PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG MANAJEMEN KEMOTERAPI PADA

Download Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ... mengingat efek samping yang dapat timbul dalam pelaksanaan kemoterapi ...

4 downloads 467 Views 157KB Size
PERSEPSI PERAWAT PELAKSANA TENTANG MANAJEMEN KEMOTERAPI PADA PASIEN KANKER DI RS IBNU SINA MAKASSAR Dessy Natalia Usolin, Fakhriatul Falah, Saenab Dasong

ABSTRAK Salah satu program pengobatan yang harus dijalankan oleh pasien kanker adalah kemoterapi. Pengobatan kemoterapi itu sendiri menimbulkan efek samping baik secara fisiologis maupun psikologis. Untuk itu diperlukan manajemen kemoterapi yang aman dan sesuai prosedur mengingat efek samping yang dapat timbul dalam pelaksanaan kemoterapi berlaku bagi pasien, petugas kesehatan, dan lingkungan sekitar. Pelaksanaan kemoterapi secara umum menjelaskan pelaksanaan pemberian kemoterapi meliputi persiapan (tenaga medis, pasien, obat), pelaksanaan atau pengelolaan, dan monitoring dan evaluasi. Manajemen kemoterapi yang optimal akan membantu pasien dan keluarga untuk mengerti mengenai tindakan yang dilakukan dan meminimalkan efek samping dari agen antineoplastic. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi Persepsi perawat pelaksana tentang manajemen kemoterapi pada pasien kanker di Rs Ibnu Sina Makassar. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan fenomenologi. Sampel penelitian adalah sebanyak 5 informan dengan tehknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling. Instrument penelitian menggunakan pedoman wawancar dengan bantuan buku catatan, dan perekan suara. Hasil penelitian dengan menggunakan metode thematic analisis, menemukan lima tema antara lain: 1) Persiapan sebelum melakukan kemoterapi. 2) Pelaksanaan Kemoterapi. 3) Hal-hal yang diperhatikan paska kemoterapi. 4) Diagnosa dan intervensi keperawatan pada pasien kemoterapi 5) Discharge planning bagi pasien kemoterapi. Diharapkan bagi pelayanan keperawatan untuk dapat memberikan pelayanan keperawatan tentang manajemen kemoterapi yang optimal bagi pasien yang tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan secara fisiologis namun juga kebutuhan psikologis pasien itu sendiri. Kata kunci: Manajemen Kemoterapi, Perawat, Pasien Kanker

PENDAHULUAN Kanker merupakan salah satu penyakit yang jumlahnya selalu bertambah dari tahun ke tahun. Menurut WHO tahun 2013 insiden kanker meningkat dari 12,7 juta kasus tahun 2008 menjadi 14,1 juta kasus tahun 2012. Kanker menjadi penyebab kematian nomor 2 didunia sebesar 13% setelah penyakit kardiovaskuler. Di Indonesia, prevalensi penyakit kanker juga cukup tinggi. Berdasarkan data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi tumor/kanker di Indonesia adalah 1,4 per penduduk, atau sekitar 330.000 orang. Salah satu program pengobatan yang harus dijalankan oleh pasien kanker adalah kemoterapi (Setiawan,2015). Dalam pelaksanaannya, kemoterapi menggunakan obat-obatan sitostatika. Sitostatika adalah kelompok obat (bersifat sitotoksik) yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Efek dari kemoterapi tidak hanya membunuh sel-sel kanker, tetapi juga menyerang sel-sel sehat, terutama sel yang membelah dengan cepat, misalnya sel rambut,

sumsum tulang belakang, kulit, mulut dan tenggorokan serta saluran pencernaan. Akibatnya adalah rambut rontok, hemoglobin, trombosit, dan sel darah putih berkurang, tubuh lemah, merasa lelah, sesak napas, mudah mengalami perdarahan, mudah terinfeksi, kulit membiru/menghitam, kering, serta gatal, mulut dan tenggorokan terasa kering dan masih banyak lagi keluhan fisik yang dirasakan sebagai efek dari kemoterapi. Bukan hanya perubahan fisiologis yang dirasakan tetapi juga adanya perubahan psikososial yang mencakup adanya perubahan dalam hubungan dengan keluarga dan kelompok sosialnya (Mulders,2008). Pelaksanaan kemoterapi yang direkomendasikan oleh ASCO/ONS (The American Society Of Clinical Oncology) Chemotherapy Administration Safety Standards (2009), secara umum menjelaskan pelaksanaan pemberian kemoterapi meliputi persiapan (tenaga medis, pasien, obat), pelaksanaan atau pengelolaan, dan monitoring dan evaluasi. Dalam penelitian Donadear, dkk, (2012) tentang gambaran pelaksanaan

146 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

kemoterapi di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung menemukan bahwa manajemen pemberian kemoterapi pada tahap persiapan pasien masih kurang dimana perawat tidak menjelaskan serta memberikan pengetahuan terkait dengan tindakan kemoterapi yang akan dilakukan serta efek samping dari kemoterapi itu sendiri. Selain itu pada tahap pelaksanaan kemoterapi sendiri, perawat tidak melakukan salam terapeutik yang dapat mengurangi kecemasan pasien terhadap tindakan yang akan dilakukaan sementara pada tahap evaluasi setelah kemoterapi didapakan bahwa hanya 6,35% petugas kesehatan yang menilai respon dan efek samping dari kemoterapi. Penelitian yang dilakukan Mofili (2015), di Rumah Sakit Ibnu Sina, Makassar ruangan perawatan lantai 2 aisyah tentang pengalaman pasien kanker dalam menjalani kemoterapi menemukan bahwa pasien tidak mendapatkan motivasi dari perawat terkait program kemoterapi yang dijalankan serta kurang mendapatkan informasi tentang manajemen kemoterapi yang harus dijalani oleh pasien. Demikian halnya dengan penelitian Gauh (2015), menemukan bahwa masih kurangnya kualitas asuhan keperawatan paliatif yang diberikan oleh perawat di ruang perawatan onkologi. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk meneliti sejauh mana persepsi perawat pelaksana tentang manajemen kemoterapi pada pasien kanker di RS Ibnu Sina, Makassar. BAHAN DAN METODE Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Ibnu Sina, Makassar ruangan perawatan lantai 2 Aisyah pada tanggal 30 juni hingga 28 juli 2016. Instrument penelitian yaitu peneliti sendiri dan pedoman wawancara mendalam (in-depth insterview), yang di bantu dengan menggunakan tape recorder, field note. Pengambilan populasi dan sampel atau partisipan menggunakan tehknik purposive sampling. Informan dalam penelitian adalah 5 perawat pelaksana yang merawat pasien kemoterapi di rumah sakit Ibnu Sina, Makassar. Proses analisa data yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan langkahlangkah dari Colaizzi meliputi membaca transkip wawancara berulang-ulang maka penulis mengelompokkan kategori dalam subtema setelah itu merumuskan tema dan terakhir Mengintegrasikan hasil analisis ke dalam bentuk deskriptif

147

HASIL PENELITIAN Berdasarkan hasil wawancara dan catatan lapangan dari setiap wawancara mendalam dianalisis dengan menggunakan metode thematic analysis maka didapatkan; Tema 1 Persiapan sebelum melakukan kemoterapi. Dimana, dari hasil wawancara dengan informan ditemukan bahwa persiapan yang dipersiapkan oleh perawat pelaksana sebelum melakukan kemoterapi pada pasien meliputi mengkaji keadaan umum pasien, mengevaluasi hasil laboratorium, mengecek kecocokan obat kemoterapi dengan pasien, memberikan penjelasan tentang kemoterapi, mempersiapkan fisik perawat yang akan melakukan kemoterapi, menggunaan alat pelindung diri, mencuci tangan, mengecek protokol obat yang masing-masing di ungkapkan oleh informan 1,2,3,4,5. Tema 2 Pelaksanaan Kemoterapi. Berdasarkan hasil analisa dari masing-masing informan maka diperoleh 7 kategori yaitu observasi keadaan umum pasien sebelum sementara dan setelah kemoterapi, pemasangan infus, pemberian obat premedikasi, 30 menit setelah pemberian premedikasi berikan obat kemoterapi, pemberian vitamin, membatasi pengunjung yang masing-masing diungkapkan oleh informan 1,2,3,4,5. Tema 3 hal-hal yang diperhatikan paska kemoterapi. Berdasarkan analisa data kata kunci dari masing-masing informan maka diperoleh 4 kategori yaitu meliputi keadaan umum pasien, efek samping dari kemoterapi berupa keluhan fisik yang dialami seperti mual, muntah dan nyeri, kemudian infus pasien, adanya ekstravasasi pada vena yang masing-masing diungkapkan oleh informan 1,2,3,4,5.. Tema 4 Diagnosa dan intervensi keperawatan. Berdasarkan hasil analisa kata kunci dari masing-masing informan maka diperoleh 12 kategori yaitu diagnosa keperawatan pada pasien kemoterapi mencakup defisit volume cairan, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi ekstravasasi, ansietas, kurang pengetahuan, hambatan mobilitas fisik, gangguan perfusi jaringan. Sementara itu untuk intervensi keperawatan itu sendiri yang diberikan pada pasien kemoterapi meliputi management mual-muntah, management nutrisi, memberikan semangat, managemnet ansietas, management resiko infeksi, management perfusi jaringan perifer yang masingmasing diungkapkan oleh informan 1,2,3,4,5.

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

Tema 5 Discharge planning bagi pasien kemoterapi Berdasarkan hasil analisa dari masing-masing informan maka diperoleh 5 kategori yaitu discharge planning yang diberikan pada pasien kemoterapi meliputi menganjurkan kontrol tepat waktu, pemberian pendidikan kesehatan tentang nutrisi, Menganjurkan perbanyak minum air putih, menganjurkan istirahat, menganjurkan teratur makan obat yang masing-masing diungkapkan oleh informan 1,2,3,4,5. PEMBAHASAN Dari hasil wawancara terhadap lima informan mengenai manajemen kemoterapi pada pasien kemoterapi didapatkan 5 tema yaitu persiapan pasien sebelum kemoterapi, pelaksanaan kemoterapi, hal-hal yang diperhatikan setelah kemoterapi, diagnosa dan intervensi keperawatan pada pasien kemoterapi, serta discharge planning. Tema 1. Persiapan Pasien sebelum Kemoterapi Dari hasil penelitian terhadap 5 informan mengenai persiapan pasien itu sendiri sebelum menjalani terapi didapatkan bahwa masih kurangnya pemberian dukungan serta motivasi dari perawat itu sendiri dalam memotivasi dan mendorong pasien untuk menjalani kemoterapi. Perawat cenderung memfokuskan manajemen kemoterapi itu pada prosedur yang telah ditetapkan seperti yang diungkapkan oleh informan R.M tentang manajemen kemoterapi bahwa “prosedur kemoterapi dari awal pemasangan infus kita ee sampai post kemoterapi”. Hal ini menujukkan bahwa manajemen kemoterapi yang dimaksud hanyalah sebatas prosedur dari pemasangan infus hingga selesai kemoterapi. Selain itu dari lima informan yang diwawancarai hanya satu informan yakni informan R. yang mengemukakan bahwa perlu adanya pemberian informasi kepada pasien tentang kemoterapi itu sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa masih kurangnya peran perawat dalam memberikan informasi dan pengetahuan yang dibutuhkan pasien. Sementara itu, Persiapan perawat itu sendiri sebelum melakukan kemoterapi, rata-rata informan mengungkapkan penggunakan alat pelindung diri sebelum melakukan kemoterapi seperti handschoon, masker, baju untuk kemoterapi, perawat harus dalam keadaan fisik yang sehat dan fit sebelum melakukan kemoterapi, mencuci tangan dan mengecek protokol obat seperti jenis kemoterapi, regimen obat dan jenis obat. Hal ini sejalan dengan teori dari ASCO/ONS Chemotherapy Administration Safety Standards (2009), yang

secara umum menjelaskan pelaksanaan pemberian kemoterapi dalam persiapan perawat sebelum kemoterapi meliputi : Petugas kesehatan yang mempunyai kemampuan serta pengetahuan kemoterapi dan manajemen kanker sebelumnya, cuci tangan, menggunakan APD (sarung tangan nitril tidak berpowder, pelindung kepala, pelindung mata dan wajah, masker respirator dan baju pelindung tahan air), Periksa protokol dan program terapi yang digunakan. Salah satu item penting dalam persiapan perawat sebelum melakukan kemoterapi yaitu petugas kesehatan harus mempunyai kemampuan serta pengetahuan tentang manajemen kemoterapi. Hal ini yang tidak disadari oleh perawat bahwa dalam menjalankan perannya sebagai perawat yang menangani pasien kemoterapi, perawat harus membekali diri mereka masing-masing dengan pengetahuan tentang manajemen kemoterapi. Dari wawancara dengan salah satu informan mengungkapkan bahwa telah ditempatkan di ruang perawatan kemoterapi sejak awal bekerja di rumah sakit. Ini menunjukkan bahwa tidak adanya pelatihan tentang manajemen kemoterapi yang diberikan bagi perawat sebelum bekerja di ruangan perawatan kemoterapi. Hal ini yang menyebabkan dari lima informan yang diwawancarai tidak ada yang dapat mendefenisikan dengan tepat mengenai manajemen kemoterapi. Dua informan diantaranya mendefenisikan kemoterapi hanya sebatas prosedur dari kemoterapi, merawat pasien serta tiga informan lainnya tidak dapat mendefenisikan manajemen kemoterapi itu sendiri. Tema 2 Pelaksanaan Kemoterapi Dari hasil wawancara dengan lima informan mengenai bagaimana pelaksanaan kemoterapi maka didapatkan rata-rata informan memaparkan pelaksanaan kemoterapi saat berada di ruangan yaitu mengobservasi tanda-tanda vital, melakukan pemasangan infus., memberikan obat premedikasi (Ranitidin, Ondansentron, Diphenhidramin). Setelah diberikan obat premedikasi, perawat akan menunggu selama 30 menit sebelum memasukkan obat kemoterapi. Sementara obat kemoterapi diberikan, perawat terus melakukan observasi terhadap keadaan umum pasien. Apabila terdapat keluhan seperti mual, muntah, demam, sesak napas selama kemoterapi maka perawat akan menghentikan pemberian obat kemoterapi dan akan melanjutkan apabila keadaan pasien membaik. Sebagian perawat mengungkapkan bahwa setelah pemberian kemoterapi perawat akan memberikan vitamin.

148 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

Perawat telah melakukan pelaksanaan kemoterapi sesuai dengan standar yang ada. Namun, masih terdapat beberapa kekurangan dalam prosesnya sendiri. Seperti yang didapatkan dari lima informan tentang pelaksanaan kemoterapi, tidak ada informan yang memaparkan tentang pemberian salam terapeutik dalam pelaksanaan kemoterapi yang dapat mengurangi kecemasan pasien. Hal ini disebabkan oleh perawat yang langsung melakukan prosedur saat di dalam ruangan tanpa melakukan salam terapeutik. Perawat juga tidak memaparkan tentang pengelolaan alat dan bahan bekas pakai. Hal ini dapat terjadi karena perawat tidak terlalu memperhatikan atau menganggap bahwa hal ini merupakan salah satu tahapan yang penting dalam pelaksanaan kemoterapi itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan 70% kecelakaan kerja terjadi sesudah pemakaian dan saat pembuangan alat dan bahan bekas pakai (Depkes RI 2003, dalam Parsihaningsih, 2008). Tema 3 Hal-Hal yang di Perhatikan Paska Kemoterapi Dari hasil wawancara pada lima informan tentang hal-hal yang diperhatikan paska kemoterapi, rata-rata informan mengungkapkan bahwa keadaan umum pasien seperti tanda-tanda vital merupakan hal pertama yang diperhatikan paska kemoterapi. Hal ini sejalan dengan teori yang mengungkapkan bahwa pada tahap monitoring setelah kemoterapi yaitu perawat memantau keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi dan pernapasan setiap setengah jam. Seluruh informan memfokuskan pengkajian efek samping dari kemoterapi pada keluhan fisik yang terlihat namun tidak ada perawat yang memperhatikan serta mengkaji dampak psikologis yang terjadi setelah kemoterapi. Kemoterapi sendiri memiliki dua efek samping yaitu efek fisiologis dan psikologis. Seperti dikutip dalam Mulders (2008) bahwa, pasien yang menjalani kemoterapi akan mengalami perubahan psikososial yang mencakup perubahan dalam hubungan dengan keluarga dan kelompok sosial. Hal ini dapat terjadi karena kurangnya peran dari perawat itu sendiri dalam menilai dan memberikan penguatan psikologis pada pasien. Untuk itu, keadaan ini membutuhkan perhatian dari perawat untuk mengkaji kebutuhan informasi yang pasien butuhkan. Hampir sebagian besar pasien yang menjalani kemoterapi mengalami kecemasan. Pasien sangat membutuhkan penjelasan yang baik dari perawat. Komunikasi yang baik diantara

149

mereka akan menentukan tahap kemoterapi selanjutnya (Setiawan,2015). Tema 4 Diagnosa dan Intervensi Keperawatan pada Pasien Kemoterapi Dari hasil penelitian yang dilakukan pada lima informan tentang diagnosa dan intervensi keperawatan pada pasien kemoterapi didapatkan diagnosa; Defisit volume cairan, resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko infeksi ekstravasasi, ansietas, kurang pengetahuan, hambatan mobilitas fisik dan gangguan perfusi jaringan perifer. Dari hasil wawancara terdapat beberapa diagnosa keperawatan pada pasien kemoterapi yang tidak dijelaskan oleh perawat yaitu seperti diagnosa intoleransi aktivitas karena kelemahan, gangguan integritas kulit akibat dari efek samping dari kemoterapi termasuk efek dari ekstravasasi dan gangguan konsep diri karena kerontokan rambut. Perawat lebih memilih diagnosa hambatan mobilitas fisik pada pasien yang telah berulang menjalani kemoterapi. Sementara, untuk diagnosa tersebut jarang digunakan untuk pasien kemoterapi kecuali seperti yang perawat sampaikan apabila matastase sudah sampai ke tulang punggung. Alasan perawat memamparkan diagnosa ini untuk pasien yang telah berulang menjalani kemoterapi yaitu, tidak terlepas dari pengalaman perawat itu sendiri. Selanjutnya, perawat tidak mengungkapkan diagnosa yang terkait gangguan konsep diri sementara yang diketahui bahwa pada pasien kemoterapi akan mengalami kerontokan rambut yang terjadi 2-3 minggu setelah terapi yang akan menyebabkan ketidakpercayaan diri yang mengarah pada gangguan konsep diri (Incekol dan Murray, 2011). Perawat cenderung tidak memfokuskan pengambilan diagnosa pada masalah psikososial yang dapat terjadi pada pasien kemoterapi karena perawat itu sendiri tidak melakukan penilaian serta pengkajian fokus untuk status psikologis pasien. Perawat melakukan penilaian kemudian merumuskan diagnosa berdasarkan keluhan yang diungkapkan pasien dan yang nampak dari pasien itu sendiri. Hal ini menunjukkan peran perawat dalam memberikan penguatan positif terhadap terapi yang dijalankan masih jauh dari yang seharusnya. Selanjutnya untuk pengambilan diagnosa resiko infeksi ekstravasasi semua informan memaparkan diagnosa ini pada pasien kemoterapi. Resiko infeksi ekstravasasi terjadi menurut pemaparan informan pertama karena adanya filtrasi obat kemoterapi di jaringan sekitar, yang menyebabkan bengkak tangan seperti terbakar. Hal ini sejalan dengan

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

pelaksanaan kemoterapi yang direkomendasikan oleh ASCO/ONS (The American Society Of Clical Standard) bahwa salah satu yang harus diperhatikan pada tahap kemoterapi yaitu adanya tanda-tanda ekstravasasi seperti nyeri, bengkak dan kemerahan. Namun, apabila obat kemoterapi sudah memfiltrasi ke jaringan sekitar akan menyebabkan kerusakan jaringan progresif irreversibel yang menyebabkan munculnya manifestasi seperti kemerahan dan bengkak pada kulit seperti yang diungkapkan informan H. Manifestasi yang tampak lebih mengarah pada diagnosa resiko gangguan integritas kulit. Sementara itu untuk intervensi keperawatan, sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan pada lima informan didapatkan beberapa intervensi keperawatan yang difokuskan yaitu Manajemen mual muntah yang dipaparkan oleh informan hanya seputar memberikan obat, memberikan makanan yang tidak merangsang. Namun perawat itu sendiri tidak menjelaskan makanan yang dapat merangsang mual muntah itu sendiri seperti yang dipaparkan dalam teori yaitu membatasi makanan yang pedas, goreng-gorengan, terlalu manis atau yang mempunyai aroma yang tajam. Jika mual, coba untuk makan makanan yang lembut dan atau makanan atau minuman dengan suhu yang sedang (tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin). Perawat juga tidak mengajarkan teknik non farmakologis seperti relaksasi, distraksi atau terapi musik yang dapat mengalihkan fokus. Hampir seluruh perawat memaparkan intervesi yang sama untuk manajemen mual muntah yaitu minum air putih. Minum air putih itu sendiri merupakan salah satu intervensi yang diberikan untuk mencegah dehidrasi atau kekurangan volume cairan yang disebabkan oleh muntah pada pasien kemoterapi. Kemoterapi merupakan pengobatan sistemik yang dapat mempengaruhi keadaan fungsional tubuh dan oleh karena itu efek samping dari kemoterapi itu sendiri dapat berpengaruh pada status nutrisi pasien. Gejala-gejala seperti anoreksia, perubahan rasa, mual muntah, diare, stomatitis dan konstipasi adalah beberapa efek samping dari kemoterapi yang dapat menyebabkan intake makanan tidak adekuat (Lavdaniti,2014). Untuk itu manajemen kemoterapi yang tepat pada pasien kemoterapi akan berdampak positif pada status nutrisi pasien itu sendiri. Dari hasi wawancara terkait manajemen nutrisi didapatkan informan tidak memaparkan intervensi seperti memberikan makanan dalam porsi kecil dan sering, Monitor kadar albumin,

total protein, Hb, dan kadar Ht, Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe, protein dan vitamin C, Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien. Hal ini dapat terjadi karena perawat hanya melihat keluhan yang terlihat seperti diungkapkan oleh informan pertama bahwa pasien bermasalah pada nutrisinya karena pasien kehilangan selera terhadap makanan. Sementara yang diketahui bahwa permasalahan nutrisi bukan hanya karena pasien yang kehilangan selera makan tetapi dapat juga disebabkan oleh karena rendahnya kadar albumin, protein, Hb dan kadar Ht dalam darah. Perawat tidak memantau atau mengkaji seperti kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht yang dapat menjadi dasar untuk memberikan intervensi terkait kebutuhan nutrisi pasien itu sendiri. Perawat juga tidak melakukan kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan pasien. Intervensi untuk manajemen mobilitas sendi ;latihan terapi itu sendiri jarang terjadi dan diberikan pada pasien yang menjalani kemoterapi. Umumnya untuk efek samping kemoterapi itu sendiri, lebih mengarah pada kelelahan atau keletihan dan intervensi yang diberikan pada pasien kemoterapi yang mengalami hal tersebut yaitu manajemen penghematan energi (Incekol dan Murray, 2013). Dari hasil wawancara didapatkan manajemen ansietas yang diberikan oleh perawat itu sendiri seperti memberikan informasi terkait prosdur kemoterapi, menciptakan lingkungan yang nyaman, monitor tanda-tanda vital pasien. Hal ini masih kurang dengan yang didapatkan dari teori. Seperti yang diketahui bersama pasien yang pertama kali menjalani kemoterapi akan merasakan kecemasan terhadap program terapi yang dijalani. Untuk itu, perawat seharusnya selain memberikan informasi terkait prosedur kemoterapi, perawat juga harus mengidentifikasi faktor yang dapat menurunkan kecemasan pasien seperti dukungan dari keluarga, motivasi dari perawat itu sendiri dan penggunaan teknik relaksasi dalam penurunanan kecemasan (Setiawan, 2015). Terdapat beberapa intervensi dari manajemen resiko infeksi ekstravasasi yang dipaparkan oleh para informan yakni batasi pengunjung, lakukan teknik septik aseptik sebelum dan sesudah melakukan tindakan, mengobservasi vena, lakukan kompres dingin pada daerah ekstravasasi serta berikan salep hidrokortisol untuk mencegah ekstravasasi.

150 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

Tema 5 Discharge Planning bagi Pasien Kemoterapi Dari hasil wawancara dengan lima informan, hampir seluruh informan memaparkan hal yang sama dalam pemberian discharge planning bagi pasien kemoterapi yang akan pulang seperti memberikan pendidikan terkait kebutuhan nutrisi, cairan, kebutuhan istirahat dan menganjurkan untuk teratur mengonsumsi obat yang sudah diresepkan. Hal ini sejalan dengan rencana tindakan yang harus diberikan pada pasien yang akan pulang. Namun, ada beberapa item yang dimana seharusnya peran perawat lebih ditekankan pada situasi tersebut namun perawat tidak menyadari sehingga perawat tidak melakukannya yaitu penguatan psikologis. Penguatan psikologis sangat dibutuhkan mengingat Efek kemoterapi pada pasien dapat mempengaruhi secara biologis, fisik, psikologis, dan sosial (Carroll, dkk, 2007 dalam Setiawan 2015). Hal ini membutuhkan perhatian dari perawat itu sendiri, dimana perawat dapat menumbuhkan keyakinan dan penguatan positif pada diri pasien, sehingga pasien akan termotivasi dan dapat meneruskan terapi. Peran perawat seperti inilah yang dibutuhkan pasien, namun tidak disadari oleh perawat itu sendiri. Seperti dalam penelitian Mopili (2015) mengungkapkan bahwa, tidak ada perawat yang memotivasi pasien dalam menjalani kemoterapi, sumber penguatan seta motivasi

dari petugas kesehatan hanya didapatkan dari dokter. KESIMPULAN Masih kurangnya pengetahuan perawat pelaksana tentang manajemen kemoterapi akan menyebabkan persepsi yang berbeda dari konsep manajemen keperawatan yang seharusnya. Persepsi perawat pelaksana yang berbeda dan tidak tepat akan mempengaruhi manajemen asuhan keperawatan pada pasien kemoterapi. SARAN Pelayanan keperawatan diharapkan dapat memberikan pelayanan keperawatan tentang manajemen kemoterapi yang optimal bagi pasien. Perawat diharapkan memberikan dukungan kepada pasien baik dukungan emosional maupun dukungan informasi. Selain memperhatikan kondisi fisik pasien yang menjalani kemoterapi, diharapkan perawat juga memperhatikan kondisi psikologisnya. Diharapkan bagi institusi pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan untuk palliative care itu sendiri dengan memberikan pelatihan manajemen kemoterapi bagi perawat yang bekerja di perawatan onkologi sehingga nantinya perawat dapat memberikan pelayanan kemoterapi yang optimal bagi pasien kanker.

DAFTAR PUSTAKA Afiyanti, Y., & Rachnawati, I. N. (2014). Metodologi Penelitian Kualitatif dalam Riset Rjawali Pers.

Keperawatan. Jakarta:

Bulechek, G. M., et.al. (2013). Nursing Interventions Classification (NIC), Edisi 6, The United States of America: ELSEVIER Doenges M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta : EGC. Donadear, A., Prawesti, A., Anna, A. (2012). Gambaran pelaksanaan kemoterapidi RSUP DR. Hassan Sadikin Bandung, 5-7. Fitria, C. (2010). Palliative Care pada Penderita Penyakit Terminal, 7, 1. Gauh, A. D. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Paliatif Perawat dengan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan Kanker Payudara di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Skripsi : Stikes Panakkukang Makassar. Haryanto, B. E. P,. Mantik, M, J. ,Wahani,A. (2015). Kejadian muntah pada penderita kanker yang menjalani pengobatan kemoterapi di RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Jurnal e-clinic, 3, 2-3. Hidayah, S. N., Widodo, S., MN, S. (2013). Pengaruh tingkat pengetahuan tentang pengobatan kemoterapi terhadap tingkat kecemasan pasien kanker di ruang sitostatika rumah sakit telogorejo semarang, 1. Incekol, D. & Murray, C. (2011). Managing the Side Effects of Chemotherapy : Patien Education, 9-11)

151

Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531

Indriyatmo, W. (2015). Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Motivasi untuk Sembuh pada Pasien Kanker yang Menjalani Kemoterapi di Ruang One day care RSUP DR Moewardi. Skripsi : Stikes Kusuma Husada Surakarta. Jacobson, J. O., Polovich, M., Gllmore, T. R., Schulmelster, L., Esper, P., LeFebvre, K. B., et al. (2012). Revisions to the 2009 American Society of Clinical Oncology/Oncology Nursing Society Chemotherapy Administration Safety Standards:Expanding the Scope to Include Inpatient Settings, 39, 34-36. Lavdaniti, M. (2014). A Nursing Perspective Of Nutrition in Cancer Patients Undergoing Chemotherapy: Nutrition in Chemotherapy, 4, 2 Melia, E. KD. A., Putrayasa, LD. P. Gd., Azis, A. (2013). Hubungan antara frekuensi kemoterapi dengan status fungsional pasien kanker yang menjalani kemoterapi di RSUP Sanglah denpasar, 5-6. Mofili, C. (2015). Pengalaman 5 Wanita Kanker Payudara pada saat Menjalani Kemoterapi di Rumah Sakit Ibnu Sina Makassar. Skripsi : Stikes Panakkukang Makassar Mulders, M., Vingerhoets, Ad., Breed, W. (2008). The Impact of Cancer and Chemotherapy: Perceptual Similarities and Differences between Cancer Patients, Nurses and Physicians, 12, 4-5. Ratnawati, A. D. (2015). Gambaran Manajemen Stres pada Pasien Kanker Payudara yang sedang Menjalani Kemoterapi di Kabupaten Kebumen. Skripsi : Stikes Muhammadiyah Sari, M., Dewi., Y. I., & Utami, A. (2012). Hubungan dukungan keluarga terhadap motivasi pasien kanker payudara dalam menjalani kemoterapi di ruang cendrawasih I RSUP Arifin Achmad Provinsi Riau, 2, 6061. Saryono & Anggreani, M. D (2011). Metodologi Penelitian dalam bidang Kesehatan. Medika.

Yogyakarta:

Nuha

Setiawan, S. D. (2015). The effect of chemotherapy in cancer patient to anxiety, 4, 2 Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 2. EGC : Jakarta. Sobur, A. (2009). Psikologi Umum. Bandung : Pustaka Setia Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta. Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC. Waluyo, A. (2004). Analisis Masalah Keperawatan pada Klien Keganasan Hematologi yang Mendapatkan Terapi Medik Kemoterapi. Jurnal keperawatan indonesia, 8, 3-4

152 Jurnal Ilmiah Kesehatan Diagnosis Volume 12 Nomor 2 Tahun 2018 ● eISSN : 2302-2531