PERSPEKTIF DAN PRINSIP TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN

kelompok Focus Group 1 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perspektif dan ... 2.1.1 Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Ke...

42 downloads 796 Views 326KB Size
PERSPEKTIF DAN PRINSIP TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN BESERTA APLIKASINYA

KELAS B.302 KELOMPOK I Adiansyah, 1106053325 Annisa Azwar, 1106053382 FX Cindyanawati, 1106053035 Juwita Mannawi, 1106053445 Lidya Destanti, 1106012565 Lina Iffata Fauziya, 1106000022

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA 2011

i

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunainya sehingga kelompok Focus Group 1 dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Perspektif dan Prinsip Transkultural dalam Keperawatan Beserta Aplikasinya dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Terimakasih kami ucapkan kepada Ibu Enie Noviestari S.Kp., MSN yang telah membimbing dan memotivasi kelompok kami dalam menyelesaikan makalah ini. Kami juga berterima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa FIK UI yang telah memberikan kritik maupun saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pembelajaran tarnskultural keperawatan yang bertujuan agar mahasiswa mampu menganalisis fenomena budaya kesehatan pasien dan menerapkan konsep dan prinsip transkultural yang sesuai. Semoga makalah ini memenuhi kriteria penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.

Depok, November 2011 Penyusun (Kelompok Focus Group 1)

ii

DAFTAR ISI Kata Pengantar ................................................................................................................................ i Daftar Isi ...............……..................................................................................................................ii Abstrak............................................................................................................................................iii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ..............................................................................................................1 1.2 Tujuan ..........................................................................................................................1 BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan.....................................................……...2 2.1.1

Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan.......2

2.1.2

Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural......................3

2.1.3

Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya........................................................5

2.1.4

Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya........................................................6

2.2 Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural Sepanjang Daur Kehidupan Manusia.......8 2.2.1

Perawatan Kehamilan dan Kelahiran...............................................................8

2.2.2

Perawatan dan Pengasuhan Anak..................................................................10

BAB III : PENUTUP 3.1 Kesimpulan............................................................................................................13 Daftar Pustaka ...............................................................................................................................14

iii

ABSTRAK

Transkultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia, yang dalam penggunaannya bertujuan untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien karena perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak dilakukan pada keluarga secara turun temurun. Proses keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural, diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan transkultural, tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan keperawatan transkultural. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural berdasarkan kerangka kerja keperawatan transkultural yang dikenal dengan Leininger Sunrise Model (Leininger, 2002) berupa cultural care, world view, culture and social culture dimention, generic care system, proffesional system, culture care preservation, culture care accomodation, culture care repattering, culture congruent serta tiga strategi utama intervensi Leininger, yaitu pemeliharan terhadap budaya, negosiasi budaya dan merestrukturisasi budaya.

Kata kunci : transkultural, budaya, kultur, asuhan, keperawatan, sunrise, model.

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Seiring berkembangnya zaman di era globalisasi saat ini, terjadi peningkatan jumlah penduduk baik populasi maupun variasinya. Keadaan ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada setiap wilayah. Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang berkualitas pun semakin tinggi. Hal ini menuntut setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak setepat mungkin dengan prespektif global dan medis bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia dengan memperhatikan namun tetap pada tujuan utama yaitu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Penanganan pasien dengan latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002). Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien.

1.2 Tujuan Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah : 1. Menjelaskan konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultur 2. Mengetahui dan memahami pengkajian asuhan keperawatan budaya dan berbagai instrumen pengkajian budaya 3. Dapat mengaplikasikan konsep dan prinsip transkultural nursing di sepanjang fase kehidupan manusia.

2 BAB II PEMBAHASAN

2.1 Perspektif Transkultural dalam Keperawatan 2.1.1

Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan

Dunia saat ini sedang mengalami era globalisasi. Globalisasi memungkinkan adanya perpindahan penduduk (imigrasi) antar negara atau daerah yang menyebabkan peningkatan jumlah penduduk dalam negara, baik populasi maupun variasinya. Menurut United Nations Population Fund (2011), pada akhir bulan oktober tahun 2011 jumlah penduduk dunia akan mencapai tujuh miliar penduduk. Ini memungkinkan adanya multikultural atau variasi kultur pada suatu wilayah. Berdasar pada hal tersebut, penting bagi setiap tenaga kesehatan profesional termasuk perawat untuk mengetahui dan bertindak dengan perspektif global bagaimana merawat pasien dengan berbagai macam latar belakang kultur atau budaya yang berbeda dari berbagai tempat di dunia saat ini. Penanganan pasien dengan perbedaan latar belakang budaya disebut dengan transkultural nursing. Menurut Leininger (2002), transkultural nursing adalah suatu area/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokus memandang perbedaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan dan tindakan, dan ilmu ini digunakan untuk memberikan asuhan keperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepada manusia, yang dalam penggunaannya bertujuan untuk mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis sehingga tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal kultur dengan nilai-nilai dan norma-norma yang diyakini dan dilakukan hampir semua kultur, misalnya seperti budaya minum the yang dapat membuat tubuh sehat. Berdasarkan definisi Leininger diatas, dalam melaksanakan praktik keperawatan yang bersifat humanis, perawat perlu memahami landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya. Budaya yang telah menjadi kebiasaan tersebut diterapkan dalam asuhan keperawatan transkultural berdasarkan kerangka kerja keperawatan transkultural yang dikenal dengan Leininger Sunrise Model (Leininger, 2002) dan tiga strategi utama intervensi Leininger, yaitu pemeliharan terhadap budaya, negosiasi budaya dan merestrukturisasi budaya.

3

Bila seorang perawat mengabaikan landasan teori dan praktik keperawatan yang berdasarkan budaya atau keperawatan transkultural, perawat akan mengalami cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa ketidaknyamanan, ketidakberdayaan, dan beberapa akan mengalami disorientasi. salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang mengalami nyeri. pada beberapa daerah atau negara diperbolehkan seseorang untuk mengungkapkan rasa nyeri dengan berteriak atau menangis. tetapi bila seandainya perawat terbiasa dengan hanya meringis jika merasa nyeri, ia akan menganggap sikap pasien mengganggu dan tidak sopan. maka perawat pun akan meminta pasien bersuara pelan, bahkan tak jarang akan memarahinya karena dianggap mengganggu pasien lainnya. kebutaan budaya yang dialami oleh perawat ini akan berakibat pada perununan kualitas keperawatan yang diberikan. Penting bagi perawat untuk memahami cultural sendiri sebelum memahami keperawatan transkultural. Konsep tentang budaya dan gambaran perilaku dan sikap yang mencerminkan budaya tertuang dalam ilmu antropologi kesehatan. Dalam menerapkan keperawatann transkultural, tak hanya budaya yang harus diperhatikan, namun paradigma keperawatan pun perlu diingat agar dapat diaplikasikan dalam keperawatan transkultural. Leoninger (1985) mengartikan paradigma keperawatan transkultural sebagai cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam terlaksananya asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya terhadap empat konsep sentral keperawatan, yaitu: manusia, komponen sehat sakit, lingkungan serta keperawatan (Andrew and Boyle, 1995)

2.1.2

Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural

Tuntutan kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan pada saat ini, termasuk tuntutan terhadap asuhan keperawatan yang berkualitas akan semakin tinggi. Dengan adanya globalisasi, dimana perpindahan penduduk antar negara menyebabkan adanya pergeseran terhadap tuntutan asuhan keperawatan. Sehingga, perawat tidak hanya dituntut untuk bisa berkembang pada masa kini tapi perawat pun harus berkembang dari masa lalu, seperti kebudayaan klien, latar belakag klien, dan lain sebagainya.

4

Menurut J.N Giger dan Davidhizar konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan ada beberapa, antara lain: 1. Budaya Norma dipelajari,

atau dan

aturan

dibagi

serta

tindakan memberi

dari petunjuk

anggota dalam

kelompok

berfikir,

yang

bertindak

dan

mengambil keputusan. 2. Cultural Seseorang yang memiliki pertentanan antara dua individu dari budaya, gaya hidup, dan hukum hidup. Contohnya, Didin adalah anak yang dilahirkan dari pasangan suku sunda dan batak. 3. Diversity Diversity atau keragaman budaya adalah suatu bentuk yang ideal dari asuhan keperawatan yang dibutuhkan untuk memberikan asuhan budaya individu, kepercayaan, dan tindakan. 4. Etnosentris Prsepsi yang dimiliki oleh individu yang menganggap bahwa budayanya adalah yang terbaik diantara budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain. 5. Ras Perbedaan manusia didasarkan pada asal muasal manusia. 6. Cultural shock Suatu

keadaan

yang

dialami

klien

pada

suatu

kondisi

dimana

perawat

tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat

menyebabkan

munculnya

beberapa mengalami disorientasi. 7. Diskriminasi

rasa

ketidaknyamanan,

ketidakberdayaan

dan

5 Perbedaan perlakuan individu atau kelompok berdasarkan ras, etnik, jenis kelamin, sosial, dan lain sebagainya. 8. Sterotyping Anggapan suatu individu atau kelompok bahwa semua anggota dari kelompok budaya adalah sama. Seperti, perawat beranggapan bahwa semua orang Indonesia menyukai nasi. 9. Assimilation Suatu

proses

individu

untuk

membangun

identitas

kebudayaannya,

sehingga

akan

menghilangkan budaya kelompoknya dan memperoleh budaya baru. 10. Perjudice Adalah prasangka buruk atau beranggapan bahwa para pemimpin lebih suka untuk menghukum terlebih dahulu suatu anggota.

2.1.3

Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya

Perawat dalam menjalankan tugasnya sering menghadapi klien yang memiliki latar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda. Untuk menghadapi situasi ini penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien memiliki pendangan dan interpretasi mengenai penyakit dan kesehatan yang berbeda. Pandangan tersebut didasarkan pada keyakinan sosial-budaya klien. Perawat harus sensitif dan waspada terhadap keunikan warisan budaya dan tradisi kesehatan klien dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien dari latar belakang kebudayaan yang berbeda. Perawat harus mengkaji dan mendengarkan dengan cermat tentang konsistensi warisan budaya klien. Pengakajian tentang budaya klien merupakan pengkajian yang sisrematik dan komprehensif dari nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik individual, keluarga, komunitas. Tujuan engkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menerapkan kesamaan budaya ( Leininger dan MC Farland, 2002). Perawat dalam melakukan pengkajian terhadap kebudayaan klien dimulai dari menentukan warisan kultural budaya klien, latar belakang organisasi sosial, dan keterampilan bahasa serta

6 menayakan penyebab penyakit atau masalah untuk mengetahui klien mendapatkan pengobatan rakyat secaratradisional baik secara ilmiah maupun mesogisoreligus atau kata ramah, suci untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Hal ini dilakukan untuk pemenuhan kompoen pengakajian budaya untuk menyediakan informasi yang berguna dalam mengumpulkan data kebudayaan klien. Model matahari terbit dari leininger menggambarkankeberagaman budaya dalam kehidupan sehari-hari dan membantu melaksanakan pengkajian budaya yang dilakukan secara komprehensif. Model ini beranggapan bahwa nilai-nilai pelayanan budaya, kepercayaan, dan praktik merupakn hal yang tidak dapat diubah dalam budaya dan dimensi struktur sosia lmasyarakat, konteks lingkungan, bahasa dan riwayat etik atau peristiwa bersejarah dari kelompok tertentu(Potter dan perry, fundamental keperawatan ed 7, 187) Tahapan pengkajian budaya dimulai dari mengetahui perubahan demografik populasi pad lingkungan praktik komunitas yang disebut dengan data sensus. Data sensus didapatkan dari data sensus lokal dan regional serta laporan pelayanan kesehatan. Langkah berikutnya perawta menggunakan teknik wawancara yang terbuka, terfokus, dan kntras untuk mendorong klien menceritakan nilai-ilai, kepercayaan, dan praktik dalam warisan budayanya( Spradley, 1979). Dalam melaksanakan pengkajian budaya seorang perawt menjalin hubungan dengan klien dan memiliki keterampilam dalam berkomuknikasi. Pengkajian budaya yang komprehensif membutuhkan keterampilan, waktu hingga persiapan dan antisipasi sangat diperlukan.

2.1.4

Beberapa Instrumen Pengkajian Budaya

Pada abad ke-21 ini,tuntutan terhadap asuhan keperawatan semakin besar, tak hanya asuhan keperawatan yang melihat sisi medisnya saja, tetapi juga melihat dari sisi budaya. Jika melihat dari sisi budaya, ini termasuk ilmu keperawatan yang memasuki level midle theory range, yaitu teori transkultural nursing. Tanskultural nursing adalah suatu daerah/wilayah keilmuan budaya pada proses belajar dan praktek keperawatan yang fokusnya memandang perbadaan dan kesamaan diantara budaya dengan menghargai asuhan, sehat dan sakit didasarkan pada nilai budaya manusia, kepercayaan

7 dan tindakan, dan ilmu ini digunakanuntuk memberikan asuhankeperawatan khususnya budaya atau keutuhan budaya kepda manusia (Leininger, 2002). Transkultural nursing mempunyai tahapan yang sama dengan proses keperawatan; antara lain pengkajian, diagnosis, perencanaan, implemantasi dan evaluasi. Pengkajian dalam transkultural nursing memiliki instrument atau komponen tersendiri, antara lain; warisan dan sejarah etnik, variasi biologis, religious dan kepercayaan, organisasi sosial, komunikasi, waktu, kepercayaan perawatan dan prakteknya, serta pengalaman sebagai tenaga proposional. Warisan budaya dan sejarah etnik sering membawa pada nilai-nilai dan norma yang berlaku pada suatu adat istiadat, ras klien, atau dalam hal ini dapat dikaji tentang persepsin sehat dan sakit menurut budaya klien, keikutsertaan cara-cara budaya dalam proses perawatan. Relijius dan kepercayaan ini dalah faktor yang sangat mempengaruhi karena membawa motivasi tersendiri untuk menempatkan kebenaran di atas segalanya. Kajian religious dapat meliputi agama yang dianut, sudut pandang pasien terhadap penyeban penyakit, proses penyembuhannya serta sisi positif agama pasien yang dapat membantu proses kesembuhanya. Variasi biologis, perbedaan biologis antara anggota kelompok kultur, seperti struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetik, kerentanan terhadap penyakit, variasi nutrisi. Pengkajian organisasi sosial mengacu pada unit keluarga dan kelompok sosial, dimana di lihat tentang keadaan soal keluarga seperti ekonomi, pergaulan sosial. Sedangkan pada kelompok sosila klien dapat dilihat sejarah lingkungan dan kondisi lingkungan. Komunikasi adalah hal terpenting dalam pelangsanaakn proses asuhan keperawatan, ketidak berhasilan komunikasi dapat menghambat proses diagnosis dan tindakaan serta dapat membawa pada hasil yang trgis. Dalam hal ini perawat harus dapat melihat bahasa yang digunakan pasien secra verbal maupun non verbal. Ruang personal menujukkan sikap klien yang harus ditanggapi oleh perawat secara sensitive, sehingga kidatk menimbulkkan rasa ketidak nyamanan pasien. Bukan hanya mengenai ruang personal yang harus menjadi pertimbangan tetapi juga mengenai waktu ,orientasi waktu berbeda-deada dalam setiap ethic ada yang memprioritaskan pada saat ini ada juga yang saat mendatang. Perbedaan orientasi waktu ini akan membawa pada perencaan asuhan jangka panjang. Keyakinan perawtan klien juga menjadi factor kajian, di sini perawat harus melihat bagai mana keyakinan dan praktik pengobatan tradisional yang dipercai pasien dlam proses penyembuhannya apakah dapat membantu atau memperparah penyakitnnya. Dan

8 factor kajian terakhir yang mempengaruhi adalh pengalam an propesional perawtan itu sendiri dalam menangggapi atau dalam member asuhan keperawatan itu.

2.2 Aplikasi Konsep dan Prinsip Transkultural Sepanjang Daur Kehidupan Manusia. 2.2.1

Perawatan Kehamilan dan Kelahiran

Kehamilan dan kelahiran bayi pun dipengaruhi oleh aspek sosial dan budaya dalam suatu masyarakat. Dalam ukuran-ukuran tertentu, fisiologi kelahiran secara universal sama. Namun proses kelahiran sering ditanggapi dengan cara-cara yang berbeda oleh aneka kelompok masyarakat (Jordan, 1993). Berbagai kelompok yang memiliki penilaian terhadap aspek kultural tentang kehamilan dan kelahiran menganggap peristiwa itu merupakan tahapan yang harus dijalani didunia. Salah satu kebudayaan masyarakat kerinci di Provinsi Jambi misalnya, wanita hamil dilarang makan rebung karena menurut masyarakat setempat jika wanita hamil makan rebung maka bayinya akan berbulu seperti rebung. Makan jantung pisang juga diyakini menurut keyakinan mereka akan membuat bayi lahir dengan ukuran yang kecil. Dalam kebudayaan Batak, wanita hamil yang menginjak usia kehamilan tujuh bulan diberikan kepada ibunya ulos tondi agar wanita hamil tersebut selamat dalam proses melahirkan. Ketika sang bayi lahir pun nenek dari pihak ibu memberikan lagi ulos tondi kepada cucunya sebagai simbol perlindungan. Sang ibu akan menggendong anaknya dengan ulos tersebut agar anaknya selalu sehat dan cepat besar. Ulos tersebut dinamakan ulos parompa. Pantangan dan simbol yang terbentuk dari kebudayaan hingga kini masih dipertahankan dalam komunitas dan masyarakat. Dalam menghadapi situasi ini, pelayanan kompeten secara budaya diperlukan bagi seorang perawat untuk menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya berbeda, serta berupaya mencapai pelayanan yang optimal bagi klien dan keluarga Menurut Meutia Farida Swasono salah satu contoh dari masyarakat yang sering menitikberatkan perhatian pada aspek krisis kehidupan dari peristiwa kehamilan dan kelahiran

9 adalah orang jawa yang di dalam adat adat istiadat mereka terdapat berbagai upacara adat yang rinci untuk menyambut kelahiran bayi seperti pada upacara mitoni, procotan, dan brokohan. Perbedaan yang paling mencolok antara penanganan kehamilan dan kelahiran oleh dunia medis dengan adat adalah orang yang menanganinya, kesehatan modern penanganan oleh dokter dibantu oleh perawat, bidan, dan lain sebagainya tapi penangana dengan adat dibantu oleh dukun bayi. Menurut Meutia Farida Swasono dukun bayi umumnya adalah perempuan, walaupun dari berbagai kebudayaan tertentu, dukun bayi adalah laki laki seperti pada masyarakat Bali Hindu yang disebut balian manak dengan usia di atas 50tahun dan profesi ini tidak dapat digantikan oleh perempuan karena dalam proses menolong persalinan, sang dukun harus membacakan mantra mantra yang hanya boleh diucapkan oleh laki laki karena sifat sakralnya. Proses pendidikan atau rekrutmen untuk menjadi dukun bayi bermacam macam. Ada dukun bayi yang memperoleh keahliannya melalui proses belajar yang diwariskan dari nenek atau ibunya, namun ada pula yang mempelajari dari seorang guru karena merasa terpanggil. Dari segi budaya, melahirkan tidak hanya merupakan suatu proses semata mata berkenaan dengan lahirnya sang bayi saja, namun tempat melahirkan pun harus terhindar dari berbagai kotoran tapi “kotor” dalam arti keduniawian, sehingga kebudayaan menetapkan bahwa proses mengeluarkan unsur unsur yang kotor atau keduniawian harus dilangsungkan di tempat yang sesuai keperluan itu. Jika dokter memiliki obat obat medis maka dukun bayi punya banyak ramuan untuk dapat menangani ibu dan janin, umumnya ramuan itu diracik dari berbagai jenis tumbuhan, atau bahan bahan lainnya yang diyakini berkhasiat sebagai penguat tubuh atau pelancar proses persalinan. Menurut pendekatan biososiokultural dalam kajian antropologi, kehamilan dan kelahiran dilihat bukan hanya aspek biologis dan fisiologis saja, melainkan sebagai proses yang mencakup pemahaman dan pengaturan hal-hal seperti; pandangan budaya mengenai kehamilan dan kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah tempat kelahiran berlangsung, cara pencegahan bahaya, penggunaan ramuan atau obat-obatan tradisional, cara menolong kelahiran, pusat kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta perawatan bayi dan ibunya. Berdasarkan uraian diatas, perawat harus mampu memahami kondisi kliennya yang memiliki budaya berbeda. Perawat juga dituntut untuk memiliki keterampilan dalam pengkajian

10 budaya yang akurat dan komprehensif sepanjang waktu berdasarkan warisan etnik dan riwayat etnik, riwayat biokultural, organisasi sosial, agama dan kepercayaan serta pola komunikasi. Semua budaya mempunyai dimensi lampau, sekarang dan mendatang. Untuk itu penting bagi perawat memahami orientasi waktu wanita yang mengalami transisi kehidupan dan sensitif terhadap warisan budaya keluarganya. 2.2.2

Perawatan dan Pengasuhan Anak

Disepanjang daur kehidupannya, manusia akan melewati masa transisi dari awal masa kelahiran hingga kematiannya. Kebudayaan turut serta mempengaruhi peralihan tersebut. Dalam asuhan keperawatan budaya, perawat harus paham dan bias mengaplikasikan pengetahuannya pada tiap daur kehidupan manusia. Salah satu contohnya yaitu aplikasi transkultural pada perawatan dan pengasuhan anak. Setiap anak diharapkan dapat berkembang secara sempurna dan simultan, baik perkembangan fisik, kejiwaan dan juga sosialnya sesuai dengan standar kesehatan, yaitu sehat jasmani, rohani dan sosial. Untuk itu perlu dipetakan berbagai unsur yang terlibat dalam proses perkembangan anak sehingga dapat dioptimalkan secara sinergis.Menurut Urie Bronfenbrenner (1990) setidaknya ada 5 (lima) sistem yang berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak,yaitu:Pertama,sistem mikro yang terkait dengan setting individual di mana anak tumbuh dan berkembang yang meliputi:keluarga,teman sebaya,sekolah dan lingkungan sekitar tetangga. Kedua,sistem meso yang merupakan hubungan di antara mikro sistem,misalnya hubungan pengalaman-pengalam an yang didapatkan di dalam keluarga dengan pengalaman di sekolah atau pengalaman dengan teman sebaya. Ketiga,sistem exo yang menggambarkan pengalaman dan pengaruh dalam setting sosial yang berada di luar kontrol aktif tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap perkembangan anak,seperti,pekerjaan orang tua dan media massa. Keempat,sistem

makro

yang

merupakan

budaya

di

mana

individu

hidup

seperti:ideologi,budaya,sub-budaya atau strata sosial masyarakat. Kelima,sistem chrono yang merupakan gambaran kondisi kritis transisional (kondisi sosio-historik). Keempat sistem pertama harus mampu dioptimalkan secara sinergis dalam pengembangan berbagai potensi anak sehingga dibutuhkan pola pengasuhan,pola pembelajaran,pola pergaulan

11 termasuk penggunaan media massa,dan pola kebiasaan (budaya) yang koheren dan saling mendukung. Proses sosialisasi pada anak secara umum melalui 4 fase, yaitu: 1. Fase Laten (Laten Pattern),pada fase ini proses sosialisasi belum terlihat jelas. Anak belum merupakan kesatuan individu yang berdiri sendiri dan dapat melakukan kontak dengan lingkungannya. Pada fase ini anak masih dianggap sebagai bagian dari ibu,dan anak pada fase ini masih merupakan satu kesatuan yang disebut “two persons system”. 2. Fase Adaptasi (Adaption),pada fase ini anak mulai mengenal lingkungan dan memberikan reaksi atas rangsangan-rangsang an dari lingkungannya. Orangtua berperan besar pada fase adaptasi,karena anak hanya dapat belajar dengan baik atas bantuan dan bimbingan orangtuanya. 3. Fase Pencapaian Tujuan (Goal Attainment),pada fase ini dalam sosialisasinya anak tidak hanya sekadar memberikan umpan balik atas rangsangan yang diberikan oleh lingkungannya,tapi sudah memiliki maksud dan tujuan. Anak cenderung mengulangi tingkah laku tertentu untuk mendapatkan pujian dan penghargaan dari lingkungannya. 4. Fase Integrasi (Integration),pada fase ini tingkah laku anak tidak lagi hanya sekadar penyesuaian (adaptasi) ataupun untuk mendapatkan penghargaan,tapi sudah menjadi bagian dari karakter yang menyatu dengan dirinya sendiri. Interaksi anak dengan lingkungannya secara tidak langsung telah mengenalkan dirinya pada kultural atau kebudayaan yang ada di sekelilingnya. Lingkungan dan keluarga turut berperan serta dalam tumbuh kembang anak. Hal ini pun tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh budaya yang ada di sekitarnya. Sebagai perawat, dalam memberikan pengasuhan dan perawatan perlu mengarahkan anak pada perilaku perkembangan yang normal, membantu dalam memaksimalkan kemampuannya dan menggunakan kemampuannya untuk koping dengan membantu mencapai keseimbangan perkembangan yang penting. Perawat juga harus sangat melibatkan anak dalam merencanakan proses perkembangan. Karena preadolesens memiliki keterampilan kognitif dan sosial yang meningkat sehingga dapat merencnakan aktifitas perkembngan. Dalam lingkungannya, anak diharuskan bekerja dan bermain secara kooperatif dalam kelompok besar anak-anak dalam berbagai latar belakang budaya. Dalam proses ini, anak

12 mungkin menghadapi masalah kesehatan psikososial dan fisik (misalnya meningkatnya kerentanan terhadap infeksi pernapasan, penyesuaian yang salah di sekolah, hubungan dengan kawan sebaya tidak adekuat, atau gangguan belajar). Perawat harus merancang intervensi peningkatan kesehatan anak dengan turut mengkaji kultur yang berkembang pada anak. Agar tidak terjadi konflik budaya terhadap anak yang akan mengakibatkan tidak optimalnya pegasuhan dan perawatan anak.

13

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan : 1. Proses keperawatan transkultural merupakan salah satu dasar teori untuk memenuhi asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya pasien. 2. Proses keperawatan transkultural diaplikasikan untuk mengurangi konflik perbedaan budaya atau lintas budaya antara perawat sebagai profesional dan pasien. 3. Perilaku budaya terkait sehat sakit masyarakat secara umum masih banyak dilakukan pada keluarga secara turun temurun. 4. Sehat dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing diartikan pandangan masyarakat tentang kesehatan spesifik bergantung pada kelompok kebudayaannya teknologi dan non-teknologi pelayanan kesehatan yang diterima bergantung pada budaya nilai dan kepercayaan yang dianutnya. 5. Proses keperawatan transkultural terdiri dari tahap pengkajian keperawatan transkultural, diagnosa keperawatan transkultural, rencana tindakan keperawatan transkultural, tindakan keperawatan transkultural dan evaluasi tindakan keperawatan transkultural. 6. Prinsip pengkajian keperawatan transkultural berpedoman pada model konsep dari Leininger. Konsep utama dari model sunrise berupa cultural care, world view, culture and social culture dimention, generic care system, proffesional system, culture care preservation, culture care accomodation, culture care repattering, culture congruent. 7. Rencana tindakan transkultural didasari pada prinsip rencana tindakan dari teori Sunrise Model yang terdiri dari 3 strategi tindakan, yaitu perlindungan perawatan budaya atau pemeliharaannya, akomodasi perawatan budaya atau negosiasi budaya, perumusan kembali dan restrukturasi.

14

DAFTAR PUSTAKA

Afifah, Efy. “KERAGAMAN BUDAYA DAN PERSPEKTIF TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN”. http://staff.ui.ac.id/internal/132051049/material/ transkulturalnursing.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Andrew, M.M. and Boyle, J.S. (1995). Transcultural Concepts in Nursing Care. 2nd Ed. Philadelphia: J.B. Lippincot Company, hal 1-131. Elsaerodji, Fahmi. “Pertumbuhan dan Perkembangan Anak: Perspektif Sosial Budaya Jawa”. http://atfahmi.depsos.org/2011/01/27/pertumbuhan-dan-perkembangan-anak-perspektifsosial-budaya-jawa.html. css (23 Oktober 2011) Ginger, J. N. dan Davidhizar (1995). Transcultural Nursing: Assessment and Intervention. St. Louis: Mosby, hal 1-157. Kozier, B., Erb, G., Berman A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and Practice . 7th Ed. New Jersey: Pearson Education, Inc. Hal. 205-221. Novieastari, Enie. “Perkembangan Transkultural dalam Keperawatan”. http://staff.ui. ac.id/internal/132014715/material/PerkembanganTranskulturaldalamKeperawatan.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Novieastari, Enie. “Transcultural Nursing Care”. http://staff.ui.ac.id/internal/132014715/ material/NursingPerspectiveinTranscultural.pdf. Aplication pdf (18 Oktober 2011) Pratiwi, Arum. (2011). Buku Ajar Keperawatan Transkultural. Yogyakarta: Penerbit Gosyen Publishing. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2005). Fundamentals of Nursing: Concepts, Procces, and Practice. 6th Ed. St. Louis, MI: Elsevier Mosby. Hal. 118-136. Potter, P. A. & Perry, A. G. (2009). Fundamentals of Nursing. 7th Ed. (Terj. dr. Adrina Ferderika). Jakarta: Salemba Medika