PRODUKSI BAHAN PAKAN TERNAK DARI AMPAS TAHU DENGAN FERMENTASI

Download Ampas tahu merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari proses pembuatan ... Kata kunci : Ampas Tahu, EM4, Fermentasi, Lama Waktu Fermenta...

0 downloads 463 Views 315KB Size
PRODUKSI BAHAN PAKAN TERNAK DARI AMPAS TAHU DENGAN FERMENTASI MENGGUNAKAN EM4 (KAJIAN PH AWAL DAN LAMA WAKTU FERMENTASI) Feed Materials Production of Soybean curd Waste With Fermented Using EM4 (pH Initial and Fermentation Time Study) Muhammad Anjang Tifani1*, Sri Kumalaningsih2, Arie Febrianto Mulyadi2 1)Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian 2)Staff Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *email : [email protected] ABSTRAK Ampas tahu merupakan hasil sampingan yang diperoleh dari proses pembuatan tahu kedelai. Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan pakan karena mengandung protein kasar sebesar 27,55%, lemak 4,93%, dan serat kasar 23,58%. Tetapi asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan. Proses fermentasi dengan EM4 diperlukan untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisi pada ampas tahu. Beragamnya mikroorganisme pada EM4 menyebabkan pH untuk menumbuhkan mikroorganisme menjadi berbeda dan waktu fermentasi berfariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Perlu dilakukan penelitian terhadap pH awal dan lama waktu fermentasi ampas tahu. Tujuan penelitian ini adalah mendapatkan kombinasi pH awal dan lama waktu fermentasi dengan EM4 yang tepat untuk menghasilkan bahan pakan ternak sesuai dengan standar nasional Indonesia (SNI) untuk bungkil kedelai. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor pertama adalah pH awal terdiri dari 3 level yaitu pH 5, pH 6, pH 7, dan faktor kedua adalah lama waktu fermentasi terdiri dari 3 level yaitu 12 jam, 24 jam, 48 jam . Hasil analisis ragam (ANNOVA) menunjukkan bahwa perlakuan pH awal dan lama waktu fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar protein kasar, serat kasar, kadar air dan rendemen, serta ada interaksi antar keduanya. Kombinasi perlakuan terbaik yaitu pH awal 6 dan lama waktu fermentasi 12 jam yang menghasilkan kadar serat kasar sebesar 3,292%, kadar protein kasar sebesar 15,354%, kadar air sebesar 10,507% dan rendemen sebesar 21,654%. Perlakuan tersebut belum memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI untuk kadar protein tetapi untuk kadar serat kasar dan kadar air telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI. Kata kunci : Ampas Tahu, EM4, Fermentasi, Lama Waktu Fermentasi, Pakan Ternak, pH Awal ABSTRACT Soybean curd waste is a byproduct obtained from the soybean curd processing. Soybean curd waste can be used as feed materials protein source because it contains crude protein 27.55, fat 4.93%, and crude fiber 23.58%. But low amino acids and high crude fiber usually become the limiting factor in its use as feed. Fermentation process by EM4 is required to decrease crude fiber and increase the nutritional value of soybean curd wastes. Various microorganisms on the EM4 cause pH to grow microorganisms become different and fermentation time varies according to the species and growth conditions. Need to do research on the initial pH and fermentation time of soybean curd. The aim of this research was to get a combination of initial pH and fermentation time with proper EM4 to produce livestock feed ingredients in accordance with the Indonesian national standard (SNI) for soybean oilcake. Research using Random Design Group with the first factor was the initial pH consists of 3 levels i.e. pH 5, pH 6, pH 7, and the second factor was the fermentation time consists of 3 levels i.e. 12 hours, 24 hours, 48 hours. The results of ANNOVA showed that the initial pH and fermentation time of the treatment had the real effect of the protein rough, coarse fibers, moisture content and yield, as well as there was interactions between the two. The best treatment was a combination of initial pH 6 and fermentation time of 12 hours that generate levels of coarse fiber of 3,292%, crude protein levels of 15,354%, moisture content of 10,507% and yield of 21,654%. %. The treatment had not met the standards required by SNI for protein but for coarse fiber content and moisture content has met the standards required by SNI. Keywords : Animal Feed, EM4, Fermentation, Fermentation Time, Initial pH, Soybean curd waste

PENDAHULUAN Industri tahu merupakan salah satu industri yang memiliki perkembangan pesat. Terdapat 84 ribu unit industri tahu di Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 2,56 juta ton per tahun (Sadzali, 2010). Ampas tahu yang terbentuk besarannya berkisar antara 25-35% dari produk tahu yang dihasilkan (Kaswinarni, 2007). Ampas tahu dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber protein karena mengandung protein kasar cukup tinggi berkisar antara 23-29% (Mathius & Sinurat, 2001) dan kandungan zat nutrien lain adalah lemak 4,93% (Nuraini, 2009) dan serat kasar 22,65% (Duldjaman, 2004). Pada umumnya limbah yang melimpah ini dapat dimanfaatkan langsung sebagai pakan ternak tetapi asam amino yang rendah dan serat kasar yang tinggi biasanya menjadi faktor pembatas dalam penggunaannya sebagai pakan. Penggunaan serat kasar yang tinggi, selain dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna juga menyebabkan penurunan aktivitas enzim pemecah zat -zat makanan, seperti enzim yang membantu pencernaan karbohidrat, protein dan lemak (Parrakasi, 1991). Untuk menurunkan serat kasar dan meningkatkan nilai nutrisi pada limbah pertanian dibutuhkan suatu proses yang dapat mencakup proses fisik, kimiawi, maupun biologis antara lain dengan cara teknologi fermentasi (Pasaribu dkk, 2007). Upaya untuk memperbaiki kualitas gizi, mengurangi, atau menghilangkan pengaruh negatif dari bahan pakan tertentu dapat dilakukan dengan penggunaan mikroorganisme melalui proses fermentasi. Fermentasi juga dapat meningkatkan nilai kecernaan (Winarno, 2000), menambah rasa dan aroma, serta meningkatkan kandungan vitamin dan mineral (Pelczar dan Chan, 2007). Pada proses fermentasi dihasilkan pula enzim hidrolitik serta membuat mineral lebih mudah untuk diabsorbsi oleh ternak (Esposito dkk., 2001). Beberapa peneliti melaporkan adanya perubahan komposisi zat-zat makanan dalam substrat melalui fermentasi dengan menggunakan Effective Microorganism 4 (EM4). Mikroorganisme alami yang terdapat dalam EM4 bersifat fermentasi (peragian) dan sintetik, terdiri dari lima kelompok mikroorganisme dari golongan ragi, Lactobacillus, jamur fermentasi, bakteri fotosintetik, dan Actinomycetes (Paramita, 2002). Effective Microorganism 4 (EM4) adalah

campuran dari berbagai mikroorganisme yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber inokulum dalam meningkatkan kualitas pakan. Penambahan EM4 sebanyak 10%(v/b) pada substrat mampu menurunkan kadar serat bahan (Sandi & Saputra, 2012). Hasil penelitian Winedar (2006) penggunaan pakan yang difermentasi dengan EM4 menyebabkan peningkatan daya cerna dan kandungan protein bahan. Faktor-faktor fermentasi antara lain yaitu pH, waktu, kandungan oksigen, suhu, dan mikroorganisme (Juwita, 2012). Beragamnya mikroorganisme pada EM4 menyebabkan pH untuk menumbuhkan mikroorganisme menjadi berbeda dan waktu fermentasi bervariasi menurut spesies dan kondisi pertumbuhannya. Menurut Fajarudin dkk (2014) waktu fermentasi yang semakin lama akan mengakibatkan penurunan kadar air bahan, penurunan kadar air bahan tersebut menyebabkan kadar serat kasar semakin terkonsentrasi sehingga kadar serat akan semakin tinggi. Karlina (2008) menyatakan bahwa semakin lama waktu fermentasi maka akan menyebabkan kadar keasaman semakin tinggi sehingga pH akan semakin menurun, dengan pH yang semakin rendah maka mikroorganisme pada EM4 tidak akn bekerja secara optimal. Penggunaan pH yang tinggi dapat membuat beberapa mikroorganisme tidak tumbuh dengan baik karena menurut Tamime dan Robinson (2008) tumbuh optimal Lactobacillus ssp. adalah pada pH 5,2-5,8 dan menurut Juwita (2012) Saccharomyces spp. tumbuh pada pH 4,0-4,5. Sejauh ini belum diketahui berapa kombinsasi pH awal dan lama waktu fermentasi yang berpengaruh dalam fermentasi ampas tahu sehingga menghasilkan pakan yang bernutrisi tinggi ditinjau dari kadar protein dan serta kasar pakan. BAHAN DAN METODE Alat dan bahan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah beaker glass, pengukus, kompor, spatula, termometer, pH meter, timbangan digital, wadah tertutup, autoklaf, inkubator (memmert), oven (memmert), alat untuk menguji kandungan pakan yaitu labu kjeldahl, lemari asam, destilasi kjeldahl, erlenmeyer, labu lemak, desikator, sokhlet, dan kertas saring. Alat untuk analisa kadar air yaitu cawan petri untuk tempat sampel, oven merk memmert untuk pengeringan sampel,

desikator dan silica gell untuk menyerap uap yg dihasilkan sampel setelah dikeringkan. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah adalah ampas tahu sebagai bahan utama yang didapat dari UKM tahu Kendalsari, Effective Microorganism 4 (EM4) sebagai mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi ampas tahu dengan bahan tambahan gula dan susu skim hewan. EM4 merupakan cairan yang terdiri dari bakteri asam laktat, ragi, dan jamur fermentasi. Bahan yang digunakan untuk pengujian pakan adalah asam Sulfat (H2SO4), katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4), aquades, NaOH, HCl, dan alkohol. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan faktor pertama adalah pH awal terdiri dari 3 level yaitu pH 5, pH 6, pH 7, dan faktor kedua adalah lama waktu fermentasi terdiri dari 3 level yaitu 12 jam, 24 jam, 48 jam. PELAKSANAAN PENELITIAN Pembuatan Starter Tahapan awal dalam penelitian ini adalah membuat starter fermentasi ampas tahu dengan EM4 selama 24 jam. Pembuatan starter bertujuan agar mikrooorganisme dalam EM4 dapat tumbuh dan menyatu dengan substrat ampas tahu. Pembuatan starter diawali dengan menyiapkan ampas tahu yang sudah dipasteurisasi sebanyak 50 gram kemudian dicampur dengan EM4 10% (v/b) yang sudah diencerkan, susu skim sebanyak 2,5%(b/b) dan gula sebanyak 1% (b/b). Setelah dicampur wadah starter ditutup dan difermentasi selama 24 jam pada inkubator. Pembuatan Bahan Pakan Proses Fermentasi ampas tahu adalah menjadi bahan pakan adalah sebagai berikut: 1. Ampas tahu dengan kadar air 40% ditimbang sebanyak 450 gram kemudian dimasukkan toples. 2. Ampas tahu dipasteurisasi dengan suhu 80O C. 3. pH awal dicek dengan pH meter didalam laminar flow 4. Kemudian dilakukan penyesuaian pH awal sesuai dengan perlakuan yaitu pH awal 7, 6, dan 5. Untuk menurunkan pH ditambahkan larutan asam asetat (CH3COOH) 0,1 M. Setiap penambahan asam asetat 5 ml pH turun sebesar 0,3.

Untuk menaikkan pH ditambahkan larutan sodium asetat (CH3COONa) 0,1 M. Setiap penambahan larutan sodium asetat 5 ml pH naik sebesar 0,2. 5. Ampas tahu ditambah gula 1% (b/b), susu skim 2,5% (b/b) 6. Ampas tahu ditambah starter 50 gram kemudian diaduk 7. Ampas tahu difermentasi secara anaerob dengan cara ditutup rapat dengan penutup toples dengan suhu inkubasi 35oC dan lama waktu yang disesuaikan dengan perlakuan yaitu 12 jam, 24 jam, dan 48 jam. 8. Hasil fermentasi dipasteurisasi pada suhu 80oC. 9. Hasil fermentasi ampas tahu kemudian dikeringkan dengan suhu 60oC selama 24 jam. 10. Hasil pengeringan digiling 11. Bahan pakan dari ampas tahu Analisa kimia Analisis kimia yang dilakukan pada penelitian ini meliputi uji kadar protein menggunakan metode Kjedahl menurut AOAC (1990 dalam Asmoro, 2012), serat kasar menggunakan metode menurut SNI 01-28911992 butir 11, kadar air menggunakan metode gravimetri menurut menurut AOAC (1990 dalam Isvisena, 2014), dan rendemen pakan berdasarkan metode penelitian Andayani et al. (2008) yang telah dimodifikasi. Analisa kimia Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute yang meliputi analisis protein kasar, serat kasar, kadar air, dan rendemen. Pemilihan kriteria perlakuan terbaik dilihat berdasarkan hasil analisa yang memiliki beda nyata terkecil pada setiap atribut. Hasil pemilihan perlakuan terbaik dibandingkan dengan SNI bahan pakan bungkil kedelai. Analisa data Pengolahan data masing-masing parameter dengan menggunakan analisis ragam (Analisys of Varians atau Anova) selang kepercayaan 95%. Jika nilai p-value(sig) < 0,05 pada perlakuan pH awal maupun lama fermentasi maka ada pengaruh yang berbeda nyata antar perlakuan. Jika berbeda nyata maka dilakukan uji DMRT (Duncan’s Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Penentuan Perlakuan Terbaik Pemilihan perlakuan terbaik dengan menggunakan metode Multiple Atribute menurut Zeleny (2003) yang meliputi analisis protein kasar, serat kasar, kadar air, dan rendemen. Pemilihan kriteria perlakuan terbaik dilihat berdasarkan hasil analisa yang memiliki beda nyata terkecil pada setiap atribut. Hasil pemilihan perlakuan terbaik dibandingkan dengan SNI bahan pakan bungkil kedelai. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Protein Kasar Rerata kandungan protein kasar ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rerata kandungan protein kasar ampas tahu setelah proses fermentasi pH awal

7

6

WaktuFermentasi (jam)

ProteinKasar (%)

12

14,76e

24

15,00i

48 12

14,61a 15,35g

24

14,39c

48 15,05f 12 14,25d 5 24 14,80h 48 14,27b Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P value (nilai sig) <0,05

Kadar protein kasar terendah diperoleh pada perlakuan P3L1 (pH awal 5 dan lama fermetasi 12 jam) yaitu sebesar 14,25%, sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P2L1 (pH awal 6 dan lama fermentasi 12 jam) yaitu sebesar 15,35%. Hasil analisis ragam disajikan pada Lampiran 6 hasil serat kasar dipengaruhi secara nyata (p<0,05) baik pH awal dan lama waktu fermentasi, serta ada interaksi diantara kedua faktor terhadap kadar protein kasar ampas tahu. Protein kasar yang didapatkan dari hasil fermentasi pada setiap perlakuan tidak ada yang memenuhi SNI bungkil kedelai. Jika dibandingkan dengan SNI bahan pakan lain seperti bungkil jagung dan dedak jagung kadar protein kasar yang ampas tahu hasil fermentasi pada setiap perlakuan telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI. Sehingga ampas tahu hasil fermentasi pada

setiap perlakuan dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti bungkil jagung dan dedak jagung.

Gambar 1 Grafik kandungan protein kasar bahan pakan setelah proses fermentasi

Pada pH awal 7 terjadi kenaikan kadar protein pada lama fermentasi 24 jam. Menurut Pramono dkk (2003) Lactobacillus mengalami pertumbuhan yang optimum pada pH 6,8 dan waktu 20 jam (Suryani, 2010). Diduga Lactobacillus dalam EM4 mengalami fase log pada saat pH awal 7 dan dalam waktu 24 jam telah berkembang pesat sehingga penggunaan bahan organik dalam jumlah yang besar. Sehingga secara tidak langsung dapat menaikkan kadar protein kasar. Penurunan kadar protein pada pH awal 7 disebabkan oleh protein yang telah dirubah oleh mikroorganisme proteolitik digunakan oleh mikroorganisme yang lain. Sumber nitrogen dalam media fermentasi digunakan untuk sintesis protein di dalam sel. Adanya penyerapan sel terhadap sumber nitrogen ini menyebabkan kandungan protein di dalam media semakin berkurang dengan lamanya waktu fermentasi (Thontowi & Nuswantara, 2012). Pada pH awal 6 Lactobacillus telah melewati pH optimum untuk tumbuh. pada lama fermentasi 24 jam kadar proteinnya turun, hal ini disebabkan Lactobacillus tidak dapat tumbuh dengan optimal. Dalam memecah protein menjadi asam amino Lactobacillus juga tidak optimal karena pertumbuhannya cenderung lambat. Kenaikan kadar protein pada lama waktu fermentasi 48 jam disebabkan berkembangnya mikroba pada saat fermentasi. Menurut Anggorodi (1994) perombakan protein diubah menjadi polipeptida, selanjutnya menjadi peptida sederhana, kemudian peptida ini akan dirombak menjadi asam-asam amino. Asamasam amino ini yang akan dimanfaatkan oleh mikroba untuk memperbanyak diri. Jumlah

koloni mikroba yang merupakan sumber protein tunggal menjadi meningkat selama proses fermentasi. Proses tersebut secara tidak langsung dapat meningkatkan kandungan protein kasar (Wuryantoro, 2000). Pada pH awal 5 kenaikan kadar protein pada lama waktu fermentasi 24 jam disebabkan oleh peningkatan unsur nitrogen yang terdapat pada bahan yang dihasilkan oleh Lactobacillus. Meskipun Lactobacillus telah melewati pH optimum untuk tumbuh tetapi menurut Hardiningsih dkk (2005) Lactobacillus resisten dan mampu mempertahankan hidupnya pada kondisi pH rendah diduga masih memecah protein yang selanjutnya dimanfaatkan oleh ragi (Saccharomyces sp.) dan jamur (Aspergillus sp.). menurut Santoso (2007) ragi dan jamur mempunyai kemampuan untuk mengubah nitrogen bukan protein menjadi protein. Penurunan kadar protein pada waktu fermentasi 48 jam diduga disebabkan oleh penyerapan sel terhadap sumber nitrogen di dalam media yang semakin berkurang. Selain itu kondisi media yang berada pada pH rendah mengakibatkan penurunan aktivitas mikroorganisme sehingga secara tidak langsung menurunkan kadar protein. Kadar Serat Kasar Kadar serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P1L2 (pH awal 7 dan lama fermetasi 24 jam) yaitu sebesar 3,64%, sedangkan yang tertinggi terdapat pada perlakuan P3L2 (pH awal 5 dan lama fermentasi 24 jam) yaitu sebesar 5,34%. Rerata kandungan serat kasar ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rerata kandungan serat kasar ampas tahu setelah proses fermentasi pH awal

7

6

WaktuFermentasi (jam)

SeratKasar (%)

12

4,16c

24

3,64a

48 12

4,80g 3,93b

24

5,12h

48 4,48e 12 4,34d 5 24 5,34i 48 4,60f Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P value (nilai sig) <0,05

Hasil analisis ragam serat kasar dipengaruhi secara nyata (p<0,05) baik pH awal dan lama waktu fermentasi, serta ada interaksi diantara kedua faktor terhadap kadar serat kasar ampas tahu. Serat kasar yang didapatkan dari hasil fermentasi pada setiap perlakuan telah memenuhi persyaratan minimum SNI bungkil kedelai. Jika dibandingkan dengan SNI bahan pakan lain seperti bungkil jagung dan dedak jagung kadar serat kasar yang ampas tahu hasil fermentasi pada setiap perlakuan telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI. Sehingga ampas tahu hasil fermentasi pada setiap perlakuan dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti bungkil jagung dan dedak jagung namun pada dedak jagung ampas tahu hanya menjadi pengganti untuk kualitas mutu II.

Gambar 2 Grafik kandungan serat kasar bahan pakan setelah proses fermentasi

Penurunan kadar serat kasar pada pH awal 7 dengan lama fermentasi 24 jam disebabkan oleh Lactobacillus yang berkembang pada fase lag. Dalam penelitian Santoso (2007) menyebutkan bahwa EM4 menghasilkan sejumlah besar enzim mencerna serat kasar seperti selulase dan mannase. Keuntungan Lactobacillus dalam EM4 dalam mencerna serat kasar adalah karena bakteri tidak menghasilkan serat kasar dalam aktivitasnya, dan sehingga mereka lebih efektif dalam menurunkan serat kasar dari pada ragi dan jamur. Pada lama fermentasi 48 jam terjadi kenaikan serat kasar hal ini disebabkan pertumbuhan Aspergillus. Menurut Ginting dan Krisnan (2006) Perkembangan kapang yang secara konsisten meningkat menurut masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya. Selain itu lama inkubasi yang semakin panjang menyebabkan terjadinya peningkatan kandungan serat kasar pada substrat. Hal inididuga disebabkan oleh menurunnya kadar air pada substrat, sehingga serat kasar semakin terkonsentrasi.

Kenaikan kadar serat kasar pada pH awal 6 dan 5 diduga disebabkan oleh pertumbuhan Aspergillus yang berada pada fase lag. Menurut Jayanti (2013) Aspergillus mengalami pertumbuhan optimum pada pH 4,5 dengan rentang pertumbuhan antara pH 4 – pH 6.Ginting dan Krisnan (2006) menambahkan perkembangan kapang yang secara konsisten meningkat menurut masa fermentasi dapat menyumbang serat kasar melalui dinding selnya. Pada lama fermentasi 48 jam terjadi penurunan kadar serat kasar adanya enzim selulase yang dihasilkan oleh Aspergillus. Sianipar dan Simanihuruk (2009), menyatakan bahwa rendahnya pH akan meningkatkan kecepatan hidrolisis secara kimiawi beberapa polisakarida, seperti hemiselulosa yang pada gilirannya akan menurunkan kandungan serat. Menurut Sudarmadji dkk (1989), Aspergillus menghasilkan enzim ekstraseluler antara lain selulase, amylase dan protease. Selanjutnya Winarno dan Fardiaz (1980) menyatakan bahwa fermentasi mikroba akan memecah komponen kompleks yang tidak dapat dicerna oleh unggas seperti selulosa, hemiselulosa dan polimerpolimernya oleh enzim tertentu menjadi gula sederhana. Kadar Air Rerata kadar air ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rerata kadar air ampas tahu setelah proses fermentasi pH awal

WaktuFermentasi Kadar Air (%) (jam) 12

7

6

12,19e

24

13,36a

48 12

12,08h 10,50f

24

13,54g

11,65b 48 15,18d 12 5 11,10c 24 17,61i 48 Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P value (nilai sig) <0,05

Kadar air terendah adalah 10,51% yang didapat pada perlakuan pH awal 6 dan lama waktu fermentasi 12 jam. Dan yang tertinggi adalah pH awal 5 dengan lama waktu 48 jam yaitu sebesar 17,62%. Hasil analisis ragam kadar air dipengaruhi secara nyata (p<0,05) baik pH awal dan lama waktu fermentasi,

serta ada interaksi diantara kedua faktor terhadap kadar kadar air ampas tahu. Kadar air yang didapatkan dari hasil fermentasi pada beberapa perlakuan telah memenuhi persyaratan minimum SNI bungkil kedelai. Perlakuan yang tidak memenuhi persyaratan SNI adalah perlakuan P1L2, P2L2, P3L1 dan P3L3. Jika dibandingkan dengan SNI bahan pakan lain seperti bungkil jagung dan dedak jagung, kadar air ampas tahu hasil fermentasi pada beberapa perlakuan telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI yaitu perlakuan P2L1, P2L3, dan P3L2. Sehingga hanya ampas tahu pada perlakuan P2L1, P2L3, dan P3L2 yang dapat digunakan sebagai bahan pakan pengganti bungkil jagung dan dedak jagung.

Gambar 3 Grafik kadar air bahan pakan setelah proses fermentasi

Pada pH awal 7 dan 6 lama waktu fermentasi 24 jam terjadi kenaikan kadar air disebabkan oleh hasil samping fermentasi. Suparmo (1989) menyatakan bahwa air merupakan salah satu hasil samping proses fermentasi yang akan mempengaruhi kadar air substrat produk fermentasi. Peningkatan kadar air disebabkan mikroorganisme mulai memanfaatkan karbohidrat yang mudah terfermentasi dalam substrat sebagai sumber energi untuk tumbuh dan berkembang. Pada lama waktu fermentasi 48 jam kadar air mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air. Anggraeni dan Yuwono (2014) menyatakan bahwa semakin lama fermentasi maka kadar air semakin menurun, hal ini disebabkan karena pada saat fermentasi terjadi degradasi pati oleh mikroorganisme yang menyebabkan turunnya kemampuan bahan dalam mempertahankan air Sehingga semakin banyak jumlah air terikat yang terbebaskan, akibatnya tekstur bahan menjadi lunak dan berpori. Keadaan ini dapat menyebabkan penguapan air selama proses pengeringan, dengan demikian kadar air akan semakin menurun dalam jangka pengeringan yang sama.

Pada pH awal 5 dengan lama waktu fermentasi 24 jam terjadi penurunan kadar air, hal ini disebabkan oleh rendahnya pH yang membuat proses hidrolisis polisakarida meningkat cepat. Proses hidrolisis pati banyak menyerap air sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan kadar air bahan. Namun pada lama waktu fermentasi 48 jam terjadi kenaikan kadar air. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya Saccaromyces sp. yang optimum pada pH 4,5 (Elevri, 2006). Berkembangnya Saccaromyces sp. merubah glukosa menjadi karbondioksida, air, dan alkohol (Azizah dkk, 2012) yang secara tidak langsung menaikkan kadar air bahan. Rendemen Tujuan dari nilai rendemen ini yaitu untuk mengetahui nilai ekonomis suatu bahan ataupun produk. Apabila nilai rendemen suatu bahan atau produk semakin tinggi, maka nilai ekonomisnya juga semakin tinggi sehingga pemanfaatannya dapat menjadi efektif. Rerata rendemen ampas tahu setelah proses fermentasi dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rerata Rendemen ampas tahu setelah proses fermentasi pH awal

7

6

WaktuFermentasi (jam)

Rendemen (%)

12

22,29d

24

23,27c

48 12

20,80 f 21,65g

24

26,32h

48 21,37e 12 22,91a 5 24 22,75b 48 28,87i Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukkan perlakuan berbeda nyata pada P value (nilai sig) <0,05

Rendemen tertinggi didapat pada perlakuan pH awal 6 dan waktu fermentasi 48 jam yaitu sebesar 28,87%. Rendemen terendah didapat pada perlakuan pH awal 7 dan lama fermentasi 24 jam yaitu sebesar 20,80%. Hasil analisis ragam rendemen dipengaruhi secara nyata (p<0,05) baik pH awal dan lama waktu fermentasi, serta ada interaksi diantara kedua faktor terhadap rendemen ampas tahu.

Gambar 4 Grafik rendemen bahan pakan setelah proses fermentasi

Pada pH awal 7 lama waktu fermentasi 24 jam terjadi kenaikan rendemen disebabkan oleh tinggingnya kadar air. Pada lama waktu fermentasi 48 jam rendemen mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh turunnya kadar air bahan. Pada pH awal 6 lama waktu fermentasi 24 jam terjadi kenaikan rendemen disebabkan oleh tinggingnya kadar air, selain itu berkembangnya kapang selama fermentasi juga menyumbang berat akhir bahan meskipun tidak begitu signifikan. Pada lama waktu fermentasi 48 jam rendemen mengalami penurunan hal ini disebabkan oleh kadar air bahan yang rendah. Pada pH awal 5 dengan lama waktu 24 jam rendemen bahan rendah karena kadar air bahan juga rendah. Namun pada lama waktu fermentasi 48 jam rendemen bahan meningkat tajam hal ini desebabkan oleh tingginya kadar air bahan pada perlakuan tersebut. Perbedaan rendemen yang didapat diduga terpengaruh adanya penambahan larutan asam cuka (CH3COOH) dan penambahan larutan sodium asetat (CH3COONa) pada saat penyesuaian pH awal bahan. Selain itu rendahnya rendemen ampas tahu disebabkan berkurangnya kandungan air yang terdapat dalam bahan akibat proses pengeringan. Perlakuan Terbaik Hasil dari perhitungan multiple attribute menunjukkan perlakuan terbaik pada penelitian adalah P2L1 yaitu perlakuan pH awal 6 dan lama waktu fermentasi 12 jam. Perbandingan perlakuan terbaik dengan SNI bahan pakan lain dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbandingan kandungan perlakuan terbaik dengan SNI bungkil kedelai, SNI bungkil jagung, dan SNI dedak jagung SNI SNI SNI Parameter (%) P2L1 Bungkil Bungkil dedak Kedelai jagung Jagung Protein Kasar 15,35 40 14 8,5 (min) Serat Kasar 3,92 9 3 6 (max) Kadar Air 10,50 12 12 13 (max)

Jika perlakuan terbaik dibandingkan dengan standar nasional bungkil kedelai, protein kasar yang didapat sangat jauh dari batas standar bungkil kedelai, sedangkan serat kasar dan kadar air sudah memenuhi syarat standar nasional Indonesia untuk bungkil kedelai. Namun jika dibandingkan dengan bahan pakan lain seperti bungkil jagung dan dedak jagung, maka protein kasar, serat kasar, dan kadar air ampas tahu telah memenuhi persyaratan SNI bungkil jagung dan dedak jagung. Sehingga ampas tahu dapat dijadikan bahan pengganti bungkil jagung dan dedak jagung. Gambar perlakuan terbaik dapat dilihat pada Gambar 5

naiknya harga jual ampas tahu maka industri tahu dapat memperoleh keutungan yang lebih banyak. Peternak juga dapat memanfaatkan ampas tahu yang difermentasi menjadi bahan pakan untuk pakan tambahan kepada ternaknya. Bahan pakan ampas tahu dapat dicampur dengan bahan pakan lain maupun dengan vitamin-vitamin yang dibutuhkan ternak. Selain itu bahan pakan ampas tahu dapat dijadikan bahan subtitusi untuk bahan pakan lain semisal bungkil jagung dan dedak jagung. Sehingga peternak dapat menurunkan biaya pemeliharaan ternak. KESIMPULAN Hasil Penelitian produksi bahan pakan ternak dari ampas tahu dengan fermentasi menggunakan EM4 dapat disimpulkan bahwa pH awal dan lama waktu fermentasi mempengaruhi kadar serat kasar, protein kasar, kadar air, dan rendemen bahan pakan ternak. Kombinasi perlakuan pH awal dan lama waktu fermentasi terbaik yaitu perlakuan pH awal 6 dan lama waktu fermentasi 12 jam yang menghasilkan kadar serat kasar sebesar 3,29%, kadar protein kasar sebesar 15,35%, kadar air sebesar 10,50% dan rendemen sebesar 21,65%. Perlakuan tersebut belum memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI untuk kadar protein dan untuk kadar serat kasar dan kadar air telah memenuhi standar yang disyaratkan oleh SNI. DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1994. Ilmu Makanan Ternak Unggas: Kemajuan Mutakhir. UI. Press. Jakarta.

Gambar 5 perlakuan terbaik bahan baku ternak

Industri tahu dapat melakukan produksi bahan pakan dari ampas tahu karena perlakuan untuk menghasilkan ampas tahu yang memiliki kadar protein tinggi dan serat kasar rendah sangat mudah dan dengan waktu yang relatif singkat. Selain itu pengolahan ampas tahu menjadi bahan pakan dapat menambah nilai jual ampas tahu yang awalnya hanya dijual dalam keadaan segar dengan harga yang murah kemudian dijual dalam keadaan sudah menjadi bahan pakan dengan harga yang lebih tinggi. Dengan

Anggraeni, Y. P., & Yuwono, S. S. (2013). PENGARUH FERMENTASI ALAMI PADA CHIPS UBI JALAR (Ipomoea batatas) TERHADAP SIFAT FISIK TEPUNG UBI JALAR TERFERMENTASI [IN PRESS APRIL 2014]. Jurnal Pangan dan Agroindustri, 2(2), 59-69. Asmoro, L. C., Kumalaningsih, S., dan Mulyadi, A. F. 2012. Karakteristik Organoleptik Biskuit Dengan Penambahan Tepung Ikan Teri Nasi (Stolephorus spp.). Skripsi. Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya. Malang.

Azizah, N., Al, A. N., & Baarri, S. M. (2012). Pengaruh Lama Fermentasi Terhadap Kadar Alkohol, pH, dan Produksi Gas pada Proses Fermentasi Bioetanol dari Whey dengan Substitusi Kulit Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 1(3). Elevri, P. A., & Putra, S. R. (2006). Produksi etanol menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang diamobilisasi dengan agar batang. Akta Kimindo, 1(2), 105114.. GINTING, S. P., & KRISNAN, R. (2006). Pengaruh fermentasi menggunakan beberapa strain Trichoderma dan masa inkubasi berbeda terhadap komposisi kimiawi bungkil inti sawit. In Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner Hal (Vol. 939, p. 944). Hardiningsih, R., Napitupulu, R. N. R., & Yulinery, T. I. T. I. N. (2006). Isolasi dan uji resistensi beberapa isolat Lactobacillus pada pH rendah. Jurnal Biodiversitas, 7, 15-17. Isvisena, Y., Kumalaningsih, S., & Mulyadi, A. F. 2014. Pembuatan Pupuk Kompos Dari Campuran Jerami Nangka Dengan Kotoran Kelinci Menggunakan Dekomposer MA11.(Kajian Lama Ferenetasi Dan Proporsi Bahan). Skripsi. Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. Jayanti, D. (2013). ISOLASI, KARAKTERISASI, DAN AMOBILISASI α-AMILASE DARI Aspergillus oryzae FNCC 6004. Chem Info Journal, 1(1), 76-84. JUWITA, R. (2012). STUDI PRODUKSI ALKOHOL DARI TETES TEBU (Saccharum officinarum L) SELAMA PROSES FERMENTASI (Doctoral dissertation). Karlina, S. 2008. Pengaruh fermentasi ragi tape dan lama fermentasi terhadap mutu tape ubi jalar. Skripsi. Universitas Sumatra Utara. Mathius, I. W., & Sinurat, A. P. (2001). Pemanfaatan bahan pakan inkonvensional untuk ternak. Wartazoa, 11(2), 20-31.

Nuraini. 2009. Performa Broiler dengan Ransum Mengandung Campuran Ampas Sagu dan Ampas Tahu yang Difermentasi dengan Neurospora crassa. Media Peternakan 32 (3): 196-203 Parakkasi, A. 1991. Ilmu nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. Universitas Indonesia. Jakarta. Sinurat, A. P., Purwadaria, T., Bintang, I. A. K., & Pasaribu, T. (2014). Peningkatan nilai gizi solid heavy phase dalam ransum unggas sebagai pengganti jagung. JITV, 19(1). Pramono, Y. B., Harmayani, E., & Utami, T. (2003). Kinetika pertumbuhan Lactobacillus plantarum dan Lactobacillus sp pada media MRS cair. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 14(1), 46-50. Sadzali, Imam. 2010. Potensi Limbah Tahu Sebagai Biogas. Jurnal UI Untuk Bangsa Seri Kesehatan, Sains, dan Teknologi 1 (12) :62-69 Sandi, S., & Saputra, A. (2012, September). The Effect of Effective Microorganisms-4 (Em 4) Addition on the Physical Quality of Sugar Cane Shoots Silage. In International Seminar on Animal Industry. Santoso, U. (2007). CHANGE IN CHEMICAL COMPOSITION OF CASSAVA LEAVES FERMENTED BY EM4. JSPI, 2(2), 9-12. Sianipar, J. Dan Simanihuruk, K. 2009. Performans Kambing Sedang Tumbuh yang Mendapat Pakan Tambahan Mengandung Silase Kulit Buah Kakao. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Galang. Sudarmadji, S., R. Kasimdjo., Sarjono, D., Wibowo, S., Margino dan Endang, S.R. 1989. Mikrobiologi Pangan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. Suparmo. 1989. Aspek Nutrisi Proses Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas GadjahMada, Yogyakarta.

Suryani, Y., Oktavia, A. B., & Umniyati, S. (2010). Isolasi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat dari Limbah Kotoran Ayam sebagai Agensi Probiotik dan Enzim Kolesterol Reduktase. Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi. Biota. 12 (3): 177, 185. Tamime, A. and K. Robinson. 2008. Yoghurt : Science and Technology. CRC Press. Cambridge London.

padatan kering lumpur organik unit gas bio. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan, 23(2), 14-18. Winarno, F.G dan S. Fardiaz. 1980. Biofermentasi dan Biosintesis Protein. Angkasa. Bandung. Winarno, F. G. 2000. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Duldjaman, M. (2004). Penggunaan ampas tahu untuk meningkatkan gizi pakan domba lokal. MEDIA PETERNAKANJournal of Animal Science and Technology, 27(3)

Winedar, Hanifiasti. 2006. Daya Cerna Protein Pakan, Kandungan Protein Daging, dan Pertambahan Berat Badan Ayam Broiler setelah Pemberian Pakan yang Difermentasi dengan Effective Microorganisms-4 (EM-4). Bioteknologi 3 (1): 14-19

Thontowi, A., & Nuswantara, S. (2012). Efek Sumber Karbon Berbeda terhadap Produksi â-Glukan oleh Saccharomyces Cerevisiae pada Fermentor Air Lift.Jurnal Natur Indonesia, 13(02).

Wuryantoro, S. (2000). Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Hay Padi Teramonisasi Yang Difermentasi Dengan Cairan Rumen. Fakultas Kedokteran Hewan. Universitas Airlangga. Surabaya, 47.

Fajarudin, M. W., Junus, M., & Setyowati, E. (2014). Pengaruh lama fermentasi EM-4 terhadap kandungan protein kasar