BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Ikan lele (Clarias sp) adalah salah satu satu komoditas perikanan yang memiliki prospek cerah untuk dikembangkan, karena ikan lele merupakan komoditas unggulan. Dikatakan unggulan karena hampir setiap daerah di Indonesia membudidayakan ikan lele, dan juga merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat digemari oleh masyarakat. Pemerintah
telah
mencanangkan
Program
Revitalisasi
Pertanian,
Perikanan, dan Kehutanan (RPPK) pada tahun 2005. Pemerintah, melalui Direktorat Jendral Perikanan Budidaya telah menetapkan sepuluh komoditas unggulan karena mempunyai potensi pasar untuk ekspor. Komoditas tersebut adalah udang, rumput laut, ikan lele, ikan kerapu, nila, gurame, bandeng, patin, abalone, dan ikan hias (Kholish, 2012). Program revitalisasi ikan lele (kegiatan budidaya) diharapkan mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan pendapatan pembudidaya. Ikan lele merupakan komoditas yang dapat dipelihara dengan padat tebar tinggi dalam lahan terbatas (hemat lahan) di kawasan marginal dan hemat air. Pengembangan usaha ikan lele dapat dilakukan mulai dari usaha benih sampai dengan ukuran konsumsi yang dapat menguntungkan pada setiap segmennya
1
(Kholish, 2012). Selain untuk konsumsi lokal, pasar ikan lele sudah mulai diekspor dengan permintaan yang cukup besar. Aktivitas dalam budidaya ikan lele merupakan bagian dalam agribisnis ikan lele. Agribisnis ikan lele merupakan suatu aktivitas yang dimulai dari pembenihan, pembesaran sampai pemasaran. Agribisnis ikan lele merupakan suatu kegiatan bisnis mulai dari hulu hingga hilir yaitu mulai dari produsen hingga ikan lele tersebut sampai ke tangan konsumen. Menurut Downey (1987), agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Agribisnis mencakup keseluruhan perusahaan yang terkait dengan kegiatan. Artinya agribisnis meliputi seluruh sektor bahan masukan, usaha tani, produk yang memasok bahan masukan usaha tani: terlibat dalam produksi; dan pada akhirnya menangani pemrosesan, penyebaran, penjualan secara borongan dan penjualan secara eceran produk kepada konsumen akhir. Di beberapa daerah, agribisnis ikan lele merupakan salah satu penyumbang pendapatan daerah dikarenakan agribisnis ikan lele telah menjadi tulang punggung perekonomian masyarakat. Menurut Kholish 2012, kegiatan budidaya ikan lele ternyata mampu menggerakkan roda ekonomi rakyat. Ribuan masyarakat terlibat dalam kegiatan budidaya ikan lele, mulai dari pembenihan, pembesaran, pabrik pakan, sektor transportasi, hingga pedagang, semua terlibat dalam kontinuitas sistem tersendiri. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan
2
Perikanan (DKP) tahun 2003 dalam Kholish 2012, Yogyakarta merupakan penyumbang produksi ikan lele nasional dengan jumlah sumbangan sebesar 4,4%. Di beberapa negara asing kegiatan agribisnis aktivitas budidaya ikan dilakukan secara berkaitan. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan dalam kegiatan budidaya ikan akan membentuk suatu nilai terhadap produk yang dihasilkan. Setiap kegiatan mulai dari penentuan input dan harga input akan mempengaruhi jumlah output dan pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha agribisnis ikan. Dampak dari keterkaitan aktivitas-aktivitas tersebut adalah kemampuan suatu wilayah memenuhi kebutuhan ikan di suatu negara. Menurut Macfayden (2011), sektor perikanan budidaya merupakan sektor yang memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan, tenaga kerja, dan ketahanan pangan. Kegiatan perikanan dilakukan langsung oleh pembudidaya mulai dari pembenihan. Seluruh bagian tersebut merupakan prioritas negara untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Sehingga untuk meningkatkan kontribusi tersebut dilakukan analisis rantai nilai yang bertujuan untuk memperbaiki dan meningkatkan produksi dan pendapatan masyarakat yang berusaha di sektor perikanan. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Ssebisubi Maurice (2011), Kesimpulannya adalah sektor kelautan dan perikanan budidaya Negara Uganda sedang berkembang dengan menggunakan beberapa instrumen produksi, pengolahan dan pemasaran maka terjadi pengembangan nilai untuk sebagian spesies ikan serta efeknya adalah adanya perubahan harga disepanjang rantai nilai. Selain itu rantai nilai ini digunakan sebagai penentu harga berdasarkan permintaan dan penawaran. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisa bahwa dampak dari
3
rantai nilai adalah ikan nila memberikan penerimaan ekspor tebesar begitu juga tilapia, rastrineobola, ikan lele dan bagrus sebagai spesies yang mendukung sebagian pasar domestik dan memberikan pendapatan untuk komunitas perikanan yang berskala kecil. Berdasarkan Rencana Strategis Dinas Kelautan dan Perikanan DIY Tahun 2009 – 2013, peran sektor kelautan dan perikanan di DIY cukup strategis dalam mendukung pembangunan masyarakat kelautan dan perikanan secara umum, baik ditinjau dari perspektif ekonomi, sosial, maupun budaya. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah masyarakat yang menyandarkan mata pencahariannya dari sektor kelautan dan perikanan, menguatnya trend kebanggaan masyarakat khususnya generasi muda pada kegiatan bidang perikanan dan kelautan , serta meningkatnya apresiasi masyarakat untuk mengkonsumsi produk pangan berbahan baku ikan. Salah satu Kabupaten yang memiliki potensi perikanan budidaya khususnya ikan lele adalah Kabupaten Sleman, hal ini dikarenakan Kabupaten Sleman tidak memiliki laut sehingga luas daratan yang dimiliki oleh Kabupaten Sleman dapat digunakan untuk bisnis budidaya ikan lele. Selain itu juga Kabupaten Sleman merupakan penyumbang terbesar ikan lele di Yogyakarta. Berdasarkan data BPS Kabupaten Sleman Dalam Angka tahun 2012 produksi ikan lele di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2009 sebesar 43.965,80 kg/tahun, 2010 sebesar 48.814,60 kg/tahun dan tahun 2011 sebesar 51.994,50 kg/tahun.
4
Berdasarkan Kabupaten Sleman Dalam Angka 2012 produk domestik regional bruto produk domestik regional bruto (PDRB) adalah indikator makro ekonomi yang menggambarkan kinerja perekonomian suatu wilayah. Kabupaten Sleman merupakan wilayah dengan potensi yang beraneka ragam, sehingga PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2010 mampu menyumbang lebih dari 30 % PDRB provinsi DIY. Besarnya sumbangan PDRB dari sektor pertanian yang di dalamnya termasuk perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 12,74 %. Sektor ini menduduki peringkat ketiga dalam menyumbangkan pendapatan bagi Kabupaten Sleman setelah sektor jasa dan sektor industri. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian tentang rantai nilai ditemukanlah bahwa setiap aktivitas dan faktor-faktor produksi budidaya ikan mempengaruhi aktivitas selanjutnya. Selain itu rantai nilai juga berdampak pada nilai suatu produk agribisnis yang dihasilkan. Aktivitas dan faktor produksi merupakan bagian dalam agribisnis. Di dalam agribisnis bukan hanya terdiri dari aktivitas dan faktor produksi, akan tetapi ada usahatani yang menjadi inti dalam agribisnis. Di dalam usaha tani ada sektor masukan yang merupakan input, sektor produksi yang merupakan output, serta Sektor keluaran (penjualan). Sehingga berdasarkan hal tersebut peneliti merasa perlu melakukan penelitian tentang Agribisnis Ikan Lele di Kabupaten Sleman yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja agribisnis ikan lele agar dapat lebih meningkatkan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pembudidaya ikan lele di Kabupaten Sleman dan meningkatkan PDRB Kabupaten Sleman.
5
B. Perumusan Masalah Konsumsi ikan di DIY (grafik 1) terus mengalami peningkatan walaupun jumlah ini masih di bawa standar Food Agricutural Organization (FAO) sebesar 26-30 kg/kap/tahun (Dislautkan, 2007).
Gambar 1. Konsumsi Ikan Perkapita Tahun 2007-2012 (Kg/Kap/Tahun) Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan – Provinsi DIY Rendahnya konsumsi ikan ini sangat memprihatinkan, mengingat salah satu sumber protein hewani terbesar di Indonesia adalah ikan. Ketersediaan protein hewani sendiri dari ikan mencapai 65 % dibandingkan sumber lain. Akan tetapi untuk mengatasi masalah ini Dinas Kelautan dan Perikanan DIY tetap terus berusaha melalui program-program mereka yang salah satunya adalah “Ayo Makan Ikan” yang bertujuan untuk meningkatkan konsumsi terhadap ikan. Jumlah produksi ikan konsumsi di DIY dibagi menjadi 2 bagian produksi ikan konsumsi yaitu produksi ikan konsumsi yang berasal dari perikanan laut dan produksi ikan konsumsi yang berasal dari perikanan darat (budidaya).
6
Tabel 1.1. Jumlah Produksi Ikan Konsumsi DIY (Ton) Keterangan
2007
2008
2009
2010
2011
2012
15.576,20
17.764,60
25.205,40
43.939,39
49.542,00
55.683,50
2.629,0
2.151,8
4.238,0
3.862,0
3.952,9
3.903,70
2). Perikanan Darat
12.947,20
15.612,80
20.967,40
40.077,39
45.589,10
51.779,80
Perairan Umum
977,3
876,1
862,0
1.391,3
1.338,0
1.828,00
Air Tawar
11.746,9
14.309,4
19.609,7
38.417,82
43.752,3
49.350,00
Air Payau
223,0
427,3
495,7
268,28
498,8
601,80
Produksi Ikan Konsumsi 1). Perikanan Laut
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan – Provinsi DIY Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa produksi ikan konsumsi di DIY didominasi oleh hasil perikanan budidaya yang berasal dari perairan umum, air tawar, dan air payau. Produksi ikan di DIY dapat dilihat dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Berdasarkan data (tabel 1) jumlah produksi ikan konsumsi DIY terus mengalami peningkatan akan tetapi jumlah ikan konsumsi yang dihasilkan sendiri oleh DIY belum mampu memenuhi kebutuhan ikan konsumsi di DIY. Hal ini dapat dilihat dari jumlah ikan masuk ke DIY (tabel 2) dari tahun ke tahun terus meningkat. Ikan konsumsi yang masuk ke DIY berasal dari daerah lain seperti Boyolali, Semarang, Pati, Tulung Agung, dan daerah lain di sekitar DIY. Data tersebut menunjukkan bahwa permintaan ikan konsumsi masih besar di DIY dan hal ini merupakan peluang bagi para pembudidaya ikan, salah satunya pembudidaya ikan lele untuk mampu meningkatkan produksinya. Tabel 1.2. Jumlah Peredaran Ikan Masuk dan Keluar (Ton) Keterangan Peredaran Ikan konsumsi Ikan Masuk Ikan Keluar
2007
2008
2009
2010
2011
2012
41.782,45
43.346,76
44.564,80
39.526,20
44.581,13
55.732,40
1.288,7
1.793.,8
2.765,4
7.483,9
13.183,8
19.528,9
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan – Provinsi DIY
7
Harga ikan lele yang berlaku ditingkat produsen pada saat dilakukan penelitian sebesar Rp. 15.500 – Rp. 16.000,-. Sedangkan harga yang berlaku ditingkat konsumen akhir berkisar Rp.19.000 – Rp. 22.000. Dilihat dari nilai harga yang terjadi perbedaan harga yang diterima oleh produsen dan yang diterima oleh konsumen. Dan dilihat dari jumlah ikan yang masuk ke DIY memberikan jawaban bahwa rendahnya harga di tingkat produsen diakibatkan banyaknya ikan yang masuk ke DIY sehingga produsen ikan lele di Sleman hanya dapat mengikuti harga yang telah ditentukan oleh pasar. Besarnya harga yang diterima konsumen akhir dan masih rendahnya harga yang diterima oleh pembudidaya (produsen) diakibatkan oleh banyaknya pelaku yang masuk dalam bisnis ikan lele, dimulai dari pembenih, produsen ikan lele, pedagang pengumpul, pedagang besar dan pedagang kecil yang setiap bagiannya mengambil keuntungan dalam mendistribusikan ikan lele sampai ke tangan konsumen akhir. Rendahnya harga yang diterima oleh produsen ikan lele di Kabupaten Sleman yaitu Rp. 15.500 – 16.000,- dan tingginya harga yang diterima konsumen akhir yaitu Rp. 19.000 – Rp.22. 000, terjadi dikarenakan pelaku dalam agribisnis ikan lele melakukan kegiatannya tidak secara terintegrasi. Masing-masing pelaku melakukan aktivitasnya sendiri-sendiri. Dimana pembenih hanya melakukan kegiatan pembenihan dan pembudidaya pembesaran hanya melakukan kegiatan pembesaran. Tanpa disadari hal ini berdampak pada usahatani yang dilakukan. Dimana kualitas faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha tani tidak dapat dikontrol sendiri oleh pembudidaya ikan lele. sehingga permasalahan tersebut akan berdampak pada produksi dan pendapatan usahatani ikan lele.
8
Berdasarkan pernyataan di atas maka timbul beberapa pertanyaan yaitu : 1. Bagaimana agribisnis yang terdiri dari pembenihan, pembesaran, dan pemasaran ikan lele? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi benih ikan lele dan ikan lele? C. Tujuan Penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pendapatan usaha tani pembenihan ikan lele. 2. Mengetahui pendapatan usaha tani pembesaran ikan lele. 3. Mengetahui pendapatan pedagang pengepul ikan lele. 4. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi benih ikan lele. 5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pembesaran ikan lele. D. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi : 1. Pemerintah Sebagai bahan masukan dan rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Sleman dan segenap stake holder dalam perencanaan
rangka menyusun skala prioritas,
dan kebijakan pembangunan daerah, khususnya dalam
pengembangan sentra bisnis berdasarkan komoditas unggulan sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi daerah.
9
2. Pembudidaya Ikan Bahan informasi dan referensi bagi pembudidaya ikan, investor dan pihakpihak lain yang berkepentingan dalam upaya pengembangan sentra bisnis perikanan. 3. Pihak Lain Bahan informasi, perbandingan dan rujukan bagi pihak lain yang berminat untuk melakukan penelitian lanjutan.
10