PROFESIONALISME GURU DI YAYASAN BNKP GUNUNGSITOLI

Laporan Akhir Hasil Penelitian ini, disampaikan kepada Ketua STT BNKP Sundermann; Ketua ... PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

29 downloads 566 Views 1MB Size
PROFESIONALISME GURU DI YAYASAN BNKP GUNUNGSITOLI Oleh: Delipiter Lase | 2318117501 Laporan Akhir Hasil Penelitian ini, disampaikan kepada Ketua STT BNKP Sundermann; Ketua Program S1 Pendidikan Agama Kristen dan Kepala Lembaga Penelitian STT BNKP Sundermann

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus maha Pengasih, atas penyertaan-Nya hingga penelitian dapat diselesaikan dan laporan hasilnya disampaikan kepada Pimpinan STT BNKP Sundermann. Sejak awal pasca seminar proposal (Juni 2016), konsistensi terhadap jadwal pelaksanaan penelitian ini sampai kepada seminar hasil, jauh dari yang diharapkan mengingat banyaknya aktivitas penulis di triwulan ke-3 tahun 2016 dan triwulan ke-1 tahun 2017. Namun, karena rasa tanggung jawab moral, pada akhirnya penelitian ini dirampungkan dengan segala kelemahan dan kekurangannya. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan penelitian ini, dukungan dari berbagai pihak turut memperlancar pelaksanaan penelitian, karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sedalamnya kepada: 1. Ketua STT BNKP Sundermann, Pdt. Yunelis Ndraha, M.Th yang telah bersedia memfasilitasi proses penelitian mulai dari seminar proposal sampai dengan seminar hasil penelitian. 2. ICCO-KiA dan Ibu Dr. Nieke Admatja, sebagai funding agency penelitian Dosen STT BNKP Sundermann sejak tahun 2014. 3. Bapak Drs. Firman Harefa, M.Si dan Charisman Harefa, M.Kom, masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Yayasan BNKP Gunungsitoli yang telah memberi izin kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di semua satuan pendidikan (sekolah) di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli. 4. Rekan-rekan Dosen STT BNKP Sundermann, atas masukan dan saran yang diberikan pada pelaksanaan seminar proposal penelitian. 5. Kepada Dinas Pendidikan Kota Gunungsitoli, atas kerjasamanya dalam memberikan data hasil UKG dan PKG Kota Gunungsitoli tahun 2015. 6. Bapak/Ibu Kepala Sekolah dan Kepala Tata Usaha Sekolah di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli, atas kerjasamanya untuk menyediakan data yang diperlukan guna menyelesaikan penelitian ini, dan 7. Kepada semua pihak tanpa menyebut nama dan jabatan satu per satu, penulis menghaturkan terimakasih atas dukungannya dalam berbagai bentuk. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan para pihak yang berkepentingan. Gunungsitoli, 27 Maret 2017 Peneliti, Delipiter Lase 2318117501

i

DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar ....................................................................................................

i

Daftar Isi .............................................................................................................

ii

BAB I

: Pendahuluan ...................................................................................

1

A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Rumusan Masalah ....................................................................

7

C. Tujuan Penelitian .....................................................................

8

D. Manfaat Penelitian ...................................................................

8

E. Metodologi Penelitian ..............................................................

8

: Kerangka Teori ..............................................................................

11

A. Profesionalisme Guru ..............................................................

11

B. Kompetensi Profesionalisme Guru ..........................................

13

C. Uji Kompetensi & Penilaian Kinerja .......................................

18

D. Peningkatan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) ...............

18

BAB III : Temuan Penelitian dan Pembahasan ..............................................

22

A. Profesionalisme Guru di Yayasan BNKP Gunungsitoli ..........

22

B. Faktor yang Memengaruhi Profesionalisme Guru ...................

27

BAB II

C. Misi Pengembangan Profesionalisme Keguruan di Yayasan BNKP Gunungsitoli .................................................................

31

D. Skema Peningkatan Profesionalisme Guru di Yayasan BNKP Gunungsitoli .............................................................................

32

E. Temuan Lain ............................................................................

35

F. Siklus Kehidupan Sekolah di Yayasan BNKP Gunungsitoli dan Strategi Pengembangan .....................................................

46

BAB IV : Penutup ..........................................................................................

53

A. Kesimpulan ..............................................................................

53

B. Saran dan Rekomendasi ...........................................................

54

ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak usaha yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan, salah satu di antaranya adalah dengan meningkatkan kualitas guru. Hal ini dapat dipahami karena kualitas sistem pendidikan secara keseluruhan berkaitan erat dengan kualitas guru. Guru memiliki peran yang strategis dalam bidang pendidikan, bahkan sumber pendidikan lain yang memadai sering kali kurang berarti apabila tidak didukung oleh keberadaan guru yang berkualitas. Dengan kata lain, guru merupakan ujung tombak dalam upaya peningkatan kualitas layanan dan hasil pendidikan. Singkatnya, guru merupakan kunci utama dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan. Oleh karena itu, sangatlah wajar bila akhir-akhir ini pengakuan dan penghargaan terhadap profesi guru semakin meningkat, yang diawali dengan dilahirkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005, tentang Guru dan Dosen, kemudian diikuti oleh berbagai peraturan perundang-undangan sebagai turunannya. Guru adalah jabatan profesi sehingga seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional. Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugas dengan selalu berpegang teguh pada etika profesi, independen, produktif, efektif, efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsipprinsip pelayanan prima yang didasarkan pada unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat, dan kode etik yang regulatif.1 Guru sebagai salah satu bagian dari pendidik profesional memiliki tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Dalam melaksanakan tugasnya, guru menerapkan keahlian, kemahiran yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu yang diperolehnya melalui pendidikan profesi. Pengakuan kedudukan guru sebagai 1

Sulipan, dalam http://www.ktiguru.org/index.php/profesiguru, diakses tanggal 8 Mei 2016.

1

tenaga profesional dibuktikan dengan adanya sertifikasi bagi guru dalam jabatan. Selanjutnya, bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi. Hal ini sesuai dengan tujuan diadakannya sertifikasi guru, yaitu: (1) menentukan kelayakan seseorang dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran; (2) peningkatan mutu proses dan hasil pendidikan; dan (3) peningkatan profesionalisme guru (Dikti, 2006). Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, semakin dipertegas bahwa jabatan guru sebagai pendidik merupakan jabatan profesional. Untuk itu, guru yang profesional dituntut untuk terus-menerus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta kebutuhan masyarakat termasuk kebutuhan terhadap sumber daya manusia yang berkualitas dan memiliki kapabilitas untuk mampu bersaing di forum regional, nasional, ataupun internasional. Tuntutan terhadap profesionalisme guru semakin tidak dapat diabaikan dan hal itu merupakan konsekuensi logis dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan yang berkualitas pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Ini juga yang mendasari pelaksanaan Ujian Kompetensi Guru terhadap guru dalam jabatan yang telah berlaku sejak tahun 2012. Uji kompetensi guru ini dilaksanakan secara rutin dan dimaksudkan untuk mengukur derajat profesionalisme guru terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan (PKB) dan bagian dari penilaian kinerja guru (PKG).2 Perkembangan lebih lanjut terkait dengan pengukuran profesionalitas dan kinerja guru ini, adalah pada tahun 2015 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaksanakan pengukuran profesionalisme seluruh guru melalui dua skema yaitu secara akademis dan non-akademis. Pengukuran akademis dilakukan dengan rutin melalui Uji Kompetensi Guru (UKG) setiap tahun. Sedangkan, pengukuran non-akademis dengan melakukan penilaian terhadap kinerja guru. 2

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2012 Tentang Uji Kompetensi Guru.

2

Pengukuran akademis dilakukan untuk untuk mengukur derajat profesionalisme guru terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif. Sementara non-akademis berhubungan dengan kompetensi sosial dan kepribadian pada ranah afektif dan psikomotorik.3 Bagaimana dengan hasil uji kompetensi guru itu sendiri? Pada bulan Januari 2016 lalu, Kemendikbud melalui situs resminya merilis berita dengan topik “7 Provinsi Raih Nilai Terbaik Uji Kompetensi Guru 2015”.4 Sebanyak tujuh provinsi mendapat nilai terbaik dalam penyelenggaraan uji kompetensi guru (UKG) tahun 2015. Nilai yang diraih tersebut merupakan nilai yang mencapai standar kompetensi minimum (SKM) yang ditargetkan secara nasional, yaitu rata-rata 55. Tujuh provinsi tersebut adalah DI Yogyakarta (62,58), Jawa Tengah (59,10), DKI Jakarta (58,44), Jawa Timur (56,73), Bali (56,13), Bangka Belitung (55,13), dan Jawa Barat (55,06). Lebih lanjut disebutkan bahwa jika dirinci lagi untuk hasil UKG untuk kompetensi bidang pedagogik saja, rata-rata nasionalnya hanya 48,94, yakni berada di bawah standar kompetensi minimal (SKM), yaitu 55. Bahkan untuk bidang pedagogik ini, hanya ada satu provinsi yang nilainya di atas rata-rata nasional sekaligus mencapai SKM, yaitu DI Yogyakarta (56,91). “Artinya apa? Pedagogik berarti cara mengajarnya yang kurang baik, cara mengajarnya harus diperhatikan,” ujar Pranata usai konferensi pers akhir tahun 2015 di Kantor Kemendikbud, Jakarta, (30/12/2015). Berikut ditampilkan grafik Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Tahun 2015.5

3

Sumarna Pranata (Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan), dalam http://www.sekolah dasar.net/2015/08/profesionalisme-guru-akan-diukur-dengan-cara-ini.html#ixzz47 KgN7CVc, dikutip dari berita JPNN (09/08/15). 4 Sumarna Pranata (Direktur Jenderal GTK), dalam http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7provinsi-raih-nilai-terbaik-uji-kompetensi-guru-2015 5 Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Tahun 2015, (https://wordpress.com/read/feeds/213777/posts/958349691), Modified: Saturday, May 21, 2016 10:29:18 PM.

3

Sumber: https://akhmadsudrajat.wordpress.com (Blok tentang Pendidikan)

Dari grafik di atas diperoleh potret profesionalisme guru di Indonesia dan akan menjadi pertimbangan perlu tidaknya upaya perbaikan. Pada beberapa kasus ditemukan ada guru mendapat nilai rata-rata di atas 85, namun meskipun nilai tersebut baik, setelah dianalisis hasilnya, ternyata masih terdapat guru yang memiliki kekurangan di beberapa kelompok kompetensi. Salah satu instrumen untuk meningkatkan kompetensi guru itu adalah dengan pelatihan dan pendidikan yang lebih terarah sesuai dengan hasil UKG. Bagaimana dengan hasil UKG di wilayah Dinas Pendidikan Kota Gunungsitoli dan secara khusus di Yayasan BNKP. Mengacu pada hasil UKG pada grafik di atas diperoleh rata-rata 48,96 masih berada di bawah SKM nasional 55. Rata-rata ini pun menggunakan rata-rata provinsi Sumatera Utara, mengingat hasil UKG 2015 yang ditampilkan per-kabupaten belum terpublikasikan. Namun, berdasarkan data yang ada direktori Dinas Pendidikan Kota Gunungsitoli, dari 2.482 orang peserta UKG 2015, diperoleh rata-rata 51.09 – masih di bawah SKM Nasional.

4

Hasil UKG 2015 sebagaimana diuraikan di atas, baru mencakup aspek akademis. Lalu, bagaimana penilaian profesionalisme guru secara non akademis? Di atas telah dijelaskan bahwa alat ukur untuk kemampuan sosial dan pribadi guru akan menggunakan penilaian kinerja guru (PGK). Berdasarkan Surat Edaran tentang PGK tahun 2015, untuk penilaian kinerja guru dilakukan oleh kepala sekolah dan guru pembina yang ditunjuk oleh kepala sekolah dan dibantu oleh pengawas sekolah terkait. Sejauh ini data berupa hasil penilaian kinerja yang mengukur kemampuan/ kompetensi sosial dan kepribadian guru belum terpublikasi secara luas. Mengingat hasil PKG ini langsung diunggah pada Dapodik oleh masing-masing sekolah. Terkait dengan pelaksanaan penilaian kinerja guru ini, terdapat hal penting yang perlu dikaji lebih lanjut adalah sejauhmana konsistensi pihak sekolah dalam melaksanakan penilaian kinerja guru? Di sini, sikap profesionalitas yang berwenang untuk melakukan penilaian diuji dan dipertaruhkan. Barangkali bila PKG ini dilakukan oleh personil independen maka hal-hal yang diragukan terkait objektivitas penilaian bisa tidak diragukan. Pertanyaan kemudian, adalah sejauhmana hasil uji kompetensi dan penilaian kinerja ini dapat mewujudkan peningkatan profesionalisme guru? Pertanyaan-pertanyaan ini pada akhirnya menuntut adanya kejelasan keterkaitan antara realitas hasil evaluasi kinerja guru dengan kebijakan yang ditempuh dalam rangka perbaikan profesionalisme guru oleh pemerintah maupun masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui Yayasan. Yayasan BNKP adalah merupakan salah satu lembaga penyelenggara pendidikan yang bernaung di bawah Sinode BNKP. Yayasan ini telah beridiri sejak 1995 yang lalu, dan sampai akhir tahun 2015 telah mengasuh beberapa satuan pendidikan di jenjang pendidikan dasar dan menengah, antara lain (1) TK BNKP Hanna Blindow, (2) SD BNKP Gunungsitoli, (3) SMP BNKP Gunungsitoli, (4) SMP BNKP Simon, (5) SMP BNKP Hilimaziaya, (6) SMP BNKP Luzamanu (7) SMA BNKP Gunungsitoli, (8) SMK BNKP Gunungsitoli, dan (9) SMK BNKP Luzamanu. BNKP di era 1970-an pernah sangat populer di bidang pendidikan di Kepulauan Nias melalui salah satu unit sekolahnya yakni SMA Swasta Kristen BNKP. Sekolah ini telah banyak menghasilkan pemimpin dan orang-orang sukses di daerah ini dan di luar daratan Pulau Nias. Namun, di awal tahun 1990, era kejayaan itu mulai meredup dan bahkan tenggelam lalu sekolah itupun ditutup pada tahun

5

2012.

Selain

SMA

Kristen

BNKP,

Komisi

Pendidikan

BNKP

juga

menyelenggarakan satuan pendidikan pada jenjang sekolah dasar dan taman kanakkanak (TK BNKP Hanna Blindow). Kecuali TK, kedua sekolah tersebut yakni SMA Kristen BNKP dan SD BNKP tidak beroperasi lagi alias ditutup. Baru sejak tahun 1995 di bawah bendera Yayasan Perguruan BNKP (berubah nama menjadi Yayasan BNKP), BNKP kembali menggeliat untuk mewujudkan misinya di bidang didaskalia dengan membuka sekolah-sekolah baru di berbagai jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dini, dasar, menengah bahkan perguruan tinggi. Terobosan-terobosan besar di dunia pendidikan ini pada hakikatnya merupakan peran serta gereja BNKP dalam pembangunan bangsa dan negara utamanya

pembangunan

sumber

daya

manusia.

Namun,

seiring

dengan

perkembangan waktu beberapa satuan pendidikan yang diasuh oleh Yayasan BNKP ternyata hanya berkibar di awal, beberapa tahun kemudian meredup. Prestasi, populeritas dan eksistensinya sebagai lembaga penyelenggara pendidikan sangat fluktuatif, naik turun seiring perkembangan waktu. Konsistensi terhadap kinerja dan kepatutan terhadap aturan, prinsip dan nilai patut dipertanyakan. Dan, dapat dipastikan bahwa aspek sumber daya manusia (termasuk di dalamnya para guru) menjadi salah satu kontributor atas terciptanya kondisi dan situasi yang memprihatinkan itu. Bagaimana performan Yayasan BNKP sebagai penyelenggara pendidikan akhir-akhir ini? Berdasarkan hasil pemantauan sekilas, diperoleh kondisi antara lain: -

Prestasi akademis dan non-akademis minim

-

Setiap tahun mengalami penurunan jumlah siswa

-

Persepsional guru terhadap kebijakan Yayasan pada umumnya cenderung negatif

-

Hasil penilaian kinerja guru dalam rangka pembinaan dan pengembangan profesi guru tidak terdokumentasi dengan baik.

-

Kegiatan-kegiatan Peningkatan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) terhadap guru jarang dilaksanakan.

-

Ada sekolah yang pada pertengahan tahun 2016 ini terpaksa tutup karena sulit bersaing. Kembali pada profesionalisme guru di atas, bahwa untuk mendapatkan

gambaran menyeluruh tentang profesionalisme guru, maka ditempuhlah kebijakan

6

uji kompetensi dan penilaian kinerja guru oleh pemerintah. Uji kompetensi ini berlaku secara nasional kepada seluruh guru baik yang ada dalam lingkup pemerintah (PNS) maupun swasta atau yayasan dengan guru-guru Non-PNS-nya. Di sini timbul pertanyaan, apakah hasil pelaksanaan penilaian kinerja guru ini mampu mengatasi

persoalan

kependidikan

terutama

dalam

kaitan

peningkatan

profesionalisme guru khususnya bagi guru-guru Non-PNS pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat melalui Yayasan? Idealnya ya, namun pada umumnya Yayasan memiliki tenaga guru yang direkrut sendiri, sedangkan guru PNS yang diperbantukan di sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh Yayasan memiliki komposisi ketenagaan yang relatif kecil. Di sinilah kepekaan pengurus Yayasan tersebut

ditantang

untuk

lebih

mandiri

dalam

membantu

peningkatan

profesionalisme guru-gurunya. Beberapa persoalan di atas, dipastikan bahwa disebabkan oleh banyak faktor, salah satu di antaranya adalah profesionalisme guru. Karena itu, penelitian ini dimaksudkan untuk menampilkan potret profesionalisme guru di Yayasan BNKP, beserta aspek-aspek yang berkaitan dengannya, sehingga berdasarkan temuan penelitian itu para pembuat keputusan/kebijakan terutama pihak sekolah dan Yayasan dapat menentukan alternatif penyelesaian persoalan kualitas pendidikan khususnya pada pembinaan dan pengembangan profesi guru.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas maka yang menjadi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana profesionalisme guru di Yayasan BNKP? 2. Apa faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru di Yayasan BNKP? 3. Apa kendala yang dihadapi dalam rangka meningkatkan profesionalisme guru di Yayasan BNKP? 4. Apa upaya yang perlu ditempuh guna meningkatkan profesionalisme guru secara khusus, dan startegi pengembangan guna menjaga keberlangsungan satuansatuan pendidikan di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli?

7

C. Tujuan Penelitian 1. Untuk memperoleh gambaran detail dan jelas tentang derajat profesionalisme guru di Yayasan BNKP 2. Untuk mengetahui aspek-aspek yang mempengaruhi profesionalisme guru di Yayasan BNKP 3. Untuk memperoleh gambaran tentang kendala-kendala yang dihadapi dalam meningkatkan profesionalisme guru di Yayasan BNKP 4. Berdasarkan tujuan/sasaran antara pada poin (1) s/d (3) di atas, penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang upaya-upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru secara khusus serta strategi yang perlu ditempuh guna menjaga keberlangsungan satuan pendidikan di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli.

D. Manfaat Penelitian (1) Manfaat teoretis Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya konsep peningkatan profsionalisme guru. (2) Manfaat Praktis, antara lain: a) Sebagai bahan masukan kepada BNKP dalam rangka membangun kebijakan pengembangan pendidikan pada Yayasan-yayasan yang didirikannya. b) Sebagai masukan atau pertimbangan bagi para pengurus Yayasan dalam merumuskan kebijakan peningkatan profesionalisme guru.

E. Metodologi Penelitian (1) Pendekatan Kesesuaian metode penelitian yang digunakan dengan sifat permasalahan yang dirumuskan merupakan suatu keharusan. Oleh karena penelitian ini bersifat noneksperimen, menyelami kedalaman kompleksitas dan proses serta memahami keadaan yang terbatas jumlahnya dengan fokus yang mendalam dan rinci, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.

8

(2) Setting dan Sumber Data Setting adalah tempat, latar atau situasi dimana penelitian kualitatif dilakukan. Dan, yang menjadi lokasi dalam penelitian ini adalah Yayasan BNKP dan Satuan Pendidikan yang ada di bawah naungannya. Sumber data, terdiri dari pengurus Yayasan, para kepala sekolah, guru, orang tua, tata usaha sekolah dan siswa bila diperlukan. (3) Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data (Dokumentasi, Observasi, Interviu dan/atau FGD). Untuk memperoleh data atau informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data antara lain: a) Teknik Dokumentasi Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seorang. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif6. b) Interviu7 c) Observasi Observasi dimaksudkan sebagai kegiatan pengamatan yang dilakukan secara terencana untuk menggambarkan kejadian dan perilaku di lokasi penelitian yang diteliti8. d) Focused Group Discussion (FGD) FGD sebagai sebuah metode pengumpulan data yang banyak dilakukan terutama dalam penelitian yang memiliki sifat permasalahan yang sensitif dan subjek yang diteliti merupakan kelompok yang sulit untuk memberikan informasi secara individu9.

6

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013). Bernard, H. Russell, Research Methods in Anthropology: Qualitative and Quantitative Approaches, (Walnut Creek: AltaMira Press, 1995), hal. 208-255. 8 Faisal Sanapiah, Penelitian Kwalitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan Asih, Asah dan Asuh, 1990), hal. 77-81. 9 Bernard, H. Russell, Op.cit., hal. 224-229; Burhan Bungin, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2001). 7

9

(4) Analisa Data Analisa data adalah tehnik yang dapat digunakan untuk memaknai dan mendapatkan pemahaman dari kalimat atau gambaran perilaku yang terdapat dalam catatan lapangan10. Siklus analisis data kualitatif yang diterapkan adalah menurut Miles & Huberman11: -

Pengumpulan data

-

Reduksi dan Penyajian data

-

Penarikan kesimpulan

(5) Uji Keabsahan Data, akan dilalui dengan teknik Triagulasi (sumber, metode, peneliti, teori).

10

Robert Bodgan & Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to Social Sciences, (New York: John Willey & Sons, 1975), hal 41-76. 11 M.B. Miles, & A.M. Huberman, Qualitative Data Analysis: A source book for new methods, (Beverly Hills CA: Sage Publication Inc, 1984).

10

BAB II KERANGKA TEORI A. Profesionalisme Guru Istilah profesionalisme berasal dari profession. Dalam Kamus Inggris Indonesia, “profession berarti pekerjaan”12. Kata „profesional‟ berasal dari kata sifat yang berarti pencaharian dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain13. Dengan bertitik tolak dari pengertian ini, maka pengertian profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Atau dengan kata lain, guru profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya14. Dalam buku yang ditulis oleh Kunandar yang berjudul Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan disebutkan pula bahwa profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Jadi, profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu15. Dengan demikian, Kunandar mengemukakan profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang 12

John M. Echols dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996), Cet. Ke23, h. 449. 13 Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998), hal. 19. 14 Agus F. Tamyong dalam Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 15. 15 Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), Cet. Ke-1, h. 45.

11

ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna16. Adapun mengenai kata Profesional, Uzer Usman memberikan suatu kesimpulan bahwa suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan bertitik tolak pada pengertian ini, maka pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan yang maksimal17. H.A.R. Tilaar menjelaskan pula bahwa seorang professional menjalankan pekerjaannya sesuai dengan tuntutan profesi atau dengan kata lain memiliki kemampuan dan sikap sesuai dengan tuntutan profesinya. Seorang profesional menjalankan kegiatannya berdasarkan profesionalisme, dan bukan secara amatiran. Profesionalisme bertentangan dengan amatirisme. Seorang professional akan terusmenerus meningkatkan mutu karyanya secara sadar, melalui pendidikan dan pelatihan18. Adapun mengenai pengertian profesionalisme itu sendiri adalah, suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperlukan dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus9 Profesionalisme guru merupakan kondisi, arah, nilai, tujuan dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang berkaitan dengan pekerjaan seseorang yang menjadi mata pencaharian. Sementara itu, guru yang profesional adalah guru yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan dan pengajaran. Dengan kata lain, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian guru profesional adalah orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu 16

Kunandar, Guru Profesional, h. 46. Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet. Ke20, h. 14-15. 18 H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002), Cet. Ke-1, h. 86. 17

12

melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal. Guru yang profesional adalah orang yang terdidik dan terlatih dengan baik, serta memiliki pengalaman yang kaya di bidangnya19. Sedangkan Oemar Hamalik mengemukakan bahwa guru profesional merupakan orang yang telah menempuh program pendidikan guru dan memiliki tingkat master serta telah mendapat ijazah negara dan telah berpengalaman dalam mengajar pada kelas-kelas besar20. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, profesi adalah suatu jabatan, profesional adalah kemampuan atau keahlian dalam memegang suatu jabatan tertantu, sedangkan profesionalisme adalah jiwa dari suatu profesi dan profesional.

B. Kompetensi Profesional Guru Menurut Kamus Bahasa Indonesia, kompetensi berarti (kewenangan) kekuasaan untuk menentukan atau memutuskan sesuatu hal. Pengertian dasar kompetensi (competency) yakni kemampuan atau kecakapan. Beberapa arti dan makna lainnya dari kompetensi dikemukakan berikut ini. Descriptive of qualitative natur or teacher behavior appears to be entirely meaningful (Broke and Stone, 1975). Kompetensi merupakan gambaran hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti. Competency as a rational peformance wich statisfatority meets the objective for a desired condition (Charles E. Johnson, 1974). Kompetensi merupakan perilaku yang rasional untuk mencapai tujuan yang dipersyaratkan sesuai kondisi yang diharapkan. The state of legally competent or qualified (Mc. Leod 1989). Keadaan berwenang atau memenuhi syarat menurut ketentuan hukum. Dari gambaran pengertian tersebut, kompetensi guru (teacher competency) dapat diartikan sebagai kemampuan seseorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajiban secara bertanggung jawab dan layak. The ability of a teacher to responsibility perform has or duties appropriately. Sehingga dapat

19

Kunandar, Guru Profesional, h. 46. Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006, Cet. Ke20, h. 14-15. 20

13

disimpulkan bahwa kompetensi merupakan kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesi keguruannya. Profesi keguruan sebagaimana dimaksud merupakan suatu pekerjaan yang bersifat profesional yang memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Dengan demikian, pekerjaan profesional berbeda dengan pekerjaan lainnya karena suatu profesi memerlukan kemampuan dan keahlian khusus dalam melaksanakan profesinya. Dalam melakukan kewenangan profesionalnya, guru dituntut memiliki seperangkat kemampun (competency) yang beraneka ragam. Sebelum sampai pada pembahasan jenis-jenis kompetensi terlebih dahulu dipaparkan persyaratan profesional. Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini. 1. Menuntut adanya keterampilan yang berdasarkan konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam. 2. Menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuai dengan bidang profesinya. 3. Menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai. 4. Adanya kepekaan terhadap dampak kemasyarakatan dari pekerjaan yang dikerjakannya. 5. Memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan. (Drs. Moh. Ali, 1985).

Selain persyaratan tersebut, persyaratan yang masih harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain:21 1. Memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. 2. Memiliki klien/objek layanan yang tetap, seperti dokter dengan pasiennya, guru dengan muridnya. 3. Diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat. 21

Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), hal. 15.

14

Dalam Bab IV Pasal 8 UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan Dosen disebutkan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi (Pasal 9). Pada pasal 20 disebutkan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban: 2. merencanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; 3. meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 4. bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, dan kondisi fisik tertentu, atau latar belakang keluarga, dan status sosial ekonomi peserta didik dalam pembelajaran; 5. menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik guru, serta nilai-nilai agama dan etika; dan 6. memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa. Empat Kompetensi Guru Berdasarkan Undang-Undang Berdasarkan UndangUndang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pada pasal 10 ayat (1) menyatakan bahwa “Kompetensi guru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Standar kompetensi guru tersebut mencakup kompetensi inti guru yang dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/TK/RA, guru kelas SD/MI, dan guru mata pelajaran pada SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, dan SMK/MAK. a) Kompetensi Pedagogik Kompetensi Pedagogik adalah kemampuan pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan

15

pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Sub kompetensi dalam kompetensi Pedagogik adalah: 1. Memahami peserta didik secara mendalam yang meliputi memahami peserta didik dengan memamfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, prinsipprinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. 2. Merancang pembelajaran,termasuk memahami landasan pendidikan untuk kepentingan pembelajaran yang meliputi memahmi landasan pendidikan, menerapkan

teori

belajar

dan

pembelajaran,

menentukan

strategi

pembelajaran berdasarkan karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. 3. Melaksanakan

pembelajaran

yang

meliputi

menata

latar

(setting)

pembelajaran dan melaksanakan pembelajaran yang kondusif. 4. Merancang dan melaksanakan evaluasi pembelajaran yang meliputi merancang dan melaksanakan evaluasi (assessment) proses dan hasil belajar secara berkesinambungan dengan berbagai metode, menganalisis hasil evaluasi proses dan hasil belajar untuk menentukan tingkat ketuntasan belajar (mastery level), dan memamfaatkan hasil penilaian pembelajaran untuk perbaikan kualitas program pembelajaran secara umum. 5. Mengembangkan

peserta

didik

untuk

mengaktualisasikan

berbagai

potensinya meliputi memfasilitasi peserta didik untuk pengembangan berbagai

potensi

akademik,

dan

memfasilitasipeserta

didik

untuk

mengembangkan berbagai potensi nonakademik. b) Kompetensi Kepribadian Kompetensi Kepribadian adalah kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia. Sub kompetensi dalam kompetensi kepribadian meliputi: 1. Kepribadian yang mantap dan stabil meliputi bertindak sesuai dengan norma sosial, bangga menjadi guru, dan memiliki konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma.

16

2. Kepribadian yang dewasa yaitu menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etod kerja sebagai guru. 3. Kepribadian yang arif adalah menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemamfaatan peserta didik, sekolah dan masyarakat dan menunjukkan keterbukaan dalam berpikir dan bertindak. 4. Kepribadian yang berwibawa meliputi memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadappeserta didik dan memiliki perilaku yangh disegani. 5. Berakhlak mulia dan dapat menjadi teladan meliputibertindak sesuai dengan norma religius (imtaq, jujur, ikhlas, suka menolong) dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. c) Kompetensi Profesional Kompetensi Profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan terhadap struktur dan metodologi keilmuannya. 2. Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung pelajaran yang dimampu. 3. Mengusai standar kompentensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang dimampu 4. Mengembangkan materi pembelajaran yang dimampu secara kreatif. 5. Mengembangkan keprofesionalan secara berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif 6. Memanfaatkan TIK untuk berkomunikasi dan mengembangakan diri. d) Kompetensi Sosial Kompetensi Sosial adalah kemampuan guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. a. Bersikap inkulsif, bertindak obyektif, serta tidak diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agara, raskondisifisik, latar belakang keluarga, dan status sosial keluarga.

17

b. Berkomunikasi secara efektif, empatik, dan santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat. c. Beradaptasi di tempat bertugas di seluruh wilayah RI yang memiliki keragaman sosial budaya. d. Berkomunikasi dengan lisan maupun tulisan

C. Uji Kompetensi dan Penilaian Kinerja Permendikbud RI Nomor 57 Tahun 2012 tentang Uji Kompetensi menyatakan bahwa bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan profesi guru yang efektif dan peningkatan kinerja guru diperlukan pemetaan kompetensi guru yang diperoleh melalui uji kompetensi. Uji Kompetensi Guru yang selanjutnya disebut UKG adalah pengujian terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan bagian dari penilaian kinerja guru (Pasal 1.1). Sedangkan penilaian kinerja guru adalah proses pengukuran setiap butir kegiatan tugas utama guru yang dilakukan melalui uji kompetensi dan observasi (Pasal 1.3). Aspek kompetensi yang diujikan dalam UKG adalah kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional dalam ranah kognitif (Pasal 5). Kompetensi pedagogik (ayat 1) meliputi (a) pengenalan karakteristik dan potensi peserta didik; (b) menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif; (c) menguasai perencanaan dan pengembangan kurikulum; (d) menguasai langkah-langkah pembelajaran yang efektif; dan (e). menguasai sistem, mekanisme, dan prosedur penilaian. Sedangkan kompetensi profesional (ayat 2), meliputi (a) menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu guru; (b) menguasai metodologi keilmuan sesuai bidang tugas yang dibebankan kepada guru; dan (c) menguasai hakikat profesi guru.

D. Peningkatan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) PKB adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa. Dengan demikian semua siswa diharapkan dapat

18

mempunyai pengetahuan lebih, mempunyai keterampilan lebih baik, dan menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang materi ajar serta mampu memperlihatkan apa yang mereka ketahui dan mampu melakukannya. PKB mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan dimana guru secara berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan awal sebagai guru. PKB mendorong guru untuk memelihara dan meningkatkan standar mereka secara keseluruhan mencakup bidang‐bidang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai profesi. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya serta membangun kualitas pribadi yang dibutuhkan di dalam kehidupan profesionalnya. Melalui kesadaran untuk memenuhi standar kompetensi profesinya serta upaya untuk memperbaharui dan meningkatkan kompetensi profesional selama periode bekerja sebagai guru, PKB dilakukan dengan komitmen secara holistic terhadap struktur keterampilan dan kompetensi pribadi atau bagian penting dari kompetensi profesional. Dalam hal ini adalah suatu komitmen untuk menjadi profesional

dengan

memenuhi

standar

kompetensi

profesinya,

selalu

memperbaharuimya, dan secara berkelanjutan untuk terus berkembang. PKB merupakan kunci untuk mengoptimalkan kesempatan pengembangan karir baik saat ini maupun ke depan. Untuk itu, PKB harus mendorong dan mendukung perubahan khususnya di dalam praktik‐praktik dan pengembangan karir guru. Pada prinsipnya, PKB mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini (diadopsi dari Center for Continuous Professional Development (CPD). University of Cincinnati Academic Health Center. http://webcentral.uc.edu/‐cpd_online2). Dengan perencanaan dan refleksi pada pengalaman belajar guru dan/atau praktisi pendidikan akan mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan guru serta kemajuan karir guru dan/atau praktisi pendidikan. PKB adalah bagian penting dari proses pengembangan keprofesionalan guru. PKB tidak terjadi secara ad‐hoc tetapi dilakukan melalui pendekatan yang diawali dengan perencanaan untuk mencapai standar kompetensi profesi (khususnya bagi

19

guru yang belum mencapai standar kompetensi sesuai dengan hasil penilaian kinerja, atau

dengan

kata

lain

berkinerja

rendah),

mempertahankan/menjaga

dan

mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perolehan pengetahuan dan keterampilan baru. PKB dalam rangka pengembangan pengetahuan dan keterampilan merupakan tanggung‐jawab guru secara individu sesuai dengan masyarakat pembelajar, jadi sangat penting bagi guru yang berada di ujung paling depan pendidikan. Oleh karena itu, agar PKB dapat mendukung kebutuhan individu dan meningkatkan praktik‐praktik keprofesianalan maka kegiatan PKB harus: a.

menjamin kedalaman pengetahuan terkait dengan materi ajar yang diampu;

b.

menyajikan landasan yang kuat tentang metodologi pembelaran (pedagogik) untuk mata pelajaran tertentu;

c.

menyediakan pengetahuan yang lebih umum tentang proses pembelajaran dan sekolah sebagai institusi di samping pengetahuan terkait dengan materi ajar yang diampu dan metodologi pembelaran (pedagogik) untuk mata pelajaran tertentu;

d.

mengakar dan merefleksikan penelitian terbaik yang ada dalam bidang pendidikan;

e.

berkontribusi terhadap pengukuran peningkatan keberhasilan peserta didik dalam belajarnya;

f.

membuat guru secara intelektual terhubung dengan ide-ide dan sumberdaya yang ada;

g.

menyediakan waktu yang cukup, dukungan dan sumberdaya bagi guru agar mampu menguasai isi materi belajar dan pedagogi serta mengintegrasikan dalam praktik-praktik pembelajaran sehari‐hari;

h.

didesain oleh perwakilan dari mereka‐mereka yang akan berpartisipasi dalam kegiatan PKB bekerjasama dengan para ahli dalam bidangnya;

i.

mencakup berbagai bentuk kegiatan termasuk beberapa kegiatan yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat itu.

Dalam konteks

Indonesia, PKB adalah pengembangan

keprofesian

berkelanjutan yang dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan guru untuk mencapai standar kompetensi profesi dan/atau meningkatkan kompetensinya di atas standar

20

kompetensi profesinya yang sekaligus berimplikasi kepada perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru. Sebagaimana dijelaskan dalam Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, selain

kedua

unsur

utama

lainnya,

yakni:

(i)

pendidikan;

dan

(ii)

pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan dan/atau tugas lain yang relevan; PKB adalah unsur utama yang kegiatannya juga diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru. Dalam Permennegpan tersebut juga dijelaskan bahwa PKB mencakup tiga hal: yakni pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan karya inovatif.

21

BAB III TEMUAN PENELITIAN & PEMBAHASAN A. Profesionalitas Guru di Yayasan BNKP Di depan telah dijelaskan bahwa dalam rangka pembinaan dan pengembangan profesi guru yang efektif dan peningkatan kinerja guru diperlukan pemetaan kompetensi guru baik PNS maupun non-PNS yang diperoleh melalui uji kompetensi22. Lebih lanjut dijelaskan bahwa Uji Kompetensi Guru (UKG) adalah pengujian terhadap penguasaan kompetensi profesional dan pedagogik dalam ranah kognitif sebagai dasar penetapan kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan dan bagian dari penilaian kinerja guru23. Hasil UKG inilah yang peneliti gunakan untuk menngambarkan potret profesionalisme guru di Yayasan BNKP. Sebelum menguraikan lebih lanjut tentang derajat profesionalisme guru di Yayasan BNKP Gunungsitoli, terlebih dahulu penulis menggambarkan hasil UKG 2015 Kota Gunungsitoli berikut ini. Tabel 1 Gambaran Hasil UKG Tahun 2015 Kota Kunungsitoli No 1 2 4 5 6 3 7 8

Uraian Jumlah Peserta UKG 2015 Jumlah Peserta yang Lulus Persentase Kelulusan (%) Nilai tertinggi Nilai terendah Standar Kelulusan Minimum (SKM) Nasional Rata-rata Nilai tingkat Kota Gunungsitoli Rata-rata Nilai tingkat Prov Sumatera Utara

Keterangan 2.483 890 35,84 93.25 15.87 55,00 51.09 (di bawah SKM Nasional) 48.96 (di bawah SKM Nasional)

Diolah dari Direktori Data Hasil UKG 2015 Disdik Kota Gunungsitoli

22 23

Permendikbud No. 57 Tahun 2012 tentang UKG Ibid., pasal 1 ayat 1

22

Tabel 1 di atas, menunjukkan: 

Hampir 2/3 dari Peserta yang ikut Uji Kompetensi Guru (64.14%) tahun 2015 Kota Gunungsitoli dinyatakan tidak lulus. Di sisi lain Syarat untuk bisa Sertifikasi adalah Kelulusan UKG.



Tidak Lulus UKG berarti kompetensi Pedagogis dan Profesional yang harus dimiliki oleh Guru masih tergolong rendah (bermasalah). Artinya apa? Pedagogik berarti cara mengajarnya yang kurang baik, cara mengajarnya harus diperhatikan.



Kasus lainnya, ada guru yang mendapat nilai rata-rata 85. Namun meskipun nilai tersebut baik, setelah dianalisis hasilnya, guru tersebut memiliki kekurangan di beberapa kelompok kompetensi. Hal seperti ini juga harus memperbaikinya.



Salah satu instrumen untuk meningkatkan kompetensi guru itu adalah dengan pelatihan dan pendidikan yang lebih terarah sesuai dengan hasil UKG

Tabel 2 Hasil UKG Tahun 2015 Guru-guru Yayasan BNKP

NILAI PEDAGOGIK & NILAI PROFESIONAL 73.95

SMA BNKP Gunungsitoli SD BNKP Gunungsitoli

59.89

SMP BNKP Gunungsitoli

59.43

SMK BNKP Gunungsitoli

57.9

TK BNKP Hanna Blindow

57.7

SMP BNKP Hilimaziaya SMP BNKP Luzamanu SMK BNKP Luzamanu 0

20

40

60

80

Diolah dari Direktori Data Hasil UKG 2015 Disdik Kota Gunungsitoli

23

Tabel 3 Hasil UKG Tahun 2015 Guru Yayasan BNKP (2)

*) Rerata Nilai di atas Standar Kelulusan Minimal (SKM) Nasional

Data pada Tabel 2 di atas bila diurutkan kedudukannya atas lima kategori, maka dengan pendekatan statistic diperoleh urutan kedudukan sebagai berikut: Tabel 4 Perangkingan Hasil UKG 2015 Guru Yayasan BNKP Gunungsitoli Nilai UKG Tahun 2015

Keterangan

74,02 ke atas

Sangat Baik/Tinggi

63,87 – 74,01

Baik/Tinggi

53,72 – 63,86

Kurang baik/Tinggi (cukup/sedang)

43,57 – 53,71

buruk/rendah

53,71 – ke bawah

Sangat Buruk/Rendah

Tabel 5 Distribusi Perolehan Nilai Peserta No

Nilai

 (Jumlah)

1

74,02 ke atas

4

5.41

2

63,87 – 74,01

24

32.43

3

53,72 – 63,86

17

22.97

4

43,57 – 53,71

25

33.78

5

53,71 – ke bawah

4

5.41

74

100

Total

%

24

Tabel 3 s/d 5 di atas berturut-turut menunjukkan: a) Bahwa dari 164 orang Guru di Lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli (GTY, PNS-DPK, GBD dan GTT), hanya 74 orang (45.12%) mengikuti UKG Tahun 2015. 54.88% lainnya tidak ikut serta, tentu dengan berbagai alasan, di antaranya tidak memenuhi syarat kententuan minimal jam mengajar. b) 3 (tiga) satuan pendidikan di wilayah Kabupaten Nias Utara yakni: SMP BNKP Hilimaziaya, SMP BNKP Luzamanu dan SMK BNKP Luzamanu belum mengikuti UKG 2015. c) Meskipun perolehan rata-rata Nilai (58.79) di atas SKM Nasional (55.00), namun dari 74 Peserta UKG 2015 terdapat 29 orang yang tidak Lulus memperoleh total nilai di bawah 55.00. d) Tabel 5 memberikan gambaran sebanyak 28 orang (37.84%) guru memperoleh nilai dengan predikat baik/tinggi ke sangat baik/tinggi. e) Sebanyak 17 orang (22.97%) peserta memperoleh predikat cukup/sedang atau kurang baik/Tinggi, serta 29 orang lainnya (39.19%) berpredikat rendah/buruk ke sangat rendah/buruk (tidak lulus/gagal). f) Predikat cukup/sedang kepada 17 orang peserta tersebut di atas sesungguhnya belum menggembirakan dari sisi derajat profesionalisme guru. Hanya untuk tahun 2015 tadi, SKM Nasional ditetapkan sebesar 55.00. Tentu berbeda lagi hasilnya nanti bila pada tahun 2019 Rata-rata nilai UKG ditargetkan mencapai 80.00 (RPJMN 2014-2019) g) Apa artinya? Bahwa pada akhirnya usaha Yayasan BNKP untuk meningkatkan profesionalisme guru tidak boleh berhenti, namun harus dilakukan secara terencana dan berkelanjutan. Ini penting, karena sangat terkait dengan tiga faktor yang sangat berpengaruh terhadap profesionalisme guru yakni Kompetensi, Sertifikasi dan Tunjangan Profesi h) Bila tidak, akan berdampak langsung kepada guru yang semakin sulit untuk mengembangkan diri. Tidak akan memperoleh tunjangan profesi dari Negara. Dan berpengaruh pada kinerja guru yang bersangkutan di satuan pendidikan dia bekerja. Serta dalam jangka menengah-panjang mempengaruhi pencapaian tujuan pendidikan di level optimum.

25

Tabel 6 Perbandingan Guru Tersertifikasi dengan Jumlah Guru

10

SMA BNKP Gunungsitoli

22 23

SMK BNKP Gunungsitoli 2

SMP BNKP Gunungsitoli TK BNKP Hanna Blindow

0

SD BNKP Gunungsitoli

0

SMK BNKP Luzamanu

0

11 23 21 16

3

SMP BNKP Luzamanu

16

0

SMP BNKP Hilimaziaya

43

0

12 10

20

Guru Tersertifikasi

30

40

50

Jumlah Guru

Tabel 6 di atas memberi gambaran tentang: a. Sampai dengan tahun 2015 lalu, dari 164 orang total guru di lingkungan Yayasan BNKP, hanya 38 orang (23,17%) guru tersertifikasi. Selebihnya belum dan/atau akan sertifikasi. Salah satu syarat utama untuk ikut Sertifikasi ini adalah Lulus UKG yang standar kelulusan minimal (SKM) naik setiap tahun. b. Terdapat 4 (empat) satuan pendidikan yang seluruh guru-gurunya tidak tersertifikasi, yakni SMP BNKP Hilimaziaya, SMK BNKP Luzamanu, SD BNKP Gunungsitoli dan TK BNKP Hanna Blindow. UU No. 23 Tahun 2003 mengamanatkan bahwa Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan Nasional.

26

Apakah karena belum sertifikasi, lalu kemudian para guru ini dikatakan belum profesional? Barangkali pertanyaan terbalik berikut ini dapat membatu untuk menjawabnya, yakni: Apa bukti bahwa Anda adalah seorang guru Profesional? Di kalangan guru, seorang guru yang profesional adalah mereka yang memiliki sertifikat. Sertifikasi membutuhkan proses dan waktu yang cukup panjang, mulai dari penilaian kinerja guru (PKG) yang di dalamnya ada UKG, lalu kemudian mengikuti proses pelatihan berminggu-minggu dan diuji kembali untuk kemudian diterbitkan sertifikatnya bila dinyatakan lulus. Berdasarkan data sebagaimana dipaparkan di atas, bila dikaitkan dengan pertanyaan (masalah) penelitian, maka penulis menyimpulkan bahwa derajat profesionalisme guru-guru di lingkungan Yayasan BNKP masih tergolong rendah, tidak merata disetiap satuan pendidikan (sekolah) serta membutuhkan tindakan cepat untuk memperbaikinya.

B. Faktor yang Memengaruhi Profesionalisme Guru Profesionalime guru sering dikaitkan dengan tiga faktor yang cukup penting yaitu: (1) Kompetensi Guru, (2) Sertifikasi Guru, dan (3) Tunjangan Profesi Guru: Ketiga faktor tersebut berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Guru profesional yang dibuktikan dengan kompetensi yang dimilikinya akan mendorong terwujudnya proses dan produk/kinerja yang dapat menunjang peningkatan kualitas pendidikan. (1) Kompetensi Guru Guru kompeten dapat dibuktikan dengan perolehan sertifikasi guru berikut tunjangan profesi yang memadai ukuran Indonesia. Sekarang ini terdapat sejumlah guru yang telah tersertifikasi, dan akan tersertifikasi. Lalu, memperoleh tunjangan profesi dan akan memperoleh tunjangan profesi. Guru yang telah tersertifikasi diasumsikan secara kuat, telah memiliki kompetensi. Kompetensi tersebut mencakup empat jenis, yaitu: (1) kompetensi paedagogi (2) kompetensi professional (3) kompetensi social dan (4) kompetensi kepribadian.

27

(2) Sertifikasi Guru Pada hakikatnya sertifikasi guru adalah untuk mendapatkan guru yang baik dan professional. Dari berbagai sumber, dapat diidentifikasi beberapa indicator yang dapat dijadikan ukuran/karakteristik guru yang dinilai kompeten secara profesional: a. Mampu mengembangkan tanggung jawab dengan baik b. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dengan tepat c. Mampu bekerja untuk mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah d. Mampu melaksanakan peran dan fungsinya dalam pembelajaran di kelas (3) Tunjangan Profesi Guru a. Dalam pasal 15 ayat 1 UUGD dinyatakan bahwa pemerintah memberikan tunjangan profesi kepada guru yang telah memiliki sertifikat pendidik yang diangkat oleh penyelenggara pendidikan dan satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat. b. Tunjangan profesi sebagaimana dimaksud ayat 1 diberikan setara dengan 1 kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pada pemerintah daerah pada tingkat, masa kerja dan kualifikasi yang sama c. Bagi guru yang telah memiliki sertifikat pendidik berhak memperoleh penghasilan di atas kebutuhan hidup minimum dan jaminan kesejahteraan sosial yang ditetapkan dengan prinsip penghargaan atas dasar prestasi.

Bagaimana dengan Yayasan Perguruan BNKP? Berdasarkan analisa data yang berhasil terkumpul, terdapat 2 (dua) faktor penting terkait dengan profesionalisme guru di Yayasan BNKP, yakni: (1) Kesejahteraan Guru Penghargaan

atas

tugas/pekerjaan

yang

diberikan

kepada

guru

berupa

gaji/penghasilan masih sangat minim. Pemberian gaji atau dana kesejahteraan kepada pegawai termasuk di dalamnya guru-guru di Yayasan, masih menggunakan Peraturan DKP 2003. Besaran penghasilan sesuai DKP 2003 ini bagi guru PNSDPK di Yayasan BNKP tidak menjadi persoalan, namun sangat berpengaruh pada kesehateraan para Guru Tetap Yayasan.

28

Demikian halnya dengan GTT, GTT menerima penghasilan sebesar Rp. 45.000 s/d Rp.

60.000/les

(JP)/bulan.

Artinya

untuk

memperoleh

penghasilan

Rp.

1.000.000/bulan mereka wajib mengajar 20 les (JP) setiap minggu. 20 les (JP) setara dengan 3 Jam/hari + alokasi waktu untuk tugas tambahan. Minimnya penghasilan para guru ini berdampak pada kurang fokusnya guru untuk melakukan

persiapan

pelaksanaan

tugas,

memperbaiki

kinerja

serta

mengembangkan diri. Sisa waktu yang tersedia setiap hari akan digunakan untuk berkativitas lain guna memperoleh penghasilan tambahan. Selebihnya, waktu untuk keluarga dan istirahat butuh waktu yang lebih lama karena faktor kelelahan. (2) Struktur atau Komposisi Guru Pada umumnya sekolah-sekolah (satuan pendidikan) di lingkungan yayasan diisi oleh tenaga guru dengan status Guru Tetap Yayasan, PNS-DPK, Guru Bantu Daerah (GBD) dan Guru Tidak Tetap. Struktur/Komposisi Guru di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7 Struktur/Komposisi Guru di Yayasan BNKP 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0

18 0 11 5 0

2 10 1 3

14 6 4 1 1

0 9

GTT

18 7

6 20 3

21

18

0

20 2

GBD PNS GTY

29

Tabel 7 menunjukkan: a) Terdapat 2 (dua) sekolah yang tidak memiliki Guru Tetap Yayasan (GYT) yakni SD BNKP Gunungsitoli dan SMK BNKP Luzamanu. Semua guru berstataus Guru Tidak Tetap. b) Dari 164 orang Guru di lingkungan Yayasan BNKP, Guru Tetap Yayasan

= 25 orang | 15.24 %

PNS-DPK

= 24 orang | 14.63 %

GBD

= 19 orang | 11.59 %

GTT

= 96 orang | 58.54 %

c) Guru Bantu Daerah (GBD) sebanyak 19 orang di atas hanya terdapat pada satuan pendidikan di wilayah Kab. Nias Utara. Pemkab Nias Utara memiliki program Guru Bantu Daerah. Terakhir, program ini bermasalah – GBD yang telah ditempatkan sejak Oktober 2016 lalu sampai bulan Februari 2017 belum menerima gaji/honor. d) Komposisi tenaga guru sebagaimana tergambar pada tabel 7 di atas, jelas sangat tidak baik/sehat bagi satuan penyelenggara pendidikan (Sekolah). Dapat dibayangkan, bila tidak ada guru PNS-DPK dan GBD diyakini kuat jumlah GTT semakin banyak, di sisi lain jumlah GTY tidak signifikan peningkatannya. e) GTT untuk keperluan jangka pendek adalah sah dan baik, namun untuk jangka panjang dapat menimbulkan masalah, antara lain berkembangnya tuntutan agar diangkat jadi GTY, bersifat sementara karena bila mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik di lembaga yang lain dipastikan akan keluar – frekuensi keluar masuknya staf/pegawai dalam suatu organisasi tidak baik dan sehat. f) Pada umumnya Guru dengan status GTT kurang dimaksimalkan perannya di satuan pendidikan, kondisi ini menyebabkan GTT mengalami kesulitan untuk ikut sertifikasi.

30

C. Misi Pengembangan Profesionalisme Keguruan Yayasan BNKP Berdasarkan data hasil wawancara dengan salah seorang Pengurus Yayasan BNKP Gunungsitoli, diperoleh informasi bahwa: (1) Kurun waktu 5 tahun terakhir, Yayasan dan/atau pihak sekolah belum menyelenggarakan Pelatihan yang sifatnya terencana dan berkelanjutan bagi guruguru. Pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru selama ini sangat minim, dan terbatas dari sisi jumlah peserta. Kebanyakan hanya diikuti oleh kepala sekolah, sedangkan guru tidak. (2) Kegiatan pelatihan yang diikuti oleh staf selama ini murni bukan atas prakarsa Yayasan/Sekolah, namun merupakan program dari Mitra BNKP (di dalamnya ada yayasan) terhadap klien-kliennya dalam bidang pendidikan. (3) Pada umumnya kegiatan pelatihan yang diikuti oleh para Guru dan Kasek adalah kegiatan pelatihan yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli. Berdasarkan temuan tersebut, penulis menyimpulkan bahwa: (1) Yayasan BNKP Gunungsitoli belum memiliki manajemen ketenagaan (Staffing Process) yang akuntabel, meliputi perencanaan, perekrutan, seleksi, orientasi, penilaian, pemberian balas jasa (pengganjian) dan pengembangan staf. (2) Di sekolah-sekolah tertentu seperti SD BNKP Gunungsitoli dan SMA BNKP Gunungsitoli menerapkan sebagian prinsip-prinsip manajamen sumber daya manusia di antaranya menyangkut perekrutan dan seleksi guru yang cukup ketat. Proses seleksi yang cukup terencana ini ternyata cukup berdampak positif terhadap proses penyelenggaraan satuan pendidikan dan ini dibuktikan oleh kinerja para guru di dua sekolah tersebut di atas. (3) Sekolah lainnya belum mengadopsi mekanisme yang dilalui oleh kedua sekolah yang lebih awal telah menerapkan tahap seleksi yang cukup ketat itu. Namun, dilakukan tanpa mekanisme yang jelas dan akuntabel.

31

D. Skema Peningkatan Profesionalisme Guru di Yayasan BNKP Profesionalisme guru merupakan acuan yang sangat penting bagi peningkatan dunia pendidikan. Banyak cara yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan Profesionalisme guru antara lain: (1) Peningkatan kesejahteraan Agar seorang guru bermartabat dan mampu "membangun“ manusia muda dengan penuh percaya diri, guru harus memiliki kesejahteraan yang cukup, gaji yang memadai. Perlu ditata ulang sistem penggajian guru agar gaji yang diterimanya setiap bulan dapat mencukupi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya termasuk di dalamnya pendidikan putra-putrinya. Dengan penghasilan yang mencukupi, tidak perlu guru bersusah payah untuk mencari nafkah tambahan di luar jam kerjanya. Guru akan lebih berkonsentrasi pada profesinya, tanpa harus mengkhawatirkan kehidupan rumah tangga dan pendidikan

putra-putrinya.

Guru

mempunyai

waktu

yang

cukup

untuk

mempersiapkan diri tampil prima di depan kelas. Jika mungkin, seorang guru dapat meningkatkan profesinya dengan menulis buku materi pelajaran yang dapat dipergunakan diri sendiri untuk mengajar dan membantu guru-guru lain yang belum mencapai tingkatnya. Hal ini dapat lebih menyejahterakan kehidupan guru dan akan lebih meningkatkan status sosial guru. Guru akan lebih dihormati dan dikagumi oleh anak didiknya (2) Kurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu. Sebaiknya tugas-tugas administrasi yang selama ini harus dikerjakan seorang guru, dibuat oleh suatu tim, disesuaikan dengan kondisi sekolah dan bersifat fleksibel (bukan harga mati). (3) Penyelenggaraan pelatihan dan sarana Salah satu usaha untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah pendalaman materi pelajaran melalui pelatihan-pelatihan. Beri kesempatan guru untuk mengikuti pelatihan-pelatihan tanpa beban biaya atau melengkapi sarana dan kesempatan agar guru dapat banyak membaca buku-buku materi pelajaran yang dibutuhkan guru untuk memperdalam pengetahuannya.

32

(4) Pembinaan Perilaku Kerja Studi-studi sosiologi sejak zaman Max Weber di awal abad ke-20 dan penelitian penelitian manajemen dua puluh tahun belakangan bermuara pada satu kesimpulan utama bahwa keberhasilan pada berbagai wilayah kehidupan ditentukan oleh perilaku manusia, terutama perilaku kerja (5) Penciptaan Waktu Luang Waktu luang (leisure time) sudah lama menjadi sebuah bagian proses pembudayaan. Salah satu tujuan pendidikan klasik (Yunani-Romawi) adalah menjadikan manusia makin menjadi "penganggur terhormat", dalam arti semakin memiliki banyak waktu luang untuk mempertajam intelektualitas (mind) dan kepribadian (personal) (6) Memahami Tuntutan Standar Profesi yang ada Upaya memahami tuntutan standar profesi yang ada harus ditempatkan sebagai prioritas utama jika guru kita ingin meningkatkan profesionalismenya. Hal ini didasarkan kepada beberapa alasan, Pertama, persaingan global sekarang memungkinkan adanya mobilitas guru secara lintas negara. Kedua, sebagai profesional seorang guru harus mengikuti tuntutan perkembangan profesi secara global, dan tuntutan masyarakat yang menghendaki pelayanan vang lebih baik. Cara satu-satunya untuk memenuhi standar profesi ini adalah dengan belajar secara terus menerus sepanjang hayat, dengan membuka diri yakni mau mendengar dan melihat perkembangan baru di bidangnya. (7) Mencapai Kualifikasi dan Kompetensi yang Dipersyaratkan Dengan dipenuhinya kualifikasi dan kompetensi yang memadai maka guru memiliki posisi tawar yang kuat dan memenuhi syarat yang dibutuhkan. Peningkatan kualitas dan kompetensi ini dapat ditempuh melalui in-service training dan berbagai upaya lain untuk memperoleh sertifikasi (8) Membangun Hubungan Kesejawatan yang Baik dan Luas termasuk lewat organisasi profesi. Upaya membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas dapat dilakukan guru dengan membina jaringan kerja atau networking. Guru harus berusaha mengetahui apa yang telah dilakukan oleh sejawatnya yang sukses (9) Mengembangkan etos kerja atau budaya kerja yang mengutamakan pelayanan bermutu tinggi kepada klien/konstituen.

33

Di zaman sekarang semua bidang dituntut untuk memberikan pelayanan prima. Guru pun harus memberikan pelayanan prima kepada konstituennya yaitu siswa, orangtua dan sekolah sebagai stakeholder. Terlebih lagi pelayanan pendidikan adalah termasuk pelayanan publik vang didanai, diadakan, dikontrol oleh dan untuk kepentingan publik. Oleh karena itu guru harus mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada publik. (10) Mengadopsi inovasi atau mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi mutakhir agar senantiasa tidak ketinggalan dalam kemampuannya mengelola pembelajaran. Guru dapat memanfaatkan media dan ide-ide baru bidang teknologi pendidikan seperti media presentasi, komputer (hard technologies) dan juga pendekatan-pendekatan baru bidang teknologi pendidikan (soft technologies).

34

E. Temuan Lainnya Berikut dideskripsikan beberapa temuan lain yang menurut hemat penulis masih relevan dengan tema penelitian yakni menyangkut keberadaan dan kondisi saat ini dari satuan-satuan pendidikan (sekolah) di yang diselenggarakan dan di bina oleh Yayasan BNKP Gunungsitoli. 1. SD Swsata Kristen BNKP Gunungsitoli (SD BNKP Gunungsitoli) a. Data Penerimaan Peserta Didik Baru

SD Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 80 70 60 50 40 30 20 10 0 12/13

13/14

14/15

15/16

16/17

Mendaftar

Siswa Diterima

Linear (Mendaftar)

Linear (Siswa Diterima)

b. Data Prestasi Siswa

No

Jenis Kegiatan

1 2 3 4 5 6 7 8

Lomba Cerita Anak Indonesia Lomba Pidato Bahasa Inggris Olimpiade Sain IPA Fashion Show Fashion Show Lomba Menggambar & Mewarnai Olimpiade Sain IPA Lomba Baca Puisi

Prestasi/ Kejuaraan Peringkat 2 Peringkat 2 Peringkat 5 Peringkat 2 Peringkat 4 Peringkat 3 Peringkat 2 Peringkat 4

Lokal/Regional/ Nasional/Internasional*) Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal

35

Lomba Menggambar & Mewarnai Lomba Melukis Lomba Bulu Tangkis

9 10 11

Peringkat 3 Peringkat 3 Peringkat 1

Lokal Lokal Lokal

c. Data Prestasi Guru No

Jenis Kegiatan

-

-

Prestasi/ Lokal/Regional/ Kejuaraan Nasional/Internasional*) -

-

2. SMP Swsata Kristen BNKP Hilimaziaya (SMP BNKP Hilimaziaya) a. Data Penerimaan Peserta Didik Baru

SMP Swasta Kristen BNKP Hilimaziaya PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 50

47 42

40 30

40

29

20 10 0

0 2012/2013

2013/2014

2014/2015

2015/2016

2016/2017

Siswa Diterima

b. Data tentang prestasi giswa dan guru, tidak ada karena memang tidak mengikuti perlombaan. Beberapa kegiatan yang sifatnya perlombaan telah diikuti namun belum beruntung/berprestasi. c. Kondisi lainnya: 1) SMP Terdekat, SMP Negeri 1, berdiri sejak tanggal 2012. Kecenderungan orangtua untuk menyekolahkan anaknya di sekolah yang lebih terjamin keberlangsungannya semakin nyata.

36

2) Pada tahun 2012 tidak ada peserta didik yang mendaftar karena adanya satuan pendidikan pada jenjang yang sama yang diselenggarakan oleh pemerintah. 3) Kesejahteraan guru menjadi salah satu persoalan utama 4) Meskipun kesejahteraan guru selalu menjadi persoalan, namun PBM tetap terlaksana berkat adanya 1 orang PNS (Kasek), 1 orang GTY, 4 orang GBD dan 5 orang GBD 5) Uang sekolah setiap bulan Rp. 15.000/bulan (kebijakan Yayasan BNKP) 6) Guru belum ada yang lulus sertifikasi. 7) Sarana pendukung baik untuk kegiatan pembelajaran (labor) maupun kegiatan ekstrakurikuler (fasilitas olahraga) belum ada. 8) Salah satu strategi yang ditempuh oleh pihak sekolah agar masyarakat tetap menyekelohkan anaknya di SMP BNKP Hilimaziaya adalah melalui kegiatan ekstrakurikuler di bidang TIK. Namun sarana penunjang untuk kegiatan ini juga sangat minim. SMP BNKP Hilimaziaya merupakan satu-satunya sekolah di Yayasan BNKP yang memiliki Komite Sekolah24. Diberbagai lembaga pendidikan formal yang diselenggarakan oleh masyarakat (Yayasan) tidak membentuk Komite Sekolah sebagaimana sekolah-sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah (negeri)25 dengan alasan seluruh tugas, peran dan fungsi komite sekolah telah menjadi tanggung jawab yayasan. Pembentukan komite sekolah pada jenjang pendidikan dasar dan menengah khususnya di sekolah-sekolah negeri yang diselenggarakan oleh pemerintah pada prinsipnya baik, namun keberadaan komite sekolah di sekolah-sekolah swasta dipastikan tidak efektif.

3. SMP Swasta Kristen BNKP Luzamanu (SMP BNKP Luzamanu) a. Data Penerimaan Peserta Didik Baru 24

Komite Sekolah adalah adalah suatu lembaga mandiri di lingkungan sekolah dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arah dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pada tingkat satuan pendidikan. 25 Berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 44/U/2002 Komite Sekolah bertujuan untuk (1) Mewadahi dan menyalurkan aspirasi dan prakarsa masyarakat dalam melahirkan kebijakan operasional dan program pendidikan dii satuan pendidikan; (2) Meningkatkan tanggung jawab masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan; dan (3) Menciptakan suasana dan kondisi transparan, akuntabel dan demokratis dalam penyelenggaraan dan pelayanan pendidikan yang bermutu di satuan pendidikan.

37

SMP Swasta Kristen BNKP Luzamanu PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 130 126

125

122

120 115 111

110

105

107

106

100 95 2012/2013

2013/2014

2014/2015

2015/2016

2016/2017

Siswa Diterima

b. Data tentang prestasi giswa dan guru, tidak ada karena memang tidak mengikuti perlombaan. Beberapa kegiatan yang sifatnya perlombaan telah diikuti namun belum beruntung/berprestasi. c. Kondisi lainnya: 1) Jumlah Guru 16 orang terdiri dari 1 orang PNS, 3 GTY, 10 GBD dan 2 orang GTT. Dari 16 orang tenaga guru ini terdapat 3 orang guru tersertifikasi. 2) Honor mengajar bagi GTT sebesar Rp. 40.000/Les/bulan. 3) Kelebihan dana yang dialokasikan untuk pembayaran honorarium GTT karena adanya GBD dipergunakan untuk maintenance dan pengembangan perlengkapan kantor (fisik) 4) Sarana pendukung penyelenggaraan pendidikan cukup memadai ditandai dengan adanya gedung/bangunan laboratorium IPA dan perrpstakaan. Sarana pendukung di sekolah ini sesungguhnya masih dapat dikembangkan melalui kerjasama dengan Disdik Kabupaten Nias Utara, namun terkendala masalah lahan. Meskipun dari segi bangunan labor dan perpustaakaan telah ada namum belum dapat diberdayakan dalam proses pembelajaran karena peralatan di dalamnya belum ada.

38

5) Hasil/belajar siswa pada dasarnya kurang maksimal. Hal ini disebabkan antara lain: -

Input berupa siswa tidak merata dalam hal kemampuan, terdapat banyak siswa masih tingkat kemampuan belajarnya masih lemah.

-

Ekonomi keluarga yang masih rendah, sehingga terbatas dalam hal mendukung studi anaknya.

-

Sepulang sekolah, anak-anak bantu orang tua dalam hal bertani dan beternak. Karena faktor kelelahan, maka waktu yang tersedia untuk belajar lebih banyak dipergunakan oleh siswa untuk istirahat.

6) Dalam rangka mengembangkan bakat, potensi dan kompetensi peserta didik, SMP BNKP Luzamanu menyelenggarakan berbagai kegiatan ekstrakurikuler antara lain Olahraga (sepakbola), seni suara dan tari, kursus bahasa Inggris level A dan B, dll. 7) Demikian halnya untuk kepentingan kesejahteraan para guru, SMP BNKP Luzamanu telah membentuk koperasi, salah satu unit usahanya adalah mengelola kantin sekolah.

39

4. SMK Swasta Kristen BNKP Luzamanu (SMK BNKP Luzamanu) a. Data Penerimaan Peserta Didik Baru

SMK Swasata Kristen BNKP Luzamanu PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 70 61

60

52

50 40

41

37

30

28

20 10 0 2012/2013

2013/2014

2014/2015

2015/2016

2016/2017

Siswa Diterima b. Data tentang prestasi giswa dan guru, tidak ada karena memang tidak mengikuti perlombaan. Beberapa kegiatan yang sifatnya perlombaan telah diikuti namun belum beruntung/berprestasi. c. Kondisi lainnya: 1. Tidak ada guru Yayasan (GTY) dan PNS-DPK, kecuali GBD dan GTT 2. Kendala utama yang dihadap adalah pembiayaan (keuangan) untuk keperluan kesejateraan guru dan pengembangan sarana dan fasilitas. 3. SPP peserta didik setiap bulannya cukup tinggi sebesar Rp. 85.000/bulan 4. Total keseluruhan siswa 134 orang dari Kelas X-XII 5. Jurusan yang diselenggarakan adalah (1) Administrasi Perkantoran, (2) Pertanian, (3) Teknik Video dan Audio, dan (4) Teknik Komputer dan Jaringan.

40

5. SMA Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli (SMA BNKP Swasta) a. Data Penerimaan Peserta Didik Baru

SMA Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 70 60

59

56

50 40 30 20

40

40 31

26 20

20

10 0 2013/2014

2014/2015 Mendaftar

2015/2016

2016/2017

Lulus Seleksi

b. Data Prestasi Siswa No 1 2 3 4 5

Jenis Kegiatan Olimpiade Fisika 2015 Lomba Disain Poster FLS2N 2015 Lomba Karya Ilmiah Try-Out SBMPTN 2016 Lomba Vokal Group

Prestasi/ Kejuaraan Peringkat 2 Peringkat 2 Peringkat 1 Peringkat 1 Peringkat 1

Lokal/Regional/ Nasional/Internasional*) Lokal Lokal Lokal Lokal Lokal

c. Data Prestasi Guru. Penulis belum menemukan adanya data/informasi tentang prestasi guru di sekolah ini. d. Data/Informasi lainnya: 1) Sekolah ini merupakan sekolah Unggulan yang diselenggarakan oleh Yayasan BNKP Gunungsitoli dan menawarkan proses pembelajaran blingual (InggrisIndonesia). Selain pembelajarann blingual, Yayasan juga menyediakan beasiswa bagi peserta didik yang berprestasi. 2) Penerimaan Peserta Didik Baru ditempuh melalui seleksi dengan materi (a) Tes Potensi Akademik, (2) Tes Psikologi dan (3) Wawancara. 3) Profesionalisme guru cukup memadai ditandai dengan setengah tenaga kependidikan memiliki kualifikasi pendidikan stratum dua (S2)

41

4) Proses pendidikan juga didukung oleh kegiatan ekstrakulikuler berupa kegiatan pengembangan diri, minat dan bakat yang dilaksanakan setiap sore hari dan Sabtu. 5) Tahun 2016 yang lalu, pertama kalinyalah sekolah ini menamatkan lulusannya, dan berdasarkan data diperoleh informasi bahwa mencapai 70% lulusan sekolah ini lulus atau diterima di PTN dan PTS terbaik di Indonesia, beberapa di antaranya diterima dengan kategori full scholarship.

6. TK BNKP Hanna Blindow Gunungsitoli a. Penerimaan Peserta Didik Baru 195

190

TK BNKP Hanna Blindow Gunungsitoli PPDB 2012/2013 – 2016/2017

190

185

180

180

180

176

175

170 Siswa Diterima 165 2013/2014

2014/2015

2015/2016

2016/2017

b. Prestasi Siswa: 2013 Juara I 2014 Juara II 2015 Juara II 2016 Juara I

Lomba Mewarnai Tingkat Kab/Kota Lomba Mewarnai Tingkat Kab/Kota Lomba Mewarnai Tingkat Kab/Kota Lomba Mewarnai Tingkat Kab/Kota

c. Prestasi Guru 2012 Juara I 2012 Juara II 2013 Juara I 2013 Juara II 2014 Juara III 2016 Juara II

Lomba Guru Berprestasi Tingkat Kab/Kota (Lokal) Lomba Guru Berprestasi Tingkat Provinsi (Regional) Lomba Guru Berprestasi Tingkat Kab/Kota (Lokal) Lomba Guru Berprestasi Tingkat Provinsi (Regional) Lomba Kreativitas Guru Tingkat Kab/Kota (Lokal) Lomba Kreativitas Guru Tingkat Kab/Kota (Lokal)

(Lokal) (Lokal) (Lokal) (Lokal)

42

d. TK BNKP Hanna Blindow berada di lokasi yang cukup strategis, numun lahan untuk pengembangan prasarana-sarana tidak cukup tersedia bahkan hampir tidak ada, kecuali bila didukung oleh kebijakan yang kuat dari sinode Gereja pendiri dan dana yang banyak, masalah ini bisa di atasi. e. Kebutuhan lahan ini menjadi penting, mengingat jumlah peserta didik cukup banyak serta animo masyarakat untuk menyekolahkan anaknya di sekolah ini cukup besar. Kondisi bangunan (ruang kelas) cukup sempit bagi 30-38 peserta didik di satu rombongan belajar. f. Media pembelajaran yang dimilki terbatas dari segi jumlah dan jenis g. Perpustakaan belum ada.

7. SMK Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli a. Penerimaan Peserta Didik Baru

SMK Swasta Kirsten BNKP Gunungsitoli PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017

198 212

2016/2017

206 218

2015/2016 2014/2015

232 238

2013/2014

228 236 238 248

2012/2013 0

50

100

150

200

250

Lulus Seleksi

Mendaftar

Linear (Mendaftar)

Linear (Lulus Seleksi)

300

Grafik di atas menunjukkan jumlah peserta didik baru dari tahun ke tahun semakin menurun. Berdasarkan informasi yang diperoleh ditengarai salah satu faktor penyebab adalah makin banyaknya sekolah-sekolah kejuruan dan umum yang berdiri di daerah-daerah pelosok di berbagai kecamatan dan kabupaten/kota di

43

Kepulauan Nias. Di sisi lain, SMK BNKP Gunungsitoli adanya di pusat Kota Gunungsitoli. b. Data/Informasi lainnya Menyangkut prasrana-sarana pendukung proses pembelajaran. Sekolah ini menyelenggarakan 5 (lima) jurusan yakni (1) Usaha Pariwisata, (2) Akuntansi, (3) Administrasi Perkantoran, (4) Tata Niaga, dan (5) Tekik Jaringan Komputer. Idealnya tiga jurusan dari lima jurusan yang ada masing-masing memiliki laboratorium komputer yang memadai, namun hingga saat ini laboratorium computer yang ada baru satu unit dan dimanfaatkan oleh 2 (dua) unit satuan pendidikan yakni SMK BNKP Gunungsitoli dan SMA BNKP Gunungsitoli.

8. SMP Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli a. Penerimaan Peserta Didik Baru

SMP Swasta Kristen BNKP Gunungsitoli PPDB TP 2012/2013 – 2016/2017 80 70 60 50 40 30 20 10 0 12/13

13/14

14/15

Siswa Diterima

15/16

16/17

Linear (Siswa Diterima)

44

b. Data tentang prestasi giswa dan guru, tidak ada karena memang tidak mengikuti perlombaan. Beberapa kegiatan yang sifatnya perlombaan telah diikuti namun belum beruntung/berprestasi. c. Kondisi lainnya: 1) Grafik di atas menunjukkan bahwa animo masyarakat yang menginginkan anak-anaknya melanjutkan studi pada jenjang sekolah lanjutan tingkat pertama di SMP BNKP Gunungsitoli sangat rendah dan fluktuatif. Hal ini diterangai banyaknya jenjang pendidikan yang sama dan berada di area yang berdekatan dengan SMP BNKP Gunungsitoli. 2) Berdasarkan data atau informasi yang diperoleh, peneliti belum menemukan adanya prestasi siswa di tingkat lokal sekalipun. Salah faktor penyebab adalah input (siswa) datang dari berbagai pelosok yang rata-rata memiliki kemampuan yang masih rendah. 3) Berdasarkan data di atas, tidak keliru kalau dinyatakan bahwa sekolah ini memang sulit bersaing. 4) Dalam berbagai kendala dan keterbatasan yang dihadapi sekolah ini tetap konsisten menyelenggarakan pendidikan dan proses pembelajaran sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Setiap hari Sabtu ditetapkan sebagai jam pelajaran pengembangan diri bagi siswa melalui penyelenggaraan berbagai kegiatan ekstrakurikuler. 5) Berbagai sarana/peralatan/perlengkapan sekolah seperti lapangan olah raga (volley, badminton dan tenis meja), peralatan music, laboratorium computer diberdayakan secara optimal untuk mengembangkan kompetensi, bakat dan minat siswa.

45

E. Siklus Kehidupan Sekolah di Yayasan BNKP & Strategi Pengembangannya Fakta menunjukkan bahwa kiprah BNKP dalam mewujudkan masyarakat, bangsa dan negara yang cerdas dan mampu berkompetisi telah cukup lama, bahkan lebih dari setengah abad beberapa sekolah BNKP telah berdiri. Dipastikan juga, bahwa ribuan sudah putra-putri Kepulauan Nias telah menamatkan studinya di satuan pendidikan baik yang terselenggara di bawah pembinaan Komisi Pendidikan maupun Yayasan BNKP Gunungsitoli. Kiprah yang telah lama ini, ditandai oleh usia sekolahsekolah di bawah bendera BNKP berikut ini. 1. SMP BNKP Gunungsitoli,

berdiri pada tahun 1955

2. TK BNKP Hanna Blindow, berdiri pada tahun 1959 3. SMP BNKP Hilimaziaya,

berdiri pada tahun 1965

4. SMP BNKP Luzamunu,

berdiri pada tahun 1984

5. SMK BNKP Gunungsitoli,

berdiri pada tahun 1996

6. SD BNKP Gunungsitoli,

berdiri pada tahun 2011

7. SMK BNKP Luzamanu,

berdiri pada tahun 2011

8. SMA BNKP Gunungsitoli,

berdiri pada tahun 2014

Bila keberadaan sekolah-sekolah tersebut di atas dicoba dipahami dengan pendekatan siklus hidup produk (Product Life Cycle)26,27, statusnya sebagai berikut: No 1. 2. 3. 4.

Nama Sekolah SMP BNKP Gunungsitoli TK BNKP Hanna Blindow SMP BNKP Hilimaziaya SMP BNKP Luzamunu

5.

SMK BNKP Gunungsitoli

6. 7. 8.

SD BNKP Gunungsitoli SMK BNKP Luzamanu SMA BNKP Gunungsitoli

Status Decline Stage (Tahap Kemunduran) Maturity Stage (Tahap Kedewasaan) Decline Stage (Tahap Kemunduran) Maturity Stage (Tahap Kedewasaan) Tend to Decline Stage (Cenderung ke Tahap Kemunduran) Growth Stage (Tahap Pertumbuhan) Growth Stage (Tahap Pertumbuhan) Introductory Stage (Tahap Perkenalan)

26

Siklus hidup produk merupakan suatu konsep penting yang memberikan pemahaman tentang dinamika kompetitif suatu produk. Seperti halnya dengan manusia, suatu produk juga memiliki siklus atau daur hidup. Tahap Siklus Hidup Produk (Product Life Cycle) suatu produk dapat ditentukan dengan mengidentifikasikan statusnya dalam market volume, rate of change of market volume. 27 Kotler, Philip dkk., 2003, Marketing Management An Asian Perspective, Edisi Ketiga, Singapore: Prentice Hall Pearson Education Asia Ltd

46

SMA BNKP

SD BNKP

TK BNKP

SMP BNKP

Gunungsitoli

Gunungsitoli

Hanna Blindow

Gunungsitoli

SMK BNKP

SMP BNKP

SMP BNKP

Luzamanu

Luzamanu

Hilimaziaya SMK BNKP Gunungsitoli

Gambar 1 Status Sekolah-sekolah di Yayasan BNKP Gunungsitoli Diolah dari Daur Hidup Produk (Kotler, 1997)

Pada tahap perkenalan (introductory stage), segala kelebihan dan keunggulan sekolah dalam hal ini SMA BNKP Gunungsitoli (berupa kelas unggulan & bilingual) ditampilkan ke masyarakat dengan kekuatan penuh, walaupun jumlah peminat (peserta didik baru) belum tinggi. Keunggulan sekolah yang ditampilkan umumnya baru (betulbetul baru). Karena masih berada pada tahap permulaan, biasanya biaya operasional yang dikeluarkan cukup tinggi terutama menyangkut sosialisasi. Sosialisasi atau promosi yang dilakukan memang harus agresif dan menitikberatkan pada keuggulan yang dimiliki. Di samping itu, branding sekolah masih terbatas dan melambat dikenal oleh public. Tahap pertumbuhan (growth stage). Dalam tahap ini, penerimaan peserta didik baru cenderung meningkat. Karena masyarakat sudah mengenal sekolah bersangkutan,

47

sehingga usaha sosialisasi yang dilakukan tidak seagresif tahap sebelumnya. pada tahap ini, pesaing sudah mulai masuk sehingga persaingan menjadi lebih ketat. Cara lain yang dapat dilakukan adalah perbaikan kinerja sekolah secara terus menerus sebab tidak pernah ada capaian yang bersifat sempurna. Mempertahankan dan meningkatkan mutu dan efisiensi dari apa yang telah ada jauh lebih efektif dari segi waktu dan biaya dibandingkan setiap waktu harus memulai dari awal lagi dengan selembar kertas kosong. Tahap kedewasaan (maturity stage). Pada tahap kedewasaan ini peserta didik baru yang masuk pada satuan pendidikan yang diselenggarakan relatif tetap jumlahnya. Situasi persaingan sudah sangat ketat termasuk di dalamnya urusan biaya pendidikan yang dibebankan kepada peserta didik, suka tidak suka sudah perlu ditinjau dan ditetapkan agar lebih bersaing. Singkatnya efisiensi perlu dilakukan di semua kegiatan, agar biaya pendidikan dapat ditekan sedemikian rupa. Di samping itu, kinerja sekolah diperbaiki terus-menerus agar standar-standar yang telah diberlakukan dapat dicapai secara maksimum. Bahwa mendesain kurikulum yang berbeda secara signifikan dengan sekolah lain adalah seuatu yang sulit dilakukan, namun yang perlu dilakukan adalah proses kreatif dan inovatif yang dilakukan oleh warga sekolah pada level praktis. Di tahap ini, juga aktivitas sosialisasi perlu dilakukan lagi secara intens serta pihak sekolah sudah perlu mulai memikirkan produk layanan pendidikan yang baru untuk untuk menghadapi persaingan. Tahap kemunduran (decline stage). Dalam konteks pendidikan, tahap kemunduran umumnya

ditandai

oleh menurunnya

minat

masyarakat

untuk

menyekolahkan anaknya di sekolah yang bersangkutan. Animo masyarakat untuk menempuh studi pada lembaga pendidikan tertentu akan meningkat jika lembaga itu mampu “menggaransi” dengan persentase tinggi bahwa lulusannya akan diterima pada jenjang berikutnya atau akan segera diserap oleh dunia kerja. Tahapan seperti ini juga malah lebih sering dialami oleh dunia usaha. Hampir semua jenis barang yang dihasilkan oleh perusahaan selalu mengalami kekunoan atau keusangan dan harus diganti dengan barang yang baru. Dalam tahap ini, barang baru harus sudah dipasarkan untuk menggantikan barang lama yang sudah kuno. Meskipun kasus ini sulit disejajarkan dalam konteks penyelenggaraan pendidikan, namun prinsip

48

„berfokus kepada pelanggan‟ dan melakukan peningkatan secara terus menerus merupakan hal yang penting dilakukan semasih berada di tahap kematangan dan sebelum masuk ke area kemunduran. Berdasarkan gambar di atas, setidak ada dua sekolah di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli yang berada di area decline itu, yakni SMP BNKP Gunungsitoli dan SMP BNKP Hilimaziaya, serta melihat trend peserta didik baru yang studi di SMK BNKP Gunungsitoli semakin menurun, maka sesungguhnya kaki sebelah sekolah ini sedang berada di tahap kemunduran. Bila tidak segera dibenahi dengan layanan pendidikan yang lebih inovatif hanya akan menjadi beban bagi Yayasan terutama dari sisi financial. Kemudian, kebijakan cepat yang juga belum kunjung tiba untuk menangani SMK BNKP Gunungsitoli hanya menjadikan sekolah ini sebagai penghasil pengangguran. Bila situasinya sudah seperti itu hampir dapat dipastikan sekolah ini akan mengalami kemunduran serius dan bahkan sangat berpotensi mengikuti jejak saudaranya SMA BNKP Gunungsitoli (pertama) yang tenggelam di penghujung tahun 2010. Berdasarkan keempat tahap dari analisa status sekolah-sekolah di atas, Yayasan BNKP dapat mengembangkan beberapa strategi, antara lain: Pada gambar di atas sekolah di lingkungan Yayasan BNKP yang berada di tahap perkenalan (introduction stage) adalah SMA BNKP Gunungsitoli. Pada tahap ini, strategi yang perlu dilakukan adalah sosialisasi atau promosi cepat dengan intensitas cukup tinggi guna memperkuat posisi dan daya tawar dengan sekolah lain. Meskipun biaya pendidikan tergolong cukup mahal namun operasionalisasi visi, misi dan tujuan sekolah yang kreatif dan inovatif yang didukung oleh manajemen yang berorientasi kualitas/mutu dan kredibel menjadi garansi atau jaminan bagi masyarakat untuk menyekolahkan putra-putrinya di sekolah ini. Penerimaan sekolah yang berasal dari masyarakat digunakan seefektif mungkin untuk memperlengkapi sarana dan peralatan pendukung kegiatan pembelajaran; kesejaheraan guru dan biaya sosialisasi/ promosi sekolah. Tahap pertumbuhan (growth stage). Terdapat dua sekolah yang berada di tahapan ini yakni SD BNKP Gunungsitoli dan SMK BNKP Luzamnu. Pertama, penulis akan mengawalinya dengan SD BNKP Gunungsitoli. Dengan sistem yang telah

49

berjalan dan potensi yang dimiliki sekolah ini maka untuk mempertahankan keberlangsungan dan eksistensinya sebagai sekolah yang diunggulkan perlu (1) Meningkatkan

kualitas

layanan

pendidikan

yang

diselenggarakan

dengan

menambahkan keistimewaan atau keunggulan layanan melalui program atau kegiatan intra-kurikuler, ekstra-kurikuler dann ko-kurikuler; (2) penambahan program/kegiatan yang kreatif dan inovatif akan dapat mempertahankan kesan positif masyarakat terhadap sekolah dan utamanya adalah tersedianya media atau kegiatan yang mampu mengeksplorasi potensi, minat, bakat dan kecerdasan peserta didik ke level maksimum; (3) menyempurnakan sistem yang telah ada dan menciptakan sistem yang baru yang mencerminkan kredibitas, akuntabilitas serta transparansi sekolah; (4) Melakukan roadshow ke sekolah-sekolah atau gereja di lingkungan sekitar selain mengedarkan brosur/pamflet sekolah; (5) Memberi perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan guru agar tetap memiliki motivasi yang tinggi untuk mengabdi; (6) melaksanakan peningkatan kapasitas guru melalui kegiatan pelatihan secara berkala (mis, sekali dalam satu semester); (7) melengkapi secara bertahap sarana dan peralatan penunjang penyelenggaraan pendidikan/pembelajaran melalui pengembangan kerjasama, jejaring dan kemitraan; (8) Reorientasi kultur manajemen sekolah yang mengintegral pada seluruh komunitas institusi persekolahan, terutama pada kalangan kepala sekolah, guru dan staf bantu lainnya. Misalnya, dari bekerja asal jadi menjadi bekerja secara bermutu, kinerja rendah menjadi optimum, dari perspektif jangka pendek ke perspektif jangka panjang. Kedua, SMK BNKP Luzamanu. Sekolah ini sesungguhnya tergolong baru beroperasi, namun kondisinya memprihatinkan, dari empat (4) jurusan atau program studi yang diasuh hanya terdapat 134 orang total peserta didik yang melanjutkan studinya pada jenjang pendidikan menengah di sekolah ini . Sejauh pengamatan penulis beberapa program studi atau jurusan di sekolah ini diselenggarakan tanpa pengkajian yang cukup baik. Hal ini ditunjukkan oleh jurusan teknik komputer dan jaringan serta jurusan teknik video dan audio yang. Idealnya untuk mewujudkan tujuan pendidikan dan pembelajaran pada kedua jurusan ini wajib dilengkapi dengan sarana pendukung berupa laboratorium komputer dengan jaringan luas dan studio. Namun kedua sarana pendukung dimaksud belum bisa diwujudkan mulai dari sejak sekolah beroprasi hingga saat ini sekolah telah berusia 5 (lima) tahun. Beberapa aspek sebagai

50

penyebab belum diwujudkannya sarana dan peralatan dimaksud antara lain fasilitas interconnected networking (internet) yang belum terjangkau lokasi sekolah berdiri; ketiadaan dana untuk menyediakan fasilitas laboratorium/studio, lalu di atas semua itu adalah faktor SDM yang minim keahlian. Satu hal yang menyebabkan sekolah ini masih eksis dengan segala kekurangan hampir di semua komponen penyelenggaraan pendidikan adalah ketiadaan pesaing (sekolah lain dengan jenis pendidikan yang sama yakni kejuruan). Artinya, memang belum ada penawaran program pendidikan yang sama/mirip dari lembaga lain dalam wilayah berdekatan sehingga masyarakat dapat memiliki alternatif pilihan. Apakah kondisi ini dibiarkan berlaku terus-menerus? Jawabnya adalah mutlak tidak boleh, karena sudah menyangkut akuntabilitas sekolah kepada masyarakat luas. Akibatnya lembaga atau sekolah dapat dicap tidak memiliki tanggung jawab moral sebagai penyelanggara pendidikan. Akuntabilits dan kredibilitas sekolah yang semakin menurun di mata masyarakat hampir dapat dipastikan akan berakhir dengan sekolah bakal tidak beroperasi lagi. Apa yang harus dilakukan? Dalam jangka pendek, hanya ada opsi yang dapat dipilih, pertama pembenahan secara cepat dengan invenstasi yang cukup tinggi, yang didukung dengan kegiatan sosialisasi/promosi tingkat tinggi, atau kedua menutup jurusan atau program studi yang terlalu berat untuk dikembangkan. Menutup program studi yang sulit bersaing adalah bukan pelanggaran hukum, bahkan jauh lebih baik ditutup daripada dibiarkan tetap beroperasi namun hanya menciptakan generasi pengangguran, karena peserta didik tidak mendapatkan apa-apa sebagai bekal untuk menghadapi ketidakpastian di masa yang akan datang. Menutup program studi yang terlalu berat untuk dikembangkan mendorong pengurus sekolah lebih fokus perhatian untuk mengembangkan program studi atau jurusan lain yang lebih mampu bersaing dan menjawab kebutuhan masyarakat. Tahap Kedewasaan (maturity stage). Ada dua sekolah yang eksis di zona ini yakni TK BNKP Hanna Blindow dan SMP BNKP Luzamanu. Kedua sekolah ini sudah cukup memiliki reputasi yang baik serta branding yang popular di masyarakat. Juga telah memiliki segmen pasar yang tetap. Agar kedua sekolah ini tetap eksis, memiliki daya saing yang kuat serta tetap unggul atau selalu memenangkan posisi persaingan,

51

maka strategi yang perlu dilakukan antara lain (1) Meningkatkan/menambah keistimewaan/keunggulan melalui perluasan keanekagunaan (fungsi/tujuan), keamanan atau kenyaman layanan pendidikan; (2) Strategi peningkatkan mutu melaui upaya perbaikan terus-menerus guna mencapai standar pendidikan, bila perlu melebihi standar yang ada; (3) Peningkatan kemampuan dan keahlian serta kesejahteraan guru melalui pelatihan secara berkala serta perbaikan sistem pemberian balas jasa atau penghargaan berupa gaji dan/atau insentif, dan (4) Pengembangan budaya oganisasi yang menawarkan sistem nilai seperti keanggotaan masyarakat sekolah yang inovatif dan siap mengambil risiko pada derajat risiko tertentu, aksi konkrit khususnya kepala sekolah dan guru agar lebih dominan ketimbang verbalistik, dan lain sebagainya. Akhirnya pada suatu waktu tertentu setiap produk atau layanan termasuk di dalamnya layanan pendidikan dapat mengalami fase atau tahap penurunan (decline stage). Sekolah-sekolah di lingkungan Yayasan BNKP yang berada di fase ini adalah SMP BNKP Gunungsitoli, SMP BNKP Hilimaziaya dan ada kecenderungan SMK BNKP Gunungsitoli bakal segera mengalami fase atau tahapan ini. Beberapa strategi yang boleh dilakukan guna mencegah dan melindungi institusi dari peribahasa „hidup segan matipun tak mau‟ sebagai akibat kutidakmampuan untuk bertahan dalam persaingan yang ketat, antara lain (1) Manambah investasi (menggelontorkan dana) guna membiayai seluruh komponen pendidikan yang mengalami stagnan pertumbuhan dan perkembangan; (2) Mengubah produk atau layanan pendidikan yang ditawarkan dengan menjatuhkan pilihan pada segmen jurusan atau program studi yang belum disentuh oleh pesaing; (3) Menutup jurusan/program studi yang daya saingnya menurun terus-menerus bahkan sudah tidak ada dan membuka jurusan/program studi yang luaran (output) diserap oleh pasar tenaga kerja; (4) Melakukan re-organisasi institusi persekolahan dan sistem nilai yang dianut, dan/atau (5) Ditutup dan tidak beroperasi lagi seperti SMTK BNKP Gunungsitoli yang resmi ditutup tahun 2016 yang lalu.

52

BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa: 1) Derajat profesionalisme guru pada satuan pendidikan di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli masih belum menggembirakan (tergolong rendah), tidak merata disetiap satuan pendidikan (sekolah) serta membutuhkan tindakan cepat untuk memperbaikinya. Data menunukkan bahwa dari 164 orang guru, baru 38 orang yang tersertifikasi. 74 orang dari 164 jumlah keseluruhan guru yang ikut UKG 2015 hanya 45 orang (60.81%) dinyatakan lulus. 2) Selain kompetensi, sertifikasi dan tunjangan profesi, terdapat 2 (dua) faktor penting yang terpengaruh pada profesionalisme guru di Yayasan BNKP, yakni (a) Kesejahteraan guru, minimnya penghasilan guru ini berdampak pada kurang fokusnya guru melakukan persiapan pelaksanaan tugas, memperbaiki kinerja serta mengembangkan diri. Selain istirahat, sisa waktu yang tersedia setiap hari akan digunakan untuk berkativitas lain guna memperoleh penghasilan tambahan dan (2) Struktur dan komposisi guru di setiap satuan pendidikan (sekolah). Dari 164 orang guru di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli, Guru Tetap Yayasan berjumlah 25 orang, PNS-DPK 24 orang, GBD 19 orang dan GTT 96 orang. 3) Kurun waktu 5 tahun terakhir, Yayasan dan/atau pihak sekolah belum menyelenggarakan Pelatihan yang sifatnya terencana dan berkelanjutan bagi guru-guru. Pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh guru selama ini sangat minim, dan terbatas dari sisi jumlah peserta. Pelatihan lebih banyak diikuti oleh kepala sekolah, sedangkan guru minim. Pelatihan yang diikuti oleh staf selama ini murni bukan atas prakarsa Yayasan/Sekolah, namun merupakan program dari Mitra BNKP (di dalamnya ada yayasan) terhadap klien-kliennya.

53

B. Saran dan Rekomendasi Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan sebagaimana diuraikan pada bab terdahulu, maka disarankan/direkomendasikan beberapa hal antara lain: 1. Peningkatkan profesionalisme guru, dapat ditempuh melalui (a) Peningkatan kesejahteraan guru, (b) Mengurangi beban guru dari tugas-tugas administrasi yang sangat menyita waktu, (c) Menyelenggarakan pelatihan dan sarana, (d) Membina perilaku kerja, (e) Menciptakan waktu luang, (f) Memahami tuntutan standar profesi yang ada, (g) Mencapai kualifikasi dan kompetensi yang disyaratkan, (h) Membangun hubungan kesejawatan yang baik dan luas, (i) Mengembangkan etos kerja yang bermutu tinggi, dan (j) Mengadopsi inovasi dan mengembangkan kreativitas dalam pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi. 2. Pengembangan satuan pendidikan (sekolah) di lingkungan Yayasan BNKP Gunungsitoli dapat ditempuh dengan beberapa strategi pengembangan antara lain: (1) Melakukan sosialisasi yang agresif dan kontinu, (2) Merperbaiki kinerja sekolah secara terus menerus sebab tidak pernah ada capaian yang bersifat sempurna, (3) Mempertahankan dan meningkatkan mutu dan efisiensi, (4) Meninjau ulang skema pemberlakuan biaya pendidikan yang dibebankan kepada masyarakat, (5) Mewujudkan pencapaian standa-standar pendidikan di level maksumum, (6) Mengkaji dan menyiapkan produk atau layanan pendidikan yang baru untuk menghadapi persaingan, (7) Fokus kepada pelanggan. Pelanggan yang dimaksud di sini adalah pemakai akhir luaran persekolahan, (8) Meningkatkan kualitas layanan pendidikan yang diselenggarakan dengan menambahkan keistimewaan atau keunggulan layanan melalui program atau kegiatan

intra-kurikuler,

ekstra-kurikuler

dann

ko-kurikuler,

(9)

menyempurnakan sistem yang telah ada dan menciptakan sistem yang baru yang mencerminkan kredibitas, akuntabilitas serta transparansi sekolah, (10) Memberi perhatian terhadap peningkatan kesejahteraan guru agar tetap memiliki motivasi yang tinggi untuk mengabdi, (11) Melaksanakan peningkatan kapasitas guru melalui kegiatan pelatihan secara berkala, (12) Melengkapi secara bertahap sarana dan peralatan penunjang penyelenggaraan pendidikan/pembelajaran melalui pengembangan kerjasama, jejaring dan kemitraan, (13) Reorientasi

54

kultur manajemen sekolah yang mengintegral pada seluruh komunitas institusi persekolahan, terutama pada kalangan kepala sekolah, guru dan staf bantu lainnya, (14) Mengembangkan budaya oganisasi yang menawarkan sistem nilai dan makna, (15) Manambah investasi (menggelontorkan dana) guna membiayai seluruh komponen pendidikan yang mengalami stagnan pertumbuhan dan perkembangan, (16) Mengubah produk atau layanan pendidikan yang ditawarkan dengan menjatuhkan pilihan pada segmen jurusan atau program studi yang belum disentuh oleh pesaing, (17) Menutup jurusan/program studi yang daya saingnya menurun terus-menerus bahkan sudah tidak ada dan membuka jurusan/program studi yang luaran (output) diserap oleh pasar tenaga kerja, (18) Pilihan terakhir, satuan pendidikan (sekolah) sangat dimungkinkan untuk ditutup atau operasionalnya dihentikan.

55

DAFTAR PUSTAKA Bernard, H. Russell, Research Methods in Anthropology: Qualitative and Quantitative Approaches, (Walnut Creek: AltaMira Press, 1995). Bodgan, Robert & Steven J. Taylor, Introduction to Qualitative Research Methods: A Phenomenological Approach to Social Sciences, (New York: John Willey & Sons, 1975). Bungin, Burhan, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Perkasa, 2001). Echols, John M., dan Hassan Shadili, Kamus Inggris Indonesia, (Jakarta: PT. Gramedia, 1996). http://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/01/7-provinsi-raih-nilai-terbaik-ujikompetensi-guru-2015 http://www.ktiguru.org/index.php/profesiguru. http://www.sekolah dasar.net/2015/08/profesionalisme-guru-akan-diukur-dengancara-ini.html#ixzz47 KgN7CVc. https://wordpress.com/read/feeds/213777/posts/958349691, tentang Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) Tahun 2015. Kotler, Philip dkk., 2003, Marketing Management An Asian Perspective, Edisi Ketiga, Singapore: Prentice Hall Pearson Education Asia Ltd. Kunandar, Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Persiapan Menghadapi Sertifikasi Guru, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007). Miles, M.B., & A.M. Huberman, Qualitative Data Analysis: A source book for new methods, (Beverly Hills CA: Sage Publication Inc, 1984). Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2012 Tentang Uji Kompetensi Guru. Sanapiah, F., Penelitian Kwalitatif, Dasar-dasar dan Aplikasi, (Malang: Yayasan Asih, Asah dan Asuh, 1990). Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1998). Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2013).

56

Tamyong, Agus F. dalam Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009). Tilaar, H.A.R., Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002). Usman, M. Uzer, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2006. Usman, Menjadi Guru Profesional, Edisi Kedua, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009).

57