I. PENDAHULUAN
tempat :ketinggian tempat diatas permukaan laut dalam hektometer (1hm = 100 m.) Kabupaten Cianjur memiliki ketinggian tempat 0-2962 m dpl (meter diatas permukaan laut) memanjang dari arah selatan sampai utara. Dari ketinggian tersebut, yang ditanami tanaman pertanian berkisar antara 0-1500 m dpl (potensi Kecamatan Pacet, 2004). Berdasarkan ketinggian tersebut memungkinkan bervariasinya tanaman pertanian utama di tiap wilayah Cianjur. Dengan demikian, memungkinkan dilakukan penelitian ini di Kabupaten Cianjur. h
1.1. Latar Belakang Kabupaten Cianjur memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan kultur masyarakat Cianjur yang sebagian besar petani. (BPS Kabupaten Cianjur, 2003). Untuk itu perlu dilakukan pengembangan di berbagai sektor, terutama sektor pertanian. Salah satu strategi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur dalam Renstra tahun 2001-2005 adalah melakukan pengembangan agribisnis tanaman pertanian utama di wilayah sentra produksi. Dengan demikian, Kabupaten Cianjur diharapkan menjadi salah satu andalan untuk terwujudnya Cianjur sebagai salah satu pusat agribisnis dan pariwisata Jawa Barat (Dinas Pertanian Cianjur, 2004). Kabupaten Cianjur memiliki sejumlah tanaman pertanian utama yang komparatif dan kompetitif. Mengingat jumlah tanaman pertanian utama cukup banyak, maka tidak mungkin dikembangkan seluruhnya, sehingga perlu dilakukan pemilihan berdasarkan berbagai pertimbangan, salah satunya ketinggian tempat. Ketinggian tempat merupakan salah satu faktor pengendali iklim yang berpengaruh kuat terhadap suhu udara. Suhu udara berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme terutama fotosintesis dan respirasi tanaman. Pada suhu lingkungan lebih rendah daripada suhu dasar maka pertumbuhan tanaman berhenti (dorman), sedangkan apabila suhu lingkungan lebih tinggi dari pada suhu maksimum maka tanaman akan mati (letal). Dari aspek hubungan iklim-tanaman dikenal suhu kardinal meliputi kisaran kesesuaian suhu minimum, optimum dan maksimum untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Kisaran toleransi terhadap suhu yang berbeda tiap kultivar menyebabkan kisaran toleransi terhadap ketinggian tempat yang berbeda-beda pula untuk tiap jenis kultivar (Nasir, 2003). Perubahan suhu udara terhadap ketinggian tempat di Indonesia menurut Braak (1929) yaitu -0,61oC untuk setiap kenaikan ketinggian tempat 100 meter. Perubahan suhu udara terhadap ketinggian tempat di Indonesia berdasarkan suhu rata-rata pantai 26,3 oC. Berdasarkan lapse rate suhu tersebut maka dapat dituliskan persamaan Braak sebagai berikut : Tz1 = (26,3 – 0,61 x h ) oC Tz1 :suhu udara rata - rata tahunan pada suatu
1.2. Tujuan 1) Mendapatkan gambaran mengenai kondisi khusus tempat studi kasus di Kabupaten Cianjur. 2) Mempelajari pengaruh ketinggian tempat terhadap produktivitas tanaman utama di tiap wilayah Kabupaten Cianjur.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Kabupaten Cianjur Kabupaten Cianjur berada ditengah propinsi Jawa Barat pada jarak sekitar 65 Km dari ibukota Propinsi (Bandung) dan 120 Km dari ibukota negara (Jakarta) dan terletak diantara 6 o21’LS – 7 o25’LS dan 106 o42’BT – 107 o25’BT. Keadaan topografi Kabupaten Cianjur sebagian besar berupa daerah pegunungan, berbukit – bukit dan sebagian merupakan dataran rendah, dengan ketinggian 0 meter sampai dengan 2.962 meter di atas permukaan laut (Puncak Gunung Gede), dengan kemiringan antara 1 sampai 40 %. Wilayah Kabupaten Cianjur meliputi areal seluas 350.148 Ha terdiri dari 26 kecamatan, 6 kelurahan dan 341 desa. Masing – masing wilayah mempunyai kondisi khusus baik dari segi sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Dilihat dari sifat morfologis berdasarkan azas – azas pembentukannya tanah dan relasi antara tanah, tanaman dan aktifitas manusia, maka tanah di Kabupaten Cianjur dibagi menjadi beberapa jenis (soil group). 2.2. Tanaman Padi (Oryza spp.) Tanaman padi berasal dari dua benua yaitu Asia dan Afrika Barat. Bukti sejarah memperlihatkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina) sudah dimulai pada 3.000 tahun SM. Fosil butir padi dan gabah ditemukan di Hastinapur Uttar Pradesh India sekitar 100-800 SM. Padi tumbuh di daerah
1
tropis atau subtropis pada 45o LU sampai 45o LS dengan cuaca panas, kelembaban tinggi, musim hujan 4 bulan dan memerlukan ratarata curah hujan 200 mm/bulan atau 15002000 mm/tahun. Di dataran rendah padi memerlukan ketinggian 0-650 m dpl dengan suhu 22-27 oC, sedangkan di dataran tinggi 650-1.500 m dpl dengan temperatur 19-23 oC (Siregar, 1981) Pada tahun 2005 luas panen padi Indonesia mencapai 11.839.060 ha dengan produktivitas rata-rata sebesar 4,57 ton/ha/tahun, serta produksi padi nasional adalah 54.151.097 ton. Pada tahun yang sama hampir 18% produksi padi nasional dipasok dari Jawa Barat (http://www.bps.go.id/sector/ agri/pangan/tables.shtml). 2.3. Tanaman Jagung (Zea mays L.) Tanaman jagung berasal dari Amerika. Jagung masuk ke Indonesia sekitar abad ke-16 orang Portugal. Orang Belanda menamakannya mais dan orang Inggris menamakannya corn. Jagung tumbuh di daerah 50o LU sampai 40o LS. Pada lahan tidak beririgasi, jagung memerlukan curah hujan 85-200 mm/bulan. Jagung memerlukan suhu antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimumnya antara 23-27 oC. Jagung dapat ditanam di Indonesia mulai dari dataran rendah sampai di daerah pegunungan yang memiliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Daerah dengan ketinggian antara 0-600 m dpl merupakan ketinggian yang optimum bagi pertumbuhan tanaman jagung (Purwono dan Hartono, 2005) Pada tahun 2005 luas panen jagung di Indonesia mencapai 3.625.987 ha dengan produktivitas rata-rata sebesar 3,45 ton/ha/tahun, serta produksi jagung nasional adalah 12.523.894 ton. Pada tahun yang sama hanya 5 % produksi jagung nasional dipasok dari Jawa Barat (http://www.bps.go.id/ sector/agri/pangan/ tables. shtml). 2.4. Tanaman Kedelai (Glycine max L.) Tanaman kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Di Indonesia dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman makanan dan pupuk hijau. Kedelai tumbuh di daerah dengan curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan. Untuk mendapatkan hasil optimal, kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm/bulan. Kedelai memerlukan suhu antara 21-34 oC, akan tetapi suhu optimumnya 23-27 oC. Kedelai biasanya akan tumbuh baik pada ketinggian tidak lebih dari 500 m dpl (Adisarwanto, 2005)
Pada tahun 2005 luas panen kedelai di Indonesia mencapai 621.541 ha dengan produktivitas rata-rata sebesar 1,3 ton/ha/tahun, serta produksi kedelai nasional adalah 808.353 ton. Pada tahun yang sama hanya 3 % produksi padi nasional dipasok dari Jawa Barat (http://www.bps.go.id/sector/agri/ pangan/tables.shtml). Pertanaman kedelai di Indonesia umumnya diusahakan secara rotasi dengan tanaman padi. Varietas umur genjah sangat ditekankan agar kedelai dapat masuk dalam pola rotasi tanaman. Tanaman kedelai produksinya lebih tinggi di dataran rendah. (Sumarno dan Harnoto, 1983 dalam Karsono, 1984). 2.5 Tanaman Kacang Tanah ( Arachis hypogeae L.) Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari Brazilia. Penanaman pertama kali dilakukan oleh orang Indian. Kacang Tanah ini pertama kali masuk ke Indonesia pada awal abad ke17, dibawa oleh pedagang Cina dan Portugis. Bahasa Inggris dari kacang tanah adalah "peanut" atau "groundnut". Curah hujan yang sesuai untuk tanaman kacang tanah antara 800-1.300 mm/tahun. Suhu udara bagi tanaman kacang tanah sekitar 28-32 oC. Ketinggian tempat yang baik untuk tanaman kacang tanah adalah pada ketinggian sekitar 500 m dpl 2.6. Klasifikasi Iklim Schmidth - Ferguson Sistem klasifikasi ini banyak digunakan dalam bidang kehutanan dan perkebunan. Penentuan tipe iklim menurut klasifikasi ini hanya memperhatikan unsur iklim hujan dan memerlukan data hujan bulanan paling sedikit 10 tahun (Koesmaryono dan Handoko, 1995). Kriteria yang digunakan dalam penentuan bulan kering, bulan lembab dan bulan basah adalah sebagai berikut: • Bulan kering (BK): Bulan dengan C < 60 mm. • Bulan Lembab (BL : Bulan dengan CH antara 60 – 100 mm. • Bulan Basah (BB) : Bulan dengan CH > 100 mm 2.7. Klasifikasi Iklim Oldeman Klasifikasi ini digunakan terutama untuk keperluan pertanian di Indonesia. Dasar yang digunakan yaitu adanya bulan basah yang berturut-turut dan bulan kering yang berturutturut, dimana semua ini dihubungkan dengan kebutuhan pertanaman padi di sawah serta palawija terhadap air (Kartasapoetra, 1993).
2