1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air ... - pps unud

5 Mei 2012 ... kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan penca...

4 downloads 634 Views 6MB Size
1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen lingkungan yang penting bagi kehidupan. Air merupakan kebutuhan utama bagi proses kehidupan di bumi, sehingga tidak ada kehidupan seandainya di bumi tidak ada air. Namun demikian, air dapat menjadi malapetaka bilamana tidak tersedia dalam kondisi yang benar, baik kualitas maupun kuantitasnya. Air yang relatif bersih sangat didambakan oleh manusia, baik untuk keperluan hidup sehari-hari, untuk keperluan industri, untuk kebersihan sanitasi kota, maupun untuk keperluan pertanian dan lain sebagainya. Air sebagai komponen lingkungan hidup akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Air yang kualitasnya buruk akan mengakibatkan lingkungan hidup menjadi buruk sehingga akan mempengaruhi kesehatan dan keselamatan manusia serta mahluk hidup lainnya. Penurunan kualitas air akan menurunkan daya guna, hasil guna, produktivitas, daya dukung dan daya tampung dari sumberdaya air yang pada akhirnya akan menurunkan kekayaan sumberdaya alam. Untuk mendapat air yang baik sesuai dengan standar tertentu, saat ini menjadi barang yang mahal, karena air sudah banyak tercemar oleh bermacam-macam limbah dari berbagai hasil kegiatan manusia, sehingga secara kualitas, sumberdaya air telah mengalami penurunan. Demikian pula secara kuantitas, yang sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan yang terus meningkat. Salah satu badan air yang merupakan kekayaan sumberdaya air adalah 1

2

sungai. Sungai merupakan sebuah fenomena alam yang terbentuk secara alamiah. Fungsi sungai adalah sebagai penampung, penyimpan irigasi dan bahan baku air minum bagi sejumlah kota disepanjang alirannya. Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatic yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya, sehingga kondisi suatu sungai sangat dipengaruhi oleh karakteristik yang dimiliki oleh lingkungan di sekitarnya. Sungai juga merupakan tempat yang mudah dan praktis untuk pembuangan limbah, baik padat maupun cair, sebagai hasil dari kegiatan rumah tangga, industri rumah tangga, garmen, peternakan, perbengkelan, dan usahausaha lainnya. Dengan adanya pembuangan berbagai jenis limbah dan sampah yang mengandung beraneka ragam jenis bahan pencemar ke badan-badan perairan, baik yang dapat terurai maupun yang tidak dapat terurai akan menyebabkan semakin berat beban yang diterima oleh sungai tersebut. Jika beban yang diterima oleh sungai tersebut melampaui ambang batas yang ditetapkan berdasarkan baku mutu, maka sungai tersebut dikatakan tercemar, baik secara fisik, kimia, maupun biologi. Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 menyebutkan bahwa sepuluh sungai di Provinsi Bali telah mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Kesepuluh sungai yang terkena limbah tersebut, antara lain Tukad Badung, Tukad Mati, Tukad Ayung, Tukad Jinah, Tukad Pakerisan, Tukad Unda, Tukad Sangsang, Tukad Saba, Tukad Bubuh, dan Tukad Yeh Sungi. Sungai tersebut masih digunakan sebagai tempat untuk mandi dan kebutuhan lain.

3

Sungai-sungai tersebut terindikasi mengandung Biological Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), lapisan minyak, phosfat dan lainnya. Limbah tersebut bersumber dari kegiatan rumah tangga, aktivitas komersial, seperti usaha pembuatan tempe dan tahu, kegiatan peternakan, sablon dan lainnya (BLH Provinsi Bali, 2009). Tukad Yeh Sungi merupakan salah satu sungai dari sepuluh sungai telah mengalami penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Tukad Yeh Sungi merupakan tukad lintas Kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan Badung yang pada aliran air di daerah hilir dipergunakan sebagai sumber bahan baku air minum. Sungai/Tukad Yeh Sungi bermuara di perbatasan wilayah Kabupaten Tabanan dan Badung. Beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Total Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform. Berdasarkan data tersebut dan terkait dengan pemanfaatannya sebagai air baku air minum menimbulkan ide untuk mengadakan penelitian di Tukad Yeh Sungi sehingga diketahui tingkat pencemaran yang terjadi sebagai upaya mewujudkan kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan untuk sebesarbesar kemakmuran rakyat. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut:

4

1.

Bagaimana sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi

pada hulu,

tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi ? 2.

Bagaimana Indeks Pencemaran Tukad Yeh Sungi pada wilayah hulu, tengah dan hilir ?

3.

Bagaimana kualitas air Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan biologi ?

1.3. Tujuan Penelitian 2.

Menentukan sumber dan karakter pencemar yang berdampak pada perubahan kualitas air secara fisik, kimia, dan biologi pada tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi.

3.

Menentukan Indeks Pencemaran pada hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi.

4.

Mengetahui kualitas air pada Tukad Yeh Sungi secara fisik, kimia, dan biologi.

1.4. Manfaat Penelitian 1.

Bagi pemerintah daerah, informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan atau acuan dalam memformulasi kebijakan dalam pengendalian pencemaran yang terjadi di Tukad Yeh Sungi.

2.

Sebagai bahan pertimbangan bagi upaya pemeliharaan dan pemanfaatan Tukad Yeh Sungi.

3.

Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk melaksanakan penelitian lanjutan.

5

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Air Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2010). Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpah-limpah akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relatif sedikit karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi, 2003). Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang ada di bumi, sekitar 1.337 km3 (97,39%) berada di samudera atau lautan dan hanya sekitar 35 juta km3 (25,53%) berupa air tawar di daratan dan sisanya dalam bentuk gas/uap. Jumlah air tawar tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan es dan glasier yang terperangkap di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah dan hanya sekitar 1% terdapat dalam sungai, danau dan waduk (Suripin, 2002). Kuantitas air di alam ini jumlahnya relatif tetap namun kualitasnya semakin lama semakin menurun. Kuantitas/jumlah air umumnya dipengaruhi oleh lingkungan fisik daerah seperti curah hujan, topografi dan jenis batuan sedangkan kualitas air sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosial seperti kepadatan penduduk dan kepadatan sosial (Hadi dan Purnomo, 1996 dalam Lutfi, 2006). Air yang memadai bagi konsumsi manusia hanya 0,003% dari seluruh air yang ada (Effendi, 2003).

5

6

Habitat air tawar menempati daerah yang relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat laut dan daratan namun habitat ini mempunyai kepentingan bagi manusia yang jauh lebih berarti karena habitat air tawar merupakan sumber air yang praktis dan murah untuk berbagai keperluan, baik rumah tangga, domestik, maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang memadai dan paling murah (Odum, 1996). 2.2

Daerah Aliran Sungai (DAS) Daerah aliran sungai dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi

tempat berlangsungnya proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosialekonomi dan budaya masyarakat yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai bagian dari suatu daur hidrologi atau yang dikenal sebagai siklus air. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat merupakan bentuk intervensi manusia terhadap sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS. Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan budidaya yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengarah pada kondisi yang kurang diinginkan, yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan, dan percepatan degradasi lahan. Hasil akhir perubahan ini tidak hanya berdampak nyata secara biofisik berupa peningkatan luas lahan kritis dan

7

penurunan daya dukung lahan, namun juga secara sosial ekonomi menyebabkan masyarakat menjadi semakin kehilangan kemampuan untuk berusaha di lahannya. Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat digunakan untuk berbagai keperluan antara lain pertanian, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, industri, pertambangan, pariwisata dan pemukiman (Bappedal Jateng, 2002). Sungai merupakan perairan mengalir (lotik) yang dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim, bentang alam (topografi dan kemiringan), jenis batuan dasar dan curah hujan. Semakin tinggi tingkat kemiringan, semakin besar ukuran batuan dasar dan semakin banyak curah hujan, pergerakan air semakin kuat dan kecepatan arus semakin cepat. Sungai bagian hulu dicirikan dengan badan sungai yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih dan mengalir cepat. Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai badan air dalam, keruh dan aliran air lambat (Mulyanto, 2007). Menurut Newson (1997) sungai merupakan bagian lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktifitas manusia di sekitarnya. Sungai sebagai penampung dan penyalur air yang datang dari daerah hulu atas, akan sangat terpengaruh oleh tata guna lahan dan luasnya daerah aliran sungai, sehingga pengaruhnya akan terlihat pada kualitas air sungai (Odum, 1996). Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self purification) dengan cepat, terutama terhadap limbah penyebab penurunan kadar

8

oksigen (oxygen demanding wastes) dan limbah panas.

Kemampuan sungai

dalam memulihkan diri dari pencemaran tergantung pada ukuran sungai dan laju aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah yang masuk (Lehler dalam Miller, 1975). Kemampuan sungai untuk memulihkan diri sendiri dari pencemaran dipengaruhi oleh (1) laju aliran air sungai, (2) berkaitan dengan jenis bahan pencemar yang masuk ke dalam badan air. Senyawa nonbiodegradable yang dapat merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan secara masif, atau terjadi magnifikasi biologis pada rantai makanan (Lehler dalam Miller, 1975). 2.3

Gambaran Umum Tukad Yeh Sungi Tukad Yeh Sungi merupakan sungai

lintas kabupaten dengan daerah

aliran terletak disebelah Timur Kabupaten Tabanan yang berbatasan langsung dengan wilayah administrasi Kabupaten Badung. Sungai-sungai yang melintas di Kabupaten Tabanan pada bagian timur merupakan sungai yang mengalir sepanjang tahun karena hampir semua hulunya terletak di Kecamatan Penebel dan Kecamatan Baturiti yang merupakan daerah resapan air dan merupakan sungai dengan sumber mata air dalam jumlah yang banyak. Debit air dari mata air pada dua Kecamatan tersebut memiliki total debit air paling tinggi di bandingkan dengan debit air dari mata air di kecamatan lain karena kecamatan ini terletak pada dataran tinggi dengan perkebunan tanaman tahunan dan berdekatan dengan punggung dari wilayah bergelombang yang menjorok ke pantai yang telah

9

mengalami pengikisan selama ratusan tahun (Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010). Panjang aliran Tukad Yeh Sungi 40,5 km dan luas daerah pengaliran sungai 39,2 km². Daerah hulu terletak di Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan dan bermuara di wilayah Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. (BLH Provinsi Bali, 2009). PDAM Kabupaten Tabanan sebagai punyuplai air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Tabanan mengembangkan pemanfaatan sumber air di daerah muara Tukad Yeh Sungi sebagai air baku air minum (Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2009) 2.4

Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah perubahan lingkungan yang tidak

menguntungkan, sebagian karena tindakan-tindakan manusia yang disebabkan oleh perubahan pola pembentukan energi dan materi, tingkatan radiasi, bahanbahan fisika, kimia dan jumlah organisme. Perubahan ini dapat mempengaruhi manusia secara langsung atau tidak langsung melalui hasil pertanian, peternakan, benda-benda, perilaku dalam apresiasi dan rekreasi di alam bebas (Fardiaz. 1992) Menurut Hidayat (1981), pada dasarnya pencemaran lingkungan dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu : (1) gangguan, merupakan bentuk pencemaran yang paling ringan, (2) pencemaran temporer, berjangka pendek karena alam mampu mencernakannya sehingga lingkungan dapat kembali seperti semula, dan (3) pencemaran permanen, bersifat tetap karena alam tidak mampu kembali mencernakannya (dikenal sebagai perubahan sumberdaya alam).

10

Pencemaran lingkungan hidup menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009) adalah masuk atau dimasukkannya mahluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan. 2.4.1 Pencemaran Air Pencemaran adalah suatu penyimpangan dari keadaan normalnya. Jadi pencemaran air adalah suatu keadaan air tersebut telah mengalami penyimpangan dari keadaan normalnya. Keadaan normal air masih tergantung pada faktor penentu, yaitu kegunaan air itu sendiri dan asal sumber air (Wardhana, 2004). Cottam

(1969)

mengemukakan

bahwa

pencemaran

air

adalah

bertambahnya suatu material atau bahan dan setiap tindakan manusia yang mempengaruhi kondisi perairan sehingga mengurangi atau merusak daya guna perairan. Industri pertambangan dan energi mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan lingkungan karena mengubah sumber daya alam menjadi produk baru dan menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan (Darsono, 1992). Kumar (1977) berpendapat bahwa air dapat tercemar jika kualitas atau komposisinya baik secara langsung atau tidak langsung berubah oleh aktivitas manusia sehingga tidak lagi berfungsi sebagai air minum, keperluan rumah tangga, pertanian, rekreasi atau maksud lain seperti sebelum terkena pencemaran. Polusi air merupakan penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal. Ciri-ciri yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi (Sumengen, 1987).

11

2.4.2 Hal-hal yang Umumnya Menjadi Penyebab Pencemaran di dalam Perairan. Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan pencemaran sungai-sungai, terutama sungai – sungai yang melintasi daerah perkotaan dimana sebagian air bekas kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan yang sedikit atau tanpa pengolahan sama sekali terlebih dahulu. Hal ini menyebabkan penurunan kualitas air sungai (Darsono, 1992). Penyebab pencemaran air berdasarkan sumbernya secara umum dapat dikategorikan sebagai sumber kontaminan langsung dan tidak langsung. Sumber langsung meliputi effluent yang keluar dari industri, TPA (Tempat Pemrosesan Akhir Sampah), dan sebagainya. Sumber tidak langsung yaitu kontaminan yang memasuki badan air dari tanah, air tanah, atau atmosfer berupa hujan. Tanah dan air tanah mengandung mengandung sisa dari aktivitas pertanian seperti pupuk dan pestisida. Kontaminan dari atmosfer juga berasal dari aktivitas manusia yaitu pencemaran udara yang menghasilkan hujan asam. Penyebab pencemaran air dapat juga digolongkan berdasarkan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, yaitu limbah yang berasal dari industri, rumah tangga, dan pertanian (Suriawiria, 1996). Beberapa jenis pencemar dan sumber pencemar yang dikemukakan oleh Davis dan Cornwell, 1991 dalam Effendi (2003), secara ringkas seperti terlihat pada Tabel 2.1

12

Tabel 2.1 Jenis Pencemar dan Sumbernya Sumber Tertentu (point source) Jenis Pencemar

Sumber Tak Tentu (non point source)

Limbah Domestik

Limbah Industri

Limpasan Daerah Pertanian

Limpasan Daerah Perkotaan

1. Limbah yang dapat menurukan kadar oksigen

X

X

X

X

2. Nutrien

X

X

X

X

3. Patogen

X

X

X

X

4. Sedimen

X

X

X

X

5. Garam-garam

-

X

X

X

6. Logam yang toksik

-

X

-

X

7. Bahan organik yang toksik

-

X

X

-

8. Pencemaran panas

-

X

-

-

Sumber : Davis dan Cornwell (1991) dalam Effendi (2003) 2.4.3. Limbah Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah yang dihasilkan berupa sampah, air kakus (black water), dan air buangan dari berbagai aktivitas domestik lainnya (grey water). Menurut Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), limbah didefinisikan sebagai sisa suatu usaha dan/atau kegiatan. Limbah cair adalah air yang membawa sampah (limbah) dari rumah, bisnis dan industri. Limbah adalah sampah cair dari suatu lingkungan masyarakat dan

13

terutama terdiri dari air yang telah dipergunakan dengan hampir 0,1% dari padanya berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat organik dan an-organik. Pelimbahan akan berbeda kekuatan dan komposisinya dari suatu kota ke kota yang lain disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang nyata dalam kebiasaankebiasaan masyarakat yang berbeda-beda, sifat makanan dan pemakaian air perkapita. Tidak ada dua jenis sampah yang benar-benar sama. Pelimbahan pada kota-kota non industri, kebanyakan terdiri dari sampah domestik yang murni (Mahida, 1986). Limbah padat lebih dikenal sebagai sampah, yang seringkali tidak dikehendaki kehadirannya karena tidak memiliki nilai ekonomis. Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia senyawa organik dan senyawa anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. 2.4.4. Komponen Limbah Cair Komponen limbah cair (Tchobanoglous and Eliassen dalam Soeparman, 2001) antara lain limbah cair domestik (domestic waste water), limbah cair industri (industrial waste water), rembesan dan luapan (infiltration and inflow). Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan, bangunan, perdagangan, perkantoran dan sarana sejenisnya. Limbah cair domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun

14

utamanya berupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid). Sugiharto (1987) menyebutkan bahwa komposisi yang sangat bervariasi dari setiap tempat dan setiap saat sesuai dengan sumber asalnya. Secara garis besar zat yang terdapat di dalam air limbah dapat dikelompokkan seperti Gambar 2.1.

Air Limbah Bahan Padat (0,1 %)

Air (99, 9%)

An Organik (30%)

Organik (70%) Protein (65 %)

Butiran

Karbohidrat (25 %) Lemak (10 %)

Garam Metal Gambar 2.1

Komposisi dan Persentase Komponen Bahan Organik dalam Limbah (Sugiharto, 1987) 2.4.5 Indikator Pencemaran Perairan Beberapa karakteristik atau indikator kualitas air yang disarankan untuk dianalisis sehubungan pemanfaatan sumberdaya air untuk berbagai keperluan, antara lain parameter fisika, kimia dan biologi (Effendi, 2003). Indikator atau tanda bahwa air lingkungan telah tercemar adalah adanya perubahan atau tanda yang dapat diamati yang dapat digolongkan menjadi : -

Pengamatan secara fisik, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan tingkat kejernihan air (kekeruhan), perubahan suhu, warna dan adanya perubahan warna, bau dan rasa.

15

-

Pengamatan secara kimiawi, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan zat kimia yang terlarut dan perubahan pH.

-

Pengamatan secara biologis, yaitu pengamatan pencemaran air berdasarkan mikroorganisme yang ada dalam air, terutama ada tidaknya bakteri patogen. Indikator yang umum digunakan pada pemeriksaan pencemaran air adalah

pH atau konsentrasi ion hydrogen, oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO), kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD) serta kebutuhan oksigen kimiawi (Chemical Oxygen Demand, COD). Pemantauan kualitas air pada sungai perlu disertai dengan pengukuran dan pencatatan debit air agar analisis hubungan parameter pencemaran air dan debit badan air sungai dapat dikaji untuk keperluan pengendalian pencemarannya (Irianto dan Machbub, 2003). - Parameter Fisika a. Suhu Suhu sangat berpengaruh terhadap proses-proses yang terjadi dalam badan air. Suhu air buangan kebanyakan lebih tinggi daripada suhu badan air. Hal ini erat hubungannya dengan proses biodegradasi. Pengamatan suhu dimaksudkan untuk mengetahui kondisi perairan dan interaksi antara suhu dengan aspek kesehatan habitat dan biota air lainnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut : (1) jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun. (2) kecepatan reaksi kimia meningkat. (3) kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.(4) jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati. (Fardiaz, 1992)

16

b.

Daya Hantar Listrik Daya hantar listrik adalah bilangan yang menyatakan kemampuan larutan

cair untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini tergantung keberadaan ion, total konsentrasi ion, valensi konsentrasi relatif ion dan suhu saat pengukuran. Makin tinggi konduktivitas dalam air, air akan terasa payau sampai asin. (Mahida, 1986). c.

Total Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid, TSS) dan Total Padatan Terlarut (Total Dissolved Solid, TDS) Padatan total adalah bahan yang tersisa setelah air sampel mengalami

evaporasi dan pengeringan pada suhu tertentu (APHA, 1989). Padatan yang terdapat di perairan diklasifikasikan berdasarkan ukuran diameter partikel Tabel 2.2. Tabel 2.2 Klasifikasi Padatan di Perairan Berdasarkan Ukuran Diameter Klasifikasi Padatan Padatan terlarut Koloid Padatan tersuspensi

Ukuran Diameter (μm)

Ukuran Diameter (mm)

<10-3

<10-6

10-3 – 1

10-6 – 10-3

>1

>10-3

Sumber : APHA, 1989 Sugiharto (1987) mendefinisikan sebagai jumlah berat dalam air limbah setelah mengalami penyaringan dengan membran berukuran 0,45 mikro. Total padatan tersuspensi terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Masuknya padatan tersuspensi ke dalam perairan dapat menimbulkan

17

kekeruhan air. Hal ini menyebabkan menurunnya laju fotosintesis fitoplankton, sehingga produktivitas primer perairan menurun, yang pada gilirannya menyebabkan terganggunya keseluruhan rantai makanan.

Padatan tersuspensi

yang tinggi akan mempengaruhi biota di perairan melalui dua cara. Pertama, menghalangi dan mengurangi penentrasi cahaya ke dalam badan air, sehingga mengahambat proses fotosintesis oleh fitoplankton dan tumbuhan air lainnya. Kedua, secara langsung TDS yang tinggi dapat mengganggu biota perairan seperti ikan karena tersaring oleh insang. Menurut Fardiaz (1992), padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi cahaya ke dalam air.

Penentuan padatan tersuspensi sangat berguna dalam

analisis perairan tercemar dan buangan serta dapat digunakan untuk mengevaluasi kekuatan air, buangan domestik, maupun menentukan efisiensi unit pengolahan. Padatan tersuspensi mempengaruhi kekeruhan dan kecerahan air. Oleh karena itu pengendapan dan pembusukan bahan-bahan organik dapat mengurangi nilai guna perairan. Total padatan terlarut merupakan bahan-bahan terlarut dalam air yang tidak tersaring dengan kertas saring millipore dengan ukuran pori 0,45 μm. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian. d. Kekeruhan dan Kecerahan

18

Mahida (1986) mendefinisikan kekeruhan sebagai intensitas kegelapan di dalam air yang disebabkan oleh bahan-bahan yang melayang. Kekeruhan perairan umumnya disebabkan oleh adanya partikel-partikel suspensi seperti tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik terlarut, bakteri, plankton dan organisme lainnya. Effendi (2003), menyatakan bahwa tingginya nilai kekeruhan juga dapat menyulitkan usaha penyaringan dan mengurangi efektivitas desinfeksi pada proses penjernihan air. - Parameter Kimia a.

Derajat Keasaman (pH) Derajat keasaman merupakan gambaran jumlah atau aktivitas ion

hydrogen dalam perairan. Secara umum nilai pH menggambarkan seberapa besar tingkat keasaman atau kebasaan suatu perairan. Perairan dengan nilai pH = 7 adalah netral, pH < 7 dikatakan kondisi perairan bersifat asam, sedangkan pH > 7 dikatakan kondisi perairan bersifat basa (Effendi, 2003). Adanya karbonat, bikarbonat dan hidroksida akan menaikkan kebasaan air, sementara adanya asamasam mineral bebas dan asam karbonat menaikkan keasaman suatu perairan. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Mahida (1986) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Nilai pH dapat mempengaruhi spesiasi senyawa kimia dan toksisitas dari unsur-unsur renik yang terdapat di perairan, sebagai contoh H2S yang bersifat toksik banyak ditemui di perairan tercemar dan perairan dengan nilai pH rendah. b. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen, DO)

19

Oksigen terlarut adalah gas oksigen yang terdapat di perairan dalam bentuk molekul oksigen bukan dalam bentuk molekul hidrogenoksida, biasanya dinyatakan dalam mg/l (ppm) (Darsono, 1992). Oksigen bebas dalam air dapat berkurang bila dalam air dalam terdapat kotoran/limbah organik yang degradable. Dalam air yang kotor selalu terdapat bakteri, baik yang aerob maupun yang anaerob. Bakteri ini akan menguraikan zat organik dalam air menjadi persenyawaan yang tidak berbahaya. Misalnya nitrogen diubah menjadi persenyawaan nitrat, belerang diubah menjadi persenyawaan sulfat. Bila oksigen bebas dalam air habis/sangat berkurang jumlahnya maka yang bekerja, tumbuh dan berkembang adalah bakteri anaerob (Darsono, 1992) Oksigen larut dalam air dan tidak bereaksi dengan air secara kimiawi. Pada tekanan tertentu, kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu. Faktor lain yang mempengaruhi kelarutan oksigen adalah pergolakan dan luas permukaan air terbuka bagi atmosfer (Mahida, 1986). Persentase oksigen di sekeliling perairan dipengaruhi oleh suhu perairan, salinitas perairan, ketinggian tempat dan plankton yang terdapat di perairan (di udara yang panas, oksigen terlarut akan turun). Daya larut oksigen lebih rendah dalam air laut jika dibandingkan dengan daya larutnya dalam air tawar. Daya larut O2 dalam air limbah kurang dari 95% dibandingkan dengan daya larut dalam air tawar (Setiaji, 1995) Terbatasnya kelarutan oksigen dalam air menyebabkan kemampuan air untuk membersihkan dirinya juga terbatas, sehingga diperlukan pengolahan air limbah untuk mengurangi bahan-bahan penyebab pencemaran. Oksidasi biologis

20

meningkat bersama meningkatnya suhu perairan sehingga kebutuhan oksigen terlarut juga meningkat (Mahida, 1986). Ibrahim (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen di perairan bervariasi antara 7-14 ppm. Kadar oksigen terlarut dalam air pada sore hari > 20 ppm. Besarnya kadar oksigen di dalam air tergantung juga pada aktivitas fotosintesis organisme di dalam air. Semakin banyak bakteri di dalam air akan mengurangi jumlah oksigen di dalam air. Kadar oksigen terlarut di alam umumnya < 2 ppm. Kalau kadar DO dalam air tinggi maka akan mengakibatkan instalasi menjadi berkarat, oleh karena itu diusahakan kadar oksigen terlarutnya 0 ppm yaitu melalui pemanasan (Setiaji, 1995). c. Kebutuhan Oksigen Biokimia (Biochemical Oxygen Demand, BOD5) Biochemical Oxygen Demand merupakan ukuran jumlah zat organik yang dapat dioksidasi oleh bakteri aerob/jumlah oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi sejumlah tertentu zat organik dalam keadaan aerob. BOD5 merupakan salah satu indikator pencemaran organik pada suatu perairan. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa air tersebut tercemar oleh bahan organik. Bahan organik akan distabilkan secara biologik dengan melibatkan mikroba melalui sistem oksidasi aerobik dan anaerobik. Oksidasi aerobik dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan sampai pada tingkat terendah, sehingga kondisi perairan menjadi anaerobik yang dapat mengakibatkan kematian organisme akuatik. Menurut Mahida (1981) BOD akan semakin tinggi jika derajat pengotoran limbah semakin besar. BOD merupakan indikator pencemaran penting untuk

21

menentukan kekuatan atau daya cemar air limbah, sampah industri, atau air yang telah tercemar. BOD biasanya dihitung dalam 5 hari pada suhu 200C. Nilai BOD yang tinggi dapat menyebabkan penurunan oksigen terlarut tetapi syarat BOD air limbah yang diperbolehkan dalam suatu perairan di Indonesia adalah sebesar 30 ppm. Kristianto (2002) menyatakan bahwa uji BOD mempunyai beberapa kelemahan di antaranya adalah: (1) dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan organik atau bahan-bahan tereduksi lainnya, yang disebut juga Intermediate Oxygen Demand, (2) uji BOD membutuhkan waktu yang cukup lama, yaitu lima hari (3) uji BOD yang dilakukan selama lima hari masih belum dapat menunjukkan nilai total BOD, melainkan ± 68 % dari total BOD, (4) uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut, misalnya germisida seperti klorin yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD kurang teliti. d. Kebutuhan Oksigen Kimia (Chemical Oxygen Demand, COD) Effendi (2003) menggambarkan COD sebagai jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologi maupun yang sukar didegradasi menjadi CO2 dan H2O. Berdasarkan kemampuan oksidasi, penentuan nilai COD dianggap paling baik dalam menggambarkan keberadaan bahan organik, baik yang dapat didekomposisi secara biologis maupun yang tidak. Uji ini disebut dengan uji COD, yaitu suatu uji yang menentukan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh

22

bahan oksidan misalnya kalium dikromat, untuk mengoksidasi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam air. Banyak zat organik yang tidak mengalami penguraian biologis secara cepat berdasarkan pengujian BOD lima hari, tetapi senyawa-senyawa organik tersebut juga menurunkan kualitas air. Bakteri dapat mengoksidasi zat organik menjadi CO2 dan H2O. Kalium dikromat dapat mengoksidasi lebih banyak lagi, sehingga menghasilkan nilal COD yang lebih tinggi dari BOD untuk air yang sama. Di samping itu bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh enam persen hasil uji COD yang selama 10 menit, kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama lima hari (Kristianto, 2002). e. Fosfat (PO4) Keberadaan fosfor dalam perairan adalah sangat penting terutama berfungsi dalam pembentukan protein dan metabolisme bagi organisme. Fosfor juga berguna di dalam transfer energi di dalam sel misalnya adenosine trifosfate (ATP) dan adenosine difosfate (ADP) (Boyd, 1982) Menurut Peavy et al. (1986), fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organis. Setiap senyawa fosfat tersebut terdapat dalam bentuk terlarut, tersuspensi atau terikat di dalam sel organisme dalam air. Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari bahan pupuk yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan. Polifosfat dapat memasuki sungai melaui air buangan penduduk dan industri yang

23

menggunakan bahan detergen yang mengandung fosfat, seperti industri pencucian, industri logam dan sebagainya. Fosfat organis terdapat dalam air buangan penduduk (tinja) dan sisa makanan. Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof. - Parameter Biologi Air mempunyai peranan untuk kehidupan manusia, hewan tumbuhtumbuhan dan jasad lain. Salah satu sumber daya air yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan manusia adalah sungai. Sungai sering dipakai untuk membuang kotoran baik kotoran manusia, hewan maupun untuk pembuangan sampah, sehingga air yang terdapat dalam sungai tersebut sering mengandung bibit penyakit menular seperti disentri, kolera, tipes dan penyakit saluran pencernaan yang lain. Lingkungan perairan mudah tercemar oleh mikroorganisme pathogen (berbahaya) yang masuk dari berbagai sumber seperti permukiman, pertanian dan peternakan. Bakteri yang umum digunakan sebagai indikator tercemarnya suatu badan air adalah bakteri Escherichia coli, yang merupakan salah satu bakteri yang tergolong koliform dan hidup normal di dalam kotoran manusia dan hewan sehingga disebut juga Faecal coliform. Faecal coliform adalah anggota dari coliform yang mampu memfermentasi laktosa pada suhu 44,50C dan merupakan

24

bagian yang paling dominan (97%) pada tinja manusia dan hewan (Effendi, 2003). Alaerts dan Santika (1994) menyatakan bahwa Faecal coliform merupakan bakteri petunjuk adanya pencemaran tinja yang paling efisien, karena Faecal coliform hanya dan selalu terdapat dalam tinja manusia. Jika bakteri tersebut terdapat dalam perairan maka dapat dikatakan perairan tersebut telah tercemar dan tidak dapat dijadikan sebagai sumber air minum. Bakteri coliform lainnya berasal dari hewan dan tanaman mati disebut dengan koliform non fecal. 2.5 Baku Mutu Lingkungan Hidup Baku mutu lingkungan hidup didefinisikan sebagai ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2009), sedangkan baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat energi atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air . Air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya, sehingga dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya melestarikan fungsi air. Upaya yang dilakukan adalah dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis yaitu dengan menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

25

Pencemaran Air. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjaga agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya. Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air (Pemerintah Republik Indonesia, 2001). Upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Bali akibat makin meningkatnya kegiatan pembangunan yang mengandung resiko pencemaran dan perusakan lingkungan hidup sehingga dapat mengancam kelangsungan hidupnya yang ditimbulkan oleh limbah yang dibuang ke dalam media lingkungan hidup adalah dengan disusunnya Peraturan Daerah tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2005). Tindak lanjut dari Peraturan Daerah maka Pemerintah Provinsi Bali menyusun Peraturan Gubernur Nomor 8 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup yaitu sebagai dasar dalam penetapan kelas air di Provinsi Bali. Arti penting baku mutu lingkungan adalah untuk mencegah terjadinya pencemaran terhadap lingkungan oleh berbagai aktivitas industri dan aktivitas manusia, sebagai penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup serta untuk pengendalian terhadap pencemaran lingkungan. 2.6

Status Mutu Air Sungai Status mutu air adalah kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar

atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan

26

membandingkan terhadap baku mutu air yang ditetapkan. Banyak cara untuk melakukan penilaian status mutu air pada suatu sumber air, yaitu diantaranya yang disajikan dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003), tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, yaitu dengan Metoda Storet dan Metoda Indeks Pencemaran. Pengelolaan kualitas air atas dasar Indeks Pencemaran (IP) ini dapat memberi masukan pada pengambil keputusan agar dapat menilai kualitas badan air untuk suatu peruntukan serta melakukan tindakan untuk memperbaiki kualitas jika terjadi penurunan kualitas akibat kehadiran senyawa pencemar. Metode ini menghubungkan tingkat pencemaran dengan dapat tidaknya air yang diperiksa dipakai untuk penggunaan tertentu dengan nilai – nilai parameter tertentu. Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah : a) Memilih parameter menjadi tiga kelompok. b) Menghitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan c) Menentukan nilai rata – rata dan maksimum dari keseluruhan data, masingmasing dinyatakan sebagai (Ci/Lij) R dan Ci/Lij M

d) Menentukan nilai PIj dengan perhitungan :

27

(Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R PIj =

2

Keterangan : (Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata (Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum Pij

= Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003) adalah: 

0 ≤ PIj ≤ 1,0



kondisi baik (memenuhi baku mutu)



1,0 < PIj ≤ 5,0



tercemar ringan



5,0 < PIj ≤ 10,0



tercemar sedang



PIj > 10,0



tercemar berat

28

BAB III KERANGKA BERFIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1

Kerangka Berfikir Penelitian Sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk yang diikuti dengan

peningkatan aktivitas pembangunan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan memacu peningkatan aktivitas di segala bidang. Kondisi ini berpotensi menyebabkan besarnya volume limbah yang dihasilkan oleh aktivitas tersebut. Bahan pencemar yang berasal baik dari aktivitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Pencemaran pada badan air selalu berarti turunnya kualitas air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Tukad Yeh Sungi merupakan sungai lintas kabupaten yang melintasi Kabupaten Tabanan dan Badung. Tukad Yeh Sungi bukan merupakan sungai yang bermuara di laut, melainkan menjadi satu dengan muara Tukad Yeh Penet, yang terletak di Banjar Nyanyi, Desa Beraban, Kediri, Tabanan. Aliran air pada daerah muara dipergunakan sebagai air baku air minum oleh PDAM Kabupaten Tabanan. Data Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali Tahun 2009 (BLH Provinsi Bali, 2009) menunjukkan bahwa pada Tukad Yeh Sungi terdapat beberapa parameter pencemar yang telah melampaui baku mutu yaitu : BOD, COD, Fosfat, Total coliform, dan Faecal coliform. Berdasarkan data tersebut dan mengingat pemanfataanya sebagai air 28 baku air minum maka dipandang perlu

29

melaksanakan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan tetap memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta untuk menjaga agar keseimbangan ekologis tetap terjaga. Rangkaian penelitian yang dilakukan adalah menentukan karakter sumber pencemar dengan melakukan identifikasi terhadap sumber pencemar dan melakukan analisis kualitas air dibandingkan dengan baku mutu untuk mengetahui tercemar atau tidak tercemarnya badan perairan akibat limbah yang dihasilkan dari aktivitas masyarakat. Secara singkat kerangka berfikir penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.1. Tukad Yeh Sungi

Pengukuran Ex Situ (Laboratorium)

Pengambilan Sampel Air

Limbah yang berasal dari aktivitas manusia Pengukuran In Situ

Analisis Data 1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007. 2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran Tercemar / Tidak Tercemar Gambar 3.1 Kerangka Berpikir Penelitian 3.2

Kerangka Konsep Penelitian Sungai sebagai salah satu sumber daya air selama ini telah dimanfaatkan

sebagai sumber air baku air minum, sumber air sektor industri, untuk pengairan, untuk badan air penerima berbagai limbah dan lain-lain. Sungai seringkali

30

dimanfaatkan sebagai tempat pembuangan akhir dari limbah hasil kegiatan manusia, yang dapat menambah beban pencemaran (Widyastuti dan Marfa, 2004). Oleh karena itu, untuk melestarikan sumber daya air diperlukan upaya pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan keseimbangan ekologis. Pengelolaan kualitas air perlu dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya. Demikian pula pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan mengendalikan masukan bahan-bahan pencemar terutama yang berasal dari kegiatan manusia serta penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air. Salah satu upaya mencegah sedini mungkin terjadinya pencemaran oleh bahan - bahan tertentu di perairan adalah dengan melaksanakan kegiatan pemantauan kualitas air secara rutin dan terstruktur oleh pemerintah sesuai kewenangannya. Melalui kegiatan pemantauan nantinya dapat dilakukan evaluasi terhadap kualitas air sehingga sangat menunjang dalam menetapkan suatu kebijakan yang strategis dalam pencegahan dan pengendalian terhadap degradasi kualitas air. Ruang lingkup penelitian meliputi : identifikasi sumber-sumber pencemar dan analisis kualitas air dengan melakukan pengamatan terhadap parameter fisika, kimia air serta biologi pada Tukad Yeh Sungi dibandingkan dengan baku mutu air kelas 1 berdasarkan ketentuan Peraturan Gubernur Bali Nomor 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan

31

Hidup (Pemerintah Provinsi Bali, 2007). Penentuan status mutu air Tukad Yeh Sungi bertujuan untuk mengetahui tingkat kondisi mutu airnya apakah menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada dalam waktu tertentu dengan mempergunakan Metode Indeks Pencemaran sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air (Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Penentuan status mutu air dilakukan dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran untuk memperoleh evaluasi setiap kali sampling diambil, yaitu minimal sebanyak 3 kali pemantauan serta untuk menentukan tingkat pencemaran relatif terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow,1974 dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup, 2003). Secara ringkas konsep penelitian

dapat dilihat pada Gambar 3.2.

32

Tukad Yeh Sungi

Pengukuran Ex Situ : BOD, COD, Fosfat, TSS, Total coliform dan Fecal coliform

Pengambilan Sampel Air

Pengukuran In Situ : Debit, TDS, Suhu, Daya Hantar Listrik, pH, DO

Analisis Kualitas Air - Fisik : Debit, TSS, TDS, Suhu, Daya Hantar Listrik - Kimia : pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat - Biologi : Total coliform dan Faecal coliform

Analisis Data 1. Hasil Pengukuran Sampel Air Dibandingkan dengan Baku Mutu Kualitas Air berdasarkan Pergub Bali Nomor 8 Tahun 2007. 2. Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran

Tercemar/Tidak tercemar

Rekomendasi

Gambar 3.2 Kerangka Konsep Penelitian

33

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1

Rancangan Penelitian Rancangan penelitian merupakan pedoman bagi seorang peneliti dalam

melaksanakan penelitian agar data dapat dikumpulkan secara efisien, efektif serta dapat diolah dan dianalisis sesuai tujuan yang ingin dicapai. Manfaat rancangan penelitian adalah : (1) memberi pegangan yang lebih jelas kepada peneliti dalam melakukan penelitian, (2) menentukan batas-batas penelitian yang bertalian dengan tujuan penelitian, (3) memberi gambaran yang jelas tentang apa yang harus dilakukan dan memberi gambaran tentang macam-macam kesulitan yang akan dihadapi pada saat melakukan penelitian. Merujuk pada kondisi perairan Tukad Yeh Sungi yang dituangkan dalam Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali tahun 2009, memunculkan ide untuk mengadakan penelitian pada perairan tersebut. Untuk mendukung ide tersebut maka perlu dilakukan studi kepustakaan mengenai situasi dan kondisi yang terdapat di Daerah Aliran sungai tersebut. Data sekunder yang diperlukan adalah peta DAS, aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi yang bertujuan untuk menentukan

lokasi dan cara pengambilan sampel. Ide penelitian

dituangkan dalam usulan penelitian. Usulan penelitian merupakan acuan dalam melaksanakan penelitian di lapangan. Data primer yang diperoleh dari pengambilan sampel air maupun data sumber pencemar yang menyebabkan turunnya kualitas air kemudian dianalisis dengan Metode Indeks Pencemaran

33

34

sehingga diketahui Status Mutu Air Tukad Yeh Sungi. Secara singkat penelitian ini dilakukan dengan tahapan kegiatan sebagai berikut : (a) mengumpulkan dan mempelajari pustaka yang ada kaitannya dengan topik penelitian, (b) orientasi lapangan, (c) menentukan wilayah penelitian, (d) menentukan variabel penelitian, (e) pengumpulan data primer dan data sekunder seperti : peta, data debit sungai, aktivitas manusia, data kualitas air, (f) analisis data, (g) hasil dan pembahasan dan (h) simpulan dan saran. Secara skematis tahapan pelaksanaan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1. 4.2

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Tukad Yeh Sungi karena merupakan sungai yang

sangat potensial yaitu dimanfaatkan sebagai sumber air baku bagi PDAM, irigasi pertanian, dan aktivitas manusia laiinya. Muaranya terletak di perbatasan wilayah Kabupaten Tabanan dan Badung dengan panjang aliran 40,5 km. Pengambilan sampel kualitas air dilakukan di titik pantau 1: Br. Palian, Desa Luwus, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan, titik pantau 2: Br. Dakdakan, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, titik pantau 3: Br. Nyanyi, Desa Beraban, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan. Dasar penentuan titik pantau tersebut adanya perbedaan karakteristik dan aktifitas pada masing – masing titik pantau. Pengambilan sampel air dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 selama 3 (tiga) minggu hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang tidak stabil serta pengulangan sebanyak 3 minggu diharapkan mendekati kondisi yang sebenarnya dengan 9 (Sembilan) kali pengambilan dengan rincian sebagai berikut : minggu I

35

dilaksanakan tanggal 3, 5 7 Oktober 2011, minggu II dilaksanakan tanggal 10,12, 14 Oktober 2011 dan minggu III dilaksanakan tanggal 17, 19, 21 Oktober 2011. Peta

Lokasi

Tukad

Yeh

Sungi

dapat

dilihat

pada

Gambar

4.2.

Ide Penelitian

Studi Kepustakaan/ Pengumpulan Data Sekunder

Rancangan Usulan Penelitian

Pelaksanaan Penelitian

Identifikasi Aktivitas Masyarakat

Pengambilan Sampel Air

Pengukuran Kualitas Air (in situ dan ex situ)

Observasi Lapangan dan wawancara

Analisis Data

Hasil dan Pembahasan

Simpulan dan Saran Gambar 4.1

Skema Rancangan Penelitian

36

Lokasi Penelitian

Gambar 4.2 Peta Lokasi Penelitian (Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010)

4.3

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang dilaksanakan pada Tukad Yeh Sungi mencakup :

1. Identifikasi terhadap sumber pencemar yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air. Identifikasi dibagi menjadi 2 (dua) wilayah yaitu wilayah I yang meliputi daerah hulu – tengah dengan karakteristik yang didominasi oleh areal pertanian dan pemukiman yang relatif cukup jauh dari

37

sungai dan wilayah II yang meliputi daerah tengah – hilir yang meliputi dengan karakteristik yang didominasi oleh pemukiman penduduk yang padat serta adanya kegiatan industri/usaha. Dasar pertimbangan penentuan masingmasing wilayah tersebut adalah bahwa karakteristik dan aktivitas pada kedua wilayah tersebut memiliki perbedaan yang cukup signifikan sehingga diketahui dampak yang terjadi pada masing-masing wilayah tersebut. 2. Analisis kualitias air, mempergunakan baku mutu sebagai pembanding untuk kelayakan kualitas parameter sungai yaitu baku mutu air kelas I berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No 08 Tahun 2007 tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup dengan alasan bahwa peruntukan air sungai sebagai air baku bagi PDAM Kabupaten Tabanan. 3. Data hasil pengukuran selanjutnya dianalisis dengan Metode Indeks Pencemaran untuk mengetahui status mutu air Tukad Yeh Sungi. 4.3.1. Metode Pengambilan Sampel Air Metode yang dipergunakan dalam pengambilan sampel air oleh peneliti bersama tim dari UPT Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali adalah sampel gabungan (composite sampel) yaitu dengan cara mengambil sampel air dari beberapa titik dengan menggunakan alat botol sampel yang terbuat dari plastik untuk parameter fisika serta kimia dan untuk parameter mikrobiologi dengan botol kaca yang telah steril pada satu titik pantau kemudian dijadikan satu pada kedalaman 30 cm dari permukaan perairan sehingga diperoleh gambaran kondisi perairan yang sesungguhnya.

38

4.3.2. Penentuan Titik Pantau Penentuan titik pantau air dilakukan dengan cara purposive sampling yaitu dengan memperhatikan berbagai pertimbangan masukan limbah rumah tangga, limbah pertanian serta limbah usaha dan dari berbagai kegiatan manusia yang berlangsung di DAS dan dampak yang ditimbulkan pada sungai tersebut sehingga dapat diketahui kualitas air sebelum memasuki kawasan penelitian dan perubahan kualitas air yang diakibatkan oleh kegiatan manusia seperti pada daerah pemukiman, industri maupun pertanian. Pengambilan titik sampel di sungai dilakukan pada lokasi

dimana air sungai tersebut telah betul-betul

homogen atau tercampur dengan baik. Verifikasi bahwa pada titik sampel tersebut sudah terjadi percampuran air sungai yang baik maka perlu dilakukan pemeriksaan homogenitas dengan cara pengambilan beberapa sampel pada titik sepanjang lebar dan kedalaman sungai untuk dianalisis beberapa parameter yang khas seperti pH dengan alat pH meter, temperatur dengan alat termometer dan oksigen terlarut dengan metode titrasi langsung dilapangan. Jika hasil yang diperoleh tidak berbeda secara signifikan maka suatu titik sampling dapat ditentukan di tengah aliran atau titik lain yang mudah pengambilannya. Bila hasil analisis berbeda nyata dari satu titik dengan yang lainnya maka perlu diambil sampel dari beberapa titik yang dilalui aliran dengan ketentuan sebagai berikut : 1.

Titik Pantau 1 (Hulu)

2.

Titik Pantau 2 (Tengah)

: Br. Palian, Ds. Luwus, Baturiti, Tabanan S :

08° 24’ 2,87”

E : 115° 11’ 5,43”

: Br. Dakdakan, Ds Abiantuwung, Kediri, Tabanan S :

08° 33’ 6,65”

E : 115° 09’ 3,28”

39

3.

Titik Pantau 3

: Banjar Nyanyi, Ds. Beraban, Kediri, Tabanan

(Hilir)

S :

08° 37’ 0,78”

E : 115° 06’ 7,78”

Peta lokasi titik pantau seperti terlihat pada Gambar 4.3. DENAH TITIK PANTAU PADA TUKAD YEH SUNGI

Hulu. S: 08°24’2,87’’ MEKAR SARI E:115°11’5,43’’ TUA LUWUS

PEREAN

PETAKA

Wilayah I

SEMBUNG

C A U B E L A Y U

MARGA BELANWAK

Tengah S: 08°33’6,65’’ E:115°09’3,28’’

SABONGAN

KUWUM WERDI BUANA

A Y U N A N

KUKUH DAHA BERINGKIT BANJAR ANYAR

Hilir

ABIAN TUWUNG

S: 08°37’0,78’’ E:115°06’7,78’’

MENGWI GULINGAN

KEDIRI MENGWI TANI

PANDAK BADUNG NYITDAH

MAMBU

Wilayah II KABA KABA PANDAK GEDE

BELALANG

BUWIT

CEPAKA

KETERANGAN Batas Desa

MUNGGU BERABAN

Tukad Sungi

CEMAGI

Titik Pengambilan Sampel

Gambar 4.3 Denah Titik Pengambilan Sampel pada Tukad Yeh Sungi 4.4

Penentuan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari : data primer dan

data sekunder.

40

4.4.1. Data Aktivitas Manusia di Wilayah I dan Wilayah II a. Data primer Data primer ini diperoleh dari pengumpulan data dari informan dilakukan dengan wawancara mendalam mengenai jenis kegiatan dan aktifitas yang terjadi sepanjang tukad yeh sungi. Data yang diperoleh dari informan dituangkan dalam tabel aktifitas sumber pencemar (Tabel 4.2). Selain itu, pengumpulan data primer juga dilakukan melalui pengamatan (observasi). Data primer yang dikumpulkan terdiri dari : 1. Faktor penyebab penurunan kualitas air. 2. Hubungan-hubungan antar berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air b. Data sekunder Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah DAS, buku, situs internet, jurnal - jurnal, skripsi dan tesis serta laporan penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai Data sekunder yang dikumpulkan: 1. Gambaran umum DAS dan profil masyarakat desa. 2. Hasil penelitian atau artikel pada

jurnal mengenai pencemaran yang

terjadi pada DAS. 4.4.2 Data Kualitas Air a. Data Primer Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran di lapangan (in-situ) dan analisis laboratorium (ex-situ). Analisis secara ex-situ dilakukan pada

41

Laboratorium Dinas PU Provinsi Bali dan Laboratorium Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan. b. Data Sekunder Data sekunder bersumber dari instansi terkait yang menangani masalah DAS,

buku, situs internet, jurnal-jurnal, skripsi dan tesis serta laporan

penelitian yang ada kaitannya dengan penelitian perubahan kualitas air sungai. 4.5

Variabel Penelitian.

4.5.1 Variabel Kualitas Air 1. Fisika

:

debit air, suhu, kekeruhan, TDS dan TSS, daya hantar listrik.

2. Kimia

:

pH, DO, BOD, COD, dan Total Fosfat.

3. Biologi :

faecal coliform dan total coliform.

Pengambilan parameter di atas karena karakteristik daerahnya didominasi oleh aktivitas pertanian dan pemukiman yang disertai dengan peternakan dan beberapa kegiatan/usaha antara lain bengkel, laundry, pencucian mobil dll. Parameter pengukuran secara in situ dan ex situ ditentukan dengan cara seperti yang tercantum pada Tabel 4.1. 4.5.2 Variabel Aktivitas Manusia. Pengumpulan data untuk mengidentifikasi sumber-sumber limbah yang masuk ke perairan sungai dilakukan dengan wawancara dan dari data sekunder. Metode survei digunakan untuk mengetahui peran serta masyarakat dalam penurunan kualitas air di sungai tersebut.

Hal–hal yang diamati adalah (1) jenis

kegiatan/usaha yang ada, (2) jumlah kegiatan/usaha dan (3) lokasi. Variabel aktivitas manusia ditampilkan dalam bentuk tabel seperti terlihat pada Tabel 4.2.

42

Tabel 4.1 Parameter Kualitas Air yang Diukur, Metode Analisis dan Alat-alat Pengukuran Parameter

Satuan

Metode Analisis

Peralatan

I. Fisika 000

Suhu

Pemuaian

Thermometer

mg/l

Gravimetri Potensiometri

Timbangan analitik TDS Meter

µs

Potensiometri

Conductovitymeter

NTU

Turbidimetri

Turbidimeter

Potensiometri

pH meter

DO

mg/l

Titrimetri winkler

Peralatan titrasi

BOD5

mg/l

Titrimetrik

Peralatan titrasi

COD

mg/l

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

Total Phosfat

mg/l

Spektrofotometrik

Spektrofotometer

TSS TDS Daya Hantar Listrik Kekeruhan

C

II. Kimia pH

III. Mikrobiologi Fecal coliform

MPN/100 ml

Metode MPN

Tabel MPN, filter

Total coliform

MPN/100 ml

Metode MPN

Tabel MPN, filter

Sumber : Alaerts dan Santika (1994) Tabel 4 .2 Aktivitas Sumber Pencemar

No

Jenis Kegiatan

1

Pemukiman

2

Laundry

3

Pertanian

4

Hotel/Villa

Jumlah

Lokasi

43

4.6 Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian terdiri dari : seperangkat alat pengambilan sampel kualitas air, meteran, stop watch dan bola pingpong, GPS, alat dokumentasi, komputer, peta sungai, wadah sampel air, dan bahan pengawet, 4.7. Prosedur Penelitian 4.7.1.Parameter Fisika a. Suhu Alat yang dipergunakan adalah termometer gelas air raksa, pengukuran suhu dilakukan dengan tujuan mengetahui suhu air dan suhu lingkungan. Cara Kerja : Termometer yang dipergunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan termometer presisi atau dengan percobaan titik beku dan titik didih air. Pengukuran sampel air sungai dilakukan secara in situ. Langkah pertama yang harus dilakukan sebelum mengukur sampel air adalah dengan mencatat suhu udara sekitar. Termometer gelas air raksa dicelupkankan ke dalam perairan, ditunggu beberapa menit. Diangkat dan dicatat suhunya. Pengukuran temperatur pada kedalaman tertentu adalah dengan memasang termometer pada water sampler. b. Total Suspended Solid (TSS) Pengukuran TSS dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui berat atau jumlah zat-zat yang tersuspensi di dalam 1000 ml air sampel yaitu dengan cara menimbang berat zat-zat tersuspensi dalam air yang tertinggal pada kertas saring.

44

Metode :yang dipergunakan adalah Gravimetri dan cara kerjanya adalah :

(1)

ditimbang dan dicatat berat kertas saring bersih yang dipakai (A gram), (2) Sebanyak 500 ml sampel air disaring dan disisihkan air yang telah disaring di dalam gelas piala, (3) kertas saring yang telah dipakai tadi dikeringkan dengan didiamkan pada suhu kamar, (4) selanjutnya kertas saring beserta padatannya ditimbang (B gram) dan dihitung padatan tersuspensi air sampel tersebut. Perhitungan : 1000 x (B – A) Volume sampel (ml)

=

…………. gram/Liter.................................(1)

Keterangan : A = berat kertas saring bersih yang akan dipakai. B = berat kertas saring beserta padatannya.

c. Total Dissolved Solid (TDS) Pengukuran TDS dilakukan untuk mengukur banyaknya zat padat total dalam contoh uji dalam satuan mg/l. Alat yang digunakan untuk mengukur TDS adalah TDS meter. Metode yang dipergunakan adalah Potensiometri. Cara kerja: Alat dihidupkan dengan menekan tombol mode, kemudian set ditekan untuk mencari analisis TDS lalu ditunggu hingga pada layar tertera nilai ppm, kemudian dimasukkan elektrode alat pada sampel yang diukur lalu ditunggu hingga nilai yang tertera pada layar menunjukkan nilai yang stabil / tidak berubah-ubah dalam satuan ppm. Nilai yang tertera pada alat merupakan nilai TDS yang terkandung di dalam sampel yang diukur. Setelah selesai pengukuran eletroda TDS meter

45

diangkat dan dibilas dengan air suling / aquades lalu dikeringkan dengan tisue. Kemudian alat matikan dengan menekan tombol mode hingga pada layar tidak muncul nilai. d. Kekeruhan Mengukur kekeruhan berarti menghitung banyaknya bahan-bahan terlarut di dalam air, misalnya lumpur, alga (ganggang), detritus dan bahan-bahan kotoran lainnya. Sungai yang keruh menyebabkan cahaya matahari yang masuk ke permukaan air berkurang mengakibatkan menurunnya proses fotosinstesis oleh tumbuhan air sehingga suplai oksigen yang diberikan oleh tumbuhan dari proses fotosintesis berkurang. Bahan-bahan terlarut dalam air juga menyerap panas yang mengakibatkan suhu air meningkat sehingga jumlah oksigen terlarut dalam air berkurang. Pengukuran kekeruhan air sungai diukur dengan turbidity meter. Pengukuran ini dapat langsung dilakukan di lapangan dan secara otomatis nilai kekeruhannya dapat diketahui dalam satuan NTU (Nephlometer Turbidity Units). Metode yang digunakan adalah visual dengan turbidimeter Hellige. Cara uji adalah dengan membandingkan intensitas cahaya yang melalui contoh air dengan intensitas cahaya yang melalui larutan baku silika. Langkah-langkah pengukuran kekeruhan adalah : a. Alat turbidimeter dikalibrasi dengan tujuan untuk menjamin tingkat ketelitian dalam pengukuran. b. Cara pengoperasian alat 1. Ditekan tombol on/off untuk menghidupkan alat, ditunggu hingga layar menyala dan tertera “Rd”.

46

2. Sampel dimasukkan ke dalam botol sampel kemudian ditutup lalu read ditekan dan ditunggu hingga muncul nilai pada layar, nilai tersebut merupakan nilai kekeruhan sampel. e. Daya Hantar Listrik (DHL) Daya hantar listrik adalah kemampuan air untuk menghantarkan listrik. Daya hantar listrik menunjukkan adanya bahan kimia terlarut seperti NaCl. Konduktivitas air dapat meningkat dengan adanya ion-ion logam berat yang dilepaskan oleh bahan-bahan polutan. Daya hantar listrik dinyatakan sebagai umhos/cm adalah konduktan dari suatu konduktor dengan panjang 1 cm dan mempunyai

penampang

1

cm2.

Peralatan

yang

dipergunakan

adalah

konduktometer. Konduktometer yang digunakan dikalibrasi terlebih dahulu dengan cara alat dihidupkan kemudian tombol ditekan. Cara kerja untuk pengukuran daya hantar listrik adalah : a. Kalibrasi alat untu menjamin tingkat ketelitian hasil pengukuran. b. Cara penggunaan 1. Electrode dicelupkan ke dalam wadah yang berisi sampel lalu dilihat pada nilai yang tertera pada alat, ditunggu hingga nilai pada layar stabil. 2. Nilai yang tertera pada layar merupakan nilai sampel. 4.7.2 Parameter Kimia a. pH Besarnya angka pH dalam air dapat dijadikan indikator adanya keseimbangan unsur-unsur kimia dan unsur hara yang bermanfaat bagi kehidupan vegetasi akuatis. Kondisi pH air mempunyai peran penting bagi kehidupan

47

organisme yang ada di dalamnya (Odum, 1996). Alat yang dipergunakan adalah pH meter Cara Kerja : Alat dihidupkan dengan menekan tombol on/off, kemudian ditekan Cal hingga muncul insert pH pada layar monitor, selanjutnya elektroda dimasukkan ke larutan buffer pH 7, setelah itu Cal ditekan sampai muncul nilai 7 pada layar monitor. Eletroda diangkat dibilas menggunakan akuades. Langkah selanjutnya Cal ditekan sampai muncul insert buffer pH 4 pada layar monitor, lalu eletroda pH dimasukkan ke dalam larutan buffer pH 4 sampai muncul nilai pH 4 pada layar monitor. Setelah selesai dikalibrasi, alat dapat digunakan dengan cara sebagai berikut : (1) elektroda dimasukkan ke dalam sampel yang akan di ukur (2) kemudian tombol read pada alat ditekan, ditunggu hingga nilai pada alat stabil. Angka yang stabil tersebut merupakan nilai pH pada sampel yang diukur. b. DO (Dissolved Oxygen) Pengukuran DO dilakukan untuk mengetahui berapa banyak jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme dalam mendegradasi bahan buangan organik secara aerob (Fardiaz, 1992). Metode yang dipergunakan untuk analisis oksigen terlarut di lapangan dan di laboratorium adalah metode titrasi. Alat dan bahan yang dipergunakan adalah : -

Botol Winkler, pipet tetes, perangkat titrasi, pipet volume

-

Iodida alkali (perekasi Winkler), H2SO4 pekat, larutan Mangan sulfat/ MnSO4 48 %.Natrium tiosulfat 0,025 N , Indikator amylum 1 %

Cara Kerja Metode titrasi :

48

a. Sebanyak 1 ml MnSO4 ditambahkan ke dalam sampel di dalam botol Winkler, lalu dikocok dan ditunggu hingga terbentuk endapan. b. Sebanyak 1 ml larutan alkali iodida azide ditambahkan. Setiap penambahan pereaksi dihindarkan terjadinya gelembung udara, kemudian dikocok dengan membalik-balikkan botol beberapa kali sampai terbentuk endapan. Jika proses pengendapan sudah sempurna (endapan terjadi kira-kira ½ bagian botol) kemudian ditambahkan 1 ml H2SO4 pekat, yang dialirkan melalui dinding bagian dalam dari leher botol, kemudian ditutup kembali. Selanjutnya dikocok hingga endapan larut. Sebanyak 100 ml sampel tersebut diambil, lalu dititrasi dengan larutan Natrium tiosulfat 0,025 N sampai berwarna coklat muda. Ditambahkan indikator amilum (biru) 1 ml (timbul warna biru). Dititrasi kembali dengan larutan Natrium tiosulfat, dari biru sampai menjadi bening. Dicatat berapa ml Natrium tiosulfat yang dipakai. Perhitungan : Kadar oksigen terlarut (DO) dengan titrasi DO (mg/L) = ml. titran x N thiosulfat x 8000 (ml contoh)

………………………..(2)

c. ` BOD (Biochemical Oxygen Demand) Pengukuran BOD dilakukan untuk mengetahui banyaknya jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh mikroorganisme untuk mendegradasi bahan buangan organik yang ada dalam air secara aerob, pengukuran BOD dilakukan selama lima hari. Nilai BOD tinggi berarti jumlah bahan buangan yang ada dalam air tinggi (Wardhana, 1995).

49

Alat : Botol Winkler, pipet tetes, pipet volumetric, Erlenmeyer, buret dan statif Bahan yang dipergunakan dapat dilihat pada pemeriksaan O2 (DO) Cara kerja : Sebanyak 100 ml sampel air disaring dari lumpur, kemudian diambil 75 ml sampel air yang telah disaring, diencerkan dengan aquadest 100X dan dimasukkan ke dalam 2 botol Winkler. Disimpan dalam keadaan gelap (dibungkus dengan kertas karbon atau plastik hitam) dan ditempat yang gelap. Dicatat suhu air dan jam penyimpanan. Dihitung kadar O2 nya setelah 5 hari kemudian. Terhadap sampel juga dihitung kadar O2 sesaat. Kemudian dicatat kadarnya. Perhitungan : Kadar BOD (mg/l) = (DO sesaat – DO5) x pengenceran .............(3) d. COD (Chemical Oxygen Demand) Tes COD digunakan untuk menghitung kadar bahan organik yang dapat dioksidasi. Pengukuran COD dilakukan untuk mengetahui jumlah bahan buangan dalam air yang dapat dioksidasi secara kimia dengan menggunakan larutan K2Cr2O7. Angka COD biasanya lebih tinggi dari angka BOD karena lebih banyak bahan buangan organik yang dapat dioksidasi secara kimia, selain itu waktu untuk pengukuran COD lebih singkat, hanya 15 menit (Fardiaz, 1992). Bahan yang diperlukan untuk Pengukuran COD (Chemical Oxygen Demand) adalah sebagai berikut : Air suling, Larutan pencerna / digestion solution (K2Cr2O7, H2SO4 pekat, HgSO4), pereaksi asam sulfat (Ag2SO4, H2SO4 pekat), asam sulfamat (NH2SO3H), dan larutan standar KHP/Kalium Hidrogen Phtalat (HOOCC6H4COOK). Cara Kerja :

50

Pengukuran COD dilakukan dengan menghomogenkan contoh uji, Sebanyak 2,5 ml volume contoh uji dipipet ke dalam tabung yang telah berisi larutan pencerna (1,5 ml) dan larutan pereaksi asam sulfat (3,5 ml), tabung ditutup dan dikocok perlahan sampai homogen, tabung diletakkan pada pemanas yang telah dipanaskan pada suhu 150oC, dilakukan refluks selama 2 jam. Contoh yang sudah direfluks didinginkan perlahan – lahan sampai suhu ruang, suspensi dibiarkan mengendap dan dipastikan bagian yang diukur benar – benar jernih, contoh diukur pada panjang gelombang 600 nm dengan spektrofotometer DR 2010, absorbansi blanko yang tidak direfluks yang mengandung dikromat diukur, dengan pereaksi air sebagai contoh uji, lalu dilakukan analisis yang sama untuk larutan standar (pembuatan larutan standar menggunakan Kalium Hidrogen Phtalat (KHP) dengan berbagai konsentrasi). Pengukuran COD dilakukan dengan menggunakan larutan blangko dan ferroammoniumsulfat (Alaerts dan Santika, 1994). 4.7.3 Parameter Biologi Penghitungan Bakteri Golongan Koli (Total coliform) dan Bakteri koli Tinja (Faecal coliform) Tujuan analisis bakteri golongan koli dan bakteri golongan koli tinja adalah untuk mengetahui adanya pencemaran dari kotoran manusia dan hewan berdarah panas pada sungai, saluran air minum, tempat pemandian dan sumur. Bakteri golongan koli tinja digunakan sebagai indikator adanya pencemaran air karena bakteri tersebut berasal dari saluran pencernaan manusia atau hewan, dan sisa – sisa pembusukan tumbuhan sehingga apabila diketemukan dalam jumlah

51

besar memberi petunjuk bahwa air telah mengalami pencemaran, disamping itu karena bakteri golongan koli tinja paling tahan terhadap lingkungan yang kurang menguntungkan, sehingga apabila bakteri lain sudah mati, bakteri golongan koli tinja masih bertahan hidup. Penggunaan bakteri golongan koli sebagai indikator pencemaran masih perlu dilengkapi dengan analisis bakteri golongan koli tinja, karena sebagian dari spesies golongan koli mempunyai habitat pada tanah sehingga dengan dilakukannya analisis golongan koli tinja dapat menjamin kemantapan hasil analisis. A. Bakteri Total coliform Penghitungan jumlah bakteri koliform mengikuti prosedur tabung ganda dilakukan dalam beberapa tingkatan yaitu : pengujian perkiraan, pengujian penegasan dan pengujian lengkap. Pengujian perkiraan merupakan uji pendahuluan untuk menduga apakah di dalam air terdapat bakteri golongan koli. Pengujian perkiraan dinyatakan positif jika terbentuk gas pada tabung peragian, tetapi yang positif pada pengujian ini belum tentu merupakan bakteri golongan koli sebab banyak bakteri lain yang dapat meragikan laktose dengan menghasilkan gas sehingga perlu pengujian lanjutan. Pengujian penegasan dilakukan dengan cara meneruskan pengujian perkiraan yang positif ke dalam media Brilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB), jika dalam media cair ini terbentuk gas berarti dinyatakan positif. Pengujian Lengkap dilakukan dengan tujuan untuk untuk meyakinkan terhadap hasil dari pengujian penegasan. Hasil pengujian tersebut kemudian dapat dilihat pada penentuan MPN (Most Probable Number) (APHA, 1989).

52

Bahan untuk pemeriksaan bakteri koliform dalam air: Komposisi medium fermentasi laktosa cair (3 g ekstrak daging, 5 g pepton, 5 g laktosa, NaCl), komposisi medium BGLBB (Brilliant Green Lactose Bille Broth) , 10 g pepton, 3,5 g K2HPO4, 5 g laktosa. Cara Kerja : Sebelum pemeriksaan, terlebih dahulu dilakukan pembuatan medium fermentasi laktosa cair dengan mencampur bubuk laktosa dan akuades sampai homogen lalu dipanaskan sampai larut dengan sempurna. Kemudian dilakukan tes pH, setelah itu baru dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang di dalamnya berisi tabung durham, sebelum digunakan disterilisasi terlebih dahulu dengan menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit. Medium BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) dibuat dengan mencampur bubuk BGLBB dengan akuades sampai homogen lalu, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi tabung durham, lalu disterilisasi dengan menggunakan autoclave pada suhu 121o C selama 15 menit sebelum digunakan (Fardiaz, 1992). a. Tes Pendugaan Tahapan tes pendugaan dilakukan sebagai berikut: 1. Sampel dimasukkan ke dalam tabung-tabung reaksi yang telah diisi media laktose dengan pipet yang steril. 2. Tabung-tabung dalam rak digoyang, supaya contoh air dengan media bercampur rata. 3. Diinkubasi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C selama 24 jam. Pengamatan dilakukan terhadap gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Tabung yang

53

mengandung gas dilanjutkan dengan tes penegasan. Tabung yang tidak mengandung gas dilanjutkan selama 24 jam. 4. Sesudah 24 jam kemudian diamati gas yang dihasilkan. Apabila dalam tabung tidak dihasilkan gas, sampel tersebut dibuang, sedangkan tabung yang menghasilkan gas dilanjutkan dengan tes penegasan. b. Tes Penegasan Sampel yang mengandung gas, baik dalam jangka waktu 24 jam maupun dalam jangka waktu 48 jam dilanjutkan dengan tes penegasan, dimana jumlah tabung yang digunakan sesuai dengan jumlah tabung yang menghasilkan gas dalam tes pendugaan. Tahap – tahap tes penegasan sebagai berikut: 1. Tabung yang menghasilkan gas pada tes pendugaan diambil sampelnya sebanyak 2 tetes pipet steril. 2. Sampel ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang sudah berisi media Briilliant Green Lactose Bile Broth (BGLB) 3. Selanjutnya diinkubasi pada tabung reaksi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C selama 24 jam dan dilakukan pengamatan gas yang di dalam tabung Durham. Tabung yang mengandung bakteri golongan koli, untuk monitoring kualitas air cukup dilakukan analisis sampai tes penegasan. c. Tes Lengkap Pada tes komplit ini digunakan media padat dan menggunakan cawan petri. 1. Sampel yang diragukan Confirmed Tes diambil dengan loop wire dan digoreskan ke media agar Endo-C pada cawan Petri. 2. Sampel diinkubasi pada temperatur 35 º C ± 0,5 º C selama 48 jam.

54

3. Koloni yang terbentuk setelah 48 jam inkubasi diamati. 4. Bila bentuk yang diamati dengan koloni counter memberikan warna merah jambu berbentuk apaque, pinggir mucoid, tidak berinti, maka hal ini menunjukkan bahwa sampel tersebut adalah positif. 5. Bila masih gagal ( ragu ) dipindahkan sekali lagi ke media Lauril Triptose Broth, diinkubasi lagi pada temperatur 35º C + 0,5 º C selama 48 jam. 6. Pembentukan gas diamati dalam 24 jam bila ada menunjukkan hasil positif. Bila dalam 48 jam baru menghasilkan gas, pemeriksaan diteruskan dengan pemeriksaan pewarnaan Gram. d. Perhitungan Cara penghitungan untuk bakteri golongan koli dan bakteri koli tinja adalah sama. Jumlah tabung yang positif dari pengujian perkiraan, penegasan dan pengujian lengkap pada pengujian bakteri golongan koli prosedur tabung ganda merupakan suatu kombinasi dan dinyatakan dengan istilah MPN (Most Probable Number) atau JPT (Jumlah Perkiraan Terdekat ). Apabila sampel diencerkan dalam beberapa desimal, maka perhitungan jumlah golongan bakteri coli sebagai berikut : JPT/100 ml = Tabel JPT x

10 Volume sampel yang terbesar di tes

.......(4)

Pengenceran yang dilakukan lebih dari 3 seri pengenceran maka perhitungan hasil adalah sebagai berikut :

55

JPT/100 ml =

Jumlah tabung yang positif ml. sampel dalam tabung yang negatif x ml contoh seluruh tabung

........ (5)

B. Bakteri Faecal coliform Pemeriksaan dilakukan dengan menaikkan temperratur inkubasi untuk memisahkan bakteri golongan koli tinja (berasal dari usus hewan berdarah panas) dengan bakteri golongan koli yang tidak berasal dari tinja. Cara ini dapat dipakai secara langsung untuk memisahkan bakteri golongan koli dalam air, tetapi harus melalui pengujian perkiraan terlebih dahulu. Pengujian bakteri golongan koli tinja ini dapat digunakan untuk mengetahui pencemaran sungai, sistim pengolahan air buangan, air laut dan air pemandian serta untuk monitoring kualitas air pada umumnya. Pelaksanaan uji meliputi pengujian perkiraan dan pengujian penegasan yang prosedurnya sama dengan uji jumlah bakteri golongan koli. Terdapat sedikit perbedaan suhu yang dipergunakan pada saat dilakukan pengujian penegasan yaitu temperaturnya tidak 35ºC + 0,5ºC akan tetapi 44ºC + 0,5ºC. 4.7.4 Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah : 1.

Data sekunder didapatkan dengan meminta informasi dari intansi terkait seperti : BLH Provinsi Bali, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, Bappeda Kabupaten Tabanan, Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan.

2.

Data primer didapatkan dari observasi lapangan antara lain dengan pengukuran debit pengambilan air sungai, dan kualitas air sungai.

56

3.

Penentuan titik pengambilan kualitas air sungai didasarkan pada pertimbangan kemudahan akses, biaya dan waktu akan tetapi masih tetap dapat mewakili (representatif) yaitu masih mempunyai semua sifat yang sama dengan lokasi penelitian.

4.8 Analisis Data 4.8.1 Identifikasi Sumber Pencemar Memberikan karakter terhadap data hasil observasi lapangan dan hasil wawancara dari informan mengenai pemanfaatan Tukad Yeh Sungi oleh masyarakat serta faktor tekanan dari lingkungan yang mempengaruhi kualitas air pada wilayah I dan wilayah II digunakan sebagai dasar penetapan status mutu air. 4.8.2 Penentuan Kualitas Air Sungai Menetapkan

kelayakan

kualitas

air

sungai

dilakukan

dengan

membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air dengan nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007), tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. 4.8.3 Penentuan Status Mutu Air dengan Metode Indeks Pencemaran a. Metode Indeks Pencemaran Indeks Pencemaran mencakup berbagai kelompok parameter kualitas yang independen dan bermakna. Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya sungai dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. b. Prosedur penggunaan Metode Indeks Pencemaran

57

Penentuan status mutu air dengan menggunakan metode Indeks Pencemaran

dilakukan

dengan

langkah-langkah

(Kementerian

Negara

Lingkungan Hidup, 2003) sebagai berikut : Jika Lij menyatakan konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan dalam Baku Mutu suatu Peruntukan Air (j), dan Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air (i) yang diperoleh dari hasil analisis cuplikan air pada suatu lokasi pengambilan cuplikan dari suatu alur sungai, maka PIj adalah Indeks Pencemaran bagi peruntukan (j) yang merupakan fungsi dari Ci/Lij. Harga Pij ini dapat ditentukan dengan cara : 1. Dipilih parameter-parameter yang jika harga parameter rendah maka kualitas air akan membaik. 2. Dipilih konsentrasi parameter baku mutu yang tidak memiliki rentang. 3. Dihitung harga Ci/Lij untuk tiap parameter pada setiap lokasi pengambilan cuplikan. 4.a Jika nilai konsentrasi parameter yang menurun menyatakan tingkat pencemaran meningkat, misal DO. Nilai teoritik ditentukan atau nilai maksimum Cim (misal untuk DO, maka Cim merupakan nilai DO jenuh). Dalam kasus ini nilai Ci/Lij hasil pengukuran digantikan oleh nilai Ci/Lij hasil perhitungan, yaitu :

(Ci/Lij) baru =

Cim - Ci (hasil pengukuran) Cim - Lij

....................................................(6)

58

Keterangan : Lij =

konsentrasi parameter kualitas air yang dicantumkan

dalam

Baku Mutu suatu Peruntukan Air Ci = Ci menyatakan konsentrasi parameter kualitas air 4.b. Jika nilai baku Lij memiliki rentang - untuk Ci ≤ Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru =

[Ci - ( Lij) rata-rata {(Lij)mimimim - (Lij )rata-rata }

….………………(7)

- untuk Ci > Lij rata-rata

(Ci/Lij) baru =

[Ci - ( Lij) rata-rata] …………………(8) {(Lij)maksimum - (Lij )rata-rata }

4.c. Keraguan timbul jika dua nilai (Ci/Lij) berdekatan dengan nilai acuan 1,0, misal C1/L1j = 0,9 dan C2/L2j = 1,1 atau perbedaan yang sangat besar, misal C3/L3j = 5,0 dan C4/L4j = 10,0. Dalam contoh ini tingkat kerusakan badan air sulit ditentukan. Cara untuk mengatasi kesulitan ini adalah : (1) Penggunaan nilai (Ci/Lij)hasil pengukuran kalau nilai ini lebih kecil dari 1,0. (2) Penggunaan nilai (Ci/Lij) baru jika nilai (Ci/Lij) hasil pengukuran lebih besar dari 1,0. (Ci/Lij) baru = 1,0 + P.log(Ci/Lij) hasil pengukuran P adalah konstanta dan nilainya ditentukan dengan bebas dan disesuaikan dengan hasil pengamatan lingkungan dan atau persyaratan yang dikehendaki untuk suatu peruntukan (biasanya digunakan nilai 5).

59

4. Ditentukan nilai rata-rata dan nilai maksimum dari keseluruhan Ci/Lij ((Ci/Lij)R dan (Ci/Lij)M). 5. Ditentukan harga Pij

(Ci/Lij) 2M + (Ci/Lij) 2R 2

PIj =

……………………………(9)

Keterangan : (Cij/Lij) R = konsentrasi parameter kualitas air rata - rata (Cij/Lij) M = konsentrasi parameter kualitas air maksimum PIj

= Indeks Pencemaran

Evaluasi terhadap nilai PI adalah : Ketentuan menentukan status mutu air adalah sebagai berikut. 

0 ≤ PIj ≤ 1,0



kondisi baik (memenuhi baku mutu)



1,0 < PIj ≤ 5,0



tercemar ringan



5,0 < PIj ≤ 10,0



tercemar sedang



PIj > 10,0



tercemar berat

60

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1. Hasil Identifikasi Sumber Pencemar Data yang ditampilkan merupakan data hasil pengamatan di lapangan serta data sekunder sebagai data pendukung. Hasil identifikasi dibuatkan peta seperti yang terlihat pada Gambar 5.1. Hulu. S: 08°24’2,87’’ E:115°11’5,43’’

MEKAR SARI

2

TUA

8

LUWUS

Wilayah I

4 PEREAN

PETAKA

Tengah

CA U BE LA YU

SEMBUNG

S: 08°33’6,65’’ E:115°09’3,28’’

MARGA BELANWAK

KUWUM

SABONGAN

BATAN WERDI

Wilayah II

A Y U N A N

NYUH 8 BUANA

Hilir

KUKUH

DAHA

2 BERINGKIT

S: 08°37’0,78’’ E:115°06’7,78’’

6

BANJAR

1 DAKDAKAN

ANYAR

ABIAN

MENGWI

4

GULINGAN

TUWUNG

KEDIRI

2

MENGWI TANI 2

6

7

PANDAK BADUNG NYITDAH

KETERANGAN GAMBAR

NYAMBU

2

PANDAK GEDE BELALANG

1 2

Pemukiman Padat Penduduk

4

Villa Pertanian & Perumahan

5

Perumahan Penduduk & Villa

6

Perternakan Ayam Kampung Bali

7

Bengkel Ganti Oli

8

Pertanian

KABA KABA 2

3

3

BUWIT

3

Batas Desa Tukad Sungi Titik Pengambilan Sampel Perternakan Ayam Boiler

5

3

4

IPA PDAM

CEPAKA

3

3

MUNGGU

8

BERABAN

CEMAGI

Gambar 5.1 Peta Hasil Identifikasi Sumber Pencemar pada Tukad Yeh Sungi 60

61

5.1.1. Karakterisik Sumber Pencemar di Wilayah I Wilayah I meliputi daerah hulu dan tengah Tukad Yeh Sungi. Karakteristik sumber pencemar pada daerah hulu adalah kegiatan pertanian sedangkan pemukiman penduduk letaknya relatif cukup jauh, pada daerah tengah terjadi peningkatan pemukiman penduduk yaitu di Kecamatan Kediri ditandai dengan peningkatan kepadatan penduduk jika dibandingkan dengan di Kecamatan Baturiti (Tabel 5.1 dan Tabel 5.2). Pencemaran diakibatkan oleh pemanfaatan sungai sebagai tempat pembuangan sampah. Hal ini ditandai dengan adanya tumpukan sampah dalam perairan (Lampiran 1). Tabel 5.1 Penggunaan Lahan No

Penggunaan Lahan

KECAMAT AN MARGA (Ha)

KEDIRI (Ha) 2008

2007

BATURITI (Ha)

Ev

2008

2007

Ev

2008

2007

Ev

Luas Lahan

5.360 5.360

-

4.479

4.479

-

9.917

9.917

- Lahan Sawah

3.036 2.953

83

2.326 2.326

-

1.886

1.886

-

3.870

3.868

2

2

2

1

- Tegal/Kebun Kolam/Teba/ Empang Sementara tidak diusahakan - Rumah/bangunan - Hutan Negara - Lainnya

839

839

-

1.273

1.279

6

5

5

-

4

4

-

24

107

83

-

-

-

-

-

-

825

825

-

465

465

-

500

500

-

-

-

-

-

-

-

2.649

2.649

631

631

-

411

411

-

417

417

-

Keterangan : Ev adalah Perubahan Penggunaan Lahan Sumber :

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, 2010

62

Tabel 5.2. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk, Laju Pertumbuhan dan Kepadatan Penduduk

No

Kecamatan

Luas (km2)

Jumlah Penduduk (jiwa)

Pertumbuhan Penduduk (%)

Kepadatan Penduduk (jiwa/Km2)

1

Baturiti

99,17

50.851

0,38

512,19

2

Marga

44,79

43.231

0,27

965,19

3

Kediri

53,60

67.843

0,46

1.265,73

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

5.1.2 Karakteristik Sumber Pencemar di Wilayah II Wilayah II didominasi oleh kegiatan pertanian, pemukiman padat penduduk, peternakan skala rumah tangga dan berbagai kegiatan/usaha seperti bengkel service motor/mobil, penyosohan beras, pencucian mobil, pengalengan /pengolahan ikan dan villa. Jumlah penduduk tertinggi terletak di Kecamatan Kediri (Tabel 5.2). Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan terjadinya alih fungsi lahan yang dipergunakan sebagai tempat pemukiman oleh masyarakat. Dari 7 (tujuh) jenis penggunaan lahan yang ada di Kabupaten Tabanan, penggunaan lahan sawah dan permukiman merupakan dua penggunaan lahan yang selalu mengalami perubahan setiap tahun. Perubahan penggunaan lahan yang lain tidak tidak terlalu signifikan (Tabel 5.1 dan 5.3). Aktivitas peternakan yang dilaksanakan oleh masyarakat cukup besar (Tabel 5.4)

63

Tabel 5. 3 Alih Fungsi Lahan Ke No

Subak/tempek/Desa/ Banjar yang beralih fungsi

Rumah, bangunan dan halaman sekitarnya (Ha)

Dari

Kec. Baturiti 1 Br. Pekarangan

Tegal/Kebun

0,1

2 Br. Batusesa

Tegal/Kebun

0,2

3 Br. Bukit Catu

Tegal/Kebun

0,2

4 Br. Candikuning I

Tegal/Kebun

0,3

5 Br. Candikuning II

Tegal/Kebun

0,2

6 Br. Kembang Merta

Tegal/Kebun

0,2

1 Subak Kediri

Lahan sawah

2

2 Subak Nyitdah II

Lahan sawah Lahan sawah

2

Kec. Kediri

3 Subak Nyitdah III

3

Jumlah

8,2

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, 2010 Tabel 5.4 Data Jumlah Hewan Ternak menurut Jenis Ternak No

Kecamatan

Sapi Potong (Ekor)

Kerbau (Ekor)

Kuda (Ekor)

Kambing (Ekor)

Babi (Ekor)

1

Baturiti

17.009

3

-

4

14.578

2

Marga

8.446

-

-

26

11.027

3

Kediri

3.494

21

13

164

9.020

Sumber : Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

64

Sumber pencemar selanjutnya adalah jasa laundry skala kecil dan aktivitas cuci motor/mobil. Limbah cair yang dihasilkan pada kegiatan usaha dan jasa perbengkelan

dengan

pencucian

kendaraan

menghasilkan

limbah

yang

mengandung gugus sulfonat (S) yang berasal dari penggunaan sabun. Limbah dari hasil kegiatan/usaha cuci motor/mobil tidak diolah melainkan dibuang secara langsung pada saluran air yang ada di sekitar lokasi. Hasil identifikasi dapat dilihat pada Tabel 5.5. Tabel 5.5 Jenis Kegiatan / Usaha No

Jenis Kegiatan

Jumlah

Lokasi

7.248 Ha

Tengah dan Hilir

1

Pertanian

2

Peternakan ayam

2 unit

Tengah dan Hilir

3

Peternakan babi

2 unit

Tengah dan Hilir

4

Pencucian mobil

1 unit

Tengah

5

Bengkel service dan ganti oli

4 unit

Tengah dan Hilir

6

Penyosohan beras

1 unit

Tengah

7

Perusahaan / kerajinan logam

1 unit

Tengah

8

Villa

15 unit

Tengah dan Hilir

9

Laundry

3 unit

Tengah dan Hilir

10

Tempat pemandian / Beji

1 buah

Tengah

11

Pengalengan ikan dan pengolahan ikan

2 unit

Hilir

Sumber : Data hasil pengamatan lapangan (2011) 5.2. Hasil Analisis Kualitas Air 5.2.1 Parameter COD Baku mutu kadar COD untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah

65

sebesar 10 mg/l. Kandungan COD minggu I tanggal 5 dan 7 Oktober masih memenuhi baku mutu, akan tetapi kandungan COD tanggal 3 Oktober di daerah tengah sebesar 12 mg/l. Kandungan COD minggu II yang melampaui baku mutu, terjadi pada tanggal 12 dan 14 Oktober di daerah tengah yaitu masing-masing sebesar 10,4 mg/l dan 12,2 mg/l. Nilai COD pada minggu III yang melampaui baku mutu adalah pada saat pengambilan sampel ke 8 dan 9 tanggal 19 dan 21 Oktober di daerah tengah, dengan nilai masing- masing sebesar 10,8 mg/l dan 11,9 mg/l. Nilai COD pada daerah tengah melebihi baku mutu akibat adanya pemukiman padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah domestik. Perubahan kadar COD dapat dilihat pada Gambar 5.2 sampai 5.4.

Gambar 5.2 Perubahan Kadar COD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.3 Perubahan kadar COD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

66

Gambar 5.4 Perubahan Kadar COD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi 5.2.2 Parameter Fosfat Baku mutu kadar Fosfat untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah sebesar 0,20 mg/l. Kadar Fosfat minggu I di daerah hulu tanggal 3 Oktober dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,11 sedangkan pada tanggal 5 dan 7 Oktober masing – masing sebesar 0,20 mg/l dan 0,61 mg/l. Nilai Fosfat minggu II pada tanggal 10 Oktober telah melampaui baku mutu pada semua titik pengambilan. Kadar Fosfat pada tanggal 12 dan 14 Oktober menunjukkan bahwa daerah hulu masih dibawah baku mutu dengan nilai masing-masing sebesar 0,12 mg/l dan 0,11 mg/l sedangkan pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu. Pengambilan sampel air minggu III pada tanggal 17, 19 dan 21 didapatkan hasil bahwa kandungan Fosfat telah melampaui baku mutu air kelas 1 kecuali pada tanggal 21 Oktober 2011 dimana di daerah hulu kadar Fosfat dalam perairan sedikit dibawah baku mutu yaitu sebesar 0,17 mg/l.

Secara keseluruhan

parameter Fosfat melebihi baku mutu baik pada titik pantau dihulu, tengah dan hilir hal ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan

67

dalam

melakukan

aktivitasnya,

petani

penggarap

lahan

lebih

banyak

menggunakan pupuk buatan (N,P,K) dan pestisida atau insektisida sebagai pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Perubahan kadar Fosfat yang terjadi pada minggu I sampai minggu III dapat dilihat pada Gambar 5.5 sampai 5.7.

Gambar 5.5 Perubahan kadar Fosfat pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.6 Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.7 Perubahan Kadar Fosfat pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi

68

5.2.3 Parameter Faecal coliform Baku mutu kadar Faecal coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah sebesar 100/100 ml. Kandungan Faecal coliform pada minggu I tanggal 3, 5 dan 7 Oktober 2011 pada daerah hulu dibawah baku mutu air kelas 1 sedangkan pada daerah tengah dan hilir telah melampaui baku mutu berkisar antara 150 – 280/100 ml di daerah tengah sedangkan di hilir berkisar antara 100 – 280 /100 ml. Kandungan Faecal coliform minggu II tanggal 10, 12 dan 14 Oktober di hilir melampaui baku mutu dengan nilai berkisar antara 110 – 150/100 ml sedangkan pada daerah tengah yang melampaui baku mutu pada tanggal 14 Oktober yaitu sebesar 140/100 ml. Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu dibandingkan dengan daerah tengah dan hilir yang telah melampaui baku mutu. Parameter Faecal coliform melebihi baku mutu pada daerah tengah dan hilir disebabkan oleh pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga. Perubahan kadar Faecal coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III dapat dilihat pada Gambar 5.8 sampai 5.10.

Gambar 5.8 Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu I

69

Gambar 5.9 Perubahan kadar Faecal coliform Minggu II

Gambar 5.10 Perubahan kadar Faecal coliform pada Minggu III 5.2.4 Parameter Total coliform Baku mutu kadar Total coliform untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah sebesar 1000/1000 ml. Hasil pengukuran kadar Total coliform yang melampaui baku mutu adalah tanggal 3 Oktober pada bagian tengah yaitu sebesar 2100/1000 ml, dan tanggal 5 Oktober pada bagian tengah dan hilir masing-masing sebesar 1500/1000 ml dan 2100/1000 ml. Nilai Total coliform minggu II dan III masih memenuhi baku mutu air kelas 1. Parameter Total coliform melebihi baku mutu dikarenakan oleh pemukiman dengan kepadatan penduduk yang cukup tinggi dan kegiatan peternakan skala rumah tangga serta peningkatan alih fungsi

70

lahan. Perubahan kadar Total coliform yang terjadi pada minggu I - minggu III dapat dilihat pada Gambar 5.11 sampai 5.13.

Gambar 5.11 Perubahan kadar Total coliform pada Minggu I

Gambar 5.12 Perubahan kadar Total coliform pada Minggu II

Gambar 5.13 Perubahan kadar Total coliform pada Minggu III. 5.2.5 Parameter BOD Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk minggu I dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Hasil pengukuran kadar BOD

71

tanggal 19 Oktober dan 21 Oktober pada minggu III telah melampaui baku mutu yang ditetapkan masing – masing sebesar 2,05 mg/l dan sebesar 2,32 mg/l. Parameter BOD melebihi baku mutu pada daerah tengah diminggu III karena banyak aktivitas di tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD. Perubahan kadar BOD yang terjadi pada minggu I - minggu III dapat dilihat pada Gambar 5.14 sampai 5.16.

Gambar 5.14 Perubahan kadar BOD pada Minggu I di Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.15 Perubahan kadar BOD pada Minggu II di Tukad Yeh Sungi

72

Gambar 5.16 Perubahan kadar BOD pada Minggu III di Tukad Yeh Sungi 5.3

Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Mikrobiologi berdasarkan Kriteria Baku Mutu Kualitas Air. Persebaran Parameter Fisika, Kimia dan Biologi hasil analisis sampel air

pada 3 titik pantau dapat dilihat pada Gambar 5.17 sampai dengan 5.23. 5.3.1. Persebaran TSS (Total Suspended Solid) Hasil pengukuran kadar TSS tertinggi adalah di hilir pada tanggal 7 Oktober 2011 yaitu sebesar 90 mg/l sedangkan nilai terendah adalah sebesar mg/l pada tanggal 3 Oktober 2011 di daerah hulu sebesar 7 mg/l. Persebaran TSS terhadap baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.17.

Gambar 5.17 Persebaran kadar TSS dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1.

73

5.3.2 Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid) Kandungan TDS pada semua titik pantau baik di hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi masih berada di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1. Baku mutu kadar Total Dissolved Solid untuk kualitas air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah sebesar 1000 mg/l. Persebaran kadar TDS (Total Dissolved Solid) terhadap baku mutu dapat dilihat pada Gambar 5.18.

Gambar 5.18 Persebaran TDS dibandingkan Baku Mutu Kelas 1. 5.3.3 Persebaran Kadar Fosfat (PO4) Persebaran kandungan fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1. berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa kandungan fosfat pada semua titik yaitu di hulu, tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi telah melampaui baku mutu kelas 1 namun pada tanggal 12, 14, dan 21 Oktober di bagian hulu kadar fosfat (PO4) memenuhi baku mutu air kelas 1. Kadarnya berkisar antara 0,11 mg/l sampai dengan 0,17 mg/l. Persebaran fosfat dapat dilihat pada Gambar 5.18.

74

Gambar 5.18 Persebaran Kandungan Fosfat (PO4) dibandingkan Baku Mutu Air Kelas 1 5.3.4. Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 Baku Mutu Air kelas 1 untuk parameter DO minimal 6,00 mg/l. Kandungan DO tertinggi terletak pada bagian hulu tanggal 3 Oktober sebesar 7,30 mg/l. Kandungan DO terendah terletak pada bagian tengah pada tanggal 12 dan 17 Oktober berkisar antara 6,10 mg/l dan 6,20 mg/l. Persebaran kandungan DO pada masing-masing lokasi pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 5.19.

Gambar 5.19 Persebaran Kandungan DO dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 5.3.5 Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 Kandungan BOD tertinggi terletak pada bagian tengah Tukad Yeh Sungi tanggal 21 Oktober yaitu sebesar 2,32 mg/l. Pada hulu dan hilir Tukad Yeh Sungi

75

kandungan BOD masih di bawah ambang batas baku mutu air kelas 1. Persebaran kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.20.

Gambar 5.20 Persebaran Kandungan BOD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 5.3.6 Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 Kandungan COD pada bagian tengah telah melampaui baku mutu air kelas 1 yaitu pada tanggal 3, 12, 14, 19 dan 21 Oktober yang berkisar antara 10,4 – 12,2 mg/l. Kandungan COD pada daerah hulu dan hilir sungai masih berada di bawah ambang batas mutu air kelas 1. Persebaran Kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.21.

Gambar 5.21 Persebaran kandungan COD dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1.

76

5.3.7 Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1. Baku mutu kualitas air parameter Faecal coliform sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007 (Pemerintah Provinsi Bali, 2007) adalah sebesar 100/100 ml. Kadar Faecal coliform pada daerah hulu masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan sedangkan di tengah dan hilir telah melampaui baku mutu air kelas 1 sedangkan hasil pengukuran sampel yang dilaksanakan pada tanggal 10 Oktober

dan 21 Oktober masih dibawah baku mutu. hilir Tukad Yeh

Sungi berkisar dari 110 – 280 jml/100ml. Kandungan Faecal coliform pada daerah hulu masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.22.

Gambar 5.22 Persebaran kandungan Faecal coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1. 5.3.8 Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1. Hasil pengukuran Total coliform yang melampaui baku mutu kualitas air kelas 1 adalah pengambilan sampel yang dilaksanakan pada tanggal 3 dan 5 Oktober pada daerah tengah Tukad Yeh Sungi dengan nilai masing-masing 1500

77

jml/1000 ml dan 2100 jml/1000 ml dan di daerah hilir pada tanggal 5 Oktober yaitu sebesar 2100 jml/1000 ml. Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 5.23.

Gambar 5.23 Persebaran Kandungan Total coliform dibandingkan Baku Mutu Air kelas 1. 5.4

Indeks Pencemaran (IP) Penentuan status mutu air pada Tukad Yeh Sungi didasarkan atas Metode

Indeks Pencemaran (IP). Nilai IP pada daerah hulu berkisar antara 0,51 sampai dengan 1,26 sedangkan daerah tengah berkisar antara 1,52 sampai dengan 2,47 serta di hilir berkisar antara 1,59 sampai dengan 2,56. Hal ini menunjukkan bahwa di daerah tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi tergolong tercemar ringan. Persebaran nilai indeks Tukad Yeh Sungi dapat dilihat pada Gambar 5.24, sedangkan rincian hasil perhitungan status mutu air dengan metode Indeks Pencemaran tercantum pada Tabel 5.6.

Gambar 5.24 Persebaran Nilai Indeks Pencemaran.

78

Tabel 5.6 Nilai Indeks Pencemaran (IP) Air Tukad Yeh Sungi No 1

2

3

Ulangan Minggu I

Minggu II

Minggu III

Tanggal Pengambilan Sampel

Lokasi

3 Okt 2011 0,56*

5 Okt 2011 1,26#

7 Okt 2011 1,03#

Hulu

2,47#

2,37#

1,55#

Tengah

2,56#

2,44#

1,98#

Hilir

10 Okt 2011 1,21# 1,38# 1,76# 17 Okt 2011 0,96* 1,90# 2,00#

12 Okt 2011 0,67* 1,93# 1,61# 19 Okt 2011 0,82* 2,13# 2,08#

14 Okt 2011 1,00* 1,59# 1,59# 21 Okt 2011 0,51* 1,52# 1,67#

Hulu Tengah Hilir Hulu Tengah Hilir

Keterangan : 1.

0 ≤ IP ≤ 1,0

:

Memenuhi Kriteria Mutu (*)

2.

1,0 ≤ IP ≤ 5,0

:

Cemar Ringan (#)

3.

5,0 ≤ IP ≤ 10

:

Cemar Sedang (■)

4.

IP > 10

:

Cemar Berat (x)

5.5. Nilai Rata – Rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad Yeh Sungi 5.5.1 Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi Hasil pengukuran suhu air Tukad Yeh Sungi pada minggu I, II dan III pada masing – masing titik pantau menunjukkan bahwa suhu air tetinggi pada daerah hilir Tukad Yeh Sungi (Gambar 5.25).

79

Gambar 5.25 Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi 5.5.2 Rata-rata Kekeruhan pada Tukad Yeh Sungi Nilai rata – rata kekeruhan di Tukad Yeh Sungi setelah tertinggi terletak pada bagian tengah sungai (Gambar 5.26).

Gambar 5.26 Rata-rata Kekeruhan Air pada Tukad Yeh Sungi 5.5.3 Rata-rata TSS (Total Suspended Solid) pada Tukad Yeh Sungi Nilai rata-rata TSS (Total Suspended Solid) di Tukad Yeh Sungi tertinggi terletak pada bagian tengah sungai (Gambar 5.27).

80

Gambar 5.27 Rata-rata TSS pada Tukad Yeh Sungi 5.5.4 Rata-rata TDS (Total Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi Nilai rata – rata TDS (Total Dissolved Solid) di Tukad Yeh Sungi memberikan hasil TDS tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.28).

Gambar 5.28 Rata-rata Nilai TDS pada Tukad Yeh Sungi 5.5.5 Rata-rata Nilai DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi Nilai rata – rata DHL (Daya Hantar Listrik) Tukad Yeh Sungi tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.29).

81

Gambar 5.29 Rata-rata Nilai DHL pada Tukad Yeh Sungi 5.5.6 Rata-rata Nilai pH (Derajat Keasamaan) pada Tukad Yeh Sungi Hasil pengukuran pH (derajat keasamaan) Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata memberikan hasil nilai pH tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.30).

Gambar 5.30 Rata-rata Nilai pH pada Tukad Yeh Sungi 5.5.7 Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata pada memberikan hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi terletak di daerah hilir sungai (Gambar 5.31).

82

Gambar 5.31 Rata-rata Nilai Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi 5.5.8 Rata-rata Nilai DO (Dissolved Oxygen) pada Tukad Yeh Sungi Nilai DO (Dissolved Oxygen) di Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata pada minggu I,II dan III. Nilai DO terendah terletak di daerah tengah sungai (Gambar 5.32).

Gambar 5.32 Rata-rata Nilai DO pada Tukad Yeh Sungi 5.5.9 Nilai Rata-rata BOD (Biological Oxygen Demand) Nilai BOD (Biological Oxygen Demand) di Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata pada minggu I,II dan III. nilai BOD tertinggi terletak di daerah tengah sungai (Gambar 5.33).

83

Gambar 5.33 Rata-rata Nilai BOD pada Tukad Yeh Sungi 5.5.10 Nilai Rata-rata COD (Chemical Oxygen Demand) COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh Sungi setelah di ratarata memberikan hasil bahwa nilai Fosfat tertinggi di daerah tengah sungai (Gambar 5.34).

Gambar 5.34 Rata-rata COD pada Tukad Yeh Sungi 5.5.11 Nilai Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi Hasil analisis Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata memberikan hasil bahwa nilai Faecal coliform tertinggi terletak pada bagian tengah sungai (Gambar 5.35).

84

Gambar 5.35 Rata-rata Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi 5.5.12 Nilai Rata-rata Total coliform Hasil pengukuran Total coliform Tukad Yeh Sungi setelah di rata-rata memberikan hasil bahwa kandungan Total coliform tertinggi terletak pada daerah tengah sungai (Gambar 5.36).

Gambar 5.36 Rata-rata Total coliform pada Tukad Yeh Sungi 5.5.13 Nilai Rata-rata Nilai IP (Indeks Pencemaran) pada Tukad Yeh Sungi

Gambar 5.37 Rata-rata IP pada Tukad Yeh Sungi Nilai IP (Indeks Pencemaran) tertinggi terletak pada daerah hilir sungai (Gambar 5.37).

85

86

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Hasil Identifikasi Sumber Pencemar Identifikasi sumber pencemar bertujuan untuk mengetahui karakter sumber pencemar yang mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas air pada Tukad Yeh Sungi. 6.1.1 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah I Sumber pencemar pada wilayah ini adalah adanya kegiatan pertanian yang masih aktif dan letaknya berbatasan langsung dengan sungai seperti di Br. Palian, Desa Luwus, Kecamatan Baturiti. Pemukiman penduduk letaknya relatif cukup jauh dari daerah aliran sungai akan tetapi tidak menutup kemungkinan limbah yang dihasilkan dari pemukiman akan terbawa masuk ke sungai jika terjadi hujan lebat. Limbah yang dihasilkan berupa limbah padat sisa-sisa kegiatan pertanian dan limbah cair berupa sisa-sisa pupuk yang hanyut terbawa aliran air masuk ke badan air (sungai). Masyarakat pada wilayah ini memanfaatkan Tukad Yeh Sungi sebagai tempat mandi, cuci, kakus akibat belum semua rumah tangga memiliki jamban keluarga. Hal ini mengindikasikan masih terjadi aktivitas buang air besar sembarangan. Data mengenai ketersediaan jamban Tabel 6.1. Cara pembuangan kotoran manusia yang sembarangan merupakan faktor utama yang mengancam kesehatan manusia dan kenikmatan hidup. Hal ini perlu diperhatikan karena banyaknya jumlah mikrobia yang dapat menyebabkan penyakit terdapat dalam

85

87

kotoran manusia yang sakit, bahkan juga dari kotoran manusia yang sehat (Hardjasoemantri, 1986). Tabel 6.1. Data Kepemilikan Jamban pada Masing-masing Kecamatan yang Dilalui oleh Tukad Yeh Sungi No

Kecamatan

Jumlah RT

Jenis Kepemilikan

(Unit)

Sendiri (Unit)

%

1

Baturiti

13.442

8.757

65,15

2

Marga

11.722

7.871

67,15

3

Kediri

15.088

8.695

57,63

Sumber

: Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010

6.1.2 Karakterisasi Sumber Pencemar Wilayah II Wilayah II meliputi daerah yang menerima limbah cukup besar karena lokasinya berdekatan dengan pemukiman padat penduduk yang terletak di Br. Dakdakan, Desa Abiantuwung Kecamatan Kediri sedangkan pada daerah hilir yaitu di Br. Nyanyi, Desa Beraban Kecamatan Kediri, tingkat kepadatan penduduk mulai berkurang dan jarak pemukiman dari sungai cukup jauh (dapat dilihat pada Gambar 6.1), akan tetapi dengan adanya penetapan Br. Nyanyi sebagai kawasan penyangga Daya Tarik Wisata Tanah Lot

berakibat pada

menjamurnya bangunan villa di daerah tersebut dengan jarak yang dekat dengan daerah aliran sungai. Limbah cair yang dihasilkan dari aktivitas tersebut jika tidak dikelola dengan baik akan dapat mempengaruhi kualitas air Tukad Yeh Sungi. Limbah cair yang dihasilkan dari rumah tangga merupakan jenis limbah domestik. Limbah domestik mengandung susunan senyawa organik, baik itu

88

alami maupun sintetis. Senyawa ini masuk ke dalam badan air sebagai hasil dari aktivitas manusia. Penyusun utamanya berupa polysakarida (karbohidrat), polipeptida (protein), lemak (fats) dan asam nukleat (nucleic acid). Selain limbah domestik kualitas air sungai tersebut dipengaruhi oleh adanya jenis kegiatan / usaha yang cukup beragam seperti pabrik kerajinan logam, penyosohan beras, villa, laundry, bengkel service dan ganti oli untuk mobil dan motor, pencucian mobil serta kegiatan pertanian maupun peternakan ayam dan babi dalam skala rumah tangga ( dapat dilihat pada Tabel 5.5). Beragam aktivitas

yang terjadi di sepanjang Tukad Yeh Sungi

mengakibatkan penurunan kualitas air Tukad Yeh Sungi yang ditandai dengan peningkatan beberapa parameter kualitas air yang merupakan indikator pencemaran seperti tingginya TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid), kekeruhan, kadar Fosfat, Faecal coliform, Total coliform, COD, serta BOD. Tukad Yeh Sungi pada daerah hulu di dominasi oleh kegiatan pertanian yang meliputi daerah Baturiti terdapat persawahan berjumlah 1.886 Ha dan perkebunan 3.870 Ha, mengakibatkan naiknya kadar fosfat dalam air. Kadar fosfat di hulu lebih rendah dibandingkan pada bagian tengah maupun hilir, karena pada bagian tengah-hilir yang terletak di Kecamatan Kediri penggunaan lahan untuk persawahan mencapai 3.036 Ha serta 2.326 Ha di Kecamatan Marga sehingga kadar Fosfat lebih tinggi akibat dari penggunaan pupuk buatan (N,P,K) dan pestisida yang banyak dipergunakan dalam usaha untuk mengendalikan hama. Penggunaan lahan untuk tegal/kebun di Kecamatan Baturiti, Marga, dan Kediri yang cukup padat mengakibatkan tingginya kadar TSS, TDS dan kekeruhan.

89

Kawasan Perkotaan Tabanan

Perumahan dikembangkan oleh developer

Perumahan tradisional

Perumahan dengan kepadatan tinggi

Perumahan dengan Kepadatan Sedang pada Daerah Tengah

Perumahan dengan kepadatan rendah (pada daerah hilir Menu

Sub Menu

Back

Next

Gambar 6.1. Peta Pemanfaatan Lahan pada daerah Tengah dan Hilir (Sumber : Bappeda Kabupaten Tabanan, 2010) 6.2

Hasil Analisis Kualitas Air Tukad Yeh Sungi yang melampaui Baku Mutu Kualitas Air Kelas 1 Beragam aktivitas yang terdapat di sepanjang Tukad Yeh Sungi seperti

kegiatan pertanian dalam arti luas dan kegiatan/usaha yang dilakukan oleh masyarakat akan menghasilkan limbah dimana terdapat kecenderungan limbah yang dihasilkan dibuang ke badan air. Limbah tersebut dapat mengancam lingkungan yaitu terjadinya pencemaran. Kondisi ini dipicu oleh tidak terkelolanya limbah dengan baik, mengakibatkan tercemarnya air sungai tersebut. Beberapa indikator yang menunjukkan terjadinya pembuangan limbah ke lingkungan antara lain :

90



Tumpukan sampah, baik anorganik (plastik, botol, kemasan makanan dll) maupun sampah organik (potongan kayu, sisa daun baik yang disebabkan oleh alam maupun kegiatan manusia). Pemanfaatan Das sebagai tempat pembuangan sampah dapat dilihat pada Lampiran 1.



Sedimentasi akibat alih fungsi lahan mengakibatkan terjadinya penurunan kualitas dan kuantitas air sungai. Secara kuantitas jumlah air yang terserap berkurang

selanjutnya

membawa

lapisan

permukaan

lahan

yang

mengakibatkan terjadinya erosi yang membawa partikel-partikel tanah tersebut masuk ke dalam badan air sehingga peraiaran menjadi keruh. Kondisi demikian mengakibatkan kualitas air sungai menjadi menurun yang dapat mempengaruhi nilai sifat fisik, kimia dan biologi air sungai (Lampiran 2) Pencemaran yang ditimbulkan akibat pembuangan limbah langsung ke badan air ditunjukkan oleh hasil analisis pada beberapa parameter kualitas air. Hasil analisis kualitas air menunjukkan bahwa terdapat parameter pencemaran telah melampaui baku mutu yang ditetapkan yaitu kandungan Fosfat dan Faecal coliform. Kandungan air sungai dengan kandungan di atas baku mutu menunjukkan bahwa air tersebut tidak layak digunakan sebagai air baku air minum kecuali dilakukan treatment. 6.2.1 Perubahan Nilai COD pada Tukad Yeh Sungi Nilai COD menggambarkan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara kimia, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegredable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non

91

biodegradable) menjadi karbondioksida dan air. Nilai COD untuk air Tukad Yeh Sungi

di hulu pada Minggu I berkisar antara 2,00 – 8,00 mg/l, di tengah

meningkat menjadi 2,20 – 12,00 mg/l kemudian mengalami penurunan pada bagian hilir berkisar antara 2,20 – 10,00 mg/l. Pada Minggu II di bagian hulu berkisar antara 0,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah meningkat menjadi 8,00 – 12,20 mg/l kemudian mengalami penurunan pada bagian hilir berkisar antara 7,30 – 9,30 mg/l. Minggu III di bagian hulu pada Minggu I berkisar antara 1,90 - 2,00 mg/l sementara di bagian tengah yang telah memasuki Kecamatan Kediri meningkat menjadi 9,20 – 11,90 mg/l kemudian mengalami penurunan pada bagian hilir berkisar antara 7,30 – 9,40 mg/l. Karakter sumber pencemar pada sungai ini adalah limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan sampah di sempadan sungai. Secara keseluruhan nilai rata – rata COD pada daerah hulu sebesar 3,07 mg/l, daerah tengah 8,36 mg/l sedangkan di daerah hilir sebesar 8,64 mg/l. Data tersebut menunjukkan bahwa kandungan COD masih dibawah baku mutu kualitas air kelas 1. Kandungan COD pada bagian tengah dan hilir lebih tinggi dibandingkan dengan daerah hulu akibat adanya pemukiman padat penduduk dan aktivitas lain yang menghasilkan limbah domestik. Data profil Desa Abiantuwung menunjukkan terdapat pemukiman yang padat penduduk dimana sebagian besar mata pencahariannya beternak babi serta ayam. Selain itu di sekitar Desa Abiantuwung terdapat kegiatan usaha dan industri di antaranya pabrik pengalengan ikan, kerajinan logam, bengkel service dan ganti oli untuk mobil dan motor serta terdapat tempat pencucian mobil. Aktivitas

92

tersebut menghasilkan limbah yang mengandung bahan organik dengan konsentrasi yang cukup besar. 6.2.2 Perubahan Kandungan Fosfat pada Tukad Yeh Sungi. Menurut Peavy et al. (1986), Fosfat berasal dari deterjen dalam limbah cair dan pestisida serta insektisida dari lahan pertanian. Fosfat terdapat dalam air alam atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan Fosfat organis. Kandungan ataupun residu fosfat di perairan merupakan indikasi tingkat kesuburan perairan dan memicu terjadinya pengkayaan perairan (eutrofikasi). Menurut Boyd (1982), kadar fosfat (PO4) yang diperkenankan dalam air minum adalah 0,2 ppm. Kadar fosfat dalam perairan alami umumnya berkisar antara 0,005-0,02 ppm. Kadar fosfat melebihi 0,1 ppm, tergolong perairan yang eutrof. Berdasarkan hasil analisis kualitas air didapatkan hasil bahwa kandungannya melampaui baku mutu yang diijinkan untuk kualitas air kelas 1. Kisaran nilai rata – rata Fosfat pada daerah hulu sebesar 0,26 mg/l, tengah sebesar 0,38 mg/l, sedangkan pada daerah hilir sebesar 0,42 mg/l. Hal ini disebabkan oleh adanya pemanfaatan kawasan untuk pertanian dan dalam melakukan aktivitasnya, petani penggarap lahan lebih banyak menggunakan pestisida atau insektisida sebagai pembasmi hama tanpa memperhatikan dosis yang seharusnya. Komposisi pupuk buatan yang terdiri dari Na (Natrium), P (Fosfat) dan K (Kalium) merupakan salah satu zat yang sukar diuraikan secara alamiah dan tidak semua terpakai, sehingga sebagian akan masuk ke dalam perairan. Hal inilah yang menjadikan nilai Fosfat pada Tukad Yeh Sungi tinggi dan melampaui baku mutu. Pada bagian tengah kadar Fosfat melampaui baku mutu dan bahkan kadarnya lebih tinggi

93

daripada di hulu. Hal ini disebabkan karena aliran sungai pada tengah Tukad Yeh Sungi cenderung lebih tenang sehingga Fosfat (PO4) memiliki konsentrasi yang tinggi selain itu di kawasan tengah terdapat juga lahan pertanian. Kandungan Fosfat pada bagian hilir memiliki nilai tertinggi. Fosfat (PO4) berasal dari limpasan daerah pertanian dan daerah pemukiman penduduk dan villa akibat adanya limbah domestik / pemakaian detergen dan minyak pelumas. Fosfor (P) membentuk kompleks dengan ion besi dan kalsium pada

kondisi aerob,

bersifat tidak larut dan mengendap pada sedimen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Tukad Yeh Sungi memiliki

tingkat kesuburan yang cukup

tinggi, yang dapat menstimulir pertumbuhan algae di perairan (algae bloom) yang membentuk lapisan pada permukaan air/mengurangi penetrasi cahaya perairan. 6.2.3 Perubahan Kandungan Faecal coliform pada Tukad Yeh Sungi. Bakteri Faecal coliform adalah salah satu bakteri patogen. Keberadaan bakteri Faecal coliform di perairan secara berlimpah menggambarkan bahwa perairan tersebut tercemar oleh kotoran manusia, yang mungkin juga disertai dengan cemaran bakteri lain. Kandungan Faecal coliform pada tengah dan hilir di minggu pertama melebihi baku mutu masing – masing berkisar antara 70 – 280/100 ml sedangkan di hilir berkisar antara 40 – 200 /100 ml. Kandungan Faecal coliform terendah pada tanggal 7 Oktober di hulu Tukad Yeh Sungi karena di daerah hulu sungai tidak banyak dipergunakan untuk kegiatan MCK karena letak pemukiman penduduk serta aktivitas masyarakat letaknya relatif cukup jauh akan tetapi masih ada sebagian kecil penduduk memanfaatkan sungai sebagai tempat MCK.

94

Kandungan Faecal coliform pada Minggu II pada bagian tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi melebihi baku mutu berkisar antara 90 – 140/100 ml dan 110 – 150/100 ml. Hal ini disebabkan oleh adanya pemukiman padat penduduk yaitu di desa Dakdakan, Desa Nyambu, dan Desa Kaba-Kaba yang letaknya dekat dengan Tukad Yeh Sungi. Pemukiman penduduk daerah hilir tidak sebanyak pada bagian tengah, di hilir hanya terdapat pemukiman di desa Nyanyi dan terdapat 9 (sembilan) unit villa walaupun begitu limbah kotoran manusia yang dihasilkan cukup dapat mencemari kualitas Tukad Yeh Sungi (Gambar 6.1). Kandungan Faecal coliform Minggu III pada hulu Tukad Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu dibandingkan di tengah dan di hilir yang telah melebihi baku mutu. Pada daerah hulu Tukad Yeh Sungi dimana penduduk masih memanfaatkan Tukad Yeh Sungi untuk mandi, mencuci pakaian, hingga membuang kotoran kecil dan besar. Hal inilah yang menyebabkan Tukad Yeh Sungi pada bagian hulu telah tercemar bakteri Faecal coliform. Kandungan Faecal coliform mencapai 90 jml/100ml. Idealnya pada bagian hulu suatu sungai kandungan Faecal coliform harus 0 jml/100ml karena bagian hulu merupakan awal dari bagian sungai yang tidak boleh tercemar oleh bakteri Faecal coliform. Apabila di hulu suatu sungai telah tercemar maka pada bagian tengah dan hilir sungai pasti ikut tercemar. Kandungan Faecal coliform bagian tengah pada Minggu III pada tanggal 19 sebesar 230 jml/100ml telah melampaui baku mutu, sedangkan di hilir Tukad Yeh Sungi kandungan Faecal coliform tertinggi pada tanggal 17 dan 19 Oktober sebesar 150 jml/100ml. Hal ini menunjukkan daerah

95

tengah Tukad Yeh Sungi lebih tercemar dari pada

di daerah hilir. Hal ini

disebabkan oleh padatnya aktivitas penduduk di daerah tengah. 6.2.4 Perubahan Kadar Total coliform pada Tukad Yeh Sungi. Berdasarkan asal dan sifatnya kelompok bakteri Colliform dibagi menjadi dua golongan yaitu: 1. Coli – Faecal, Seperti E . coli yang berasal dari tinja manusia. 2. Coli–non Faecal, seperti aerobakteri dan klebsiele yang lebih banyak didapatkan di dalam habitat tanah dan air daripada di dalam usus, umumnya tidak patogen. Perbedaan antara kedua kelompok ini terletak pada temperatur inkubasi selama fermentasi kaldu laktosa, kandungan bakteri Colliform serta sifat-sifat biokimia lainnya. Kehadiran faeses atau tinja di dalam subtrat atau benda yang berhubungan dengan kepentingan manusia, sangat tidak diharapkan karena kehadiran materi faecal ini langsung maupun tidak langsung pada suatu subtrat dapat dikatakan substrat tersebut tercemar oleh tinja (Suriawiria,1996). Kadar Total coliform melebihi baku mutu pada bagian tengah pada tanggal 3 dan 5 Oktober sedangkan di hilir melebihi baku mutu pada tanggal 3 Oktober. Penyebab meningkatnya kadar Total coliform hingga melebihi baku mutu pada bagian tengah khususnya di desa Dakdakan adalah karena terdapat pemukiman yang padat penduduk, perternakan ayam, dan kandang babi yang secara tidak langsung segala kotoran atau feses manusia dan hewan akan dibuang ke dalam sungai. kandungan Total coliform pada daerah hilir Tukad Yeh Sungi telah melampaui baku mutu akibat adanya pemukiman penduduk dan kandang babi. Limbah kotoran yang dihasilkan dari hewan babi dan manusia tidak diolah

96

terlebih dahulu sebelum dibuang ke lingkungan sehingga pada musim hujan limbah tersebut akan masuk ke sungai. Kandungan Total coliform pada daerah hulu masih memenuhi baku mutu sebab sebagian besar kawasan hulu adalah pertanian sehingga jumlah kotoran hewan jauh lebih sedikit dibandingkan di daerah tengah dan hilir sungai. Kadar Total coliform Minggu II dan III pada hulu, tengah dan hilir masih memenuhi baku mutu berkisar antara 110 – 280/1000 ml. Hal ini menunjukkan bahwa air di Tukad Yeh Sungi masih memenuhi baku mutu lingkungan. Perubahan kadar Total coliform Minggu III baik di daerah hulu, tengah, dan hilir Tukad Yeh Sungi masih tetap memenuhi baku mutu, tetapi di tengah terjadi peningkatan kadar Total coliform yang cukup besar yaitu tanggal 19 Oktober terlihat pada Gambar 5.12. Hal ini disebabkan oleh adanya kegiatan peternakan ayam dan babi yang dipelihara oleh penduduk di Desa Nyambu dan Desa Abiantuwung. Limbah padat dan cair hewan tersebut secara tidak langsung terbuang ke sungai akibat tidak dikelolanya limbah dengan baik. 6.2.5. Perubahan Kadar BOD pada Tukad Yeh Sungi. BOD5 yang dimaksud adalah banyaknya oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang mudah terurai. Bahan-bahan tersebut merupakan beban bagi lingkungan perairan sungai yang mengancam timbulnya pencemaran. Bahan organik yang mudah terurai umumnya berasal dari bahan-bahan alam yang menjadi limbah dari berbagai kegiatan manusia. Pada perairan alami nilai BOD antara 0,5 – 7,0 ppm. Sedangkan yang sukar terurai umumnya berasal dari aktivitas pertanian, laundry, bengkel dan

97

kegiatan /industri kecil yang mulai berkembang di Kota Tabanan. Perairan yang memiliki nilai BOD lebih dari 10 ppm dianggap telah mengalami pencemaran. Nilai BOD limbah industri makanan antara 500 – 4.000 ppm. Ambang batas baku mutu untuk nilai BOD air Tukad Yeh Sungi untuk baku mutu kualitas air kelas 1 adalah minimal 2 ppm, sesuai dengan peruntukan air yang memerlukan persyaratan tersebut, yaitu sebagai kebutuhan untuk air baku bagi PDAM. Berdasarkan penelitian yang dilakukan bulan Oktober tahun 2011, nilai Kadar BOD pada hulu, tengah serta hilir Tukad Yeh Sungi untuk Minggu I dan II memenuhi baku mutu yang ditetapkan. Kadar BOD pada hulu Tukad Yeh Sungi masih rendah karena letaknya yang relatif jauh dengan pemukiman penduduk. Aktivitas pada daerah dekat hulu sungai di Br. Palian, Desa Luwus antara lain : pemukiman, pertanian, perkebunan. Jarak antara sungai dengan sumber pencemar masih relatif jauh. Kadar BOD pada tengah Tukad Yeh Sungi lebih tinggi dibandingkan di hulu karena berdekatan dengan pemukiman penduduk di Desa Abiantuwung. Seluruh aktivitas menghasilkan limbah domestik yang mengandung bahan organik dan gugus sulfonat (S) dan fosfat (P) dari pemakaian sabun/detergent. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi di Banjar, Nyanyi terdapat pemukiman dan 9 (sembilan) unit villa. Jarak sungai dengan pencemar berdekatan dengan jarak minimal + 100 meter. Kadar BOD melampaui Baku Mutu Air kelas 1 terjadi pada Minggu II di daerah tengah Tukad Yeh Sungi. Hal ini menunjukkan terjadi peningkatan kandungan bahan organik pada badan air yang disebabkan oleh limbah domestik dari pemukiman, dan tempat pencucian mobil sumber pencemar juga dari bahan

98

organik yang berasal dari areal persawahan yang luas terdapat di sisi sungai. Sungai pada area ini banyak dimanfaatkan penduduk untuk membuang sisa-sisa kegiatan ibadah. Pemukiman penduduk terkonsentrasi pada tepi sungai, dengan jarak terdekat 8-30 meter. Kondisi ini menandakan terdapat banyak aktivitas di tengah Tukad Yeh Sungi yang berdampak pada peningkatan volume limbah cair yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan nilai BOD. Kadar BOD pada daerah hulu dan hilir Minggu III masih memenuhi baku mutu yang ditetapkan karena aktivitas tidak sepadat di daerah tengah Tukad Yeh Sungi. Nilai BOD rata – rata daerah hulu Tukad Yeh Sungi berkisar 0,96 mg/l, daerah tengah yang telah memasuki kota kawasan padat pemukiman kandungan BOD meningkat menjadi 1,47 mg/l kemudian menurun lagi pada bagian hilir sebesar 1,45 mg/l. Tipikal sumber pencemar dari sungai ini terutama limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai dan timbulan sampah di sempadan sungai yang menyumbang lindi ke sungai serta bersumber dari peningkatan intensitas kegiatan baik pemukiman maupun kegiatan perdagangan yang berdampak tidak langsung maupun langsung terhadap air sungai. 6.3 Hasil Nilai Rata-rata Parameter Fisika, Kimia dan Biologi pada Tukad Yeh Sungi. 6.3.1 Nilai Rata-rata Suhu Air pada Tukad Yeh Sungi. Berdasarkan rata-rata nilai suhu air dari hasil analisis didapatkan bahwa semakin ke hilir, terjadi peningkatan suhu pada badan air. Hal ini berkaitan dengan adanya perbedaan ketinggian tempat dan perbedaan waktu pengambilan

99

sampel yang dimulai dari bagian hulu menuju bagian tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi masing-masing membutuhkan waktu ± 55 menit.. 6.3.2 Nilai Rata-rata Kekeruhan, TSS (Total Suspended Solid), TDS (Total Dissolved Solid) pada Tukad Yeh Sungi. Titik pantau di daerah tengah pada Tukad Yeh Sungi memiliki rata-rata nilai kekeruhan tertinggi dibandingkan di bagian hilir dan hulu. Hal ini berkaitan dengan adanya tingkat aktivitas manusia yang padat pada bagian tengah Tukad Yeh Sungi seperti mandi, mencuci baju (mck), pertanian dan peternakan. Kekeruhan di dalam air disebabkan oleh adanya zat tersuspensi seperti lempung, lumpur, zat organik, plankton dan zat halus lainnya. Hal ini ditunjukkan juga pada rata-rata nilai TSS (Total Suspended Solid) mengalami peningkatan pada bagian tengah sehingga adanya korelasi antara kekeruhan yang diakibatkan dengan adanya zat tersuspensi. Zat yang tersuspensi tersebut mempunyai efek kurang baik terhadap kualitas air karena menyebabkan kekeruhan. Untuk rata-rata nilai TDS (Total Dissolved Solid) berdasarkan hasil analisis tertinggi dibagian hilir Tukad Yeh Sungi yang kemungkinan disebabkan karena jumlah ion-ion yang terkandung didalam air bagian hilir cukup banyak dibandingkan pada tengah dan hulu Tukad Yeh Sungi. 6.3.3 Nilai Rata-rata DHL (Daya Hantar Listrik) pada Tukad Yeh Sungi. Nilai DHL perairan air tawar sebesar 1000 µS. Berdasarkan rata-rata nilai DHL (Daya Hantar Listrik) didapatkan bahwa nilai DHL dibagian tengah dan hilir Tukad Yeh Sungi hampir sama tetapi lebih tinggi dibagian tengah karena jumlah ion – ion yang menyebabkan daya hantar listrik lebih tinggi pada bagian tengah

100

sangat banyak. Hal ini ditunjukkan juga pada nilai rata-rata TDS yang tinggi pada bagian tengah Tukad Yeh Sungi, karena TDS dipengaruhi juga oleh partikel dan ion-ion didalam air. Apabila kadar DHL semakin tinggi di dalam suatu badan perairan maka kualitas air tersebut semakin menurun yang dapat mengganggu kegiatan pertanian. 6.3.4 Nilai Rata-rata pH (Derajat Keasaman) pada Tukad Yeh Sungi. Nilai rata-rata pH (derajat keasaman) dari hasil analisis dibagian hulu relatif netral yaitu berkisar 7.03 dan untuk bagian tengah hingga hilir nilai pH semakin tinggi (sedikit basa) berkisar antara 7,51 – 7,58. Hal ini disebabkan karena di bagian tengah sampai hilir banyak limbah domestik artinya sebagian besar masyarakat di tengah dan hilir sungai sungai memanfaatkan sungai sungi untuk mencuci pakaian dengan menggunakkan detergen, karena sifat dari detergen bersifat basa maka sisa / residu dari detergen sehabis mencuci pakaian larut bersama air. Daerah hilir Tukad Yeh Sungi juga dimanfaatkan oleh PDAM yang didalam proses pengolahan air minum menggunakkan bahan kimia PAC (Poli Alumunium Chlorida) sebagai bahan koagulannya dimana bahan kimia PAC bersifat basa, hal ini juga mempengaruhi nilai pH pada bagian hilir Tukad Yeh Sungi. 6.3.5 Nilai Rata-rata Total Fosfat pada Tukad Yeh Sungi. Berdasarkan rata-rata nilai total Fosfat dari hasil analisis kualitas air pada Tukad Yeh Sungi didapatkan bahwa nilai Fosfat tertinggi pada bagian hilir sebesar 0,42 mg/l melampaui baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan yaitu sebesar 0,2 mg/l. Tingginya kadar Fosfat dalam badan air akibat terjadinya

101

akumulasi sisa-sisa pupuk dari aktivitas pertanian di bagian hulu dan tengah Tukad Yeh Sungi yang tidak dapat diserap 100% oleh tumbuhan akibat pemakaian pupuk atau pestisida melebihi dosis yang diharuskan. 6.3.6 Nilai Rata-rata DO (Dissolved Oxygen), BOD (Biological Oxygen Demand), dan COD (Chemical Oxygen Demand) pada Tukad Yeh Sungi. Tinggi rendahnya kandungan oksigen terlarut dalam suatu perairan menunjukkan tingkat kesegaran suatu perairan. Nilai DO semakin tinggi menggambarkan suatu badan perairan semakin baik karena air tersebut masih murni yang jumlah oksigen terlarut masih tinggi. Nilai minimum DO dalam perairan sebesar berdasarkan Pergub Bali No 7 Tahun 2008 adalah sebesar 6 mg/l. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 didapatkan hasil nilai rata-rata nilai DO (Dissolved Oxygen) dari hasil analisis didapatkan bahwa nilai DO dibagian hulu dan hilir lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tengah masing – masing sebesar 6,82 mg/l pada bagian hulu, 6,67 mg/l pada bagian tengah, 6,64 mg/l pada bagian hilir. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kesegaran air dibagian hulu dan hilir lebih baik jika dibandingkan dengan bagian tengah. Hal ini disebabkan oleh karena pada bagian tengah telah mengalami pencemaran yang mengakibatkan nilai DO semakin menurun. BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) berbanding terbalik dengan DO (Dissolved Oxygen) semakin tinggi kadar BOD dan COD maka semakin turun kualitas perairan hal ini ditunjukkan pada bagian tengah nilai BOD dan COD sangat tinggi dibandingkan pada bagian hulu dan hilir

102

Tukad Yeh Sungi. Nilai rata-rata BOD pada masing-masing titik pengambilan dari hulu, tengah dan hilir secara berturutan adalah sebagai berikut 0,96 mg/l, 1,47 mg/l dan 1,45 mg/l sedangkan untuk kandungan COD pada daerah hulu sebesar 3,07 mg/l, bagian tengah sebesar 8,36 mg/l dan bagian hilir sebesar 8,64 mg/l. Kandungan COD dalam perairan memiliki kecenderungan nilai yang lebih besar jika dibandingkan kandungan BOD.

103

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan Berdasarkan hasil pengambilan sampel air yang telah dilaksanakan pada bulan Oktober 2011 di Tukad Yeh Sungi dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Karakteristik sumber pencemar yang mempengaruhi kualitas air pada Tukad Yeh Sungi pada wilayah I adalah kegiatan pertanian, peternakan skala rumah tangga, pemukiman padat penduduk dan kegiatan industri sedangkan pada wilayah II disebabkan oleh kegiatan pertanian, peternakan skala rumah tangga, pemukiman penduduk dan villaakibat limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik, sehingga air sungai menjadi tercemar.. 2. Status Mutu Tukad Yeh Sungi berdasarkan Metode Indeks Pencemaran pada bagian hulu masih memenuhi kualitas air kelas 1 sedangkan pada bagian tengah dan hilir tergolong tercemar ringan ditunjukkan oleh persebaran nilai COD, BOD, TSS, Fosfat dan Faecal coliform telah melampaui baku mutu yang telah ditetapkan berdasarkan Baku Mutu Kualitas Air kelas 1 berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 8 Tahun 2007. 3. Nilai rata – rata pada masing-masing titik pengambilan sampel tedapat 2 (dua) parameter kualitas air telah melampaui Baku Mutu Kualitas Air kelas 1 di Tukad Yeh Sungi yaitu Total fosfat dan Faecal coliform.

102

104

7.2 `Saran Berdasarkan hasil kesimpulan di atas dapat disarankan beberapa hal sebagai berikut: 1. Perlu dilakukan pemantauan dan pendataan penggunaan pupuk buatan (N,P,K) dan pestidida oleh instansi terkait dalam hal ini Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan dan Petugas Penyuluh Lapangan petani serta pembuangan limbah domestik yang berasal dari pemukiman. 2. Perlu dilakukan pendataan dan pengawasan tentang perijinan kegiatan/ usaha baik skala rumah tangga maupun skala menengah, kegiatan peternakan serta limbah yang dihasilkan oleh instansi terkait yaitu Dinas Perindustrian dan Perdagangan dan UKM Kabupaten Tabanan, Dinas Peternakan Kabupaten Tabanan, Kantor Lingkungan Kabupaten Tabanan. 3. Perlu adanya program/kegiatan pembuatan biogas untuk menanggulangi limbah yang dihasilkan akibat adanya kegiatan peternakan. 4. Perlu adanya penelitian secara periodik untuk mendapatkan gambaran kualitas air Tukad Yeh Sungi mengingat fungsinya sebagai penyedia air baku PDAM Kabupaten Tabanan.

105

DAFTAR PUSTAKA Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional Surabaya APHA. 1989. Standard methods for the examination of waters and wastewater. 17th ed. American Public Health Association, American Water Works Association, Water Pollution Control Federation. Washington, D.C. 1467 p. As-syakur A.R, I. W. Suarna, I. W. S. Adnyana, I W. Rusna, I. A. A Laksmiwati dan I W. Diara. 2008. Studi Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Badung. Jurnal Bumi Lestari10 (2) : 200-208 Bappeda Kabupaten Tabanan. 2010. Rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Tabanan Nomor Tahun 2010 tentang Rancangan Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tabanan. Tabanan. Bappedal Jateng. 2002. Laporan Akhir, Penyusunan Profil Lingkungan DAS Babon di Jawa Tengah. Semarang. BLH Provinsi Bali, 2009. Status Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Bali. Denpasar. Boyd, CE. 1982. Water Quality in Warm Water Fish Fond, Auburn University Agricultural Experimenta. Auburn Alabama. Cottam, T. 1969. Research for Establishment of Water Quality Criteria for Aquatic Life. Reprint Transac of the 2nd Seminar on Biology, April 20-24, Ohio. Dahuri, R. dan A. Damar. 1994. Metode dan Teknik Analisis Kualitas Air. PPLH, Lembaga Penelitian IPB-Bogor. Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya, Yogyakarta, hal : 66, 68. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan, 2010. Laporan Data Statistik Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Tabanan. Tabanan Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Hal : 2123, 185 Hadi, A. 2007. Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. Penerbit PT. Gramedia. Jakarta. Hal : 7-10. Hardjasoemantri, K. 1986. Hukum Tata Lingkungan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 104

106

Hidayat, I. 1981. Water Pollution Control, Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air, Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat. Hal : 12-14 Ibrahim, S. 1982. Water Pollution Control. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air. Paket Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat, hal : 12-19 Irianto, E.W dan B. Machbub, 2003. Fenomena Hubungan Debit Air dan Kadar Zat Pencemar dalam Air Sungai (Studi Kasus : Sub DAS Citaru Hulu). JLP. Vol 17 (52) Tahun 2005. Hal : 1-4.Diakses pada tanggal 4 Mei 2011 pkl : 00 : 31. Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tabanan, 2010. Status Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Tabanan. Tabanan. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2010. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Tata Laksana Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta. Kumar, H.D. 1977. Modern Concept of Ecology. Vikas Published Houses, VT. Ltd, New Delhi. Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit ANDI. Yogyakarta. Leonare, S and Clesceri. 1998. Standard Methods For The Examination of Water and Waste Water, APHA, Washington DC. Lutfi A S. 2006. Kontribusi Air Limbah Domestik Penduduk di sekitar Sungai TUK Terhadap Kualitas Air Sungai Kaligarang serta Upaya Penangaannnya (Studi Kasus Kelurahan Sampangan dan Bendan Ngisor Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang). http;//eprints.undip.ac.id/15152/I/Lutfi_As_L4K002051.pdf Mahida, U.N. 1981. Water Pollution and Disspossal of Waste Water on Land. Mc Graw Hill. Publishing Company Limited. Environmental Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali Press, Jakarta. Metcalf and I.N.C. Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal, Reuse. 3rd ed. (Revised by: G. Tchobanoglous and F.L. Burton). McGrawHill, Inc. New York, Singapore. 1334 p. Miller, G.T, 1975. Living In The Enviroment, Concept, Problem and Alternative. Widsworth Publishing Company, Belmot, California. p : 100 Mulyanto, H.R. 2007. Sungai, Fungsi dan Sifat-Sifatnya. Graha Ilmu. Yogyakarta.

107

Odum, E. P. 1996. Dasar – Dasar Ekologi. Terjemahan Samingan T. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Peavy H.S, D.R Rowe and G. Tchobanoglous. 1986. Environmental Engineering. Mc. Graw Hill-Book Company, New York. Pemerintah Provinsi Bali, 2005. Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup. Denpasar. Pemerintah Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta Pemerintah Provinsi Bali. 2007. Peraturan Gubernur Bali No. 08 Tahun 2007, tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup. Denpasar. Risyanto dan M. Widyastuti.2004. Pengaruh Perlilaku Penduduk dalam Membuang Limbah terhadap Kualitas Air Sungai Gajah Wong. Manusia dan Lingkungan XI(2) : hal 73 – 85 Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika, Kimia pada Kegiatan MIGAS dan Panas Bumi. Lokakarya Kajian Ilmiah tentang Komponen, Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan Panas Bumi, PPLH UGM, Yogyakarta. Soemarwoto, O, 1987. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit Djambatan. Soeparman, H.M. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair, suatu pengantar. Penerbit Buku Kedokteran (EGC) Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta. Sumengen. 1987. Metode Praktis dalam Menentukan Pencemaran Air. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Bahan Kursus Penyegar dan Musyawarah II ILUNI FK-UI, Jakarta. Suprabawati, A. dan I K. Sundra. 2007. Identifikasi Sumber Pencemar dan Kualitas Air Sungai di Desa Canggu dan Desa Dalung Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung. Ecotropic. 2 (2). : 2-4 Suripin. 2002. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta. Suriawiria, U. 1996. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung. Wardhana, W.A, 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan, Penerbit Andi, Yogyakarta. Widyastuti M. dan M. A. Marfa. 2004. Kajian Daya Tampung Sungai Gajahwong Terhadap Beban Pencemaran. Majalah Geografi Indonesia 2004, XVIII(2) : 81 – 97.

108

Winata, I. N. A, Siswoyo dan T. Mulyono. 2000. Perbandingan Kandungan P dan N Total dalam Air Sungai di Lingkungan Perkebunan dan Persawahan. Jurnal Ilmu Dasar, 1 (I) : 24 – 28

109

Lampiran 1. Tumpukan Sampah di daerah Tengah berlokasi di Br. Dakdakan, Desa Abiantuwung

Tumpukan Sampah di Hulu berlokasi di Desa Perean, Baturiti

Lampiran 2. Pendangkalan sungai di wilayah hulu yang berlokasi di Desa Perean, Baturiti

110

Lampiran 3. Lokasi Pengambilan Sampel Air

Hulu Tukad Yeh Sungi

Tengah Tukad Yeh Sungi

Hilir Tukad Yeh Sungi

110 Lampiran 4. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu I

No

1

Parameter Temperatur Udara Debit

Satuan

Hulu

03-Okt-11 Tengah

Hilir

Hasil Pemantauan 05-Okt-11 Hulu Tengah Hilir

24,00

27,00

25,90

25,63

24,50

28,70

29,70

27,63

26,40

26,44

26,38

27,00

0,33

0,30

0,90

0,51

0,33

0,30

0,90

0,51

0,33

0,58

0,38

0,51

23,50

24,50

26,80

24,93

24,30

25,70

25,70

25,23

24,80

24,71

24,68

25,77

0,15

13,25

13,24

8,88

0,54

9,70

8,18

6,14

0,47

5,74

6,64

7,80

50

7,00

40,00

30,00

25,67

12,00

82,00

60,00

51,33

14,00

30,89

34,44

42,00

1000

131,00

180,00

183,00

164,67

154,00

185,00

184,00

174,33

143,00

159,89

169,44

170,33

256,00

354,00

359,00

323,00

367,00

363,00

361,00

363,67

281,00

313,33

361,56

334,33

6-9

6,82

7,45

7,75

7,34

7,00

7,56

7,60

7,39

7,01

7,25

7,28

7,44

0.2

0,21

0,50

0,61

0,44

0,28

0,53

0,54

0,45

0,24

0,40

0,41

0,46

Min 6

7,30

6,90

7,10

7,10

7,10

6,90

7,10

7,03

6,70

7,17

7,01

6,90

2

0,99

1,39

1,19

1,19

0,99

1,59

1,19

1,26

1,10

1,12

1,21

1,29

10

2,00

12,00

10,00

8,00

2,20

8,30

6,90

5,80

2,20

5,63

6,67

6,83

100

70,00

280,00

200,00

183,33

70,00

200,00

280,00

183,33

40,00

177,78

177,78

146,67

1000

110,00

2.100,00

750,00

986,67

140,00

1.500,00

2.100,00

1.246,67

200,00

1.065,56

1.162,22

816,67

BML Kelas I

°C m3/detik

Rata - rata

07-Okt-11 Hulu Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Fisika Suhu Air Kekeruhan TSS TDS DHL

°C

Deviasi 3

NTU mg/L mg/L µS

Kimia pH Total Phosfat DO BOD COD

mg/L mg/L mg/L mg/L

Biologi Fecal coliform Total coliform

Jml/100ml Jml/100ml

111 Lampiran 5. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu II

No

1

Parameter

Temperatur Udara Debit

Satuan

Hasil Pemantauan

BML Kelas I

10-Okt-11

Rata - rata

12-Okt-11

14-Okt-11

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

°C

27,00

28,90

29,50

26,50

26,00

25,80

27,00

27,30

28,70

26,83

27,40

28,00

m3/detik

0,33

0,30

0,90

0,18

0,17

0,34

0,18

0,17

0,34

0,23

0,21

0,53

25,70

26,60

26,80

25,40

25,80

25,80

23,70

25,80

26,20

24,93

26,07

26,27

0,71

11,76

14,70

0,48

12,47

17,52

0,94

20,90

9,77

0,71

15,04

14,00

Fisika Suhu Air

°C

Deviasi 3

Kekeruhan

NTU

TSS

mg/L

50

7,00

10,00

12,00

13,00

42,00

53,00

7,00

42,00

34,00

9,00

31,33

33,00

TDS

mg/L

1000

136,00

181,00

177,00

134,00

190,00

196,00

137,00

189,00

187,00

135,67

186,67

186,67

DHL

µS

270,00

355,00

350,00

264,00

373,00

386,00

269,00

370,00

369,00

267,67

366,00

368,33

6-9

7,06

7,50

7,69

7,03

7,63

7,78

7,01

7,51

7,65

7,03

7,55

7,71

Kimia pH Total Phosfat

mg/L

0.2

0,27

0,30

0,38

0,12

0,42

0,41

0,11

0,33

0,34

0,17

0,35

0,38

DO

mg/L

Min 6

6,70

6,50

6,70

6,70

6,10

6,70

6,70

6,30

6,70

6,70

6,30

6,70

BOD

mg/L

2

1,15

1,79

1,25

1,37

1,95

1,40

0,84

1,94

1,24

1,12

1,89

1,30

COD

mg/L

10

1,90

8,00

8,00

2,00

10,40

7,30

0,90

12,20

9,30

1,60

10,20

8,20

Fecal coliform

Jml/100ml

100

70,00

90,00

150,00

90,00

110,00

150,00

90,00

140,00

110,00

83,33

113,33

136,67

Total coliform

Jml/100ml

1000

110,00

150,00

210,00

150,00

200,00

280,00

110,00

280,00

210,00

123,33

210,00

233,33

Biologi

Lampiran 6. Data Hasil Pemantauan Kualitas Air Minggu III

112 No

Parameter

Satuan

BML Kelas I Hulu

1

Temperatur Udara Debit Aliran Sungai

°C

17-Okt-11 Tengah

Hilir

Hasil Pemantauan 19-Okt-11 Hulu Tengah Hilir

Rata - rata

Hulu

21-Okt-11 Tengah

Hilir

Hulu

Tengah

Hilir

27,8

29,4

29,9

25,7

29,4

27,9

27,7

28,8

28,9

27,1

29,2

28,9

0,18

0,17

0,34

0,18

0,17

0,34

0,33

0,3

0,9

0,2

0,2

0,5

24,9

27,7

29,9

25,1

27,9

27,5

25,7

27,6

28,5

25,2

27,7

28,6

0,25

14,15

12,53

0,6

28,1

10,98

0,61

18,1

10,9

0,5

20,1

11,5

50

8

64

58

7

53

35

7

60

51

7,3

59,0

48,0

1000

141

184

192

141

183

196

136

177

192

139,3

181,3

193,3

290

362

377

278

359

386

270

350

376

279,3

357,0

379,7

m3/detik

Fisika Suhu Air

°C

Kekeruhan

NTU

TSS

mg/L

TDS DHL

mg/L

Deviasi 3

µS

Kimia

0,0

pH

6-9

7,03

7,53

7,73

7,28

7,63

7,68

7

7,56

7,75

7,1

7,6

7,7

Total Phosfat

mg/L

0,2

0,23

0,41

0,44

0,21

0,44

0,46

0,17

0,31

0,36

0,2

0,4

0,4

DO

mg/L

Min 6

6,5

6,1

6,5

6,4

6,2

6,5

6,9

6,7

7,1

6,60

6,33

6,70

BOD

mg/L

2

0,4

1,25

0,85

0,55

2,05

1,44

0,97

2,32

1,26

0,64

1,87

1,18

COD

mg/L

10

1,9

9,2

7,3

1,9

10,8

9,4

2,1

11,9

8,7

1,97

10,63

8,47

Fecal coliform

Jml/100ml

100

70

140

150

90

230

150

70

150

70

76,7

173,3

123,3

Total coliform

Jml/100ml

1000

110

200

280

200

750

280

90

210

210

133,3

386,7

256,7

Biologi

113 Lampiran 7. Data Nilai Rata-rata Maing-masing Parameter pada Tukad Yeh Sungi

No

1

Parameter

Suhu Udara Debit i

Satuan

BML Kelas I

Rata – rata Hulu Minggu Minggu Minggu I II III

Total

Minggu I

Rata - rata Tengah Minggu II

Minggu III

Total

Minggu I

Rata - rata Hilir Minggu II

Minggu III

Total

°C

26,44

26,83

27,07

26,78

26,38

27,40

28,00

27,26

27,00

29,20

28,90

28,37

m3/detik

0,58

0,23

0,23

0,35

0,38

0,21

0,53

0,37

0,51

0,21

0,53

0,42

24,71

24,93

25,23

24,96

24,68

26,07

26,27

25,67

25,77

27,73

28,63

27,38

5,74

0,71

0,49

2,31

6,64

15,04

14,00

11,89

7,80

20,12

11,47

13,13

Fisika Suhu Air

°C

Deviasi 3

Kekeruhan

NTU

TSS

Mg/L

50

30,89

9,00

7,33

15,74

34,44

31,33

33,00

32,93

42,00

59,00

48,00

49,67

TDS

Mg/L

1000

159,89

135,67

139,33

144,96

169,44

186,67

186,67

180,93

170,33

181,33

193,33

181,67

DHL

µS

313,33

267,67

279,33

286,78

361,56

366,00

368,33

365,30

334,33

357,00

379,67

357,00

6-9

7,25

7,03

7,10

7,13

7,28

7,55

7,71

7,51

7,44

7,57

7,72

7,58

Kimia pH Total Phosfat

Mg/L

0.2

0,40

0,17

0,20

0,26

0,41

0,35

0,38

0,38

0,46

0,39

0,42

0,42

DO

Mg/L

Min 6

7,17

6,70

6,60

6,82

7,01

6,30

6,70

6,67

6,90

6,33

6,70

6,64

BOD

Mg/L

2

1,12

1,12

0,64

0,96

1,21

1,89

1,30

1,47

1,29

1,87

1,18

1,45

COD

Mg/L

10

5,63

1,60

1,97

3,07

6,67

10,20

8,20

8,36

6,83

10,63

8,47

8,64

Fecal coliform

Jml/100ml

100

177,78

83,33

76,67

112,59

177,78

113,33

136,67

142,59

146,67

173,33

123,33

147,78

Total coliform

Jml/100ml

1000

1065,56

123,33

133,33

440,74

1162,22

210,00

233,33

535,19

816,67

386,67

256,67

486,67

Biologi

1

Lampiran 8. HASIL PERHITUNGAN IP TUKAD SUNGI PADA PENGAMBILAN 1 MINGGU I

HARI/TGL Senin 3 Oktober 2011

PARAMETER 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Senin 3 Oktober 2011

PARAMETER 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Senin 3 Oktober 2011

TSS TDS pH Total Phosfat DO BOD COD Fecal coliform Total coliform

TSS TDS pH Total Phosfat DO BOD COD Fecal coliform Total coliform

PARAMETER 1 2 3 4 5 6 7 8 9

TSS TDS pH Total Phosfat DO BOD COD Fecal coliform Total coliform

Ci

Lij

7 131 6,82 0,21 7,30 0,99 2 70 110

50 1000 6-9 0,2 6 2 10 100 1000

Ci

Lij

30 180 7,45 0,55 6,9 1,39 12 280 2100

50 1000 6-9 0,2 6 2 10 100 1000

Ci

Lij

40 183 7,75 0,61 7,1 1,19 18 200 750

50 1000 6-9 0,2 6 2 10 100 1000

114

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,14 0,13 0,45 1,05 -0,30 0,50 0,20 0,70 0,11

0,14 0,13 0,45 1,11 -0,05 0,50 0,20 0,70 0,11

(Ci/Lij)R

0,37

(Ci/Lij)M Pij

0,70 0,56

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,6 0,18 0,03 2,75 0,10 0,70 1,20 2,80 2,10

0,6 0,18 0,03 3,20 0,02 0,70 1,40 3,24 2,61

(Ci/Lij)R

1,33

(Ci/Lij)M Pij

3,24 2,47

Ci/Lij

Ci/Lij Baru

0,8 0,18 0,20 3,05 -0,10 0,60 1,80 2,00 0,75

0,8 0,18 0,20 3,42 -0,02 0,60 2,28 2,51 0,75

(Ci/Lij)R

1,19

(Ci/Lij)M Pij

3,42 2,56

Keterangan Hulu

Tengah

Hilir

2