PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA

Lampiran 4 : Lembar Observasi Sarana dan Prasarana PKPR Lampiran 5 : Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Petugas Puskesmas Lampiran6 :...

11 downloads 701 Views 1023KB Size
TESIS

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI WILAYAH PUSKESMAS KUTA SELATAN

RINI WINANGSIH NIM 1392161003

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI WILAYAH PUSKESMAS KUTA SELATAN

Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat, Program Pasca Sarjana Universitas Udayana

RINI WINANGSIH NIM 1392161003

PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUI TANGGAL 27 April 2015

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Dr. dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi

dr. Desak Putu Yuli Kurniati, MKM

NIP 195807041987032001

NIP 198307232008012007

Mengetahui

Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Mayarakat

Direktur

Program Pascasarjana

Program Pascasarjana

Universitas Udayana

Universitas Udayana

Prof.dr. D.N Wirawan, MPH

Prof. Dr. dr. A.A.Raka Sudewi,Sp.S (K)

NIP 194810101977021001

NIP 195902151985102001

Tesis Ini Telah Di Uji Pada Tanggal 27 April 2015

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana No 1230/ UN14.4/ HK/2015 Tanggal 27 April 2015

Ketua

: Dr. Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi.

Anggota

:

1. dr. Desak Putu Yuli Kurniati, M.KM. 2. Prof. DR. dr. Mangku Karmaya, M.Repro, PA (K) 3. Dr. Luh Seriani, SKM, M.Kes. 4. dr. Ni Wayan Arya Utami, M. App. Bsc, PhD.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan anugerah-Nya tesis ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.dr Dyah Pradnyaparamita Duarsa, Msi, pembimbing I yang dengan penuh perhatian telah memberikan semangat, bimbingan dan saran selama penulis menempuh pendidikan magister khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnya kepada dr. Desak Putu Yuli Kurniati, MKM, Pembimbing II yang selalu sabar dan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Ucapan yang sama ditujukan juga kepada Prof.dr. Dewa Nyoman Wirawan, MPH, ketua program studi magister ilmu kesehatan masyarakat dan pembimbing akademik penulis yang dengan penuh perhatian memberikan semangat, bimbingan serta saran selama penulis menempuh pendidikan magister ini. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof.Dr.dr. I ketut Suastika, SP.PD-KEMD atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program magister di Universitas Udayana. Ucapan terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang dijabat oleh Prof.Dr.dr.A.A.Raka Sudewi, SPS(K) atas kesempatan yang diberikan kepada

penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof.DR.dr. I Putu Astawa, SPOT(K)M.Kes, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program magister. Pada Kesempatan ini, penulis juga mengucapkan rasa terima kasih kepada para penguji tesis yaitu Prof.DR.dr.Mangku karmaya, M. Repro, PA(K). DR. Luh Seriani, SKM .M.Kes dan DR. dr Arya Utami , yang telah memberikan saran, masukan, sanggahan dan koreksi sehingga tesis ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih juga peneliti ucapkan kepada kepala Puskesmas Kuta Selatan, Kepala Sekolah SMPN 3 Kuta Selatan dan Kepala Sekolah SMP Dwijendara yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada wakil kepala sekolah SMP Dwijendra, Guru BK SMPN 3 Kuta Selatan, siswa OSIS SMPN 3 Kuta Selatan dan siswa OSIS SMP Dwijendra yang telah bersedia menjadi informan dan membantu penulis dalam menyelesaikan teris ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada para guru dan dosen yang telah membimbing penulis dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Bunda yang selalu memberikan motivasi, Do’a dan memberikan kasih sayangnya hingga saat ini. Ahkirnya penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Suami tercinta H.Nur Sodiq, SH, yang selalu memberikan dukungan moral dan materiil untuk menyelesaikan studi ini, serta anak-anakku tersayang

Rafael A.A.I dan Abiel A.S yang selalu menjadi penyemangat dalam setiap langkahhidup penulis. Semoga Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.

Peneliti

ABSTRAK

PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA DI WILAYAH PUSKESMAS KUTA SELATAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan penghamba, bentuk kegiatan, materi dan penyampaian PKPR, serta harapan remaja terhadap program PKPR. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pengumpulan data dengan focus group discussion (FGD) dan wawancara mendalam. FGD dilakukan sebanyak empat kali, pada 27 siswa yang tergabung dalam organisasi siswa intra sekolah (OSIS) . Wawancara mendalam dilaksanakan pada empat informan yaitu guru bimbingan konseling (BK), wakil kepala sekolah, konselor sebaya dan pemegang program PKPR. Penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi dan harapan remaja terhadap program PKPR ini positif, akan tetapi ada beberapa faktor pendukung dan penghambat yang mempengaruhi kunjungan ke puskesmas rendah dan kurang maksimalnya pemanfaatan PKPR. Menurut persepsi remaja, yang menjadi faktor pendukung diantaranya dukungan sekolah, materi dan penyampaian dalam penyuluhan serta peran konselor sebaya. Untuk faktor penghambatnya yaitu tidak adanya ruang konseling, minimnya pengetahuan dan sosisialisasi tentang PKPR dan kurang lengkapnya sarana dan prasarana kegiatan PKPR, minimnya tenaga kesehatan, kurangnya dana serta sikap petugas kesehatan yang kurang ramah. Siswa beranggapan keberadaan PKPR bermanfaat bagi siswa dan berharap tetap berlanjut serta lebih sering lagi diadakan sosialisasi. Bentuk kegiatannya menarik akan tetapi perlu di adakan inovasi. Materi dan penyampaiannya menarik akan tetapi bahassanya perlu diperjelas. Faktor pendukung diantaranya dukungan sekolah, materi, peran konselor sebaya, sedangkan faktor penghambatnya adalah sarana dan prasarana, minimnya tenaga kesehatan, dana serta sikap petugas. Kata Kunci : Persepsi, Remaja, PKPR, Kuta Selatan.

Abstract

PERCEPTION OF ADOLESCENT ABOUT ADOLESENCE HEALTH CARE SERVICES IN THE SOUTH KUTA COMMUNITY HEALTH CENTRE This study aimed to determine the adolescent’s perception about the existence, supporting and inhibiting factors, forms of activities, materials, and delivery PKPR, as well as expectation of adolescents about the PKPR program. This study used qualitative design with phenomenology approach. The number of samples in this study was twenty seven students council where data was collected by focus group discussion and indepth interviews on four informans namely counseling teachers, deputy principal, peer counselors and holder of the PKPR program. The results showed that the perceptions and expectations of adolescents to adolescent care health service program was positive, but the were some factors supporting and influencing the lack of visits the clinic and maximal utilization of PKPR program. According to the perseption of adolescent, supporting factors include school support, material and delivery in education and the role of peer counselors, while the inhibiting factor was the lack of counseling space, minimum number of health personnel, lack of funds and the attitude of health workers who were less friendly. Based on the research promotion is needed and dissemination of the PKPR program, these activities need equalization at each school, peer counselors need cadre formation, complete infastructure, improve coordination, promotion through the media, as well as the provision of spesialized personnel of PKPR, and additional allocation of funds for PKPR activities.

Key world : Perception, adolescent, Adolescent Care Health Service

DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM.........................................................................................

i

PRASYARAT GELAR..................................................................................

ii

LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................

iii

PENETAPAN PANITIA PENGUJI..............................................................

iv

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT..............................................

v

UCAPAN TERIMA KASIH...........................................................................

vi

ABSTRAK………………………………………………………………

ix

ABSTRACT…………………………………………………………………

x

DAFTAR ISI………………………………………………………………

xi

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................

xv

DAFTAR TABEL..........................................................................................

xvi

DAFTAR SINGKATAN……………………................................................

xvii

DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................

xix

BAB I PENDAHULUAN............................................................................

1

1.1 Latar Belakang..................................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................

6

1.3 Tujuan Penelitian..............................................................................

7

1.3.1

Tujuan Umum....................................................................

7

1.3.2

Tujuan Khusus....................................................................

7

1.4 Manfaat Penelitian............................................................................

7

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, TEORI DAN MODEL PENELITIAN..............................................................................

9

2.1 Kajian Pustaka.................................................................................

9

2.1.1 RemajadanPermasalahannya.................................................

9

2.1.2 Kesehatan Reproduksi Remaja................................................

14

2.1.3 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja.......................................

16

2.2 Konsep Penelitian................................................................................

23

2.2.1 Remaja.....................................................................................

23

2.2.2 PKPR........................................................................................

23

2.2.3 Persepsi tentang PKPR ...........................................................

24

2.2.4 Pengetahuan.............................................................................

25

2.2.5 Sarana danPrasarana.................................................................

26

2.2.6 SumberInformasi…………………………………………….

27

2.2.7 KebijakandanDukungan…………………………………….

27

2.2.8 KonselorSebaya………………………………………………

28

2.3 Landasan Teori.................................................................................

28

2.3.1 Teori Lawrence Green..............................................................

28

2.3.2 Teori Kurt Lewin......................................................................

30

BAB III METODE PENELITIAN................................................................

33

3.1 Pendekatan Penelitian.......................................................................

33

3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................

33

3.1.2 Subjek Penelitian.....................................................................

34

3.1.3 Jenis dan Sumber Data.............................................................

35

3.1.4 Instrumen Penelitian.................................................................

36

3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan Data............................................

36

3.3 Metode dan Teknik Analisa Data....................................................

39

3.3.1 Penyajian Hasil Analisa Data...................................................

39

3.3.2 Keabsahan Data.......................................................................

40

3.4 Etika Penelitian................................................................................

40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………

43

4.1 GambaranUmumLokasiPenelitian………………………………..

43

4.1.1 GambaranUmumKecamatanKuta Selatan…………………..

43

4.1.2 GambaranUmumPuskesmasKuta Selatan…………………..

44

4.1.3 GambaranUmum SMPN 3 Kuta Selatan ……........................

46

4.1.4 GambaranUmum SMP Dwijendra…………………………..

47

4.2 KarakteristikInforman……………………………………………..

48

4.3 HasilPenelitian……………………………………………………

52

4.3.1Persepsi Remaja terhadap Keberadaan, Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat PKPR……………………………………

52

4.3.2 PersepsiRemajatentangBentukKegiatan PKPR……………...

68

4.3.3 PersepsiRemajatentangMateridanPenyampaian PKPR……

74

4.3.4 PersepsiRemajatentangPeranKonselorSebaya…………….

80

4.3.5 HarapanRemajaTerhadap PKPR……………………………

86

4.4 Temuan Lain Penelitian……………………………………………

89

4.5 KeterbatasanPenelitian……………………………………………

92

4.6 Refleksi……………………………………………………………. BAB V SIMPULAN DAN SARAN………………………………………

93 95

5.1 Simpulan……………………………………………………………

95

5.2 Saran………………………………………………………………..

100

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................

102

LAMPIRAN-LAMPIRAN.............................................................................

105 106

DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Model Teori Lawrence Green...................................................................

29

2.2 Model Teori Kurt Lewin............................................................................

30

DAFTAR TABEL

Halaman 3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data.....................................................

38

4.1 KarakterisktikInforman FGD OSIS Perempuan…………………….…

49

4.2 KarakterisktikInforman FGD OSIS Laki-laki………………………….

49

4.3KarakteristikInformanWawancaraMendalam…………………………

50

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

SINGKATAN AKI

: Angka Kematian Ibu

AIDS

:Acquired Immune Deficiency Syndrome

BB

: BeratBadan

BNN

: Badan Narkotika Nasional

BK

: Bimbingan Konseling

FGD

: Focus Group Discussion

HIV

:Human Immunodeficiency Virus

IPA

: IlmuPengetahuanAlam

IPTEK

: IlmuPengetahuandanTekhnologi

IMS

: InfeksiMenularSeksual

KEK

: KekuranganEnergiKronis

KESPRO

: KesehatanReproduksi

KIE

: Konseling Informasi Edukasi

KKR

: KelompokKerjaRemaja

KMS

: KartuMenujuSehat

KTD

: KehamilanTidakDiinginkan.

KRR

: Kelas Reproduksi Remaja

LAB

: Laboratorium

LCD

:Liquid Crystal Display

LILA

: LingkarLenganAtas

MOS

: MasaOrientasiSiswa

NARKOBA

: NarkotikdanObat-obatTerlarang

OSIS

: OrganisasiSiswa Intra Sekolah

P3K

: PertolonganPertamaPadaKecelakaan

PKPR

: Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja

PMR

: PalangMerahRemaja

PKHS

: PelatihanKetrampilanHidupSehat

PSK

: PekerjaSeksKomersil

PUSKESMAS

: Pusat Kesehatan Msyarakat

RISKESDAS

: Riset Kesehatan Dasar

SD

: SekolahDasar

SDKI

: Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia

SMP

: Sekolah Menengah Pertama

SMPN

: Sekolah Menengah Pertama Negeri

SOP

: Standar Operasional Prosedur

TB

: TinggiBadan

UGD

: Unit GawatDarurat

UKS

: Usaha KesehatanSekolah

UNICEF

: United Nations International Children’s Emergency Fund

VCT

: Voluntary Counseling Testing

WHO

: World Health Organization

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

: Jadwal Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

Lampiran 2

: Panduan Focus Group Discussion

Lampiran 3

: Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Lampiran 4

: Lembar Observasi Sarana dan Prasarana PKPR

Lampiran 5

: Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Petugas Puskesmas

Lampiran6

: Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Kepala Sekolah / GuruBK

Lampiran 7

: Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Konselor Sebaya

Lampiran 8

: Matrix AnalisisTesis

Lampiran9

: Dokumentasi

Lampiran10

: SuratIjinPenelitiandan Ethical Clearance

`BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Remaja merupakan investasi masa depan bangsa karena mereka merupakan generasi penerus yang produktif dan sangat berharga bagi kelangsungan pembangunan di masa mendatang, akan tetapi teknologi informasi serta ilmu pengetahuan dan tekhnologi (Iptek) yang mengalami perkembangan pesat, membawa dampak timbulnya permasalahan remaja yang semakin meningkat. Fenomena ini berpengaruh terhadap status kesehatan reproduksi remaja dan kualitas remaja di masa mendatang. United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) menyatakan terjadi trend yang menghawatirkan karena terjadi peningkatan jumlah kematian remaja yang berusia 10-19 tahun akibat Human Immunodeficiency Virus / Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) di seluruh dunia yaitu 71.000 remaja pada tahun 2005 meningkat menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012 ( Herman, 2013). Data riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 menunjukkan prevalensi umur perkawinan yang terjadi pada umur kurang dari 15 tahun yaitu sebesar 2,6 % dan usia 15-19 tahun sebanyak 23,9 %. Fenomena inilah yang menyebabkan terjadinya ibu yang melahirkan pada usia terlalu muda (<20 tahun), bahkan ada yang melahirkan pada usia kurang dari 15 tahun. Data lainnya dari badan kesehatan keluarga berencana nasional (BKKBN) pada tahun 2013, menyebutkan bahwa sebanyak 4,38 % remaja usia 10-14 tahun telah melakukan

aktivitas seks bebas, sedang remaja usia 14-19 tahun sebanyak 41,8 %. Kejadian aborsi menurut catatan komisi nasional perlindungan anak terjadi peningkatan, yaitu dari 86 kasus pada tahun 2011 menjadi 121 kasus pada tahun 2012. Kasus tersebut mengakibatkan delapan orang meninggal. Berdasarkan data tersebut, kejadian ini cukup memprihatinkan karena kehamilan dan persalinan remaja di bawah umur 20 tahun sangat berisiko apalagi ditunjang dengan perilaku seks yang berisiko pula sehingga menambah deret permasalahan remaja khususnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi. Permasalahan lain yang erat kaitannya dengan remaja dan berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah masalah gizi, merokok serta narkotik dan zat adiktif (napza). Data Riskesdas 2013, menyebutkan bahwa remaja pendek (stunting) menurut prevalensi nasional sebanyak 30,7 %, remaja kurus sebanyak 11,2 %, remaja yang merokok pada usia 10-19 tahun sebanyak 19,7 %, dan menurut badan narkotika nasional (BNN) terjadi peningkatan pengguna narkoba yaitu pada tahun 2012 dari 3,6 juta orang menjadi 3,8 juta orang pada tahun 2013 dan 22 % diantaranya adalah remaja ( Rohan & Siyoto, 2013) Di Bali permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja juga menunjukkan angka yang memprihatinkan, Berdasarkan penelitian, menyebutkan bahwa dari tiga ratus dua puluh tujuh remaja di Badung, 5 % (enam belas orang) diantaranya pernah berhubungan sex pada usia 14-19 tahun, dari enam belas orang tersebut, satu pernah terkena penyakit kelamin dan dua pernah hamil hingga berakhir dengan aborsi. Pada tahun 2013, penelitian lain menyebutkan bahwa dari enam ratus tiga puluh tiga pelajar, 10-31 % remaja yang

belum menikah pernah punya pengalaman berhubungan sex. Untuk pengguna narkoba Bali menyumbangkan angka 1,8 % atau lima ribu lima ratus lima puluh tiga orang . Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa di Bali terjadi peningkatan yang signifikan terkait dengan masalah kesehatan reproduksi dan masalah lain yang terkait dengan remaja ( Faturrohman, 2009). Di

Indonesia,

menyelesaikan

Pemerintah

permasalahan

mengadakan

terkait

kesehatan

beberapa reproduksi

strategi remaja

untuk dan

permasalahan remaja lainnya. Salah satu strateginya adalah program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR). PKPR adalah suatu program

yang

dikembangakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang menekankan kepada Puskesmas. Pengertian PKPR sendiri adalah suatu pelayanan yang ditujukan dan dapat di jangkau oleh remaja, peka akan kebutuhan terkait kesehatannya, dapat menjaga rahasia, efektif dan efisien dalam memnuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja, dimana pelayanannya dapat diakses oleh semua golongan remaja. Secara khusus, tujuan dari PKPR adalah meningkatkan pemanfaatan puskesmas oleh remaja untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, meningkatan penyediaan pelayanan kesehatan remja yang berkualitas, meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan remaja dalam pencegahan masalah kesehatan, meningkatkan keterlibatan remaja dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan kesehatan remaja. Sasaran program ini adalah laki-laki dan perempuan usia 10-19 tahun dan belum menikah, baik yang sekolah maupun tidak sekolah. Program ini dibentuk sejak

tahun 2003 dan kegiatan yang rutin dilakukan salah satunya adalah penjaringan ke sekolah- sekolah SMP, SMA maupun perkumpulan remaja seperti karang taruna dan remaja masjid untuk memberikan pendidikan kesehatan reproduksi remaja (Kemenkes RI, 2011). Menurut wawancara dengan Dinas Kesehatan Provinsi Bali, PKPR merupakan salah satu program remaja yang masih aktif sampai saat ini. Program ini dijalankan melalui Puskesmas untuk memfasilitasi kasus-kasus kesehatan reproduksi dan permasalahan remaja lainnya di wilayah Puskesmas. Di Puskesmas Kuta Selatan program PKPR ini sudah berjalan sejak tahun 2007, Puskesmas sebagai home based telah melaksanakan kegiatan rutin dan sosialisasi ke sekolah- sekolah akan tetapi selama ini pemanfaatannya di Puskesmas sangat sedikit. Permasalahan remaja di wilayah Puskesmas masih kompleks, berbagai kasus ditemukan oleh darbin dan informasi dari berbagai sumber, akan tetapi kasus-kasus remaja tersebut tidak tercatat sehingga tidak ada data tentang besaran masalahnya. Data di Puskesmas Kuta Selatan untuk bulan Agustus 2014 ada satu remaja dengan merokok, satu remaja putri anemia dan satu remaja hamil di usia enam belas tahun. Karena cakupan di Puskesmas sangat sedikit maka Puskesmas melakukan penjaringan ke sekolah-sekolah untuk memberikan materi terkait kesehatan reproduksi dan masalah remaja lainnya. Peneliti memilih wilayah Puskesmas Kuta Selatan karena Puskesmas Kuta Selatan merupakan salah satu Puskesmas yang cakupan remaja dan sekolahnya paling banyak diantara Puskesmas lain di Provinsi Bali, yaitu 9161 remaja dan dua puluh sekolah.

Hal lain yang mendasari pemilihan Kuta Selatan karena wilayah Kuta Selatan merupakan kawasan wisata. Menurut penelitian Ida Ayu Alit Laksmini (2003), menyebutkan bahwa pembangunan daerah wisata membawa dampak negatif terhadap perkembangan perilaku reproduksi/ perilaku sex remaja, selain itu juga berdampak terhadap meluasnya masalah remaja lainnya seperti peredaran narkoba. Di Bali, pelaksanaan PKPR lebih ditujukan ke sekolah menengah pertama (SMP), karena mengingat upaya pencegahan sebaiknya dimulai sejak dini. Berdasarkan hasil wawancara dengan pemegang program di Puskesmas, didapatkan informasi bahwa diantara dua puluh sekolah tersebut, yang pelasksanaan PKPRnya belum berjalan dengan baik yaitu SMP Dwijendra dan SMP yang program PKPRnya sudah berjalan dengan baik yaitu sekolah menengah pertama negeri (SMPN) 3 Kuta Selatan, dimana di SMP tersebut sudah mempunyai konselor sebaya di sekolah. Beranjak dari data dan permasalahan di atas , Peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang “Persepsi Remaja Terhadap Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) di Wilayah Puskesmas Kuta Selatan”. Penelitian ini penting untuk dilakukan, agar dapat memberi masukan kepada instansi terkait mengenai bagaimana persepsi remaja saat ini. Diharapkan pendidikan pendidikan kespro remaja dapat memiliki kurikulum tersendiri di sekolah dan pada akhirnya penelitian ini dapat bermanfaat dalam melengkapi fasilitas pelayanan kesehatan peduli remaja baik di Puskesmas maupun di sekolah, meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan dan tenaga pendukung untuk program ini, mengembangkan informasi sehingga remaja tahu dan mau

memanfaatkan program ini dan diharapkan lingkungan sosial tidak menstigma remaja yang mengalami permasalahan. 1.2 Rumusan Masalah Program PKPR yang merupakan salah satu strategi dalam mencegah masalah remaja sudah dilaksanakan di Puskesmas Kuta Selatan sejak tahun 2007, program tersebut sudah rutin dilaksanakan baik di Puskesmas maupun sosialisasi dan kunjungan ke sekolah, bahkan disekolah juga sudah dibetuk konselor sebaya, akan tetapi

rata-rata kunjungan remaja ke puskesmas

dengan permasalahan kespro dan permasalahan remaja lainnya di Puskesmas Kuta Selatan < 5 remaja perbulan. Kunjungan remaja pada konselor sebaya di sekolah

juga sangat minim, padahal sebenarnya permasalahan remaja di

wilayah Puskesmas Kuta Selatan sangat kompleks. Berdasarkan data tersebut, peneliti ingin mengetahui apa saja yang menjadi faktor penghambat dan pendukung program PKPR ini di wilayah puskesmas Kuta Selatan. Berdasarkan fakta tersebut, maka pertanyaan penelitian diuraikan seperti di bawah ini. 1.

Bagaimana persepsi remaja terhadap keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR?

2.

Bagaimana persepsi remaja tentang bentuk kegiatan PKPR?

3.

Bagaimana persepsi remaja tentang materi dan cara penyampaiannya PKPR?

4.

Bagaimana persepsi remaja tentang peran konselor sebaya ?

5.

Bagaimana harapan remaja terhadap PKPR?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui persepsi remaja di wilayah Puskesmas Selatan terhadap pelayanan kesehatan peduli remaja. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui persepsi remaja seperti yang diuraikan berikut ini. 1. Persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR. 2. Persepsi remaja tentang bentuk kegiatan PKPR. 3. Persepsi remaja tentang materi dan cara penyampaian PKPR 4. Persepsi siswa tentang peran konselor sebaya 5. Harapan remaja terhadap PKPR 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1

Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah

dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan dijadikan sebagai masukan serta tambahan informasi serta pengembangan untuk penelitian selanjutnya, mungkin untuk mencari proporsi dari faktor-faktor yang berkaitan dengan program PKPR.

1.4.2

Manfaat Praktis 1. Bagi tenaga kesehatan dan penyelenggaran PKPR yaitu Puskesmas Kuta Selatan diharapkan dengan penelitian ini mampu memberikan masukan untuk mengembangkan program PKPR. 2. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan berguna sebagai tambahan informasi kepada masyarakat pada umumnya, orang tua dan guru pada khususnya bahwa pendidikan kespro remaja penting bagi anak. Dengan tambahan informasi tersebut diharapkan masyarakat dapat turut serta menyukseskan program PKPR ini sehingga dapat mengurangi deret permasalahan remaja di masyarakat dan menjadikan lingkungan masyrakat yang aman dan kondusif. 3. Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberi masukan kepada pihak sekolah untuk menentukan kebijakan terkait pendidikan kesehatan reproduksi remaja

dan permasalahan remaja lainnya di

sekolah. Sekolah memiliki kurikulum tersendiri tentang peningkatan status kesehatan remaja dan pada akhirnya penelitian ini dapat bermanfaat dalam melengkapi fasilitas pelayanan kesehatan peduli remaja di sekolah. 4.

Bagi

remaja,

diharapkan

pengembangan

dan

perbaikan

program

PKPR

menjadikan remaja lebih antusias mengikuti kegiatan

terkait pelayanan kesehatan peduli remaja dan bisa mencegah permasalahan terkait kesehatan reproduksi dan masalah remaja lainnya

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Remaja dan Permasalahannya UNICEF menyatakan terjadi trend yang menghawatirkan karena terjadi peningkatan jumlah kematian remaja yang berusia 10-19 tahun akibat HIV/AIDS di seluruh dunia yaitu 71.000 remaja pada tahun 2005 meningkat menjadi 110.000 jiwa pada tahun 2012 (Herman, 2013). Data Riskesdas tahun 2013 menunjukkan prevalensi umur perkawinan yang terjadi pada umur kurang dari 15 tahun yaitu sebesar 2,6 % dan usia 15-19 tahun sebanyak 23,9 %. Fenomena inilah yang menyebabkan terjadinya ibu yang melahirkan pada usia terlalu muda (<20 tahun), bahkan ada yang melahirkan pada usia kurang dari 15 tahun. Data lainnya dari BKKBN pada tahun 2013, menyebutkan bahwa sebanyak 4,38 % remaja usia 1014 tahun telah melakukan aktivitas seks bebas, sedangkan remaja pada usia 14-19 tahun sebanyak 41,8 %. Kejadian aborsi menurut catatan Komisi Nasional Perlindungan Anak terjadi peningkatan, yaitu dari 86 pada tahun 2011 menjadi 121 kasus pada tahun 2012, dan dari kasus tersebut mengakibatkan delapan orang meninggal. Berdasarkan data tersebut, hal ini cukup memprihatinkan karena kehamilan dan persalinan remaja di bawah umur 20 tahun sangat beresiko apalagi ditunjang dengan perilaku seks yang beresiko pula sehingga menambah permasalahan remaja khususnya yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi.

Permasalahan lain yang erat kaitannya dengan remaja dan berhubungan dengan kesehatan reproduksi adalah masalah gizi, merokok dan napza. Data Riskesdas 2013 menyebutkan bahwa remaja pendek menurut prevalensi nasional sebanyak 30,7 %, remaja kurus 11,2 %, remaja yang merokok pada usia 10-19 tahun sebanyak 19,7 %. Menurut BNN terjadi peningkatan pengguna narkoba pada tahun 2012, dari 3,6 juta orang menjadi 3,8 juta orang pada tahun 2013 dan 22 % diantaranya adalah remaja ( Rohan & Siyoto, 2013). Di Bali permasalahan yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi remaja juga menunjukkan angka yang memprihatinkan, Faturohman tahun 2009 dalam penelitiannya menyebutkan bahwa dari tiga ratus dua puluh tujuh remaja di Kabupaten Badung, 5 % (enam belas orang) diantaranya pernah berhubungan sex pada usia 14-19 tahun, dari enam belas orang tersebut, satu pernah terkena penyakit kelamin dan dua pernah hamil hingga berakhir dengan aborsi. Pada tahun 2013, penelitian lain menyebutkan bahwa dari enam ratus tiga puluh tiga pelajar, 10-31 % remaja yang belum menikah pernah punya pengalaman berhubungan sex. Kasus narkoba di Bali menyumbangkan angka 1,8 % atau 55.553 orang dengan permasalahan narkoba. Berdasarkan data diatas, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terkait dengan masalah kesehatan reproduksi dan permasalahan remaja lainnya di Bali ( Faturrahman, 2009). Berdasarkan data diatas, permasalahan kesehatan reproduksi remaja yang menjadi prioritas dapat dikelompokkan seperti di bawah ini.

a. Aborsi tidak aman yang diakibatkan sebagian besar dari kehamilan tidak diinginkan. b. Kehamilan dan persalinan dini (terjadi pada usia terlalu muda). c. Penyakit menular seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS. d. Kekerasan seksual termasuk pemerkosaan, pelecehan dan perdagangan perempuan (Rohan dan Siyoto, 2013). 2.1.1.2 Batasan Usia Remaja Masa remaja adalah masa terjadinya peralihan terhadap perubahan secara fisik dan psikologis dari masa anak-anak ke masa dewasa (Hurlock, 2003). Perubahan psikologis yang terjadi pada remaja meliputi intelektual, kehidupan emosi, dan kehidupan sosial. Perubahan fisik mencakup organ seksual yaitu alatalat reproduksi sudah mencapai kematangan dan mulai berfungsi dengan baik (Sarwono, 2005). Remaja adalah fase peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana mulai timbul ciri-ciri seks skunder, terjadi pacu tumbuh, tercapainya fertilitas dan terjadinya perubahan-perubahan kognitif dan psikologik. Remaja sebenarnya berada diantara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga berada dalam tempat yang tidak jelas, oleh karena itu masa remaja sering disebut masa pencarian jati diri (Rohan & Siyoto, 2013). Remaja dapat diartikan sebagai masa peralihan dari perkembangan antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perkembangan biologis, kognitif, sosial dan mental-emosional (Santrock, 2003).

WHO ( 2009 ) menyebutkan, yang dimaksud dengan usia remaja yaitu antara usia 12 sampai usia 24 tahun. Menurut Menteri Kesehatan RI (2010), batasan usia remaja adalah antara usia 10 sampai 19 tahun dan belum kawin. Remaja dibagi menjadi tiga tahap yaitu masa remaja awal (usia 10-13 tahun), masa remaja tengah yaitu (usia 14-16 tahun) dan remaja akhir (usia 17-19 tahun) (Rohan & Sayito, 2013). Masa remaja menurut Santrock (2003), yaitu usia 10-13 tahun dan berakhir saat menginjak usia 18-22 tahun. 2.1.1.3 Pertumbuhan dan Perkembangan Remaja Saat memasuki masa remaja akan diawali dengan perubahan fisik dulu kemudian diikuti perubahan psikis pada remaja. Perubahan yang mencolok pada remaja laki-laki dan perempuan umumnya terjadi saat usia 9-19 tahun. Perubahan yang terjadi bukan hanya bertambah tinggi dan besar saja, tetapi juga terjadi perubahan organ reproduksi sehingga mereka bisa menghasilkan keturunan. Perubahan tersebut dikenal dengan istilah pubertas yaitu perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Remaja perempuan ditandai dengan datangnya menstruasi, sedangkan pada remaja laki-laki ditandai dengan mimpi basah. Remaja laki-laki juga mengalami ejakulasi yaitu keluarnya sperma melalui penis, dan kejadian ini dapat disengaja maupun tidak disengaja yaitu melalui mimpi basah. Proses menstruasi terjadi kerena luruhnya lapisan pada dinding rahim yang mengandung pembulu darah tempat sel telur yang tidak dibuahi menempel, biasanya terjadi antara tiga sampai tujuh hari. Siklus haid masing-masing remaja berbeda, yaitu dua puluh tujuh hari atau tiga puluh lima hari. Perubahan Alat

reproduksi pada perempuan terjadi pada labia minora atau bibir luar, clitoris atau kelentit, rambut kemaluan, lubang vagina, uterus, servik, sel telur, indung telur. Perubahan alat reproduksi laki-laki terjadi pada zakar, buah zakar, saluran kencing (uretra), saluran sperma, skrotum, kelenjar prostat, kandung kencing (Rohan &Siyoto, 2013). Perkembangan secara psikis juga melewati beberapa tahap yang mungkin dipengaruhi oleh kontak dengan lingkungan sekitarnya. Fase remaja di bagi dalam beberapa tahap perkembangan remaja diantaranya : a.

Fase remaja awal (usia 10-13 tahun) Pada fase ini remaja merasa dan tampak lebih dekat dengan teman sebaya, menginginkan kebebasan, mulai tampak berfikir khayal terhadap bentuk tubuh.

b.

Fase remaja tengah (usia 14-16 tahun) Pada masa ini remaja mulai mencari jati diri, ada ketertarikan terhadap lawan jenis, ingin berkencan, mulai merasakan cinta yang mendalam kemampuan berfikir abstraknya semakin berkembang, dan berimajinasi tentang seksual.

c.

Fase remaja akhir (usia 17-19 tahun) Remaja pada fase ini mulai menampakkan kebebasan dirinya, lebih selektif dalam mencari teman, mulai memiliki citra diri ( gambaran, keadaan dan peran ) terhadap dirinya, mampu untuk mengungkapkan perasaan cintanya, mempunyai kemampuan yang baik untuk berfikir abstrak atau khayal.

Remaja seharusnya mengetahui informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi dan hal-hal lain yang menyebabkan permaslahan remaja, supaya remaja mempunyai sikap dan perilaku yang baik terhadap hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan reproduksi mereka sehingga bisa terhindar dari permasalahan remaja (Rohan & Siyoto, 2013).

2.1.2 Kesehatan Reproduksi Remaja 2.1.2.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi WHO mengartikan kesehatan reproduksi

bukan karena tidak adanya

penyakit dan kecacatan tentang sistem, fungsi dan proses reproduksi tetapi juga adanya kesejahteraan secara fisik, mental dan sosial (Saparinah Sadli, dkk. 2006). Menurut BKKBN (2009), Kesehatan reproduksi selain mengedepankan kesejahteraan sosial secara menyeluruh terhadap hal yang

berkaitan dengan

sistem dan fungsi reproduksi, juga mengedepankan kesehatan secara fisik, jadi tidak hanya kondisi yang bebas dari penyakit dan kecacatan. 2.1.2.3 Upaya Pencegahan Permasalahan Kesehatan Reproduksi Remaja Pencegahan

permasalahan

remaja

bisa

dilakukan

melalui

upaya

memberikan pengetahuan dasar pada remaja tentang kesehatan reproduksi remaja, pengetahuan dasar tersebut dapat diuraikan seperti dibawah ini. 1.

Pengetahuan mengenai sistem reproduksi, proses reproduksi dan fungsi alat reproduksi beserta hak-hak reproduksi.

2.

Informasi mengenai usia kawin dan perencanaan dalam membentuk keluarga berencana.

3.

Permasalahan pre menstruasi syndrome (PMS), HIV/AIDS dan berbagai dampaknya.

4.

Pengaruh napza dan minuman keras terhadap kesehatan reproduksi.

5.

Pengaruh sosial media dan interaksi sosial terhadap sikap dan perilaku seksual.

6.

Bentuk-bentuk kekerasan seksual dan berbagai upaya menghindarinya.

7.

Komunikasi yang baik dan harus percaya diri agar mampu menghindari berbagai hal negatif. Peran bidan dalam penanggulangan masalah remaja yaitu

sebagai

fasilitator dan konselor. Sebagai media konseling bagi remaja untuk memecahkan masalahnya, bidan harus memiliki pengetahuan dan wawasan yang baik dan benar tentang kesehatan reproduksi remaja dan berbagai permasalahannya. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengeluarkan kebijakan untuk menanggulangi berbagai permasalahan remaja melalui berbagai prorgam remaja, salah program tersebut yaitu program PKPR dimana program ini menjadi tanggung jawab Dinas Kesehatan yang pelaksanaanya dilakukan oleh Puskesmas. 2.1.3 Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) PKPR adalah suatu program yang dikembangakan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang menekankan kepada Puskesmas. Pengertian PKPR sendiri adalah suatu pelayanan yang ditujukan dan dapat di jangkau oleh remaja, peka akan kebutuhan terkait kesehatannya, dapat menjaga rahasia, efektif dan efisien dalam memnuhi kebutuhan tersebut. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan

kesehatan yang ditujukan untuk remaja, dimana pelayanannya dapat diakses oleh semua golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Program ini dalam pelaksanaannya, diharapkan petugas Puskesmas mempunyai kepedulian yang tinggi, mau menerima remaja dengan permasalahnnya dan dapat menciptakan suasana konseling yang menyenangkan tanpa adanya stigma dan diskriminasi terhadap remaja tersebut. Lokasi pelayanan PKPR harus mudah dijangkau, nyaman, aman, kerahasiaan remaja dijaga tanpa ada diskriminasi dan stigma (Kemenkes RI, 2011). Dasar hukum

yang menunjang prorgam PKPR diantaranya adalah

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan yang tercantum dalam beberapa pasal dibawah ini. a. Pasal 131 Pasal 131 Ayat (1) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas dan berkualitas serta menurunkan angka kematian bayi dan anak. (2) Upaya pemeliharaan kesehatan anak dimulai sejak anak masih dalam kandungan, dilahirkan, setelah dilahirkan dan sampai berusia 19 tahun. (3) Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak sebagai mana dimaksud pada ayat (1) dan (2) menjadi tanggung jawab dan kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat, Pemerintah dan Pemerintah Daerah. b. Pasal 136 Pasal 136 Ayat (1) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja harus ditujukan untuk mempersiapkan menjadi orang dewasa yang sehat dan

produktif baik sosial maupun ekonomi, (2) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) termasuk untuk reproduksi remaja dilakukan agar terbebas dari berbagai gangguan kesehatan yang dapat menghambat kemampuan menjalani kehidupan reproduksi secara sehat, (3) Upaya pemeliharaan kesehatan remaja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat. c. Pasal 137 Pasal 137 Ayat (1) Pemerintah berkewajiban menjamin agar remaja dapat memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehaatan remaja agar mampu hidup sehat dan bertanggung jawab, (2) Ketentuan mengenai kewajiban Pemerintah dalam menjamin agar remaja memperoleh edukasi, informasi dan layanan mengenai kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai pertimbangan moral nilai agama dan berdasarkan ketentuan dan peraturan perundang - undangan. Puskesmas yang mampu melaksanakan program PKPR mempunyai kriteria diantaranya mempunyai petugas yang dilatih oleh Dinas Kesehatan untuk program PKPR, melatih kader atau konselor sebaya minimal 10 % dari jumlah murid di sekolah binaan, melakukan konseling informasi dan edukasi (KIE) di sekolah binaan 2x setahun, melayani konseling pada semua remaja yang membutuhkan. Menurut Fadhlina (2012), beberapa manfaat dari PKPR dapat diuraikan seperti di bawah ini.

1. Meningkatkan dan menambah wawasan dari petugas kesehatan maupun konselor sebaya melalui kegiatan - kegiatan penyuluhan, dialog interaktif, jambore, Focus Group Discussion (FGD), seminar, dan lain sebagainya. 2. Menjamin kerahasiaan remaja dengan permasalahannya dan memberikan solusi atas masalahnya 3. Meningkatkan peran remaja dalam membantu mengatasi masalah temannya dan menyebarkan informasi dengan menjadi konselor sebaya. Program PKPR mempunyai sasaran yaitu semua remaja usia 10 - 19 tahun dan belum menikah, remaja yang dimaksud disini adalah remaja baik sekolah maupun tidak, sehingga bisa melalui karang taruna, remaja masjid, dan lain-lain. Bentuk kegiatan PKPR diantaranya adalah memberikan edukasi dan informasi, layanan medis dan klinik seperti pemeriksaan penunjang jika dibutuhkan, pendidikan keterampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan konselor sebaya, konseling, penyuluhan kesehatan, dan pelayanan rujukan baik medis maupun sosial. Kegiatan PKPR di sekolah meliputi penyuluhan, konseling, pelatihan konselor sebaya, pemeriksaan kesehatan, penemuan kasus-kasus dini serta rujukan jika diperlukan. Upaya untuk keberhasilan mengembangkan pemanfaatan PKPR digunakan berbagai strategi yang dapat diuraikan seperti dibawah ini. 1.

Pemenuhan sarana dan prasarana yang dilaksanakan secara bertahap

2.

Penyertaan remaja secara aktif.

3.

Penentuan biaya pelayanan serendah mungkin, bahkan kalau memungkinkan gratis.

4.

Dilaksanakannya kegiatan minimal yaitu memberikan konseling, pelayanana klinis medis dan melaksanakan rujukan.

5.

Ketepatan penentuan prioritas sasaran.

6.

Ketepatan pengembangan jenis kegiatan, missal memperluas kegiatan konseling sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan yang terjadi di wilayah setempat serta disesuaikan dengan kemampuan Puskesmas.

7.

Melaksanakan

monitoring

dan

evaluasi.

Monitoring dan

evaluasi

dilaksanakan berkala oleh dinas kesehatan dan tim Puskesmas (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan penelitian Arsani, dkk, pada tahun 2013 di Kecamatan Buleleng menunjukkan bahwa ; 1) Peranan Puskesmas dalam program PKPR adalah sebagai ujung tombak pemberi pelayanan kesehatan di masyarakat termasuk remaja; 2) Program PKPR yang dicanangkan Puskesmas Buleleng 1 sebagian besar sudah terlaksana dengan baik, namun masih terdapat 1 sasaran yang belum tercapai yaitu pembentukan konselor sebaya serta belum maksimalnya sosialisasi kepada remaja secara luas; 3) PKPR dirasakan memiliki peranan yang sangat penting bagi remaja. Hadiningsih

(2010),

dalam

penelitiannya

menyebutkan

bahwa

pelaksanaan program PKPR di Puskesmas Kabupaten Tegal belum memenuhi kriteria pelayanan remaja beberapa

faktor

seperti

penghambat

yang

diantaranya

ditetapkan Semua

Depkes

RI. Ada

Puskesmas

belum

melaksanakan semua kegiatan puskesmas PKPR diantaranya

pelatihan

pendidik sebaya dan konselor sebaya, alur dan pelaksanaan pelayanan PKPR

kurang

sesuai, kurangnya cakupan layanan kepada remaja, dan

kurangnya

dukungan dari instansi – instansi lain yang terkait dengan program PKPR. Faktor

penyebabnya

adalah

kurangnya

sosialisasi program PKPR kepada

remaja, pelaksana program PKPR dan kurang konsistennya Kabupaten Tegal dalam pelaksanaan program PKPR, petugas yang terlibat dalam pelaksanaan PKPR belum semuanya terlatih, serta kurangnya dukungan dana dan sarana prasarana.

Beberapa faktor pendukung diantaranya adalah sikap

pelaksana

program, remaja dan Dinas Kesehatan Kabupaten Tegal terhadap program sangat

positif, namun tidak tersedia dana guna memotivasi pelaksana program

dalam melaksanakan program PKPR di Puskesmas. Dalam pelaksanaan program PKPR kurang adanya kerjasama yang baik antara berbagai pihak yang terkait program PKPR, disamping itu belum ada stadart operasional prosedur (SOP) pelaksanaan program PKPR

di Puskesmas dan

di

Dinas Kesehatan

Kabupaten Tegal. Lola & Erwinda

(2009), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa

pengetahuan mempengaruhi sikap responden terhadap pemanfaatan PKPR di SMPN 01 Sitiung Kabupaten Dharmasraya. Cutia (2012), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa banyak sekali faktor penghambat dalam pelaksanaan PKPR diantaranya kegiatan PKPR masih terbatas pada penyuluhan di sekolah dengan materi Kesehatan Reproduksi Remaja. Remaja yang datang ke Puskesmas belum mendapatkan pelayanan seperti alur model pelayanan PKPR Dinas

Kesehatan. Akses remaja ke

Puskesmas terbentur dengan jam sekolah. Puskesmas belum melakukan pelatihan

konselor sebaya. Belum ada alokasi dana yang cukup untuk kegiatan PKPR. Bahan-bahan penyuluhan masih kurang, belum ada form pelayanan, panduan konseling dan pedoman pelaksanaan, alat bantu pembelajaran edukatif dan transportasi serta ruangan pelayanan. Pemahaman petugas tentang program masih kurang, tidak semua petugas bersikap youth friendly dan memiliki sikap yang positif terhadap pencapaian tujuan, beban kerja petugas tinggi, pengawasan hanya berupa pemeriksaan laporan, kualitas laporan masih rendah, forum kerjasama lintas

sektoral

belum

digunakan

untuk

menggalang

dukungan

bagi

terselenggaranya PKPR dan standar operasional prosedur dan standar pelayanan minimal belum tersedia.

2.2

Konsep Penelitian Konsep penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah konsep

remaja, konsep PKPR, konsep sarana dan prasarana, konsep kebijakan dan dukungan, konsep persepsi, konsep pengetahuan serta konsep konselor sebaya. Berbagai uraian mengenai konsep penelitian dapat dilihat seperti di bawah ini. 2.2.1 Konsep Remaja Remaja adalah fase peralihan dari masa anak-anak menuju dewasa, dimana mulai timbul ciri-ciri seks skunder, terjadi pacu tumbuh, tercapainya fertilitas dan terjadinya perubahan-perubahan kognitif dan psikologik. Remaja sebenarnya berada diantara masa anak-anak dan masa dewasa sehingga berada dalam tempat yang tidak jelas, oleh karena itu remaja sering disebut masa pencarian jati diri.

Pengertian remaja dalam penelitian ini adalah siswa SMP di wilayah puskesmas Kuta Selatan yang berusia antara 10-19 tahun dan belum menikah. 2.2.2 Konsep PKPR Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) dalam penelitian ini adalah suatu program yang bertujuan untuk meningkatkan status kesehatan remaja SMP di wilayah Puskesmas Kuta Selatan. Kegiatan PKPR mencakup pelayanan klinik dan konseling di Puskesmas dan kegiatan di luar Puskesmas yaitu di sekolah yang meliputi penyuluhan, pembinaan, penjaringan dan pembentukan konselor sebaya. 2.2.3 Konsep Persepsi Mangkunegara mengatakan bahwa persepsi merupakan proses memberi arti dan makna terhadap lingkungan. Proses dalam persepsi dimulai dengan menafsirkan obyek lalu menerima stimulus (Input), mengorganisasikan stimulus, dan menafsirkan stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara membentuk sikap sehingga mempengaruhi perilaku dan menciptakan keseluruhan gambaran yang berarti. Persepsi dalam penelitian ini adalah pendapat atau suatu proses pemberian arti oleh siswa SMP terhadap program pelayanan kesehatan reproduksi remaja (PKPR) di sekolah dan di Puskesmas, yang dipengaruhi oleh faktor internal diantaranya pengetahuan, informasi baru, harapan, motivasi, sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi diantaranya dukungan sekolah, sosial budaya, kebijakan, sarana dan prasarana serta kelompok sebaya.

2.2.4 Konsep Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek menggunakan panca indara yaitu indra pendengaran, penglihatan, indra perasa, peraba, penciuman sehingga menghasilkan tahu. Penginderaan yang sangat berpengaruh yaitu indra penglihatan dan pendengaran. Pengetahuan sangat mempengaruhi sikap seseorang yang nantinya berpengaruh juga terhadap perilaku seseorang. Berbagai penelitian menyatakan bahwa perilaku yang didasari dengan pengetahuan lebih konsisten dibandingkan dengan tanpa adanya pengetahuan.

Pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang diketahui remaja tentang program pelayanan kesehatan reproduksi remaja dan informasi tentang kesehatan reproduksi remaja itu sendiri, meliputi pengetahuan tentang HIV/AIDS, infeksi melular seksual (IMS), narkotik dan zat adiktif (NAPZA), anemia dan lain sebagiainya. Pengetahuan siswa tersebut dipengaruhi oleh informasi, daya ingat, salah penafsiran, kognitif, minat, dan sumber informasi.

2.2.5 Konsep Sarana dan Prasarana

Sarana adalah perangkat atau peralatan yang digunakan untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan prasarana adalah faktor penunjang yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut atau terselenggaranya suatu kegiatan.

Sarana dalam penelitian ini adalah leaflet, buku panduan dan kelengkapan alat-alat yang digunakan dalam pelayanan kesehatan perduli remaja, sedangkan prasarananya adalah ruangan khusus di sekolah dan puskesmas untuk pelayanan remaja.

2.2.6 Konsep Sumber Informasi

Sumber informasi adalah segala hal yang dapat digunakan oleh seseorang sehingga mengetahui tentang hal yang baru, dan mempunyai cirri-ciri yaitu, 1) dapat dilihat, dibaca dan dipelajari; 2) diteliti, dikaji dan dianalisis; 3) dimanfaatkan

dan

dikembangkan

didalam

kegiatan-kegiatan

pendidikan,

penelitian, laboratorium; 4) ditransformasikan kepada orang lain.

Sumber Informasi dalam penelitian ini adalah segala hal yang dapat digunakan siswa untuk mendapatkan informasi tentang PKPR, dapat berupa leaflet, media elektronik, penyuluhan oleh petugas puskesmas, guru, orang tua dan lain sebagainya.

2.2.7 Konsep Kebijakan dan Dukungan

Kebijakan adalah keputusan suatu organisasi yang dimaksudkan untuk mengatasi permasalahan tertentu sebagai keputusan atau untuk mencapai tujuan tertentu, berisikan ketentuan-ketentuan yang dapat dijadikan pedoman perilaku dalam 1) pengambilan keputusan lebih lanjut, yang harus dilakukan baik kelompok sasaran ataupun (unit) organisasi pelaksana kebijakan; 2) penerapan atau pelaksanaan dari suatu kebijakan yang telah ditetapkan baik dalam hubungan

dengan (unit) organisasi pelaksana maupun dengan kelompok sasaran yang dimaksud.

Kebijakan dan dukungan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kebijakan dan dukungan dari sekolah serta Puskesmas terkait penyelenggaraan program PKPR.

2.2.8 Konsep Konselor Sebaya

Konselor sebaya adalah pendidik sebaya yang punya komitmen dan motivasi yang tinggi untuk memberikan konseling dalam program PKPR bagi kelompok siswa di sekolahnya. Konselor sebaya dalam penelitian ini adalah siswa SMP yang terpilih menjadi konselor sebaya dalam program PKPR di sekolah. 2.3

Landasan Teori Penelitian ini menggunakan modifikasi antara teori Lawrence Green dan

Kurt Lewin. Uraian tentang kedua teori tersebut dapat diuraiakan sebagai berikut. 2.3.1 Teori Lawrence Green Lawrence Green melakukan analisis perilaku manusia terkait kesehtaan. Kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor diluar perilaku dan faktor perilaku, sedangkan perilaku itu sendiri dibentuk melalui beberapa faktor, diantaranya seperti dibawah ini.

a. Faktor-faktor predesposisi (predisposing faktor) yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nila-nilai sosial budaya, dan sebagainya. b. Faktor- faktor pendukung (enabling factors), berkaitan dengan keadaan fisik, seperti sarana dan prasarana, fasilitas puskesmas, keberadaan jamban, dan lain sebagainya. c. Faktor-faktor pendorong ( reinforcing faktor), yaitu berhubungan dengan kebijakan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berhubungan dengan kesehatan masyarakat. Model teori Lawrence Green dapat digambarkan sebagai seperti gambar di bawah ini. Kerangka Teori Faktor Predisposisi : -Pengetahuan -Sikap -Kepercayaan Faktor Pendukung : Perilaku Kesehatan

-Lingkungan -Sarana dan Prasarana Faktor Pendorong : Sikap dan perilaku petugas kesehatan

Gambar 2.1 Skema Teori Lawrence Green Sumber : Teori Lawrence Green dalam Notoatmodjo, 2003

Berdasarkan teori diatas disimpulkan bahwa perilaku kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor pengetahuan, kepercayaan, sikap dan nilai-nilai dalam masyarakat, disamping itu fasilitas yang tersedia, kelengkapan alat, kenyamanan tempat, sikap petugas kesehatan serta kebijakan pemerintah dapat memperkuat prilaku dalam kesehatan (Notoatmodjo, 2012). 2.3.2 Teori Kurt Lewin Kurt Lewin (1970) mengemukakan bahwa suatu keseimbangan antara berbagai kekuatan pendorong ( driving forces) dan berbagai kekuatan penahan (restraining force) membentuk perilaku seseorang. Model teori Kurt Lewin dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.2 Skema Teori Kurt Lewin Sumber : Teori Kurt Lewin dalam Notoatmodjo, 2003.

Adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan tersebutdi dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku, sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah sebagai berikut. a.

Meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong.

Keadaan ini dapat terjadi

karena adanya rangsangan-rangsangan yang mendorong untuk terjadinya perubahan perilaku. rangsangan ini berupa konseling, penyuluhan, pemberian informasi tentang hal yang berkaitan dengan perilaku tersebut. b.

Menurunnya kekuatan penahan. Keadaan ini disebabkan oleh melemahnya stimulus yang menyebabkan menurunnya kekuatan penahan.

c.

Meningkatnya kekuatan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan sehingga menyebabkan perubahan perilaku (Notoatmodjo, 2012).

2.4 Model Penelitian Berdasarkan

teori

Lawrence

Green

dan

Kurt

Lewin,

maka

peneliti

menggambarkan model penelitian dalam kerangka di bawah ini. Predisposing Factor : Penghambat

Persepsi : - Pengetahuan -Harapan -Motivasi

Pemanfaatan PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja)

Enabling factors : Sarana & Prasarana Reinforcing Factors :

Pendorong

Kebijakan Sumber Informasi Dukungan Sekolah

Gambar 2.3 Kerangka Berfikir dan Konsep Penelitian Sumber : Teori Kurt Lewin dan Lawrence Green Dalam penelitian ini menggunakan modifiaksi antara teori Kurt Lewin dan Lawrence Green, dimana untuk teori Lawrence Green bahwa perilaku remaja (pemanfaatan PKPR) dibentuk oleh tiga faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendorong dan faktor pendukun.

faktor predisposisi yaitu berupa persepsi.

Persepsi itu sendiri dibentuk oleh faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah pengetahuan, harapan dan motivasi, sedangkan untuk

faktor eksternalnya adalah sosial budaya dan lingkungan. Selain faktor predesposisi, perilaku juga dibentuk oleh faktor pendukung yaitu adanya sarana prasarana dan sumber informasi program PKPR. Faktor pendorongnya yaitu kebijakan/dukungan sekolah, peran konselor sebaya dan juga peran petugas Puskesmas. Dari ketiga faktor tersebut bisa menjadi faktor pendorong dan juga faktor penghambat dalam pemanfaatan program PKPR ini. Oleh karena itu peneliti menggabungkan kedua teori ini yaitu Lawrence Green dan Kurt Lewin sehingga dapat menjawab tujuan penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini mengenai persepsi remaja tentang PKPR. Penelitian ini menggunakan rancangan kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Pendekatan ini dipilih agar

persepsi remaja dapat dieksplorasi lebih dalam sehingga

gambaran persepsi remaja tentang PKPR dapat tergambar secara nyata. Fenomenologi adalah suatu ilmu yang bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena, gambaran

dari sesuatu yang khusus, misalnya pengalaman hidup.

Fokus utama pendekatan fenomenologi yaitu pengalaman nyata yang digunakan untuk membantu peneliti memasuki persepsi orang lain dan berupaya memahami kehidupan sebagaimana dilihat oleh orang-orang tersebut. Fenomenologi memungkinkan peneliti untuk melihat fenomena pengalaman remaja yang bercerita tentang PKPR dengan sebebas mungkin dari intuisi yang tidak bisa diukur secara langsung (Saryono & Dwi , 2013). 3.1.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah di SMP yang menjadi binaan wilayah Puskesmas Kuta Selatan, adapun sekolah menengah pertama (SMP) tersebut adalah sekolah menengah pertama negeri (SMPN) 3 Kuta Selatan dan SMP Dwijendra serta Puskesmas Kuta Selatan. Lokasi penelian ini dipilih karena

program PKPR di Kuta Selatan lebih menitikberatkan pada SMP untuk mencegah permasalahan remaja sejak dini. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 sampai dengan Maret 2015. Pengambilan data penelitian dilaksanakan pada bulan Januari- Maret 2015 3.1.2 Subjek Penelitian Menurut Faisal (1990), pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif harus sesuai konsep pemilihan sampel yaitu memilih informan atau situasi sosial tertentu yang dapat memberikan informasi adekuat dan terpercaya mengenai halhal yang ingin digali dalam penelitian. Pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif

biasanya

menggunakan

purposive

sampling

dengan

berbagai

pendekatan yang representatif untuk penelitian kualitatif. Pada penelitian fenomenologi sampel yang diambil adalah sampel yang pernah mengalami substansi yang akan diteliti (Cresswell, 1998). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan purposive sampling, cara pemilihan partisipan dalam penelitian ini tidak diarahkan pada jumlah tetapi berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan sampai mencapai saturasi data. Oleh karena itu, pemilihan partisipan pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sesuai dengan tujuan penelitian. Hal ini dilakukan agar partisipan benar-benar menggambarkan 2005).

terhadap fenomena yang diteliti (Poerwandari,

Informan dalam penelitian ini mengacu pada prinsip kesesuaian dan tidak ada informsi lain yang dapat digali. Informan dalam penelitian ini dipilih untuk melihat persepsi remaja di sekolah SMP. Masing-masing sekolah diadakan dua focus group discussion (FGD). Dari dua FGD tersebut dibagi lagi menjadi satu FGD untuk siswa yang tergabung dalam organisasi siswa intra sekolah (OSIS ) laki-laki dan satu FGD untuk siswa OSIS perempuan. Kriteria inklusi partisipan dalam penelitian ini adalah siswa yang duduk di kelas VIII, siswa yang bersedia menjadi responden dan disetujui oleh orang tua, siswa yang tergabung di OSIS, siswa pernah mengikuti kegiatan PKPR di sekolah.

Jumlah Informan dalam

penelitian ini adalah 27 informan FGD dan 4 informan wawancara mendalam. 3.1.3 Jenis dan Sumber Data Jenis data dalam penelitian ini diperoleh dari sumber data primer dan sumber data sekunder. Data primer di dapatkan dari FGD dengan informan yaitu remaja SMP, selain itu data primer juga didapatkan dari wawancara mendalam dengan pemegang program PKPR Puskesmas , konselor sebaya, wakil kepala sekolah dan guru bimbingan konseling (BK) serta dari hasil observasi oleh peneliti . Jenis informasi yang diinginkan dari data primer yaitu persepsi, pengetahuan, harapan, bentuk kegiatan, dukungan , masalah remaja, pelaksanaan PKPR, kelengkapan sarana dan prasarana. Data sekunder diperoleh dari data kunjungan remaja ke Puskesmas dan data hasil kunjungan konseling ke konselor sebaya di sekolah. Data sekunder dalam penelitian ini digunakan untuk membantu dalam melakukan analisis data.

3.1.4 Instrumen Penelitian Dalam proses pengumpulan data penelitian kualitatif, peneliti berfungsi sebagai instrumen utama penelitian. Pada pelaksanaanya peneliti dibantu oleh pedoman pengumpulan data ( misalnya pedoman wawancara, pedoman FGD dan pedoman observasi terbuka. Pedoman ini membantu peneliti melakukan pengumpulan data secara efisien (Bungin, 2003). Penelitian ini menggunakan peneliti sendiri sebagai instrumen dan dibantu asisten dilengkapi dengan pedoman wawancara, pedoman FGD dan lembar observasi. 3.2 Metode dan Teknik Pengumpulan data Penelitian kualitatif memiliki banyak cara yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data, namum yang paling sering digunakan adalah wawancara mendalam, diskusi kelompok terarah dan observasi. Wawancara mendalam adalah proses tanya jawab secara bertatap muka antara informan dan pewawancara untuk memperoleh keterangan untuk tujuan, dapat menggunakan pedoman wawancara atau tidak. FGD mempunyai tujuan untuk memperoleh makna dari tema penelitian menurut pemahaman kelompok (Saryono & Dwi , 2013). Persiapan yang dilakukan adalah menyiapkan pedoman wawancara, sarana dan prasarana yang digunakan untuk FGD diantaranya adalah ruangan, alat perekam, alat tulis. Saat FGD peneliti dibantu oleh asisten sebagai notulen. Dalam pelaksanaannya, pertama melaksanakan FGD di SMP pertama, selain itu juga

melakukan observasi sarana dan prasarana dan laporan terkait prorgam PKPR di SMP tersebut , lalu dilanjutkan dengan wawancara mendalam kepada kepala sekolah, guru BK, dan konselor sebaya. Selanjutnya FGD di laksanakan di SMP kedua, dilanjutkan wawancara mendalam kepada kepala sekolah, Guru BK dan konselor sebaya. Selain kedua tekhnik terebut, peneliti juga melakukan observasi sarana dan prasarana serta laporan terkait prorgam PKPR. Langkah selanjutnya adalah melakukan wawancara mendalam kepada pemegang program PKPR di Puskesmas, mengobservasi sarana dan prasarana dan laporan terkait program PKPR. Metode dan teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dapat

digambarkan dalam tabel di bawah ini. Tabel 3.1 Metode dan tekhnik pengumpulan data Jenis data Primer

Sumber data Siswa yang sesuai dengan kriteria inklusi. -

Konselor Sebaya

Tekhnik - FGD

- Wawancara mendalam

Jumlah - Dua FGD (enamdua belas) orang / sekolah - Satu orang/sekolah - Satu orang/sekolah

-

Sekunder

Kepala sekolah

- Wawancara mendalam

-

Petugas Puskesmas (Petugas PKPR)

- Wawancara mendalam

-

Sarana & Prasarana

- Observasi

-

Data laporan puskesmas Data konselor sebaya di sekolah Data kegiatan PKPR di sekolah

- Satu orang

3.3 Metode dan Teknik Analisis Data Proses analisis data dilakukan secara simultan dengan proses pengumpulan data. Proses analisis data menggunakan analisa data tematik, analisis tematik adalah cara mengidentifikasi tema-tema yang terpola dalam suatu fenomena. Tema-tema ini dapat diidentifikasi, dikodekan secara induktif (data driven) dari data kualitatif mentah (transkrip wawancara, rekaman video, biografi, dan sebagainya) maupun secara deduktif (theory driven) berdasarkan hasil penelitian terdahulu maupun teori (1978, dalam Steubert & Carpenter, 1999). langkahlangkah dalam analisis tematik dapat di uraikan seperti di bawah ini. a. Membaca transkrip secara berulang-ulang b. Mengelompokkan kata-kata kunci c. Menbuat kategori-kategori d. Mengelompokkan kategori dalam subtema e. Merumuskan tema f. Mengintegrasikan hasil analisis kedalam bentuk deskriptif 3.3.1 Penyajian Hasil Analisis Data Metode dan tekhik penyajian hasil analisa data dalam penelitian ini dengan narasi dan uraian kata-kata dan juga penyajian menggunakan tabel-tabel. 3.3.2 Keabsahan Data Kehandalan dan kredibilitas data penelitian ini didapatkan dengan triangulasi data. Sutopo (2006), mengatakan bahwa untuk meningkatkan validitas

data dalam penelitian kualitatif dapat menggunakan triangulasi. Terdapat empat macam triangulasi yaitu (1) triangulasi sumber/ data, (2) triangulasi peneliti, (3) triangulasi metodologis dan (4) triangulasi teoritis. Dalam menarik kesimpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya dari satu sudut pandang saja, oleh karena itu triangulasi merupakan tekhnik yang didasari oleh pola pikir fenomenologi yang bersifat multiperspektif. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi data/sumber yaitu dengan menggunakan informan yaitu remaja SMP dari dua sekolah yang berbeda dan jenis kelamin yang berbeda yaitu laki-laki dan perempuan serta kriteria yang berbeda yaitu yang ikut OSIS serta di konfirmasi dengan melakukan wawancara mendalam kepada informan kunci yaitu pemegang program PKPR dan guru BK/ kepala sekolah dan konselor sebaya. Selain itu peneliti juga menggunakan triangulasi metode yaitu dengan metode melakukan dua kali FGD/ sekolah dan wawancara mendalam. 3.4 Etika Penelitian Peneliti telah mendapatkan ijin penelitian dari Kesbangpolinmas, Puskesmas Kuta Selatan dan kedua SMP. Karena responden yang digunakan adalah masyarakat, maka peneliti juga mendapatkan persetujuan dari Ethical Clearence pada komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Peneliti juga menggunakan informed consent untuk informan yang disetujui oleh orang tua. Menurut Moleong (2007), agar studi alamiah benar-benar dapat terjadi dan

peneliti tidak mendapat persoalan masalah etik, maka ada beberapa yang harus dipersiapkan diantaranya dapat di uraikan pada halaman selanjutnya. a. Meminta ijin pada penguasa setempat dimana penelitian akan dilaksanakan sekaligus memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan penelitian. b. Menempatkan orang-orang yang diteliti sama dengan peneliti bukan sebagai “objek”. c. Menghargai, menghormati, dan patuh semua norma, peraturan, nilai masyarakat, adat-istiadat, kepercayaan dan kebudayaan yang hidup di dalam masyarakat tempat penelitian dilakukan. d. Memegang segala rahasia yang berkaitan dengan informasi yang diberikan. e. Informasi tentang subjek tidak dipublikasikan bila subjek tidak menghendaki, termasuk nama subjek tidak akan dicantumkan dalam laporan penelitian. f. Peneliti dalam merekrut informan terlebih dahulu, memberikan informed consent, yaitu memberi tahu secara jujur maksud dan tujuan penelitian pada sampel dengan sejelas-jelasnya. g. Selama dan sesudah penelitian privasi tetap dijaga, semua informan diperlakukan sama, nama partisipan di ganti dengan nomor (anonimity), peneliti akan menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan dn hanya digunakan untuk kegiatan penelitian serta tidak akan di publikasikan tanpa izin paartisipan.

h. Selama pengambilan data peneliti memberi kenyamanan pada partisipan dengan mengambil tempat wawancara sesuai dengan keinginan partisipan. Sehingga partisipan dapat leluasa tanpa ada pengaruh lingkungan untuk mengunkapkan masalah yang dialami. (Poerwandari, 1998; Moleong, 2007)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini pada tiga tempat, yaitu Puskesmas Kuta Selatan, SMPN 3 Kuta Selatan dan SMP Dwijendra. Gambaran umum lokasi penelitian mencakup letak geografis, program kerja, jumlah siswa dan jumlah pegawai. Adapun gambaran umum ketiga lokasi penelitian dapat dilihat dalam uraian dibawah ini. 4.1.1

Gambaran Umum Kecamatan Kuta Selatan

Kecamatan Kuta Selatan merupakan salah satu kecamatan di wilayah Kabupaten Badung. Kecamatan Kuta Selatan merupakan kecamatan yang memiliki \wisata di enam Desanya. Desa Kutuh mempunyai objek wisata pantai pandawa,

Desa Pecatu mempunyai objek wisata pantai nyang-nyang, pantai

dreamland, pantai bingin,

pantai suluban dan Pura uluwatu. Desa Ungasan

mempunyai objek wisata pantai melasti ungasan, pantai bali cliff ungasan dan garuda wisnu kencana. Kelurahan Benoa mempunyai objek wisata pantai nusa dua dan pantai geger sawangan. Kelurahan jimbaran mempunyai objek wisata pantai balangan dan pantai jimbaran. Kelurahan Tanjung Benoa mempunyai objek wisata tirta tanjung benoa.

Sarana dan prasarana kesehatan yang berada di Puskesmas Kuta Selatan antara lain satu Puskesmas, enam pustu, enam puluh lima posyandu, tujuh

klinik, lima puluh dua praktek dokter, tiga belas praktek dokter spesialis, dua puluh satu bidan praktek. Tujuh bidan praktek swasta bekerja sama dengan jampersal. Capaian target di bidang kesehatan pada tahun 2014 adalah promosi kesehatan 98 %, kesehatan lingkungan 78 %, kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana 99 %, upaya perbaikan gizi masyarakat 99 %, upaya pemberantasan penyakit menular 95 % dan upaya pengobatan 80 %. Pencapaian untuk program remaja tidak ada laporan ke Kecamatan, karena pemegang progam PKPR mengatakan bahwa untuk PKPR tidak ada target tertentu.

Pelaksanaan Rencana Strategis Kantor Kecamatan Kuta Selatan tahun 2010 - 2015 berisi indikasi rencana program prioritas berikut kegiatan-kegiatan yang mendesak untuk dilakukan. Indaikasi rencana program prioritas meliputi a) Melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat; b) Melaksanakan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum; c) penyelenggaraan d)

kegiatan

pemerintahan

di

Mengoptimalkan

tingkat

kecamatan;

Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Di dalam renstra tersebut

program prioritas Kecamatan Kuta Selatan lebih menitikberatkan pada pembangunan dan kegiatan masyarakat, sedangkan untuk kesehatan dan remaja tidak masuk dalam program prioritas.

4.1.2 Gambaran Umum Puskesmas Kuta Selatan

Unit pelaksana tekhnis (UPT) Puskesmas Kuta Selatan merupakan salah satu Puskesmas dengan pelayanan UGD 24 jam dan klinik Voluntary Counseling Testing (VCT) – Infeksi menular seksual (IMS) yang terletak di Kecamatan Kuta

Selatan Kabupaten Badung. Cakupan wilayah Puskesmas Kuta Selatan meliputi tiga Desa dan tiga Kelurahan, yaitu Desa Pecatu, Desa Ungasan, Desa Kutuh, Kelurahan Jimbaran, Kelurahan Benoa dan Kelurahan Tanjung Benoa. Sumber daya UPT Puskesmas kuta selatan berdiri pada tahun 1982 dengan menggunakan tanah milik Dinas Pariwisata dan sumbangan bangunan dari BTDC yang berlokasi di lingkungan Banjar Penyarikan, Jl. Srikandi no 40 A Nusa Dua, dengan nama Puskesmas Benoa. Kemudian pada tahun 2001 berubah nama menjadi UPT. Puskesmas Kuta Selatan. Puskesmas terletak di area pemukiman penduduk yang padat, mudah dijangkau karena dekat dengan jalan utama dan fasilitas umum lainnya. Memiliki 6 buah puskesmas pembantu (PP) meliputi : PP Tanjung Benoa, PP Ungasan, PP Pecatu, PP Kutuh, PP Jimbaran I, PP Jimbaran II. Jumlah pegawai di Puskesmas Kuta Selatan berjumlah empat puluh dua orang yang terdiri dari dokter tujuh orang, dokter gigi dua orang, perawat sepuluh orang, bidan sepuluh orang, SKM satu orang, perawat gigi tiga orang, asisten apoteker satu orang, analis satu orang, gizi satu orang, administrasi satu orang, supir satu orang, kesling satu orang, pekarya satu orang dan cleaning servise tiga orang.

Program pokok puskesmas meliputi upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan. Upaya kesehatan wajib yang dimiliki Puskesmas diantaranya adalah 1) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA); 2) Keluarga Berencana (KB); 3) Gizi; 4) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular (P3M); 5) Kesehatan Lingkungan; 6) Promosi Kesehatan; 7) Pengobatan. Untuk upaya kesehatan pengembangan terdiri dari sebelas program, salah satu diantaranya adalah kesehatan remaja atau program PKPR. Program ini dijalankan di

puskesmas kuta selatan sejak tahun 2007,

program ini perlu dikembangkan

karena Puskesmas Kuta Selatan memiliki cakupan remaja paling banyak diantara Puskesmas lainnya yaitu 9161 remaja dan 21 sekolah. Dalam hal pelaksanaan program PKPR ini, sampai saat ini hanya menjangkau pelayanan di sekolah saja, sedangkan untuk akses ke teruna-teruni belum berjalan dikarenakan berbagai kendala diantaranya adalah luasnya wilayah dan minimnya tenaga kesehatan. Pelayanan klinik PKPR di Puskesmas sendiri hanya sebatas pengobatan dan untuk tempat layanan masih gabung dengan poli umum. Puskesmas juga belum mempunyai ruangan khusus untuk konseling remaja (Dinkes Kabupaten Badung, 2014).

4.1.3 Gambaran Umum SMPN 3 Kuta Selatan

SMPN 3 Kuta selatan adalah salah satu dari empat SMP Negeri yang ada di Kecamatan Kuta Selatan. SMPN 3 Kuta Selatan berdiri sejak tahun 1997 diatas tanah seluas 4.300 m2 dengan alamat JL.Pratama Tanjung Benoa Kelurahan Tanjung Benoa Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung Provinsi Bali. Sekolah ini terletak di kawasan pengembangan pariwisata Nusa Dua, Kecamatan Kuta Selatan Kabupaten Badung. Adapun jumlah siswa pada tahun 2015 ini terdiri dari kelas VII sebanyak dua ratus siswa, Kelas VIII sebanyak dua ratus tiga puluh delapan siswa dan kelas IX sebanyak dua ratus lima puluh siswa, sehingga total siswanya saat ini adalah enam ratus delapan puluh delapan siswa. Data guru dan pegawai di SMPN 3 Kuta Selatan, terdiri dari guru tetap (PNS) sebanyak dua puluh enam orang, guru honor sekolah sebanyak tiga belas orang dan staf tata

usaha sebanyak sembilan orang. Berdasarkan visi dan misi yang telah ditetapkan oleh SMPN 3 Kuta Selatan, Sekolah menetapkan dua puluh tujuh tujuan pendidikan di SMPN 3 Kuta selatan. Tujuan tersebut secara bertahap akan dimonitor, dievaluasi dan dikendalikan setiap kurun waktu satu tahun. Salah satu tujuan sekolah adalah terbentuknya pemahaman peserta didik terhadap bahaya narkoba dan HIV/AIDS, Oleh karena itu untuk mewujudkan tujuan tersebut, sekolah bekerjasama dengan Puskesmas dalam pelaksanaan kegiatan PKPR di Sekolah. Program PKPR ini sudah berjalan sejak tahun 2007 di SMPN 3 Kuta Selatan, setiap tahun puskesmas juga rutin mengadakan penyuluhan dan penjaringan ke sekolah. Pembentukan konselor sebaya dilaksanakan saat sekolah akan mengadakan lomba Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Jumlah konselor sebaya di SMPN 3 Kuta Selatan sebanyak tiga puluh siswa. Fasilitas konseling yang disediakan oleh SMPN 3 Kuta Selatan yaitu ruang UKS yang sudah dibagi menjadi dua ruangan yaitu untuk laki-laki dan perempuan.

4.1.4 Gambaran Umum SMP Dwijendra

SMP Dwijendra terletak di Jln. I gusti Ngurah Rai, Bualu, kecamatan Kuta Selatan. Jumlah total siswa SMP Dwijendra adalah enam ratus dua siswa. Banyaknya siswa dan keterbatasan ruangan menyebabkan pembelajaran siswa di bagi menjadi pagi dan siang. Program PKPR di SMP Dwijendra sudah berlangsung sejak tahun 2007. Kerjasama untuk pelayanan klinik PKPR antara sekolah dan SMP Dwijendra sudah berlangsung sejak lama yaitu dengan adanya pengobatan gratis bagi siswa yang sakit. Untuk kegiatan PKPR disekolah yaitu

berupa penyuluhan saat masa orientasi siswa (MOS) dan penjaringan tiap tahun ke sekolah. Di SMP Dwijendra belum ada konselor sebaya. Kondisi ini dikarenakan pembentukan konselor sebaya di fokuskan pada sekolah yang akan mengikuti lomba UKS. Lokasi Penelitian ditentukan berdasarkan kesepakatan antara peneliti dan informan. Lokasi penelitian bagi informan FDG adalah dimasing-masing sekolah yaitu di SMPN 3 Kuta selatan dan SMP Dwijendra, untuk wawancara mendalam dengan guru bimbingan konseling (BK), wakil kepala sekolah dan konselor sebaya di masing-masing sekolah, sedangkan untuk pemegang program PKPR wawancara mendalam dilaksanakan di Puskesmas Kuta Selatan. 4.2 Karakteristik Informan Pengambilan informan dalam penelitian ini yaitu siswa di dua SMP perwakilan dengan menggunakan metode FGD Jumlah Informan sebanyak 27 siswa. FGD sendiri di bagi menjadi 2 kategori di masing-masing sekolah, yaitu OSIS

laki-laki dan OSIS perempuan. Untuk informan kunci menggunakan

wawancara mendalam dengan jumlah empat orang, yaitu dari guru BK, wakil kepala sekolah, konselor sebaya dan petugas Puskesmas. Karakteristik informan FGD dapat dilihat dari Umur, pendidikan dan alamat yang akan ditampilkan dalam tabel pada halaman berikutnya

Tabel 4.1 Karakteristik Informan FGD OSIS Perempuan No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Kode Informan 1A 2A 3A 4A 5A 6A 1D 2D 3D 4D 5D 6D 7D

Umur (th) 14 14 13 14 14 14 14 13 14 13 14 14 14

Pendidikan Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII

Alamat Benoa Jimbaran Jimbaran Jimbaran Nusa Dua Nusa Dua Benoa Benoa Kampial Benoa Benoa Benoa Benoa

Berdasarkan hasil FGD pada siswa OSIS Perempuan di dua SMP, didapatkan data bahwa sebagian besar informan berusia 14 tahun, sebagian kecil lainnya berusia 13 tahun. Semua menjabat sebagai anggota OSIS di SMP masingmasing dan semua tinggal di wilayah Kecamatan Kuta Selatan.

Tabel 4.2 Karakteristik Informan FGD OSIS Laki-laki No

Kode Informan 1B 2B 3B 4B 5B 6B 1C 2C 3C 4C 5C 6C 7C 8C

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.

Umur (th) 15 13 13 13 14 14 14 14 13 16 15 12 15 13

Pendidikan Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII Kelas VIII

Alamat Jimbaran Benoa Benoa Nusa Dua Nusa Dua Benoa Kampial Benoa Benoa Kampial Benoa Benoa Benoa Jimbaran

Berdasarkan hasil FGD pada siswa OSIS laki-laki di dua SMP, didapatkan data bahwa sebagian besar informan berusia 13 tahun, sebagian lainnya berusia 14 tahun, 15 tahun dan ada yang berusia 16 tahun. Semua menjabat sebagai anggota OSIS di SMP masing-masing dan semua tinggal di wilayah Kecamatan Kuta Selatan. Karakteristik Informan untuk wawancara mendalam dapat dilihat dari usia, tingkat pendidikan, status informan dan alamat informan. Adapun informan untuk wawancara mendalam dalam penelitian ini berjumlah empat Orang yang akan disajikan dalam tabel pada halaman berikutnya.

Tabel 4.5 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam No

Pendidikan

Status Informan

Alamat

1.

Kode Umur Informan (th) PKM 55

D3 Kebidanan

Pemegang Program PKPR

Kedonganan

2.

WM KS

15

SMP Kelas IX

Konselor Sebaya

Benoa

3.

WK SDJ

54

S2

Wakil Kepala Sekolah

Jimbaran

4.

BK S3KS

50

SI

Guru BK

Nusa Dua

Berdasarkan hasil wawancara mendalam didapatkan hasil bahwa sebagian besar informan berusia antara 50-55 tahun, sedangkan untuk konselor sebaya berusia 15 tahun. Semua informan mempunyai latar belakang studi D3 sampai dengan S2. Tempat tinggal informan bervariasi tapi masih di dalam wilayah Jimbaran dan Nusa Dua. 4.3 Hasil Penelitian dan Pembahasan 4.3.1 Persepsi

Remaja Terhadap Keberadaan, Faktor Pendukung dan

Faktor Penghambat PKPR. Hasil penelitian terkait persepsi remaja terhadap keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR di uraikan dalam uraian dibawah ini.

4.3.1.1 Persepsi Remaja Terhadap Keberadaan PKPR Hasil FGD mengenai persepsi remaja terhadap keberadaan PKPR, menyebutkan bahwa, menurut siswa keberadaan PKPR sangat penting dan bermanfaat untuk mencegah dan mengatasi permasalahan remaja. Sebagian besar siswa menganggap keberadaan PKPR hanya ada di sekolah saja, namun ada beberapa siswa yang menganggap bahwa keberadaan PKPR juga ada di Puskesmas dan di Desa-Desa. Untuk Keberadaan pelayanan Klinik PKPR, siswa OSIS sebagian besar menganggap bahwa pelayanan klinik dalam PKPR berada di Puskesmas, RS, Posyandu dan tempat kesehatan lainnya, hanya sebagian kecil yang tidak tahu tempat pelayanan klinik dalam PKPR. Beberapa pernyataan informan terkait keberadaan PKPR dapat dilihat pada uraian dibawah ini. “ Menurut saya keberadaan PKPR itu bermanfaat, mungkin karena kurang memahami, supaya masyarakat lebih tahu dan lebih paham maka harus diperbanyak juga” (FGD 3A S3KS) “Menurut saya, PKPR itu jangan di sekolah saja tetapi juga penting di masyarakat, supaya masyarakat tahu keberadaan PKPR dan dapat memanfaatkannya” (FGD 5A S3KS) “ Seharusnya PKPR ada di sekolah, desa di balai banjar, dan RS. Kegiatannya selain penyuluhan ada konseling juga. Tapi saya gak tau kalau ada di puskesmas” (FGD 3C SDJ) Menurut wakil kepala sekolah, keberadaan PKPR ada di sekolah dan puskesmas. Sekolah sudah ada kerjasama untuk pengobatan gratis ke puskesmas. Bagi siswa yang mengalami permasalahan diselesaikan oleh sekolah dulu dengan

bimbingan konseling, jika tidak dapat menangani baru di rujuk ke puskesmas. Hal senada juga diungkapkan oleh guru BK yang selama ini mengetahui keberadaan PKPR di sekolah maupun di Puskesmas. Menurut pemegang program puskesmas, pelayanan klinik PKPR seharusnya ada di desa, sekolah, puskesmas maupun di RS. Sedangkan kegiatan PKPR seharusnya bukan hanya disekolah tetapi juga di masyarakat seperti pada teruna-teruni atau pondok pesantren. Selama ini Puskesmas belum menjangkau kesana karena aksesnya sulit dan terbentur pada jam kerja remaja tersebut, akan tetapi untuk rencana kedepan akan ada kerjasama dengan promkes untuk ke teruna-teruni. Beberapa pernyataan informan mengenai keberadaan PKPR dapat dilihat dalam uraian di bawah ini . “ Kalau ke teruna-teruni jelas aksesnya susah atau mereka kan kerja, kerjanya kan gak sama, kalau kerja sore gak mungkin kita ndatangkan sore, jadi gak mungkin kan kita pembinaan kalau sedikit. Jadi rencananya kerjasama dengan promkes, maunya sich rencana kesitu tapi selama ini belum berjalan” (WM PKM) Biasanya setiap tahun itu puskesmas mendata berapa kita dapat murid, jumlah siswa berapa, terus dikaitkan dengan MOS, maka ada sejenis kerjasama bahwa setiap tahun puskesmas pasti kesini memberikan penyuluhan”. “ Dulu sebelum pengobatan gratis, sekolah kita memang diberitahu bahwa bisa dibawa ke puskesmas dan biayanya gratis. Semua jenis kasus sakit. Bahkan pernah diberi sejenis softnes untuk pembalut wanita”. (WM WKSDJ) Siswa dan pihak sekolah mengetahui keberadaan PKPR dari sosialisasi. Sosialisasi dilaksanakan oleh petugas Puskesmas, saat masa orientasi siswa (MOS) dan lomba UKS. Sosialisasi dilaksanakan dalam bentuk ceramah dan tanya jawab di Aula atau di kelas-kelas. Hal ini sesuai dengan pernyataan wakil kepala sekolah SMP bahwa, walaupun secara khusus beliau tidak pernah mendengar PKPR secara langsung, akan tetapi beliau mengatakan bahwa hampir

setiap tahun Puskesmas mengadakan ceramah kepada anak-anak dan ada sejenis imunisasi. Setiap tahun, Puskesmas juga mengadakan penjaringan ke sekolah. Menurut guru bimbingan konseling (BK), Puskesmas mensosialisaikan ke SMP waktu akan mengikuti lomba UKS, Puskesmas datang bersama dengan team. Puskesmas juga mensosialisasikan ke guru BK bahwa jika ada masalah remaja yang tidak bisa ditangani sekolah, maka puskesmas menyarankan merujuk ke puskesmas. Beberapa pernyataan dan informan terkait sosialisai dapat diuraiakan sebagai berikut. “Pernah, pada waktu itu diadakan di sekolah, pada waktu bulan Oktober, mau lomba UKS, yang mensosialisasikan adalah puskesmas” (WM KS S3KS) “Iya waktu MOS itu membentuk tim untuk penyuluhan, jadi sama promkes, sama petugas UKS dan petugas terkait seperti penyuluhan tentang HIV/AIDS ya dengan petugas VCT, IMS dengan VCT juga dn GIzi dengan Ahlinya” (WM PKM) “ Selama ini memang belum ada target khusus ya tapi katanya sich ambil saja 20 % dari penduduk, berarti 20 % nya itu remaja dianggap. Jadi kita ngambilnya dari sekolah saja. kalau untuk skrening dan pembinaanpembinaan itu 2 kali setahun), (WM PKM) “Iya saya tahu bu, karena kita kan selalu bekerjasama dengan puskesmas bu, biasanya mereka ke sekolah untuk memberi informasi tentang kesehatan remaja”. “ Mereka diberi sosialisai berupa penyuluhan saja, materi mereka kasih dan kemudian mereka disuruh mencoba, seperti mengukur TB,BB dan LILA” (WM BK S3KS) PKPR adalah suatu program yang dikembangkan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang menekankan pada puskesmas. Singkatnya, PKPR adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan untuk remaja, dimana pelayanannya dapat diakses oleh semua

golongan remaja, dapat diterima, sesuai, komprehensif, efektif dan efisien. Program PKPR mempunyai sasaran yaitu semua remaja usia 10 - 19 tahun dan belum menikah, remaja yang dimaksud disini adalah remaja baik sekolah maupun tidak, sehingga bisa melalui karang taruna, remaja masjid, dll, (Kemenkes RI, 2011). Menurut pemegang program PKPR Puskesmas Kuta Selatan, selama ini pelaksanaan kegiatan PKPR hanya menjangkau remaja melalui sekolah saja, untuk akses ke teruna-teruni selama ini belum bisa menjangkau kesana karena aksesnya sulit dan terbentur pada jam kerja remaja tersebut. Berdasarkan hasil FGD menyebutkan bahwa hanya sebagian kecil siswa yang mengetahui pengertian dari program PKPR, sehingga menimbulkan persepsi yang berbedabeda tentang keberadaan program PKPR tersebut. Dari kedua sekolah tersebut hanya sebagian kecil saja yang menganggap bahwa selain disekolah, keberadaan PKPR juga di desa-desa dan puskesmas. Hal berbeda ini memang sesuai dengan pernyataan dari pemegang program puskesmas kuta selatan bahwa pembentukan konselor sebaya selama ini tidak merata, sehingga pembentukannya hanya dilakukan pada sekolah yang akan mengikuti lomba UKS saja. Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Pemegang program PKPR Puskesmas Kuta Selatan, bahwa ketidakmerataan pembentukan konselor sebaya di tiap sekolah dikarenakan waktu yang dibutuhkan untuk pelatihan yaitu selama satu minggu

sehingga dapat mengganggu proses belajar mengajar, selain itu adanya keterbatasan dana dan juga tenaga dalam kegiatan tersebut. Begitu juga dengan dengan perbedaan persepsi antar siswa tentang keberadaan PKPR, hal ini dikarenakan kurang maksimalnya sosialisasi tentang PKPR itu sendiri, sehingga tidak semua mengetahui keberadaan PKPR ini. Hal serupa juga sejalan dengan penelitian kualitatif yang dilakukan oleh Arsani (2013) di Kecamatan Buleleng yang menyebutkan bahwa Program PKPR yang dicanangkan Puskesmas Buleleng 1 sebagian besar sudah terlaksana dengan baik, namun masih ada satu sasaran yang belum tercapai yaitu pembentukan konselor sebaya serta belum maksimalnya sosialisasi kepada remaja secara luas.

4.3.1.1 Persepsi Remaja Tentang Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat PKPR Menurut persepsi siswa, faktor pendukung PKPR disekolah diantaranya adalah dukungan dari sekolah berupa waktu dan fasilitas yang disediakan, peran konselor sebaya untuk menolong teman yang sakit dan untuk konseling, sarana dan prasarana UKS yang menunjang dan dianggap sudah lengkap serta materi penyuluhan yang menarik. Faktor penghambatnya sendiri yaitu minimnya informasi tentang keberadaan konseling disekolah maupun dipuskesmas, peran petugas puskesmas yang kurang ramah, kapasitas ruangan yang kurang, waktu yang sangat terbatas, dan beralih fungsinya UKS menjadi gudang. Hal tersebut

sama dengan pernyataan dari wakil kepala sekolah, bahwa waktu yang disediakan untuk penyuluhan hanya satu jam dan satu sesi saja, hal ini di karenakan keterbatasan waktu untuk kegiatan MOS. Waktu pelatihan yang dibutuhkan untuk pelatihan konselor sebaya yaitu selama satu minggu. Hal senada juga di ungkapkan oleh guru BK dan juga konselor sebaya bahwa dukungan dari sekolah berupa waktu, pendanaan juga kelengkapan sarana dan prasarana yang digunakan. Wakil kepala sekolah SMP juga mengatakan bahwa sekolah sangat mendukung akan semua hal yang positif, termasuk menyediakan dana sesuai anggaran, jika tidak memungkinkan maka dibuatlah skala prioritas. Hal ini terbukti dengan pembangunan kran cuci tangan seperti yang disarankan oleh puskesmas tahun lalu. Pemegang program PKPR mengatakan bahwa selama ini sekolah sangat mendukung kegiatan PKPR di sekolah, sekolah juga menanyakan apa saja alatalat yang dibutuhkan untuk kegiatan ini. Dukungan dari dinas yaitu pengadaan poster, leaflet, kartu menuju sehat (KMS), serta UKS kit yang diberikan ke sekolah, akan tetapi jumlahnya tidak merata. Puskesmas sendiri mendukung kegiatan ini, akan tetapi tidak ada anggaran dana khusus sehingga mengambil dari BOK. Puskesmas juga tidak menyediakan tenaga khusus, sehingga kekurangan tenaga. Pernyataan informan mengenai dukungan dapat diuraikan dalam pernyataan berikut ini. “ Sekolah meminta tim PKPR untuk datang kesini dan melatih siswa agar lebih berpengetahuan, dan sekolah juga menyediakan waktu” (FGD 1B S3KS) “Diberikan waktu untuk penyuluhan dn diijinkan mengikuti” (FGD 3A S3KS) “ Seharusnya menyediakan waktu yang lebih lama dan sarananya harusnya lebih lengkap dan seharusnya semua pihak sekolah ikut

mendengarkan dan muridnya lebih terti. Selain itu alat-alat peraga juga tidak ada”. (FGD 7D SDJ) “Karena yang dibentuk konselor kan yang maju ke lomba jadi mereka sangat mendukung, kan kita juga pembinaan-pembinaan di sekolah, yang perlu disiapkan di UKS apa saja, ada penyuluhan dan lain sebagianya”. (WM PKM) “Dari kepala sekolah memberikan waktu juga, kemudian pendanaan juga, apa saja yang dibutuhkan PKPR di UKS kepala sekolah mendukung, kita tinggal mengajukan saja apa2 yang dibutuhkan” (WM BK S3KS) “Kalau program positif pasti mendukung, misalnya untuk perbaikan UKS pati kita sediakan sesuai alokasi dana. Misalnya tahun kemarin harus ada kran untuk cuci tangan, sekarang sudah kita buat. Kita selalu open dengan masukan dari mana saja. Kalau tidak ada dana pasti kita buat skala prioritas”. (WM WK SDJ) “ Iya ada semacam UKS kit dari dinas, kita ngasihkan yang antusias mau ke lomba baru dikasih dari sini, Jadi gak semua kebagian”. (WM PKM) Guru BK dan konselor sebaya mengatkan bahwa sarana dan prasarana yang disediakan untuk kegiatan ini cukup lengkap, alat-alat yang ada di UKS yaitu ada pengukur tinggi badan (TB), pengukur berat badan (BB), alat tes ketajaman mata, pengukur LILA (lingkar lengan atas), kartu menuju sehat (KMS) remaja, Tensimeter, alat pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K) dan juga daftar obat-obatannya. Sarana dan prasarana yang digunakan untuk penyuluhan ada LCD dan proyektor, brosur, leaflet dan poster juga disediakan oleh puskesmas, kms remaja juga ada tapi jumlahnya terbatas. Ruangan konseling yang disediakan yaitu UKS. Menurut konselor sebaya, faktor penghambat pemanfaatan PKPR di sekolah yaitu tidak ada ruangan khusus untuk konseling. Selama ini ruang konseling yang digunakan yaitu UKS, akan tetapi kerahasiaan siswa kurang terjaga. Pemegang Program PKPR mengatakan bahwa selama ini sarana dan

prasarana dimasing-masing sekolah berbeda-beda tergantung sekolahnya, untuk dinas sendiri menyediakan bantuan leaflet, materi dan UKS kit akan tetapi jumlahnya terbatas. Di Puskesmas ruangan khusus konseling tidak ada, untuk pelayanan klinik digabung menjadi satu dengan poli umum, selain itu program remaja ini bukan program prioritas. Saat peneliti melakukan observasi didapatkan hasil bahwa masing-masing sekolah mempunyai LCD dan proyektor untuk penyuluhan. Semua sekolah tidak mempunyai alat-alat peraga permaianan seperti di buku panduan PKPR. Di SMP yang PKPR Nya berjalan dengan baik, UKS nya di bagi menjadi dua ruangan yaitu untuk laki-laki sendiri dan perempuan sendiri, ada jadwal piket dan peralatannya juga lengkap akan tetapi kebersihannya kurang. Sedangkan untuk sekolah SMP satunya, hanya mempunyai satu ruang untuk UKS, dan saat renovasi ini sudah beralih fungsi menjadi gudang. Alat-alat di UKS juga terlihat tidak terawat dan jarang digunakan. Di Puskesmas tidak ada ruangan khusus untuk konseling, untuk pelayanana klinik dijadikan satu dengan poliumum. Berbagai pernyataan informan terkait sarana dan prasarana dapat dilihat dalam uraian berikut ini. “Ada, di ruang UKS, tetapi kurang terjaga karena banyak yang ingin tahu. Kalau misalnya ada yang sakit sedikit, semua pada ngerubungin gitu” (WM KS S3KS) “ Iya ada semacam UKS kit dari dinas, kita ngasihkan yang antusias mau ke lomba baru dikasih dari sini, Jadi gak semua kebagian” (WM PKM) Sebagian besar OSIS laki-laki mengatakan bahwa peran petugas puskesmas cukup bagus, akan tetapi ada sebagian kecil yang mengatakan kurang

bagus sedangkan untuk OSIS perempuan sebagian besar mengatakan peran petugas puskesmas biasa saja, hanya sebagian kecil yang mengatakan bagus. Menurut wakil kepala sekolah SMP, yang menjadi faktor penghambat pemanfaatan pelayanan PKPR di sekolah adalah kurangnya pembinaan dari puskesmas. Selama ini sekolah sudah terbuka akan program-program yang positif, dan sudah maksimal mendukung akan kegiatan tersebut. Sekolah juga selalu bekerjasama jika ada siswanya yang sakit maka di rujuk ke puskesmas. Lain halnya dengan kondisi di SMP satunya, menurut guru BK, dukungan dari puskesmas yaitu tenaga untuk penyuluhan dan pembinaan juga UKS kit untuk sekolah. Siswa juga sangat senang dan antusias menyambut kegiatan ini, akan tetapi karena ada keterbatasan tempat jadi tidak semua siswa bisa di ikutkan dalam kegiatan ini sehingga diutamakan yang konselor dulu. Faktor penghambat pemanfaatan PKPR di puskesmas menurut guru BK adalah banyaknya orang tua yang mempunyai tanggungan di perusahaan sehingga enggan merujuk anaknya ke puskesmas. Menurut siswa sendiri, peran petugas puskesmas dinilai cukup bagus akan tetapi ada sebagian kecil yang mengatakan bahwa penyampaiannya susah di pahami siswa. Menurut pemegang program PKPR, hambatan selama ini adalah tidak adanya laporan dari sekolah terkait masalah siswanya dan belum ada akses ke teruna-teruni. Puskesmas juga menganggap remaja kurang terbuka sehingga kasus tersebut terdeteksi jika sudah terjadi kegawatan, misalnya saja masuk UGD dengan perdarahan. “Ibunya yang membawa ke UGD, perdarahan dikira jatuh, akhirnya setelah diperiksa kok ada janin, akhirnya setelah melahirkan remaja tersebut meningga” “Ya itu hambatannya laporan gak ada masuk, itu

mestinya ada timbal balik, meskinya kan tidak hanya sekolah saja tetapi juga truna truni juga masuk” (WM PKM)

“Petugasnya kurang baik dan kurang ramah” (FGD 7D SDJ) “ Karena gini ya bu, anak-anak kan banyak yang tanggungan dengan perusahaan, jadi ada orang tua ada yang mengerti ada yang tidak sehingga kami menghubungi dulu orang tua kalau mengijinkan baru dirujuk ke puskesmas. Disini untuk masalahnya juga sangat minim sekali” (WM BK S3KS) “Menurut saya belum maksimal, mungkin jenis layanannya banyak , mungkin dianggap nomer sekianlah, mungkin dianggap daerah maju sehingga info mudah didapatkan lewat internet atau televisi, mungkin seperti itu” (WM WK SDJ) OSIS SMP baik laki-laki maupun perempuan mengatakan bahwa ada brosur saat penyuluhan akan tetapi tidak semua mendapatkan brosur tersebut. Hal tersebut juga diungkapkan oleh guru BK dan juga pihak Puskesmas, bahwa ada bantuan brosur-brosur dari dinas akan tetapi jumlahnya sedikit sehingga pembagiannya tidak merata. Pernyataan terkait pengadaan brosur, dapat dilihat dari uraian berikut ini. “Brosur-brosur tentang bahaya narkoba, sek bebas dan kenakalankenakalan remaja masa kini” (FGD 4B S3KS) “ Harapan saya alat-alat UKS dilengkapi, brosur diperbanyak dan lebih sering lagi diadakan penyuluhan” (FGD 8C SDJ) Menurut

teori Lawrence Green bahwa perilaku remaja (pemanfaatan

PKPR) dibentuk oleh 3 faktor yaitu predisposisi yaitu berupa persepsi, dimana

persepsi itu sendiri dibentuk oleh faktor internal dan juga faktor eksternal. Faktor internal antara lain adalah pengetahuan, harapan dan motivasi, sedangkan untuk faktor eksternalnya adalah sosial budaya dan lingkungan. Selain faktor predesposisi, perilaku juga dibentuk oleh faktor pendukung yaitu adanya sarana prasarana dan sumber informasi program PKPR, sedangkan untuk faktor pendorongnya

yaitu

kebijakan/dukungan

sekolah

dan

konselor

sebaya

(Notoatmodjo, 2012). Menurut Kurt Lewin dalam Notoatmojdo (20102), bahwa adanya ketidakseimbangan antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan tersebut di dalam diri seseorang menyebabkan perubahan perilaku, sehingga kemungkinan tiga perubahan perilaku pada diri seseorang adalah meningkatnya kekuatan-kekuatan pendorong, menurunnya kekuatan penahan dan meningkatnya kekutan pendorong dan menurunnya kekuatan penahan. Menurut siswa faktor pendorong PKPR disekolah yaitu dari reinforcing faktor meliputi dukungan dari sekolah dan peran konselor sebaya. Untuk enabling faktor, sarana dan prasarana UKS yang menunjang dianggap sudah lengkap dan sumber informasi juga dianggap professional sehingga merupakan faktor pendorong juga. Minimnya informasi tentang keberadaan konseling disekolah maupun dipuskesmas dianggap menjadi faktor penghambat PKPR. Untuk faktor predisposisi, persepsi yang positif tentang PKPR menjadi faktor pendukung dalam PKPR ini. Siswa SMP satunya menganggap bahwa sarana dan prasarana dianggap sebagai faktor penghambat karena kurang lengkapnya alat-alat UKS, kekurangan brosur dan tempat penyuluhan yang tidak dapat menampung siswa sehingga menimbulkan suasana tidak kondusif. Sumber informasi menjadi faktor penghambat karena

sebagian dari mereka menganggap penjelasan dari pihak puskesmas berbelit-belit dan sikapnya kurang ramah. Untuk faktor pendorong, kebijakan/ dukungan sekolah dianggap sebagai faktor pendorong karena menurut mereka sekolah sudah sangat mendukung kegiatan tersebut dengan mengadakan penyuluhan setiap MOS. Konselor sebaya dianggap sebagai faktor penghambat karena disekolah mereka tidak ada konselor sebaya. Untuk faktor predisposisi, persepsi dianggap sebagai faktor pendukung PKPR karena persepsi siswa terhadap program PKPR ini sangat bagus. Dalam pelayanan PKPR, sarana dan prasarana yang seharusnya ada di Puskesmas yaitu adanya ruang untuk konsultasi dan sesuai alur model pelayanan PKPR. Di Sekolah seharusnya ruang UKS dibagi menjadi 2 yaitu laki-laki dan perempuan, penyuluhan diadakan di kelas-kelas menggunakan liquid crystal display (LCD) dan proyektor, terdapat konselor sebaya di masing-masing sekolah dan ada alat-alat permainan (Kemenkes RI, 2011). Berdasarkan hasil Observasi di SMP,

pelaksanaan

penyuluhan

sudah

diadakan

dikelas-kelas,

dengan

menggunakan LCD Proyektor, sudah dibentuk konselor sebaya, dan UKS juga sudah dibagi menjadi dua ruangan yaitu laki-laki dan perempuan, akan tetapi disana belum ada alat-alat permainan. Di SMP satunya, UKS beralih fungsi menjadi gudang dan alat-alatnya tidak terawat, belum ada konselor sebaya dan ruangan penyuluhan tidak memenuhi kapasitas. Kondisi ini sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan pemegang program PKPR Puskesmas Kuta Selatan, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan PKPR tergantung kondisi di

masing-masing sekolah, karena puskesmas sendiri

tidak ada anggaran dana

tertentu untuk program PKPR ini. 4.3.2 Persepsi Remaja Tentang Bentuk Kegiatan PKPR Siswa OSIS SMP pertama menganggap bahwa bentuk kegiatan dalam PKPR ini menarik dan menyenangkan. Menurut siswa bentuk kegiatan PKPR adalah penyuluhan waktu MOS dan lomba UKS, sosialisasi, penjaringan, pembinaan, kegiatan pembentukan konselor sebaya dan sebagian menganggap ada kegiatan konseling juga. Hasil FGD mengenai persepsi remaja tentang bentuk pelayanan klinik dalam PKPR, menyebutkan bahwa sebagaian besar siswa mengetahui bahwa bentuk pelayanan klinik di puskesmas hanya sebatas untuk berobat saja sedangkan untuk konseling mereka tidak mengetahuinya. Penyataan informan terkait bentuk kegiatannya dapat dilihat dalam uraian berikut ini. “Kegiatannya menarik dan tentu sangat menyenangkan karena kegiatan PKPR seru, saya suka kegiatan social. Kegiatannya berupa penyuluhan, pelatihan konselor dan banyak lagi yang lainnya” (WM KS S3KS) “ Menurut saya, PKPR harusnya lebih sering dilaksanakan biar semua tahu” (FGD 4A S3KS) “Menurut saya, materi yang diberikan saat PKPR cukup menarik, seperti HIV/AIDS dn Narkoba, tapi sayang gak ada brosur” (FGD 3C SDJ) “ Seharusnya lebih sering mengadakan penyuluhan tentang remaja dan bahasanya harus lebih jelas lagi” (FGD 4C SDJ)

Pernyataan siswa di atas juga di dukung oleh pernyataan dari beberapa informan kunci saat wawancara mendalam. Beberapa penyataan informan dapat dilihat dari uraian berikut. “Ya mereka senang, antusias dan inging mengikuti semua kegiatan” (WM BK S3KS) “Respon anak-anak sangat antusias, tapi untuk penyadaran anak-anak butuh waktu” (WM WK SDJ) Biasanya setiap tahun itu puskesmas mendata berapa kita dapat murid, jumlah siswa berapa, terus dikaitkan dengan MOS, maka ada sejenis kerjasama bahwa setiap tahun puskesmas pasti kesini memberikan penyuluhan. Dulu sebelum pengobatan gratis, sekolah kita memang diberitahu bahwa bisa dibawa ke puskesmas dan biayanya gratis. Semua jenis kasus sakit. Bahkan pernah diberi sejenis softnes untuk pembalut wanita”. (WM WKSDJ) Sebagian besar siswa pernah memanfaatkan pelayanan klinik di Puskesmas dengan alasan yang berbeda-beda, akan tetapi ada siswa yang tidak pernah memanfaatkan pelayanan klinik di Puskesmas, hal ini dikarenakan jika mereka sakit maka sekolah merujuk ke RS swasta. Bagi siswa yang pernah memanfaatkan pelayanan klinik, mereka memanfaatkan pelayanan klinik tersebut hanya untuk berobat saja. Mereka tidak pernah konseling masalah remaja karena mereka tidak pernah mengalami masalah remaja. Seandainya mereka mengalami permasalahan remaja dan mereka bahwa di Puskesmas selain pelayanan klinik juga ada pelayanan konseling, maka mereka semua mau memanfaatkan pelayanan tersebut. Berdasarkan hasil wawancara mendalam, wakil kepala sekolah mengatakan bahwa SMP sering merujuk siswanya ke puskesmas, karena sudah ada kerjasama

dengan puskesmas untuk pelayanan klinik. Pihak sekolah juga mensosialisasikan ke siswa supaya melapor ke sekolah jika sakit, sehingga bisa ditangani. Selama ini sekolah hanya merujuk siswanya yang sakit saja, sedangkan untuk konseling tidak pernah karena biasanya ditangani sendiri oleh sekolah. Bagi SMP yang jarang memanfaatkan pelayanan klinik PKPR hal ini dikarenakan, menurut pernyataan konselor sebaya dan guru BK selama ini mereka jarang merujuk siswanya ke Puskesmas, hal ini dikarenakan banyak orang tua yang memiliki tanggungan dengan perusahaan, sehingga harus meminta ijin ke orang tua dulu untuk merujuk anaknya ke puskesmas. Menurut Puskesmas, sekolah tidak pernah merujuk siswa dengan permasalahan remaja, bahkan puskesmas sudah memberi blanko, akan tetapi tidak pernah ada laporan. Sekolah hanya merujuk siswa jika ada yang sakit misalnya kecelakaan, anemia, disminorhea atau sakit seperti panas, batuk, demam dan lain sebagainya. Program PKPR dibantu oleh daerah binaan (darbin). Selama ini laporan tentang masalah remaja didapatkan dari darbin, kasus yang kebetulan ditemukan di puskesmas, konsultasi siswa lewat telepon atau dari sunber lain seperti pekerja seks komersil (PSK) yang tes (Voluntary Counseling Testing) VCT di Puskesmas. Semua petugas puskesmas (perawat, bidan dan paramedic) mempunyai darbin dan mereka wajib melapor dan mengadakan kunjungan jika menemukan masalah remaja di wilayahnya. Menurut pemegang program PKPR, bentuk pelayanan klinik PKPR di Puskesmas, selain untuk berobat juga seharusnya untuk konseling, akan tetapi Puskesmas belum mempunyai ruangan khusus untuk konseling.

Berbagai pernyataan informan terkait dengan pemanfaatan pelayanan klinik PKPR dapat dilihat dalam uraian berikut ini. “Mangkannya karena tidak ada ruangan khusus, maka jadi satu dengan poliklinik, kalau misalnya ada yang datang konseling bisa meminjam di ruang ini, ruang GIZI atau VCT dan selama ini belum pernah ada orang tua yang melapor, biasanya darbinnya yang mendengar kemudian kunjungan ke rumah” (WM PKM) “Karena gini ya bu, anak-anak kan banyak yang tanggungan dengan perusahaan, jadi kami menghubungi orang tua dulu, kalau diijinkan baru kami rujuk ke puskesmas, disini untuk masalah remaja juga sangat minim sekali” (WM BK S3KS) “ Ya mau lah datang ke puskesmas, saya yakin puskesmas bisa menyelesaikan masalah saya” (FGD 1B S3KS) “ Saya datang ke puskesmas untuk cek golongan darah” Berdasarkan hasil FGD untuk pemberi layanan klinik dalam PKPR, Sebagian besar siswa menganggap bahwa pemberi layanan adalah

perawat,

dokter, bidan dan petugas kesehatan lainnya, sedangkan sebagian lainnya tidak tahu. Menurut Pemegang Program PKPR bahwa selama ini puskesmas membentuk team dalam memberikan pelayanan PKPR, hal tersebut juga senada dengan pernyataan wakil kepala sekolah, Guru BK dan konselor sebaya yang mengatakan bahwa puskesmas datang ke sekolah dengan team. Berbagai pernyataan informan terkait pemberi layanan klinik dapat dilihat dalam uraian berikut. “Menurut saya perawat dan dokter karena mereka lebih profesional dan terpercaya”

(FGD 6B SDJ) “Yang memberi pelayanan klinik yaitu bidan, dokter perawat karena mereka adalah petugas kesehatan” (FGD 6D SDJ) Menurut Kemenkes RI (2011), Berbagai kegiatan PKPR diantaranya adalah memberikan edukasi dan informasi, layanan medis dan klinik seperti pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan, Pendidikan ketrampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan konselor sebaya, pemeriksaan kesehatan, penemuan kasuskasus dini serta rujukan jika diperlukan. Menurut hasil wawancara mendalam dengan pemegang program PKPR, menyebutkan bahwa selama ini bentuk dan pelayanan klinik di puskesmas hanya sebatas pengobatan saja, sedangkan untuk konseling belum pernah ada siswa yang datang ke puskesmas khusus untuk konseling. Lawrence Green melakukan analisis perilaku manusia terkait kesehatan, kesehatan individu atau masyarakat dipengaruhi oleh faktor diluar perilaku dan faktor perilaku, sedangkan perilaku itu sendiri dibentuk melalui beberapa faktor, diantaranya adalah faktor predisposisi, dalam penelitian ini sebagian besar siswa tidak mengetahui bentuk pelayanan klinik dalam PKPR secara benar, sehingga mempengaruhi perilaku kesehatan mereka, mereka tidak memanfaatkan pelayanan klinik tersebut dengan maksimal. Begitu juga dengan kebijakan dari sekolah dan juga petugas kesehatan terkait pelayanan klinik dalam PKPR, juga menjadi faktor pendorong untuk tidak memanfaatkan pelayanan klinik. Hal tersebut sesuai dengan hasil FGD. Bagi siswa SMP yang tidak pernah memanfaatkan pelayanan klinik dalam PKPR, kondisi ini di akibatkan oleh kebijakan sekolah dimana menurut pernyataan guru BK, jika ada siswanya yang

sakit tidak langsung di rujuk ke puskesmas. Kondisi tersebut karena banyak siswa yang mempunyai tanggungan dengan perusahaan. Kondisi berbeda terjadi di SMP satunya. Kebijakan sekolah terkait rujukan menjadi faktor pendorong untuk memanfaatkan pelayanan klinik dalam PKPR. Hal ini sesuai dengan Hasil FGD dengan OSIS, sebagian besar siswa memanfaatkan Puskesmas untuk berobat, hal ini di dukung oleh pernyataan wakil kepala sekolah, yang menyatakan bahwa sekolah sejak lama sudah ada kerjasama dengan puskesmas kuta selatan untuk pengobatan gratis siswanya yang sakit. Selama ini sekolah sudah ada kerjasama dalam pelayanan klinik, tetapi sekolah tidak pernah merujuk atau menyosialisasikan siswanya untuk konseling ke Puskesmas. Jika ada siswa yang mengalami permasalahan remaja dan membutuhkan konseling, sekolah lebih mengarahkan ke guru BK. Sikap sekolah tersebut diakibatkan oleh kurangnya pengetahuan tentang pelayanan klinik dalam PKPR ini. Fasilitas di Puskesmas juga masih kurang lengkap. Berdasarkan hasil observasi, di Puskesmas belum ada ruangan khusus untuk konseling dan pemeriksaan remaja sakit masih gabung dengan poli umum. Kondisi ini sesuai dengan penelitian Lola W & Erwinda (2009), dimana dalam penelitiannya menunjukkan bahwa pengetahuan mempengaruhi sikap informan terhadap pemanfaatan PKPR di SMPN 01 Sitiung Kabupaten Dharmasraya. 4.3.3

Persepsi Siswa Tentang Materi dan Cara Penyampaian PKPR Menurut siswa materi yang disampaikan dalam kegiatan PKPR sangat

menarik karena menambah pengetahuan baru bagi siswa. Materi yang

disampaikan yaitu tentang kespro, Narkoba dan HIV/AIDS. Cara penyampaian materinya juga menarik akan tetapi di masing-masing sekolah ada kendala. Kendala tersebut diantaranya kapasitas ruangan tidak mencukupi, tidak semua siswa dapat mengikuti kegiatan karena keterbatasan ruangan waktu yang disediakan sangat terbatas dan sikap petugas puskesmas yang kurang ramah. Siswa mengatakan bahwa, cara penyampaian materi tersebut dalam bentuk ceramah tanya jawab dengan menggunakan Liquid Crystal Display (LCD) dan proyektor disertai gambar-gambar serta poster-poster.. Hal senada juga diungkapkan Oleh guru BK dan juga konselor sebaya, bahwa saat penyuluhannya dibagi menjadi 6 kelas dan juga di laboratorium (Lab) ilmu pengetahuan alam (IPA). Menurut pemegang program PKPR, penyuluhan dilakukan di dalam kelas dan juga dilapangan. Untuk LCD dan proyektor biasanya disediakan oleh sekolah, sedangkan brosur, leaflet, kartu menuju sehat (KMS) remaja, poster dan alat-alat peraga lainnya dari puskesmas akan tetapi jumlahnya terbatas. Berdasarkan hasil observasi, fasilitas yang disediakan sekolah untuk ruangan belum lengkap. Fasilitas untuk penyuluhan masih kurang dalam hal kapasitas ruangan, brosur dan leaflet, sedangkan untuk alat-alat permainan dan peraga juga tidak ada. Fasilitas untuk konseling juga tidak merata, di satu sekolah sudah lengkap karena sudah dibagi menjadi dua ruangan akan tetapi di sekolah lainnya beralih fungsi menjadi gudang. Pernyataan terkait pelaksanaan penyuluhan dapat di lihat dalam uraian berikut ini. “ Sebetulnya menarik, tapi ada yang kurang, petugas Puskesmasnya ngomongnya banyak berbelit-belit” (FGD 4B S3KS)

“Di bagi menjadi 6 kelas, saya di Lab IPA. Di kelas lebih menjelaskan di papan, kalau di lab memakai alat proyektor, bagi saya penyampaiannya menarik sich, gak ada kurangnya” (WM KS S3KS) “Menurut saya materi yang disampaikan cukup menarik” (FDG 2B S3KS) Semua OSIS laki-laki menjawab cara yang menarik dalam memberikan materi PKPR yaitu dengan disertai permainan dan bernyanyi serta bahasanya harus jelas. Sedangkan untuk OSIS Perempuan, sebagian besar menjawab cara yang menarik dalam memberikan penyuluhan yaitu dengan layar LCD, disertai gambar-gambar, dengan permainan, praktek dan siswanya tidak ribut. Pernyataan informan mengenai cara yang menarik dapat diuraiakan sebagai berikut. “Menurut saya, cara yang menarik dalam memberikan kespro ada layar LCD’y dan tidak ribut” (FGD 3D SDJ) “ Sama dengan pendapat 2B yaitu disertai gambar-gambar tapi bahasanya jangan berbelit-belit” (FGD 3B S3KS) “mungkin lebih menarik jika diaplikasikan dengan game” (FGD 5A S3KS) “ Cara yang menarik menurut saya yaitu dengan permainan dan bernyanyi” (FGD 4C SDJ) Jika mengalami permasalahan remaja semua OSIS laki-laki SMP lebih terbuka pada orang tua, sebagian kecil ke teman sebaya dan ada juga yang lagi lebih memilih konsultasi ke dorker online di internet. untuk OSIS Perempuan, Semua menjawab jika mendapat masalah kespro atau remaja ceritanya selain ke

orang tua, nenek juga ke teman sebaya. Masalah yang biasa di ceritakan adalah masalah pribadi dan menstruasi. Dari semua siswa, jika mereka mengetahui bahwa konselor dan puskesmas bisa untuk konsultasi masalah mereka, sebagian besar lebih memilih cerita ke orang tua dulu baru ke puskesmas, hanya sebagian kecil saja yang memilih ke puskesmas dulu. Pernyataan informan dapat diuraikan sebagai berikut. “ Saya lebih memilih konsultasi online dengan dokter karena dokter lebih professional disbanding orang tua dan teman-teman sebaya” (FGD 4B S3KS) “ saya ke puskesmas dulu karena pukesmas lebih tau” (FGD 2B S3KS) “ saya ke orang tua dulu kalau gak bisa nangani baru ke puskesmas”. (FGD 1B S3KS) “ Takutnya kalau disembunyi-sembunyiin bisa sakit, kepikiran”. (FGD 2A S3KS)

Keterbatasan pengetahuan mereka terkait materi PKPR, diakibatkan oleh informasi yang tidak dapat terserap secara maksimal. Hal ini sesuai dengan Teori Kurt Lewin (1970) dalam Notoatmodjo (2003), yang menyebutkan bahwa suatu keseimbangan antara berbagai kekuatan pendorong, dan berbagai kekuatan penahan membentuk perilaku seseorang. Kondisi berbeda yang dialami oleh siswa di sekolah satunya dikarenaka Puskesmas kurang maksimal dalam melaksanakan progran PKPR ini. Kondisi ini terjadi karena minimnya informasi yang diberikan oleh puskesmas terkait program ini, sehingga sekolah kurang mengetahui apa-apa saja yang harus dilakukan untuk perbaikan kesehatan remaja disekolah. Sumber

informasi baru yang diberikan terkait kespro juga hanya dilaksanakan satu tahun sekali dan itupun dalam kondisi diruangan dengan banyak orang, sehingga suasananya tidak kondusif dan informasinya tidak terserap dengan maksimal. Hal ini juga sesuai dengan konsep pengetahuan dimana menurut Nanda (2005), mengatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan adalah informasi, daya ingat, salah penafsiran, kognitif, minat dan sumber informasi. Jika dikaitkan dengan konsep tersebut jelas terlihat bahwa dalam penyuluhan, informasi yang mereka dapatkan kurang maksimal, kemudian mereka pernah mendapat materi saat SD akan

tetapi, mereka sudah lupa. Untuk sumber

informasi sebagaian besar dari siswa merasa bahwa penyampaiannya sebetulnya menarik akan tetapi ada beberapa hal yang kurang yaitu sikap petugas yang kurang ramah dan bahasa yang susah mereka mengerti. 4.3.4

Persepsi Siswa Tentang Peran Konselor Sebaya Sebagian besar siswa menganggap bahwa peran konselor sebaya selama

ini sangat baik dan bermanfaat. Peran konselor sebaya selama ini yaitu membantu teman-teman

yang sakit, berjaga di UKS dan konseling. Sebagian siswa

mengatakan bahwa selama ini mereka kurang mengetahui peran konselor sebaya untuk konseling, akan tetapi sebagian dari teman-teman mereka yang lain pernah konseling. Hal itu sesuai dengan pernyataan konselor dan berdasarkan hasil observasi di buku laporan konselor bahwa terdapat sembilan siswa yang konseling selama tahun 2014. Ada siswa yang tidak pernah mendengar konselor sebaya, begitu juga dengan wakil kepala sekolahnya,

kondisi ini dikarenakan di

sekolahnya tidak ada konselor sebaya. Pemegang program PKPR mengungkapkan

bahwa, tidak semua sekolah mempunyai konselor sebaya. Kendala pembentukan konselor sebaya yaitu terkait masalah dana dan waktu pelatihan selama satu minggu. Pembentukan konselor sebaya di khawatirkan mengganggu proses studi, sehingga diutamakan sekolah yang akan mengikuti lomba UKS. Menurut guru BK, jumlah konselor sebaya di sekolahnya sebanyak

tiga puluh siswa yang

diambil dari KKR atau anak-anak palang merah remaja (PMR). Konselor sebaya mengatakan bahwa sudah satu tahun menjadi konselor sebaya. Berbagai pernyataan terkait dengan keberadaan Konselor dapat dilihat dari uraian berikut ini. “Kalau itu kita pilih anaknya yang agak mampu supaya dia dapat menularkan ke temannya, kemudian kreatif di sekolah” (WM BK S3KS) “Kalau kendala sich dana juga, terus kalau terus-terusan kan disekolah mengganggu studi proses belajar mengajar, dan tenaga kita kan gak cukup sehari dua hari karena pelatihannya 1 mgg” (WM PKM) “ Kayaknya mereka anak-anak PMR yang dibentuk menjad konselor sebaya” (FGD 2B S3KS)

Menurut wakil kepala sekolah, jika ada remaja yang mau konseling atau terkena masalah remaja maka untuk konseling disediakan guru BK atau bimbingan konseling karena di sekolah belum ada konselor sebaya. Tidak semua siswa mengetahui bahwa salah satu fungsi konselor yaitu untuk konseling. Jika ada masalah, siswa lebih diarahkan untuk konseling ke BK. Seandainya mereka mengetahui bahwa fungsi konselor untuk konseling, sebagian besar mau konseling ke konselor dan sebagian kecil tidak mau karena takut dibocorkan

rahasianya. Ruang yang disediakan sekolah untuk konseling yaitu di UKS. Menurut guru BK , pembentukan konselor sebaya penting sekali karena mereka diharapkan lebih terbuka jika bercerita dengan temannya dibandingkan dengan guru. Selama ini jarang ada siswa yang konseling dikarenakan masalah yang terjadi minim dan tidak semua mengetahui fungsi konselor untuk konseling, hal ini diakibatkan karena konselor sebaya tidak melakukan sosialisasi ke kelas-kelas karena tidak ada perintah dari guru. Pihak sekolah mengatakan bahwa sudah dilakukan sosialisasi tentang peran konselor sebaya untuk konseling akan tetapi tidak merata pada semua siswa, selain itu juga jika ada permasalahan terkait remaja, biasanya ditangani oleh guru BK. Menurut hasil observasi didapatkan data bahwa jumlah kunjungan siswa yang konseling kekonselor sebaya sebanyak sembilan orang pada tahun 2014. Permasalahannya itu seputar masalah dengan teman, orang tua dan masalah dengan pacar. Untuk pelatihan konselor sebaya yang diberikan oleh puskesmas yaitu berupa penyuluhan dan juga praktek. Pemegang program PKPR menyampaikan bahwa kegiatan yang dilakukan dalam satu minggu itu adalah penyuluhan, pembinaan-pembinaan, praktek dengan alatalat juga untuk pertolongan pertama. Pembentukan konselor sebaya ini sebetulnya diharapkan dapat membantu siswa lain memecahkan masalahnya. Pemilihan konselor sebaya selama ini biasanya dari siswa yang dianggap berprestasi atau mampu menjalankan tugas sebagai konselor sebaya. “Menurut saya penting sekali, karena mungkin kalau dengan gurunya mereka malu-malu tapi kalau dengan temannya mereka diharapkan lebih terbuka misalnya masalah dengan pacar atau dengan alat reproduksinya. Maka dari itu, konselor sebaya saya anggap penting sekali di sekolah” (WM BK S3KS)

“Ya kayak sederhana aja sech, untuk pertolongan pertama, merujuk teman yang sakit dan konseling juga, kemudian ngajarin temennya juga” (WM KS) “ jadi fungsinya dibentuk konselor sebaya, untuk membantu siswa lain memecahkan masalahnya, jadi dari teman yang kita bina mau menyebarkan lagi ke temannya, jadi teman sama teman” (WM PKM) “ Saya setuju dengan pernyataan teman saya, saya lihat dulu prilakunya karena siapa tahu dia mulutnya emberrrrr….” (FGD 5A S3KS) “ Nggak tau, guru bilang kalau ada masalah, bisa cerita ke guru BK, ada disini.”). (FGD 1B S3KS) “ saya mau tapi rahasia saya jangan sampai di bongkar” (FGD 6B S3KS) “Saya gak mau, karena takutnya kalau kita beri dia rahasia akan membocorkan ke teman-teman sebaya” (FGD 4B S3KS) Sebagian besar siswa ingin menjadi konselor sebaya. Alasan siswa yang ingin menjadi konselor sebaya karena mereka sebagian besar ingin menolong teman yang sakit dan mengalami permasalahan, sedangkan untuk yang tidak mau menajdi konselor sebaya, karena mereka merasa tidak mempunyai kemampuan dibidang tersebut. Berdasarkan wawancara mendalam dengan konselor sebaya, dia mau menjadi konselor sebaya dengan alasan dia suka kegiatan social dan ingin menjadi dokter. Berbagai uraian pernyataan informan terkait alasan menjadi konselor sebaya, dapat dilihat dalam uraian berikut ini. “ Sebetulnya saya berminat tapi saya tidak punya pengalaman. Kalau dilatih saya mau karena suatu tindakan yang baik menolong teman sebaya” (FGD 4B S3KS) “ saya gak berminat, karena gak sesuai dengan bidang saya” (FGD 3B S3KS) “ Kan kalau teman ada permasalahan, misalnya saya menyarankan harus gini-gini tapi gak sesuai, maka hati saya malah gak enak”

(FGD 3A S3KS) “Sama,supaya bisa mengajak remaja-remaja waspada dan cara mencegah masalah” (FGD 2A S3KS) Menurut Kemenkes RI (2011), Pelaksanaan program PKPR disekolah seharusnya ada pelatihan konselor sebaya, dimana konselor sebaya sendiri adalah pendidik sebaya yang punya komitmen dan motivasi yang tinggi untuk memberikan konseling dalam program PKPR bagi kelompok siswa disekolahnya dan melaksanakan kegiatan terkait UKS. Berdasarkan hasil FGD mengenai persepsi siswa tentang peran konselor sebaya sebagian besar siswa OSIS menganggap bahwa selama ini konselor sebaya sangat berperan dalam membantu teman-teman yang sakit dan berjaga di UKS, sedangkan peran konselor sebaya untuk konseling, mereka kurang mengetahui dan tidak pernah konseling, akan tetapi sebagian dari teman-teman mereka yang lain pernah konseling, hal itu sesuai dengan pernyataan konselor dan juga berdasarkan hasil observasi di laporan konselor terdapat sembilan siswa yang konseling selama tahun 2014. Hal ini sesuai dengan teori Lawrence Green (1980), yang menyebutkan bahwa perilkau seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor predisisi faktor, dimana faktor predisposisi terdiri dari faktor internal yang didalamnya terdapat persepsi. Dari teori dan hasil penelitian dapat dikaitkan bahwa walaupun persepsi siswa mengenai konselor sebaya sangat positif, akan tetapi minimnya pengetahuan tentang peran konselor sebaya menyebabkan siswa tidak memanfaatkan peran konselor sebaya dengan maksimal.

Untuk SMP satunya tidak ada konselor sebaya. Kondisi tersebut diakibatkan minimnya waktu, dana dan tenaga dari puskesmas untuk pembentukan konselor sebaya di semua sekolah, sehingga di utamakan yang akan mengikuti lomba UKS saja. Kondisi ini sama dengan hasil penelitian Cutia (2012) yang menyebutkan bahwa Puskesmas belum melaksanakan pelatihan konselor sebaya karena belum ada dana yang cukup untuk kegiatan PKPR tersebut. Meskipun siswa di SMP tersebut belum memiliki konselor sebaya, akan tetapi persepsi mereka positif tentang konselor sebaya, hal ini tercermin dari antusiasme dan motivasi mereka yang tinggi untuk menjadi konselor sebaya. Hal ini sesuai dengan teori persepsi yang di ungkapkan oleh Notoatmodjo (2010), yang menyebutkan bahwa salah satu faktor internal yang mempengaruhi persepsi yaitu adanya motivasi dan harapan. 4.3.5

Harapan Remaja Terhadap PKPR Sebagian besar siswaberharap supaya program PKPR tetap berlanjut dan

puskesmas lebih sering ke sekolah untuk mensosialisasikan lagi program PKPR, sehingga siswa mengerti dan mau memanfaatkan layanan dalam PKPR ini. Sebagian siswa juga berharap bahwa selain di sekolah dan puskesmas, seharusnya PKPR ada di masyarakat. Ada juga yang berharap agar siswanya tidak terlalu banyak, sarana dan prasarana dilengkapi, waktu yang disediakan lebih banyak lagi, cara penyampain materi diharapkan lebih menarik lagi, sikap petugas lebih ramah dan bahasa yang digunakan dapat dimengerti. Begitu juga harapan sekolah terhadap program PKPR ini supaya puskesmas lebih agresif lagi supaya sekolah di bina dan sekolah menginginkan bahwa program ini tetap berlanjut. Ada hal

berbeda yang diungkapkan oleh guru BK, bahwa diharapkan PKPR lebih sering diadakan ke sekolah dan saat penjaringan diharapkan puskesmas datang dan mendampingi sekolah untuk pemeriksaan siswa. Puskesmas juga mengharapkan program PKPR ini tetap exsis dan berlanjut. Pemegang program PKPR mengatakan bahwa harapan Puskesmas untuk PKPR ini supaya pelayanan kesehatan bisa terjangkau oleh semua remaja termasuk truna-truni dan remaja masjid. Seharusnya juga ada petugas khusus dan untuk sekolah diharapkan melengkapi sarana dan prasarana di UKS. Di Puskesmas juga diharapkan ada ruang khusus remaja dan dinas diharapkan juga memberi bantuan untuk kelengkapan sarana dan prasarana. Puskesmas berharap bahwa program PKPR ini tetap berlanjut. Dalam pengisian blanko skrening, puskesmas berharap sekolah mau mengisi blanko tersebut. Berbagai uraian harapan informan terkait program PKPR ini dapat dilihat dalam uraian sebagai berikut. “Harapan saya, pelayanan kesehatan bisa terjangkau oleh semua remaja, termasuk truna-truni, remaja masjid, sedikit demi sedikit kita rencanakan kesitu dan program ini Harus ada, tetap harus ada karena remaja adalah generasi penerus kita, gedungnya juga harus dilengkapi, harus ada tenaga khusus dan darbinnya juga tetap” (WM PKM) “Kalau harapan saya supaya ini sering dilakukan, jangan pas ada lomba baru dilakukan puskesmas kesini. Paling tidak setiap tahun lah, kalau setiap tahun dilakukan penjaringan, seharusnya mereka datang ke sekolah. Selama ini mereka datang Cuma minta data siswanya. Sepertinya bukan wewenang kita. Untuk mengukur tinggi badan (TB), berat badan (BB) mungkin bisa tapi kalau ketajaman mata mungkin harus mereka sendiri. Kalau dulu lingkar lengan atas (LILA) dari dia juga tapi sekarang tidak. Ya itu yang tyang harapkan, mungkin setiap tahun harusnya mereka kesini”. (WM BK S3KS) “Harapan saya ya semakin sering saja dan penyampaiannya lebih baik agar gak sia-sia melakukan kegiatan tersebut”

(FGD 1B S3KS) “Harus lebih sering disosialisasikan agar lebih tau apa itu PKPR” (FGD 4B S3KS) “ Menurut saya, selain di sekolah juga di masyarakat agar dapat meningkatkan pengetahuan, agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan” (FGD 6A S3KS) “ Saya berharap puskesmas lebih agresif lagi supaya kita dibina, saya akan tanyakan ke puskesmas apa yang mesti kita siapkan untuk kesehatan sekolah”. (WM WKSDJ) “Seharusnya menyediakan waktu yang lebih lama dan sarananya harus lebih lengkap serta semua pihak sekolah ikut mendengarkan dan muridnya lebih tertib, saat itu alat-alat peraga juga tidak ada” (FGD 7D SDJ) “ Lebih sering mengadakan penyuluhan tentang remaja dan bahasanya harus lebih jelas lagi” (FGD 4C SDJ) Uraian diatas sesuai dengan teori persepsi yang di ungkapkan oleh Notoatmodjo (2010),

bahwa faktor-faktor yang menyebabkan kita menerima

stimulus yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal melekat pada obyeknya, dimana salah satu faktor eksternal adalah informasi baru dan sebagian faktor internal adalah pengetahuan dan harapan. Meskipun pengetahuan dan informasi baru siswa minim tentang program PKPR akan tetapi harapan mereka sangat besar terhadap perbaikan dan keberlangsungan PKPR, hal ini juga di dukung oleh pernyataan informan kunci melalui wawancara mendalam. Mereka mempunyai harapan yang sangat besar terhadap perbaikan dan keberlangsungan program PKPR, sehingga dengan harapan yang besar tersebut menyebabkan persepsi yang positif terhadap program PKPR tersebut.

4.4 Temuan Lain Penelitian

Hasil temuan lain di luar tujuan penelitian ini yaitu tentang fenomena permasalahan remaja di kalangan siswa SMP. OSIS laki-laki mengatakan bahwa masalah remaja yang ada di lingkungan mereka adalah merokok, minumminuman keras, pacaran dan narkoba. OSIS perempuan mengatakan bahwa masalah remaja yang sering terjadi di lingkungan mereka adalah masalah merokok dan minum-minuman keras pada siswa perempuan, pacaran bahkan ada yang hamil di luar nikah, kemudian pelecehan dari teman-teman cowok seperti memegang pantat dan payudara, dan tren pacaran di kalangan mereka adalah hampir rata-rata pernah ciuman. Wakil kepala sekolah mengatakan bahwa kasus yang ditemui di sekolah antara lain merokok, pacaran, minum-minuman keras serta permasalahan siswa lain terkait orang tua dan akademik. Kasus – kasus yang ditemukan oleh pemegang program PKPR Puskesmas Kuta Selatan selama ini adalah merokok, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, kekurangan energi kronis (KEK) dan anemia. Puskesmas juga menemukan dari laporan pekerja seks komersil (PSK) yang melakukan VCT ke puskesmas, bahwa ada siswa SMP yang ke lokalisasi, kemudian dari unit gawat darurat (UGD) juga pernah ditemukan remaja yang ingin menggugurkan kandungannya dengan daun sirih lalu perdarahan dan aborsi. Pernyataan terkait jenis permasalahan remaja yang terjadi disekitar siswa di dua SMP tersebut dan yang ditemukan oleh puskesmas dapat diuraiakan pada halaman berikutnya.

“Ada Banyak teman merokok tapi diluar sekolah. Kalau disekolah takut ketahuan guru” (FGD 4B S3KS) “Temen-temen cowok parah banget, suka pegang-pegang payudara dan pantat” (FGD 7D SDJ) “ Saudara saya terkena narkoba, jenis shabu-shabu” (FGD 3C SDJ) “ Terus ada lagi, remaja yang menggugurkan waktu diperiksa dokter ternyata ada daun sirih yang tertinggal” (WM PKM) Dari hasil penelitian diatas terlihat bahwa permasalahan dikalangan remaja masih kompleks, kondisi ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan mereka terkait permasalahan remaja. Meskipun di SMP tersebut terdapat kegiatan PKPR, akan tetapi kegiatan yang dilaksanakan tidak lengkap dan informasi atau materi yang diberikan saat penyuluhan tidak dapat terserap secara maksimal. Hal tersebut dikarenakan Puskesmas hanya melaksanakan pembinaan menyeluruh dan pembentukan konselor sebaya di SMP yang akan mengikuti lomba UKS, bukan di berdasarkan atas permasalahan dan kebutuhan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan kegiatan yang seharusnya dilakukan dalam PKPR. Berbagai kegiatan PKPR diantaranya adalah memberikan edukasi dan informasi, layanan medis dan layanan klinik seperti pemeriksaan penunjang jika dibutuhkan, pendidikan ketrampilan hidup sehat (PKHS), pelatihan konselor sebaya, konseling, penyuluhan kesehatan, dan pelayanan rujukan baik medis maupun social. Pelayanan kesehatan disekolah meliputi penyuluhan, konseling, pelatihan konselor sebaya serta penemuan-penemuan kasus dini serta rujukan jika diperlukan (Kemenkes RI, 2011). Sekolah juga merasa Puskesmas kurang

maksimal dalam melaksanakan progran PKPR ini. Kondisi ini terjadi karena minimnya informasi yang diberikan oleh puskesmas terkait program ini, sehingga sekolah kurang mengetahui apa-apa saja yang harus dilakukan untuk perbaikan kesehatan remaja disekolah. Sumber informasi baru yang diberikan terkait kespro dan permasalahan remaja lainnya juga hanya dilaksanakan satu tahun sekali dan dalam kondisi ruangan yang tidak mencukupi, sehingga suasananya tidak kondusif dan informasinya tidak terserap dengan maksimal. Hal ini juga sesuai dengan konsep pengetahuan dimana menurut Nanda (2005), mengatakan bahwa faktor yang berpengaruh terhadap pengetahuan adalah informasi, daya ingat, salah penafsiran, kognitif, minat dan sumber informasi. Jika dikaitkan dengan konsep tersebut jelas terlihat bahwa dalam penyuluhan, informasi yang mereka dapatkan kurang maksimal, kemudian mereka pernah mendapat materi saat SD akan tetapi, mereka sudah lupa. Untuk sumber informasi sebagaian besar dari siswa merasa bahwa penyampaiannya sebetulnya menarik akan tetapi ada beberapa hal yang kurang yaitu sikap petugas yang kurang ramah dan bahasa yang susah mereka mengerti. Kondisi tersebut juga didukung oleh pernyataan wakil kepala sekolah mengungkapkan bahwa lingkungan tempat tinggal dan latar belakang keluarga juga menjadi faktor yang sangat menentukan terhadap kenakalan remaja. Kondisi berbeda di SMP satunya yang minim dengan permasalahan, menurut peneliti di karenakan pembinaan PKPR di SMP tersebut telah berjalan lebih baik dari SMP satunya. Hal ini juga sesuai dengan pernyataan guru BK, yang menyebutkan SMP tersebut bahwa di sekolahnya sangat minim permasalahan remaja, karena selaian guru, disekolah juga ada konselor sebaya yang membantu menangani segala

permasalahan remaja, selain itu sekolah juga mempunyai peraturan yang ketat terkait kenakalan remaja. 4.5 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu setting tempat wawancara mendalam kurang mendukung sehingga informasi yang didapatkan kemungkinan kurang mendalam. Kondisi tersebut dikarenakan keterbatasan tempat penelitian. 4.6 Refleksi Program PKPR yang merupakan salah satu strategi dalam mencegah masalah remaja sudah dilaksanakan di Puskesmas Kuta Selatan sejak tahun 2007. Program tersebut sudah rutin dilaksanakan baik di puskesmas maupun sosialisasi dan kunjungan ke sekolah, bahkan disekolah juga sudah dibetuk konselor sebaya, akan tetapi

rata-rata kunjungan remaja ke puskesmas dengan permasalahan

kespro dan remaja di Puskesmas Kuta Selatan < 5 remaja perbulan. Kunjungan remaja pada konselor sebaya di sekolah juga sangat minim. Berdasarkan temuan pada penelitian,

permasalahan remaja di sekolah sangat kompleks. Dalam

penelitian ini didapatkan hasil bahwa persepsi remaja terhadap PKPR sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan dan keefektifan dari program PKPR tersebut. Berbagai faktor pendorong dan juga juga faktor penghambat dimasing-masing sekolah berbeda, hal ini dikarenakan perbedaan perlakuan atau ketidakmerataan

kegiatan dalam PKPR ini, sehingga hal ini menimbulkan temuan baru yaitu perbedaan fenomena permasalahan remaja di kedua SMP tersebut. Seharusnya PKPR dilaksanakan berdasarkan kebutuhan bukan karena tebang pilih, misalnya yang mau mengikuti lomba UKS. Kondisi tersebut di sadari peneliti karena adanya berbagai faktor penghambat sendiri yaitu diantaranya kurangan dukungan dana, kurang lengkapnya sarana dan prasarana serta kekurangan tenaga khusus di bidang remaja, meskipun masih ada kekurangan dalam pelaksanaan PKPR ini akan tetapi remaja di kedua SMP tersebut memiliki harapan yang besar akan keberlangsungan program PKPR ini, hal ini dikarenakan mereka menyadari bahwa remaja membutuhkan filter untuk mencegah permasalahan remaja, salah satu diantaranya adalah program PKPR ini, selain itu mereka juga menganggap bahwa bentuk kegiatan serta materi yang diberikan menarik bagi mereka karena merupakan hal baru dan dianggap bermanfaat bagi remaja.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan Berdasarkan pembahasan diatas dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

5.1.1. Persepsi remaja terhadap keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR.

1. Persepsi remaja terhadap keberadaan PKPR tergolong baik, karena semua OSIS menganggap keberadaan PKPR sangat bermanfaat dan penting untuk meningkatkan kesehatan remaja serta mencegah permasalahan terkait remaja. 2. Faktor pendukung PKPR menurut persepsi siswa OSIS adalah dukungan sekolah berupa dana dan waktu yang disediakan, peran guru BK sebagai koordinator PKPR juga dianggap sangat mendukung kegiatan PKPR di sekolah, peran konselor sebaya selama ini sangat baik yaitu untuk menolong teman yang sakit dan untuk konseling, materi yang disampaikan cukup menarik serta keberadaan UKS sebagai ruangan untuk konseling di sekolah.

3. Faktor penghambat PKPR menurut persepsi siswa OSIS adalah minimnya informasi tentang keberadaan konseling disekolah maupun dipuskesmas, keterbatasan ruangan, minimnya waktu, kurangnya brosur, beralih fungsinya UKS sebagai gudang, bahasa yang digunakan dalam penyampaian materi kurang dimengerti, serta sikap petugas yang dinilai siswa kurang ramah. Belum adanya konselor sebaya dikarenakan pembentukan konselor sebaya tidak dilaksanakan secara rutin sedangkan mobilitas siswa sangat cepat selain itu ada keterbatasan waktu, tenaga dan dana.

5.1.2. Persepsi remaja terhadap bentuk kegiatan PKPR.

1. Menurut siswa, bentuk kegiatan PKPR disekolah selama ini cukup menarik, akan tetapi di masing-masing sekolah kegiatannya tidak merata dan dianggap waktunya kurang banyak serta kurang sering dilaksanakan. Hal ini dikarenakan ketidakmerataan kegiatan di masing-masing sekolah dan keterbatasan tenaga sehingga kegiatan PKPR ini tidak dapat merata pelaksanaanya. 2. Siswa OSIS menganggap bahwa bentuk kegiatan dalam PKPR

yaitu

kegiatan penyuluhan, pembinaan, kegiatan pembentukan konselor sebaya dan sebagian konselor sebaya.

siswa juga menganggap ada kegiatan konseling pada

3. Persepsi siswa OSIS tentang bentuk pelayanan klinik dalam PKPR, menyebutkan bahwa sebagaian besar siswa mengetahui bahwa bentuk pelayanan klinik di puskesmas hanya sebatas untuk berobat saja sedangkan untuk konseling mereka tidak mengetahuinya. 5.1.3. Persepsi remaja tentang materi dan penyampaian PKPR.

1. Persepsi remaja tentang materi menyebutkan bahwa, Menurut mereka penyampaian materinya menarik akan tetapi di masing-masing sekolah ada kendala. Saat penyuluhan PKPR materi yang disampaikan yaitu tentang kespro, HIV/AIDS dan Narkoba.. 2. Menurut siswa, cara penyampaian materinya cukup menarik akan tetapi sikap petugas dianggap kurang ramah dan ada beberapa bahasa yang kurang dimengerti. Metode yang digunakan dalam penyampaian materi yaitu ceramah, tanya jawab, praktek, dengan menggunakan LCD, proyektor disertai gambar-gambar dan alat peraga serta brosur.

5.1.4 Persepsi remaja tentang peran konselor sebaya

1. Siswa menganggap peran konselor sebaya selama ini sangat baik. Peran konselor sebaya diantaranya adalah berjaga di UKS, membantu teman

yang sakit, mengajarkan teman lain tentang perawatan luka, dan untuk konseling permasalahan remaja.

5.1.5 Harapan remaja terhadap PKPR

1. Siswa berharap supaya program PKPR ini tetap berlanjut dan lebih baik lagi kedepannya. Siswa juga berharap puskesmas lebih sering memberi penyuluhan ke sekolah, lebih mensosialisasikan lagi program PKPR, melengkapi sarana dan prasarana, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti, menyediakan waktu yang lebih lama untuk penyuluhan, petugas puskesmas bersikap lebih ramah dan mengadakan kegiatan PKPR di masyarakat. 2. Harapan sekolah terhadap program PKPR ini supaya puskesmas lebih aktif lagi dalam melakukan pembinaan ke sekolah, selain itu sekolah juga menginginkan bahwa program ini tetap berlanjut. 5.1.5

Temuan Lain Penelitian

1. Fenomena permasalahan remaja di kalangan siswa laki-laki adalah merokok, minum-minuman keras, pacaran dan narkoba. Fenomena permasalahan remaja yang ada di sekitar siswa

perempuan

adalah

masalah merokok dan minum-minuman keras pada siswa perempuan,

pacaran bahkan ada yang hamil di luar nikah, kemudian pelecehan dari teman-teman cowok seperti memegang pantat dan payudara, dan tren pacaran dikalangan mereka adalah hampir rata-rata pernah ciuman. 2. Fenomena permasalahan remaja yang pernah ditemukan oleh pemegang program PKPR Puskesmas Kuta Selatan adalah merokok, kehamilan tidak diinginkan (KTD), aborsi, KEK dan anemia. Puskesmas juga menemukan dari laporan PSK yang melakukan VCT ke puskesmas, bahwa ada siswa SMP yang ke lokalisasi. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian, maka peneliti memberikan saran kepada berbagai pihak sebagai berikut ini. 5.2.5 Bagi Sekolah Sekolah perlu meningkatkan dan melengkapi sarana dan prasarana terkait kegiatan PKPR. Selain itu sekolah perlu melakukan sosialisasi kepada seluruh siswa terkait peran konselor sebaya untuk konseling dan keberadaan pelayanan klinik di puskesmas. Sekolah juga perlu menyosialisasikan keberadaan PKPR ini kepada orang tua siswa. Guru BK selaku koordinator PKPR disekolah seharusnya bekerjasama dengan puskesmas untuk melakukan kaderisasi konselor sebaya sehingga keberadaan konselor sebaya terus menerus ada di sekolah. Perlunya

meningkatkan kerjasama terkait pelaporan kasus/ masalah remaja di sekolah masing-masing sehingga Puskesmas dapat menangani dan mengevaluasi permasalahan tersebut. 5.2.6 Bagi Remaja Remaja perlu membuka diri dan tenggap terhadap pengetahuan baru tentang upaya peningkatan status kesehatan remaja, selaian itu keberadaan puskesmas, konselor sebaya dan kegiatan PKPR di sekolah seharusnya dimanfaatkan sebaik mingkin agar siswa dapat melakukan upaya pencegaham terhadap permasalahan remaja dan jika remaja mengalami permasalaha remaja, maka dapat menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. 5.2.7 Bagi Masyarakat Keluarga perlu membuka diri terhadap program pemerintah terkait remaja, diantaranya adalah PKPR ini. Diharapkan orang tua mendukung program ini dengan memanfaatkan pelayanan yang disediakan oleh PKPR, diantaranya adalah pelayanan klinik dan konseling di Puskesmas. Lingkungan masyarakat seharusnya juga mendukung keberadaan PKPR di desa-desa sehingga seluruh remaja yang tidak sekolah juga terjangkau oleh program PKPR ini. Media juga hendaknya berperan dalam mensukseskan program remaja ini dengan cara meliput kegaiatan

dan mempromosikan melalui media sehingga seluruh remaja dan masyarakat tahu akan keberadaan program PKPR dan mau memanfaatkan layanan dalam PKPR ini. 5.2.8 Bagi Puskesmas Perlu pemerataan serta memperbanyak sosialisasi tentang PKPR baik di sekolah maupun di luar sekolah seperti teruna-teruni dengan cara penyuluhan, pemerataan pembinaan dan pembentukan konselor sebaya di masing-masing sekolah secara berkesinambungan. Melengkapi sarana dan prasarana seperti ruang konseling di Puskesmas, leaflet dan brosur. Perlu mengadakan pelatihan konseling bagi konselor sebaya, petugas harus meningkatkan sikap youth friendly dan melakukan inovasi metode penyampaian serta materinya, misalnya dengan pemainan, sehingga remaja lebih menerima program PKPR dengan antusias. Puskesmas juga perlu melalukan evaluasi terkait kasus remaja baik di sekolah maupun di luar sekolah. 5.2.9 Bagi Dinas Kesehatan

Dinas kesehatan seharusnya menyediakan tenaga khusus di puskesmas khusus menangani program PKPR ini dan diadakan pula pelatihan bagi tenaga khusus tersebut. Perlu memberikan anggaran dana tersendiri untuk program PKPR

ini sehingga pelaksanaan kegiatan tidak terkendala. Perlu juga melengkapi sarana dan prasarana di puskesmas dan disekolah yang berkaitan untuk kegiatan ini, misalnya brosur, ruang konseling dan sebagainya. Dinas kesehatan perlu melaksanakan kerjasama lintas sektor sehingga bisa menjangkau ke teruna-teruni. Selain itu juga melakukan sosialisasi ke puskesmas terkait standar operasional prosedur PKPR. Dinas juga diharapkan bisa bekerjasama dengan media setempat untuk promosi program PKPR sehingga lebih diketahui oleh seluruh remaja dan seluruh lapisan masyarakat. Perlu juga menggunakan media online untuk mengembangkan program PKPR ini.

5.2.10 Bagi Peneliti Selanjutnya Dalam penelitian ini belum ada catatan besaran masalah terkait remaja khususnya di wilayah puskesmas Kuta Selatan, akan tetapi permasalahan sesungguhnya sangat kompleks seperti yang ditemukan dalam penelitian ini. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat meneliti tentang besaran masalah yang ada di wilayah Puskesmas Kuta Selatan, sehingga bisa dijadikan acuan untuk perbaikan program remaja khusunya PKPR.

DAFTAR PUSTAKA Alwi, H. Dendi, S. Adiwirmata, Suseki, S. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depertemen Pendidikan Nasional dan Balai Pustaka Arsani, A. Agustini, M. Purnomo, I. 2013. Peranan Program Pkpr (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Terhadap Kesehatan Reproduksi Remaja Di Kecamatan Buleleng. Ilmu olahraga dan kesehatan. Bali : Universitas Pendidikan Ganesha.

Andi C, 2011. Informasi dan Komunikasi. Yogyakarta : Nuha Medika Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada BKKBN, 2009. Kesehatan Reproduksi Remaja. Jakarta : BKKBN Cresswell, J.W. 1998. Qualitative : Inquiry and Research Design Choosing among Five Tradition. USA : Sage Publication, Inc. Cutia, L. 2012. Implementasi Program Pelayanan Program Kesehatan Perduli Remaja. Departemen Promkes. Semarang :Universitas Diponegoro. Hadiningsih, T.A. 2010. Analisis Implementasi Program Pelayanan Kesehatan Perduli Remaja. Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Semarang : Universitas Diponegoro. Herman.

2013.

Remaja

dan

masalah

kesehatan

reproduksi.

http://www.rimanews.com . ( Diakses, tanggal 2 Desember 2014). Kemenkes, RI. 2011. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Perduli Remaja (PKPR) bagi Konselor Sebaya. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.

Kemenkes, RI. 2011. Modul Pelatihan Pelayanan Kesehatan Perduli Remaja (PKPR) bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta : Dirjen Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak. Lola., Erwinda . 2009. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Siswa Terhadap Pemanfaatan PKPR di SMPN 01 Sitiung Wilayah Kerja Puskesmas Sitiung I Kabupaten Dhamasraya. Fakultas Kedokteran. Padang : Universitas Andalas. Moleong, L.J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Nanda,

2005. Nursing diagnoses: definitions and classification 2005-2006.

Philadelpia : Nanda International. Notoatmodjo, S. 2010. Promosi kesehatan, Teori dan Apliaksi. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-prinsip Dasar. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehata. Jakarta : Rineka Cipta. Poerwandari, E.K. 2005. Pendekatan Kualitatif

untuk Penelitian Prilaku

Manusia. (ed-3). Jakarta:Perfecta LPSP3. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Rohan & Siyoto. 2013. Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Nuha Medika. Saryono & Dwi, A. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif Dalam Bidang Kesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika Sadli.

Saparinah. Rahman, A. Habsjah, A. 2006.

Implementasi Pasal 12

Undang-undang Nomor 7 tahun 1984, Pelayanan Kehamilan, Persalinan dan

Pasca Persalinan. Yogyakarta : Kelompok KerjaConvention Watch Univer-sitas Indonesia, Surviva Paski. Sarwono. Wirawan, S. 2005. Psikologi Remaja, Ed. Revisi 9,

Jakarta : Raja

Grafindo Persada, Santrock. John, W. 2003. Adolescence, Perkem-bangan Remaja. Jakarta : Penerbit Erlangga Ed.ke-6. Terj. oleh Shinto B. Adelar & Sherly Saragih Streubert, H.J. & Carpenter, D.R. 2003. Qualitative research in nursing: Advancing the humanistic imperative. 3rd ed. Philadelphia : Lippincot William Wilkins Sutopo, H.B. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Penerbit Universitas Sebelas Maret.

Lampiran 2

PANDUAN FOCUS GROUP DISCUSSION

“ PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN

PEDULI REMAJA DI WILAYAH PUSKESMAS KUTA SELATAN “ TAHUN 2014

RINI WINANGSIH

PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015

PENJELASAN KEPADA INFORMAN SEBELUM DILAKUKAN FOCUS GROUP DISCUSSION TENTANG “PERSEPSI REMAJA TERHADAP PELAYANAN KESEHATAN PEDULI REMAJA (PKPR DI WILAYAH PUSKESMAS KUTA SELATAN” TAHUN 2015

==============================================

PKPR adalah suatu program yang dikembangakan oleh Kementerian Kesehatan RI sebagai upaya untuk meningkatkan status kesehatan remaja yang menekankan kepada Puskesmas. Program ini dalam pelaksanaannya diharapkan petugas Puskesmas mempunyai kepedulian yang tinggi, mau menerima remaja dengan permasalahnnya dan dapat menciptakan suasana konseling yang menyenangkan tanpa adanya stigma dan diskriminasi terhadap remaja tersebut. Lokasi pelayanan PKPR harus mudah dijangkau, nyaman, aman, kerahasiaan remaja dijaga tanpa ada diskriminasi dan stigma. Tujuan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) adalah memberikan layanan konseling pada remaja terkait dengan kesehatan reproduksi, sehingga remaja mendapatkan informasi tentang kesehatan reproduksi dengan benar dan hal-hal yang ingin mereka ketahui. Remaja dengan leluasa menceritakan permasalahan yang mereka alami tanpa rasa khawatir Dibawah ini ada sejumlah pertanyaan dan pernyataan, mengenai persepsi remaja yang menyangkut masalah pelayanan kesehatan peduli remaja. Besar harapan kami kepada saudara untuk menjawab yang sejujur-jujurnya, karena hal ini penting sekali sebagai evaluasi, sekaligus untuk masukan penyempurnaan program pelayanan kesehatan peduli remaja yang sedang di selenggarakan.

Kita mempunyai waktu selama kurang lebih 60 – 90 menit untuk membahas beberapa topik diskusi yang berkaitan dengan persepsi saudara terhadap pelayanan kesehatan

peduli remaja. Secara rinci topik akan kita diskusikan satu persatu sesuai dengan waktu yang tersedia. Yang kami banggakan adik-adik sekalian, terima kasih kami ucapkan atas kehadirannya untuk diskusi di pagi ini. Saya Rini Winangsih beserta rekan – rekan saya yang membantu proses jalannya diskusi dari Universitas Udayana Denpasar ditugaskan untuk memandu jalannya diskusi dipagi ini. Diskusi Terarah (FGD) pada pagi ini bertujuan untuk mendapatkan kesan-pesan atau masukan-masukan dari adik-adik mengenai pelayanan kesehatan peduli remaja. Ada 5 topik yang akan kita bahas, yaitu: 1. Bagaimana Persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR 2. Bagaimana Persepsi remaja mengenai bentuk kegiatan PKPR 3. Bagaimana Persepsi remaja tentang materi dan cara penyampaian PKPR 4. Bagaimana Persepsi remaja tentang peran konselor sebaya 5. Bagaimana harapan remaja terhadap PKPR

Demikan kiranya secara sepintas dapat kami sampaikan gambaran jadwal acara diskusi di pagi ini. Apakah ada hal-hal yang kurang jelas, atau ada hal lain yang ingin ditambahkan ? ,Baik, jika tidak ada usulan tambahan apakah dapat kita mulai sekarang ?.

Jadwal dan Arahan Fasilitator Dalam Memandu FGD

Topik Pertama Bagaimana persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR Pertanyaan 1. Pernahkah adik – adik mendengar tentang PKPR ? 2. Pernahkah dilakukan sosialisasi ? bisakah adek ceritakan tentang sosialisasi yang adek dapatkan ? (Kapan, oleh siapa, bentuk sosialisasi) 3. Apakah PKPR itu ? (pengertian, bentuk kegiatan, dimana saja) 4. Menurut adik-adik bagaimana dukungan/ kebijakan yang diberikan sekolah ?(Probing : Peraturan sekolah ) 5. Bagaimanakah sarana dan prasarana yang disediakan sekolah untuk kegiatan PKPR ini ? (ruangan khusus, alat-alat peraga dn permainan) 6. Bagaimakah peran konselor sebaya dalam

kegiatan PKPR ini ? (Probing :

kenyamanan konseling) 7. Bagaimakah peran petugas kesehatan dalam memberikan penyuluhan/ konseling ? 8. Apakah ada brosur terkait kegiatan PKPR ini ? atau ada sumber informasi lain?

Topik Kedua Bagaimana persepsi remaja mengenai bentuk kegiatan PKPR Pertanyaan 1. Apakah adik pernah mendengar tentang pelayanan klinik dalam PKPR? 2. Pernahkah memanfaatkan pelayanan klinik tersebut ? (kapan, dimana, masalah apa)

3. Apa saja bentuk kegiatan PKPR? 4. Dimanakah pelaksanaan pelayanan klinik dalam PKPR? 5. Siapakah yang memberikan pelayanan klinik dalam PKPR ?

Topik Ketiga

Bagaimana persepsi remaja tentang kesehatan materi maupun

cara

penyampaian PKPR Probing 1. Pernahkan adik mendengar tentang kesehatan reproduksi remaja? (sumber informasi) 2. Apakah kesehatan reproduksi remaja itu ? (pengertian) 3. Pernahkan adek mendapat penyuluhan tentang kespro remaja ? (kapan, dimana, siapa yang memberikan) 4. Apa sajakah materi yang diberikan dalam penyuluhan tersebut ? 5. Bagaimanakah

cara

penyampaian

materi

dalam

PKPR?

(metode

penyampaian) 6. Menurut adek-adek bagaimanakah cara yang menarik dalam memberikan materi PKPR? (harapan) 7. Jika adik-adik mengalami masalah kespro atau masalah remaja lainnya, ceritanya ke siapa?

Topik Keempat Bagaimana persepsi remaja tentang peran konselor sebaya Probing 1. Pernahkah adik- adik mendengar tentang konselor sebaya ? 2. Bagaimanakah peran konselor sebaya selama ini ? 3. Apa sajakah kegiatan yang dilakukan oleh konselor sebaya ?

4. Apakah adik ingin menjadi konselor sebaya ? (Probing : Alasan)

Topik Kelima

Bagaimana harapan remaja terhadap PKPR Probing 1. Bagaimanakah harapan adik –adik tentang PKPR? ( bentuk kegiatan, kelanjutan program)

Penutup Urusan administrasi Istirahat - makan siang pulang

Lampiran 3

Formulir Persetujuan Penyataan oleh Responden

Kode Responden:_____________________

Persetujuan untuk berpartisipasi pada penelitian mengenai persepsi remaja terhadap pelayanan kesehatan peduli remaja di Puskemas Kuta Selatan.

Bahwa saya telah membaca lembaran informasi yang diberikan kepada saya (atau telah diba-cakan untuk saya), dan saya telah memahami tujuan penelitian ini dan sifat pertanyaan-pertanyaan yang akan ditanyakan pada saya.

Saya menyadari bahwa: 1. Saya akan berpartisipasi dalam penelitian ini. 2. Saya akan diwawancarai oleh petugas lapangan selama 60-90 menit 3. Identitas saya akan dilindungi dengan cara menggunakan kode. Kode ini akan muncul pada kuesioner yang menyimpan semua informasi yang saya berikan, tetapi nama saya tidak akan disebutkan di sana. 4. Jawaban-jawaban saya akan dijaga kerahasiaannya dengan upaya maksimal sepanjang waktu. 5. Keikutsertaan dalam studi ini bersifat sukarela dan saya bisa mengundurkan diri kapanpun saya mau. 6. Saya boleh tidak menjawab suatu pertanyaan, oleh karena alasan apapun. 7. Saya memahami para peneliti adalah orang yang berpengalaman dalam bidang ini, dan akan melakukan setiap langkah yang bisa dilakukan untuk melindungi kerahasiaan saya.

Tanda tangan Orang Tua/Wali

Tanda Tangan Siswa

(………………………………)

(……………………………….)

Lampiran 4

Lembar Observasi Sarana dan Prasarana PKPR

No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15.

Keterangan Ruangan khusus untuk konseling remaja Slide proyektor/ LCD Pengukur tinggi badan Timbangan Berat badan Papan Tabel/ grafik standart IMT terhadap umur Alat-alat peraga (kertas plano, kartu gambar,puzzle) Leaflet Kuesioner Skenario bermain peran Alat permainan 1 (Kapur, korek api, alat ukur, amplop) Alat permainan 2 (Bola tenis) Alat permainan 3 (Pensil, tali rapia, botol, penutup mata) Alat permainan 4 (karton manila, selotip) Peralatan medis

Ada

Tidak

Lampiran 5

Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Petugas Puskesmas

Nama Informan :

Tanggal Wawancara

:

Perkenalan

Perkenalkan nama saya ........................... dari...................... Saya sedang melakukan studi tentang persepsi remaja terhadap program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di wilayah Puskesmas Kuta Selatan. Tujuan dari Penelitian ini adalah: 6. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR 7. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang bentuk kegiatan PKPR. 8. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja materi maupun cara penyampaian PKPR. 9. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang peran konselor sebaya. 10. Penelitian ini untuk mengetahui harapan remaja terhadap PKPR.

Kami meminta kesediaan ibu secara sukarela untuk menjadi informan dalam studi ini. Hasil studi ini sangat tergantung pada informasi yang didapat dari ibu sebagai

informan. Diharapkan ibu dapat berpertisipasi dengan mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya dengan sejujurnya dan apa adanya. Jawaban yang ibu berikan sangat penting untuk penelitian ini. Tidak ada penilaian benar atau salah terhadap jawaban yang diberikan. Jawaban yang ibu berikan juga tidak akan mempengaruhi penilaian dalam kehidupan ibu sehari-hari. Ibu berhak untuk menolak menjawab pertanyaan atau tidak bersedia sebagai informan, apabila tidak menginginkannya. Wawancara akan berlangsung kurang lebih selama 60menit. Wawancara akan direkam sebagai backup data agar tidak ada informasi yang terlewatkan. Informasi ibu hanya akan digunkan dalam penelitian ini saja. Ibu tidak akan mendapatkan keuntungan langsung dari penelitian ini, namun informasi ibu akan sangat berguna untuk perbaikan program kesehatan terkait dalam pemberdayaan perempuan. Kami akan memberikan sedikit kompensasi untuk waktu yang sudah ibu berikan serta sebagai bentuk ucapan terima kasih atas partisipasi dalam penelitian ini. Mohon ibu menandatangani form di bagian bawah ini bila ibu setuju sebagai informan atau sumber informasi. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan wawancara. Peneliti menjalin hubungan baik dengan informan. Peneliti meminta ijin kepada informan selama wawancara akan direkam dan diambil fotonya. Sebelum wawancara dimulai peneliti menanyakan kembali kepada informan apakah wawancara sudah bisa dimulai.

Denpasar,………………………..2014

Tertanda,

Informan

Peneliti

Rini Winangsih

(.………………………….)

Hp. 087761776961 Fak. Kesehatan Masyarakat,

Pewawancara

Universitas Udayana Bali

(…………………………. )

Pertanyaan :

1. Berapa lama saudara bertugas sebagai pemegang program PKPR? 2. Bisakah saudara ceritakan pengalaman bapak selama memegang program PKPR ini? (suka, duka) 3. Apa saja hambatan yang saudara hadapi selama menjabat sebagai pemegang program PKPR ini? 4. Apa yang dimaksud dengan PKPR ? (Probe : pengertian, tujuan, sasaran, sosialisasi) 5. Bagaimanakah bentuk kegiatan pelayanan klinik PKPR ?(Probe : di Puskesmas dan di Sekolah ) 6. Bagaimanakah pelaksanaan pelayanan klinik PKPR ? (Probe : Kegiatannya ) 7. Apa sajakah materi yang diberikan dalam PKPR ? 8. Bagaimanakah Cara penyampaian materi dalam pelaksanaan PKPR? 9. Apa sajakah sarana dan prasarana yang digunakah dalam program PKPR ini? (Probe : Kelengkapan sarana dan prasarana seperti slide proyektor, pengukur tinggi badan, timbangan, papan, table/grafik standart IMT, alat-alat peraga, alat permainan 1-4, leaflet, kuesioner, skenario bermain peran dan peralatan medis ) 10. Bagaimankah dukungan Dinas Kesehatan dan Puskesmas dalam memfasilitasi program ini ? (Probe : Dukungan, Dana, tenaga ,peraturan ) 11. Menurut saudara apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dalam pemanfaatan layanan PKPR? (dipuskesmas dan disekolah )

12. Menurut saudara apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dalam pemanfaatan layanan PKPR ? (dipuskesmas dan disekolah ) 13. Apakah yang dimaksud dengan konselor sebaya ?( Pengertian, tujuan, fungsi, cara pembentukan ) 14. Bagaimanakah respon remaja terhadap PKPR ini ? 15. Bagaimanakah harapan saudara tentang program PKPR ini ? (Probe : Pelaksanaannya dan keberlanjutan Program ?

Lampiran 6

Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Kepala Sekolah / Guru BK

Nama Informan :

Tanggal Wawancara

:

Perkenalan

Perkenalkan nama saya ........................... dari...................... Saya sedang melakukan studi tentang persepsi remaja terhadap program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di wilayah Puskesmas Kuta Selatan. Tujuan dari studi ini adalah: 1. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR 2. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang bentuk kegiatan PKPR. 3. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja materi maupun cara penyampaian PKPR. 4. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang peran konselor sebaya. 5. Penelitian ini untuk mengetahui harapan remaja terhadap PKPR.

Kami meminta kesediaan ibu secara sukarela untuk menjadi informan dalam studi ini. Hasil studi ini sangat tergantung pada informasi yang didapat dari ibu sebagai informan. Diharapkan ibu dapat berpertisipasi dengan mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya dengan sejujurnya dan apa adanya. Jawaban yang ibu berikan sangat penting untuk penelitian ini. Tidak ada penilaian benar atau salah terhadap jawaban yang diberikan. Jawaban yang ibu berikan juga tidak akan

mempengaruhi penilaian dalam kehidupan ibu sehari-hari. Ibu berhak untuk menolak menjawab pertanyaan atau tidak bersedia sebagai informan, apabila tidak menginginkannya. Wawancara akan berlangsung kurang lebih selama 60 menit. Wawancara akan direkam sebagai backup data agar tidak ada informasi yang terlewatkan. Informasi ibu hanya akan digunkan dalam penelitian ini saja. Ibu tidak akan mendapatkan keuntungan langsung dari penelitian ini, namun informasi ibu akan sangat berguna untuk perbaikan program kesehatan terkait dalam pemberdayaan perempuan. Kami akan memberikan sedikit kompensasi untuk waktu yang sudah ibu berikan serta sebagai bentuk ucapan terima kasih atas partisipasi dalam penelitian ini. Mohon ibu menandatangani form di bagian bawah ini bila ibu setuju sebagai informan atau sumber informasi. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan wawancara. Peneliti menjalin hubungan baik dengan informan. Peneliti meminta ijin kepada informan selama wawancara akan direkam dan diambil fotonya. Sebelum wawancara dimulai peneliti menanyakan kembali kepada informan apakah wawancara sudah bisa dimulai.

Denpasar,………………………..2014

Tertanda,

Informan

Peneliti

Rini Winangsih

(.………………………….)

Hp. 087761776961 Fak. Kesehatan Masyarakat,

Pewawancara

Universitas Udayana Bali

(…………………………. ) Pertanyaan :

1. Apakah saudara mengetahui keberadaan PKPR ? (di Puskesmas dan di Sekolah) 2. Apakah puskesmas pernah sosialisasi tentang program PKPR? (Probe : Kapan, Siapa yang mensosialisasikan) 3. Apakah yang saudara ketahui tentang PKPR ? (Probe : pengertian, tujuan, sasaran) 4. Bagaimanakah bentuk kegiatan pelayanan klinik PKPR ?(Probe : di di Sekolah ) 5. Bagaimanakah pelaksanaan pelayanan klinik PKPR ? (Probe : Kegiatannya ) 6. Apakah sekolah pernah merujuk remaja ke Puskesmas ? (Probe : Kasus) 7. Apa sajakah materi yang diberikan dalam PKPR ? 8. Bagaimanakah Cara penyampaian materi dalam pelaksanaan PKPR? 9. Apa sajakah sarana dan prasarana yang digunakah dalam program PKPR ini? (Probe : Kelengkapan sarana dan prasarana seperti slide proyektor, pengukur tinggi badan, timbangan, papan, table/grafik standart IMT, alat-alat peraga, alat permainan 1-4, leaflet, kuesioner, scenario bermain peran dan peralatan medis ) 10. Menurut saudara apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dalam pemanfaatan layanan PKPR? (dipuskesmas dan disekolah ) 11. Menurut saudara apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dalam pemanfaatan layanan PKPR ? (dipuskesmas dan disekolah ) 12. Apakah yang saudara ketahui tentang konselor sebaya ?( Pengertian, tujuan, fungsi ) 13. Bagaimanakah tata cara membentuk konselor sebaya ? 14. Apakah ada kasus remaja yang di rujuk ke puskesmas ? 15. Apakah ada umpan balik setelah merujuk ?(Umpan balik dari puskesmas/ kunjungan ulang) 16. Bagaimanakah sekolah memilih konselor sebaya dan apa sajakah kegiatannya?

17. Bagaimanakah dukungan sekolah terhadap PKPR ini ? 18. Bagaimanakah respon siswa terhadap PKPR ini ? 19. Bagaimanakah harapan saudara tentang program PKPR ini ? (Probe : Pelaksanaannya dan keberlanjutan Program ?

Lampiran 7

Pedoman Pertanyaan Wawancara untuk Konselor Sebaya

Nama Informan :

Tanggal Wawancara

:

Perkenalan

Perkenalkan nama saya ........................... dari...................... Saya sedang melakukan studi tentang persepsi remaja terhadap program pelayanan kesehatan peduli remaja (PKPR) di wilayah Puskesmas Kuta Selatan. Tujuan dari studi ini adalah: 1. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang keberadaan, faktor pendukung dan faktor penghambat PKPR 2. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang bentuk kegiatan PKPR. 3. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja materi maupun cara penyampaian PKPR. 4. Penelitian ini untuk mengetahui persepsi remaja tentang peran konselor sebaya. 5. Penelitian ini untuk mengetahui harapan remaja terhadap PKPR.

Kami meminta kesediaan ibu secara sukarela untuk menjadi informan dalam studi ini. Hasil studi ini sangat tergantung pada informasi yang didapat dari ibu sebagai informan. Diharapkan ibu dapat berpertisipasi dengan mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya dengan sejujurnya dan apa adanya. Jawaban yang ibu

berikan sangat penting untuk penelitian ini. Tidak ada penilaian benar atau salah terhadap jawaban yang diberikan. Jawaban yang ibu berikan juga tidak akan mempengaruhi penilaian dalam kehidupan ibu sehari-hari. Ibu berhak untuk menolak menjawab pertanyaan atau tidak bersedia sebagai informan, apabila tidak menginginkannya. Wawancara akan berlangsung kurang lebih selama 60 menit. Wawancara akan direkam sebagai backup data agar tidak ada informasi yang terlewatkan. Informasi ibu hanya akan digunkan dalam penelitian ini saja. Ibu tidak akan mendapatkan keuntungan langsung dari penelitian ini, namun informasi ibu akan sangat berguna untuk perbaikan program kesehatan terkait dalam pemberdayaan perempuan. Kami akan memberikan sedikit kompensasi untuk waktu yang sudah ibu berikan serta sebagai bentuk ucapan terima kasih atas partisipasi dalam penelitian ini. Mohon ibu menandatangani form di bagian bawah ini bila ibu setuju sebagai informan atau sumber informasi. Peneliti memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dan tujuan wawancara. Peneliti menjalin hubungan baik dengan informan. Peneliti meminta ijin kepada informan selama wawancara akan direkam dan diambil fotonya. Sebelum wawancara dimulai peneliti menanyakan kembali kepada informan apakah wawancara sudah bisa dimulai.

Denpasar,………………………..2014

Tertanda,

Informan

Peneliti

Rini Winangsih

(.………………………….)

Hp. 087761776961 Pewawancara

Fak. Kesehatan Masyarakat, Universitas Udayana Bali

(…………………………. )

Pertanyaan :

1. Sudah berapa lama adek menjadi konselor sebaya? 2. Apa saja pengalaman adek selama menjadi konselor sebaya ? (menarik/ tidak) 3. Apakah adek mengetahui keberadaan PKPR ? (di Puskesmas dan di Sekolah) 4. Pernahkan dilakukan sosialisai tentang keberadaan PKPR? (Di puskesmas dan disekolah ) 5. Apakah yang adek ketahui tentang PKPR ? (Probe : pengertian, tujuan, sasaran) 6. Bagaimanakah bentuk kegiatan pelayanan klinik PKPR ?(Probe : di di Sekolah ) 7. Bagaimanakah pelaksanaan pelayanan klinik PKPR ? (Probe : Kegiatannya ) 8. Apa sajakah materi yang diberikan dalam PKPR ? 9. Bagaimanakah Cara penyampaian materi dalam pelaksanaan PKPR? 10. Menurut adek apa sajakah yang menjadi faktor pendukung dalam pemanfaatan layanan PKPR? (dipuskesmas dan disekolah ) 11. Menurut adek apa sajakah yang menjadi faktor penghambat dalam pemanfaatan layanan PKPR ? (dipuskesmas dan disekolah ) 12. Apakah yang dimaksud dengan konselor sebaya ?( Pengertian, tujuan, fungsi, cara pemilihan ) 13. Apa sajakah kegiatan yang dilakukan oleh konselor sebaya ? 14. Bagaimanaka bentuk pelayanan yang diberikan oleh konselor sebaya? 15. Bagaimanakah dukungan sekolah terhadap konselor sebaya ? 16. Apakah ada ruangan khusus untuk konseling?

17. Bagaimanakah antusiasme remaja terhadap PKPR ini ? 18. Apa sajakah sarana dan prasarana yang disediakan untuk menunjang kegiatan konselor sebaya ? (Probe : Kelengkapan sarana dan prasarana seperti slide proyektor, pengukur tinggi badan, timbangan, papan, table/grafik standart IMT, alat-alat peraga, alat permainan 1-4, leaflet, kuesioner, skenario bermain peran dan peralatan medis ) 19. Bagaimanakah harapan adek tentang program PKPR ini ? (Probe : Pelaksanaannya dan keberlanjutan Program ? 20. Kenapa adik mau menjadi konselor ? (Probe : Alasan)