Pola Konsumsi Pangan Sumber Kafein dan Analisis Dampaknya

Frekuensi konsumsi makanan dan minuman pada responden dapat dilihat dalam ... Kuesioner FFQ dapat terdiri dari . list. jenis makanan dan minuman (FKM ...

19 downloads 456 Views 372KB Size
18

TINJAUAN PUSTAKA Pola Konsumsi Pangan Pangan adalah istilah umum untuk semua bahan yang dapat dijadikan makanan. Konsumsi pangan (makanan) dipengaruhi oleh kebiasaan makan, perilaku makan dan keadaan ekonomi (Almatsier 2003). Konsumsi pangan adalah informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang pada waktu tertentu. Konsumsi pangan dapat ditinjau dari aspek jenis pangan yang dikonsumsi maupun jumlah pangan yang dikonsumsi. Susunan jenis pangan yang dikonsumsi berdasarkan kriteria tertentu disebut pola konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto 1992). Kebiasaan (habit) adalah pola perilaku konsumsi pangan yang diperoleh dari pola praktek yang terjadi berulang-ulang. Tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhan makannya meliputi sikap, kepercayaan, dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif atau negatif terhadap makanan dapat bersumber pada nilai-nilai afektif yang berasal dari lingkungan (alam, sosial, budaya) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh. Kepercayaan terhadap makanan berkaitan dengan nilai kognisi baik atau buruk, menarik atau tidak menarik. Pemilihan adalah proses psikomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaan (Khumaidi 1989). Frekuensi Pangan (Food Frequency) Food frequency questionnaire (FFQ) dikenal sebagai metode frekuensi pangan. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi pola konsumsi pangan seseorang. Oleh karena itu, diperlukan kuesioner yang terdiri dari dua komponen yaitu daftar jenis pangan dan frekuensi konsumsi pangan (Riyadi 2004). Frekuensi konsumsi makanan dan minuman pada responden dapat dilihat dalam satu hari atau minggu atau bulan atau dalam satu tahun. Kuesioner FFQ dapat terdiri dari list jenis makanan dan minuman (FKM UI 2007): a. Simple atau non-quantitative FFQ, tidak memberikan pilihan tentang porsi yang biasa dikonsumsi sehingga mengunakan standar porsi. b. Semiquantitative FFQ, memberikan porsi yang dikonsumsi misalnya sepotong roti, secangkir kopi. c. Quantitative FFQ, memberikan pilihan porsi yang biasa dikonsumsi responden seperti kecil, sedang atau besar.

19

Penggunaan metode frekuensi pangan bertujuan untuk memperoleh data konsumsi pangan secara kualitatif dan informasi deskriptif tentang pola konsumsi. Metode ini tidak digunakan untuk memperoleh data kuantitatif pangan maupun intik konsumsi zat gizi (Gibson 1990, diacu dalam Kusharto & Yayah 2006). Metode frekuensi konsumsi pangan juga dapat digunakan untuk menilai konsumsi pangan secara kuantitatif selama kurun waktu yang spesifik (misalnya per hari, minggu, bulan, tahun). Hal ini tergantung dari tujuan studi yang akan dilakukan. Kuesioner mempunyai dua komponen utama yaitu daftar pangan dan frekuensi penggunaan pangan (Kusharto & Yayah 2006). Pengukuran frekuensi konsumsi dapat dilakukan pada tiap periode (per hari, per minggu, per bulan, per tahun). Pencatatannya dilaksanakan melalui proses interview/wawancara dan dapat menggunakan kuesioner. Keterbatasan dan kegunaan frekuensi konsumsi ini antara lain hanya menggambarkan data secara deskriptif saja, tidak dapat menghitung kandungan gizi dari kelompok pangan yang dikonsumsi, menggunakan teknik employed cross-validation (recall 24 jam atau dietary history), meningkatkan kualitas kontrol data dan bermanfaat secara klinik dalam pengukuran konsumsi zat gizi (Sanjur 1982). Kafein (1,3,7-Trimetilxantin) Kafein merupakan salah satu jenis alkaloid yang dapat dijumpai secara alami dalam makanan contohnya pada biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (Cola nitida), guarana dan mate. Kafein mempunyai rasa yang pahit, dan mampu merangsang saraf pusat, jantung dan pernafasan. Selain itu, kafein juga bersifat diuretik (mempercepat proses urinasi). Kafein berbentuk serbuk putih yang mengandung gugus metil dengan rumus kimia C8H10N4O2 (Wikipedia 2007).

Gambar 1 struktur molekul kafein Menurut Wikipedia (2007) mekanisme kerja kafein pada sel saraf memberikan kontribusi pada efek kafein. Aktivitas sel saraf dipengaruhi oleh senyawa adenosin. Adenosin adalah senyawa nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat menempel pada sel tersebut. Menurut Ikrawan (2002) kafein bekerja di dalam tubuh dengan mengambil alih reseptor

20

adenosin dalam sel saraf yang akan memacu produksi hormon adrenalin dan menyebabkan peningkatan tekanan darah, sekresi asam lambung, dan aktifitas otot, serta perangsangan hati untuk melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan energi ekstra. Kafein diserap di bagian perut kemudian dimetabolisme dalam hati dan dikeluarkan dari tubuh selama 2-10 jam. Pada umumnya perokok mempunyai metabolisme kafein lebih cepat daripada bukan perokok. Penambahan kafein pada obat-obatan dapat meningkatkan sistem kerja dengan cara menstimulasi sistem saraf. Kadar pengaruh konsumsi kafein dalam tubuh dipengaruhi oleh laju metabolisme kafein dalam tubuh (Prehati 2001). Pengaruh fisiologis kafein terhadap tubuh adalah bersifat stimulasi pernafasan dan jantung. Selain itu, kafein juga dapat memberikan efek samping berupa rasa gelisah, tidak dapat tidur, dan denyut jantung yang tidak beraturan (Soemardji et al. 1984, diacu dalam Julita 1992). Sebesar 150-250 mg kafein dapat menstimulasi cortex, mengurangi kelelahan, stimulasi organ sensory dan dapat meningkatkan aktivitas motorik tubuh. Sebesar 200-500 mg kafein dapat menyebabkan sakit kepala, tubuh gemetar dan merasa gelisah/gugup. Dosis kafein 100 mg dapat menunda tidur meskipun dampak yang dirasakan tiap individu dapat berbeda-beda (Apgar & Tarka 1999). Menurut Barone & Roberts (1996); Frary et al. (2005), diacu dalam IFIC (2007) jumlah kafein dalam produk makanan bervariasi tergantung pada ukuran penyajian, tipe produk, dan metode penyiapan. Adapun kandungan kafein dalam berbagai minuman dijelaskan secara rinci pada Tabel 1. Tabel 1 Kandungan kafein dalam berbagai minuman Kandungan Kafein dalam Satu Cangkir (mg) Menurut Asia Fit (2000), Menurut IFIC Jenis Minuman Satuan* diacu dalam Hardinsyah (2007) (2005) Kopi biasa diendapkan Cangkir 20 – 30 Kopi biasa tidak diendapkan Cangkir 60 – 120 65-120 Kopi instan Cangkir 60 – 80 60-85 Kopi dekafeinasi** Cangkir 2–5 2-4 Teh biasa Cangkir 10 – 30 Teh celup Cangkir 40 – 70 Teh instant Cangkir 24-31 Teh hijau Cangkir 50 – 80 Teh herbal Cangkir 0 Coca Cola biasa Kaleng 30 – 60 30-60 Coca Cola diet Kaleng 40 – 60 Susu coklat biasa Cangkir 20 1-15 Minuman berenergi Botol kecil 40 – 60 50-160 Keterangan: *Satu cangkir setara dengan setengah gelas **Kopi dekafeinasi (kopi dengan kadar kafein rendah)

21

Beberapa Jenis Pangan Sumber Kafein Kopi (Coffea sp.) Kopi merupakan bahan penyegar yang biasanya disajikan dalam bentuk minuman yang dipersiapkan dari biji tanaman kopi yang telah dipanggang. Tanaman kopi terbagi menjadi dua spesies yaitu arabika dan robusta. Arabika adalah kopi tradisional yang memiliki rasa paling enak. Sedangkan robusta memiliki kandungan kafein yang lebih tinggi dan memiliki rasa pahit dan asam (Wikipedia 2007). Menurut Wijaya (2006) keberadaan kafein dalam secangkir kopi tergantung varietas kopi, misal robusta (2.18-2.61%) lebih tinggi daripada arabika (1.32%). Kopi bubuk terbuat dari biji kopi yang disangrai kemudian digiling dengan atau tanpa penambahan bahan lain dalam kadar tertentu tidak membahayakan bagi kesehatan. Kopi gula susu dalam kemasan yaitu produk berbentuk bubuk yang terdiri dari campuran kopi instant, gula putih serta susu dan derivasinya dengan atau tanpa tambahan pangan lain yang diijinkan dan dikemas secara hematis. Kopi mix merupakan produk berbentuk serbuk, mudah larut dalam air, yang diperoleh dengan campuran kopi dengan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diijinkan (SNI 2002). Kopi espresso merupakan kopi pekat dan memiliki rasa yang kuat. Kopi latte merupakan kopi dengan kombinasi sepertiga espresso dan dua per tiga susu. Sedangkan kopi matte merupakan kopi dengan kombinasi susu dan sari nabati (Anonim 2008). Caffeol merupakan minyak esensial yang bersifat volatil yang dapat mempengaruhi karakteristik flavor dan aroma pada kopi. Asam organik dan caramel yang terdapat pada biji kopi juga menentukan flavor dan warna minuman kopi (Miller 1960). Senyawa terpenting yang terdapat dalam kopi adalah kafein. Kafein dalam kopi berfungsi sebagai senyawa perangsang yang bersifat bukan alkohol, rasanya pahit dan dapat digunakan untuk obat-obatan. Senyawa kafein dalam kopi dapat mempengaruhi sistem saraf pusat, otot dan ginjal. Pengaruhnya terhadap sistem saraf pusat adalah membuat keadaan untuk mencegah rasa kantuk, menaikkan daya tangkap panca indera, mempercepat daya pikir dan mengurangi rasa lelah (Muchtadi & Sugiyono 1989). Menurut Miller (1960) efek fisiologis minuman kopi yaitu bersifat diuretic, dapat mengiritasi sistem pencernaan dan menstimulasi sistem saraf (overstimulate) jika dikonsumsi secara berlebihan.

22

Konsumsi kafein sebanyak 1000 mg per hari yang terdapat dalam 10 cangkir kopi dapat menimbulkan kafeinisme. Kafeinisme yaitu sekumpulan gejala yang ditimbulkan oleh keracunan kafein seperti insomnia, tubuh menjadi gelisah, kepala pusing, tubuh gemetar, mudah tersinggung (Hutapea 1996). Berdasarkan hasil penelitian Julita (1992), hasil ekstraksi kopi diperoleh dari rendemen kafein sebanyak 13-14 persen (w/w). Remaja wanita biasa mengkonsumsi 0.04-0.05 mg kafein tiap ml dalam 150 ml seduhan kopi. Sedangkan remaja pria biasa mengkonsumsi 0.08-0.1 mg kafein tiap ml dalam 150 ml seduhan kopi. Selain itu, diperoleh hasil bahwa sebanyak 20-25 gram kopi dalam 150 ml seduhan kopi dianggap sebagai formulasi yang biasa digunakan untuk membuat minuman kopi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prof. Dr. Oglesby Paul (Dosen Fakultas Kedokteran Northern University di Chicago) selama lima tahun membuktikan bahwa kopi dapat meningkatkan angka risiko penyakit jantung koroner. Selain itu, Boston Colloborative Drug Surveillance Program juga membuktikan bahwa lima cangkir kopi sehari atau lebih akan meningkatkan risiko serangan jantung sebesar dua kali lipat (Hutapea 1996). Teh (Camelia sinensi) Teh merupakan bahan penyegar yang mengandung kafein, teofilin dan antioksidan dengan kadar lemak, karbohidrat dan protein yang mendekati nol persen. Teh dapat digunakan sebagai minuman dengan cara menyeduh daun, pucuk daun, tangkai daun yang dikeringkan dari tanaman Camelia sinensis dengan air panas (Wikipedia 2007). Kandungan kafein dalam teh dapat memberikan rasa kesegaran dan ketagihan (Julita 1992). Tabel 2 Komposisi kimia daun teh segar Zat

Persen Bahan Kering

Selulosa dengan serat kasar Protein Klorofil dan pigmen Tanin Pati Kafein Asam amino Gula Abu Sumber: Harler 1964, diacu dalam Muchtadi & Sugiyono 1989

34 17 1.5 25 0.5 4 8 3 5.5

Teh dibagi menjadi tiga kelas yaitu teh hitam (telah mengalami proses fermentasi), teh hijau (tidak mengalami proses fermentasi) dan teh oolong (mengalami proses semi fermentasi). Adapun perbedaan ketiga teh tersebut

23

yaitu dalam hal proses pembuatannya, umur daun yang digunakan dan kondisi pertumbuhan daun. Semua teh yang dibuat akan melalui proses pelayuan, pengeringan, penggulungan dan pemanggangan (Miller 1960). Sedangkan teh wangi (jasmine tea) yaitu teh hijau yang telah mengalami pengolahan lebih lanjut, termasuk pewangian dengan menggunakan bunga melati, bunga melati gambir dan atau bunga cula (SNI 2002). Komponen yang terdapat dalam teh antara lain kafein (memberi efek stimulan), tanin (karakterisitk astringent dan warna), dan minyak esensial (flavor dan aroma) (Miller 1960). Sensitifitas seseorang terhadap kafein dari teh dapat berbeda-beda, misalnya satu cangkir teh (60 mg) dapat mengakibatkan seseorang terjaga dari tidur atau bahkan tidak mempunyai pengaruh apapun (Wiseman 2002). Salah satu komponen penting dalam teh yaitu tanin yang dapat memberikan kesegaran (astringent). Teh dapat mengakibatkan ketidaknyamanan perut karena dapat menstimulasi sekresi asam hidroklorik (hydrochloric acid). Saat susu (protein) dikombinasikan dengan tanin dalam teh maka dapat mengurangi sifat astringent pada teh. Selain itu, susu tidak berpengaruh terhadap reaksi kafein dalam tubuh. konsumsi teh yang mengandung kafein dapat menjadi suatu kebiasaan namun tidak menimbulkan bahaya seperti ketagihan obat (Wiseman 2002). Efek fisiologis kafein dalam teh dapat mempercepat pengeluaran urin (diuresis), menstimulasi sistem saraf dan mengiritasi sistem pencernaan (Miller 1960). Coklat (Theobroma cacao L) Coklat merupakan sumber pangan yang kaya lemak (30%), karbohidrat (60%), protein, dan mineral seperti magnesium, kalium, natrium, kalsium, besi, tembaga, fosfor dan berbagai jenis flavonoid seperti epikatekin, epigalokatekin, dan prosianidin serta komponen bioaktif lainnya (Yulianto 2007). Konsumsi coklat dalam jumlah yang dianjurkan (moderate) dinyatakan aman bagi kesehatan. Coklat susu merupakan coklat yang terbuat dari penambahan gula dan padatan susu. Sedangkan susu coklat bubuk merupakan produk makanan olahan berbentuk bubuk dibuat dari susu bubuk, kakao bubuk dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain yang diijinkan, tidak termasuk susu formula (SNI 2002). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kris-Etherton dan Mustad (1994), konsumsi coklat susu (milk chocolate) sampai 280 gram per hari

24

ternyata tidak meningkatkan konsentrasi kolesterol ”jahat” low density lipoprotein dan total kolesterol plasma. Kadar flavonoidnya yang tinggi yang terdapat pada coklat dapat menjaga kesehatan jantung (Yulianto 2007). Senyawa alkaloid metilxantin yang terdapat pada coklat diantaranya kafein dan theobromin. Kafein bekerja pada sistem saraf pusat dan jantung. Stimulasi jantung akan meningkatkan aliran darah dan pernafasan. Efek psikologis yang dirasakan biasanya meningkatnya aktivitas mental dan tetap terjaga atau melek. Sedangkan pengaruh theobromin dari hasil studi dengan menggunakan hewan percobaan dilaporkan memiliki efek stimulasi lebih rendah dan memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai puncak efek farmakologis dibandingkan dengan kafein (Yulianto 2007). Menurut Apgar & Tarka (1999) sebesar 1-5 persen dosis kafein dan 11-17 persen dosis theobromin diekskresikan melalui urin. Kafein dapat bertahan dalam tubuh kira-kira 2.5-4.5 jam dan theobromin kira-kira 10 jam. Theobromin, kafein, dan theophylin dalam coklat dapat menstimulasi sistem saraf pusat, diuretik bagi tubuh, serta menstimulasi otot jantung. Kafein dapat meningkatkan kerja otak dan otot rangka, theophypilin mempengaruhi kerja hati, bronkhia, dan ginjal, sedangkan theobromin memberikan pengaruh fisiologis yang lebih rendah dibandingkan dengan kafein dan theophylin. Kola (Cola nitida) Kola merupakan sejenis minuman manis berkarbonasi yang biasanya mengandung pewarna karamel dan mengandung kafein. Minuman kola yang beredar dipasaran adalah campuran dari lemon, kayu manis dan vanila. Namun kandungan utama kola berasal dari biji tumbuhan yang disebut kola (dari nama pohon inilah nama minuman ini berasal). Beberapa merek kola yang dikenal di Indonesia adalah Coca cola dan pepsi (Wikipedia 2007). Rata-rata kandungan kafein dalam coca cola yaitu 45.6 mg dalam 354.84 ml sedangkan pada pepsi yaitu 38.4 mg dalam 354.84 ml (Balentine et al. 1998). Kafein yang ditambahkan dalam minuman ringan jenis ini hanya digunakan sebagai agen penambah rasa (Drewnowski 2001, diacu dalam IFIC 2007). Minuman Berenergi (Energy drink) Minuman berenergi (energy drink) adalah minuman yang mengandung kafein dan gula dengan tambahan asam amino atau vitamin di dalamnya. Menurut ensiklopedia wikipedia, definisi energy drink adalah minuman yang mengandung stimulan yang diijinkan, vitamin (terutama vitamin B) dan mineral

25

yang bertujuan memberikan tambahan energi dengan cepat bagi peminumnya (Evelin 2006). Kafein dalam minuman berenergi dapat diserap sempurna selama 30-60 menit setelah dikonsumsi. Maksimal efek yang terjadi di otak akan muncul dalam dua jam. Oleh karena itu, kafein tidak memberikan pengaruh langsung bagi peminumnya. Kombinasi kafein dan asam amino taurin dalam minuman berenergi akan merangsang sistem saraf pusat untuk memicu reaksi katabolisme yang menghasilkan energi di otot. Mekanismenya adalah melalui pengaktifan kerja saraf yang menghasilkan percepatan denyut jantung untuk memompa darah dan oksigen serta menstimulasi peningkatan kadar gula darah. Kerja taurin dan kafein berfungsi sebagai perangsang (stimulan) dalam pembentukkan energi (Evelin 2006). Berdasarkan keputusan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan no HK.00.05.23.3644 batas maksimal kadar kafein yang diperbolehkan dalam makanan termasuk suplemen dan minuman berenergi adalah 150 mg per hari. Batas aman yang diperbolehkan untuk kandungan kafein dalam minuman penambah energi tidak boleh melebihi 50 mg per satu kali minum dengan frekuensi konsumsi tiga kali sehari (Evelin 2006). Konsumsi Pangan Sumber Kafein Istilah konsumsi memiliki arti yang luas dan arti ini terkait dengan jenis atau kategori produk dan jasa yang dibeli atau dipakai. Jenis produk atau jasa berupa minuman, obat-obatan memiliki arti konsumsi untuk diminum sedangkan makanan berarti dimakan. Penggunaan suatu produk atau konsumsi produk dapat diketahui melalui tiga hal yaitu (1) frekuensi konsumsi, (2) jumlah konsumsi dan, (3) tujuan konsumsi. Frekuensi konsumsi menggambarkan seberapa sering suatu produk dipakai atau dikonsumsi. Jumlah konsumsi menggambarkan kuantitas

produk

yang

digunakan

konsumen.

Tujuan

konsumsi

sering

menggambarkan situasi pemakaian oleh konsumen (Sumarwan 2003). Konsumsi kafein tidak boleh melebihi 50 mg per satu kali minum. Jika mengkonsumsi tidak sesuai anjuran maka dalam jangka panjang peminumnya bisa terkena risiko penyakit jantung koroner, darah tinggi, ginjal hingga penyakit gula.

Konsumsi

kafein

harus

berhati-hati

terutama

pada

orang

yang

sensitif/beresiko tinggi seperti individu dengan gangguan fungsi jantung/ginjal. Biasanya, konsumsi kafein lebih sering dimanfaatkan untuk menghasilkan efek stimulan (Evelin 2006).

26

Menurut Drewsnowki (2001), diacu dalam IFIC (2007) konsumsi kopi dan minuman lain yang mengandung kafein secara teratur dapat mengalami beberapa efek ringan yang tidak diinginkan. Gejala jangka pendek akan terasa jika menghentikan kebiasaan konsumsi kafein terutama jika tidak mengkonsumsi secara tiba-tiba. Konsumsi kafein dalam jumlah wajar (moderate intake) sekitar 300 mg per hari (± tiga cangkir kopi per hari) tidak meyebabkan gangguan kesehatan pada orang dewasa meskipun pada beberapa kelompok penderita hipertensi dan kelompok lansia menjadi lebih beresiko terkena penyakit tersebut. Menurut Knight (2004), diacu dalam IFIC (2007) konsumsi kafein pada anak dan remaja biasanya berupa kola dan teh. Minum kopi secara reguler dapat mengakibatkan tubuh menjadi kurang sensitif terhadap adanya kafein dalam tubuh. Konsumsi kopi merangsang lambung untuk mengeluarkan asam lambung lebih banyak dari jumlah normal. Asam lambung yang berlebihan akan mempercepat pembentukan penyakit maag serta penyakit lambung lainnya. Dr. Roth dari Fakultas Kedokteran University of Pennsylvania menyatakan bahwa dua cangkir kecil kopi dapat merangsang pengeluaran asam lambung selama lebih dari satu jam. Kopi juga dapat merangsang ginjal untuk membentuk dan membuang air seni lebih banyak dari jumlah air yang diminum. Kopi yang diminum sewaktu makan akan mengurangi penyerapan besi sebanyak 40 persen dan meningkatkan pembuangan kalsium dari dalam tubuh (Hutapea 1996). Konsumsi teh dan kopi dengan ukuran sedang berpengaruh kecil terhadap

tekanan

darah.

Hasil

studi

di

Inggris

dan

Amerika Serikat

menyimpulkan bahwa konsumsi teh dan kopi dengan ukuran sedang (1-6 cangkir per hari) tidak signifikan meningkatkan risiko penyakit jantung maupun stroke. Selain itu, kafein juga dapat mengurangi gejala batu ginjal/batu dalam kandung empedu. Penelitian yang dilakukan pada 81000 perempuan yang diberikan perlakuan minum kopi 200 ml (satu cangkir) per hari menunjukkan berkurangnya risiko batu ginjal sebanyak 10 persen (Prehati 2001). Konsumsi kafein secara berlebihan dapat menyebabkan intoksikasi kafein (yaitu mabuk akibat kafein). Gejala penyakit ini adalah keresahan, kerisauan, insomnia, keriangan, muka merah, sering buang air kecil (diuresis), dan masalah gastrointestial. Gejala-gejala ini bisa terjadi walaupun hanya mengkonsumsi 250 mg kafein per hari. Jika lebih dari satu gram kafein dikonsumsi dalam satu hari, gejala yang ditimbulkan adalah kejang otot (muscle twitching), kekusutan pikiran

27

dan perkataan, aritmia kardium (gangguan pada denyutan jantung) dan bergejolaknya psikomotor (psychomotor agitation). Intoksikasi atau keracunan kafein juga bisa mengakibatkan kepanikan (Wikipedia 2007). Di Australia menunjukkan adanya kecenderungan ditambahkannya kafein pada kola dan minuman berenergi dimaksudkan sebagai efek pemacu aktivitas seseorang. Kebiasaan seseorang dalam mengkonsumsi kopi atau teh tidak hanya karena merasa haus namun adanya kenikmatan pengaruh kafein di dalamnya (Wiseman 2002). Persepsi Persepsi

merupakan

proses

yang

mendorong

seseorang

dalam

menyeleksi, mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli dari lingkungan (Solomon 2001). Persepsi dimulai dengan adanya tanggapan terhadap rangsangan yang berupa suara, sentuhan, rasa, aroma dan penglihatan. Persepsi terhadap informasi yang disampaikan tergantung kepada individu yang menerimanya. Cara individu menafsirkan informasi tergantung pada pendidikan, pekerjaan, pengalaman dan kerangka pikirnya. Proses persepsi seseorang juga dipengaruhi oleh frekuensi stimulus yang sampai pada panca indera (Samovar & Porter 1994, diacu dalam Hidayati 1999). Menurut

Cohen

(1981)

sensasi/proses kompleks dimana

persepsi

merupakan

seseorang

interpretasi

menyeleksi,

mengatur

dari dan

menafsirkan tanggapan terhadap rangsangan sensory untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat. Persepsi ditentukan oleh rangsangan yang mengenai pancaindera dan merupakan suatu reaksi yang mengatur pancaindera dalam menghasilkan suatu pengalaman. Faktor lain yang mencerminkan persepsi antara lain status psikologi dan sejarah individu. Proses terjadinya persepsi yaitu individu

mengatur

dan

menafsirkan

stimuli

dari

pancainderanya

dan

mengembangkan pemahaman (interpretasi terhadap makna stimulus) pada lingkungan sekitar. Persepsi dibentuk saat impuls elektrik diproses di otak. Sensory receptors merupakan sumber impuls elektrik yang bertanggung jawab dalam menerima rangsangan dari indera penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba dan perasa. Rangsangan tersebut kemudian diterjemahkan di sistem pusat (otak) (Galler 1984). Persepsi ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi kecerdasan, minat, emosi, pendidikan, pendapatan, kapasitas alat

28

indera, dan jenis kelamin. Sedangkan faktor eksternal yaitu pengaruh kelompok dan pengalaman masa lalu (Surata 1993, diacu dalam Farohah 2003). Setiap orang akan memiliki persepsi yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi yang sama karena informasi yang diterima oleh pancaindera kemudian diterjemahkan secara pribadi masing-masing (Martias 1997, diacu dalam Farohah 2003). Manfaat negatif yang dirasakan seseorang disebut sebagai risiko yang didapat akibat mengkonsumsi atau tidak mengkonsumsi suatu produk. Seseorang seringkali merasakan manfaat negatif berdasarkan persepsinya mengenai manfaat tersebut. Inilah yang disebut sebagai persepsi risiko (perceived risk). Risiko fisik (physical risk) yaitu dampak negatif yang akan dirasakan seseorang karena menggunakan/mengkonsumsi jenis pangan tertentu (Sumarwan 2003). Menurut Mowen (1998), diacu dalam Sumarwan (2003) menyatakan bahwa persepsi meliputi berbagai tahap meliputi pemaparan stimulus, perhatian (kapasitas pengolahan terhadap stimulus yang masuk) dan pemahaman. Cara konsumen melihat realitas di luar dirinya atau dunia sekelilingnya biasa disebut dengan persepsi seorang konsumen. Konsumen seringkali membeli suatu produk berdasarkan persepsinya terhadap produk tersebut. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Myers & Reynold 1967, mengemukakan bahwa persepsi dapat dipengaruhi oleh dua faktor: 1. Faktor stimulus (eksternal) terdiri dari karakteristik suatu objek seperti warna, ukuran, tekstur dan atribut yang terdapat dalam produk. 2. Faktor individu (internal) terdiri dari karakteristik seseorang, kemampuan dasar proses penginderaan, pengalaman yang telah dimilikinya, motivasi dan pengaruh keadaan yang dialami individu (baik senang maupun depresi). Remaja dan Mahasiswa TPB IPB Remaja merupakan masa transisi anak dan dewasa yang berawal pada usia 12 – 13 tahun dan berakhir di usia 19 tahun atau 20 tahun. Pada tahap ini, remaja terjadi pertumbuhan fisiologis dengan cepat dimana fungsi organ reproduksi dan organ seks primer telah terjadi kematangan serta karakteristik organ seks sekunder mulai muncul (Papalia & Olds 1978). Periode remaja

29

merupakan periode kritis dimana terjadi perubahan fisik, biokimia dan emosional yang cepat (FKM UI 2007). Menurut Syamsu (2007) masa remaja meliputi (a) remaja awal: 12-15 tahun, (b) remaja madya: 16-18 tahun, (c) remaja akhir: 19-22 tahun. Remaja belum sepenuhnya matang baik secara fisik, kognitif dan psikososial. Remaja sangat mudah terpengaruh oleh keadaan lingkungan karena dalam masa pencarian identitas. Teman (akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja dalam hal memilih jenis makanan. Kebiasaan makan remaja juga dapat dipengaruhi oleh keluarga dan media (terutama iklan di televisi) (Arisman 2004). Menurut Santrock (2003) remaja pada umumnya tidak memiliki informasi yang memadai mengenai berbagai topik kesehatan dan memiliki kesalahan persepsi yang signifikan mengenai kesehatan. Masalah gizi pada remaja perlu mendapat perhatian khusus karena berpengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan tubuh serta dampaknya pada masalah gizi saat dewasa. Saat ini populasi remaja didunia telah mencapai 1200 juta jiwa atau sekitar 19 persen dari total populasi dunia (WHO 2003, diacu dalam FKM UI 2007). Di Indonesia, persentase populasi remaja yaitu mencapai 21 persen dari total populasi penduduk atau sekitar 44 juta jiwa (BPS 2003, diacu dalam FKM UI 2007). Mahasiswa adalah pengguna jasa layanan perguruan tinggi, sekolah, maupun lembaga diklat sekaligus juga merupakan masukan (input) di dalam sistem ini. Kualitas masukan ini akan mempengaruhi kualitas hasil karena di dalam proses ini ada perlakuan-perlakuan khusus yang akan menangani kelompok-kelompok mahasiswa yang berbeda. Kemampuan awal mahasiswa beragam meskipun telah disaring melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi dan Penelusuran Bakat dan Minat (PMDK), ternyata variasi didalamnya memerlukan penanganan khusus. Secara logika mahasiswa mengalami defisit kemampuan awal, di dalam proses harus memperoleh perlakuan secara lebih intensif agar kualitas keluaran relatif sama atau bahkan berada pada kurva sisi positif (Suparno 2001). Mahasiswa

TPB

(Tingkat

Persiapan

Bersama)

IPB

merupakan

mahasiswa IPB yang berada pada semester satu dan dua yang termasuk dalam kelompok remaja. Mahasiswa TPB IPB diwajibkan tinggal di Asrama TPB selama satu tahun sebagai cara untuk mempermudah dalam proses adaptasi terhadap lingkungan yang baru. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan rasa aman dan

30

peningkatan kesejahteraan mahasiswa. Penerimaan mahasiswa baru angkatan 2007 menunjukkan proporsi jumlah mahasiswa putri lebih besar (61%) dibandingkan dengan mahasiswa putra (39%) (TPB dalam Angka 2006).