PRAKTEK BUDIDAYA DAN PERSEPSI PETANI UBI KAYU TERHADAP HAMA KUTU PUTIH Phenacoccus manihoti DI KABUPATEN BOGOR
IDHO DWIANRI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
ABSTRAK IDHO DWIANRI. Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh AUNU RAUF. Survei praktek budidaya dan persepsi petani ubi kayu terhadap hama kutu putih Ph. Manihoti dilakukan pada tiga desa di Kabupaten Bogor pada bulan Februari-April 2013. Kuesioner terstruktur digunakan untuk memperoleh informasi dari 60 orang petani ubi kayu. Responden sebagian besar berumur 3050 tahun dan berpendidikan hanya sebatas SD. Lahan yang ditanami oleh petani ubi kayu pada umumnya (≤ 3.000 m²) dan berstatus penyewa. Meskipun mereka sudah menanam ubi kayu selama 10-20 tahun, tapi mereka tidak tergabung dalam kelompok tani. Hal ini diduga berkaitan dengan tidak adanya kontak dengan petugas lapangan. Umumnya petani melakukan penanaman ubi kayu secara terus menerus. Varietas ubi kayu yang banyak ditanam adalah Manggu dan Roti, hasil panen ubi kayu dijual ke pabrik tapioka. Sebagian besar petani melaporkan bahwa kutu putih Ph. Manihoti menyerang tanaman ubi kayu sejak tahun 2010, dan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50%. Oleh karena itu perlu segera dirancang program pengelolaan hama terpadu (PHT) untuk hama baru ini dengan mempertimbangkan latar belakang sosial-ekonomi petani ubi kayu. Kata kunci: Ubi kayu, Phenacoccus manihoti, kutu putih, survey petani
ABSTRACT IDHO DWIANRI. Cassava Farmers’ Practices and Perceptions of the Mealybug Phenacoccus manihoti in District of Bogor Supervised by AUNU RAUF. A survey of cassava farmers’ practices and perception of the cassava mealybug, Ph. manihoti, was conducted in three villages of District of Bogor in February-April 2013. A semi-structured questionnaire was used to elicit information from 60 cassava farmers. The respondents were mostly middle aged (30-50 years old), and most had elementary education. Farm size was mainly smallholdings (≤ 3.000 m2) with a status as tenants. Although they have planted cassava for 10-20 years, they were not a member of the farmer groups. This might due to absence of contact with the extension agents. Most of the farmers planted cassava year around. Cassava varieties grown consisted of Manggu and Roti, and the yield were sold to tapioca factory in the area. Most farmers reported that Phenacoccus manihoti was found for the first time attacking cassava in 2010, and led to 50% yield losses. Therefore, integrated pest management program (IPM) for this new pest should be developed by considering the socio-economic factors of the farmers. Keywords: Cassava, Phenacoccus manihoti, mealybug, farmer survey
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PRAKTEK BUDIDAYA DAN PERSEPSI PETANI UBI KAYU TERHADAP HAMA KUTU PUTIH Phenacoccus manihoti DI KABUPATEN BOGOR
IDHO DWIANRI
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul skripsi : Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor Nama : Idho Dwianri NIM : A34080084
Disetujui oleh
Prof.Dr.Ir. Aunu Rauf, M.Sc. Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. Ketua Departemen Proteksi Tanaman
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji dan syukur saya ucapkan kepada Yesus Kristus Tuhan dan Juruselamat saya, atas segala kelimpahan AnugrahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Praktek Budidaya dan Persepsi Petani Ubi Kayu Terhadap Hama Kutu Putih Phenacoccus manihoti di Kabupaten Bogor”. Penelitian dilaksanakan di wilayah pertanaman ubi yang luas yaitu di Desa Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang; Desa Sukatani, Kecamatan Cibedug; dan Desa Nagrak, Kecamatan Cibitung Kabupaten Bogor. Penyiapan spesimen serangga dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung sejak bulan Februari sampai dengan April 2013. Penulis menyampaikan terima kasih dan juga penghargaan yang tulus kepada Prof.Dr. Ir.Aunu Rauf, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan serta bantuan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc.,selaku dosen pembimbing akademik selama penulis menuntut ilmu di IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman seperjuangan HPT 45. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kemajuan pengetahuan khususnya dibidang pertanian.
Bogor, 1 Juni 2013
Idho Dwianri
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat BAHAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Metode Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Budidaya dan Penjualan Hasil Panen Pengetahuan dan Persepsi Tentang Kutu Putih KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN SARAN DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
1 1 2 2 3 3 3 4 4 4 7 9 9 9 11 13 15
viii
DAFTAR TABEL 1 Persentase Karakteristik petani ubi kayu di tiga desa di Kabupaten Bogor 2 Persentase karakteristik usahatani ubikayu di tiga desa di Kabupaten Bogor 3 Persepsi petani terhadap kutu putih singkong di tiga desa di Kabupaten Bogor
5 6 7
PENDAHULUAN Latar Belakang Ubi kayu (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting di Indonesia setelah padi, jagung, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau, yaitu sebagai bahan pangan, pakan dan bahan baku industri baik hulu maupun hilir. Disamping itu komoditas tersebut merupakan tanaman dengan daya adaptasi yang luas, mudah disimpan, mempunyai rasa enak sehingga dapat membuka lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan petani beserta keluarganya. Di Indonesia, ubi kayu merupakan makanan pokok ke tiga setelah padi dan jagung. Sedangkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negaranegara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu. Produksi ubi kayu di Indonesia sebagian besar dihasilkan di Jawa (56,5%), Propinsi Lampung (20,5%) dan propinsi lain di Indonesia (22,9%) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2008). Peran ubi kayu akhir-akhir ini semakin menunjukkan perkembangan yang sangat baik, bahkan pengembangan komoditas ini sangat besar khususnya di luar Jawa. Pengembangan produksi ubi kayu tersebut dikarenakan banyaknya permintaan akan ubi kayu baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun untuk ekspor. Produksi ubi kayu dalam negeri pada tahun 2011 adalah 48 088 050 ton, mengalami peningkatan 251 814 ton (0.05 %) dibandingkan tahun 2010 (Badan Pusat Statistik 2012). Peningkatan produksi ubi kayu terjadi antara lain karena adanya peningkatan luas lahan sebesar 3298 ha (0.01 %). Peningkatan jumlah produksi ubi kayu ini menunjukkan bahwa permintaan akan komoditas ini semakin tinggi. Salah satu sektor yang semakin baik perkembangannya adalah industri makanan dan Bio-ethanol, sehingga ubi kayu merupakan komoditas penting. Kutu putih Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan salah satu hama yang menyerang tanaman ubi kayu dengan tingkat keparahan yang tinggi. Hama yang berasal dari Amerika Selatan ini masuk ke Afrika pada awal tahun 1970-an. Kutu Ph. manihoti masuk ke Asia pada tahun 2008, yaitu ketika pertama kali ditemukan di Tahiland, yang kemudian menyebar ke negeri di sekitarnya seperti Kamboja, Laos, dan Vietnam ( Winotaiet al. 2010, Parsa et al. 2012). Di Indonesia kutu Ph. manihoti pertama kali ditemukan di Bogor pada pertengahan tahun 2010 (Muniappan et al. 2011). Kutu putih merupakan salah satu hama yang paling serius pada tanaman ubi kayu didunia (Bellotti 1999). Puncak populasi dari hama ini adalah pada saat musim kemarau (Hillocks et al.2001), sedangkan curah hujan diperkirakan menekan perkembangan populasi Ph. manihotisecara mekanis. Hampir 150 varietas ubi kayu yang ditemukan rentan terhadap kutu putih (Bellotti 1978). Ketika menyerang tanaman ubi kayu, Ph. manihoti menyebabkan distorsi yang parah pada tunas terminal, ruas daun berkurang, menguning dan keriting, pengerdilan, dan melemahnya daya tumbuh tanaman. Bila tidak diakukan pengendalian terhadap hama ini, dan musuh alaminya tidak ada dilapang, kehilangan hasil yang disebabkan oleh hama ini dapat mencapai 80% (Nwanze 1982; Belloti 2002).
2 Tidak ada varietas ubi kayu yang diketahui tahan terhadap serangan Ph. manihoti. Hasil pencarian musuh alami di negeri asalnya ditemukan empat jenis parasitoid yang tergolong ordo Hymmenoptera, dua belas jenis predator, dan satu jamur entomopatogen.Parasitoid Anagyrus lopezi adalah salah satu parasitoid yang paling efektif untuk mengendalikan Ph. manihoti. Parasitoid ini kemudian didatangkan ke Afrika pada tahun 1980 untuk menegendalikan Ph. Manihoti, dan infestasi hama ini berkurang hingga 90% sehingga merupakan kasus pengendalian hayati yang sangat sukses (Neuenschwander 2001). Ph. manihoti adalah hama yang berkembang biak secara partenogenetik yang hanya menghasilkan keturunan betina. Dengan demikian, kehadiran seekor kutu putih di suatu pertanaman ubi kayu berpotensi menimbulkan serangan berat. Dalam kondisi yang optimal seekor imago Ph. manihoti dapat menghasilkan telur 200-600 telur yang diletakkan pada permukaan bawah daun ubi kayu dan disekitar tunas. Telur menetas dan menjadi crawler yang aktif bergerak yang mudah tersebar keseluruh bagian tanaman ubi kayu, dan secara pasif dapat tersebar ketanaman sekitarnya dengan bantuan angin (Calatayud dan Le Rü 2006). Kini hama kutu putih telah banyak menimbulkan kerusakan pada tanaman ubi kayu di wilayah Bogor. Walaupun demikian, belum diketahui bagaimana petani ubi kayu merespon serangan hama baru ini.
Tujuan Penelitian Penelitian bertujuan untuk mengkaji latar belakang sosial-ekonomi petani ubi kayu, praktek budidaya ubi kayu, serta pengetahuan dan persepsi petani terhadap hama kutu putih.
Manfaat Penelitian Manfaat penelitian diharapkan dapat dijadikan landasan untuk penyusunan program pengelolaan hama terpadu (PHT).
3
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di wilayah dengan pertanaman ubi yang luas yaitu di Desa Citaringgul, Kecamatan Babakan Madang; Desa Sukatani, Kecamatan Cibedug; dan Desa Nagrak, Kecamatan Cibitung yang semuanya secara administratif termasuk Kabupaten Bogor. Penyiapan spesimen serangga dilakukan di Laboratorium Bionomi dan Ekologi serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Penelitian berlangsung sejak bulan Februari sampai dengan April 2013.
Metode Penelitian Penelitian dilakukan melalui wawancara terhadap petani ubi kayu dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan alat peraga berupa spesimen serangga dan spesimen tanaman ubi kayu yang terserang kutu putih Ph. Manihoti. Wawancara dilaksanakan di rumah petani atau pada saat petani berada di lahan pertaniannya. Untuk maksud tersebut, disetiap desa penelitian dipilih 20 orang petani ubi kayu, sehingga keseluruhan responden yang diwawancarai berjumlah 60 orang. Kuesioner yang digunakan terdiri atas 3 komponen, yaitu (1) karakteristik petani (nama, umur, pendidikan, tanggungan keluarga); (2) karakteristik usaha tani (status kepemilikian lahan, luas lahan, pola tanam, varietas yang digunakan, sumber stek, jarak tanam, pupuk yang digunakan, dosis pupuk, dan penyiangan gulma, penjualan hasil panen); dan (3) pengetahuan persepsi petani terhadap hama kutu putih (apakah ada serangan kutu putih, sejak kapan serangan kutu putih, tingkat serangan kutu putih, tanaman apa saja yang diserang kutu putih, taksiran kehilangan hasil panen, apa yang dilakukkan untuk mengendalikan kutu putih, musuh alami kutu putih, hama dan penyakit yang menyerang selain kutu putih).
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Petani Petani ubi kayu yang menjadi responden umumnya (40%) berumur 41-50 tahun, (25%) berusia 31-40 tahun, (18.0%) berusia 51-60 tahun, (8,3%) berusia 21-30 tahun, (8,3%) berusia lebih dari 60 tahun, dan tidak ada yang berusia di bawah 20 tahun (Tabel 1). Dari segi pendidikan, petani ubi kayu yang menjadi responden Pada umumnya (81.7%) berpendidkan SD. Responden yang berpendidikan SLTP 5% dan SLTA (3.3%), sedangkan yang tidak pernah bersekolah atau tidak tamat SD sebanyak (10%). Luas lahan yang diusahakan petani untuk menanam ubi kayu sebagian besar (58.3%) berkisar 500-1500 m2, tetapi ada juga sebagian kecil petani (1.7 %) yang menanam ubi kayu dengan luas lahan kurang dari 500m2. Di Desa Nagrak sebanyak 30% petani mengusahakan tanaman ubi kayu dengan luas lahan diatas 6000m2. Sebagian besar (65%) petani ubi kayu ini adalah penggarap, (26.7%) penyewa-penggarap, dan sisanya (8.3%) adalah pemilik-penggarap. Dalam hal bertani, responden pada umumnya (55%) sudah bercocok tanam ubi kayu selama 11-20 tahun, sebanyak (25%) selama 21-30 tahun, dan (5%) selama lebih dari 30 tahun, tetapi ada pula (15%) yang baru 5-10 tahun yang lalu. Seluruh petani (100%) yang diwawancarai menyatakan tidak pernah menjadi anggota kelompok tani. Hal ini tampaknya berkaitan dengan tidak adanya dorongan dari pihak luar. Seluruh responden mengatakan tidak pernah melakukan kontak dengan PPL. Hal ini menyebabkan petani tidak tahu banyak tentang hama dan penyakit ubi kayu dan cara penanggulangannya. Terlebih lagi, seperti disebutkan sebelumnya, kebanyakan petani ubi kayu di wilayah ini adalah penggarap. Budidaya dan Penjualan Hasil Panen Petani ubi kayu di desa Citaringgul, Sukatani Pabuaran, dan Nagrak umumnya (61.7%) menanam ubi kayu pada awal musim hujan, sebagian kecil pada awal musim kemarau (15%), atau kapan saja setiap saat lahan kosong (23.3%)(Tabel 2). Dari wawancara juga terungkap bahwa petani responden menanam varietas Manggu (45%) dan Roti (55%). Kedua vareitas ini digunakan petani dengan alasan, memiliki hasil yang baik, mudah didapat di pasar, mudah diolah untuk dikonsumsi dan mudah diolah untuk dijadikan aci. Sumber stek untuk bibit sebagian besar (83.3%) berasal dari kebun sendiri dan sisanya (16.7%) diperoleh dari petani lain. Penanaman ubi kayu secara terus-menerus dilakukan oleh sebagian (63.3%) responden; sedangkan sisanya (36.7%) menanam ubi kayu secara bergiliran dengan tanaman lain seperti talas, bengkoang, dan jagung. Dari wawancara dengan petani didapatkan data mengenai pupuk yang digunakan. Petani ubi kayu menggunakan dua macam pupuk yaitu pupuk kandang dan pupuk sintetik. Pupuk kandang yang digunakan petani sebagian besar (78.3%) adalah kotoran kambing, dan sisanya (21.7%) kotoran ayam. Lebih banyaknya petani yang menggunakan kotoran kambing sebagai pupuk kandang, karena banyak petani yang memelihara kambing di pekarangan rumahnya. Pupuk
5 kandang ini digunakan pada saat tanaman ubi kayu berumur 1-2 bulan. Pupuk sintetik yang digunakan oleh petani ubi kayu adalah urea, yang diaplikasikan pada saat ubi kayu berumur 3-6 bulan. Petani juga melakukan penyiangan gulma sebanyak 2-3 kali. Tabel 1 Persentase karakteristik petani ubi kayu di tiga desa di Kabupaten Bogor Karakteristik
Desa
Keseluruhan
Citaringgul
Sukatani
Nagrak
Umur (tahun) < 20
0
0
0
0
20-30
5.0
15.0
5.0
8.3
31-40
30.0
15.0
30.0
25.0
41-50
45.0
45.0
30.0
40.0
51-60
10.0
20.0
25.0
18.0
>60
10.0
5.0
10.0
8.3
Pendidikan tertinggi Tidak sekolah
15.0
5.0
10.0
10.0
SD
65.0
95.0
85.0
81.7
SLTP
10.0
0
5.0
5.0
SLTA Luas lahan yang ditanami ubi kayu (m2) <500
10.0
0
0
3.3
0
5.0
0
1.7
500 ≤ 1500
80.0
70.0
25.0
58.3
1500 ≤ 3000
10.0
20.0
30.0
20.0
3000 ≤ 6000
10.0
5.0
15.0
10.0
>6000
0
0
30.0
10.0
Status kepemilikan lahan Pemilik-penggarap
5.0
0
20.0
8.3
Penyewa-penggarap
35.0
20.0
25.0
26.7
Penggarap
60.0
80.0
55.0
65.0
Pengalaman bertani (tahun) 5-10
25.0
10.0
10.0
15.0
11-20
65.0
35.0
65.0
55.0
21-30
10.0
45.0
20.0
25.0
>30 Keanggotaan dalam kelompok tani Ya
0
10.0
5.0
5.0
0
0
0
0
Tidak
100.0
100.0
100.0
100.0
Kontak dengan PPL Ya
0
0
0
0
Tidak
100.0
100.0
100.0
100.0
Dari hasil wawancara juga didapatkan data bahwa seluruh responden memanen ubi kayu setelah tanaman berumur 1 tahun. Hasil panen ini oleh seluruh
6 responden dijual ke pabrik tapioka dengan sistem borongan setelah umbi dibongkar, dengan harga Rp. 80.000 per pikul, dan setiap pikul berisi 70 kg ubi kayu. Tabel 2 Persentase karakteristik usahatani ubikayu di tiga desa di Kabupaten Bogor Karakteristik Waktu tanam Awal musim hujan
Desa
Keseluruhan
Citaringgul
Sukatani
Nagrak
90.0
55.0
40.0
61.7
Awal musim kemarau
0
20.0
25.0
15.0
Saat lahan kosong
10.0
25.0
35.0
23.3
Varietas yang ditanam Roti
75.0
30.0
60.0
55.0
Manggu
25.0
70.0
40.0
45.0
Sumber stek Kebun sendiri
90.0
85.0
75.0
83.3
Petani lain
10.0
15.0
25.0
16.7
Pola tanam Terus-menerus
50.0
85.0
55.0
63.3
Digilir
50.0
15.0
45.0
36.7
Jarak tanam 75 cm
100.0
100.0
100.0
100.0
50 cm
0
0
0
0
Penggunaan pupuk kandang Ya
100.0
100.0
100.0
100.0
Tidak
0
0
0
0
Jenis pupuk kandang Ayam
25.0
25.0
15.0
21.7
Kambing
75.0
75.0
85.0
78.3
Penggunaan pupuk sintetik Ya
100.0
100.0
100.0
100.0
Tidak
0
0
0
0
Penyiangan gulma Ya
100.0
100.0
100.0
100.0
Tidak
0
0
0
0.0
Umur panen 10 bulan
0
0
0
0
12 bulan
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
100.0
0
0
0
0
0
0
0
0
100.0
100.0
100.0
100.0
Penjualan hasil panen Pabrik tapioka Pembeli dari luar wilayah Cara penjualan Borongan sebelum panen Borongan setelah panen
7 Pengetahuan dan Persepsi Petani Tentang Kutu Putih Hama kutu putih Ph. manihoti adalah hama baru di Indonesia. Ketika ditanyakan kepada para responden kapan hama ini mulai menimbulkan masalah, sebanyak (58.3%) menjawab bahwa hama ini mulai menimbulkan masalah sejak tahun 2010 (Tabel 3). Sebagian kecil (16.7%) menyebutkan bahwa hama kutu Tabel 3 Persepsi petani terhadap kutu putih singkong di tiga desa di Kabupaten Bogor Karakteristik Tahun pertama kali kutu putih ditemukan 2008 2009 2010 2011 Tidak Tahu Ditemukan pada tanaman lain Ya Tidak Tingkat serangan (%) Ringan Sedang Berat Kehilangan hasil (%) 20 30 40 50 60 Melihat Chrysopidae Ya Tidak Hama yang paling merugikan Kutu putih Uret
Desa Citaringgul
Sukatani
Nagrak
Keseluruhan
0 0 70.0 25.0 5.0
20.0 20.0 45.0 10.0 5.0
30.0 5.0 60.0 5.0 0
16.7 8.3 58.3 13.3 3.3
55.0 45.0
90.0 10.0
85.0 15.0
76.7 23.3
40.0 50.0 10.0
10.0 60.0 30.0
10.0 70.0 20.0
20.0 60.0 20.0
5.0 20.0 25.0 50.0 0
0 20.0 15.0 60.0 5.0
10.0 10.0 25.0 55.0 0
5.0 16.7 21.7 55.0 1.6
85.0 15.0
75.0 25.0
75.0 25.0
78.3 21.7
20.0 80.0
10.0 90.0
15.0 85.0
15.0 85.0
putih mulai ada sejak tahun 2008, dan sebagian kecil lainnya (13.3%) menjawabnya sejak 2011. Menurut Muniappan et al (2011) hama Ph. Manihoti pertama kali ditemukan di Indonesia pada tahun 2010. Petani yang menjawab bahwa hama ini sudah ada sejak tahun 2008 mungkin merujuk pada kutu putih papaya, Paracoccus marginatus, yang juga dapat menyerang ubi kayu. Ukuran dan bentuk dari kedua kutu putih ini hampir sama dan sulit dibedakan oleh awam.
8 Sebagian besar (76.7%) responden mengatakan bahwa kutu putih juga ditemukan menyerang pada tanaman yang lain seperti papaya, bengkoang, dan jambu. Menurut mereka hama ini awalnya menyerang pepaya, kemudian setelah itu hama kutu putih beralih menyerang tanaman ubi kayu. Para petani mempersepsi bahwa kutu putih yang menyerang tanaman-tanaman tersebut sama jenisnya dengan yang belakangan ini menyerang ubi kayu. Diketahui bahwa kutu Ph. Manihoti bersifat oligofag yang memiliki beberapa inang yaitu ubi kayu dan juga dari family Euporbiaceace. Dari segi tingkat serangan, sebanyak (60%) responden mengatakan bahwa tingkat serangan kutu putih pada tanaman ubi kayu tergolong sedang, dan (20%) mengatakan tergolong berat, dan (20%) lainnya menjawab tergolong ringan. Berdasarkan perkiraan kehilangan hasil, sebanyak (55%) reponden mengatakan bahwa kehilangan hasil akibat serangan kutu putih mencapai (50%) dibandingkan sebelum ada serangan kutu putih. Umumnya petani tidak melakukan upaya pengendalian terhadap hama kutu putih. Ada petani yang pada awalnya melakukan penyemprotan dengan pestisida, namun upaya ini tidak memberikan pengaruh terhadap penekanan serangan kutu putih. Penggunaan pestisida ini kemudian dihentikan. Pertimbangan lain yang menyebabkan petani tidak menggunakan pestisida adalah harga ubi kayu yang rendah yaitu Rp. 1.150/kg, yang tidak sebanding dengan harga pestisida. Dari pengamatan lapangan, ada pula yang melakukan pengendalian kutu putih dengan pemotongan bagian pucuk tanaman yang terserang kutu putih. Salah satu musuh alami yang sering di temukan di pertanaman ubi kayu adalah predator Chrysopidae (Nila Wardhani, komunikasi pribadi). Ketika kepada responden diperlihatkan imago Chrysopidae, sebagian besar (78,3%) menyatakan bahwa mereka pernah melihatnya di pertanaman ubi kayu. Peranan predator ini terhadap penekanan populasi kutu putih tidak diketahui dengan pasti, dan masih memerlukan penelitian lebih lanjut. Selain kutu putih, hama lain yang juga dilaporkan oleh petani banyak menimbulkan kerugian adalah uret, yang oleh petani setempat disebut kuuk. Menurut Kalshoven (1981) jenis uret yang banyak menimbulkan kerusakan berat pada ubi kayu adalah Leucopholis rorida F. (Coleoptera: Scarabaeidae). Bila dibandingkan antara kutu putih dan uret, sebagian besar responden (85%) menyatakan bahwa hama uret lebih merugikan. Persepsi ini muncul karena petani sudah lama mengenal hama uret, sementara kutu putih adalah hama yang baru dikenal sejak 2 tahun yang lalu. Selain itu, hama uret menimbulkan kerusakan langsung pada umbi, sedangkan kutu putih menyerang pucuk. Di atas disebutkan bahwa serangan kutu putih selama ini di wilayah survei telah menurunkan hasil panen sebanyak 50%. Diperkirakan kehilangan hasil dapat lebih tinggi lagi di wilayah dengan kondisi iklim yang kering, seperti di Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
9
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Petani ubi kayu di wilayah survei umumnya berpendidikan SD, dengan luas penanaman yang sempit (500-1.500 m2), dan berstatus penggarap. Walaupun mereka sudah lama bertanam ubi kayu (10-20 tahun), tetapi tidak tergabung dalam kelompok tani. Hal ini diduga berkaitan dengan tidak adanya kontak dengan petugas lapangan. Umumnya petani melakukan penanaman ubi kayu secara terusmenerus. Varietas ubi kayu yang banyak ditanam adalah Manggu dan Roti, dengan pupuk kandang umumnya kotoran kambing. Seluruh petani juga memupuk ubi kayu dengan pupuk Urea. Hasil panen ubi kayu dijual ke pabrik tapioka. Sebagian besar petani melaporkan bahwa kutu putih Phenacoccus manihoti menyerang tanaman ubi kayu sejak tahun 2010, dan menyebabkan kehilangan hasil sekitar 50%.
Saran Kiranya perlu segera dirancang program pengelolaan hama terpadu (PHT) untuk hama baruini dengan mempertimbangkan latar belakang sosial-ekonomi petani ubi kayu.
10
11
DAFTAR PUSTAKA Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2008. Poduksi Ubi Kayu di Indonesia. http://badan penelitian.org.12 Maret 2013. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi ubi kayu 2010-2011. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. [diunduh 2013 April 18]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3 Bellotti AC. 1978. Cassava Pests and Their Control. Cali. Colombia: Cassaua Information Center, Centro International de Agricultura Tropical. Bellotti AC. 2002. Arthropod pests. Di dalam: Hillocks RJ, editor. Cassava: Biology, Production and Utilization. Wallingford: CAB Internasional Publishing. hlm 209-235. Bellotti AC, Smith L, Lapointe SL.1999. Recent advances in cassava pest management. Annu Rev Entomol 44: 343–370. Calatayud PA, Le Rü B. 2006. Cassava Mealybug Interactions. IRD Éditions. Paris: Institut De Recherche Pour Le Développement. Hillocks RJ, Thresh JM, Bellotti AC. 2001. Cassava Biology Production and Utilization. Wallingfood (GB): CABI. Kalshoven. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeven. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesia. Muniappan R, Shepard BM, Watson GW, Carner GR, Rauf A, Sartiami D, Hidayat P, Afun JVK, Goergen G, Rahman AKMZ. 2011. New records of invasive insects (Hemiptera: Sternorrhyncha) in southern Asia and West Africa. Journal of Agricultural and Urban Entomology. 26(4): 167-174. Neuenschwander P. 2001. Biological control of the cassava mealybug in Africa: a review. Biological Control. 21:214–229. Nwanze KF. 1982. Relationship between cassava root yields and infestations by the mealybug, Phenacoccus manihoti. Tropical Pest Management 28: 2732. Rukmana Rahmat. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta (ID): Kanisius. Nasir S, Rahayuningsih, Muchlis A. 2012. Peningkatan Produksi dan Kualitas umbi-umbian. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Parsa S, Kondo T, Winotai A. 2012. The cassava mealybug (Phenacoccus manihoti) in Asia: first records, potential distribution, and ad identification key. PLOS ONE [internet]. Vol 7. DOI: 10.1371/journal.pone.0047675. Winotai A, Goergen G, Tamo M, Neuenschwander P. 2010. Cassava mealybug has reached Asia. Biocontrol News and Info. 31: 10N–11N.
12
13 RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir pada tanggal 26 Agustus 1989 di Medan Sumatra Utara. Penulis merupakan anak kedua dari 2 bersaudara dari Ayah bernama Drs. Pelan Tarigan dan ibu Dra. Masrina Br. Karo. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Budi-Murni 2 Medan pada tahun 2001, menyelesaikan pendidikan di SLTP BudiMurni 2 Medan pada tahun 2004, dan menyelesaikan pendidikan di SMA Negri 17 Medan pada tahun 2007. Pada tahun 2008 penulis melanjutkan pendidikan di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri).Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian IPB, dan mengikuti program tingkat persiapan bersama selama 1 tahun.
14
15
LAMPIRAN
16 LAMPIRAN KUESIONER PETANI UBI KAYU KARAKTERISTIK PETANI 1. Nama 2. Umur
: :
[ ] ≤ 20 tahun
[ ] 21-30 tahun
[ ] 31-40 tahun
[ ] 41-50 tahun
[ ] 51-60 tahun
[ ] > 60 tahun
[ ] SD [ ] PT
[ ] SLTP
3. Pendidikan tertinggi : [ ] tidak sekolah [ ] SLTA
4. Jumlah tanggungan keluaraga : [ ]……….orang 5. Sumber utama pendapatan keluarga : [ ] Bertani
[ ] Berdangan
[ ] PNS
[ ] Buruh bangunan [ ] Pegawai swasta 6. Pelatihan yang pernah diikuti : 7. Apakah bapak masuk dalam keanggotaan kelompok tani ? [ ] Tidak
[ ] ya, kelompok tani: …………..
Budidaya 8. Berapa luas tanaman ubi kayu yang bapak usahakan : [ ] ………. 9. Status kepemilikan lahan ubi kayu dan pengusahaan : [ ] Pemilik-penggarap
[ ] Penyewa-penggarap
[ ] Penggarap
[ ] ……………….
10. Sejak kapan bapak menanam ubi kayu ? [ ] ………. Tahun yang lalu 11. Pola tanam ubi kayu ? [ ] Terus-menerus ubi kayu[ ] Digilir dengan tanaman …………… 12. Kapan biasanya menanam ubi kayu [ ] Awal musim hujan ………………..
[ ] Awal musim kemarau
[ ]
17 13. Jenis atau varietas yang ditanam ? [ ] ……………….. 14. Mengapa varietas itu yang dipilih ? [ ] …………. 15. Sumber stek singkong ? [ ] Dari kebun sendiri [ ] Didapat secara gratis dari petani lain [ ] Beli dari ……………………. 16. Jarak tanam yang digunakan ? [ ] ………X…….cm 17. Pemupukan dengan pupuk kandang ? [ ] Ya [ ] Tidak (langsung ke No. 21) 18. Jenis pupuk kandang yang digunakan ? [ ] Kotoran ayam [ ] Kotoran kambing [ ] Kotoran……….. 19. Dosis yang digunakan ? [ ] ……………. 20. Kapan dilakukan pemupukan dengan pupuk kandang ? (umur tanaman singkong) [ ] …………….. 21. Pemupukan dengan pupuk sintetik ? [ ] Ya [ ] Tidak (langsung ke No. 25) 22. Jenis pupuk sintetik yang digunakan ? [ ] …………….. 23. Dosis pupuk sintetik yang digunakan ? [ ] …………….. 24. Kapan dilakukan pemupukan dengan pupuk sintetik ? (umur tanaman ubi kayu) [ ] …………….. 25. Penyiangan gulma ? [ ] Ya [ ] Tidak (langsung ke No. 27) 26. Berapa kali dan kapan penyiangan dilakukan > [ ] …..X pada saat tanaman berumur ………… Kutu Putih dan OPT Lainnya 27. Apakah tanaman ubi kayu bapak terserang kutu putih ? (tunjukkan foto/spesimen) [ ] Ya [ ] Tidak 28. Sejak kapan mulai menyerang kutu putih pada tanaman ubi kayu ? [ ] ……………. 29. Bagaimana keadaan tingkat serangannya saat musim kemarau ? [ ] Ringan [ ] Sedang [ ] Berat
18 30. Berapa persen kira-kira penurunan hasil karenan serangan kutu putih ? [ ] ……………. 31. Apakah kutu putih menyerang tanaman lain ? [ ] Ya [ ] Tidak (langsung ke No.33) 32. Tanaman apa saja yang terserang ? [ ] …………….. [ ] …………….. 33. Apa yang bapak lakukan untuk mengendalikan kutu putih ? [ ] …………….. 34. Apakah ada musuh alami dari kutu putih pada tanaman ubi kayu bapak ? (tunjukkan foto/spesimen) [ ] Ya [ ] Tidak (langsung ke no.36) 35. Apa musuh alami yang ada pada tanaman ubi kayu ? [ ] ……………. 36. Selain kutu putih, hama atau penyakit apa yang sering bapak temukan pada tanaman ubi kayu ? [ ] ……………… [ ] ………………. [ ] ……………… [ ] ………………. 37. Dari hama penyakit yang menyerang tanaman ubi kayu bapak, yang mana hama/penyakit yang paling merugikan ? [ ] ……………… [ ] ………………. [ ] ……………… [ ] ………………. PEMANENAN DAN PENJUALAN 38. Umur berapa saat ubi kayu dipanen ? 39. Kemana bapak menjual hasil panen ubi kayu ? [ ] Pabrik tapioca [ ] Pembeli dari luar wilayah……… [ ] ………………. 40. Bagaimana cara bapak menjual ubi kayu ? [ ] Borongan sebelum umbi dibongkar` []Borongan setelahumbidibongkar [ ] Dijual di kebunyanglainnya…………..
USAHA TANI 41. Berapa modal yang bapak keluarkan untuk mengadakan usahatani tanaman ubi kayu?
19 42. Berapa hasil yang didapat dari pemanenan kalau tidak ada serangan hama kutu putih? 43. Berapa hasil yang didapat dari pemanenan kaulau ada serangan hama kutu putih ? 44. Berapa harga jual ubi kayu perkilo ? Kontak dengan PPL 45. Apakah ada kontak dengan PPL ? [ ] ya [ ] Tidak (langsung ke no.48) 46. PPL dari mana ? 47. Berapa kali PPL datang dalam setahun ? Sumber Kredit 48. Apakah bapak menggunakan kredit dalam mengadakan usahatani tanaman ubi kayu ? [ ] Ya [ ] Tidak 49. Dari mana sumber kredit yang bapak dapat ?
20 LAMPIRAN KEGIATAN SELAMA PENELITIAN: (A) proses wawan cara petani, (B) Foto Chrysopidae (musuh alami Ph. manihoti), (C) Foto tanaman ubi kayu terserang Ph. manihoti, (D) Foto tanaman ubi kayu