Pihak Pertama.



Dalam jangka waktu yang disepakati Kedua belah Piliak, Pihak Kedua membayar harga pokok yaiitu harga beli barang oleh Pihak Pertama dari Supplier/Developer ditambah keuntungan (marjin) yang diperoleh Pihak Pertama, sehingga karenanya, sebelum Pihak Kedua melunasi pembayaran harga jual kepada Pihak Pertama, Pihak Kedua berhutang kepada Pihak Pertama.

Selanjutnya, kedua belah pihak sepakat untuk membuat dan menandatangani Akad ini yang selengkapnya sebagai berikut: Pasal I DEFINISI Dalam Akad ini, yang dimaksud dengan : 1. Jual-beli Murabahah adalah jual beli antara Pihak Kedua sebagai pemesan untuk membeli, dan Pihak Pertama sebagai penyedia barang yang berasal dari milik pihak ketiga, yang didalam perjanjian Akad ini dinyatakan dengan jelas dan rinci mengenai barang, harga beli Pihak Pertama dan harga jual Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sehingga termasuk di dalamnya keuntungan yang diperoleh Pihak Pertama, sera persetujuan Pihak Kedua untuk membayar harga jual tersebut secara tangguh, balk secai'a sekaligus (lumpsum) atau secara angsuran.

2. Barang adalah barang yang menjadi objek dalam Akad ini, yang meliputi segala jenis dan macam barang yang dihalalkan oleh syariah, baik zat maupun cara perolehannya.

3.

Supplier/Developer adalah pihak ketiga yang ditunjuk atau disetujui oleh Pihak Pertama untuk menyediakan barang yang akan dibeli oleh Pihak Pertama dan selanjutnya akan dijual kepada Pihak Kedua .

4. Urbun Adalah uang muka pembelian dan disetor Pihak. Kedua kepada Pihak Pertama dan merupakan faktor pengurang pembiayaan murabahah bukan sebagai pembayar angsuran) jika murabahah dilaksanakan. Akan tetapi jika murabaliah halal maka Pihak Pertama mengembalikan urbun kepada Pihak Kedua setelah dikurangi dengan biaya-biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Pertama untuk mengadakan alau momperoleh barang pesanan. 5. Harga beli adalah sejumlah uang, yang dikeluarkan Pihak Pertama untuk membeli barang dari Supplier/Developer yang diminta oleh Pihak Kedua dan disetujui oleh Pihak Pertama berdasarkan Surat Persetujuan prinsip dan Pihak Pertama kepada Pihak kedua. temasuk di dalamnya biaya-biaya yang terkait dengan pembelian barang tersebut. 6. Keuntungan keuntungan Pihak Pertama atas terjadinya jual-beli Murabahah ini yang disetujui oleh Kedua Belah Pihak yang ditetapkan dalam Akad ini. 7. Harga Jual adalah harga beli ditambah dengan sejumlah keuntugan Pihak Pertama yang disepakati oleh Kedua belah Pihak yang ditetapkan dalam Akad ini.

8. Agunan adalah barang bergerak maupun tidak bergerak yang didukung oleh segala macam dan bentuk surat buku tentang kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang yang diserahkan\Nasabah kepada Bank dan dijadikan jaminan guna menjamin terlaksananya kewajiban Pihak Kedua terhadap Pihak Pertama berdasarkan Akad ini.

9. Denda adalah sanksi yang dikenakan kepada Nasabah oleh Bank yang disebabkan karena kelalaian Nasabah dalam melakukan kewajibannya sesuai dengan jadwal angsuran yang ditentukan dan disepakati dalam Akad. 10. Hari Kerja Bank adalah Hari kerja yang berlaku pada Pihak Pertama. Pasal 2 POKOK PERJANJIAN 1. Pihak Pertama berjanji dan mengikat diri untuk membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya oleh kedua belah pihak. 2. Pihak Pertama menjual barang (daftar terlampir)

semlai Rp.

........................ (.......................).....................Rupiah). untuk selanjutnya disebut barang dan menyerahkannya kepada Pihak Kedua, sebagaimana Pihak Kedua berjanji membeli dan menerima barang tersebut dari Pihak Pertama. . 3. Jika menurut pertimbangan Pihak Pertama diperlukannya urbun dalam pelaksanaan Akad ini, maka Pihak Kedua hat'iis niembayar uang sebesar Rp. ......................................................................(..........................:..................... ..................... Rupiah) kepada Pihak Pertama, yang telah diserahkan padasaat menandatangani kesepakatan awal pemesanan barang. 4. Jual beli sebagamiana dimaksud pada ayat 1 diatas disepakati hanya sekali oleh kedua belah pihak untuk saat ini dan seterusnya tidak berubah karena sebab apapun, termasuk dan tidak terbatas pada terjadinya perubahan moneter, dengan harga jual Pihak Pertama sebesar Rp. .............................. (.......................................................... Rupiah) yang ditetapkan berdasarkan harga

beli

pihak

prtama

sebesar

Rp.

..............................

(........................................... Rupiah) ditambah keuntungan Pihak Pertama sebesar Rp. ................................. (............................................ Rupiah).

5. Harga jual Pihak Pertama tersebut pada ayat 3 tidak termasuk biaya-biaya administrasi, seperti biaya notaris, materai dan lain-lain sejenisnya, yang oleh kedua belah pihak telah disepakati dibebankan sepenuhnya kepada Pihak Kedua. Pasal 3 JANGKA WAKTU DAN CARA PEMBAYARAN 1. Pihak Kedua memilih cara membayar harga jual barang sebagaimana tersebut pada Pasal 2 Akad ini kepada Pihak Pertama sebagai berikut (dipilih huruf a atau b) : a. secara tinai dan sekaligus dalam jangka waktu ........ ( ......................) bulan terhitung sejak tanggal ditanda-tangaiunya Akad ini, atau jatuh tempo pada tanggal...................... b. dengan cara rnengangsui' dan secara proporsional pada tiap-tiap. bulan pada hari kerja Piliak . (.......................

........

Pertaina, ........

sehesar

Rp.........................

........................ Rupiah terhitung sejak

tanggal ........................ sampai dengan tanggal ..........................

atau

selama jangka waktu ........ (.........................) bulan terhitung sejak tanggal ditanda tangani Akad ini yang besar sesuai dengan jadwal angsuran yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak. 2. Bila tanggal jatuh tempo atau saat pembayaran angsuran jatuh tidak pada hari kerja Pihak Pertama, maka pihak kedua melakukan pembayaran kepada pihak Pertama pada hari kerja pertama pihak Pertama pada hari kerjanya. 3. Apabila terjadi keterlambatan pembayaran oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, Pihak kedua wajib membayar denda kepada Pihak Pertama sebesar 3 % dari jumlah angsuran setiap bulan keterlambatan. Pasal 4 REALISASI PERJANJIAN

Dejigan tetap memperhatikan dan mentaati ketentuan tentang pembatasan meyediakan fasilitas pembiayaan Murabahah yang ditetapkan oleh yang berwenang, Pihak Perlama melaksanakan Akad ini setelah Pihak Kedua memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut: 1. Telah menyerahkan kepada Pihak Pertama surat permohonan dan surat pesanan barang yang berisi rincian barang yang akan dibeli berdasarkan Akad ini; 2. Telah menyerahkan kepada Pihak Pertama seluruh dokumen Pihak Kedua, termasuk dan tidak terbatas pada dokumen agunan serta akta-akta pengikatan agunan yang berkaitan dengan Akad ini; 3. Telah menandatangani Akad iui dan pengikatan

agunan yang

dipersyaratkan; 4. Telah membayar biaya-biaya yang berkaitan dengan pembuatan Akad ini; Atas penyerahan surat-surat tersebut,

Pihak

Pertama

menerbitkan

dan

menyerahkan kepada Pihak Kedua tanda bukti penerimaannya. Pasal 5 PENYERAHAN BARANG 1. Berdasarkan

syarat-syarat

pembeli

antara

Pihak

Pertama

dan

Supplier/Developer, maka atas persetujuan dan sepengetahuan Pihak Pertama penyerahan barang dimaksud pada Pasal 2 dapat dilakukan langsung oleh Supplier/Developer kepada Pihak Kedua . 2. Apabila pelaksanaan teknis pembelian barang oleh Pihak Pertama dan Supplier/Developer dilakukan oleh Pihak Kedua berdasarkan Akad Wakalah untuk dan atas nama Pihak Pertama, maka kuasa harus dibuat secara tertulis sesuai dengan ketentuan Pasal 1795 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pasal 6 PENGAKUAN HUTANG DAN PEMBERIAN JAMINAN

1. Berkaitan dengan jual-beli ini, selania harga jual Pihak Pertama sebagaimana dimaksud Pasal 2 ayat 3 beliun dilunasi oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertaina, maka Pihak Kedua dengan ini mengaku berhutang kepada Pihak Pertama sejumlah harga atau sisa harga yang belum dibayar lunas oleh Pihak Kedua. 2. Untuk menjamin tertibnya pembayaran kembali/pelunasan hutang tepat pada waktu dan jumlah yang telah disepakati kedua belah pihak berdasarkan Akad ini, maka Pihak Kedua dengan ini menyerahkan agunan dan membuat pengikatan agunan kepada Pihak Pertama sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pihak Kedua menutup asuransi berdasarkan Syariah atas bebannya terhadap seluruh barang agunan pada perusahaan asuransi yang ditujuk oleh Pihak pertama, dengan menunjuk dan menetapkan Pihak Pertama sebagai pihak yang berhak untuk menyimpan polis asuransi, dan karenanya Pihak Pertama berhak menerima klaim asuransi tersebut (banker's clause). 4. Jenis dan surat barang agunan yang diserahkan adalah berupa: a. ...................................................................................................................... b. ...................................................................................................................... c. ......................................................................................................................

Pasal 7 TEMPAT PEMBAYARAN 1. Setiap pembayaran atau pelunasan hutang atau angsuran oleh Pihak Kedua kepada Pihak Pertama dilakukan di kantor Pihak Pertama atau di tempat lain yang ditunjuk Pihak Pertama, atau dilakukan melalui rekening, yang dibuka oleh dan atas nama Pihak Kedua di Bank Sumut. 2. Dalam hal pembayaran dilakukan melalui rekening Pihak Kedua di Bank Sumut maka dengnn ini Pihak Kedua memberi kuasa yang tidak dapat berakhir karena sebab-sebab yang ditentukan dalam pasal 1813 Kitab Undang-Undang Hukum perdata untuk mendebet rekening Pihak Kedua guna membayar/melunasi hutang Pihak Kedua. Dalam hal pemberian kuasa ini Pihak kedua akan menyerahkan Surat Kuasa Pendebetan Rekening kepada Pihak Pertama untuk mendebet. rektining Pihak Kedua sebesar kewajiban membayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 Akad ini. Pasal 8 BIAYA, POTONGAN DAN PA.l AK-PAJAK 1. pihak Kedua menanggung segala biaya yang diperlukan berkenaan dengan pembuatan Akad ini, termasuk jasa Notaris dan jasa lainnya, sepanjang hal itu diberitahukan Pihak Pertama kepada Pihak Kedua sebelum ditandatanganinya Akad ini, dari Pihak Kedua menyatakan setuju. 2. Pihak Kedua dengan ini memberi kuasa kepada Pihak Pertama untuk membayar setiap potongan, bea, pajak dan biaya-biaya lainnya yang diharuskan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku melalui Pihak Pertama.

Pasal 9 PENGAWASAN DAN PEMERIKSAAN Pihak Kedua memberi izin kepada Pihak Pertama atau petugas yang ditunjuknya, guna melaksanakan pengawasan/pemeriksaan terhadap barang maupun barang agunan, serta pembukaan dan Catatan pada setiap saat selama berlangsungnya Akad ini, dan kepada pelngas Pihak Pertama tersebut diberi hak untuk mengambil gambar (foto), membuat fotokopi dan atau catatan-catatan yang dianggap perlu,

Pasal 10 CIDERA JANJI/WAN PRESTASI 1. Jika nasabah menolak membeli barang setelah membayar urbun, maka biaya riil Bank harus dibayar dan urbun tersebut dan Bank harus mengembalikan kelebihan urbun kepada Nasabah. Namun jika nilai urbun kurang dan nilai kerugian yang harus ditanggung Bank, maka Bank dapat meminta lagi pembayaran sisa kerugian kepada Nasabah. 2. Jika nasabah batal membeli barang, maka urbun yang telah dibayar Nasabah menjadi milik Bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung Bank akibat pembatalan tersebut dan jika urbun tidak mencukupi Nasabah wajib melunasi kekurangannya. 3. Dalam

hal

Pihak

Kedua

cidera

janji

tidak

melakukan

pembayaran/melunasi hutangnya kepada Pihak Pertama, sehingga Pihak Pertama perlu menggunakan jasa Penasihat Hukum/Kuasa untuk menagihnya, maka pihak Kedua berjanji dan dengan ini mengikatkan diri untuk membayar seluruh biaya jasa Penasehat Hukum, jasa penagihan dan jasa-jasa lainnya sepanjang hal itu dapat dibuktikan secara sah menurut hukum. 4. Menyimpang dan ketentuan dalam Pasal 3 Akad ini, Pihak Pertama berhak untuk menagih pembayaran dari Pihak Kedua atau siapapun juga yang memperoleh hak darinya, atas sebagian atau seluruh jumlah hutang Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, untuk dibayar dengan seketika dan

sekaligus, tanpa diperlukan adanya siusal pemberitahuan, surat tegui'an, atau s\irat lainnya, apabila terjadi salah satu hal atau peristiwa tersebut di bawah ini: a. Pihak Kedua tidak melaksanakan kewajiban pembayaran/pelunasan atas kewajiban kepada Pihak Pertama sesuai yang ditetapkan dalam Akad ini. b. Dokumen atau keterangan yang dimasukan/disuluruhmasukkan ke dalam dokumen yang diserahkan Pihak Kedua kepada Pihak Pertama sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 palsu, tidak sah, atau tidak benar; c. Pihak Kedua tidak memenuhi dan atau melanggar salah satu ketentuan Akad ini; d. Pihak Kedua ditaruh di bawah pengampuan, dalam keadaan insolvensi, dinyatakan pailit, atau dilikuidasi; Pasal 11 PENGAKUAN DAN PEMBEBASAN PIHAK PERTAMA DARI TUNTUTAN/GUGATAN PIHAK KE T1GA Pihak Kedua dengan ini menyatakan mengakui dengan sebenarnya bahwa : 1. Pihak Kedua berhak dan berwenang sepenuhnya untuk menandatangani Akad ini dari semua surat dokumen yang menjadi kelengkapannya serta berhak pula untuk menjalankan usaha tersebut dalam Akad ini. 2. Pihak Kedua menjamin, bahwa segala surat dan dokumen serta akta yang ditandatangani oleh Pihak Kedua dan yang berkeberatan dengan Akad ini adalah benar, keberadaannya sah, tindakan Pihak Kedua tidak melanggar atau bertentangan dengan Anggaran Dasar perusahaan. 3. Dalam hal belum dicukupinya barang agunan untuk melunasi hutang Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, Pihak: Kedua secepatnya melunasi seluruh kewajibannya selama hutangnya belum lunas dan selanjutnya akan

menyerahkan agunan-agunan tambahan yang dinilai cukup oleh Pihak Pertama. 4. Sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, Pihak Kedua mendahulukan untuk membayar dan melunasi kewajibannya kepada Pihak Pertama dari kewajiban lainnya. 5. Dalam hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat 1 dan 2 pasal ini, Pihak Kedua berjanji membebaskan Pihak Pertama dari segala tuntutan atau gugatan yang datan dari pihak manapun dan atau atas alasan apapun. Pasal 12 PEMBATASAN TERHADAP TINDAKAN PIHAK KEDUA Pihak Kedua berjanji bahwa selama masa berimigsungnya Akad ini, kecuali setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Pihak Pertama, Pihak Kedua tidak akan melakukan sebahagian atau seluiruh perbuatan-perbuatan sebagai berikut.: 1. Melakukan akiusisi. merger, restrukturisasi dan atau konsolidasi perusahaan Pihak Kedua dengan perusahaan atau orang lain ; 2. Menjual, baik sebagian atau seluruh asset perusahaan Pihak Kedua yang nyata-nyata akan mempengaruhi kemampuan atau cana membayar atau melunasi hutang-hutang atau sisa hutang Pihak Kedua kepada Pihak Pertama, kecuali menjual barang dagangan yang menjadi kegiatan usaha Pihak Kedua; 3. Membua hutang kepada pihak ketiga (pihak lain); 4. Mengubah Anggaran Dasar, susunan pemegang saham, Komisaris dan atau Direksi perusahaan Pihak Kedua.; 5. Melakukan investasi baru, baik yang berkaitan langsung atau tidak langsung dengan tujuan perusahaan Pihak Kedua; 6. Memudahkan kedudukan/lokasi barang jaminan dari kedudukan/lokasi barang itu semua atau sepatutnya berada, dari atau mengalihkan hak atas barang atau barang jaminan yang bersangkutan kepada pihak lain; Pasal 13 RISIKO

Pihak Kedua atas beban dan tanggung jawabuya, berkewajiban melakukan pemelaksaan, dan karenanya bertanggung jawab baik. terhadap keadaan fisik barang maupun sahnya bukti-bukti, surat-surat dan atau dokumen-dokumen yang berkaitan dengan kepemilikan atau hak-hak lainnya atas barang dan barangbarang yang dijaminkan, sehingga karena itu Pihak Kedua berjanji dan dengan ini membebaskan Pihak Pertama dari segala tuntutan atau gugatan yang datang dari pihak manapun dan atau berdasar alasan apapun. Pasal 14 PENYELESAIAN PERSELISIHAN 1. Dalam hal terjadi perbedaan pendapat atau penafsiran hal-hal yang tercantum di dalam akad ini atau terjadi perselisihan atau sengketa dalam pelaksanaannya, kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikannya secara musyawarah untuk mufakat 2. Apabila musyawarah untuk mufakat telah diupayakan namun perbedaan pendapat atau penafsiran, perselisihan atau sengketa tidak dapat diselesaikan oleh kedua belah pihak, maka kedua belah pihak bersepakat, dan dengan ini berjanji serta mengikatkan diri satu terhadap yang lain, untuk menyelesaikannya melalui Badan Arbitrase syariah Nasional (BASYARNAS) menurut prosedur beracara yang berlaku di dalam Badan Arbitrage tersebut. 3. Kedua belah pihak sepakat, dan dengan ini mengikatkan diri satu terhadapyang lain, bahwa pendapat hukum (legal opinion) dan atau putusan yang ditetapkan oleh BASYARNAS tersebut bersifat final dan mengikat (final and binding).

Pasal 15 DOMISILI DAN PEMBERITAHUAN

1. Alamat kedua belah pihak sebagaimana yang tercantum pada kalimatkalimat awal Akad ini merupakan alamat tetap dan tidak berubah bagi masing-masing pihak yang bersangkutan, dan ke alamat-alamat itu pula secara sah segala surat-menyurat atau komunikasi diantara kedua belah pihak akan dilakukan. 2. Apabila dalam pelaksanaan Akad ini terjadi perubahan alamat, maka pihak yang berubah alamatnya tersebut wajib memberitahukan kepada pihak lainnya alamat barunya dengan surat tercatat atau surat tertulis yang disertai tanda bukti penerimaan dari pihak lainnya. 3. Selama tidak ada pemberitahuan tentang perubahan alamat sebagaimana dimaksud pada ayat 2 pasal ini, maka surat-menyurat atan komunikasi yang dilakukan ke alamat yang tercantum pada awal Akad ini dianggap sah menurut hukum. Pasal 16 PENUTUP 1. Sebelum Akad ini ditandatangani oleh Pihak Kedua, Pihak Kedua mengakui dengan sebenarnya, bahwa Pihak Kedua lelah membaca dengan cermat atau dibacakan kepadanya seluruh isi Akad ini berikut semua surat dan atau dokumen yang menjadi lampiran Akad ini, sehingga oleh karena itu Pihak Kedua menjamin sepenuhnya segala yang akan menjadi akibat setelah Pihak Kedua menandatangani Akad ini. 2. Hal-hal yang belum diatur dalam Akad ini akan diatur lebih lanjut secara musyawarah mufakat di antata para pihak dan dituangkan dalam suatu Addedum. 3. Seluruh surat-menyurat, nota, lampiran dan addendum pada akad ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dan mempunyai kekuatan hukum yang sama serta mengikat seperti halnya pasal-pasal lain dalam Akad ini.

4. Para pihak sepakat bahwa untuk Akad ini dan segala akibatnya memberlakukan syariah Islam dan peraturan perundangan-undangan lain yang tidak bertentangan dengan syariah. Demikioanlah, Akad ini dibuat dan ditandatangani di ..............(nama kota).. ....... oleh kedua belah pihak dalam rangkap dua dan dibubuhi materai yang cukup, keduanya mempunyai kekuatan hukum yang sama, yang masing-masing disimpan oleh para pimilik. .................................. PIHAK KEDUA,

PIHAK PERTAMA,

....................................

........................................