POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PESERTA WANITA LET’S CARE PROGRAM
VIVI NURLITA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Kejadian Hipertensi pada PesertaWanita Let’s Care Programadalah benar karya saya dengan arahan dan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Vivi Nurlita NIM I14120060
ABSTRAK VIVI NURLITA. Pola Konsumsi Pangan, Status Gizi, dan Kejadian Hipertensi pada PesertaWanita Let’s Care Program. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA. Program Let’s Caring Our Elderly(Let’s Care) adalah program kreatifitas mahasiswa yang didanai oleh Dikti pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan menganalisis hubungan antara pola konsumsi, status gizi, dan kejadian hipertensi pada peserta wanita Let’s Care program di desa Cidokom, Kabupaten Bogor. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional study dengan jumlah subjek 37 orang. Tempat dan subjek penelitian dipilih secara purposive. Variabel yang diteliti adalah karakteristik contoh, pola konsumsi pangan, status gizi, dan tekanan darah.Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara usia dengan tekanan darah (p< 0.05) dan terdapat hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan tekanan darah (p < 0.05). Hasil uji korelasi Spearman juga menunjukkan ada hubungan yang signifikan antara Tingkat Kecukupan Energi (TKE) dengan status gizi (p< 0.05). Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, pendapatan maupun asupan kalium dengan tekanan darah, serta status gizi dan tekanan darah (p > 0.05). Kata kunci: asupan kalium, asupan natrium, status gizi, tekanan darah
ABSTRACT VIVI NURLITA. Food Consumption Pattern, Nutritional Status, and Hypertension in Women Participant of Let’s Care Program. Supervised by KATRIN ROOSITA. Let’s Caring Our Elderly (Let’s Care) program is a student creativity program that was fund by Dikti at 2016. The purpose of this study was to analyze the correlation between food consumption pattern, nutrition status, and hypertension in women participant of Let’s Care program. The research design used was a cross-sectional study with 37 subjects. Location and subject of study were selected purposively. The variables of this research are characteristic of sample, food consumption pattern, nutritional status, and blood pressure. Based on the Spearman correlation test results, there was a significant correlation between age with blood pressure (p <0.05), as well assodium intake with blood pressure (p <0.05). Spearman correlation test also showed that there was a significant correlationbetween energy adequacy level with the nutritional status (p <0.05). However, there are no significant correlation were found between education,salary, and intake of potassium with blood pressure (p> 0.05), as well as nutritional status with blood pressure (p> 0.05). Keywords: blood pressure, nutritional status, potassium intake, sodium intake.
POLA KONSUMSI PANGAN, STATUS GIZI, DAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA PESERTA WANITA LET’S CARE PROGRAM
VIVI NURLITA
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2016 ini adalahKeterkaitan Pola Konsumsi Pangan dan Status Gizi dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia Wanita Peserta Let’s Care Program. Penulis mengucapkan rasa terima kasih atas dukungan dan bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak. Terima kasih penulis ucapkan kepada : 1. Dr. Katrin Roosita, Msi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah bersedia membimbing dan meluangkan banyak waktu, memberikan banyak masukan, serta kritik dan saran dalam penyusunan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Yayuk Farida Baliwati, M.Si selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dan meluangkan banyak waktu serta memberikan arahan selama perkuliahan di Departemen Gizi Masyarakat. 3. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan masukan serta saran dalam penyempurnaan karya ilmiah ini. 4. Terimakasih kepada keluarga tercinta: Nurbaiti (Ibu), Norma Ningsih (kakak), dan seluruh keluarga besar atas segala doa, dukungan, motivasi, dan kasih sayangnya selama penyusunan sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 5. Penghargaan penulis sampaikan kepada kader-kader posyandu yang telah banyak membantu dalam proses pengambilan data penelitian, serta Kepala Desa Cidokom, Kabupaten Bogor yang bersedia memberikan izin untuk penelitian ini. 6. Sahabat-sahabat: Fellie, Harum, Aisyah, Intan, Lucky, Karina, Fidel, Adel, Rily, Rizki, Adly, dan Chan yang selalu memberikan doa dan menjadi penyemangat selama penyusunan skripsi baik tenaga, moral, maupun dukungan. 7. Keluarga gizi masyarakat 49 atas segala bantuan, dukungan, dan doa untuk penulis. Penulis memohon maaf atas segala kekurangan atau kekhilafan yang penulis lakukan dalam karya ilmiah ini. Semoga ide yang disampaikan dapat tersampaikan dengan baik dan memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.
Bogor, Maret 2016
Vivi Nurlita
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian Manfaat Penelitian KERANGKA PEMIKIRAN METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Jenis dan Cara Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Definisi Operasional HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Contoh Status Gizi (IMT) Pola Konsumsi Pangan Tingkat Kecukupan Gizi Tekanan Darah Hubungan Antar Variabel SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
vii viii viii 1 1 3 3 3 3 5 5 5 5 6 10 10 10 12 13 18 21 22 26 26 27 28 32 34
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Jenis dan cara pengumpulan data Kategori karakteristik contoh Kategori pola konsumsi contoh Kategori IMT pada contoh Klasifikasi hipertensi pada contoh Sebaran contohberdasarkan usia Sebaran contohberdasarkan tingkat pendidikan Sebaran contohberdasarkan pekerjaan Sebaran contohberdasarkan besar keluarga Sebaran contohberdasarkan status gizi
vii
5 6 7 9 9 11 11 11 12 12
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Rata-rata frekuensi, rata-rata jumlah konsumsi, dan rata-rata asupan natrium makanan asin dan awetan contoh Rata-rata frekuensi, rata-rata jumlah konsumsi, dan rata-rata asupan kalium pada golongan sayur dan buah pada contoh Rata-rata frekuensi, rata-rata jumlah konsumsi, rata-rata asupan natrium, dan rata-rata asupan kalium pada jenis pangan lain Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik Hubungan karakteristik contoh dengan tekanan darah Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnovvariabel karakteristik dan status gizi Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnovvariabel asupan natrium, asupan kalium, dan tingkat kecukupan zat gizi Hasil uji korelasi Spearmen variabel tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak dengan status gizi Hasil uji korelasi Spearmen variabel karakteristik contoh, asupan natrium dan kalium dengan tekanan darah
14 16 18 22 23 25 32 32 32 33
DAFTAR GAMBAR 1 2 3
Kerangka pemikiran faktor-faktor determinan kejadian hipertensi contoh Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan energi dan protein Sebaran contoh berdasarkan tingkat kecukupan lemak
4 19 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 2
Uji statistik data Riwayat Hidup
32 34
viii
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan suatu negara dapat dilihat dari peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH). Persentase penduduk lanjut usia di Indonesia pada tahun 2000-2005 adalah 7.18% dengan UHH 64.5 tahun dan pada tahun 2011 sebesar 7.58% dengan UHH 69.65 tahun (Kemenkes 2013). Hal ini menunjukkan persentase UHH di Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan UHH juga berarti peningkatan jumlah penduduk lansia. Batasan lansia menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lansia adalah individu yang memiliki umur 60 ke atas. Data Susenas tahun 2012 menunjukkan bahwa penduduk lanjut usia yang bertempat tinggal di pedesaan lebih banyak dengan persentase 7.63% dibandingkan penduduk lanjut usia yang tinggal di perkotaan yang sebesar 7.49% (Kemenkes 2013). Menua (aging) adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan secara perlahan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat memperbaiki kerusakan yang diderita (Darmojo & Boedhi 2006).Perubahan fisiologi akibat proses penuaan yang berhubungan dengan aspek gizi antara lain berat badan (status gizi), komposisi tubuh, sistem imun, sistem pencernaan, berkurangnya indera penciuman dan perasa, dan masalah fisik lainnya (Rolfes et al. 2009). Peningkatan jumlah lansia berdampak pada perubahan pola penyakit yang semakin bergeser ke arah penyakit-penyakit degeneratif di samping masih adanya penyakit-penyakit infeksi. Hal ini disebabkan oleh kemunduran fungsi organ pada lansia menyebabkan kelompok ini rawan terhadap penyakit-penyakit kronis seperti diabetes melitus, stroke, gagal ginjal, dan hipertensi (Bappenas 2005). Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi, yang dibawa oleh darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya. Seseorang dapat dikatakan sebagai hipertensi apabila tekanan darah secara terus-menerus lebih dari 140/90 (Marrelli 2008). Definisi hipertensi lainnya adalah berdasarkan Depkes (2014), yaitu peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang. WHO memperkirakan 600 juta orang di dunia kini menderita penyakit hipertensi dan tiga juta diantaranya meninggal setiap tahun karena hipertensi. Prevalensi kejadian hipertensi di Indonesia adalah 25.8% dan 3.4% kematian di 15 kabupaten/kota di Indonesia disebabkan oleh hipertensi (Riskesdas 2013). Prevalensi hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang, meningkat menjadi 25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun dengan kejadian pada wanita lebih tinggi daripada pria (Davey 2006). Proporsi penyebab kematian di 15 kabupaten/kota di Indonesia paling tinggi disumbang dari penyakit stroke dengan 17.7%, lalu diikuti penyaki jantung dengan 10.0% (Kemenkes 2012).
2
Kejadian penyakit hipertensi di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2013 relatif cenderung meningkat dibanding tahun 2012. Angka kejadian hipertensi tahun 2013 mencapai 196/10000 penduduk sedangkan tahun 2012 sebesar 193.6/10000 penduduk (Dinkes 2013). Berdasarkan profil kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2012 penyakit hipertensi menempati urutan pertama pola penyakit penderita rawat jalan di puskesmas pada kelompok 45-69 tahun dan kelompok umur >70 tahun. Prevalensi hipertensi pada penduduk ≥18 tahun menurut kabupaten/kota di Jawa Barat yaitu 29.4%, sedangkan untuk kota Bogor yaitu 28.6% (Riskesdas 2013). Penyakit degeneratif memiliki korelasi yang cukup kuat dengan bertambahnya proses penuaan usia seseorang, meski faktor keturunan cukup berperan besar (Komnas Lansia 2010). Hal ini dapat terjadi karena perubahan gaya hidup termasuk pola konsumsi makan. Kurang berimbangnya pemenuhan asupan zat gizi berpengaruh terhadap status gizi. Ketidakseimbangan antara konsumsi dengan kebutuhan zat gizi akan menimbulkan malnutrisi atau kegemukan (obesitas). Berat badan dan Indeks Massa Tubuh (IMT) berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah sistolik. Resiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang gemuk 5 kali lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang berat badannya normal. Pada penderita hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih (Nugraheni et al. 2008). Penelitian Siti Widyaningrum (2012) menyatakan bahwa tingkat konsumsi lemak, natrium, dan serat berhubungan secara signifikan dengan kejadian hipertensi pada lansia di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jember. Hasil penelitian Oktora (dalam Anggraini 2009) terhadap penderita hipertensi di RSUD Arifin Achmad Pekanbaru pada tahun 2005 menunjukkan bahwa jumlah penderita hipertensi meningkat pada kelompok umur 45-54 tahun, yaitu sebesar 24.07%. Peningkatan jumlah penderita hipertensi mencapai puncaknya pada kelompok umur sama dengan atau lebih dari 65 tahun, yaitu sebesar 31.48%. Pengaruh asupan natrium yang meningkatkan tekanan darah dan sebaliknya asupan kalium yang tinggi dapat menurunkan tekanan darah ditemukan pada penilitan Sumaerih di Indramayu pada tahun 2006. Program Let’s Caring Our Elderly (Let’s Care) adalah program kreativitas mahasiswa yang didanai oleh Dikti pada tahun 2016. Program Let’s Carebertujuan untuk membantu mensukseskan program lansia tangguh yang telah dibuat oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN). Lansia tangguh adalah seseorang atau kelompok lansia yang tetap sehat (secara fisik, sosial, dan mental), mandiri, aktif, dan produktif (BkkbN 2015).ProgramLet’s Carediikuti oleh para lansia wanita Desa Cidokom, Kabupaten Bogor selama 4 minggu dari bulan April hingga bulan Mei. Program Let’s Caredi Desa Cidokom meliputi tiga kegiatan yaitu penyuluhan kesehatan, konsultasi gizi, dan aktivitas fisik untuk menjaga kebugaran lansia. Pembentukan program ini di Desa Cidokom didasarkan oleh data dari tiga posyandu yang menunjukkan bahwa sebesar 7% lansia mengalami kejadian hipertensi. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pola konsumsi, status gizi, dan kejadian hipertensi pada peserta wanita Let’s Care program.
3
Tujuan Penelitian Tujuan umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untukmenganalisis hubungan antara pola konsumsi, status gizi, dan kejadian hipertensi pada peserta wanita program Let’s Caredi desa Cidokom, Kabupaten Bogor. Tujuan khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik contoh meliputi usia,pendidikan, pekerjaan, dan besar keluarga. 2. Menilai status hipertensi contoh. 3. Menilai status gizi contoh. 4. Menganalisis pola konsumsi pangan contoh. 5. Menganalisis hubungan antara karakteristik contoh, pola konsumsi, dan status gizi, dengan tekanan darah contoh.
Hipotesis 1. 2. 3.
Terdapat hubungan antara karakteristik contohdengan kejadian hipertensi. Terdapat hubungan antara konsumsi pangan dengan kejadian hipertensi. Terdapat hubungan antara status gizi dengan kejadian hipertensi.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada wanita, tentang pentingnya gaya hidup sehat, konsumsi makanan yang seimbang, dan status gizi baik untuk mencegah kejadian hipertensi.
KERANGKA PEMIKIRAN Hipertensi adalah keadaan tekanan darah ketika tekanan sistolik lebih dari 140mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90mmHg. Hipertensi disebut sebagai “the silent killer” karena penyakit ini tidak disertai tanda-tanda atau gejala. Prevalensi hipertensi pada penduduk ≥18 tahun menurut kabupaten/kota di Jawa Barat yaitu 29.4%, sedangkan untuk kota Bogor sebesar 28.6% (Riskesdas 2013). Faktor yang dapat memicu terjadinya hipertensi dapat dibedakan menjadi tidak terkontrol dan dapat dikontrol. Varibel yang tidak dapat dikontrol adalah faktor genetik, jenis kelamin, dan usia. Pembentukan plak di pembuluh darah (aterosklerosis) dan penurunan elastisitas pembuluh darah akan semakin meningkat dengan meningkatnya usia. Davey (2006) menjelaskan bahwa prevalensi hipertensi meningkat dengan bertambahnya usia. Selain usia, faktor keturunan jug berpengaruh terhadap kejadian hipertensi. Seseorang yang memiliki
4
riwayat keluarga hipertensi cenderung lebih tinggi terkena risiko hipertensi dibandingkan dengan yang tidak memiliki riwayat keluarga hipertensi. Hipertensi selain dipengaruhi oleh variabel yang tidak dapat dikontrol juga memiliki variabel yang dapat dikontrol. Pemilihan jenis makanan dan gaya hidup merupakan salah satunya. Pola makan yang tinggi natrium dan rendah serat dapat memicu risiko hipertensi. Gaya hidup seperti merokok dan memiliki berat badan berlebih juga meningkatkan risiko hipertensi. Kelebihan berat badan meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah. Peningkatan insulin ini menjadikan tubuh menahan natrium dan air sehingga risiko hipertensi semakin besar. Pola konsumsi pangan dapat memberikan informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Pola diet pada Dietary Approaches to Stop Hypertension(DASH) terbukti dapat menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik sebesar 11.4 dan 5.5 mmHg jika dibandingkan dengan diet biasa pada pasien hipertensi (Calhoun et al. 2008). DASH adalah diet dengan rekomendasi asupan makanan tinggi serat, kalium, kalsium, magnesium, dan rendah natrium. Orang yang memiliki asupan natrium yang berlebih atau kebiasaan sering mengonsumsi asin beresiko terserang hipertensi sebesar 4.35 kali lipat dibandingkan yang tidak biasa mengonsumsi asin (Radecki 2000).Hubungan antar variabel determinan kejadian hipertensi pada penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Karakteristik individu Usia Pendidikan Pekerjaan Pendapatan Besar keluarga
Pola Konsumsi Pangan Kebiasaan makan asin dan awetan Asupan energi, protein, lemak, natrium, dan kalium
Tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak
Indeks massa tubuh (IMT)
Tekanan darah
Gambar 1
Status gizi
Faktor lain Aktivitas fisik Tingkat stress
Genetik
Kerangka pemikiran faktor-faktor determinan kejadian hipertensi contoh
Keterangan : : Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti : Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
5
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional. Prinsip dari desain ini yaitu variabel dependent dan independent diamati secara bersamaan pada satu waktu untuk menggambarkan hubungan antar variabel (Ghazali et al. 2006). Variabel bebas (independent) dalam penelitian ini adalah karakteristik contoh, pola konsumsi pangan, dan status gizi dan variabel tidak bebas (dependent) adalah tekanan darah. Penelitian ini dilakukan di Desa Cidokom, Kabupaten Bogor pada bulan Mei 2016.
Jumlah dan Teknik Penarikan Contoh Contoh penelitian ini adalah peserta wanitaLet’s Care program. Contoh yang dipilih secara purposive adalah semua populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Kriteria inklusi adalah wanita yang mengikuti program Let’s Care Program, tidak sedang menderita sakit, tidak memiliki penyakit ginjal, dan bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini. Jumlah contoh adalah 37 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yang merupakan hasil wawancara dan pengukuran langsung. Data primer meliputi karakteristik contoh, antropometri contoh, pola konsumsi pangan contoh, dan tekanan darah contoh. Data sekunder meliputi gambaran umum desa. Data pola konsumsi pangan diperoleh melalui Semi QuantitativeFood Frequency Questionaire (SQFFQ) melalui wawancara.Data asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, natrium dan kalium dikumpulkan dengan mengonversikan URT kedalam satuan gram kemudian dijumlahkan dan dirataratakan. Data tekanan darah didapatkan dengan menggunakan sphygmomanometer digital. Data status gizi ditentukan berdasarkan berat badan (kg) dan tinggi badan (cm). Berat badan contoh diukur dengan timbangan digital yang memiliki presisi 0.1 kg, panjang badan diukur dengan statureyang meliliki presisi 0.1 cm. Timbangan digital yang digunakan selalu dikalibrasi sebelum digunakan.Jenis dan cara pengumpulan data penelitiandisajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data No. Variabel data Jenis data Cara pengumpulan data 1. Karakteristik contoh Primer Wawancara menggunakan kuesioner - Usia - Pendidikan - Pekerjaan - Besar keluarga
6
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data (lanjutan) No. Variabel data Jenis data Cara pengumpulan data 2. Pola konsumsi pangan Primer Wawancara menggunakan kuesioner kebiasaan konsumsi - Pangan pencegah hipertensi pangan SQFFQ - Pangan pemicu hipertensi - Asupan energi, protein, lemak, karbohidrat, natrium, dan kalium 3. Antropometri Primer Berat badan diukur dengan timbangan digital yang memiliki - Berat badan (kg) presisi 0.1 kg, tinggi badan - Tinggi badan (cm) diukur dengan statureyang meliliki presisi 0.1cm. 4. Tekanan darah Primer Tekanan darah diukur dengan sphygmomanometer digital yang selalu dikalibrasi sebelum digunakan.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh dan terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Proses pengolahan data terdiri atas editing, coding, entry, cleaning, input data, re-editing, penyusunan variabel, dan pengolahan data. Data yang diperoleh diolah dan dianalisis menggunakan Microsoft Excel 2010 for Windows dan SPSS 16.0 for Windows.
Karakteristik contoh Data karakteristik contoh yang dikumpulkan terdiri dari usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga yang masing-masing dikelompokkan dan dianalisis secara deskriptif. Tabel 2 berikut ini menyajikan kategori untuk variabel karakteristik contoh. Tabel 2 Kategori karakteristik contoh Karakteristik contoh Kategori Usia 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun ≥65tahun Pendidikan Rendah (Tidak tamat sekolah sampai tamat SMP) Menengah (Tamat SMA) Tinggi (Tamat SMA ke atas) Pekerjaan Tidak bekerja Petani/Peternak
Sumber pustaka Depkes RI 2009
-
-
7
Tabel 2 Kategori karakteristik contoh (lanjutan) Karakteristik contoh Kategori Sumber pustaka Pekerjaan Buruh Wiraswasta/Pedagang PNS/Swasta Lainnya Besar keluarga Kecil (≤ 4 orang) BKKBN 1998 Sedang (5-6 orang) Besar (≥ 7 orang) Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan terdiri dari pangan pencegah dan pangan pemicu hipertensi. Kuesioner Semi QuantitativeFood Frequency Questionare (SQFFQ) digunakan untuk menggambarkan kebiasaan makan. Pengambilan data pola konsumsi pangan dilakukan dengan cara wawancara. Makanan pencegah hipertensi antara lain sayur-sayuran, buah-buahan, makanan rendah lemak, dan kacang-kacangan. Makanan pemicu hipertensi antara lain makanan tinggi natrium, makanan berlemak, makanan tinggi kolesterol, makanan yang diawetkan, makanan yang mengandung alkohol. Secara ringkas kategori frekuensi konsumsi pangan pemicu dan pangan pencegah hipertensi disajikan pada Tabel 3.
-
-
Tabel 3 Kategori pola konsumsi contoh Pola konsumsi Frekuensi Kategori sering Makanan pencegah hipertensi - >1 kali/hari - 1 kali/hari - 3-6 kali/minggu Kategori jarang - 1-2 kali/minggu - 1 kali/bulan - 1 kali/tahun Kategori tidak pernah - Tidak pernah Kategori sering Makanan pemicu hipertensi - >1 kali/hari - 1 kali/hari - 3-6 kali/minggu Kategori jarang - 1-2 kali/minggu - 1 kali/bulan - 1 kali/tahun Kategori tidak pernah - Tidak pernah
Sumber Gibson 2005
Gibson 2005
Asupan energi dan zat gizi Data jumlah dan berat pangan yang dikonsumsi dikonversi ke dalam satuan energi (kkal), protein (gram), lemak (gram), natrium (miligram), dan
8
kalium (miligram) dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan Indonesia (DKBM) 2007 dan software Nutrisurvey 2007. Selain itu, digunakan penuntun diet dan label pangan produk untuk melihat berbagai kandungan natrium dan kalium dalam berbagai pangan olahan. Kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi dihitung menggunakan rumus berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994) KGij = {(Bj/100) x (Gij x (BDDj/100)} Keterangan : KGij = Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram Bj = Berat bahan pangan j (gram) Gij = Kandungan zat gizi i dalam 100 gram bahan pangan j BDDj = % bahan pangan j yang dapat dimakan (%BDD) Setelah kandungan zat gizi dari pangan yang dikonsumsi diketahui, maka Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) pada contoh dapat diketahui, yaitu dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual contoh dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut AKG 2013. Kecukupan energi dan zat gizi contoh dihitung dengan mengoreksi berat badan dengan berat badan aktual sehat (dari setiap kelompok usia). Rumus untuk menghitung TKG sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994) : AKGi = (Ba/Bs) x AKG TKGi = (KI/AKGi) x 100% Keterangan : AKGi = Angka kecukupan energi dan zat gizi Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar yang tercantum dalam AKG 2013 AKG = Angka kecukupan energi dan zat gizi yang dianjurkan Widyakarya nasional Pangan dan Gizi 2014 TKGi = Tingkat kecukupan zat gizi i Ki = Konsumsi zat gizi i AKGi = Angka kecukupan zat gizi i Setelah didapatkan zat-zat gizi dari sejumlah pangan yang dikonsumsi contoh, maka selanjutnya dilakukan perhitungan tingkat kecukupan gizi (%AKG) dengan membandingkan kandungan zat gizi semua makanan yang dikonsumsi oleh contohdengan Tabel Angka Kecukupan Gizi 2013 dalam persen. Kemudian selanjutnya dihitung tingkat kecukupan zat gizinya sesuai rumus diatas untuk selanjutnya tiap contoh dikelompokkan menurut tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein dibagi menjadi lima kategori menurut Hardinsyah et al. (2002) : 1. Defisit berat : < 70% AKG 2. Defisit sedang : 70 - 79% AKG 3. Defisit ringan : 80 - 89% AKG 4. Normal : 90 - 119% AKG 5. Kelebihan : ≥ 120% AKG
9
Tingkat kecukupan lemak menurut Hardinsyah dan Tambunan (2004) dalam WNPG VIII : 1. Cukup : 20-30% kecukupan energi 2. Lebih : >30% kecukupan energi Klasifikasi tingkat kecukupan natrium dan kalium contoh dilihat berdasarkan angka kecukupan per individu pada AKG 2013. Angka kecukupan natrium contoh berkisar pada 1200 – 1500 miligram sesuai kategori umur dan angka kecukupan kalium contoh sebesar 4700 miligram. Status Gizi Status gizi ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT). Tabel 4 berikut ini menyajikan kategori status gizi berdasarkan IMT menurut Permenkes No 41 tahun 2014. Tabel 4 Kategori IMT pada contoh Kategori IMT Kurus <18.5 Normal 18.5 - 25.0 Berat badan lebih (Overweight) >25.0 - 27.0 Obesitas >27.0 Sumber: Permenkes No.41 tahun 2014
Tekanan Darah Kriteria hipertensi untuk penduduk berusia ≥18 tahun merujuk pada JNC VII 2003 yaitu pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥90mmHg. Kategori hipertensi menuruttekanan darah disajikan pada Tabel 5. Tabel 5Klasifikasi hipertensi pada contoh Tekanan darah (mmHg) Kategori Sistolik Diastolik Normal <120 <80 Prehipertensi 120-139 80-89 Hipertensi tingkat I ≥140-159 90-99 Hipertensi tingkat II ≥160 ≥100 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan program Statistical Program for Social Science (SPSS) version 16.0for windows. Tahap awal analisis yaitu dengan melakukan uji normalitas menggunakan Shapiro-Wilk test (S-W test) untuk melihat distribusi data penelitian dan menentukan jenis analisis berikutnya yang akan digunakan. Uji statistik yang digunakan antara lain analisis deskriptif untuk menggambarkan sebaran karakteristik contoh, pola konsumsi pangan, frekuensi makan sehari, tingkat kecukupan energi, protein, lemak, asupan natrium, asupan kalium, status gizi, dan tekanan darah contoh. Kemudian uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik contoh,
10
asupan natrium, asupan kalium dan status gizi contoh dengan tekanan darah contoh.
Definisi Operasional
Hipertensi keadaan tekanan darah yang tidak normal dengan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg. Lansia adalah kondisi normal seseorang dalam tahap akhir kehidupan ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik akibat pertambahan usia dan ditandai umur 60 tahun ke atas. Karakteristik subjek adalah keadaan umum subjek berdasarkan usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan per bulan, dan besar keluarga. Makanan pencegah hipertensi adalah makanan yang dapat menurunkan risiko terjadinya hipertensi seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Makanan pemicu hipertensi adalah makanan yang dapat meningkatkan risiko hipertensi seperti makanan asin dan berlemak. Status gizi adalah keadaan gizi seseorang yang diukur melalui IMT dan dibedakan menjadi kategori underweight, normal, overweight, dan obesitas. Indeks massa tubuh adalah pengukuran antropometri contoh dengan cara pembagian berat badan dengan kuadrat tinggi badan yang menggambarkan status gizi contoh. Tingkat kecukupan zat gizi adalah angka perbandingan jumlah zat gizi pangan yang dikonsumsi oleh subjek dengan angka kecukupan gizi berdasarkan usia, jenis kelamin, dan berat badan subjek. Pola konsumsi pangan adalahjenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi olehcontoh yang dapat menggambarkan kebiasaan makan contoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Contoh Usia Peserta Let’s Care program yang menjadi contoh pada penelitian ini dikelompokkan berdasarkan usia menjadi 4 kelompok yaitu masa dewasa akhir 35-45 tahun, masa lansia awal 46-55 tahun, masa lansia akhir 56-65 tahun, dan manula >65 tahun. Berdasarkan penggolongan usia tersebut, sebagian besar contoh (43.2%) masuk pada kelompok lansia awal (46-55 tahun), kemudian diikuti dengan kelompok lansia akhir 56-65 tahun (29.7%), kelompok manula >65 tahun (18.9%), dan kelompok dewasa akhir 36-45 tahun (8.1%). Prevalensi hipertensi ringan sebesar 2% pada usia 25 tahun atau kurang meningkat menjadi
11
25% pada usia 50 tahun dan 50% pada usia 70 tahun dengan kejadian pada wanita lebih tinggi daripada pria (Davey 2006). Sebaran usia contoh selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran contohberdasarkan usia Kategori usia 36-45 46-55 56-65 >65 Total Rata-rata usia Min/Max
n 3 16 11 7 37
% 8.1 43.2 29.7 18.9 100 57.5±9.6 41/90
Pendidikan Tingkat pendidikan dapat diukur dari pendidikan formal terakhir yang ditamatkan (BPS 2004). Tingkat pendidikan formal contoh dikategorikan berdasarkan strata pendidikan yang ada di Indonesia yaitu SD, SMP/SLTP, SMA/SLTA, serta perguruan tinggi. Sebagian besar contoh (72.9%)tidak menempuh pendidikan atau tidak tamat SD, dan sisanya lulus SD/sederajat 10 orang (27.1%) yang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan Kategori Pendidikan Tidak sekolah/Tidak tamat SD SD/Sederajat Total
n 27 10 37
% 72.9 27.1 100
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki tingkat pendidikan rendah. Rifai dan Gulat (2003) menjelaskan bahwa tingkat pendidikan berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku. Perilaku dalam pemilihan pangan dan pengaturan pola konsumsi berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan gizi. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang cenderung memiliki pola pikir dan pengaturan konsumsi pangan yang lebih teratur. Pekerjaan Keluarga akan relatif terjamin pendapatannya setiap bulan jika adanya pekerjaan tetap dalam suatu keluarga (Khomsan 2000). Sebaran jenis pekerjaan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu tidak bekerja/ibu rumah tangga, petani/peternak, dan wiraswasta/pedagang. Sebaran pekerjaan contohselengkapnya dapat dilihat pada Tabel8. Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Kategori pekerjaan Tidak bekerja/IRT Petani/Peternak Wiraswasta/Pedagang Total
n 28 4 5 37
% 75.7 10.8 13.5 100
12
Sebagian besar contoh (75.7%) menyatakan bahwa mereka tidak bekerja atau menjadi ibu rumah tangga, sebanyak 13.5% adalah wiraswasta, dan sebanyak 10.8% adalahpetani/peternak. Tidak ada contoh yang menyatakan bekerja sebagai buruh, PNS/swasta dan pekerjaan lainnya. Besar keluarga Besar keluarga berdasarkan BKKBN tahun 1998 dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu, kecil (≤ 4 orang), sedang (5-6 orang), dan besar (≥ 7 orang). Berdasarkan Tabel 9lebih dari 50% besar keluarga contoh (54.1%) termasuk kategori keluarga kecil (≤ 4 orang), selanjutnya masuk ke dalam keluarga sedang (32.4%), dan sisanya (13.5%) masuk ke dalam kategori keluarga besar. Berikut sebaran contoh berdasarkan besar keluarga disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Sebaran contohberdasarkan besar keluarga Kategori besar keluarga Kecil Sedang Besar Total
n 20 12 5 37
% 54.1 32.4 13.5 100
Status Gizi Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat gizi (Almatsier 2009). Gibson (2005) menjelaskan bahwastatus gizi seseorang dapat memberikan gambaran tentang baik atau tidaknya status gizi individu tersebut. Status gizi dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan standar indeks massa tubuh (IMT) (kg/m2). Klasifikasi IMT menurut Depkes (2008) dibagi menjadi 4 kategori yaitu kurus, normal, overweight, dan obesitas. Sebaran status gizi contoh dapat dilihat dari Tabel 10. Tabel 10Sebaran contohprogram berdasarkan status gizi Kategori status gizi Kurus Normal Overweight Obesitas Total Rata-rata Min/Max
n 8 14 8 7 37
% 21.6 37.9 21.6 18.9 100 22.8 ± 4.4 13.9/33.4
Tabel 10 menunjukkan bahwa sebagian besar contoh(37.9%) termasuk kedalam status gizi normal. Masing-masing sebanyak 21.6% contoh tergolong status gizi overweightdan kurus, kemudian 18.9% contoh termasuk kedalam status gizi obesitas. Secara keseluruhan rata-rata IMT contoh adalah 22.8 ± 4.4 kg/m2. Data Riskesdas (2013) menunjukkan bahwa kelompok usia lansia awal (46-55 tahun) dan kelompok usia lansia akhir (56-65 tahun) kecenderungan memiliki status gizi normal kemudian diikuti status gizi obese. Sedangkan
13
kelompok manula (>65 tahun) kecenderungan memiliki status gizi normal kemudian diikui status gizi kurus. Fauci et al. (2008) menyebutkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi. Hal ini menunjukkan pemantauan berat badan penting dilakukan bagi individu dengan penyakit hipertensi. Supariasa (2002) juga menyebutkan bahwa mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Mekanisme patofisiologi hipertensi pada penderita obesitas melibatkan aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin-aldosteron. Selain mekanisme tersebut, disfungsi endotel dan abnormalitas fungsi ginjal juga menjadi faktor yang perlu diperhitungkan dalam perkembangan hipertensi pada penderita obesitas (Rahmouni et al. 2005). Semakin besar massa tubuh, semakin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan sehingga volume darah yang beredar melalui pembuluh darah meningkat dan memberi tekanan lebih besar pada dinding arteri (Teodosha 2000). Pola Konsumsi Pangan Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan merupakan informasi mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu. Pola konsumsi tidak dapat menentukan status gizi seseorang atau masyarakat secara langsung, namun hanya dapat digunakan sebagai bukti awal akan kemungkinan terjadinya kekurangan gizi seseorang atau masyarakat (Supariasa 2002). Pola makan terdiri dari frekuensi makan dan jenis makanan. Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif (Persagi 2003). Secara umum survei konsumsi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kebiasaan makan contoh, frekuensi dan jumlah konsumsi pangan contoh, serta tingkat kecukupan zat gizi contoh. Metode yang digunakan pada penelitian ini menggunakan Semi QuantitativeFood Frequency Questionare (SQFFQ). Konsumsi makanan pemicu dan pencegah hipertensi Breverman(2006) menunjukkan pola makan yang tinggi kalori, natrium dan lemak, tetapi rendah protein dapat meningkatkan tekanan darah.Kebiasaan makan yang berkenaan dengan kejadian hipertensi diantaranya makanan asin dan makanan awetan, sedangkan terbiasa mengonsumsi sayur dan buah akan menjadi faktor penghambat terjadinya hipertensi. Terdapat suatu pedoman yang terdiri dari pola makan, jumlah dan jenis bahan makanan dengan memperhatikan beberapa zat gizi lain yang berperan pada kejadian hipertensi. Zat gizi yang perlu ditingkatkan antara lain adalah asupan kalsium, magnesium dan kalium yang disebut diet DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) (Kresnawan 2011). DASH dianjurkan oleh ADA dan AHA (2006) untuk pencegahan dan manajemen hipertensi dengan prinsip banyak mengonsumsi buah dan sayuran, susu rendah lemak dan hasil olahnya serta kacang-kacangan. Frekuensi makan memengaruhi jumlah asupan makanan bagi individu dan akan berpengaruh terhadap tingkat kecukupan gizi. Jenis pangan yang dianalisis pada penelitian ini terdiri atas makanan pemicu (makanan asin dan makanan yang
14
diawetkan), makanan pencegah (golongan sayur dan golongan buah), golongan lauk-pauk, golongan makanan pokok, dan golongan susu serta olahannya. Tabel 11 menunjukkan rata-rata frekuensi, rata-rata jumlah konsumsi, dan rata-rata asupan natrium makanan asin dan awetan. Tabel 11 Rata-rata frekuensi, rata-ratajumlah konsumsi, dan rata-rata asupan natrium makanan asin dan awetan contoh Jenis makanan Rata-rata Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah makanan asin dan frekuensi konsumsi konsumsi awetan * (kali/minggu) (g/minggu) (g/hari) Ikan asin 5±4.5 68.1±68.9 9.7±9.3 Cumi asin 2±1.9 62.9±79.0 9.0±11.3 Ikan tongkol pindang 2±1.7 81.7±147.6 11.7±21.1 Biskuit asin 4±2.6 87.8±88.9 12.5±12.7 Mie instan 2±2.1 143.0±160.5 20.4±22.9 Keripik asin 3±2.4 102.4±92.0 14.6±13.1 Telur asin 2±2.3 48.4±111.7 6.9±16.00 Bakso 3±1.9 344.7±364.3 49.2±52.0 Sosis 1±1.0 6.2±19.7 0.9±2.8 Nugget ayam 1±0.9 8.0±24.6 1.2±3.5 Cracker 1±1.0 4.7±18.3 0.7±2.6 Total rata-rata asupan natrium makanan asin dan awetan Rata-rata asupan natrium contoh/hari Rata-rata kecukupan natrium contoh *diurutkan berdasarkan rata-rata asupan natrium terbesar
Rata-rata asupan natrium (mg/hari) 269.9 242.7 230.4 224.6 218.6 58.5 29. 2 27.1 8.8 8.6 6.6 1 325.1 1 596.1 1 297.3
Makanan asin dan awetan. Makanan asin dan awetan memiliki rasa khas gurih yang dapat meningkatkan nafsu makan, semakin banyak mengonsumsinya maka jumlah asupan natrium dalam tubuh semakin meningkat. Makanan awetan seperti makanan kaleng dan makanan kemasan mulai banyak dijumpai sekarang karena dinilai praktis dan cepat saji. Makanan awetan yang diteliti dalam penelitian ini tidak termasuk makanan yang diawetkan dengan penambahan gula (manisan) dan hanya produk-produk makanan industri.Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular. Konsumsi natrium yang berlebih akan meningkatkan volume cairan ekstraseluler sehingga kerja jantung untuk memompa darah semakin kuat sehingga tekanan darah menjadi naik. Jika kejadian ini berlangsung terus-menerus maka akan menimbulkan hipertensi.Penelitian yang dilakukan oleh Sugiharto (2007) menunjukkan bahwa seseorang yang terbiasa mengonsumsi makan asin beresiko menderita hipertensi 3.95 kali lebih besar dibandingkan dengan orang yang tidak terbiasa mengonsumsi makanan asin. Tabel 11 menunjukkan bahwa jenis makanan asin yang sering dikonsumsi contoh adalah ikan asin dan keripik asin. Ikan asin merupakan makanan yang sering dikonsumsi contoh dengan frekuensi 5 kali per minggunya. Berdasarkan penuturan contoh, ikan asin sering dikonsumsi karena enak, meningkatkan nafsu makan, dan mudah didapatkan. Keripik asin sering dikonsumsi contoh sekitar tiga kali seminggu berupa keripik singkong atau kentang. Keripik asin merupakan makanan yang sering dikonsumsi oleh contoh disebabkan rasanya yang enak, mudah didapatkan, dan harganya cukup murah. Seseorang yang menyukai dan terbiasa mengkonsumsi makanan asin akan cenderung mengkonsumsinya terus menerus karena rasanya yang gurih. Ikan asin
15
adalah bahan makanan yang terbuat dari daging ikan yang di awetkan dengan menambahkan banyak garam (Arisman2009).Oleh karena itu, penderita hipertensi dianjurkan untuk membatasi konsumsi makanan asin dan awetan. Seiring dengan perkembangan zaman, manusia semakin hari semakin sibuk, sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan makanan mentah di dapur. Dalam hal ini, makanan awetan atau pabrikan bermanfaat bagi masyarakat (Winarno 2008). Jenis makanan awetan yang sering dikonsumsi contoh adalah biskuit asin, bakso, dan mie instan. Biskuit asin dikonsumsi sekitar empat kali seminggu dengan jumlah konsumsi sebesar87.84 gram per minggu. Umumnya contoh membeli biskuit asin ini di warung dekat rumah dan menjadikannya sebagai camilan karena rasanya yang enak, praktis, dan cukup mengenyangkan. Bakso dikonsumsi sekitar 3 kali seminggu dengan jumlah konsumsi 344.76 gram per minggu. Bakso sering dikonsumsi disebabkan oleh rasanya yang enak dan mudah didapatkan. Mie instan dikonsumsi 2 kali seminggu dengan jumlah konsumsi 143.03 gram per minggu. Contoh mengatakan menyukai mie instan dikarenakan mudah diperoleh, memiliki rasa yang enak serta mudah untuk disajikan.Popkin (2010) menyebutkan bahwa semakin meningkatnya alat teknologi produksi makanan dan perubahan sosial ekonomi menyebabkan pergeseran pola makan masyarakat dari tradisional ke pola makan barat sehingga masyarakat cenderung memilih makanan yang tinggi natrium. Jenis pangan yang tergolong ke dalam sumber natrium bagi contoh dewasa adalah pangan yang kandungan natriumnya minimum 225 mg per 100 gramnya. Jenis makanan asin dan awetan sumber natrium yang dikonsumsi contoh diantaranya ikan asin, cumi asin,telur asin, ikan tongkol pindang, keripik asin, kornet, nugget, sosis, biskuit asin,cracker, sarden dan mie instan. Secara keseluruhan, frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh dikatakan jarang yaitu 2 kali/minggu. Total rata-rata asupan natrium makanan asin dan awetan sebesar 1 325.1 mg. Jumlah ini lebih besar dibandingkan rata-rata kecukupan natrium contoh yang sebesar 1 297.3 mg, sehingga jika dibandingkan dengan kecukupan dapat dikatakan asupan natrium berlebih. Namun, rata-rata asupan natrium contoh dalam sehari lebih kecil dari anjuran WHO (1990) (≤2 400 mg) dengan 1 596.1 mg sehingga dapat dikatakan asupan natrium contoh masih dalam kategori normal. Sayur dan buah. Sumber utama kalium adalah makanan segar terutama sayur dan buah (Almatsier 2009). Salah satu prinsip DASH diet yang dianjurkan oleh ADA dan AHA (2006) untuk pencegahan dan manajemen hipertensi dengan prinsip banyak mengonsumsi buah dan sayuran.Pengaturan diet yang lain untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan mengonsumsi makanan sumber kalium. Kalium yang tinggi juga menurunkan efek natrium terhadap tekanan darah (USDA 2005). Kalium sebagai salah satu mineral yang menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit mempunyai efek yang meningkatkan pengeluaran natrium dan cairan dari dalam tubuh. Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi seseorang dari hipertensi (Astawan2004).Rata-rata frekuensi, jumlah konsumsi, dan rata-rata asupan kaliumsayur dan buah pada contoh disajikan pada Tabel 12 berikut ini.
16
Tabel 12Rata-rata frekuensi,rata-ratajumlah konsumsi, dan rata-rata asupan kalium padagolongan sayur dan buah pada contoh Rata-rata Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah frekuensi konsumsi konsumsi (g/hari) (kali/minggu) (g/minggu) Bayam 3±2.1 106.4±105.8 15.2±15.1 Kentang 3±1.9 158.4±160.4 22.6±22.9 Tomat 3±2.3 151.0±132.9 21.6±19.0 Buncis 4±1.9 87.5±66.0 12.5±9.4 Labu siam 2±1.9 145.7±130.7 20.8±18.7 Sawi 2±2.9 62.0±83.0 8.9±11.9 Brokoli 2±1.7 36.7±79.8 5.2±11.4 Wortel 4±3.0 137.2±93.8 19.6±13.4 Jeruk 3±3.2 166.2±159.1 23.7±22.7 Pisang 4±3.2 275.6±276.4 39.4±39.5 Pepaya 4±2.9 323.0±319.9 46.1±45.7 Jambu biji 1±2.0 66.4±143.8 9.5±20.5 Semangka 2±2.1 194.9±295.8 27.9±42.3 Anggur 1±1.8 18.3±46.1 2.6±6.6 Total rata-rata asupan kalium Rata-rata asupan kalium contoh/hari Rata-rata kecukupan kalium contoh *diurutkan berdasarkan rata-rata asupan kalium terbesar per jenis pangan Jenis sayuran dan buah
Rata-rata asupan kalium (mg) 83.6 75.2 45.5 37.4 33.2 17.9 15.6 11.8 325.4 137.3 88.9 22.1 14.9 4.7 913.4 2 074.2 4 700.0
Kalium merupakan mineral penting yang membantu ginjal berfungsi fisiologis dan merupakan elektrolit yang berperan sebagai listrik tubuh bersama dengan natrium, klorida dan magnesium. Bagi contoh lansia terjadi penurunan kemampuan fungsi berbagai organ dan sistem yang terdapat didalam tubuhnya sehingga konsumsi kalium sangat dibutuhkan karena berperan penting menjaga fungsi jantung, otot rangka dan kontraksi otot polos untuk fungsi pencernaan dan geraknya (Santoso & Ismail 2008). Asupan kalium dikategorikan berdasarkan AKG 2013 dan AHA (American Heart Assosiation) yaitu, kurang (< 3 510 mg), cukup (≤ 4 700 mg) dan lebih (>4 700 mg). Jika dilihat dari kategori tersebut, rata-rata asupan kalium contoh dalam sehari termasuk dalam kategori kurang dengan 1 596.1 mg. Total rata-rata asupan kalium sayuran dan buah sebesar 913.4 mg. Jumlah ini lebih kecil dibandingkan rata-rata kecukupan kalium contoh yang sebesar 4 700 mg, sehingga jika dibandingkan dengan kecukupan dapat dikatakan asupan kalium kurang. Tabel 12 menunjukkan bahwa jenis sayuran yang sering dikonsumsi contoh adalah wortel sekitar empat kali seminggu dengan jumlah 137.22 gram per minggu dan buncis sekitar 4 kali seminggu dengan jumlah 87.84 gram per minggu. Tomat dan bayam dikonsumsi contoh sebanyak 3 kali per minggu. Tomat menurut penuturan contoh sering dikonsumsi sebagai lalapan, wortel dan buncis dikonsumsi dengan memasaknya menjadi sup, dan bayam dikonsumsi dengan dimasak bening. Ada beberapa contoh yang mengonsumsi tomat dalam bentuk sambal. Elizabeth (2014) mengatakan sumber kalium terbaik selain pisang adalah bayam, satu cangkir bayam mengandung 839 mg kalium. Konsumsi kalium dalam jumlah yang tinggi dapat melindungi individu dari hipertensi. Asupan kalium yang meningkat akan menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik (Irza
17
2009). Mierlo et al. (2010) melaporkan ketika asupan kalium di 21 negara meningkat menjadi 4.7 gram per hari diharapkan akan terjadi penurunan tekanan darah sebesar 1.7-3.2 mmHg. Konsumsi sayur dan buah yang kurang akan memicu terjadinya aterosklerosis dan meningkatkan resiko hipertensi. Jenis pangan yang tergolong ke dalam sumber kalium bagi contoh dewasa adalah pangan yang kandungan kaliumnya minimum 705 mg per 100 gramnya. Semua jenis sayuran yang terdapat pada kuesioner memiliki kandungan kalium < 705 mg per 100 gram bahannya dan dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit oleh contoh. Secara keseluruhan kebiasaan konsumsi sayur pada contoh dikatakan jarang yaitu 3 kali/minggu. Buah-buahan juga kaya akan kalium (USDA 2005). Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi contoh adalah pisang sekitar 4 kali seminggu dengan jumlah 275.56 gram per minggu dan pepaya sekitar 4 kali seminggu dengan jumlah 323.03 gram per minggu. Selanjutnya contoh sering mengonsumsi jeruk sekitar 3 kali seminggu. Rata-rata asupan kalium terbesar dari buah-buahan berasal dari jeruk yaitu 325.35 mg per hari. Jenis buahan-buahan yang memiliki kandungan kalium minimum 705 mg per 100 gramnya yang merupakan sumber kalium yang dikonsumsi contoh adalah jeruk dengan kandungan natrium 1 903 mg per 100 gram berdasarkan Nutrisurvey 2007. Secarakeseluruhan kebiasaan konsumsi buah-buahan pada contoh dikatakan jarang yaitu 2 kali/minggu. Penelitian Emitasari et al. (2009) di Puskesmas Mergangsan Yogyakarta menunjukkan responden yang jarang mengkonsumsi sayur-sayuran berisiko 1.17 terkena hipertensi dan responden yang jarang mengkonsumsi buah-buahan berisiko 1.89 kali terkena hipertensi. Data Susenas 2004 menunjukkan sekitar 60-70% masyarakat Indonesia kurang mengonsumsi sayur dan buah sesuai anjuran 4-5 porsi per hari dan ratarata hanya mengonsumsi satu porsi per hari. Analisis konsumsi buah dan sayur dilakukan oleh Muharam dan Hardinsyah (2013) pada 62 072 perempuan dewasa usia 20-55 tahun di Indonesia dengan menggunakan data sekunder dari Riskesdas 2010 menunjukkan rata-rata konsumsi sayur dan buah perempuan dewasa 139.7±55.9 g/hari yang jauh lebih rendah dibandingkan anjuran konsumsi buah dan sayur oleh Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian 250 g/hari dan anjuran World Health Organization (WHO) 400 g/hari. Makanan pokok, lauk-pauk, susu dan olahannya. Penelitian ini juga menganalisis konsumsi makanan pokok, lauk-pauk, serta susu dan olahannya yang memiliki kontribusi terhadap asupan natrium dan kalium pada contoh. Tabel 13 menunjukkan bahwa jenis makanan pokok yang sering dikonsumsi contoh adalah nasi sekitar dua puluh kali seminggu dengan jumlah 4048.65 gram per minggu dengan rata-rata asupan kaliumnya sebesar 167.7 mg. Beras giling juga merupakan sumber kalium dengan kandungan 241 mg/100 gramnya (Almatsier 2009). Rata-rata asupan natrium terbesar dari makanan pokok yaitu berasal dari roti putih (tawar) yaitu 104.64 miligram per hari. Roti tawar dikonsumsi sekitar dua kali seminggu dengan berat 120 gram per minggu. Roti putih merupakan sumber natrium yang dikonsumsi contoh karena mengandung 609 mg natrium per 100 gram bahannya. Di Indonesia, jenis roti yang paling banyak ditemui adalah roti tawar putih. Umumnya bahan pembuat roti tawar putih ini yaitu tepung terigu yang terbuat dari gandum, sebagian besar roti tawar juga mengandung natrium yang membantu meningkatkan rasa dan mengendalikan ragi
18
(Gregerson 2009). Bahan pengawet yang digunakan untuk memperpanjang umur roti yang diizinkan oleh BPOM RI No.36 tahun 2013 adalah asam propionat dan garamnya (natrium, kalium, dan kalsium propionat) dan asam sorbat dan garamnya dengan batas maksimum penggunaanya 1 000 ppm.Berikut disajikan data selengkapnya pada Tabel 13. Tabel 13Rata-rata frekuensi,rata-ratajumlah konsumsi, rata-rata asupan natrium, dan rata-rata asupan kalium padajenis pangan lain Jenis makanan Nasi Bihun Roti Ubi Singkong Ikan Daging sapi Ayam Telur ayam Susu bubuk Susu kental manis Mentega
Rata-rata frekuensi (kali/minggu) 20±2.20 1±1.91 2±1.94 1±1.19 1±1.10 4±3.52 1±2.07
Rata-rata jumlah konsumsi (g/minggu) 4048.65±440.72 104.48±147.54 120. 27±96.97 25.05±47.57 99.50±89.71 432.07±515.92 129.9±320.61
Rata-rata jumlah konsumsi (g/hari) 578.38±62.96 14.93±21.08 17.18±13.85 3.58±6.80 14.22±12.82 61.72±73.70 18.55±45.80
4±2.29 5±2. 25 2±0.00 5±3.60
221. 21±287.58 203.51±170.13 35.29±151.52 395.71±663.37
31.60±41.08 29.07±24.30 5.04±21.65 56.53±94.77
1±0.97 5.87±14.15 Total rata-rata asupan/hari
0.84±2.02
Rata-rata asupan natrium (mg/hari) 0.00 1.34 104.64 0.09 0.28 2.96
Rata-rata asupan kalium (mg/hari) 167.7 0.45 19.42 10.71 34.54 0.58
9.83 12.83 32.45 0.30
63.08 35.92 32.97 0.06
19.79 1.01 185.52
107.41 0.06 472.9
Jenis lauk yang sering dikonsumsi contoh adalah telur ayam sekitar lima kali dalam seminggu dengan jumlah 203.51 gram per minggu. Selanjutnya ikan dan ayam dikonsumsi sekiar empat kali seminggu.Rata-rata asupankalium terbesar dari golongan lauk berasal dari daging sapi yaitu 63.08 miligram per hari. Rata-rata asupan natrium terbesar dari golongan lauk berasal dari telur ayam yaitu sebesar 32.45 miligram per hari. Telur ayam mengandung 158 mg natrium per 100 gramnya (Almatsier 2009). Jenis susu dan olahannya serta minuman yang sering dikonsumsi contoh adalah susu kental manis sekitar lima kali seminggu dengan jumlah 395.71 gram per minggu. Sebagian besar contohmeminum susu kental manis disebabkan oleh rasanya yang enak, gampang didapat, dan kurangnya pengetahuan tentang susu yang seharusnya dikonsumsi oleh lansia. Tingkat Kecukupan Gizi Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah kecukupan zat gizi untuk rata-rata per orang per hari bagi orang sehat di Indonesia yang disesuaikan dengan umur, jenis kelamin, serta keadaan fisiologis tubuh. Angka kecukupan gizi yang digunakan merupakan angka kecukupan gizi untuk kelompok wanita usia 30-49 tahun, 50-64 tahun, 65-80 tahun, dan >80 tahun. Hal ini dikarenakan contoh tersebar ke dalam kelompok tersebut. Gambar 2 dan gambar 3menyajikan data tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak.
19
50 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
43,2 37,8 24,3
21,6 10,8
13,5 5,4
Defisit Berat
10,8
8,1
Defisit Sedang
24,3
Defisit Ringan Energi
Normal
Lebih
Protein
Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan energi dan protein 120
97,3
100 80 60 40 20
2,7
0 cukup
lebih Lemak
Gambar 3 Sebaran contoh berdasarkan kategori tingkat kecukupan lemak Energi Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat, dan protein. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Apabila terjadi ketidakseimbangan antara konsumsi enrgi dengan pengeluaran energi, maka hal ini akan berakibat gangguan gizi (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Tingkat kecukupan energi didapatkan dari hasil perhitungan konsumsi pangan yang dikonversi menjadi satuan kkal lalu dibagi dengan angka kecukupan energi contoh berdasarkan koreksi berat badan. Kisaran asupan energi contoh adalah 983 sampai dengan 2 422 kkal/hari dengan rata-rata asupan energi sebesar 1 595 ± 356 kkal/hari. Gambar 2 menunjukkan bahwa sebesar 10.8% contoh berada pada kategori defisit berat (< 70% AKG), 5.8% defisit sedang (70-79% AKG), dan21.6% defisit ringan (80-89% AKG). Hal ini disebabkan contohyang sebagian besar termasuk lansia dapat mengalami penurunan nafsu makanseiring meningkatnya usia. Hal ini juga dapat dilihat dari perbedaan angka kecukupan gizi contoh, misalnya pada wanita usia 30-49 tahun yaitu 2 150 kkal, sedangkan wanita usia 50-64 tahun sebesar 1 900 kkal. Sebesar 37.8% contoh berada pada kategori normal (90-109% AKG) dan sebesar 24.3% contoh berada pada kategori lebih. Asupan energi yang berlebih jika tidak diimbangi dengan aktivitas fisik yang cukup akan menimbulkan obesitas.
20
Protein Protein terdiri atas unsur asam amino (karbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen) yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida (Almatsier 2009). Fungsi protein adalah untuk menyediakan asam-asam amino yang diperlukan tubuh untuk penghasil energi (Sediaoetama 2006). Bahan makanan hewani merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu. Sumber protein lainnya berasal dari kacang kedelai dan hasilnya (Almatsier 2009). Asupan protein contoh berkisar antara 22-124 gram/hari. Rata-rata asupan protein contoh adalah 58±22 gram/hari. Sebaran contoh menunjukkan bahwa sebagian besar contohterletak pada kategori TKP lebih (43.2%). Hal ini disebabkan contoh sering mengonsumsi sumber protein seperti ayam, ikan, serta nasi sebagai makanan pokok sehari-hari dalam jumlah yang banyak. Padi-padian dan hasilnya relatif rendah dalam protein, tetapi karena dimakan dalam jumlah banyak, memberi sumbangan besar terhadap konsumsi protein sehari (Almatsier 2009). Protein yang berlebihan tidak menguntungkan bagi tubuh, makanan yang tinggi protein biasanya dapat menyebabkan obesitas dan memberatkan kerja ginjal dan hati yang harus memetabolisme dan mengeluarkan kelebihan nitrogen (Almatsier 2009). Isselbacher et al. (1999) menjelaskan bahwa gangguan fungsi ginjal menyebabkan retensi natrium dalam tubuh dan cairan tertahan sehingga meningkatkan risiko hipertensi dan peningkatan tekanan darah pada sistem portal akibat peningkatan tahanan terhadap perfusi hepar akan memperburuk kejadian hipertensi (Brashers 2001). Lemak Lemak merupakan sumber energi paling padat yang menghasilkan 9 kkal untuk setiap gramnya (Almatsier 2009). Selain itu, lemak juga merupakan zat gizi yang penting untuk menjaga kesehatan tubuh manusia antara lain dalam hal mengangkut vitamin larut lemak (A, D, E,dan K) dan pemeliharaan suhu tubuh (Almatsier 2009). Asupan lemak contoh berkisar antara 9-98 gram/hari. Rata-rata asupan lemak contoh adalah 30± 16 gram/hari. Sebaran contoh menunjukkan bahwa sebagian besar (97.3 %) contoh berada pada kategori lebih (> 30 % kecukupan energi), sedangkan 2.7% berada pada kategori cukup. Makanan yang tinggi protein biasanya juga tinggi lemak (Almatsier 2009). Asupan lemak secara berlebihan dapat memicu tertjadinya penyakit jantung koroner, aterosklerosis, dan hipertensi (Khomsan dan Faisal 2008). Lemak yang menumpuk dalam bentuk kolesterol menyebabkan kolesterol darah akan tinggi dan mengakibatkan hipertensi (Devi 2010). Natrium dan Kalium Natrium adalah kation utama dalam cairan ekstraselular.Fungsi natrium sebagai kation utama dalam cairan ekstraseluler yaitu menjaga keseimbangan cairan dengan mengatur tekanan osmotik agar cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel. Kalium merupakan ion yang bermuatan positif (Almatsier 2009). Berbeda dengan natrium, kalium lebih banyak berada di dalam sel daripada di luar sel(Winarno 2008). Kalium sebagai salah satu mineral yang menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit mempunyai efek natriuretik dan diuretik yang meningkatkan pengeluaran natrium dan cairan dari dalam tubuh. Kalium menghambat pelepasan renin sehingga mengubah aktivitas sistem renin
21
angiotensin dan mengatur saraf perifer dan sentral yang mempengaruhi tekanan darah (Kotchen 2006). Asupan natrium contoh berkisar antara 212 sampai dengan 3 553 mg. Rata-rata asupan natrium contoh adalah 1 596 mg per hari. Berdasarkan tingkat kecukupan natrium per orang, sebaran contoh menunjukkan bahwa sebagian besar (59.5%) contoh berada pada kategori lebih, sedangkan 40.5% contoh berada pada kategori cukup. Kecukupan natrium menunjukkan lebih banyak conoh berada di kategori lebih walaupun pada pola konsumsi pangan makanan asin dan awetan dikonsumsi jarang (2x/minggu). Hal ini disebabkan oleh tingginya jumlah makanan asin dan awetan yang dikonsumsi seperti ikan asin (68.1 gram/minggu) dan biskuit asin (87.8 gram/minggu). Pengaruh asupan tinggi natrium terhadap kejadian hipertensi yaitu meningkatnya volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Cairan dari sel akan meningkat karena kelebihan asupan natrium, dimana air akan bergerak ke arah larutan elektrolit yang mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Hal ini akan menyebabkan volume plasma darah dan curah jantung meningkat sehingga tekanan darah akan meningkat. Asupan natrium yang tinggi dapat mengecilkan diameter arteri sehingga jantung memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui arteri yang menyempit (Kotchen 2006). Asupan kalium contoh berkisar antara 712 sampai dengan 4 323 mg. Ratarata asupan kalium contoh adalah 2 074 mg per hari.Berdasarkan tingkat kecukupan kalium per orang, sebaran contoh menunjukkan bahwa 94.6% contoh berada pada kategori kurang dan 5.4% berada pada kategori cukup. Salah satu kemungkinan penyebab asupan kalium yang rendah adalah rendahnya asupan sayur dan buahyang umumnya tinggi kalium dengan frekuensi konsumsi 2-3 kali per minggu. Kebanyakan ahli di bidang kesehatan saat ini menyarankan untuk meningkatkan asupan kalium dan membatasi asupan natrium. Kalium adalah senyawa kimia yang berperan dalam memelihara fungsi normal otot, jantung, dan sistem saraf. Kalium juga merupakan regulator tekanan darah. Pada 1991, para peneliti dari University of Pennsylvania menemukan bahwa pembatasan asupan kalium selama sepuluh hari menyebabkan peningkatan tekanan darah baik pada orang bertekanan darah normal maupun tinggi (Kowalski 2007). Tekanan Darah Tekanan darah adalah tekanan yang dihasilkan oleh pompa jantung untuk mengedarkan darah ke seluruh tubuh. Darah akan membawa oksigen dan zat gizi ke seluruh bagian tubuh (Dariyo 2008). Hipertensi adalah peningkatan pembuluh darah secara kronis disebabkan kerja jantung yang lebih keras dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan zat gizi dalam tubuh. Kriteria hipertensi untuk penduduk berusia ≥18 tahun merujuk pada JNC VII 2003 yaitu pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg atau tekanan darah diastollik ≥90mmHg diukur menggunakan sphygmomanometer (Depkes 2013). Klasifikasi tekanan darah dibagi menjadi normal, prehipertensi, hipertensi derajat I, dan derajat II. Berikut sebaran contoh berdasarkan tekanan darahyang disajikan pada Tabel 14.
22
Tabel 14 Sebaran contoh berdasarkan tekanan darah sistolik dan diastolik Tekanan darah sistolik (mmHg) <120 140-159 ≥160 Total Rata-rata Min/Max Tekanan darah diastolik (mmHg) <80 80-89 90-99 ≥100 Total Rata-rata Min/Max
Derajat hipertensi Normal Derajat I Derajat II
n 2 24 11 37 150.4±22.6 107/208 Derajat hipertensi n Normal 22 Prehipertensi 8 Derajat I 6 Derajat II 1 37 79.9±11.6 61/118
% 5.4 64.9 29.7 100
% 59.5 21.6 16.2 2.7 100
Berdasarkan tekanan darah sistolik sebagian besar contoh (64.9 %) termasuk ke dalam hipertensi derajat I dan 29.7% termasuk dalam hipertensi derajat II. Berdasarkan tekanan darah diastolik, sebanyak 59.5% contoh memiliki tekanan darah normal kemudian diikuti dengan prehipertensi dengan 21.6%. Ratarata tekanan darah sistolik contohyaitu 150.4±22.6 mmHg dan tekanan darah diastolik contoh adalah 79.9±11.6 mmHg. Hal ini selaras dengan Krummel (2004) yang menyatakan bahwa tekanan sistolik semakin meningkat sampai usia 80 tahun, sedangkan diastolik semakin meningkat sampai usia 50-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis. Jika dilihat dari asupan natrium, kalium, dan lemak, tekanan darah yang tinggi dapat disebabkan oleh tingginya asupan natrium dan lemak yang melebihi angka kecukupan, sera banyaknya contoh yang masuk dalam kategori kalium kurang. JNC-VIII menjelaskan bahwa tekanan darah normal seseorang berbeda dengan tekanan darah penderita hipertensi yaitu, pada orang dengan kondisi normal memiliki tekanan darah sistolik < 120 mmHg atau tekanan darah diastolik < 80 mmHg, sedangkan pada penderita hipertensi tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg.James et al.(2014) menjelaskan bahwa Semakin tinggi derajat hipertensi maka semakin besar ancaman terhadap kesehatan seseorang. Hubungan Antar Variabel Hubungan karakteristik contoh dengan tekanan darah Penelitian yang dilakukan pada contoh yang menderita hipertensi menunjukkan bahwa sebanyak 63.5% contoh menderita hipertensi sistol derajat I dan sebanyak 71.2% contoh menderita hipertensi diastol derajat I. Sekitar 90% hipertensi tidak diketahui penyebabnya secara pasti (hipertensi esensial), namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi (Armilawaty et al. 2007). Faktor risiko hipertensi ada yang tidak dapat dikontrol adalah jenis kelamin, umur, riwayat keluarga, pendidikan, pendapatan dan pekerjaan. Faktor yang dapat dikontrol di antaranya berat badan berlebih, kebiasaan merokok,
23
asupan natrium berlebih, dan asupan kalium yang kurang. Berikut disajikan Tabel 15hubungan tekanan darah dengan karakteristik contoh. Tabel 15 Hubungan karakteristik contoh dengan tekanan darah Karakteristik responden Usia Pendidikan Pekerjaan Besar keluarga
Tekanan darah sistolik r p 0.376 0.022* -0.097 0.568 -0.100 0.556 -0.159 0.348
Tekanan darah diastolik r p -0.005 0.978 0.214 0.203 -0.316 0.057 -0.038 0.824
*Korelasi signifikan p < 0.05
Berdasarkan hasil uji korelasi Spearmandidapatkan adanya hubungan antara usia dengan tekanan darah sistolik yang ditandai dengan nilai signifikansi p = 0.022(p < 0.05).Hal ini sejalan dengan penelitian Aisyiyah (2009) bahwa semakin bertambahnya usia seseorang maka semakin tinggi pula tekanan darahnya. Penelitian yang dilakukan oleh Syahrini (2012) juga menyatakan ada hubungan bermakna antara usia dengan hipertensi. Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia memungkinkan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Hal ini terjadi karena pada usia lanjut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku sehingga darah pada setiap denyut jantung dipaksa melalui pembuluh darah yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan darah (Sigarlaki 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1.8-28.6% penduduk yang berusia di atas 20 tahun adalah penderita hipertensi (Beevers et al. 2002). Tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan, pekerjaan, dan besar keluarga dengan tekanan darah yang ditandai hasil uji korelasi Spearman (p > 0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Purniawaty (2010) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan dengan hipertensi. Pekerjaan berpengaruh kepada aktifitas fisik seseorang. Orang yang tidak bekerja aktifitasnya tidak banyak sehingga dapat meningkatkan kejadian hipertensi. Orang yang tidak bekerja aktivitasnya tidak banyak, pengontrolan nafsu makannya sangat labil sehingga terjadi konsumsi energi yang berlebihan akhirnya menyebabkan obesitas. Jika berat badan seseorang bertambah, maka volume darah akan bertambah, sehingga beban jantung untuk memompa darah juga bertambah. Semakin besar bebannya, semakin berat kerja jantung dalam memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan perifer dan curah jantung dapat meningkat kemudian menimbulkan hipertensi (Utami 2007). Hubungan asupan natrium dan kalium dengan tekanan darah Sebagian besar contoh pada penelitian ini mengalami asupan natrium yang lebih dan asupan kalium yang kurang. Hal ini dapat memperburuk keadaan contohjika telah menderita hipertensi. Hasil uji statistik menggunakan Uji Korelasi Spearmanantara asupan natrium dengan tekanan darah diperoleh p-value sebesar 0.045. Hal ini berarti ada hubungan signifikan antara asupan natrium dengan tekanan darah (p < 0.05). Hal ini sejalan dengan penelitian Siti (2012) di UPT Pelayanan Sosial Lanjut Usia Jemberyang menunjukkan bahwa ada
24
hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan tekanan darah. Selain itu, Tanjung (2009) menunjukkan bahwa responden yang sering mengonsumsi makanan tinggi natrium memiliki jumlah kasus hipertensi yang lebih besar yaitu 58.3% dibandingkan responden yang tidak sering mengonsumsi makanan tinggi natrium yaitu 56.1%.Contoh dalam penelitian ini sebagian besar mempunyai asupan natrium cukup(62.2%) dan sebesar 37.8% mempunyai asupan natrium yang lebih. Bagi individu yang menderita hipertensi, American Heart Association (AHA) merekomendasikan konsumsi natrium bagi orang dewasa tidak lebih dari 2400 mg per hari, yaitu setara dengan satu sendok teh garam dapur sehari atau 6 gram NaCl (Wardlaw et al. 2004). Pengaruh asupan tinggi natrium terhadap kejadian hipertensi yaitu meningkatnya volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah (Kotchen 2006). Hasil uji statistik menggunakan Spearman diperoleh p-value0.267. Hal ini berarti tidak ada hubungan signifikan antara asupan kalium dengan tekanan darah. Hal ini sejalan dengan penelitian Lede et al. (2011), yang menemukan bahwa tidak ada hubungan antara asupan kalium dengan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Berbah, Yogyakarta (p > 0.05). Pengaturan diet yang lain untuk menurunkan tekanan darah adalah dengan mengonsumsi makanan sumber kalium. Kalium yang tinggi juga menurunkan efek natrium terhadap tekanan darah (USDA 2005). Ada berbagai macam faktor penyebab hipertensi, selain asupan kalium, juga disebabkan pola konsumsi makanan yang tinggi natrium, usia, kebiasaan olahraga minum alkohol berlebih, dan stress. Hubungan status gizi dengan tekanan darah Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman antara status gizi dengan tekanan darah (sistolik dan diastolik) didapatkan nilai yang tidak signifikan. Tekanan sistolik merupakan tekanan darah yang terjadi saat kontraksi otot jantung dan memompa darah dengan tekanan besar (Muchtadi 2015). Tekanan darah sistolik biasanya lebih sensitif, dikarenakan meningkatnya usia dimana pembuluh darah besar yang berfungsi mengalirkan darah dari jantung ke seluruh tubuh menjadi lebih kaku atau kurang elastis, sehingga meningkatkan tekanan sistolik namun tekanan diastolik tetap atau menurun (He & MacGregor 2003). Hasil uji yang tidak signifikan tidak selaras dengan penelitian Syofyarti (2013), bahwa terdapat korelasi yang cukup kuat (p < 0.05) antara IMT dengan tekanan darah. Semakin tinggi nilai IMT seseorang maka semakin meningkat kejadian hipertensinya dan bahwa contoh yang mengalami obesitas mempunyai risiko 3.6 kali lebih besar mengalami tekanan darah tinggi. Risiko hipertensi pada orang yang overweight dan obesitas (IMT ≥ 25.0) lebih tinggi di Indonesia (OR=7.68, 95% CI:3.88-15.0), di Ethiopia (OR= 2.47, 95% CI: 1.42-4.29) dan Vietnam (OR=2.67, 95% CI: 1.75-4.08) (Tesfaye et al. 2007). Krummel (2004) menjelaskan bahwa, hubungan antara kelebihan berat badan dengan hipertensi dapat dijelaskan sebagai perubahan fisiologis, yaitu resistensi insulin dan hiperinsulinemia, aktivasi sistem saraf simpatik dan sistem renin-angiotenin serta perubahan organ ginjal. Peningkatan asupan energi juga berhubungan dengan peningkatan insulin plasma, yang berperan sebagai faktor natriuretik dan
25
menyebabkan peningkatan reabsorbsi natrium ginjal sehingga menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi (IMT) Pola makan yang sehat dan seimbang dapat menunjang kesehatan seseorang secara optimal, sehingga kita dapat terhindar dari berbagai macam penyakit. Konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi. Frekuensi makan juga akan memengaruhi status gizi (Sumanto 2009). Jumlah zat gizi yang dibutuhkan untuk memenuhi kecukupan gizi tergantung dari kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi. Suatu kecukupan zat gizi yang dianjurkan diharapkan akan menjamin tercapainya status gizi yang baik (Suhardjo dan Clara 2010). Hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi disajikan pada Tabel 16 berikut ini. Tabel 16 Hubungan tingkat kecukupan gizi dengan status gizi Tingkat kecukupan gizi TKE TKP TKL
r 0.372 0.266 0.250
p 0.023* 0.112 0. 136
*korelasi signifikan p<0.05 Hasil uji korelasi Spearman untuk Tingkat Kecukupan Energi (TKE) memperoleh nilai signifikasi p = 0.023. Nilai ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kecukupan energi dengan status gizi (p < 0.05). Hasil ini sesuai dengan penelitian Purwati (2005) yang menunjukkan adanya hubungan antara tingkat kecukupan energi (p = 0.049) dengan status gizi. Jumlah energi yang dikonsumsi seseorang merupakan kuantitatif yang baik untuk mengetahui cukup tidaknya makanan yang dikonsumsi orang tersebut. Status gizi sangat tergantung dari konsumsi dan tingkat konsumsi (Sediaoetama 2008). Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman didapatkan nilai signifikansi p = 0.112 untuk hubungan antara tingkat kecukupan protein (TKP) dan p = 0.136 untuk hubungan antara tingkat kecukupan lemak (TKL) dengan status gizi, yang artinya tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan protein maupun tingkat kecukupan lemak dengan status gizi (IMT) contoh. Hal ini sesuai dengan penelitian Firdaus (2014) yang menyatakan tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan lemak dan status gizi (p = 0.531). Hal ini dimungkinkan karena status gizi merupakan refleksi dari kebiasaan makan pada waktu sebelumnya. Selain itu, diduga terdapat variabel lain yang tidak diteliti yang berpengaruh terhadap status gizi seperti aktivitas fisik dan faktor stres. Lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar (Almatsier 2009). Lemak akan dipecah menjadi energi jika asupan karbohidrat dalam tubuh tidak memadai. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata tingkat kecukupan energi berada pada kategori normal dan tingkat kecukupan lemak tergolong cukup maka diduga tidak terjadi kenaikan atau penurunan berat badan yang menggambarkan tinggi rendahnya indeks massa tubuh seseorang.
26
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sebesar 64.9% contoh termasuk kategori hipertensi sistol derajat I dan sebanyak 59.5% contoh termasuk kategori normal. 43.2% contoh termasuk kategori lansia awal dan 29.7% termasuk kelompok lansia akhir. Sebagian besar contohtidak menempuh pendidikan atau tidak tamat SD (73.0%). Sebagian besar jumlah contoh tidak bekerja atau IRT (75.7%). Besar keluarga contoh (54.0%) termasuk kategori keluarga kecil (≤ 4 orang). Sebesar 37.8%contoh termasuk kedalam status gizi normal denganrata-rata IMT contoh adalah 22.8 ± 4.4 kg/m2. Jenis makanan asin yang sering dikonsumsi contoh adalah keripik asin dan ikan asin. Rata-rata asupan natrium terbesar dari makanan asin berasal dari ikan asin yaitu 269.87 miligram per hari. Jenis makanan awetan yang sering dikonsumsi contoh adalah biskuit asin dengan rata-rata asupan natrium sebesar 224.61 miligram per hari. Frekuensi konsumsi makanan asin dan awetan pada contoh dikatakan jarang yaitu 2 kali per minggu. Jenis sayuran yang sering dikonsumsi contoh adalah wortel dan buncis dengan frekuensi konsumsi 4 kali seminggu dengan rata-rata asupan kalium 83.60 miligram per hari. Secara keseluruhan kebiasaan konsumsi sayur pada contoh dikatakan jarang yaitu 3 kali/minggu. Jenis buah-buahan yang sering dikonsumsi contoh adalah pisang dan pepaya. Rata-rata asupan kalium terbesar berasal dari jeruk yaitu 325.35 miligram per hari. Rata-rata asupan kalium terbesar dari makanan pokok berasal nasi yaitu 167.7 mg per hari. Rata-rata asupan natrium terbesar dari makanan pokok yaitu berasal dari roti putih (tawar) dengan 104.64 mg per hari.Rata-rata asupan kalium terbesar dari golongan lauk berasal dari daging sapidengan63.08 mg per hari.Ratarata asupan natrium terbesar dari golongan lauk berasal dari telur ayam yaitu 32.45 mg per hari. Rata-rata asupan natrium maupun kalium terbesar dari susu dan olahannya berasal dari susu kental manis. Sebagian besar (37.8%) tingkat kecukupan energi contoh berada pada kategori normal (90-119% AKG), (43.2%) terletak pada kategori TKP lebih (≥ 120% AKG), (97.3%) contoh berada pada kategori asupan lemak yang lebih (> 30% kecukupan energi), (59.5%) contoh berada pada kategori tingkat kecukupan natrium lebih, dan (97.3%)contoh termasuk ke dalam kategori tingkat kecukupan kalium kurang. Hasil Uji korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang signifikan antara usia dengan tekanan darah (p = 0.022, r = 0.376), tidak terdapat hubungan signifikan antara pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar keluarga contoh dengan tekanan darah. Terdapat hubungan signifikan antara asupan natrium dengan tekanan darah(p = 0.045).Tidak ada hubungan yang signifikan antara asupan kalium dengan tekanan darah.Tidak ada hubungan signifikan antara status gizi dengan tekanan darah. Hasil uji korelasi Spearman antara TKE dengan status gizi menunjukkan adanya hubungan yang signifikan (p = 0.023) dan tidak ada hubungan antara TKP maupun TKL terhadap status gizi.
27
Saran Pada penelitian ini didapatkan sebagian besar tekanan darahcontoh termasuk ke dalam kategori hipertensi meskipun status gizi sebagian besar peserta berada dalam kategori normal, oleh karena itu diperlukan pemantauan tekanan darah. Untuk mempertahankan tekanan darah normal sebaiknya diterapkan diet DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) pada contoh dengan meningkatkan konsumsi sayur dan buah dan membatasi konsumsi ikan asin untuk mengatasi kelebihan natrium. Selain itu, edukasi atau konseling gizi perlu terus dilanjutkan dan dipantau serta didukung motivasi dari keluarga peserta program Let’s Careuntuk mengurangi konsumsi makan ikan asin yang telah menjadi kebiasaan. Perlu diidentifikasi lebih lanjut mengenai faktor-faktor lain yang berhubungan dengan hipertensi seperti aktivitas fisik, kebiasaan minum kopi, dan tingkat stres.
28
DAFTAR PUSTAKA
[AHA] American Heart Association. 2006. Heart Disease and Stroke Facts. Texas (US): AHA. Aisyiyah, NF. 2009. Faktor risiko hipertensi pada empat kabupaten/kota dengan prevalensi hipertensi tertinggi di Jawa dan Sumatera. [Skripsi]. Depok (ID) : Universitas Indonesia. Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta (ID): PT.Gramedia Pustaka Utama. Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta (ID): EGC. Armilawaty, Husnul Amalia, Ridwan Amiruddin. 2007. Hipertensi dan faktor risikonya dalam kajian epidemiologi. Makassar (ID): FKMUNHAS. Astawan M. 2004. Mengapa kita perlu makan daging. [internet]. [diakses 2016 Juli 10]. Terdapat pada: http://www.gizi.net [BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta (ID): BKKBN. Badan Perencaan Pembangunan Nasional (BPPN). 2005. Proyeksi Penduduk Indonesia 2000-2025. Jakarta, http://www.bappenas.go.id/node/142/1277/ tahun-2025-angkaharapan-hidup-penduduk-indonesia-737-tahun. Beevers, Gareth DL, Gregory YH, Eoin O. 2002. ABC of Hypertension. 5th Ed. New Jersey (US) : Blackwell Publishing. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. Jakarta (ID): BPS. Braverman E, & Braverman D. 2006. Penyakit Jantung dan Penyembuhannya secara Alami. Jakarta (ID) : PT Bhuana Ilmu Populer. Calhoun DA, Jones D, Tesxtor S, Goff DC, Murphy TP, Toto RD, White A, Cushman W, White W, Sica D et al. 2008. Resistent hypertension: diagnosis, evaluation, and treatment. J american heart association (51):1402-1419.doi10.1161/HYPERTENSIONAHA.108.189141. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL, Jones DW, Materson BJ, Oparil S, Wright JT, et al. 2003. The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure : the JNC 7 Report. JAMA (289):2560-2571.doi10.1001/jama289.19.2560. Dariyo. 2008. Psikologi Perkembangan Dewasa Muda. Jakarta (ID): Grasindo. Davey P. 2006. At a Glance Medicine. Jakarta (ID) : Erlangga. Debra AK. 2004. Medical nutrition therapy in cardiovascular disease. Ed ke-11. Amerika Serikat (US): Saunders Elsevier. [Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2008. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. ___________________________. 2009. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta (ID): Depkes RI. ___________________________. 2014. Infodatin Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI Hipertensi. Depkes RI : 2014.
29
Devi N. 2010. Nutrition and Food untuk Keluarga. Jakarta (ID): PT Kompas Media Nusantara. [Dinkes] Dinas Kesehatan. 2013. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia 2013. Jakarta (ID): Balitbangkes-Depkes RI. Elizabeth P. 2014. Sumber kalium terbaik selain pisang. [internet]. [diakses pada 2016 Desember 17]. Terdapat pada: http://www.sinarharapan.co/sehat/read/140811027. Emitasari PD, Djarwoto B, Siswati T. 2009. Pola makan, rasio lingkar pinggang pinggul (RLPP) dengan tekanan darah di puskesmas Mergangsan Yogyakarta. Jurnal Gizi Klinik Indonesia. 6(2): 71-77. Fauci AS et al. 2008. Harrison’s Principles Of Internal Medicine. 17th ed. New York (US): McGraw-Hill Companies, Inc. Fidaus A. 2014. Gaya hidup, pola konsumsi pangan, status gizi, dan produktivitas kerja penderita hiperyensi dan non-hipertensi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Assesment. Second Edition. New York (US) : Oxford University Press. Gregerson J. 2009. Bread and bread products [internet]. [diakses: 2016 Desember 20]. Terdapat pada: http://shelflifeadvice.com/bakery-goods-andsweets/bakery-goods/bread. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Jurusan Gizi Masyrakat dan Sumber Daya Keluarga. Bogor (ID): IPB. __________, Retnanningsih, Herawati T, Wijaya R. 2002. Analisis Kebutuan Konsumsi Pangan. Bogor: Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi (PSKPG). Bogor (ID): IPB. __________, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. Dalam Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII : Ketahanan Panngan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta, 17-19 Mei 2004. He FJ, MacGregor GA. 2003. How Far Should Salt Intake Be Reduce? Hypertension. American Heart Assosiation. Doi:10.1161. 2003;42:1093-1099. Tersedia pada: http://hyper.ahajournals.org/content/42/6/1093.full.pdf Irza S. 2009. Analisis Faktor Risiko Hipertensi pada Masyarakat Nagari Bungo Tanjung Sumatera Barat [skripsi]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. Isselbacher HJ, Eugene B, Jean DW, Joseph BM, Anthony SF, Dennis LK. 1999. Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Asdie AH, editor. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Horrison’s Principles of Internal medicine, 13/E. Vol 1 Edisi ke-14. James PA, Oparil S, Carter BL, Pharm D, Cushman WC, Himmelfarb CD, Handler J, Lackland DT, LeFevre ML.MacKenzie TD, et al. 2014. Evidance Based Guidline for the Management of High Blood Pressure in Adults: Report from the Panel Members Appointed to the Eight Joint National Committee (JNC VIII). JAMA. doi:10.1001/jama.2013.284427.
30
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2013. Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta (ID) : Pusdatin-Kemenkes. Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi [skripsi]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB. _________, Faisal A. 2008. Sehat Itu Mudah, Wujudkan Hidup Sehat dengan Makanan Tepat. Jakarta (ID): Trubus Agriwidya. Kotchen TA. 2006. Nutrition, Diet, and Hypertension. Philadelphia (US): Lippincott Williams and Wilkins. Kowalski RE. 2007. The Blood Pressure Cure: 8 Weeks to Lower Blood Pressure without Prescription Drugs. New Jersey (US): John Wiley & Sons, Inc. Krummel DA. 2004. Medical Nutrition Therapy in Hypertension. Di dalam Mahan LK and Escott-Stump S, editor. USA (US): Saunders co. Food, Nutrition and Diet Therapy. 2004. hlm. 900-918. Lede EM, Puspita RD, Ulvie YNS. 2011. Hubungan asupan mineral makro (kalium dan kalsium) dengan tekanan darah pasien hipertensi di Puskesmas Berbah Yogyakarta. Marrrelli TM. 2008. Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Edisi ke-3. Jakarta (ID) : EGC. Mierlo LAJ et al. 2010. Suboptimal potassium intake and potential impact on population blood pressure. Arch Intern Med 2010; 170: 1501–1502 Muchtadi D. 2015. Ilmiah Populer : Pangan, Gizi, dan Kesehatan. Bandung (ID): Penerbit Alfabeta. Muharram Z, Hardinsyah. 2013. The analysis of fruits and vegetables consuming in indonesia female [jurnal]. JPG; 8 (1): 36. Nursilmi. 2013. Hubungan pola konsumsi, status gizi, dan aktifitas fisik dengan kadar asam urat lansia wanita peserta posbindu sinarsari [skripsi]. Bogor (ID): IPB. Popkin BM. 2010. Global Nutrition Dynamics: The World Is Shifting Rapidly Toward A Diet Linked With Noncommunicable Diseases [internet] [diunduh 2017Februari 25] Tersedia pada:http://www.ajcn.org. Purniawaty. 2010. Determinan penyakit hipertensi di Kalimanta Selatan berdasarkan Riskesdas 2007 [skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia. Purwati S. 2005. Hubungan tingkat kecukupan energi, protein, vitamin A dan Iodium makanan jajanan dengan status gizi anak sekolah dasar [internet]. [diunduh 2017Februari 15]. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Diponogoro. Semarang (ID): Jawa Tengah. Terdapat pada: http://eprints.undip.ac.id/10025/1/2616.pdf Radecki TJD. 2000. Hypertension: salt is a major risk factor. J Cardiovasc (1):58. Rahmouni K et al. 2005. Obesity-associated hypertension: New insights into mechanisms. Hypertension; 45:9-14. Rifai A, Gulat MEM. 2003. Identifikasi Tingkat Konsumsi Pangan Masyarakat di Kabupaten Pelalawan. Fakultas Pertanian Universitas Riau, Pekanbaru (ID). [internet]. [diunduh 2017 Januari05]. Tersedia pada: http://ejournal.unri.ac.id/index.php/JSG/article/viewFile/695/688.
31
[Riskesdas]. 2013. Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Depkes RI : 2013. Rolfes SR, Pinna K, Whitney E. 2009. Understanding Normal and Clinical Nutrition. Ed ke-8. America (US): Thomson Wadsworth. Sediaoetama AD. 1991. IlmuGizi. Jakarta (ID): Dian Rakyat. _____________. 2006. Ilmu Gizi Jilid II. Jakarta (ID): Dian Rakyat. Sigarlaki HJO. 2006. Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. [jurnal]. Jakarta (ID) : FK UKI. Siti W. 2012. Hubungan antara konsumsi makanan dengan kejadian hipertensi pada lansia(studi di UPT pelayanan sosial lanjut usia Jember). [skripsi]. Jember (ID) : Universitas Jember. Sugiharto A. 2007. Faktor-faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat. Universitas Diponegoro Semarang. [Disertasi]. Suhardjo, Clara MK. 2010. Prinsipi-Prinsip Ilmu Gizi. Yogyakarta (ID): Kanisius. Sumanto A. 2009. Tetap Langsing dan Sehat dengan Terapi Diet. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka. Supariasa. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta (ID): EGC. Tanjung ND. 2009. Hubungan antara gaya hidup,asupan zat gizi, pola minum dan indeks masa tubuh dengan hipertensi pada pralansia di Posbindu Kelurahan Rangkepan Jaya Depok tahun 2009. [skripsi]. Depok (ID) : Universitas Indonesia. Teodosha S, Gilliard, Lackland, Brent Egan, Robert Woolson. 2000. Effect of total obesity and hypertension abdominal obesity. America (US): Medical University of South Caroline. Tesfaye et al. 2007. Association between body mass index and blood pressure across three populations in Africa and Asia [jurnal]. Journal of Human Hypertension; 21:28-37. [USDA] United State Departement of Agriculture. 2005.Systemic Hypertension. 6th ed. Amerika Serikat (US): British Library. Utami HMK. 2007. Hubngan antara kesegaran jasmani dengan tekanan darah pada karang taruna tunas harapan usia 20-39 tahun di Bulakrejo Sragen [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Negeri Semarang. Wardlaw GM et al. 2004. Perspectives in Nutrition. Sixth Edition. New York (US): McGraw Hill (383-386). [WHO] World Health Organization. 1990. Diet Nutrition, and the Prevention of Chronic Disease, WHO Technical Report Series. Geneva (US): WHO. Winarno F G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Bogor (ID): M-Brio Press.
32
LAMPIRAN Lampiran 1 Uji statistik data Tabel 17 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnovvariabel karakteristik dan status gizi
Usia Pendidikan Pekerjaan Besarkeluarga Status gizi a. Lilliefors Significance Correction
Kolmogorov-Smirnova Statistic df Sig. .207 37 .000 .456 37 .000 .455 37 .000 .334 37 .000 .237 37 .000
Tabel 18 Hasil uji normalitas Kolmogorov-Smirnovvariabel asupan natrium, asupan kalium, dan tingkat kecukupan zat gizi
KatNa KatK TKE TKP TKL a. Lilliefors Significance Correction
Kolmogorov-Smirnova Statistic df .401 37 .538 37 .222 37 .255 37 .538 37
Sig. .000 .000 .000 .000 .000
Tabel 19 Hasil uji korelasi Spearmen variabel tingkat kecukupan energi, protein, dan lemak dengan status gizi IMT Spearman's rho TKE Correlation Coefficient .372* Sig. (2-tailed) .023 N 37 TKP Correlation Coefficient .266 Sig. (2-tailed) .112 N 37 TKL Correlation Coefficient .250 Sig. (2-tailed) .136 N 37 **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
33
Tabel 20Hasil uji korelasi Spearmen variabel karakteristik contoh, asupannatrium dan kalium dengan tekanan darah Spearman's rho Usia
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Pendidikan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Pekerjaan Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Besarkeluarga Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N KatSG Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N KatNa Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N KatK Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
TDSistolik TDDiastolik .376* -.005 .022 .978 37 37 -.097 .214 .568 .203 37 37 -.100 -.316 .556 .057 37 37 -.159 -.038 .348 .824 37 37 -.006 .211 .971 .210 37 37 * .332 .293 .045 .078 37 37 -.187 .133 .267 .433 37 37
34
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1994 dan merupakan anak kedua dari ayahanda Tang Pak Ming dan ibunda Nurbaiti. Penulis menempuh pendidikan di TK Islam Al-Husna pada tahun 1996-2000. Kemudian, penulis melanjutkan pendidikan di SD Islam Al-Husna pada tahun 2000-2006. Selanjutnya, penulis menempuh pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Bekasi pada tahun 2006-2009 dan menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Bekasi pada tahun 2009-2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2012 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN Undangan) dengan memilih Program Studi Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor sebagai pilihan pertama. Penulis menjadi ketua program Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM) pada tahun 2016 dan proposal usulan tersebut didanai oleh Ditjen Dikti, Kemendikbud. Selama perkuliahan penulis mengikuti beberapa kegiatan kepanitiaan seperti acara seminar Nasional Nutrition Fair 2014. Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata berbasis Profesi (KKNP) di Desa Sukamulya, Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta pada bulan Juni-Agustus 2015. Penulis juga melaksanakan Praktek Kerja Lapang dalam bidang Gizi Klinis dan Food Service pada bulan Desember 2015-Februari 2016 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta.