PKN

Download 2 Des 2015 ... ABSTRAK. Peranan Pendidikan Kewarganegaraan di era globalisasi eksetensinya sangat diperlukan, mengingat kedudukannya sangat...

0 downloads 365 Views 171KB Size
Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

MOBILITAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN (PKn) DI INDONESIA DALAM PEMBENTUKAN KARAKTER BANGSA

oleh: Juliati Program Studi PPKn STKIP PGRI Sukabumi

ABSTRAK Peranan Pendidikan Kewarganegaraan di era globalisasi eksetensinya sangat diperlukan, mengingat kedudukannya sangat strategis terutama bagi pembentukan nation and character building. Namun dalam pelaksanaannya sangat rentan terhadap bias politik praktis penguasa, sehingga cenderung mengarah ke instrument penguasa dan lebih ke matrealis individualistis dari pada sebagai wahana pembentukan watak dan karakter bangsa. Hal ini senada dan terjadi pada sejumlah negara khususnya dinegara-negara berkembang. Untuk mobilitas pembentukan karakter bangsa maka keberadaannya jangan hanya bernuansa dogmatis dan idoktrinatif, tetapi seharusnya lebih kepada menumbuh kembangkan budaya berpikir kritis, sistimatis, kreatif dan inovatif yaitu melalui pedagogis dan metodelogis yang lebih tepat lagi dalam kontek lingkungan social budayanya agar nantinya dapat berpartisipasi dalam kehidupan warga dunia (civic virtues). Kata Kunci : Mobilitas PKn, Pembentukan Karakter, Kebangsaan

Pendahuluan Pendidikan kewaraganegaraan adalah sebuah kajian teori atau disiplin ilmu yang mendeskripsikan tentang hak dan kewajiban warga negara dalam peranan dan kedudukannya sebagai warga negara yang baik (good citizenship). Pedidikan kewarganegaraan bagi Amerika adalah meng-Amerikakan orang Amerika (Theory of Americanization), sedangkan bagi Indonesia PKn merupakan media pengajaran yang akan meng-Indonesia-kan warga negaranya. Sebab meskipun orang itu lahir dan dibesarkan di Indonesia, bahkan meninggalkan pun di Indonesia, belum tentu dia berprilaku yang sejalan dengan nilai-nilai dasar yang telah disepakati dan menjadi prasarat bagi mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbagsa dan bernegara sesuai dengan yang diinginkan, dalam hal ini demokrasi pancasila. Dalam konteks ini, Azis Wahab, dkk (2001) menyatakan bahwa : “PKn ialah media pengajaran yang akan meng-Indonesia-kan para peserta didik secara sadar, cerdas dan penuh tanggung jawab. Karena itu program PKn memuat konsepkonsep umum ketatanegaraan, politik, hukum, negara serta dari teori umum yanglain yang cocok dengan target tersebut. Dengan kecenderungan sifat teoritis disiplin politik tetap dominan baik dalam program maupun dalam pengajarannya.”

51

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Untuk kepentingan itulah antara lain misi yang diemban PKn. Fungsi lain PKn yang juga sangat strategis, bagi upaya membangun negara yang demokratis,yang memungkinkan bagi pengembangan kehidupan masyarakat yang lain. Oleh karena itu pendidikan kewarganegaraan memiliki peranan yang sangat fundamental bagi keberlangsungan setiap negara. Berkaitan dengan hal itu maka pelaksanaan pendidikan kewarganegaraan di berbagai negara senantiasa berbeda- beda, karena disesuaikan dengan misi dan visi yang diemban oleh setiap negara. Metode Penelitian Metode yang dipergunakan dalam makalah ini adalah Metode Deskriptif (Kartini Kartono, 2010: 84) karena metode deskriptif adalah suatu metode penelitian yang menggambarkan semua data atau keadaan subyek atau obyek atau landasan subyek atau obyek. Kemudian dianalisis untuk selanjutnya mencoba untuk memberikan pemecahan masalah terhadap apa yang sedang diamatinya, adapun teknik dari pengumpulan datanya adalah sebagai berikut : Teknik Pengumpulan Data a. Study Dokumentasi,yaitu :Menyimak kurikulum tahun 2006 dan tahun 2013 sepertistudy pada Pendidikan Kewarganegaraan; b. Study Literatur,yaitu : Mencari buku- buku yang ada untuk dapat dipergunakan dan ada juga sebagian dengan diperoleh dari Perpustakaan Kota; Pembahasan Bangsa Indonesia yang memproklamasikan diri menjadi suatu negara yang berdaulattelah pula memiliki konstitusi dan bertekad untuk menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara secara demokratis. Sistim pemerintahan maupun praktek hidup bermasyarakat yang dicitacitakan dalam konstitusi negara RI (UUD 1945) tidak diragukan lagi memiliki semangat demokratis. Sejumlah pilar demokrasi (konstitusional).The ten and/ or twelve pillars of demokrasi, hasil pemikiran yang mendalam para akhli (Achmad Sanusi, 1998, Azis Wahab, 1999) terhadap konstitusi Negara RI menunjukkan adanya harapan yang kuat untuk tegaknya (terwujudnya) nilai- nilai demokrasi di indonesia dalam kehidupan nyata. Tidak diragukan bahwa pendidikan kewarganegaraan sangat diperlukan dan memiliki nilai serta kedudukan yang sangat strategis bagi “nation and character bulding” dalam arti seluasluasnya. Namun demikian dalam pelaksanannya pendidikan kewarganegaraan sangat rentan terhadap bias politik praktis penguasa sehingga ia cenderung lebih merupakan instrument penguasa dari pada sebagai wahana pembentukan watak bangsa. Hal senada terjadi pula pada sejumlah negara, khususnya negara- negara berkembang, sebagaimana ditunjukkan oleh sejumlah hasil penelitian. Sebenarnya ada beberapa kelemahan pada pendidikan kewarganegaraan di masa yang lalu, sebagai berikut : 1. Terlalu menekankan pada aspek nilai moral belaka yang menempatkan peserta didik sebagai obyek yang berkewajiban untuk menerima nilai- nilai moral tertentu; 2. Kurang diarahkan pada permasalahan struktur, proses dan institusi- institusi negara dengan segala kelengkapannya; 3. Pada umumnya bersifat dogmatis dan relative; 4. Berorientasi kepada kepentingan rezim yang berkuasa. Menyadari kelemahan-kelemahan yang terkandung dalam pendidikan kewarganegaraan yang lalu, maka perlu dilakukannya konseptualisasi dan pembentukan kembali paradigma baru pendidikan kewarganegaraan dengan menyeimbangkan antara perkembangan nilai- nilai moral di satu pihak dengan pemahaman terhadap struktur, proses dan institusi negara dengan segala kelengkapannya di pihak lain.

52

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Adapun suatu upaya pengembangan pendidikan kewarganegaraan dimasa yang akan datang sangat jelas dan nyata diperlukan untuk peran mobilitas pembentukan karakter bangsa seperti proses dari penerapannya terhadap masyarakat disekitar dimana mereka berada. Oleh karena itu pembentukan afektif dari setiap individu warganegaranya senantiasa memerlukan berbagai dukungan kompetensi atau karakteristik yang harus nampak dan jelas keberadaannya terutama pada publik vigur diri bagi seluruh lapisan dari warganya (Civic Virtues)Cogan (1998 : 115) mengkonstruksi karakteristik yang harus dimiliki warganegara sebagai berikut : a. The ability to look at and approach problems as a member of a global society (kemampuan mengenaldan mendekati masalah sebagai warga masyarakat global); b. The ability to work with others in a cooperative way and to take responsibility for one’s roles/ duties within society (kemampuan bekerja sama dengan orang lain dan memikul tanggung jawab atas peran atau kewajibannya dalam masyarakat); c. The ability to understand, accept, appreciate and tolerate cultural differences (kemampuan untuk memahami, menerima, dan menghormati perbedaan- perbedaan budaya bagi seluruh warganegaranya ); d. The capacity to think in a critical and systemic way (kemampuan berpikir kritis dan sistematis dalam berbangsa serta berenegara); e. The willingness to resolve conflictand in a non-violent manner (kemampuan menyelesaikan konflik dengan cara damai dan kekerasan); f. The willingness to change one’s lifestyle and consumption habits to protect the environment (kemampuan mengubah gaya hidup dan pola makanan pokok yang sudah biasa guna melindungi lingkungan); g. The ability to be sensitive towards and to defendhuman rights (eg, rights of women, ethnic minorities, ets), and (memiliki kepekaan terhadap dan mempertahankan hak azasi manusia (seperti hak kaum wanita, minoritas etnis, dsbnya); h. The willingness and ability to participate in politics at local, national and internasional levels (kemauan dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan politik pada tingkatan pemerintah lokal, nasional, dan internasional). Tuntutan pengembangan kewarganegaraan diatasmenurut Cogan(1998 : 117) harus dikonstruksi dalam kebijakan pendidikan kewarganegaraan yang multidimensional (multidimensional citizenship), yang ia gambarkan dalam empatdimensi yang saling berinterelasi, yaitu the personal, social, spatial and temporal dimension. Keempat dimensi ini akan melahirkan atribut kewarganegaraan yang mungkin akan berbeda ditiap negara sesuai dengan sistim politik Negara masing- masing yakni : 1) A sense ofidentity; 2) The enjoyment of certain rights; 3) The fulfillment of correspondingobligations; 4) A degree of interest and involvement in public affairs,and; 5) An acceptance of basic societal values. Bagi Indonesia karakter kewarganegaraanakan memiliki kekhususan sesuai dengan ideologi yang dianut yakni Pancasila dan Konstitusi yang berlaku di Indonesia ialah Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945). Empat dimensi kewarganegaraan sebagaimana dikemukakan diatas menjadi acuan untuk mengembangkan sikap yang semestinya dimiliki setiap warganegara.Oleh karena itu kita senantiasa dituntut untuk dapat mengemaskarakteristik warga negara kedalam suatu pembelajaransehingga dapat dikembangkan menjadi sesuatu yang positif guna mengembangkan sikap warga negara khususnya. Adapun sikap karakteristik tersebut sudah tercantum didalam kurikulum tahun 2013 disesuaikan dengan peraturan Menteri kependidikan Indonesia dan poin- poinnya dari nilai- nilai karakteristik tersebut dimasukkan kedalam masing- masing bidang studi mulai dari tingkat: Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama maupun Sekolah Tingkat Atas seperti yang

53

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

tercantum didalam nomor :satu sampai dengan nomor delapan belas lengkap dengan deskripsi dari setiap nilai karakter yang sudah tercantum dari setiap masingmasing masing nomornya.

54

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Pembahasan Hasil : 1) Masa Sebelum Proklamasi Kemerdekaan : Pelajaran civics sebelum kemerdekaan atau pada zaman Hindia Belanda dikenal dengan namaBurgerkunde. Pada waktu itu ada dua buku yang digunakan yaitu Indische Burgerschapkunde dan Rech en Plich (Bambang Daroeso, 1986 : 8- 9). Melalui buku ini, Pemerintah Hindia Belanda menginginkan agar rakyat jajahan lebih memahami hak dan kewajibannya terhadap pemerintah Hindia Belanda, sehingga diharapkantidak menganggap sebagai musuh terhadappemerintah Belanda (My enemy is government) tetapi justru memberikan dukungan dengan penuh kesadaran dalam jangka waktu yang panjangscolonial, diantaranya ialah : a) Sistim pendidikannya terarah pada usaha membantu kelestarian penjajahannya; b) Sifat pendidikannya adalah eksploitasi demi keuntungan penjajah yang berakibat kebodohan dan kemelaratan pihak yang dijajah; c) Metode pendidikannya dijalankan menurut “Tucken orde “ (tertib yang semu) sehingga tidak memberi peluang untuk tumbuh bebas; d) Sistim pelajarannya menghafal dan membeo tanpa diberi kesempatan untuk bereaksi dan beraksi; (Sarino mangunpranoto). Meskipun pada waktu itu bangsa Indonesia dijajah, namun konsep tentang pendidikan politik maupun pelaksanaanya melalui pendidikan formal dan non formal tetap saja berlangsung.Pendidikan politik melalui pendidikan formal/ sekolah pada masa pergerakan nasional dilakukan oleh guru- guru sekolah partikelir.Sedangkan untuk pendidikan non formal dilakukan oleh para tokoh pergerakan nasional.Misalnya yang dilakukan oleh tokoh nasional dan sekaligus sebagai proklamator yaitu oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa pelajaran yang diberikannya adalah sebagai konsep dari pendidikan politik yang dilakukan yaitu dimasa zaman pergerakan nasional dengan tujuan untuk menjadikan Diffuse support ( yaitu dukungan yang terus menerus ) bagi terwujudnya cita- cita kemerdekaan untuk menimbulkan sikap My enemy is government ( musuh saya adalah pemerintah ) terhadap pemerintah colonial. Hal ini meruapakan usaha untuk melawan (counter) terhadap misi Burgerkunde yang mengharapkan adanya Diffuse support dari rakyat terhadap pemerintah kolonial. Pelaksanaan pendidikan politik baik yang dilakukan oleh guru- guru sekolah partikelir ( melalui pendidikan formal ) maupun yang dilakukan para tokoh pergerakan nasional ( pendidikan politik non formal ) pada prinsipnya dapat dinyatakan sebagai cikal bakal pendidikan politik atau PKn di zaman Indonesia Merdeka. Sebab apa yang dilakukan oleh pergerakan nasional diakui dan dimasukkan dalam Pembukaan UUD 1945 yang dinyatakan sebagai berikut : “ Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentosa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan negara Indonesia yang merdeka, bersatu adil serta makmur”. IKN- PKn di zaman Indonesia merdeka, tentunya dimaksudkan untuk mewujudkan diffuse support bagi negara proklamasi dan menghilangkan “My enemy is government “ karena pemerintahan yang ada bukan lagi pemerintahan kolonial, tetapi merupakan pemerintahan sendiri yang berkedaulatan rakyat 2) Masa Sesudah Proklamasi Kemerdekaan Perkembangan IKn- PKn sesudah proklamsi kemerdekaan digambarkan oleh Nu’man Somantri (1976 : 34- 35) sebagai kewarganegaraan (1957), civic (1961), pendidikan kewargaan negara (1968), pendidikan kewargaan negara (1972), pendidikan kewarganegaraan (1989), pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn).

55

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Apabila kita analisa dengan cermat dan mendalam mengenai perkembangan civic education di Indonesia, maka kita akan menemukan bahwa Pendidikan kewarganegaraan telah mengalami perkembangan yang fluktuatif hampir empat dasawarsa (1962- 1998) yang diindisikasikan dalam bentuk kemasan maupun subtansinya. Hal tersebut secara kasat mata terlihat jelas dalam substansi kurikulum pendidikan kewaraganegaraan kerap kaliberubah dan senantiasa disesuaikan dengan kepentingan negara. Apabila dilihat dari segi historis, pendidikan kewarganegaraan telah mengalami banyak pergantian dan perubahan yaitu :     

Pada tahun 1957 muncul dengan nama kewarganegaraan yang isinya membahas cara memperoleh dan kehilangan kewarganegaraan Pada tahun 1961 berubah menjadi pelajaran civic yang isinya banyak membahas tentang sejarah kebangkitan nasional, UUD 1945, pidato- pidato politik kenegaraan yang dirahkan pada pembentukan nation and character building ; Tahun 1968 menjadi Kewargaan negara isinya membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama dan kebudayaan; Tahun 1975 menjadi pendidikan moral pancasila (PMP) yang berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai- nilai pancasila dan UUD 1945; Tahun 1994 berubah menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) yang karakteristiknyadidominasi oleh prosesvalue inculcation dan knowledge dissemination.Hal tersebut dapat dilihat dari materi pembelajarannya yang dikembangkan berdasarkan butir- butir sila pancasila. Tujuan pembelajarannya pun diarahkan guna menanamkan sikap prilaku yang berdasarkan nilai- nilai pancasila serta guna mengembangkan pengetahuan dan kemampuan untuk memahami, menghayati dan meyakini tentang nilai- nilai pancasila sebagai pedoman dalamberperilaku sehari –hari (Winataputra dan Budimansyah, 2007 : 97).

Perubahan tersebut diatas, menggambarkan bahwa proses pengimplementasian pendidikan kewarganegaraan senatiasa mengalamiketidak ajekan dalam kerangka berpikir, sekaligus juga mencerminkan bahwa telah terjadinya krisis konseptual, yang berdampak kepadaterjadinya krisis operasional kurikuler. Berkaitan dengan krisis atau dislocation, Kuhn (1970) berpendapat bahwa : Krisis yang bersifat konseptual tercermin dalam ketidak ajekan konsep atau istilah yang digunakan untuk pelajaran pendidikan kewarganegaraan, sedangkan krisis operasional senantiasa tercermin dalam perubahan isi dan format buku pelajaran, penataran yang tidak artikulatif dan fenomena kelas yang belum banyak dari penekanan pada proses kognitif memorisasi fakta dan konsep. Dimana kedua jenis krisis tersebut terjadi karena memang sekolah masih tetap diperlakukan sebagan masih belum efektifnya pelaksanaan socio- political institusion, dan masih belum efektifnya pelaksanaan metode pembelajaran secara konseptual, karena belum adanya suatu paradigma tentang pendidikan kewarganegaraan yang secara ajeg diterima dan dipakai secara nasional sebagai rujukan konseptual dan operasional. 3). Kecenderungan Pengembangan IKN- PKn di Masa Era Reformasi, Dalam era reformasi tantangan PKn semakin berat.P4 dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat tentang nilai pancasila sebagai suatu kesatuan dan P4 dalam realitasnya merupakan tafsiran tunggal rezim orde baru untuk kepentingan memelihara kekuasaan sehingga berakibat pendangkalan terhadap makna Pancasila.Begitu pula pancasila sebagai azastunggal tidak diperlukan lagi karena tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia yang multikultur atau Bhineka.Pengalaman pahit ini hendaknya menjadi pelajaran bagi pengembangan kurikulum PKn maupun para pengambil kebijakan agar tidak mengulangi kesalahan untuk kedua kalinya. IKn – dan PKn sebagai pemberdayaan warga negara akan selalu relevan dalam masyarakat demokratis sampai kapanpun.

56

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Agenda reformasi untuk mengembangkan masyarakat madani merupakan hasil dari pemberdayaan warganegara. Oleh karena itu sebenarnya orientasi IKn- PKn akan memperkuat berkembangnya civil society.Suatu masyarakat yang terorganisir yang berdasarkan kesukarelaan, swasembada, dalam ekonomi, berswadaya dalam politik memiliki kemandirian tinggi dalam berhadapan dengan negara dan memiliki keterikatan terhadap norma- norma atau nilai- nilai hukum yang diikuti oleh warganya (lihat Muhamad AS Hikam, 1996 :3). Krisis konseptual dan operasional dalam PKn pada era reformasi sekarang ini senantiasa dicoba ditanggulangi oleh pemerintah disertai kebijaksanannya yaitu dengan memperkuat landasan normative bagi pendidikan kewarganegaraan.Hal tersebut secara langsung memperkuat posisi PKn baik dari segi konseptual maupun subtansinya. Landasan normatif tersebut terletak dalam Undang- undang nomor 20 tahun 2003 tentang sisim pendidikan nasional yang dioperasionalisasikan oleh Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang standar dari isinya. Undang- undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 (UU no :20/2003) tentang sistim pendidikan nasional dan peraturan pemerintah republik Indonesia nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang standar nasional pendidikan mengamanatkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada standar isi (SI) dan standar kompetensi lulusan (SKL) serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam Undang- Undang no : 20 tahun 2003 dan Peraturan Pemerintah no. 19 untuk tahun 2005. 4). Standar Isi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan : Berikut ini disajikan standar isi mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang meliputi Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Dalam standar isi (BSNP, 2006) Dijelaskan pula mengenai ruang lingkup pendidikan kewarganegaraan, yakni meliputi aspek- aspek sebagai berikut : a) Persatuan dan kesatuan bangsa, meliputi : Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah pemuda, Keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap negara kesatuan republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan; b) Norma hukum dan peraturan meliputi : Tertib dalam kehidupan keluarga, Tatatertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan- peraturan daerah, Norma- norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional; c) Hak azasi manusia meliputi : Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggauta masyarakat, Instrument nasional dan Internasional HAM, Pemajuan penghormatan dan Perlindungan HAM; d) Kebutuhan warganegara meliputi : Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warganegara; e) Konstitusi negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan Konstitusi yang pertama, Konstitusi- konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar Negara dengan konstitusi; f) Kekuasaan dan Politik, meliputi : Pemerintahan desa dan Kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistim politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistim pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi;

57

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

g) Pancasila meliputi : Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara, Proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai- nilai pancasila dalam kehidupan sehari- hari, Pancasila sebagai ideology terbuka; h) Globalisasi meliputi : Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi. 5). Perkembangan Baru Kewarganegaraan dalam Perfektif Internasional : Perkembangan pendidikan demokrasi ini tidak bisa diisolasi dari kecenderungan globalisasi dan demokratisasi yang tampak semakin mendunia sebagaimana dinyatakan oleh Branson (1999: 14) bahwa :Globalization and its potensial for advancing or inhibiting human rights and democracy is more than a subject for debate among academics. This powerful force is affecting the live of individuals no matter “where in this earth they live” Oleh karena itu sebagaimana direkomendasikan dari studi “ The impact of civic education programs on political participation and democratic attitudes”(Sabatini : Bevis, dan Finkel : 1998) bahwa: civics education programs should focus on themes that are immediately relevant to people daily lives “ Oleh karena itu dalam konteks globalisasi saat ini perlu dikembangkan : “…….a curriculum geared to the development of “world citizen” who are capable of dealing whit the crises” (Parker, Ninomiya, dan Cogan : 1999). Sebuah penelitian lintas negara dilakukan oleh “civic education policy study” (CEPS) sebuah jaringan penelitian internasional yang dirancang untuk mengkaji : …..the changing character of citizenship over the next twenty five years and the implications of these changes for educational policy for nine participating nations and beyond “ yang secara khusus ditugasi untuk menjawab pertanyaan “What constitutes education for citizenship in various nations appropriate to the demands and needs of a rapidly changing global community?”(Cogan, 1998: 1). Proyek yang dimulai pada tahun 1991 dan berpusat di Universitas Minnesota, USA dilakukan oleh sebuah tim pakar dari Sembilan negara peserta termasuk jepang dengan ketua Prof. Dr. Cogan. Dalam penelitian ini (Cogan, 1998 : 13) anggauta resmi suatu masyarakat. Sementara itu citizenship diartikan seperangkat karakteristik sebagai seorang warganegara.Sedangkan citizenship konsep yang menjadi intinya dari studi itu diartikan sebagai kontribusi atau dampak pendidikan terhadap pengembangan karakteristik yang menandai seorang warganegara.Penelitian ini menggunakan metode “Ethnographic Delphi future research” (EDFR) yang melibatkan 182 pakar dari semua negara peserta. Selanjutnya dapat dikemukakan bagaimana gencarnya dan eksplosifnya gerakan pendidikan demokrasi diberbagai negara, diluar USA dengan menggunakan berbagai paradigma “civic education” atau “citizenship education” yang dikontektualisasikan dengan paradigm pendidikan nasional masing- masing negara. Hal ini secara konseptualepistemologis telah memperkaya khasanah paradigmatik pendidikan demokrasi yang dikembangkan di USA, sehingga “civic education” dan “citizenship education” kini berkembang menjadi wacana dan paradigm pendidikan demokrasi yang mengglobal dan sangat dinamis. 5) Pembentukan Karakter sebagai Bangsa ( nation and character Building ) dalam Pendidikan Kewaraganegaraann, Salah satu ciri dari kehidupan pada era globalisasi adalah persaingan (competition) disamping ada kerja sama(coopeartaive/ collaboration) Dua konsep ini sangat penting karena dalam kondisi sekarang siapapun dan bangsa manapun dapat eksis apabila mampu bekerja sama dan memenangkan persaingan. Bagaimana upaya suatu bangsa untuk dapat bekerja sama dan mampu bersaing. Kerja samadan persaingan dalam era globalisasi bukan hanya sebatas kerja sama dan bersaing antar bangsa melainkan antar subyek hukum

58

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

internasional yang cakupannya bukan hanya negara bangsa melainkan juga berupa organisasi bahkan individu. Dari gambaran di atas nampak jelas bahwa peran individu selain level negara semakin penting kedudukan (posisi)nya dalam pergaulan antar bangsa seseorang bukan lagi sebagai warga dari suatu negara melainkan telah menjadi warga dunia (global). a) Bagaimana Mempersiapkan Warga Negara Untuk Menjadi Warga Dunia ? b) Dapatkah Proses ini Berjalan Secara Alamiah Tanpa Perlu ada Sentuhan dan Komitment untuk Memelihara dan Memajukan Pemerintahan yang Demokratis Seperti Arahan Pendidikannya ? c) Apabila Pendidikan itu Diperlukan, Model Pendidikan Apakah Saat ini yang Paling Tepat dan Diperlukan untuk Mengantarkan Seseorang Menjadi Warga Dunia? Setiap bangsa dan negara mengakui pentingnya akanpembentukan karakter sebagai bangsa (Nation and character building) dalam rangka memelihara dan mempertahankan eksistensinya sebagai suatu bangsa. Maka banyak pemikiran, pendekatan, ataupun Strategi tentang bagaimana membentuk karakter dan kepribadian dari suatu bangsa yang kuat, kokoh dan atau tahan terhadap berbagai pengaruh ataupun rongrongan pihak luar.Namun permasalahan yang tidak kunjung selesai adalah bagaimana gagasan maupun praktis yang dianggap baik tersebut dapat dilaksanakan sehingga bangsa tersebut berlangsung secara layak. Permasalahan lebih lanjut lagi yang muncul bahkan bukan hanya pada bagaimana cara membentuk saja melainkan karakter bangsa atau warga negara seperti apa yang akan dibentuk. Cogan (1998: 2- 3) mengidentifikasi lima atribut kewarganegaraan yang mungkin akan berbeda disetiap negara sesuai dengan sistim politik negara masing-masing :     

A Sense of identity The enjoyment of certain ryghts The fulfillment of obligation A Degree of interest and involvement in public affairs dan An Acceptance of basic societal values.

Bagi Indonesia karakter kewarganegaraan akan memiliki kekhususan sesuai dengan ideology yang dianut. Konstitusi yang berlaku di Indonesia yakni UUD 1945. Untuk membangun karakter suatu bangsa tentunya harus sesuai dengan apa yang menjadi pesan, cita- cita atau tujuan nasional yang tertera dalam konstitusi negara. Sejak dua abad yang lalu negara bangsa di dunia mulai mengubah, mengalihkan sistim pemerintahan dari sistim yang tidak demokratis kepada sistim demokratis “Penguasa Absolut yang lalim, kasar dan semenamena dalam suatu negara telah tinggal cerita historis sekarang.Negara- negara demikian bergeser ke demokrasi generasi pertama dengan mulai memiliki dan menjalankan konstitusi (Akhmad Sanusi 1998). Kesimpulan Berdasarkan atas keseluruhan pemaparan dan pembahasan sebelumnya, maka penulis dapat menarik kesimpulan antara lain sebagai berikut : 1. Pelaksanaan PKn di Indonesia dapat ditelusuri dari masa sebelum Proklamasi, Masa Proklamasi dan Kecenderungan Perkembangan pada Masa Era Reformasi dewasa ini. Karena pelaksanaan PKn di Indonesia tidak hanya menyangkut Istilah, tetapi juga menyangkut Materi (content) dan Kedudukan;. 2. Apabila ingin ada yang mengadakan perubahan, maka corak dari perubahan harus terlebih dahulu ada kebijakan politik dari pemerintah, oleh karena itu pada masa reformasi jati diri PKn harus tetap eksis, agar dapat menunjang terbentuknya masyarakat madani (civil society), sebagai masyarakat Indonesia baru.

59

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

3. Di dalam standar isi (BSNP, 2006) Dijelaskan mengenai ruang lingkup Pendidikan kewarganegaraan, yakni meliputi aspek- aspek sebagai berikut : a. Persatuan dan kesatuan bangsa; b. Norma hukum dan peraturan; c. Hak azasi manusia; d. Kebutuhan warga negara; e. Konstitusi negara; f. Kekuasaan dan politik; g. Pancasila serta globalisasi. 4. Pengembangan karakteristik warganegara menurut Cogan (1998: 117) harus dikonstruksi oleh kebijakanpendidikan kewarganegaraan yang multidimensional (multidimensional citizenship), yang ia gambarkan dalam empat dimensi dan berinteraksi, yaitu :The personal, social, spatial and temporal dimension. Keempat dimensi ini akan melahirkan atribut kewarganegaraan yang mungkin akan berbeda di setiap negara sesuai dengan sistim politik negara masing- masing yakni : 1).A Sense of identity 2) The enjoyment of certain rights 3) The fulfillment of corresponding obligations 4) A Degre of interest and involvement in public affairs and 5) An Acceptance of basic societal value. Bagi Indonesia sangat jelas bahwa karakter kewarganegaraan akan memiliki kekhususan sesuai dengan ideology yang dianut, yakni Pancasila disertai konstitusi yang berlaku di Indonesia ialah Undang- undang Dasar Negara Republik Indonesiatahun 1945 (UUD 1945) disertai isi serta tujuannya. Menyikapi Berbagai Pandangan Diatas, Maka Upaya Mobilitas PKn Seperti Pendidikan Demokrasi Melalui Pendidikannya Di Masa Yang Akan Datang Hendaknya:    

   

Memiliki landasan konseptual untuk keberlangsungannya secara ilmiah disertai dengan penggunaan pendekatan yang bersifat holistik; Memiliki sandaran filosofis ilmiah yang kokoh; Terbebas dari pengaruh kepentingan politik sesaat dari rezim yang berkuasa; Memiliki konsistensi antara tujuan idealisnya dengan stuktur program kurikulernya, yang mengacu pada misi dan fungsi pembentukan kepribadian warganegara yang mantap dan mandiri serta memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan(civic disposition); Seimbang antara pengembangan nilai dan moral dengan pemahaman struktur, proses dan institusi- intitusi negara dengan segala kelengkapannya; Menerapkan pendekatan pedagogis dan metodologis yang tidak bernuansa dogmatis- indoktrinatif, tetapi menumbuh kembangkan budaya berpikir kritis, sistimatis, kreatif dan inovatif dan; Terintegrasi dengan konteks disiplin keilmuan dan lingkungan social budayanya (civic skill)serta; Mempersiapkan dan mengembangkan bahan- bahan yang diambil dari isu- isu global untuk meningkatkan wawasan dan kesadaran warga negara sebagai warga dunia (global).

60

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

Daftar Pustaka Cogan, J.J. dan Derricott, R. (1998).Citizenship for the 21 “ Century : An Internasional perspective on Education.London : Kogan Page; Cogan, J.J. (1999). Developing the Civic Society : The Role of Civic Education Bandung : CICED; Daroeso, Bambang (1986). Dasar dan Konsep Pendidikan Moral Pancasila,Semarang : Aneka Ilmu; Hikam, Muhammad AS.(1996). Demokrasi dan Civil Society.Jakarta : LP3 ES; Mangunpranoto, Sarino (1976). Pendidikan Sebagai Sistim Perjuangan Kemerdekaan Indonesia.Jakarta : Yayasan Indayu; Sanusi, Ahmad (1993) “Quo vadis Pendidikan IPS……” dalam JPIS (Jurnal Pendidikan Ilmu Sosial) Edisi ke Dua, Bandung : Forum Komunikasi FPIPS IKIP / IPS FKIP Universitas se – Indonesia; Soemantri, Nu’man (1976). Metode Mengajar Civics. Jakarta; Erlangga; …………..(2001) Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, Bandung PT Remaja Rosda Karya; Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional; Wahab, Abdul Azis (1999). Budi Pekerti Education :A Model of Teaching Code of Counduct for Good Indonesian Citizenship. Bandung : CICED; ………….(2001) Implementasi dan Arah Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) di Indonesia.Bandung : Civicus Jurnal Ilmu Politik, Hukum dan PKn Edisi 1; Winataputra, Udin dan Dasim Budimansyah (2007), Civic Education Konteks Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas.Bandung; Program Study Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

61

Volume 2 No. 02 Desember 2015 / ISSN 2460-1802

62