PERLINDUNGAN JAMINAN SOSIAL TERHADAP TENAGA KERJA SERTA

Download Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung 57. Perlindungan Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja. Serta Penyimpangan Jam Kerja. Oleh : W...

0 downloads 527 Views 124KB Size
Perlindungan Jaminan Sosial Terhadap Tenaga Kerja Serta Penyimpangan Jam Kerja Oleh : Widowati Abtraksi : Meskipun telah ditetapkan adanya hubungan tenaga kerja dan majikan yang merupakan hubungan bersifat timbal balik yang saling membutuhkan, demi kelancaran dalam proses produksi dan penghasilan bahwa tenaga kerja dan majikan selalu ditekankan adanya keterbukaan, sehingga apabila ada suatu perselisihan diantara kedua pihak dapat diselesaikan secara musyawarah. Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 di mana di dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 yang menetapkan lamanya waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, tidak berjalan sebagaimana mestinya sebab dalam prakteknya di perusahaan ini adalah tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut. Di mana peraturan perusahaan tersebut memberlakukan jam kerja lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal jam kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, selama ini pihak instansi yang berwenang (dalam hal ini pihak Departemen Tenaga Kerja) belum pernah melakukan pengawasan secara langsung dan memberikan teguran sebagaimana mestinya terhadap perusahaan ini, karena pihak Departemen Tenaga Kerja selama ini bersifat pasif yaitu hanya menunggu lapora dari masing-masing perusahaan.

A. Latar Belakang Permasalahan Berbicara tenaga kerja, tidak bisa terlepas dari masalah kesejahteraan tenaga kerja, baik yang berupa upah layak, perlindungan keselamatan kerja ataupun jaminan sosial. Masalah kesejahteraan tenaga kerja di negara manapun selalu menjadi sumber yang mengandung beih gejolak sosial bagi negara yang sedang membangun, yang sedang mengejar ketinggalannya dalam pembangunan. Pemerintah menginginkan pembangunan secara maksimal, untuk itu tidak bisa dilaksanakan hanya dengan alat-alat dan saranasarana yang tersedia di dalam negara saja. Dalam mensejahterakan rakyat, pemerintah tetap berpegang kepada kesanggupan dan peningkatan kesempatan rakyat Indonesia sendiri untuk membangun ekonomi sosialnya, tetapi juga memberikan kesempatan kepada modal dan teknologi modern untuk turut serta memegang peranan sebagai pelengkap dalam pembangunan nasional. Tidak bisa kita hindari bahwa dengan timbulnya perusahaan-perusahaan barsu yang timbul akibat adaya kesempatan pemanfaatan modal dan teknologi yang ada akan membawa pengaruh pula terhadap masalah ketenagakerjaan. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

57

Di dalam masalah ketenagakerjaan ini, hubungan antara majikan dan tenaga kerja kalau ditinjau dari segi sosiologisnya tenaga kerja memang tidak mempunyai kebebasan. Sebagai orang yang tidak mempunyai bekal hidup lain selain tenaga dan pikirannya, ia terpaksa bekerja pada orang lain. Maka majikan inilah yang pada dasarnya menentukan syarat-syarat kerja itu. Tenaga kerja yang terutama menjadi kepentingan majikan, merupakan sesuatu yang sedemikian melekatnya pada pribadi tenaga kerja, sehingga tenaga kerja itu harus selalu mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukan pada prinsipnya majikan itu bekuasa. Akan tetapi apabila dilihat dari segi yuridisnya, kedudukan tenaga kerja adalah bebas. Oleh karena prinsip di negara kita adalah: tidak seorangpun boleh diperbudak, diperulur atau diperhamba. Perbudakan, perdagangan budak, dan perhambaan serta segala perubuatan berupa apapun yang bertujuan kepada itu dilarang. Oleh sebab itu majikan atau pengusaha harus menghormati hak-hak dan kebebasan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Selama segala sesuatu mengenai hubungan antara majikan dan tenaga kerja itu diserahkan kepada kebijaksanaan kedua belah pihak yang langsung berkepentingan itu, maka masih sukar tercapainya suatu keseimbangan antara kepentingan kedua belah pihak yang sedikit banyak mempengaruhi rasa keadilan sosial yang juga merupakan tujuan pokok ketenagakerjaan. Karena itu pengusaha baik dengan maupun tidak dengan bantuan organisasi tenaga kerja, mengadakan peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang bertujuan melindungi pihak yang lemah (menempatkan pada kedudukan yang layak bagi kemanusiaan). Tujuan dari pada diadakannya peraturan-peraturan yang menyangkut masalah ketenagakerjaan itu pada dasarnya adalah pelaksanaan keadilan sosial dalam ketenagakerjaan dan pelaksanaan itu diselenggarakan dengan jalan melindungi tenaga kerja

terhadap

kekuasaan yang tidak terbatas dari pihak majikan. Akan tetapi meskipun demikian pihak tenaga kerja dan majikan diberi kebebasan untuk mengadakan peraturan-peraturan yang tertentu (menurut kesepakatan mereka), akan tetapi tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang ada. Senada dengan permasalahan di atas tentang hubungan tenaga kerja dan majikan, dapat kita ambil suatu contoh permasalahan yang menyangkut jam kerja tenaga kerja dan jaminan sosial yang diberikan terhadap tenaga kerja. Mengenai jam kerja tenaga kerja ini di dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1948 tentang Kesehatan Kerja, dimana dalam pasal 10- ditentukan bahwa: Buruh tidak boleh 58 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu. Setelah bekerja selama 4 jam terus menerus harus diadakan waktu istirahat selama 30 menit. Di dalam setiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat

1

Mengenai waktu tenaga kerja yang harus diperhatikan oleh perusahaan diatur dalam pasal 77 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan yaitu: a) 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau b) 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu. Selain mengenai jam kerja tenaga kerja yang tak kalah pentingnya adalah mengenai jaminan sosial tenaga kerja, yang mana hal ini merupakan hak tenaga kerja yang ditetapkan dalam Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Di mana dalam Undang-Undang ditentukan bahwa dalam rangka memberikan perlindungan tenaga kerja perlu diadakan jaminan sosial yang berbentuk santunan berupa uang sebagai pengganti dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau kejadian yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.hal ini semua bertujuan untuk lebih memberikan perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya, sehingga diharapkan tenaga kerja dapat bekerja dengan tenang dan produktivitas perusahaan pun dapat meningkat, yang mana pada gilirannya nanti dapat pula meningkatkan produktivitas nasional. Bentuk perlindungan, pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan dimaksud diselenggarakan dalam bentuk program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) yang bersifat dasar, dengan berasaskan usaha bersama, kekeluargaan, dan gotong-royong sebagaimana dimaksud dalam jiwa dan semangat Pancasilan dan Undang-Undang Dasar 1945. Oleh karena itu pengusaha atau majikan memikul tanggung jawab utama dan secara moral pengusaha atau majikan ini mempunyai kewajiban untuk meningkatkan perlindungan dan kesejahteraan tenaga kerjanya. Di samping itu, sudah sewajarnya kalau tenaga kerja turut berperan aktif di dalamnya.

1

Imam Soepomo, Undang-Undang No. 12 Tahun 1948, Cetakan ketigabelas, Penerbit Djambatan, 2003,hal.326. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

59

B. Rumusan Masalah Untuk merumuskan masalah yang menyangkut perlindungan tenaga kerja adalah sebagai berikut: bagaimana perlindungan hukum yang diberikan oleh perusahaan terhadap jaminan sosial tenaga kerja dan penyimpangan jam kerja? Dan Bagaimana tindakan Departemen Tenaga Kerja dalam menanggapi adanya suatu penyimpangan mengenai jam kerja yang sudah ditetapkan?

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk

mengetahui

dan

mencari

penyelesaian

masalah

mengenai

masalah

perlindungan jam kerja tenaga kerja dan jaminan sosial tenaga kerja. 2. Untuk mengetahui langkah dan upaya apa yang diambil oleh pihak Departemen Tenaga Kerja dalam menghadapi masalah penyimpangan jam kerja yang sudah ditetapkan. 3. Untuk melaksanakan Tri darma Perguruan Tinggi Pada Universitas Tulungagung

D. Metode Penelitian 1. Pendekatan Masalah Dalam penulisan ini, penulis mempergunakan pendekatan secara yuridis normatif yaitu mempergunakan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar dapat memecahkan masalah-masalah yang terjadi. Kemudian pendekatan secara sosiologis maksudnya hukum dalam pengertian tingkat laku manusia penelitiannya secara empiris. Terutama yang ada hubungannya dengan masalah ini. 2. Sumber Data Untuk mendapatkan hasil penelitian yang obyektif, penulis menggunakan teknik: a. Studi Keputstakaan ( library research ) Yaitu suatu cara untuk memperoleh data atau bahan keterangan dengan jalan membaca dan mempelajari buku-buku literatur pada kepustakaan, pendapat para ahli melalui buku ilmiah dan bahan-bahan tertulis lain yang relevan dengan pokok bahasan. b. Studi lapangan Yaitu suatu cara kerja untuk mendapatkan data atau bahan keterangan dengan jalan mengadakan pengamatan langsung pada obyek study untuk mendapatkan data yang faktual. 60 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

3. Teknik Pengumpulan Data a. Interview Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan tanya jawab secara langsung dengan responden. b. Observasi Yaitu teknik pengumpulan data dengan jalan melakukan pengamatan langsung atas gejala-gejala yang diteliti. 4. Penggolongan dan Analisis Data Dalam penggolongan data, penulis terlebihy dahulu mengumpulkan, meneliti data yang diperoleh untuk mengetahui tentang benar atau tidaknya data tersebut. Kemudian data yang sudah diteliti tersebut diklasifikasikan sehingga dapat mempermudah penelitian.

E. Pengertian Ketenagakerjaan Dalam pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun masyarakat. Tenaga kerja merupakan modal utama serta pelaksanaan dari pembangunan masyarakat pancasila. Tujuan terpenting dari pembangunan masyarakat tersebut adalah kesejahteraan rakyat termasuk tenaga kerja. Tenaga kerja sebagai pelaksana pembangunan harus di jamin haknya, diatur kewajibannya dan dikembangkan daya gunanya. Dalam peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER-04/MEN/1994 pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan yang belum wajib mengikuti program jaminan social tenaga kerja karena adanya pentahapan kepesertaan. Bentuk perlindungan tenaga kerja di Indonesia yang wajib di laksanakan oleh setiap pengusaha atau perusahaan yang mempekerjakan orang untuk bekerja pada perusahaan tersebut harus sangat diperhatikan, yaitu mengenai pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan di maksud diselenggarakan dalam bentuk jaminan social tenaga kerja yang bersifat umum untuk dilaksanakan atau bersifat dasar, dengan bersaskan usaha bersama, kekeluargaan dan kegotong royongan sebagai mana yang tercantum dalam jiwa dan semangat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

61

Jaminan

pemeliharaan

kesehatan

merupakan

jaminan

sebagai

upaya

penanggulangan dan pencegahan gangguan kesehatan yang memerlukan pemeriksaan, pengobatan, dan/atau perawatan termasuk kehamilan dan persalinan. Pemeliharaan kesehatan dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja sehingga dapat melaksanakan tugas sebaik-baiknya dan merupakan upaya kesehatan dibidang penyembuhan. Oleh karena itu upaya penyembuhan memerlukan dana yang tidak sedikit dan memberatkan jika dibebankan kepada perorangan, maka sudah selayaknya diupayakan penanggulangan kemampuan masyarakat melalui program jaminan social tenaga kerja. Para pekerja dalam pembangunan nasional semakin meningkat, dengan resiko dan tanggung jawab serta tantangan yang dihadapinya. Oleh karena itu kepada mereka dirasakan perlu untuk diberikan perlindungan, pemeliharaan, dan peningkatan kesejahteraannya sehingga menimbulkan rasa aman dalam bekerja. Adapun syarat-syarat keselamatan kerja antara lain : a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan b. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran c. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan d. Memberikan kesempatan atau jalan penyelamatan diri waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya e. Memberikan pertolongan pada kecelakaan f. Memberi alat-alat perlindungan diri pada pekerja g. Memperoleh penerangan yang cukp dan sesuai h. Menyelanggarakan suhu dan lembab udara yang baik i. Memeliharaan kebersihan, kesehatan dan ketertiban Syarat-syarat keselamatan kerja seperti tersebut diatas menandakan bahwa setiam perusahaan wajib untuk memperhatikan keselamatan kerja bagi setiap pekerjanya.

F. Jenis Perlindungan Kerja Secara teoritis dikenal ada tiga jenis perlindungan kerja yaitu sebagai berikut : 1. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindungan yang berkaitan dengan usaha kemasyarakatan, yang tujuannya untuk memungkinkan pekerja/buruh mengenyam dan mengembangkan kehidupannya sebagaimana manusia pada umumnya, dan khususnya sebagai anggota masyarakat dan anggota keluarga. Perlindungan sosial disebut juga dengan kesehatan kerja. 2. Perlindungan teknis, yaitu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk menjaga agar pekerja/buruh terhindar dari bahaya kecelakaan yang ditimbulkan

62 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

oleh alat-alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Perlindungan ini lebih sering disebut sebagai keselamatan kerja. 3. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan dengan usahausaha untuk memberikan kepada pekerja/buruh suatu penghasilan yang cukup guna memnuhi keperluan sehari-hari baginya dan keluarganya, termasuk dalam hal pekerja/buruh tidak mampu bekerja karena sesuatu diluar kehendaknya. Perlindungan 2 jenis ini biasanya disebut dengan jaminan sosial. Ketiga jenis perlindungan di atas akan di uraikan sebagai berikut : i. Perlindungan Sosial atau Kesehatan Kerja Kesehatan kerja sebagaimana telah dikemukakan di atas termasuk jenis perlindungan sosial karena ketentuan-ketentuan mengenai kesehatan kerja ini berkaitan dengan sosial kemasyarakatan, yaitu aturan-aturan yang bermaksud mengadakan pembatasan-pembatasan

terhadap

kekuasaan

pengusaha

untuk

memperlakukan

pekerja/buruh ”semaunya” tanpa memperhatikan norma-norma yang berlaku, dengan tidak memandang pekerja/buruh sebagai mahluk Tuhan yang mempunyai hak asasi. Karena sifatnya yang hendak mengadakan ”pembatasan” ketentuan-ketentuan perlindungan sosial dalam UU No. 13 Tahun 2003, Bab X Pasal 68 dan seterusnya bersifat ”memaksa”, bukan mengatur. Akibat adanya sifat memaksa dalam ketentuan perlindunga sosial UU No. 13 Tahun 2003 ini, pembentuk undang-undang memandang perlu untuk menjelaskan bahwa ketentuan yang berkaitan dengan perlindungan sosial ini merupakan ”hukum umum” (Publiek-rechtelijk) dengan sanksi pidana. Hal ini disebabkan beberapa alasan berikut :

3

1. Aturan-aturan yang termuat di dalamnya bukan bermaksud melindungi kepentingan seorang saja, melainkan bersifat aturan bermasyarakat. 2. Pekerja/buruhIndonesia umumnya belum mempunyai pengertian atau kemampuan untuk melindungi hak-haknya sendiri. Jadi, jelasnya kesehatan kerja bermaksud melindungi atau menjaga pekerja/buruh dari kejadian/keadaan hubungan kerja yang merugikan kesehatan dan kesusilaannya dalam hal pekerja/buruh melakukan pekerjaannya. Adanya penekanan ”dalam suatu hubungan kerja” menunjukkan bahwa semua tenaga kerja yang tidak melakukan

2

Zaeni Asyhadie, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2007, hal 78

3

Ibid, hal 80

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

63

hubungan kerja dengan pengusaha tidak mendapatkan perlindungan sosial sebagaimana ditentukan dalam Bab X UU No 13 Tahun 2003. ii. Perlindungan Teknis Atau Keselamatan Kerja Keselamatan kerja termasuk dalam apa yang disebut perlindungan teknis, yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh agar selamat dari bahaya yang dapat ditimbulkan oleh alat kerja atau bahan yang dikerjakan. Berbeda dengan perlindungan kerja lain yang umumnya ditentukan untuk kepentingan pekerja/buruh saja, keselamatan kerja ini tidak hanya memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh, tetapi kepada pengusaha dan pemerintah. 

 

Bagi pekerja/buruh, adanya jaminan perlindungan keselamatan kerja akan menimbulkan suasana kerja yang tentram sehingga pekerja/buruh dapat memusatkan perhatian pda pekerjaannya semaksimal mungkin tanpa khawatir sewaktu-waktu akan tertimpa kecelakaan kerja. Bagi pengusaha, adanya pengaturan keselamatan kerja di dalam perusahaannya akan dapat mengurangi terjadinya kecelakaan yang dapat mengakibatkan pengusaha harus memberikan jaminan sosial. Bagi pemerintah (dan masyarakat), dengan adanya dan ditaatinya peraturan keselamatan kerja, maka apa yang direncanakan pemerintah untuk mensejahterakan masyrakat akan tercapai dengan meningkatnya produksi perusahaan baik kualitas 4 maupun kuantitas. Dasar pembicaraan masalah keselamatan kerja ini sampai sekarang adalah UU No

1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja. Namun, sebagian besar peraturan pelaksanaan undang-undang ini belum ada sehingga beberapa peraturan warisan Hindia Belanda masih dijadikan pedoman dalam pelaksanaan keselamatan kerja di perusahaan. Peraturan warisan Hindia Belanda itu dalah sebagai berikut : a. Veiligheidsreglement, S 1910 No. 406 yang telah beberapa kali dirubah, terakhir dengan S. 1931 No. 168 yang kemudian setelah Indonesia merdeka diberlakukan dengan Peraturan Pemerintah No. 208 Tahun 1974. Peraturan ini menatur tentang keselamatan dan keamanan di dalam pabrik atau tempat bekerja. b. Stoom Ordonantie, S 1931 No. 225, lebih dikenal dengan peraturan Uap 1930. c. Loodwit Ordonantie, 1931 No. 509 yaitu peraturan tentang pencegahan pemakaian 5 timah putih kering. iii. Perlindungan ekonomis atau Jaminan Sosial Penyelenggara program jaminan sosial merupakan salah satu tangung jawab dan kewajiban Negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi kepada masyarakat. 4 5

Ibid, hal 84 Ibid, hal 84

64 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Sesuai dengan kondisi kemampuan keuangan Negara, Indonesia seperti halnya berbagai Negara berkembang lainnya, mengembangkan program jaminan sosial berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Jaminan sosial tenaga kerja dalam pasal 10 Undang-undang Jaminan SosialTenagakerja, No, 3 Tahun 1992 adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia. Dari pengertian diatas jelaslah bahwa jaminan sosial tenaga kerja adalah merupakan perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang ( jaminan kecelakaan kerja, kematian, dan tabungan hari tua ), dan pelyanan kesehatan yakni jaminan pemeliharaan kesehatan. Jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang – Undang Nomor. 3 Tahun 1992 adalah : Merupakan hak setiap tenaga kerja yang sekaligus merupakan kewajiban dari majikan. Pada hakikatnya program jaminan soisal tenaga kerja dimaksud untuk memberikan kepastian berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga yang sebagian yang hilang. Disamping itu program jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek antara lain : Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhanhidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya dan merupakan penghargaan kepada tenaga kerja mendidik kemandirian pekerja sehingga pekerja tidak harus meminta belas kasihan orang lain jika dalam hubungan kerja terjadi resiko – resiko seperti kecelakaan kerja, sakit, hari tua dan lainnya.

G. Perlindungan Terhadap Jam Kerja dan Tenaga Kerja Dalam berbagai tulisan tentang ketenagakerjaan seringkali dijumpai kalimat yang berbunyi “Pekerja atau tenaga kerja adalah tulang punggung Perusahaan”. Kalimat ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan kebenarannya. Pekerja atau tenaga kerja dikatakan sebagai tulang punggung, karena memang dia mempunyai peranan yang sangat penting. Tanpa adanya pekerja atau tenaga kerja tidaka akan mungkin perusahaan itu bisa berjalan, dan berpartisipasi dalam pembangunan. Menyadari akan pentingnya pekerja atau tenaga kerja ini bagi perusahaan, pemerintah dan masyarakat, maka perlu dilakukan Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

65

pemikiran agar tenaga kerja dapat menjaga keselamatannya dalam menjalankan tugasnya. Demikian pula perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapinya dalam bekerja dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga kewaspadaan dalam menjalankan pekerja itu tetap terjamin. Pemikiran-pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang dalam praktek sehari-hari berguna untuk perlindungan pekerja. Perlindungan pekerja ini dapat dilakukan, baik dengan jalan memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosial dan ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu. Dengan demikian maka perlindungan pekerja ini menurut Kartasapoetra, G.

dan Rience Indraningsih akan

mencakup : a. Norma Keselataman Kerja Norma keselamatan kerja ini meliputi kesempatan kerja bahan dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja, bahan, dan proses pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan. b. Norma Kesehatan Kerja dan Higiene Kesehatan Perusahaan Meliputi pemeliharan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja yang sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang memenuhi higiene kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja untuk mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja. c. Norma Kerja Yang meliputi perlindungan tenaga kerja yang bertalian dengan waktu kerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti, kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan masing-masing yang diakui oleh pemerintah,kewjiban sosial kemasyarakatan dan sebagainya guna memelihara kegairahan dan moril kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral. d. Kepada tenaga kerja yang mendapatkan kecelakaan dan atau menderita sakit akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan dan rahabilitai akibat kecelakaan dan ahli waris berhak mendapat ganti rugi apabila pekerja atau 5 buruh itu meninggal dunia.

5

Zainil Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuan, Edisi Satu, Cetakan ke 2, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1984. Hal.76.

66 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Berkaitan dengan hal tersebut di atas dan sesuai dengan sub judul dari bab ini yaitu mengenai perlindungan jam kerja, maka penuilis akan menguraikannya sesuai dengan bahan yang ada. Perlindungan jam kerja terhadap tenaga kerja ini dimaksudkan untuk melindungi tenaga kerja terhadap pemerasan tenaga kerja oleh majikan, misalnya untuk mendapatkan tenaga kerja murah, mempekerjakan budak, dan pekerja rodi. Mengenai jam kerja tenaga kerja ini di dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 tentang Kesehatan Kerja, di mana dalam pasal 10 ditentukan bahwa : Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan tidak boleh lebih dari 40 jam dalam seminggu. Setelah bekerja selama 4 jam terus menerus, harus diadakan waktu istirahat selama 30 menit. Di dalam setiap minggu harus diadakan sedikitnya satu hari istirahat.

6

Ketentuan waktu kerja ini tidak berlaku bagi tenaga kerja di tempat pekerjaan yang bukan bersifat perusahaan. Akan tetapi demi pembangunan nasional atau negara, majikan atau pengusaha dapat juga mengadakan aturan yang menyimpang dari ketentuan pasal 10 UndangUndang No. 12 tentang kesehatan kerja. Hal ini ditegaskan dalam pasal 77 ayat 2 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 mengenai waktu kerja. Terhadap peraturan perusahaan yang bersifat menyimpang dari Undang-Undang Tenaga Kerja sebagaimana yang diatur pasal 77 ayat 2, pihak perusahaan berkewajiban memberitahukan kepada pihak Departemen Tenaga Kerja selaku instansi yang berwenang. Juga dengan seijin pihak Departemen Tenaga Kerja dalam hal dimana suatu waktu atau biasanya pada tiap waktu atau dalam masa tertentu ada pekerjaan yang bertimbuntimbun yang harus segera diselesaikan, pihak perusahan boleh melakukan aturan yang menyimpang dari ketentuan jam kerja tersebut, dengan syarat bahwa waktu kerja itu tidak boleh melebihi dari 54 jam seminggu. Sedangkan peraturan yang mengatur jamkerja khusus bagi pengemudi kendaraan bermotor, sebagai dimuat dalam “Voorschriften omtret de diesnt en rusttijden van Bestuurders van Motorrijtuigen” (peraturan tentang jam kerja dan waktu istirahat bagi pengmudi kendaraan bermotor) harus disesuaikan dengan waktu kerja menurut Undang-Undang Kerja. Peraturan khusus tersebut menetapkan : 1. Jam kerja para pengemudi bus dan truk tidak boleh lebih dari 12 jam, termasuk waktu istirahat sedikit-dikitnya 1jam untuk makan.

6

Imam Soepomo, Undang-Undang No. 12 Tahun 1948, Cetakan Ketigabela, Penerbit Djambatan, Jakarta, 1992, hal.326. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

67

2. Dalam kerja itu seorang pengemudi dilarang mengemudikan bus lebih dari 8 jam dan truk lebih dari 10 jam. 3. Setelah mengemudikan terus-menerus selama 4 jam harus dapat istirahat sedikit-dikitnya setengah jam. 4. Larangan mengemudikan terus menerus lebih dari 4 jam, tidak berlaku 7 terhadap pengemudi truck yang semata-mata bekerja di lingkungan kota. Ketentuan-ketentuan tentang jam kerja seperti tersebut di atas sering kali kurang diperhatikan oleh pihak perusahaan, di mana mereka membuat ketentun jam kerja melebihi dari ketentuan yang berlaku ataupun mengenai waktu kerja pada malam hari dan sebagainya, ketentuan yang bersifat menyimpang ini kadangkala tidak dilaporkan pihak perusahaan kepada instansi yang berwenang oleh karena itu mereka menganggap bahwa hal itu merupakan wewenang intern perusahaan. Ketentuan perusahaan yang demikian itu yang sering kali menimbulkan masalah antara tenaga kerja dan pihak perusahaan sebagai majikan. Di mana ketentuan tentang jam kerja yang melebihi dari ketentuan pasal 10 Undang-Undang No. 12 Tahun 1948 harus disesuaikan dengan upah yang akan diterima oleh tenaga kerja.

H. Pemberian Jaminan Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK) 1. Pengertian Jaminan Sosial Tenaga Kerja Jaminan sosial tenaga kerja yang pada prinsipnya menanggulangi resiko-resiko kerja sekaligus aka menciptakan ketenangan kerja yang pada gilirannya akan membantu meningkatkan produktivitas kerja. Ketenangan kerja dapat tercapai karena jaminan sosial tenaga kerja mendukung kemandirian dan harga diri manusia dalam menghadapi berbagai resiko sosial ekonomi. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 1 (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 1992, mengenai pengertian dari JAMSOSTEK adalah: Suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dari penghasilan yang hilang atau berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami oleh tenaga 8 kerja berupa kecelakaan kerja, hamil, bersalin, hari tua dan meninggal dunia.

7

Imam Soepomo, Pengantar Ilmu Hukum Perburuan, Cetakan Kedelapan, Penerbit Djambatan, Jakarta, 2003, hal.111.

8

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Undang-Undang No. 3 Tahun 1992), Edisi Kedua, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1994, hal. 32

68 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Jaminan sosial tenaga kerja di Indonesia diselenggarakan oleh PT. ASTEK, selain itu program asuransi sosial pegawai sipil di selenggarakan oleh PT. TASPEN, sedangkan asuransi sosial ABRI diselenggarakan oleh Perum ASABRI.

2. Maksud dan Tujuan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Maksud dari diselenggarakannya program jaminan sosial tenaga kerja ini adalah untuk menumbuhkan kemandirian dan menjaga harkat dan martabat serta harga diri tenaga kerja dalam menghadapi resiko-resiko sosial ekonomi. sedangkan tujuannya adalah mengurai ketidakpastian masa depan tenaga kerja yang akan menunjang ketenangan kerja sehingga dapat meningkatkan produktivitas tenaga kerja.

3. Peranan Pengusaha dan Pekerja dalam Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Program jaminan sosial tenaga kerja hanya akan dapat berjalan dengan baik jika pengusaha mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Apabila dalam menyampaikan data ketenagakerjaan dan perusahaan pengusaha terbukti tidak melakukan secara tidak benar, sehingga mengakibatkan ada tenaga kerja yang tidak terdaftar sebagai peserta program jaminan sosial tenaga kerja, maka pengusaha harus memberikan hak-hak tenaga kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Demikian pula jika mengakibatkan kekurangan pembayaran tunjangan kepada tenaga kerja, maka pengusaha perlu mematuhi kekurangan jaminan yang diterima oleh tenaga kerjanya sebagai akibat laporan yang kurang akurat yang diberikan kepada penyelenggara jaminan sosial. Program jaminan sosial tenaga kerja hanya dapat diselenggarakan dengan baik apabila sesuai dengan apa yang telah ditetapkan dalam pasal 22 (1) UndangUndang Nomor 3 Tahunm 1992 yaitu : Pengusaha membayar iuran dan melakukan pemungutan iuran yang menjadi kewajiban tenaga kerja melalui pemotongan upah atau gaji tenaga kerja serta menyetorkannya ke badan pelaksana jaminan sosial tenaga kerja dalam waktu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

8

Sedangkan tentang dasar iuran yang harus dibayar oleh pihak pengusaha itu diatur oleh Peraturan Pemerintah. Bagi pengusaha yang tidak mengikutsertakan para pekerjanya dalam program jaminan sosial tenaga kerja ini yang mana bertentangan 8

Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Undang-Undang No. 3 Tahun 1992), Op. Cit, hal. 39

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

69

dengan pasal 4 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 akan dikenakan ancaman pasal 20 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, yaitu dengan hukuman kurungan selamalamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). sedangkan bagi perusahaan yang mengulangi pelanggaran yang sama akan diancam hukuman kurungan selama-lamanya 8 bulan.

4. Jenis-Jenis Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pada hakekatnya program jaminan sosial tenaga kerja

ini memberikan

kepasatian berlangsungnya arus penerima penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagian atau seluruhnya penghasilan yang hilang. Jaminan sosial tenaga kerja mempunyai beberapa aspek, antara lain: 1. Memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan hidup minimal bagi tenaga kerja beserta keluarganya. 2. Merupakan penghargaan kepada tenaga kerja yang telah menyumbangkan tenaga dan pikirannya kepada perusahaan tempat 9 mereka bekerja. Penyelenggaraan jaminan sosial tenaga kerja dimaksudkan dalam UndangUndang Nomor 40 Tahun 9004 ini adalah sebagai pelaksanaan pasal 8 sampai dengan 16 Undang-Undang

Sistem Pengajuan sosial, nasional yang meliputi jaminan

kecelakaan kerja, jaminan kematihan, jaminan hari tua, dan jaminan pemeliharaan kesehatan. Akan tetapi mengingat obyek yang mendapat jaminan sosial tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang ini diprioritaskan bagi tenaga kerja yang bekerja pada perusahaan, perorangan dengan menerima upah maka kepada tenaga kerja di luar hubungan kerja atau dengan kata lain tidak bekerja pada perusahaan, peraturan tentang jaminan sosial tenaga kerjanya akan diatur tersendiri dengan Peraturan Pemerintah.

I. Pelaksanaan Perlindungan Jam Kerja dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja. 1. Perlindungan Jam Kerja Manusia (tenaga kerja) itu bukan mesin. Mereka adalah organisasi yang dinamis, yang dapat merasakan perasaan-perasaan cinta dan benci, suka dan duka dan

9

Ibid, hal. 45

70 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

perasaan lainnya. Kadangkala mereka merasakan saat-saat yang penuh dengan kegembiraan, di lain waktu mereka merasakan perasaan duka yang mendalam . Salah satu upaya untuk mempertahankan serta mempertinggi produktivitas dari para tenaga kerja itu adalah memberikan atau membina kesejahteraan tenaga kerja yang dapat berupa upah uang atau barang yang dapat dinilai dengan uang serta insentif-insentif lainnya yang dapat berupa jaminan-jaminan sosial yang memuaskan seperti cukup sandang perumahan, pendidikan untuk anak-anak, rekreasi berupa tempat-tempat hiburan dan tempat peristirahatan serta pemeliharaan bagi tenaga kerja dan keluarga, pemeliharaan yang dimaksud

di sini adalah pemeliharaan secara

keseluruhan mengenai kesejahteraan tenaga kerja maupun keluarga si tenaga kerja. Bila kita bandingkan dengan bunyi pasal 10 Undang-Undang Kerja No. 12 tahun 1948, bahwa tenaga kerja tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari atau 40 jam seminggu, dengan sistem pengaturan jam kerja yang dipakai, jelas aturan kerjanya menyimpang, karena mempergunakan jam kerja 45 jam seminggu walaupun tetap 7 ½ jam seharinya. Akan tetapi bila kita pelajari ketentuan dalam Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 1950 pada pasal 2 bahwa : Dengan ijin dari Kepala Jawatan Pengawasan Perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya, bagi perusahaan yang penting untuk pembangunan negara majikan dapat mengadakan aturan kerja yang menyimpanng dari pasal 10 ayat (1) kalimat pertama, ayat 2 dan (3) Undang-Undang Kerja tahun 10 1948. Pada pasal 29 ayat (1) peraturan perusahaan menyebutkan bahwa perusahaan akan memberikan hak istirahat kepada para tenaga kerja dan karyawan, yaitu hak cuti tahunan yang menyebutkan: Karyawan yang bekerja terus-menerus dengan tidak terputus selama 12 (dua belas) bulan berhak atas cuti tahunan selama 2 (dua) minggu dengan mendapat upah penuh.

11

Artinya pemberian cuti pada perusahaan ini tetap berpegang pada kepada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1948 paal 14.

10

Imam Soepomo, Hukum Perburuan Undang-Undang dan Peraturan-Peraturan, Penerbit Djambatan, Cetakan ketiga belas, jakarta, 1992, hal. 334.

11

Peraturan Perusahaan PT. Filma Utama Soap Suranaya, Pasal 29 ayat (1) Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

71

Hak cuti tahunan ini menjadi gugur apabila dalam waktu 6 bulan setelah lahirnya hak cuti itu tidak dipergunakan oleh yang bersangkutan, bukan karena alasan yang diberikan oleh perusahaan.

12

Di perusahaan ini juga memberikan cuti haid dan cuti hamil bagi karyawan wanita sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 32 peraturan perusahaan yang berbunyi: Karyawan wanita berhak mendapatkan cuti dengan upah penuh selama : 1. 2 (dua) hari: yakni hari pertama dan hari kedua waktu haid melalui pemeriksaan dokter/poliklinik perusahaan. 2. 3(tiga) bulan bagi yang akan melahirkan, dengan ketentuan cuti diambil 1 ½ bulan sebelum, dan 1 ½ bulan sesudah melahirkan. 13 3. 1 ½ bulan bagi yang mengalami gugur kandungan Selain cuti tahunan, cuti haid dan cuti hamil di perusahaan ini juga memberikan cuti besar. Adapun yang dimaksud dengan cuti besar ini adalah cuti yang diberikan kepada karyawan yang telah bekerja selama 5 tahun terus-menerus dan tidak terputus, berhak mendapatkan cuti panjang selama 1 bulan.

14

2. Perlindungan Upah, Pemberian Tunjangan dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pada perlindungan upah dan jaminan sosial tenaga kerja,di sini yang perlu dibahas adalah mengenai perlindungan upah, keselamatan kerja dan jaminan sosial tenaga kerja, yang data-datanya diambil dari hasil penelitian di Perusahaan. a. Perlindungan Upah Besar kecilnya gaji atau upah yang diterima para karyawan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Dari tingkat pendidikan 2. Lamanya bekerja di perusahaan tersebut 3. Keahlian 4. Dan pertimbangan penilaian prestasi karyawan.

12 13 14 15

15

Ibid. ayat (3) ibid Wawancara, dengan Bp.I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010 Ibid, pasal 6 ayat (5)

72 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Pada pasal 6 peraturan perusahaan tersebut di atas menentukan bahwa, upah atau penghasilan utama tenaga kerja ialah imbalan jasa atau upah diberikan dalam bentuk uang serta dibayarkan sesudah dipotong pajak penghasilan, belum termasuk upah lembur dan premi kerja malam, bagi karyawan yang berhak untuk itu. Pembayaran gaji atau upah baik itu untuk pegawai yang ada di kantor maupun pegawai yang ada di pabrik, menggunakan dua cara pembayaran yaitu : 1. Gaji atau upah yang dibayarkan per bulan Untuk gaji atau upah karyawan kantor yang dibayar bulanan, perusahaan mempunyai standart tersendiri, berdasarkan jabatan dan besarnya tanggung jawab. Gaji atau upah karyawan tersebut dibayarkan antara tanggal 25 – 27 akhir bulan. 2. Gaji atau upah yang dibayarkan secara harian (Mingguan) Sedangkan gaji atau upah karyawan pabrik (harian atau minguan) perusahaan memberikan gaji atau upah di atas gaji atau upah minimum berdasarkan peraturan pemerintah. Masing-masing karyawan akan menerima Gaji atau upah yang berbeda-beda dengan dengan prestasinya. Bagi mereka yang berprestasi tinggi, tentu saja akan menerima gaji atau upah lebih besar dari pada mereka yang berprestasi rendah. Gaji atau upah mereka pada dasarnya sama, akan tetapi karena prestasi kerjanya berbeda, misalnya seorang karyawan bekerja di atas waktu standart yang telah ditapkan oleh perusahaan sehingga terjadi overtimes atau lembur, maka perusahaan akan memberikan bonus atau premi berdasarkan waktu standart yang dicapai oleh karyawan tersebut.

16

Pada pasal 7 peraturan perusahaan ditentukan adanya upah lembur yang besarnya ditetapkan menurut peraturan yang berlaku dari instansi yang berwenang, dan kerja lembur pada dasarnya bersifat sukarela bagi tenaga kerja. b. Pemberian Tunjangan Tunjangan-tunjangan yang diberikan oleh pihak perusahaan yang ditentukan dalam pasal 8 Peraturan perusahaan yang menyatakan bahwa di samping upah seperti dimaksud dalam bab IV pasal 6 ayat (2) dan (3) sepanjang

16

Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

73

kesanggupan perusahaan memungkinkan, karyawan akan memperoleh tunjangantunjangan sebagai berikut: a. Tunjangan transport b. Tunjangan keluarga c. Tunjangan Hari Raya. Pengertian dari ketiga bentuk tunjangan yang diberikan oleh perusahaan tersebut dijelaskan pada pasal 9, pasal 10 dan pasal 11 sebagai berikut: Pasal 9

menerangkan : Pada dasarnya perusahaan tidak memberikan tunjangan berupa uang transport kepada karyawan, namun karyawan/pejabat tertentu sehubungan dengan fungsi dan tugasnya, diberikan untuk digunakan sebagaimana mestinya kendaraan dinas yang pelaksanaannya diatur tersendiri secara khusus dengan Surat Keputusan Perusahaan.

Pasal 10

menerangkan : Karyawan yang melakukan pekerjaan dinas ke daerah-daerah atau keluar daerah di samping mendapat biaya transport dan biaya perjalanan Dinas yang besarnya ditentukan

Pasal 11

menerangkan : Jika keadaan keuangan perusahaan memungkinkan, karyawan akan mendapat tunjangan hari raya yang dijumlahnya ditetapkan oleh 17 perusahaan.

c. Keselamatan Kerja Berdasarkan pertimbangan bahwa bisa terjadi kemungkinan adanya kecelakaan, perusahaan menentukan dalam pasal 18 Peraturan Perusahaan bahwa: Untuk melindungi dan menghindari dan setidak-tidaknya mengurangi terjadi kecelakaan dalam menjalankan pekerjaan atau dalam menjaga kesehatan karyawan dari penyakit pekerjaan, maka untuk jenis dan tempat-tempat pekerjaan tertentu: 1. Perusahaan menyediakan alat-alat keselamatan kerja yang harus dipakai dalam waktu kerja. 2. Karyawan wajib memakai dan mempergunakan serta memelihara alatalat keselamatan,.begitu pula wajib mematuhi peraturan-peraturan keselamatan kerja. 3. Karyawan yang dengan sengaja menghilangkan atau merusak alat-alat perlengkapan kerja akan di PHK seketika menurut perundanng18 undangan yang berlaku 17 18

Ibid ibid

74 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

Juga dalam pasal 19 dan 20 menyatakan : Pasal 19 1. Jika sewaktu menunaikan tugasnya dan karena jenis, tempat dan lingkungan pekerjaan karyawan memerlukan perlindungan untuk dari dan kesehatannya, kepadanya akan diberikan perlengkapan keselamatan kerja. 2. Selama menunaikan tugasnya perlengkapan alat keselamatan kerja tersebut harus selalu dipakai 3. Karyawan yang dengan sengaja mengabaikan ketentuan ayat 2 di atas dapat diberikan surat peringatan.

Pasal 20: 1. Karyawan yang menurut sifat pekerjaannya memerlukan pakaian kerja, maka kepada mereka setiap tahun diberikan pakaian /seragam kerja. 2. Pakaian kerja ini harus dipelihara dan dipakai sewaktu menhalnkan tugas dan pada waktu jam kerja. 3. Tidak dipakaianya pakaian kerja mengakibatkan : a. dicabutnya kembali pakaian tersebut 19 b. tidak diberikan pakaian kerja lagi untuk selanjutnya. Hal tersebut di atas bisa dilihat dari sarana-sarana yang disediakan oleh perusahaan, dengan banyaknya hal-hal yang memungkinkan terjadinya kecelakaan seperti, dengan kipas, bunyi mesin serta zat-zat kimia, dan alat pencegah terjadinya bahaya atau kecelakaan tersebut adalah, masker bagi para tenaga kerja yang bekerja di bagian finishing, processing, penutup bising di bagian weaving, juga pakaian kerja khusus untuk tenaga kerja yang bekerja di bagian laboratorium, engeneering dan pemeriksaan kesehatan secara rutin satu bulan sekali bagi setiap tenaga kerja untuk mencegah timbulnya hal-hal yang tidak dikehendaki. Selain tersedianya sarana-sarana tadi, ruang kerja para karyawan ternyata lingkungan kerjanya baik dan rapi, karena adanya pertukaran udara yang baik, ruang tanpak bersih dan rapi, penerangan yang cukup dan sebagainya, jadi lokasi atau keadaan gedung di dalam komplek pabrik memungkinkan mencegah terjadinya bahaya-bahaya ataupun penyakit yang ditimbulkan dari pekerjaan mereka yang akan mengganggu kesehatan. 19

ibid Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

75

Perusahaan telah membentuk suatu panitia keselamatan yang bertugas memberikan penerangan-penerangan tentang pentingnya mematuhi peraturan keselamatan kerja demi mencegah terjadinya kecelakaan.

20

d. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Pada bab VII pasal 21 peraturn perusahaan, buruh oleh perusahaan telah dimasukkan asuransi yaitu ASTEK berdasarkan peraturan pemerintah Nomor 14 tahun 1993. Dari hasil survey dan wawancara yang penulis jelas terlihat bahwa perusahaan ini benar-benar memperhatikan masalah kesejahteraan para karyawan atau tenaga kerjanya.ini dapat dilihat dari tersedianya sebuah poliklinik yang buka setiap hari

kerjanya, jaminan pengobatan bagi karyawan

yang sakit

ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan baik berobat jalan maupun memerlukan perawatan di rumah sakit. Untuk lebih jelasnya mengenai masalah jaminan sosial ini, berikut akan penulis uraikan sesuai dengan hasil wawancara dengan Bapak I. Wayan Dendra mengenai program jaminan sosial yang ada di PT. Filma Utama Soap yaitu : 1. Tersedianya unit toko murah bagi karyawan, yang mana harga setiap barangnya dibawah nilaio harga pasar. 2. Tersedianya poliklinik, jaminan pengobatan bagi karyawan yang sakit ditanggung sepenuhnya oleh perusahaan baik berobat jalan maupu memerlukan perawatan rumah sakit (disesuaikan dengan peraturan perusahaan). 3. Perusahaan telah memberikan fasilitas tempat olah raga atau menyewa sarana dan fasilitas-fasilitas tersebut berupa, tenis meja, sepak bola, bulu tangkis, tenis lapangan, volly. Kegiatan olah raga ini diselenggarakan dengan volume satu kali seminggu. 4. Jaminan makan satu kali 5. Diberikan tunjangan hari raya ( THR) dua klai setahun yaitu sebulan menjelang hari raya Idul fitri dan sebulan menjalang Natal (jika keadaan keuangan perusahaan memungkinkan). 20

Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010

76 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

6. Diadakannya rekreasi untuk keluarga para karyawan pada setiap tahun. 7. Dibentuknya suatu ikatan keluarga karyawan, yang mana funsginya adalah untuk mempererat tali persaudaraan antar keluarga para karyawan. 8. Adanya mushola di lingkungan kerja sebagai tempat ibadah bagi para karyawan.

21

Selain dari ketujuh point di atas dalam melaksanakan program jaminan sosial yang pada akhirnya bertujuan menjaga atau memelihara kesejahteraan para karyawannya, juga memberikan kebebasan

bagi para karyawan untuk

menjalankan ibadah agama, sebagai contoh perusahaan akan memberikan ijin bagi karyawannya untuk menunaikan ibadah haji dan selama menunaikan ibadah haji tersebut karyawan yang bersangkutan tetap diberikan gaji penuh. Kalau kita pelajari, penulis menemukan kenyataan bahwa, walaupun pada prinsipnya pengusaha telah memberikan usaha-usaha perlindungan kerja yang baik, akan tetapi pengusaha belum secara terbuka mengajak

tenaga kerja

berdialog dalam arti menganggap tenaga kerja sebagai partner pengusaha dalam berproduksi. Bila kita lihat isi dari peraturan perusahaan yang relatif hanya berisikan tanggung jawab para tenaga kerja, peraturan tersebut sedikit sekali memuat halhal yang menyangkut kesejahteraan tenaga kerja, hak-hak tenaga kerja, pihak tenaga kerja sendiri kurang menyadari akan peranannya dalam perusahaan,bukan hanya semata-mata penjual tenaga kerja. Suasana yang baik antara pengusaha dan

tenaga kerja dalam proses

produksi hanyalah bisa dicapai apabila terjadi komunikasi yang baik antar kedua belah pihak dan sarana yang paling tepat untuk menjalin komunikasi tersebut ialah dengan melalui serikat pekerja. Jika kita lihat perhitungan jam kerja di atas, berarti kelebihan 5 jam kerja dalam setiap minggunya tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 1948, meskipun dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 1950 yang mengatur kelebihan jam kerja diperbolehkan bagi perusahaan yang penting demi pembangunan negara, tapi pada dasarnya kelebihan waktu tersebut adalah merupakan hak-hak tenaga kerja yang harus diperhitungkan dan alangkah baik 21

Wawancara, dengan Bp. I Wayan Dendra, Bagian Personal & G.A. Manager, tanggal 20 Juni 2010 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

77

bagi tenaga kerja bila kelebihan jam 5 jam kerja tersebut dimasukkan juga pada jam kerja lembur.

J. Tindakan Departemen Tenaga Kerja Adanya Penyimpangan Mengenai Jam Kerja Dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja 1. Pengawasan yang Dilakukan Depnaker Upaya yang dilakukan Departemen Tenaga Kerja sebagai instansi yang berwenang untuk mencegah terjadinya penyimpangan jam kerja dan kesejahteraan tenaga kerja sering juga disebut dengan upaya preventif, yaitu merupakan tindakan atau upaya Departemen Tenaga Kerja untuk mencegah atau menghindari kerugian yang dapat diderita oleh pihak tenaga kerja. Adanya tindakan atau upaya pihak Departemen Tenaga Kerja dalam menangani adanya suatu penyimpangan terhadap jam kerja dan jaminan sosial tenaga kerja secara umum terdapat dua mekanisme pengawasan, yaitu : 1. Pengawasan Secara Langsung Pengawasan langsung ini maksudnya adalah pengawasan yang dilakukan oleh pihak Departemen Tenaga Kerja yang mana pelaksanaannya dilakukan secara terjun langsung atau kunjungan rutinitas ke perusahaan-perusahaan yang ada, dan menerima laporan yang masuk dari masyarakat. 2. Pengawasan Secara Tidak Langsung Dalam pengawasan tidak langsung ini pihak Departemen Tenaga Kerja membuat atau mengadakan: a. Rencana pemeriksaan pada perusahaan b. Diadakannya pemeriksaan ke perusahaan Pemeriksaan ke perusahaan ini dibagi dua yaitu: 1. Pemeriksaan

umum

secara

keseluruhan,

maksudnya

pihak

Departemen Tenaga Kerja akan memeriksa secara keseluruhan struktur organisasi yang ada di perusaah baik itu dari surat izinnya sampai pada penetapan upah minimum dan penetapan upah lembur yang diberikan kepada tenaga kerja. 2. Pemeriksana khusus, maksudnya pemeriksaan pihak Departemen Tenaga Kerja secara khusus hanya memeriksa mengenai : a. Pengupahan 78 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

b. Jamsostek c. Jam Kerja d. Kerja malam wanita e. Perhitungan upah lembur dan sebagainya.

22

2. Upaya atau Tindakan yang Diambil oleh Depnaker 1. Dari apa yang di laksanakan oleh Departemen Tenaga Kerja dalam pengawasan ini apabila terdapat suatu penyimpangn maka, hasil pemeriksaan ini dituangkan di dalam Nota Pemeriksaan, dengan jangka waktu tertentu untuk pemenuhannya. 2. Dan apabila jangka waktu yang telah diberikan kepda pihak perusahaan untuk pemenuhan tersebut tidak dipenuhi, maka akan diberikan Nota Peringatan ke II. 3. Nota Peringatan ke II juga tidak dipenuhi, maka akan diberikan Nota Peringatan ke III. 4. Nota Peringatan ke III masih tidak dipenuhi juga, perusahaan membuat berita acara pemeriksaan untuk diajukan ke Pengadilan. Dengan adanya pengawasan terhadap perusahaan berkaitan dengan jaminan sosial tenaga kerja diharapkan antara tenaga kerja dengan majikan atau perusahaan tidak terdapat sengketa atau perselihan.

K. Kesimpulan Dari pembahasan-pembahasan yang penulis uraikan pada bab terdahulu mengenai masalah perlindungan jam kerja dan jaminan sosial tenaga kerja, maka bisa diambil suatu kesimpulan sebagai berikut: 1. Meskipun telah ditetapkan adanya hubungan tenaga kerja dan majikan yang merupakan hubungan bersifat timbal balik yang saling membutuhkan, demi kelancaran dalam proses produksi dan penghasilan bahwa tenaga kerja dan majikan selalu ditekankan adanya keterbukaan, sehingga apabila ada suatu perselisihan diantara kedua pihak dapat diselesaikan secara musyawarah. Di samping itu adanya usaha-usaha yang positif dari pihak pengusaha untuk mendirikan Serikat Pekerja dalam menciptakan suasana yang baik dalam

22

Wawancara dengan Kabag Pengawasan Lapangan Depnaker Kabupaten Tulungagung, Tanggal 22

Juni 2010 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

79

kelancaran berproduksi, juga adanya fasilitas-fasilitas latihan

bagi

peningkatan ketrampilan dan kemampuan tenaga kerja. 2. Undang-Undang Kerja Nomor 12 tahun 1948 di mana di dalam pasal 10 ayat 1 dan 2 yang menetapkan lamanya waktu kerja 7 jam sehari dan 40 jam seminggu, tidak berjalan sebagaimana mestinya sebab dalam prakteknya di perusahaan ini adalah tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam Undang-Undang tersebut. Di mana peraturan perusahaan tersebut memberlakukan jam kerja lebih lama dari waktu yang telah ditetapkan. Dalam hal jam kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku, selama ini pihak instansi yang berwenang (dalam hal ini pihak Departemen Tenaga Kerja) belum pernah melakukan pengawasan secara langsung

dan

memberikan

teguran

sebagaimana

mestinya

terhadap

perusahaan ini, karena pihak Departemen Tenaga Kerja selama ini bersifat pasif yaitu hanya menunggu lapora dari masing-masing perusahaan.

80 Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

DAFTAR PUSTAKA

Brosur Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Penerbit PT. ASTEK, Jakarta, 1993. Garis-Garis Besar Haluan Negara, (GBHN) Republik Indonesia Tap MPR No. II/MPR/1983, Cetakan UIP,Jakarta, 1985. Himpunan Perundang-Undangan Republik Indonesia Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja, Penerbit PT. ASTEK, Jakarta, 1993. Imam Soepomo, Pengantar Hukum Perburuhan, Penerbit Djmbatan, Cetakan ke delapan, Jakarta, 2003. Imam Soepomo, Hukum Perburuhan (Undang-Undang dan Peraturan), Penerbit Djmbatan, Cetakan ke tigabelas, Jakarta, 1992. Zainal Asikin, Dasar-Dasar Hukum Perburuhan, Edisi Satu Cetakan kedua, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta, 1994. Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Jurnal Fakultas Hukum Universitas Tulungagung

81