Document not found! Please try again

PRESENTASI KASUS SOFT TISSUE TUMOR - xa.yimg.com

Soft tissue tumor regio femur sinistra 1/3 distal suspek rhabdomyosarcoma. ... 2.1 Pendahuluan Sarkoma adalah kelompok tumor yang berasal terutama dar...

10 downloads 698 Views 1MB Size
PRESENTASI KASUS SOFT TISSUE TUMOR

Disusun oleh: Arcci Pradessatama (0906507816) Angela Christina (0906639663)

Narasumber: dr. Erwin Danil Yulian, SpB.K.Onk

MODUL PRAKTIK KLINIK BEDAH & ATLS FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA JAKARTA, JANUARI 2014

BAB I ILUSTRASI KASUS

I.

II.

IDENTITAS PASIEN Nama

: An. NP

No. RM

: 381-67-36

Usia

: 13 tahun

TTL

: Tangerang, 14 Desember 2000

Alamat

: Tangerang

Agama

: Islam

Pekerjaan

: Siswa SMP

Status

: Belum Menikah

ANAMNESIS Autoanamnesis dan alloanamnesis (ayah pasien) pada tanggal 9 Januari 2014 di ruang rawat inap 419 gedung A RSCM.

Keluhan Utama: Benjolan di paha kiri depan sejak 2 tahun sebelum masuk rumah sakit..

Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien mengeluhkan benjolan di paha kiri sejak 2 tahun SMRS. Dua tahun SMRS, benjolan diakui berukuran sebesar telur puyuh yang kemudian tumbuh perlahan menjadi sebesar seukuran telur bebek dalam waktu satu tahun. Sejak satu tahun terakhir, benjolan diakui tidak bertambah besar. Benjolan diakui pasien terasa di bawah kulit dan terasa keras. Benjolan tidak terasa nyeri, kemerahan, panas, keluar nanah, maupun berbau. Riwayat demam disangkal. Bagian kaki di bawah benjolan diakui tidak bengkak, pucat, nyeri, kesemutan, baal, atau dingin. Riwayat benjolan di selangkangan atau di bagian tubuh lain, penurunan berat badan, dan keluhan sesak disangkal pasien. Pasien tidak memiliki riwayat pengobatan radiasi maupun riwayat keganasan pada keluarga. Pasien pernah tertabrak motor 6 tahun yang lalu dengan riwayat terbentur pada paha kiri. Luka diakui tidak terbuka maupun keluar darah, terbentuk memar biru

1

kehitaman yang hilang dalam 5 hari. Setelah kejadian pasien mengaku tidak ada kesulitan berjalan . Saat itu diakui benjolan belum teraba oleh pasien. Pasien sudah berobat jalan di RSCM sejak 6 bulan SMRS. Saat ini di rawat setelah dilakukan biopsi insisi. Pasien sudah pernah dibiopsi sebelumnya, namun hasilnya tidak dapat dinilai. Saat ini tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu: Pasien pernah kejang pada usia 7 bulan dan dirawat di rumah sakit. Pasien mengaku gatal-gatal jika mengonsumsi udang. Alergi obat-obatan disangkal. Riwayat operasi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga: Penyakit serupa pada keluarga atau riwayat keganasan disangkal. Ibu pasien mengidap diabetes mellitus dan hipertensi.

Riwayat Sosial dan Tumbuh Kembang Pasien mengidap pendidikan SMP kelas 1. Pasien anak pertama dari dua bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai kontraktor. Ibu pasien seorang ibu rumah tangga. Saat ini pasien belum menstruasi. Riwayat Imunisasi diakui lengkap. Kebiasaan merokok disangkal.

III.

PEMERIKSAAN FISIK Status Generalis: Kesadaran

: Compos mentis

Keadaan umum

: Baik

Tekanan darah

: 100/60 mmHg

Nadi

: 92 kali/ menit

Suhu

: 37oC

Pernapasan

: 20 kali / menit

Tinggi badan

: 137 cm

Berat badan

: 24 kg

BB Ideal

: 32 kg

2

Kepala

: Normosefali, tidak ditemukan deformitas dan nyeri tekan

Kulit

: Sawo matang, turgor baik

Rambut

: Hitam, persebaran merata, tidak mudah dicabut

Mata

: Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

Telinga

: Tidak terlihat tanda radang

Hidung

: Tidak terlihat sekret

Tenggorok

: Faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1

Gigi & Mulut

: Kebersihan mulut baik

Leher

: JVP tidak meningkat, kelenjar getah bening tidak teraba membesar, tiroid tidak teraba massa

Jantung

: Bunyi jantung I-II normal, tidak terdengar gallop atau murmur

Paru

: Vesikuler kedua lapang paru, tidak terdengar rhonkhi atau wheezing

Abdomen

: Datar, lemas, tidak teraba massa, nyeri tekan tidak ada, hati limpa tidak teraba, bising usus normal.

Ekstremitas

: Akral hangat, tidak ada edema, capillary refill time < 2 detik, kelenjar getah bening inguinal tidak teraba pembesaran

Status Lokalis Regio Femur Sinistra Anterior Inspeksi

: Benjolan paha kiri anterior 1/3 distal, sewarna kulit sekitar, venektasi tidak terlihat, terlihat jaringan ikat berwarna gelap di tengah benjolan.

Palpasi

: Benjolan padat ukuran 6,5 x 7 x 5 cm, batas tegas, bentuk lonjong, nyeri tekan tidak ada, fluktuasi tidak ada, suhu seperti sekitar, mobile

3

Gambar 1.1 Tampakan massa pada paha kiri pasien sebelum dan sesudah biopsi (kanan bawah)

IV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG Foto Thorax (23 Agustus 2013)

Kesan: CTR < 50%, tidak tampak infiltrat, tidak tampak nodul metastasis pada kedua lapang paru 4

Foto Polos Tungkai (23 Agustus 2013)

Kesan: Tidak tampak keterlibatan tulang.

Magnetic Resonance Imaging (23 Agustus 2013) Tumor maligna jaringan lunak pada m. vastus medius, dengan keterlibatan m. vastus intermedius, m. vastus lateralis, dan m. rectus femoris, dan subkutis regio anterior 1/3 distal. Tidak tampak keterlibatan tulang femur maupun sturktur neovaskular. 5

6

7

Patologi Anatomi (27 September 2013) Gambaran histologis menunjukkan jaringan otot serat lintang, jaringan lemak, dan jaringan ikat tanpa kelainan patologik bermakna. Saran: biopsi ulang, agaknya biopsi belum mencapai lesi/tumor.

Patologi Anatomi (7 Januari 2014) Sediaan biopsi regio femur distal menunjukkan massa yang terdiri atas sel-sel berinti bulat/ oval, umumnya vesikuler dengan anak inti nyata. Sitoplasma eosinofilik/ jernih (ganglion like cells) dan tumbuh di antara jaringan otot serat lintang. Mitosis sulit ditemukan. Tampak juga beberapa sel datia dan serbukan sel radang kronik. Stroma miksoid dan sebagian kolagenous. Kesimpulan: gambaran histologik ini dapat ditemukan pada Proliferative myositis. 8

V.

DIAGNOSIS Soft tissue tumor regio femur sinistra 1/3 distal suspek rhabdomyosarcoma.

VI.

RENCANA Rencana Diagnosis -

VII.

Pemeriksaan histopatologi ulang disertai lampiran data klinis dan hasil MRI.

PROGNOSIS Ad Vitam

: Bonam

Ad Sanationam

: Dubia

Ad Functionam

: Dubia

9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pendahuluan Sarkoma adalah kelompok tumor yang berasal terutama dari mesoderm, tetapi dapat

berasal dari ektoderm yaitu tumor sistem saraf perifer. Sarkoma merupakan tumor yang jarang, terhitung kurang dari 1% dari seluruh kanker pada dewasa, dan 7% kanker pada anakanak. Sarkoma terbagi menjadi sarkoma jaringan lunak, sarkoma tulang (osteosarkoma dan kondrosarkoma), Sarkoma Ewing, dan tumor neuroektodermal primitif perifer. Lokasi primer sarkoma berasal dari ekstremitas (59%), dan lokasi lainnya: batang tubuh (19%), retroperitoneum (13%), kepala dan leher (9%).1

Tabel 2.1 Frekuensi relatif subtipe histologis sarkoma jaringan lunak

Jenis histologi sarkoma jaringan lunak pada dewasa yang paling sering adalah malignant fibrous histiocytoma (28%), leiomyosarcoma (12%), liposarcoma (15%), synovial sarcoma

10

(10%), and malignant peripheral nerve sheath tumors (6%). Sedangkan pada anak-anak, sarkoma jaringan lunak tersering adalah rhabdomiosarkoma. Untuk tatalaksana, tujuan utama dari tatalaksana multimodalitas adalah kesembuhan, dan bila tidak mungkin, maka paliasi gejala. Bila memungkinkan, pasien dengan massa jaringan lunak dalam harus dirujuk, bahkan sebelum dilakukan biopsi, ke pusat tatalaksana tersier yang memiliki pelayanan spesialistik multidisiplin termasuk onkologis (dari berbagai disiplin: medis, anak), bedah, dan radioterapi, patologis, dan lain-lain.2 Sarkoma jaringan lunak mengambil 7-8% dari keseluruhan kanker pada anak-anak, sekitar 600 kasus baru/tahun. Berhubungan dengan otot skeletal, rhabdomiosarkoma adalah tumor jaringan lunak tersering pada anak-anak <15 tahun, dan tumor ini dapat muncul pada tempat apapun yang memiliki otot lurik. Tumor ini bermanifestasi sebagai massa yang membesar tanpa nyeri (painless enlarging mass). Sekitar 30% muncul pada regio kepala dan leher, 25% pada sistem genitourinari, dan 20% di ekstremitas. Sekitar 15-20% kasus telah metastasis pada saat pertama kali pemeriksaan, dan paling banyak melibatkan paru. Rhabdomiosarkoma diklasifikasi sebagai tumor sel-bulat kecil (small round-cell tumor) yang menunjukkan diferensiasi otot pada pemeriksaan mikroskop cahaya dan analisis imunohistokimia. Dua subtipe histologi rhabdomiosarkoma: subtipe embrional (70%) dan subtipe alveolar (20%). Reseksi bedah komplit adalah terapi pilihan pada rhabdomiosarkoma dengan mempertahankan fungsi dan kosmetik. Pasien yang dapat menjalani reseksi dengan marginnegatif dan margin-mikroskopik dapat menjalani terapi sistemik yang kurang intensif dengan angka kelangsungan hidup secara umum mencapai 90%. Temuan terakhir melaporkan kemoterapi dapat secara adekuat mengontrol tumor tanpa terapi lokal tambahan lain pada tumor yang tidak dapat direseksi. Tidak

seperti

sarkoma

jaringan

lunak

lain,

rhabdomiosarkoma

memiliki

kecenderungan metastasis melalui KGB, terhitung 20-30% letak ekstremitas, nodus paratestikular, dan prostat. Sampling nodus limfe dan sentinel nodus limfe mapping telah banyak digunakan untuk mengevaluasi status nodus regional pada anak dengan rhabdomiosarkoma. Regimen kemoterapi yang ditemukan paling aktif melawan rhabdomiosarkoma termasuk vincristine, actinomycin D, dan cyclophosphamide. Terapi radiasi diberikan untuk hampir semua pasien dengan penyakit residu mikroskopik setelah reseksi (grup II berdasarkan intergroup rhabdomyosarcoma study group).

11

Prognosis pada anak dengan rhabdomiosarkoma berhubungan dengan letak tumor, surgical-pathologic grouping, dan histologi tumor. Kelangsungan hidup 5 tahun dan bebaspenyakit untuk semua pasien dilaporkan 65%. Kelangsungan hidup bebas-penyakit (diseasefree survival rate) grup I 84%, grup II 74%, grup III 62%, grup IV 23%.1

2.2

Epidemiologi Walaupun terdapat variasi subtipe histologis, sarkoma secara klinis memiliki

kesamaan, dan ditentukan oleh lokasi anatomi (kedalaman/depth), derajat (grade), dan ukuran. Pola metastasis terutama melalu hematogen, metastasis melalui kelenjar limfe sangat jarang (<5%) kecuali pada subtipe sarkoma epiteloid, rhabdomiosarkoma, sarkoma clear-cell, dan angiosarkoma.1

2.3

Faktor risiko Terapi radiasi eksternal telah diketahui sebagai faktor risiko sarkoma jaringan lunak,

peningkatan insiden pada pasien paska radiasi sebanyak 8-50 kali lipat. Selain radiasi, riwayat trauma sering dilaporkan oleh pasien, namun belum dibuktikan terdapat hubungan kausal pada sarkoma. Saat ini diperkirakan trauma minor pada tumor yang telah ada (preexisting tumor) yang diaksentuasi oleh edema atau hematoma. Limfedema kronik juga telah diketahui berhubungan dibuktikan oleh terjadinya limfagiosarkoma paska diseksi aksila dan paska infeksi filaria. Secara genetik, sarkoma tulang dan jaringan lunak memiliki pola perubahan gen spesifik berupa onkogen dan gen supresor tumor. Onkogen yang disebut adalah MDM2, N-myc, c-erbB2, dan kelompok ras. Translokasi kromosom yang mengenkode onkogen juga ditemukan pada Ewing's sarcoma (EWS—FLI-1 fusion), clear-cell sarcoma (EWS—ATF1

fusion),

myxoid

liposarcoma

(TLS—CHOP

fusion),

alveolar

rhabdomyosarcoma (PAX3—FHKR fusion), desmoplastic small round-cell tumor (EWS— WT1 fusion), dan synovial sarcoma (SSX—SYT fusion). Gen penekan tumor yang disebut adalah Rb dan p53. Mutasi p53 adalah mutasi tersering tumor solid pada manusia, dan telah dilaporkan pada 30-60% tumor jaringan lunak.1 Faktor risiko lain adalah penyakit keturunan sindrom Li-Fraumeni dan neurofibromatosis tipe 1, blastoma peluropulmonal, sindrom Beckwith-Wiedemann, sindrom Costello, sindrom Noonan. Anak-anak yang memiliki berat lahir besar atau lebih besar dari yang diperkirakan memiliki peningkatan risiko rhabdomiosarkoma

embrional.

rhabdomiosarkoma tidak diketahui.

Namun,

pada

hampir

semua

kasus,

penyebab

1,2,6

12

2.4

Penilaian Awal

2.4.1 Gambaran klinis Sarkoma jaringan lunak paling sering datang dengan massa asimptomatik. Biasanya ukurannya berhubungan dengan lokasi tumor. Tumor yang lebih kecil biasanya terletak pada ekstremitas distal, sedangkan pada ekstremitas proksimal dan retroperitoneum dapat tumbuh cukup besar sebelum disadari pasien. Sering kali massa pada ekstremitas pada lokasi yang sama setelah kejadian traumatik. Sarkoma jaringan lunak sering kali tumbuh dengan pola sentrifugal dan menekan jaringan sekitar. Jarang, penekanan pada tulang atau berkas neurovaskular menimbulkan nyeri, edema, atau pembengkakan. Sarkoma jaringan lunak retroperitoneal hampir selalu ditemukan sebagai massa asimptomatik yang besar, jarang pasien datang dengan gejala obstruksi gastrointestinal atau gejala neurologis yang berhubungan dengan kompresi saraf lumbal atau pelvis. Diagnosis banding massa jaringan lunak termasuk lesi jinak seperti lipoma, limfangioma, leimioma, dan neuroma; lesi ganas lain seperti karsinoma primer atau metastasis, melanoma, atau limfoma.1

2.4.2 Pencitraan diagnostik Pencitraan radiologis sebelum tatalaksana bertujuan untuk mencari perluasan tumor secara lokal, menentukan stadium keganasana, membantu biopsi perkutaneus, dan membantu diagnosis tumor jaringan lunak (jinak atau ganas, derajat rendah atau tinggi). Pencitraan juga penting untuk monitoring perubahan tumor paska tatalaksana, terutama kemoterapi preoperatif atau radioterapi, dan juga mendeteksi rekurensi paska reseksi.1 Radiografi dada harus dilakukan untuk pasien dengan sarkoma primer, dengan tujuan untuk menilai metastasis paru. Untuk pasien dengan lesi derajat tinggi (high grade lesion) atau tumor lebih dari 5 cm (T2), CT dada harus dipertimbangkan. Baik USG maupun CT dapat membantu dalam memandu aspirasi jarum halus atau biopsi core untuk diagnosis inisial atau rekurensi.1 CT lebih baik dalam mengevaluasi sarkoma retroperitoneal, sedangkan MRI lebih baik untuk sarkoma ekstremitas. MRI secara tajam menggambarkan kelompok otot dan membedakan dengan tulang, struktur vaskular, dan tumor. Potongan sagital dan koronal bertujuan untuk mengevaluasi kompartemen anatomi dalam 3 dimensi. Sarkoma jaringan lunak pada ekstremitas biasanya tampak sebagai massa heterogen pada MRI. MRI juga dapat digunakan untuk menilai rekurensi tumor paska pembedahan. Gambaran dasar biasanya diambil 3 bulan paska pembedahan.1 13

2.5

Biopsi

2.5.1 FNAB FNAB atau aspirasi jarum halus adalah metode yang dapat digunakan hampir semua sarkoma jaringan lunak, khususnya bila hasilnya berkorelasi dekat dengan temuan klinis dan radiologi. Namun, biopsi FNAB diindikasikan untuk diagnosis primer sarkoma jaringan lunak hanya pada pusat yang memiliki ahli sitopatologi yang berpengalaman dengan tumor ini. FNAB juga prosedur pilihan untuk mengkonfirmasi atau menyingkirkan adanya fokus metastasis atau rekurensi lokal. Bila derajat tumor esesial untuk rencana tatalaksana, maka FNAB tidak menjadi pilihan diagnosis.1 Lesi superfisial sering ditujukan untuk biopsi FNAB dalam klinis, sedangnkan tumor yang lebih dalam membutuhkan radiologis intervensional untuk melakukan FNAB dengan bantuan USG atau CT. Akurasi diagnosis dengan FNAB untuk tumor primer bervariasi 6096%.1

2.5.2 Core needle biopsy Biopsi jarum core merupakan prosedur diagnosis yang aman, akurat, dan murah untuk mendiagnosis sarkoma. Sampel jaringan diambil kemudian diperiksa dengan mikroskop elektron, analisis sitogenetik, dan flow cytometry. Paduan CT dapat meningkatkan nilak keakuratan lokasi tumor, hal ini penting untuk menghindari pengambilan sampel yang nondiagnosis seperti area nekrosis maupun kistik.1 Biopsi insisi Biopsi inisisi diindikasikan untuk tumor dalam atau tumor superifisial dengan ukuran >3 cm. Insisi biopsi harus dilakukan secara longitudinal pada ekstremitas agar lebar eksisi lokal meliputi letak biopsi, skar, dan tumor en bloc. Mandat lain adalah hemostasis harus adekuat pada saat biopsi untuk menghindari penyebaran sel tumor ke jaringan sekitarnya akibat hematom.1

2.6

Klasifikasi patologi Beberapa ahli menyatakan bahwa klasifikasi patologis sarkoma jaringan lunak

memiliki nilai prognosis yang lebih signifikan daripada derajat tumor . Tumor dengan potensi metastasis terbatas termasuk desmoid, lipoma atipikal (dikenal sebagai liposarkoma diferensiasi baik), dermatofibrosarkoma menonjol (protuberans), dan hemangioperisitoma. Tumor dengan risiko penyebaran metastasis sedang biasanya memiliki komponen miksoid dan termasuk liposarkoma miksoid, histiositoma fibrosa malignan miksoid, dan 14

konrosarkoma ekstraskeletal. Yang paling agresif dan sangat berpotensial metastasis adalah angiosarkoma, sarkoma sel jernih (clear-cell), liposarkoma dediferensiasi dan pleomorfik, leiomiosarkoma, rhabdomiosarkoma, sarkoma sinovial.1

2.7

Derajat dan faktor prognosis Kriteria staging menurut American Joint Committee on Cancer untuk sarkoma

jaringan lunak terdiri dari derajat histologi, ukuran dan kedalaman tumor, dan metastasis jauh atau kelenjar limfe. 1

Tabel 2.2 Klasifikasi grup klinis sarkoma jaringan lunak.

Sumber: Cormier JN, Pollock RE. Soft Tissue Sarcoma. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz Manual of Surgery. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;2006.

15

Tabel 2.3 Staging TNM sarkoma jaringan lunak.

Sumber: Cormier JN, Pollock RE. Soft Tissue Sarcoma. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz Manual of Surgery. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;2006.

Derajat histologi tetap merupakan faktor prognosis terpenting untuk pasien dengan sarkoma. Gambaran yang mendefinisikan derajat adalah selularitas, diferensiasi, pleomorfik, nekrosis, dan aktivitas mitosis. Potensi metastasis 5-10% pada lesi derajat rendah, 25-30% pada lesi derajat sedang, 50-60% pada tumor derajat tinggi. Pada derajat AJCC, untuk G1-2 termasuk dalam “low-grade” sedangkan G3-4 adalah “high-grade”. Ukuran tumor dibagi menjadi 2 grup yaitu T1 yang kurang dari 5 cm, dan T2 yang lebih dari 5 cm. Faktor prosnosis juga termasuk hubungan anatomi dengan jaringan sekitar seperti fasia, yaitu lesi “a” bila sarkoma berada di atas dari fasia superfisial, dan “b” bila tumor menginvasi atau lebih dalam dari fasia juga tumor retroperitoneal, mediastinal, dan viseral.

16

Metastasis pada KGB jarang (<5%), subtipe histologis termasuk rhabdomiosarkoma, sarkoma epiteloid, dan histiositoma fiborsa maligna memiliki insiden yang lebih tinggi untuk keterlibatan KGB. Adanya metastasis melalui KGB termasuk pada stadium 4. Metastasis jauh sering muncul pada paru. Pada pasien tertetentu dengan metastasi paru dapat bertahan untuk jangka waktu yang panjang setelah reseksi secara bedah dan kemoterapi.1 Menurut NIH, rhabdomiosarkoma terbagi menjadi 3 yaitu: low-risk, intermediate-risk, dan high-risk childhood rhabdomyosarcoma. Yang termasuk dari risiko rendah adalah salah satu dari:6 

Tumor embrional ukuran berapapun yang muncul dari area “menguntungkan”. Tumor tersebut dapat menetap paska pembedahan yang dapat dilihat tanpa mikroskop. Kanker dapat menyebar melalui KGB berdekatan. Area yang “menguntungkan” adalah: o Mata atau sekitar mata o Kepala dan leher (kecuali jaringan dekat otak dan sumsum tulang) o Kandung dan saluran empedu o Testis, vagina, atau uterus



Tumor

embrional

ukuran

berapapun

yang

tidak

ditemukan

dari

area

“menguntungkan”. Tumor tersebut dapat menetap paska pembedahan yang dapat dilihat tanpa mikroskop. Kanker dapat menyebar melalui KGB berdekatan. Rhabdomiosarkoma risiko sedang, termasuk satu dari6: 

Tumor

embrional

ukuran

berapapun

yang

tidak

ditemukan

dari

area

“menguntungkan”. Tumor tersebut dapat menetap paska pembedahan yang dapat dilihat tanpa atau dengan mikroskop. Kanker dapat menyebar melalui KGB berdekatan. 

Tumor alveolar ukuran berapapun yang terletak pada area “menguntungkan” atau “tidak menguntungkan”. Tumor tersebut dapat menetap paska pembedahan yang dapat dilihat tanpa atau dengan mikroskop. Kanker dapat menyebar melalui KGB berdekatan.

Rhabdomniosarkoma risiko tinggi dapat berupa tipe embrional atau alveolar, mungkin menyebar ke KGB terdekat, dan telah menyebar ke 1 atau lebih organ yang jauh.tiga 17

2.8

Tatalaksana Untuk sarkoma jaringan lunak pada ekstremitas, pendekatan multidisiplin termasuk

reseksi batas- negatif ditambah radioterapi pada tumor bed, menghasilkan kontrol lokal hingga >90%. Namun, pasien dengan sarkoma abdomen terus menunjukkan rekurensi dan kelangsungan hidup yang buruk. Secara umum kelangsungan hidup 5 tahun untuk semua stadium sarkoma adalah 50-60%. Kebanyakan pasien meninggal karena metastasis, di mana terjadi metastasis dalam 2-3 tahun dari diagnosis awal pada 80% kasus.1

2.9

Pembedahan Tumor primer kecil (<5 cm) tanpa bukti metastasis jauh, ditatalaksana dengan terapi

lokal terdiri dari pembedahan saja atau dengan kombinasi radiasi, bila lebar margin terbatas secara anatomis. Tipe reseksi tergantung oleh beberapa faktor termasuk lokasi, ukuran, kedalaman invasi, keterlibatan jaringan sekitar, kebutuhan skin graft atau rekonstruksi jaringan, dan keadaan klinis pasien (patient’s performance status). Pada tahun 1985, National Institutes of Health (NIH) mengembangkan kosensus yang merekomendasikan limb-sparing surgery untuk kebanyakan pasien dengan sarkoma ekstremitas derajat tinggi. Namun, untuk pasien yang tidak dapat direseksi dengan prosedur limb-sparing dan mempertahankan fungsi (<5%), amputasion tetap menjadi terapi pilihan.1

2.9.1 Eksisi luas Eksisi luas adalah terapi utama untuk sarkoma ekstremitas. Tujuan/goal dari terapi lokal ini adalah untuk mereseksi tumor dengan batas 2cm di sekitar jaringan lunak normal sekitar. Pada beberapa area anatomis, batas negatif tdiak dapat dicapai karena tumor dekat dengan struktur vital. Biopsi area atau traktus harus dilakukan en bloc pada spesimen reseksi. Dengan teknik pembedahan dan radioterapi yang modern, angka mempertahankan tungkai dan kontrol lokal sudah lebih baik. Laporan terakhir kegagalan lokal setelah tatalaksana yang sesuai adalah 10%.

2.9.2 Isolated regional perfusion Isolated regional perfusion adalah pendekatan investigasi untuk tatalaksana sarkoma ekstremitas, yaitu sebagai alternatif limb-sparing untuk pasien yang pertumbuhan lokal cepat (locally advance) atau sebagai tatalaksana paliatif untuk kontrol lokal pada pasien yang telah metastasis jauh. 18

2.10

Terapi radiasi dan sistemik Hingga saat ini, paduan tatalaksana standar pemberian radioterapi sebagai tambahan

tatalaksana pembedahan diberikan pada semua pasien dnegan tumor agresif sedang atau tinggi, ukuran berapapun. Namun, secara umum, tumor kecil (≤ 5 cm) tidak berhubungan dengan rekurensi lokal, dan terapi radiasi tidak diberikan.1 Terapi sistemik secara umum hanya diberikan pada pasien dengan metastasis, yaitu sarkoma sel kecil (small-cell sarcoma) ukuran berapapun, atau pada tumor besar (≥5 cm), derajat tinggi, atau tumor derajat sedang yang >10 cm. Walaupun kontrol lokal sudah sangat berkembang, namun masalah metastasis dan kematian masih secara signifikan menjadi masalah pada pasien dengan sarkoma jaringan lunak risiko tinggi. Pasien yang dipikirkan berisiko tinggi meninggal karena sarkoma adalah mereka yang telah bermetastasis atau sarkoma nonekstremitas atau sarkoma ukuran >5 cm derajat sedang-tinggi (T2).1 Respons terhadap kemoterapi tiap jenis sarkoma berbeda, ada yang sangat responsif, ada yang secara universal resisten. Hanya 3 obat : doxorubicin, dacarbazine, dan ifosfamide yang menunjukkan respons ≥20% secara konsisten pada sarkoma jaringan lunak yang lanjut.1

2.11

Rhabdomyosarcoma Sarkoma jaringan lunak mengambil 7-8% dari keseluruhan kanker pada anak-anak,

dan rhabdomiosarkoma terhitung 50% dari keseluruhan tumor ganas jaringan lunak. Sekitar 600 kasus baru/tahun. Berhubungan dengan otot skeletal, rhabdomiosarkoma adalah tumor jaringan lunak tersering pada anak-anak <15 tahun dengan usia median adalah 4 tahun, dengan 2 puncak yaitu usia 2-6 tahun dan 15-19 tahun, dengan anak usia lebi muda lebih dominan pada kepala leher dan genitourinari, sedangkan remaja lebih dominan pada ekstremitas, trunkal, dan paratestikular. Tumor ini dapat muncul pada tempat apapun yang memiliki otot lurik. Tumor ini bermanifestasi sebagai massa yang membesar tanpa nyeri (painless enlarging mass). Sekitar 30% muncul pada regio kepala dan leher (10% pada orbita) termasuk parameningeal, nasal, faring; 25% pada sistem genitourinari termasuk kandung kemih, prostat, vagina, uterus, serviks, dan paratestikular; dan 20% di ekstremitas. Sekitar 15-20% kasus telah metastasis pada saat pertama kali pemeriksaan, dan paling banyak melibatkan paru. Usia kemunculan rhabdomiosarkoma berhubungan dengan letak anatomis.1,2 Rhabdomiosarkoma diklasifikasi sebagai tumor sel-bulat kecil (small round-cell tumor) yang menunjukkan diferensiasi otot pada pemeriksaan mikroskop cahaya dan analisis 19

imunohistokimia. Dua subtipe histologi rhabdomiosarkoma: subtipe embrional (70%) dan subtipe alveolar (20%), literatur lain menambahkan subtipe pleomorfik. Subtipe embrional paling sering muncul pada kepala dan leher, atau organ genital dan urinari. Subtipe embrional adalah subtipe yang paling sering. Subtipe alveolar adalah subtipe yang banyak muncul pada ekstrmitas, dada, abdomen, genital, atau anal. Subtipe alveolar biasanya muncul pada usia remaja. Subtipe anaplastik jarang muncul pada anak-anak. Klasifikasi lain membagi menjadi 6 subtipe yaitu botryoid rhabdomyosarcoma, spindle cell rhabdomyosarcoma, embryonal rhabdomyosarcoma,

alveolar

rhabdomyosarcoma,

undifferentiated

sarcoma,

dan

rhabdomiosarkoma dengan gambaran rhabdoid. Rhabdomiosarkoma memiliki karakteristik diferensiasi muskular yang dapat dikonfrimasi dengan hasil positif pada pewarnaan periodicSchiff technique atau pada mikroskop elektron menunjukkan filamen intrasitoplasma dan materi Z-band, atau pewarnaan antibodi miosin, mioglobin, atau desmin.1,2,6 Gambaran klinis rhabdomiosarkoma bermacam-macam sehubungan dengan tempat tumornya, dengan manifestasi klinis paling sering adalah massa yang terus membesar dan tidak menghilang (dapat disertai nyeri), ptosis, atau gejala neurologis (bila terletak pada paramenigeal, termasuk nyeri kepala), dan disfungsi urin/kandung kemih (hematuria, gangguan gerakan usus/having bowel movement), serta perdarahan pada hidung, tenggorok, vagina, atau rektum. Pemeriksaan diagnosis yang harus dilakukan tergantung asal tumor, tetapi evaluasi metastasis harus termasuk pencitraan dada dan CT juga aspirasi dan biopsi sumsum tulang dan radioisotope bone scintiscans. Aspirasi sumsum tulang dilaporkan positif hampir pada 10% anak yang datang pertama kali.1,2,6 Reseksi bedah komplit adalah terapi pilihan pada rhabdomiosarkoma dengan mempertahankan fungsi dan kosmetik. Pasien yang dapat menjalani reseksi dengan marginnegatif dan margin-mikroskopik dapat menjalani terapi sistemik yang kurang intensif dengan angka kelangsungan hidup secara umum mencapai 90%. Temuan terakhir melaporkan kemoterapi dapat secara adekuat mengontrol tumor tanpa terapi lokal tambahan lain pada tumor yang tidak dapat direseksi. Algoritma tatalaksana spesifik letak dari tumor; kemoterapi, radiasi, dan reseksi tergantung dari asal dan stadium inisial. Biopsi dan insisi harus selalu direncanakan reseksi, karena percobaan yang inadekuat pada reseksi inisial pada lesi ekstremitas/trunkal, yaitu meninggalkan batas positif, dapat menimbulkan kompliasi.1,2 Tidak

seperti

sarkoma

jaringan

lunak

lain,

rhabdomiosarkoma

memiliki

kecenderungan metastasis melalui KGB, terhitung 20-30% letak ekstremitas, nodus paratestikular (26%), dan prostat (tertinggi, 41%), genitourinari. Sampling nodus limfe dan sentinel nodus limfe mapping telah banyak digunakan untuk mengevaluasi status nodus 20

regional pada anak dengan rhabdomiosarkoma. Kebutuhan biopsi KGB bergantung pada letak primer, tetapi semua pembesaran KGB harus dibiopsi.1,2 Regimen kemoterapi yang ditemukan paling aktif melawan rhabdomiosarkoma termasuk vincristine, actinomycin D, dan cyclophosphamide (regimen VAC). Terapi radiasi diberikan untuk hampir semua pasien dengan penyakit residu mikroskopik setelah reseksi (grup II berdasarkan intergroup rhabdomyosarcoma study group). Kemoterapi lain yang juga menunjukkan efikasi adalah doxorubicin, cisplatin, melphalan, ifosfamide, etoposide (VP16).1,2 Prognosis pada anak dengan rhabdomiosarkoma berhubungan dengan letak tumor, surgical-pathologic grouping, dan histologi tumor. Kelangsungan hidup 5 tahun dan bebaspenyakit untuk semua pasien dilaporkan 65%. Kelangsungan hidup bebas-penyakit (diseasefree survival rate) grup I 84%, grup II 74%, grup III 62%, grup IV 23%.1

2.11.1 Rhabdomiosarkoma pada ekstremitas Pasien dengan

rhabdomiosarkoma pada

ekstremitas biasanya

menunjukkan

pembengkakan lokal atau nyeri lokal. Biasanya, pasien juga mengeluhkan gejala yang disebabkan oleh metastasis, seperti kompresi sumsum tulang (karena metastasis vertebral), atau nyeri karena metastasis tulang.2 Evaluasi radiologis harus termasuk Xray dan bone scan. Adanya peningkatan uptake radionuclide pada tulang yang berdekatan, walaupun secara umum tidak berhubungan dengan invasi tulang, berkorelasi adanya adhesi inflamasi antara tumor dan tulang yang berdekatan tersebut. Rekurensi likal pada tumor menunjukkan adanya tumor yang tidak diambil en bloc dengan tulang yang berdekatan. CT dan MRI berguna untuk menentukan perluasan massa jaringan lunak dan adanya destruski tulang, kompartemen otot berdekatan, dan suplai vaskular.2 Reseksi komplit pada tumor bebas margin mirkoskopik adalah goal sakroma ekstremitas. Amputasi atau eksisi kelompok otot tidak lebih baik dibandingkan dengan eksisi lokal dengan batas jaringan normal yang adekuat. Perluasan reseksi biasanya juga diikuti dengan mempertahankan fungsi/ kerusakan fungsi yang minimal. Pada tumor ekstremitas, pertimbangan biopsi inisial dan arah insisi khususnya penting karena biopsi yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi reseksi nantinya. Lesi ekstremitas harus direseksi tanpa biopsi inisial karena pendekatan bedah saat reseksi lesi maligna berbeda dengan lesi jinak.2 Lesi lokal ekstensif dengan invasi struktur lokal biasanya ditatalaksana dengan kemoterapi lebih dahulu dan reseksi ditunda. Tujuan reseksi adalah memberikan anak bebas 21

dari sisa penyakit yang luas dan mikroskopis (free of gross residual disease and microscopic residual disease). Telah dilaporkan bahwa microscopic disease dapat dikontrol dengan radioterapi dosis rendah (4000 cGy vs. 5500 cGy) daripada gross residual disease.2 Pengambilan sampel KGB penting pada rhabdomiosarkoma ekstremitas, karena risiko keterlibatannya tinggi (12%). Sampel yang representatif pada aliran KGB yang bersangkutan harus dibiopsi. Reseksi nodus limfe tidak boleh dilakukan, karena limfedema dapat mempersulit radioterapi dan reseksi pada lesi primernya.2 Laporan dari IRS III menunjukkan presentasi kelangsungan hidup 5 tahun: grup I (95%), grup II (67%), grup III (58%), dan grup IV (33%), dan tidak bergantung pada histologi atau letak dari rhabdomiosarkoma. Berdasarkan analisis multivariat, faktor yang memperburuk prognosis adalah: metastasis KGB, usia >10 tahun, dan metastasis jauh. Angka kelangsungan hidup pasien tanpa metastasis KGB (80%) sangat jauh bila dibandingkan dengan metastasis KGB (46%).2

22

BAB III DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Pada kasus didapatkan anak perempuan, usia 13 tahun yang datang dengan keluhan benjolan di paha kiri yang membesar perlahan sejak dua tahun SMRS. Berdasarkan keluhan utama ini dipikirkan beberapa organ yang dapat terlibat dalam menyebabkan keluhan ini yaitu tulang, jaringan lunak (soft tissue), dan kulit. Berdasarkan anamnesis, didapatkan bahwa massa dirasakan terletak di bawah kulit. Konfirmasi pemeriksaan fisik menunjukkan bahwa massa berukuran 6.5 x 7 x 5 cm dengan batas tegas, mobilitas yang baik, serta tidak menempel pada kulit. Dengan demikian, dipikirkan massa tidak melibatkan organ tulang ataupun kulit. Pemikiran ini dikonfirmasi dengan hasil pemeriksaan x-ray tungkai yang menunjukkan tidak adanya keterlibatan tulang pada massa. Sehingga dapat disimpulkan, bahwa benjolan bukan merupakan proses yang terjadi dari organ tulang maupun kulit, melainkan jaringan lunak. Beberapa kemungkinan penyebab benjolan pada otot dipikirkan, yaitu infeksi, trauma, dan neoplasma. Dari anamnesis, gejala-gejala peradangan seperti nyeri, kemerahan, panas, keluar nanah, berbau, maupun riwayat demam disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik juga didapatkan bahwa benjolan tidak hangat, warna seperti warna kulit disekitarnya, dan tidak terdapat nyeri tekan. Dengan demikian, penyebab infeksi dapat disingkirkan. Jika dilihat dari riwayat trauma, pasien pernah tertabrak motor enam tahun sebelum masuk rumah sakit – kurang lebih 4 tahun sebelum benjolan dirasakan pasien. Menurut pasien, tidak terjadi luka terbuka ataupun darah yang keluar, melainkan memar biru kehitaman. Dilihat dari waktunya, dipikirkan tidak ada hubungan riwayat trauma dengan massa yang muncul 4 tahun setelah kejadian. Oleh karena itu, etiologi yang dipikirkan menyebabkan massa pada pasien adalah neoplasma atau soft tissue tumor. Hal ini didukung oleh riwayat gejala pasien, yaitu massa yang membesar dan tanpa disertai gejala (asymptomatic mass).1 Meskipun faktor risiko keganasan secara umum berupa riwayat radiasi dan riwayat keluarga disangkal, keganasan jaringan lunak tetap dipikirkan mengingat sebagian besar tumor jaringan lunak muncul pada individu tanpa faktor predisposisi.2 Tumor jaringan lunak memiliki beberapa diagnosis diferensial, mulai dari tumor jaringan lunak yang jinak hingga sarcoma (Tabel 3.1). Membedakkan kedua kelompok tersebut sulit karena gejala dan tanda klinis sarcoma yang “jinak”.2 Oleh karena itu dilakukan pemeriksaan imaging berupa MRI yang merupakan modalitas pilihan untuk melihat keterlibatan dan ekstensi tumor jaringan lunak.2 Hasil MRI tersebut menunjukkan tumor 23

maligna yang berada pada musculus vastus medialis yang melibatkan musculus vastus lateralis dan musculus rectus femoris. Dengan demikian, tumor jaringan lunak yang ganas atau disebut juga soft tissue sarcoma merupakan diagnosis kerja. Sesuai lokasi tumor yaitu jaringan otot, serta epidemiologi khususnya pada anak dibawah usia 15 tahun, dicurigai soft tissue sarcoma berupa rhabdomyosarcoma.2 Varian jinak dari Rhabdomyosarcoma, atau Rhabdomyoma sangat jarang ditemukan.3 Penegakkan pasti diagnosis membutuhkan pemeriksaan histopatologi jaringan tumor.

Tabel 3.1. Klasifikasi tumor jaringan lunak.

Fibrous

Benign Fibroma

Fibrohistiocytic Dermatofibroma Adipose Smooth muscle Striated muscle Blood vessels Lymph vessels Synovium Mesothelial Neural Uncertain

Lipoma Angiolipoma Leiomyoma Hemangioma Lymphangioma Cystic hygroma Giant cell tumor of tendon sheath Localized fibrous mesothelioma Neurilemmoma Neurofibroma Myxoma

Aggressive Fibromatosis Desmoid tumor Dermatofibrosarcoma protuberans Atypical lipoma

Hemangioendothelioma

Malignant Fibrosarcoma Malignant fibrous histiocytoma Liposarcoma Leiomyosarcoma Rhabdomyosarcoma Angiosarcoma Kaposi's sarcoma Lymphangiosarcoma Synovial sarcoma Mesothelioma Malignant schwannoma Epithelioid sarcoma Alveolar soft part sarcoma

Sumber: Wood WC. Soft Tissue Tumors. In: Butcher I, editor. Oxford Textbook of Surgery. 2 nd ed. Oxford: Oxford University Press; 2002.

Pada tahap ini, jika dilakukan staging menurut klasifikasi TNM, didapatkan kasus sebagai T2bN0M0 dengan penjabaran ukuran tumor lebih besar dari 5 cm dan terletak di dalam. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tidak teraba pembesaran nodus limfa inguinal maupun nodus limfa jauh seperti pada ketiak dan daerah leher. Hasil x-ray toraks juga menunjukkan tidak ada gambaran metastasis jauh di paru yang merupakan tempat metastasis 24

paling sering pada sarkoma jaringan lunak.2 Klasifikasi kasus ini pada stadium tidak dapat dilakukan karena hasil pemeriksaan histopatologi yang tidak memberikan grade. Pada pasien dilakukan biopsi insisi untuk mengetahui subtipe dan grade dari sarkoma jaringan lunak. Hasil histopatologi didapatkan bahwa gambaran seluler tumor dapat ditemukan pada proliferative myositis. Adapun proliferative myositis merupakan proses reaktif intramuskular dimana sel besar seperti ganglion, fibroblas, dan miofibroblas mengisi celah antara serabut otot.4 Kelainan ini merupakan salah satu diagnosis banding rhabdomyosarcoma, yaitu suatu pseudosarkoma jinak yang memiliki insidensi tinggi pada usia di atas 45 tahun.5 Kedua diagnosis banding di atas memiliki tatalaksana utama yaitu prosedur pembedahan, eksisi. Namun terdapat perbedaan jenis eksisi sesuai dengan karakteristik masing-masing. Pada proliferative myositis, angka rekurensi diketahui kecil sehingga eksisi lokal sederhana disarankan. Prosedur bedah radikal atau prosedur amputasi tidak dianjurkan.5 Sedangkan, pada kasus rhabdomyosarcoma dibutuhkan eksisi yang adekuat untuk menekan angka rekurensi yang tinggi. Menurut penelitian, eksisi batas tumor yang tidak adekuat menyebabkan angka rekurensi yang tinggi hingga mencapai 93%.2 (Tabel 3.2)

Tabel 3.2 Angka rekurensi sarkoma jaringan lunak pada berbagai teknik eksisi Institution

Local failure rate (%)

Local excision

Roswell Park, 1975

93

Wide excision

Roswell Park, 1975

60

Radical resection

Memorial Sloan-Kettering, 1975

28

Amputation

Memorial Sloan-Kettering, 1975

7

Massachusetts General, 1988

6

Radiation and surgery Chemotherapy, radiation, and surgery

UCLA, 1984

Sumber: Wood WC. Soft Tissue Tumors. In: Butcher I, editor. Oxford Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford: Oxford University Press; 2002.

Wide local excision merupakan terapi utama sarkoma jaringan lunak pada ekstremitas. Target reseksi adalah dua centimeter jaringan sehat dari batas tumor. Dengan terapi kombinasi radioterapi diketahui angka rekurensi dapat ditekan hingga 10%.1

25

Prognosis pasien pada kasus sangat bergantung pada diagnosis pasti. Pada proliferative myositis, tidak terdapat ancaman pada kehidupan. Tatalaksana eksisi lokal dapat menjaga fungsi mobilitas pasien. Sedangkan pada kasus rhabdomyosarcoma, karena grading tidak dilakukan sehingga prognosis sulit ditentukan. Jika dilihat dari penyebaran nodus maupun metastasis jauh pada kasus ini tidak ditemukan sehingga prognosis kehidupan pasien dapat tergolong baik. Namun, terdapat satu faktor prognosis yang belum dinilai, yaitu grading histopatologi. Ketiga faktor ini terutama mempengaruhi prognosis kehidupan kedapan. Studi menunjukkan 5-year survival rate secara berturut-turut grup I (95%), grup II (67%), grup III (58%), dan grup IV (33%). (Tabel 2.2)

REFERENSI 1. Cormier JN, Pollock RE. Soft Tissue Sarcoma. In: Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG, Pollock RE, editors. Schwartz Manual of Surgery. 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies;2006. 2. Wood WC. Soft Tissue Tumors. In: Butcher I, editor. Oxford Textbook of Surgery. 2nd ed. Oxford: Oxford University Press; 2002. 3. Rosenberg AE. Bones, Joints, and Soft-Tissue Tumors. In: Kumar, Abbas, Fausto, Aster, editors. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. 8th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2010. 4. Kempson RL, Rouse RV. Proliverative myositis: surgical pathology criteria [Internet]. 2008 Mar 15 [updated 2008 Jun 15; cited 2014 Jan 20]. Available from: http://surgpathcriteria.stanford.edu/softfib/proliferative_myositis/printable.html 5. Enzinger FM, Dulcey F. Proliferative Myositis: Report of Thirty-three Cases. Cancer. 1967 Dec;20:2213-24. 6. NCI. Childhood rhabdomyosarcoma treatment [Internet].2013 [updated 2013 Oct 25; cited 2014 Jan 20]. Available from: http://www.cancer.gov/cancertopics/pdq/treatment/childrhabdomyosarcoma/patient 26

27