Profil Produksi Alkohol dari Whey dan Ampas Tebu
Research Note
PROFIL PRODUKSI ALKOHOL DARI FERMENTASI WHEY DAN AMPAS TEBU A. N. Al-‐Baarri, A. M. Legowo, M. T. Fawaid ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil kadar alkohol, pH, dan produksi gas dari whey dan air
dari ampas tebu yang difermentasi dengan ragi roti (Saccharomyces cerevisiae) selama 60 jam fermentasi dalam suhu kamar. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap dengan 5 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah lama fermentasi 12, 24, 36, 48, dan 60 jam sebagai perlakuan T1, T2, T3, T4, dan T5. Variabel yang diuji adalah kadar alkohol, profil pH, dan produksi gas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama fermentasi berpengaruh nyata terhadap kadar alkohol, pH dan produksi gas. Penelitian ini berhasil menghasilkan alkohol hingga mencapai kadar maksimal sebesar 1,75%. Nilai pH yang dihasilkan mencapai titik paling rendah sebesar 3,61. Produksi gas yang dihasilkan dapat mencapai 5,40 cL. Berdasarkan tingginya kadar alkohol, maka lama fermentasi 48 jam adalah lama fermentasi terbaik karena berhasil diproduksi kadar alkohol tertinggi. Kata kunci : fermentasi, whey, ampas tebu, alkohol, pH, gas. PENDAHULUAN Whey adalah hasil sampingan proses pengolahan keju yang kini makin banyak digunakan untuk berbagai macam kepentingan, baik sebagai tambahan pangan maupun untuk diambil komponen bioaktifnya (Al-‐Baarri et al., 2011) Keju merupakan produk segar atau matang yang dibuat dengan cara mengkoagulasikan protein susu, skim susu, atau susu yang diperkaya dengan krim (Legowo et al., 2009). Whey merupakan serum susu yang dihasilkan setelah proses pemisahan kasein dan lemak selama pengendapan (koagulasi) protein susu. Jika tidak dimanfaatkan, maka whey dari proses pengolahan keju termasuk dalam kategori limbah industri. Sebagai limbah, whey harus dibuang atau diproses dengan cara yang tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Ling, 2008). Whey merupakan salah satu penyebab masalah lingkungan, tetapi di sisi lain whey masih memiliki kandungan nutrisi yang tinggi seperti protein, peptide fungsional, lipid, mineral, vitamin, dan laktosa (Guimarães et al., 2010). Oleh karena itu whey memiliki potensi besar untuk diubah menjadi sesuatu yang bernilai tambah terutama kandungan laktosa yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi alkohol dalam bentuk bioethanol. Bioetanol adalah cairan biokimia pada proses fermentasi dari sumber karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme dilanjutkan dengan proses destilasi (Bustaman, 2008, Kusmiyati, 2010). Bioetanol dapat dibuat
dari bahan yang mengandung gula sederhana, pati, maupun bahan berserat melalui proses fermentasi. Oleh karena itu whey termasuk bahan yang dapat digunakan untuk membuat bioetanol karena mengandung laktosa. Tetapi karena kandungan gula yang terdapat pada whey relatif sedikit, akan sedikit kemungkinannya untuk dapat menghasilkan alkohol yang tinggi sehingga diperlukan bahan tambahan yang dapat meningkatkan produksi alkohol. Penelitian ini akan menggunakan bahan tambahan berupa ampas tebu, karena ampas tebu masih memiliki kandungan gula yang tinggi. Kandungan gula yang masih tinggi pada ampas tebu dapat digunakan untuk meningkatkan kadar gula dalam whey dalam pembuatan bioetanol. Ampas tebu merupakan bahan berbasis lignoselulosa memiliki substrat yang cukup kompleks karena didalamnya terkadung lignin, polisakarida, zat ekstraktif, dan senyawa organik lainnya. Dalam kaitan konversi biomassa seperti bagase menjadi bioetanol, bagian yang terpenting adalah polisakarida, karena polisakarida tersebut akan dihidrolisis menjadi monosakarida seperti glukosa, sukrosa, xilosa, arabinosa dan lain-‐lain sebelum dikonversi menjadi alkohol. Diperkirakan kandungan polisakarida pada tebu mencapai lebih dari 70% yang terbagi atas selulosa (50%-‐55%) dan hemiselulosa (15%-‐20%). Kandungan lignin diperkirakan hanya sekitar 20-‐30%. Pada biomassa lignoselulosa hanya selulosa dan hemiselulosa yang bisa diolah menjadi monosakarida untuk pembuatan etanol (Gozan et al., 2007). Pada proses fermentasi, laktosa pada whey akan digunakan oleh Saccharomyces cerevisiae sebagai sumber Dikirim 27/12/2012, diterima 30/1/2013. Penulis A. N. Al-‐Baarri dan energi. S. cerevisiae dapat dengan mudah diperoleh dari ragi A. M. Legowo adalah dari Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas roti. Ragi roti merupakan bahan bentuk kering yang di Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. dalamnya terdapat sel-‐sel S. cerevisiae yang siap untuk Penulis M. T. Fawaid adalah dari Program Studi Teknologi Hasil diaktifkan (Hastuti, 2012). S. cerevisiae memiliki kemampuan Ternak, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. Kontak langsung dengan penulis A. N. Al-‐Baarri untuk mengubah karbohidrat menjadi etanol. Penambahan polisakarida dari ampas tebu akan meningkatkan gula (
[email protected]) reduksi sehingga dapat menunjang kehidupan S. cerevisiae. ©2013 Indonesian Food Technologist Community Semakin besar aktifitas S. cerevisiae diharapkan semakin Available online at www.journal.ift.or.id banyak alkohol yang dapat dihasilkan. 48 Vol. 2 No. 1 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Profil Produksi Alkohol dari Whey dan Ampas Tebu Pada saat proses produksi bioetanol, lama waktu Prosedur pengukuran produksi gas fermentasi sangat berperan besar dalam menentukan Pengamatan produksi gas di lakukan pada waktu 12, kuantitas alkohol yang dihasilkan. Penelitian mengenai whey 24, 36, 48 dan 60 jam selama proses fermentasi dengan cara yang difermentasi untuk menghasilkan bioetanol belum diamati dan diukur skala penurunan volume air yang banyak dilakukan, oleh karena itu diperlukan penelitian terdapat pada gelas ukur sebagai tabung penangkap gas tentang produksi alkohol dari fermentasi whey. Berdasarkan (Azizah et al., 2012). penelitian sebelumnya, semakin lama fermentasi maka akan Rancangan penelitian yang dilakukan dalam semakin banyak dihasilkan alkohol namun tidak selamanya penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) akan menghasilkan kuantitas yang linear dengan waktu dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan sehingga ada 20 unit fermentasi (Azizah et al., 2012). Lama fermentasi dibutuhkan percobaan. Perlakuan yang digunakan adalah T1, T2, T3, T4, waktu hingga 60 jam. Kadar alkohol tertinggi pada penelitian dan T5 masing-‐masing untuk lama fermentasi 12, 24, 36, 48, tersebut adalah 36 jam inkubasi (dengan produksi alkohol dan 60 jam. sebesar 2,25%). Perlakuan terdiri dari whey dan ampas tebu yang Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar diambil airnya melalui tahap pemanasan dengan alkohol, pH, dan produksi gas dari fermentasi whey dan air menggunakan air. Whey dan air dari ampas tebu yang dari ampas tebu. Manfaat yang diperoleh dalam penelitian digunakan adalah dengan perbandingan 1:1. Perbandingan ini adalah dapat memberikan informasi dan pengetahuan ini didapatkan dari hasil penelitian pendahuluan dimana mengenai pemanfaatan hasil sampingan pembuatan keju perbandingan whey dan air dari ampas tebu dengan rasio yakni whey dan juga limbah tebu yang difermentasi dengan 1:1 merupakan rasio terbaik dengan produksi kadar alkohol ragi roti terhadap kadar alkohol, pH, dan produksi gas serta tertinggi (data tidak ditampilkan). dapat memberikan referensi waktu yang tepat untuk memperoleh alkohol apabila nantinya penelitian dijadikan HASIL DAN PEMBAHASAN referensi bagi dunia industri. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rerata kadar alkohol, pH, dan produksi gas setiap perlakuan MATERI DAN METODE disajikan pada Tabel 1. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2011 di Laboratorium Ilmu Tabel 1. Rerata Kadar Alkohol, Nilai pH dan Produksi Gas Selama Kesehatan Ternak, Laboratorium Ilmu dan Makanan Ternak, Proses Fermentasi 60 Jam Perlakuan Kadar Alkohol pH Produksi Gas Laboratorium Fisiologi dan Biokimia Ternak serta (%) (cL) Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan b a e T1 1,21±0,98 3,94±0,04 4,10±1,83 Universitas Diponegoro Semarang. b b d T2 1,33±0,45 3,89±0,04 4,68±1,26 b b c T3 1,41±0,84 3,85±0,01 4,85±2,65 a b b Materi T4 1,75±0,52 3,84±0,03 5,08±3,65 b b a Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah T5 1,33±0,48 3,61±0,18 5,40±1,71 whey dari perusahaan keju “Bukit Baros Cempaka” Salatiga, Keterangan: cL: centiliter; Superskrip huruf yang berbeda pada ampas tebu, ragi roti “Fermipan”, gula, aquades, kapas, kolom menunjukkan adanya perbedaan (P<0,05); T1: fermentasi 12 aluminium foil, tisu, alkohol 70%. Peralatan yang digunakan jam; T2: fermentasi 24 jam; T3: fermentasi 36 jam; T4: fermentasi adalah filtering flask 1000 ml, selang ø 1 cm, gelas ukur, 48 jam; T5: fermentasi 60 jam. nampan, beker gelas, magnetic stirrer, inkubator, autoclave, Kadar Alkohol Selama Fermentasi timbangan analitik, piknometer, pH meter, dan bunsen. Berdasarkan hasil penelitian bahwa rerata kadar Alat yang digunakan dalam pengukuran produksi gas alkohol paling tinggi yaitu pada lama fermentasi 48 jam (T4). terdiri dari filtering flask 1000 ml yang dihubungkan dengan Hal ini dimungkinkan karena telah tercapainya kemampuan gelas ukur 250 ml melalui selang. Gelas ukur terlebih dahulu S. cerevisiae dalam mengkonversi gula menjadi alkohol. dilubangi sesuai dengan besar selang. Gelas ukur diletakkan Produksi alkohol tertinggi masing-‐masing peneliti, adalah pada posisi terbalik dan diisi dengan air. Selama proses berbeda-‐beda. Whey ketika dicampur ditambah dengan fermentasi, terjadi produksi gas yang akan menyebabkan ekstrak nanas, akan menghasilkan kadar alkohol maksimum penurunan air di dalam gelas ukur. Jumlah penurunan sebesar 2,25% (Azizah et al., 2012). Ketika digunakan S. volume air, identik dengan produksi gas yang dihasilkan. cerevisiae kultur murni (F2) maka kadar alkohol dapat meningkat tajam. Penelitian grup kami sebelumnya, telah Prosedur pengujian kadar alkohol Prosedur pengujian kadar alkohol dilakukan dengan menganalisis kemampuan kultur murni dalam mengkonversi metode piknometer sebagaimana telah dilakukan pada gula menjadi alkohol dan dapat mencapai 5,10% (Anwar et al., 2012). Ketika digunakan cheese whey powder untuk penelitian sebelumnya (Prametha et al., 2013). fermentasi, maka produksi alkohol sebesar 2,25% (Ozmihci and Kargi, 2008). Prosedur pengujian pH Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan Prosedur pengujian pH dilakukan dengan mengukur suhu sampel terlebih dahulu kemudian mengatur suhu pH oleh peneliti lain tersebut, dapat disimpulkan bahwa produksi alkohol sangatlah bervariasi tergantung pada jenis meter pada suhu yang terukur. 49 Vol. 2 No. 1 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Profil Produksi Alkohol dari Whey dan Ampas Tebu substrat, suhu, pH, dan mikroba yang digunakan. Substrat terjadi pada kadar alkohol yang dihasilkan. Tetapi kadar merupakan bahan baku fermentasi yang mengandung alkohol mengalami kenaikan hanya sampai pada lama nutrien-‐nutrien yang dibutuhkan oleh mikroba untuk fermentasi 48 jam. Gas yang dihasilkan pada proses tumbuh maupun menghasilkan produk fermentasi. Nutrien fermentasi alkohol oleh Saccharomyces cerevisiae dapat yang paling dibutuhkan oleh mikroba baik untuk tumbuh menghambat aktivitas dari S. cerevisiae itu sendiri sehingga maupun untuk menghasilkan produk fermentasi adalah aktivitasenya dapat menurun, akibatnya, produksi gasnya karbohidrat. juga dapat menurun. Hal ini dapat terlihat pada hasil Karbohidrat merupakan sumber karbon yang penelitian dengan lama fermentasi 60 jam. Pada lama berfungsi sebagai penghasil energi bagi mikroba. Substrat fermentasi ini, terjadi penurunan kadar alkohol dan terjadi yang digunakan dalam penelitian ini adalah whey yang kenaikan produksi gas jika dibandingkan dengan lama disubstitusi dengan air dari ampas tebu dengan fermentasi 48 jam. perbandingan 1:1. Whey mengandung karbohidrat dari jenis laktosa, sedangkan ampas tebu mengandung karbohidrat KESIMPULAN dari jenis sukrosa. Hasil uji laboratorium menunjukkan total Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan gula dari campuran whey dan air dari ampas tebu masing-‐ bahwa perlakuan lama fermentasi akan sangat menentukan masing adalah 4,21% dan 2,34%. Gula dari kedua substrat jumlah produksi alkohol. Kadar alkohol tertinggi, dicapai saat tersebut akan digunakan S. cerevisiae akan mengkonversi lama fermentasi 48 jam. Nilai pH selama proses fermentasi gula menjadi alkohol karena adanya enzim invertase, terlihat menurun dan produksi gas terlihat mengalami maltase, zymase protease (Walker, 2000). peningkatan. Nilai pH Selama Fermentasi UCAPAN TERIMAKASIH Nilai pH dapat mempengaruhi pertumbuhan S. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. cerevisiae. Oleh karena itu, pada awal pelaksanaan Anang M Legowo yang telah memberikan bimbingan secara penelitian, substrat yang akan dipakai terlebih dahulu diuji khusus pada penelitian dan penulisan artikel ini. pH nya. Berdasarkan hasil uji pH sebelum penelitian, pH dari campuran whey dan air ampas tebu masing-‐masing adalah DAFTAR PUSTAKA 4,82 dan 4,50. Al-‐Baarri, A. N., Ogawa, M. & Hayakawa, S. 2011. Application Berdasarkan data pada Tabel 1, maka semakin lama of lactoperoxidase system using bovine whey and the waktu fermentasi, nilai pH semakin menurun. Hal itu effect of storage condition on lactoperoxidase disebabkan karena produk fermentasi yang dihasilkan activity. International Journal of Dairy Science, 6, 72– adalah alkohol dan asam organik. Alkohol adalah bersifat 78. asam sehingga ketika waktu produksi alkohol semakin Anwar, M. S., Al-‐Baarri, A. N. & Legowo, A. M. 2012. Volume banyak, maka akan semakin menurunkan nilai pH. Nilai pH gas, pH dan kadar alkohol pada proses produksi yang terbaik untuk produksi etanol adalah 4,5 (Elevri and bioetanol dari acid whey yang difermentasi oleh Putra, 2006). Nilai pH pada penelitian ini berkisar 3,61–3,94, Saccharomyces cerevisiae. Jurnal Aplikasi Teknologi artinya kondisi optimum untuk pertumbuhan S. cerevisiae Pangan, 1, 133–146. tidak tercapai. Nilai pH dengan kisaran 4,5 dimungkinkan Azizah, N., Al-‐Baarri, A. N. & Mulyani, S. 2012. Pengaruh tercapai pada awal masa fermentasi (0–12 jam). Jika kondisi lama fermentasi terhadap kadar alkohol, pH, dan optimum dapat dicapai sepanjang masa fermentasi, maka produksi gas pada proses fermentasi bioetanol dari dapat menghasilkan alkohol yang lebih besar. Hal ini nampak whey dengan substitusi kulit nanas. Jurnal Aplikasi pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa Teknologi Pangan, 1, 82–86. kadar alkohol tertinggi dicapai pada masa fermentasi 0–12 Bustaman, S. 2008. Strategi Pengembangan Bio-‐etanol jam (Anwar et al., 2012). Berbasis Sagu di Maluku. Perspektif, 7, 65 – 79. Elevri, P. A. & Putra, S. R. 2006. Produksi Etanol Produksi Gas CO2 Menggunakan Saccharomyces cerevisiae yang Fermentasi whey oleh S. cerevisiae akan Diamobilisasi dengan Agar Batang. Akta Kimindo, 1, menghasilkan alkohol dan CO2 (Walker, 2000). Sebanyak 1 105–114. molekul glukosa akan dipecah menjadi 2 molekul alkohol Gozan, M., Samsuri, M., Fani, S. H., Bambang, P. & Nasikin, dan 2 molekul gas CO2 (Hambali et al., 2008). Gas ini M. 2007. Sakarifikasi dan fermentasi bagas menjadi mempunyai perbandingan stoikiometri yang sama dengan ethanol menggunakan enzim selulase dan enzim alkohol yaitu 1:1. Walaupun secara teori perbandingan sellobiase. Jurnal Teknologi, 3. antara produksi gas dengan produksi alkohol adalah Guimarães, P. M. R., Teixeira, J. A. & Domingues, L. 2010. stokiometri 1:1, namun pada kenyataanya hanya 70-‐80% gas Fermentation of Lactose to Bio-‐Ethanol by Yeasts as yang dapat diukur (Richana, 2011). Part of Integrated Solutions for The Valorisation of Data produksi gas sebagaimana tertera pada Tabel 1, Cheese Whey. Biotechnology Advances, 28, 375–384. mengalami kenaikan seiring dengan bertambahnya lama Hambali, E., Mudjalipah, S., Halomoan, A., Pattiwiri, A. B. & fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa lama fermentasi Hendroko, R. 2008. Teknologi Bioenergi. PT. berkorelasi positif dengan produksi gas. Hal serupa juga Agromedia Pustaka, Jakarta. 50 Vol. 2 No. 1 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan
Profil Produksi Alkohol dari Whey dan Ampas Tebu Hastuti, S. D. 2012. Suplementasi β-‐glucan dari ragi roti Ozmihci, S. & Kargi, F. 2008. Fermentation of cheese whey (Saccharomyces cerevisiae) dalam pakan terhadap powder solution to ethanol in a packed-‐column aktivitas fagositosis, aktivitas NBT, total protein bioreactor: effects of feed sugar concentration. plasma dan aktivitas aglutinasi darah ikan nila Journal of Chemical Technology and Biotechnology, (Orechromis niloticus). Depik, 1, 149–155. 84, 106–111. Kusmiyati. 2010. Perbandingan umbi iles-‐iles dan singkong Prametha, N. M., Legowo, A. M. & Al-‐Baarri, A. N. 2013. sebagai substrat fermentasi Saccharomyces cerevisiae Pemanfaatan susu kadaluwarsa dengan fortifikasi dalam produksi bioetanol. Bioteknologi, 7, 63-‐72. kulit nanas untuk produksi bioetanol. Jurnal Aplikasi Legowo, A. M., Kusrahayu & Mulyani, S. 2009. Ilmu dan Teknologi Pangan, 2, 30–35. Teknologi Susu. Badan Penerbit Universitas Richana, N. 2011. Bioetanol: Bahan baku, produksi dan Diponegoro, Semarang. pengendalian mutu. Penerbit Nuansa, Bandung. Ling, K. C. 2008. Whey to Ethanol: A Biofuel Role for Dairy Walker, G. M. 2000. Yeast Physiology and Biotechnology. Cooperatives? USDA Rural Development Research John Wiley & Sons, England. Report 214.
51 Vol. 2 No. 1 – Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan