BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini obesitas menjadi salah satu masalah penting dalam bidang kesehatan dan berkaitan dengan peningkatan kejadian penyakit tidak menular.Prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang meningkat dari tahun ke tahun. Prevalensi ini terjadi tidak hanya pada orang dewasa, namun juga pada anak-anak dan remaja (Zhang et al., 2014). Obesitas menjadi masalah kesehatan karena dapat menyebabkan komplikasi
berbagai
penyakit
seperti
peningkatan
risiko
penyakit
aterosklerosis, penyakit jantung, kanker, hiperlipidemia, hipertensi, dan diabetes melitus tipe 2 (Brown et al., 2013; Zhang et al., 2014; WHO, 2016). Sedangkan obesitas pada remaja dapat menyebabkan risiko kematian lebih awal, disabilitas, kesulitan bernafas, risiko patah tulang, hipertensi, penyebab awal penyakit jantung, resistensi insulin dan dampak psikologi (WHO, 2016). Obesitas mengakibatkan morbiditas penyakit semakin tinggi, menurunkan kualitas hidup dan meningkatkan risiko kematian. Di negara Amerika, lebih dari 111.000 kematian tiap tahun disebabkan karena obesitas (Zhang et al.,2014). Obesitas menjadi salah satu faktor risiko lingkungan yang berperan dalam patogenesis diabetes melitus tipe 2. Pada kelompok obesitas diketahui terjadi gangguan metabolisme karbohidrat, metabolisme lemak dan metabolisme protein (Lopez et al., 2006 dalam Nurjannah, 2013). Obesitas menyebabkan peningkatan resistensi insulin oleh tubuh sehingga glukosa yang berada di dalam darah tidak mampu dimetabolisme dengan baik oleh
1
2
sel dan akhirnya akan menimbulkan peningkatan glukosa dalam darah (Sege, 2013). Kejadian obesitas pada anak dan remaja mengalami peningkatan pada tahun 1900-2010 dari 4.2% menjadi 6.7% dan diperkirakan pada tahun 2020 akan mencapai 9.1% atau sebesar 60 juta jiwa. Menurut hasil Riskesdas tahun 2013 menyebutkan bahwa prevalensi berat badan lebih pada remaja usia 16 – 18 tahun sebesar 7,3% yang terdiri dari 5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Prevalensi gemuk tertinggi terletak di provinsi DKI Jakarta (4,2%) dan terendah adalah Sulawesi Barat (0,6%). Sementara itu, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari lima belas provinsi dengan prevalensi obesitas diatas prevalensi nasional (Riskesdas, 2013). Tingginya prevalensi obesitas di negara berkembang dipengaruhi oleh perubahan gaya hidup dan pola makan (Rafiony, 2013). Perkembangan jaman dan peningkatan perekonomian di perkotaan menggeser gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Pola makan terutama di kota besar berubah dari pola makan tradisional menjadi pola makan barat, yaitu pola makanan yang mengandung tinggi kalori, tinggi lemak, dan tinggi karbohidrat. Pada masa remaja terjadi perubahan sikap dan perilaku dalam pemilihan makanan dan minuman. Perubahan ini dipengaruhi oleh lingkungan dan teman sebaya di sekolah maupun di luar sekolah. Perilaku makan pada sebagian remaja yang menjadi gaya hidup seringkali tidak sehat dan tidak seimbang. Hal ini dapat disebabkan karena beberapa faktor, antara lain yaitu kebiasan makan yang buruk, pemahaman gizi yang salah, kesukaan yang berlebihan terhadap makanan tertentu, iklan melalui media
3
massa dan masuknya produk-produk makanan/minuman baru (Adriana, 2012 dalam Nadeak, 2013). Masa remaja merupakan masa lebih rentan dengan permasalahan karena emosi yang belum stabil sehingga dapat menyebabkan stres. Manifestasi dari stres dapat meliputi depresi, kecemasan, pola makan tidak teratur, penyalahgunaan obat hingga penyakit yang berkaitan dengan fisik. Stres berhubungan dengan kenaikan berat badan serta penurunan berat badan. Saat dalam kondisi stres, siswa mengalami perubahan nafsu makan, Siswa yang mengalami obesitas lebih banyak melakukan pelarian pada makanan/minuman dengan tinggi kalori dan lemak. Sedangkan pada siswa yang tidak obesitas lebih banyak mengurangi konsumsi energi (Nadeak, 2013). Kebiasaan remaja saat di sekolah maupun di luar sekolah adalah menyukai konsumsi minuman manis (Prihatini, 2008). Perilaku konsumsi minuman manis pada remaja dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain yaitu pengetahuan mereka tentang minuman manis, uang saku, akses dalam memperoleh minuman manis, teman sebaya, serta pengaruh media massa, sosial media dan lain-lain (Skriptiana, 2009). Minuman manis lebih banyak dikonsumsi pada kelompok remaja dibandingkan kelompok dewasa. Sementara itu menurut Harnack dalam Skriptiana (2009), remaja merupakan kelompok yang memiliki prevalensi konsumsi minuman ringan tertinggi yaitu sebesar 82,5% dibandingkan dengan kelompok anak prasekolah (2-5 tahun) dan anak sekolah (6-12 tahun). Pada tahun 2009-2010, CDC mencatat 6 dari 10 remaja (64%) mengonsumsi minuman manis setiap harinya. Minuman manis lebih banyak dikonsumsi pada remaja laki-laki (CDC, 2017).
4
Menurut data NHANES III menunjukkan bahwa minuman manis lebih banyak dikonsumsi pada anak dan remaja yang mengalami obesitas. (Troinano et al., 2000). Pada anak-anak yang mengkonsumsi minuman manis cenderung lebih banyak makan dibanding mereka yang menghindari minuman manis. Hal ini didukung penelitian dari Harvard yang dilakukan pada anak-anak di Amerika Serikat menunjukkan bahwa minuman manis berkontribusi atas kejadian obesitas yang terjadi dua kali lipat dalam 15 tahun terakhir (Skriptiana, 2009). Minuman
manis
merupakan
semua
jenis
minuman
yang
mengandung gula tambahan seperti gula pasir, pemanis jagung, sirup jagung, dekstrosa, fruktosa, glukosa, sirup jagung tinggi fruktosa, madu, laktosa, maltose, dan sukrosa. Produk minuman manis sendiri meliputi minuman soda, minuman buah, minuman berenergi, minuman manis, kopi dan teh yang telah ditambahkan gula (CDC, 2017; The InterAct consortium, 2013). Dalam satu kaleng softdrink terdiri dari kurang lebih sembilan sendok teh gula, sedangkan kebutuhan gula dalam tubuh tidak dianjurkan lebih dari 4 sendok teh per hari. Dalam satu tahun, masyarakat dunia mengonsumsi minuman ringan sebesar 552 miliar atau 82.5 liter/orang (Anjangsari, 2015). Minuman manis dapat memberikan dampak negatif bagi kesehatan karena
dapat
meningkatkan
berat
badan,
kadar
gula
darah
dan
menyebabkan resistensi insulin. Konsumsi minuman manis jangka panjang dan jumlah besar dapat menjadi faktor risiko diabetes tipe 2, penyakit jantung, kanker, stroke dan gangguan kesehatan lainnya seperti obesitas, dan sindrom metabolik (Wang et al., 2013; O’Connor et al., 2014; Imamura et al., 2015; Malik et al., 2010; Dennis, 2009 dan The InterAct consortium,
5
2013). Minuman manis berkontribusi pada peningkatan diet tinggi glycemic load (GL). Diet tersebut akan menstimulasi nafsu makan dan dapat menyebabkan kenaikan berat badan. Peningkatan glycemic load (GL) terbukti menyebakan intoleransi glukosa dan resisten insulin (Malik et al., 2010; Bremmer et al., 2009). Kadar gula darah diatur melalui mekanisme homeostasis glukosa yang melibatkan simpanan glikogen hati, jaringan ekstrahepatik dan peran beberapa hormon (Hidayah, 2016). Kadar gula darah dipengaruhi oleh faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen meliputi hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di otot dan sel hati. Sedangkan faktor eksogen meliputi jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi serta jumlah aktivitas fisik (Dewi, 2008). Selain itu, usia, obesitas, riwayat diabetes keluarga dan stres juga dapat mempengaruhi kadar gula darah (Murray, 2003). Pada penelitian Sede dkk (2013) yang dilakukan pada anak SD obesitas dan tidak obesitas menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kadar gula darah antara anak yang mengalami obesitas dan tidak obesitas. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat obesitas maka semakin tinggi pula risiko terjadi peningkatan kadar gula darah, sebaliknya semakin rendah tingkat obesitas maka semakin rendah kadar gula darahnya (Sege, dkk., 2013). Peningkatan gula
darah
yang
terjadi
terus
menerus
akan
menyebabkan penyakit diabetes melitus. Diabetes melitus adalah penyakit kronis gangguan metabolisme yang disebabkan oleh kelainan sekresi insulin yang ditandai dengan hiperglikemia dan gangguan metabolisme insulin (ADA, 2016). Diabetes melitus dapat disebabkan karena sekresi insulin
6
dalam tubuh tidak mencukupi kebutuhan yang diperlukan, insulin bekerja tidak efektif maupun keduanya. (Sulistyaning, 2013). Penyebab kematian di dunia tertinggi adalah penyakit tidak menular dan diabetes melitus menempati posisi ke-6 sebagai penyebab kematian (WHO, 2010). Pada tahun 2012, populasi muda di Amerika (<20 tahun) sebesar 208.000 atau 0.25% dari populasi terdiagnosa diabetes tipe 1 dan 2 (NHANES, 2012). Hasil Riskesdas 2013 melaporkan bahwa kejadian diabetes di Indonesia meningkat sebesar 2.1% dibanding tahun 2007 (1.1%). Proporsi diabetes melitus di Indonesia
sebesar 6.9%, toleransi glukosa
terganggu (TGT) sebesar 29.9% dan gula darah puasa terganggu (GDPT) sebesar 36.6%. Daerah Istimewa Yogyakarta menempati peringkat pertama kejadian diabetes melitus di Indonesia yaitu sebesar 2.6% (Riskesdas,2013). Alasan pemilihan beberapa SMA di wilayah kota Yogyakarta sebagai tempat penelitian adalah karena lokasi sekolah berada di perkotaan sehingga akses untuk mendapatkan minuman manis lebih mudah, selain itu karena lokasi SMA berada di beberapa wilayah Yogyakarta diharapkan dapat mewakili gambaran remaja di kota Yogyakarta. Sementara itu, alasan pemilihan kelompok obesitas sebagai subjek penelitian adalah karena kelompok obesitas cenderung lebih banyak mengonsumsi minuman manis dibandingkan dengan kelompok remaja yang memiliki status gizi normal. Pada kelompok obesitas memiliki risiko gangguan metabolisme glukosa darah yang tinggi dibandingkan pada kelompok tidak obesitas. Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti ingin meneliti hubungan konsumsi minuman manis terhadap kadar gula darah pada remaja obesitas. Dengan penelitian tersebut diharapkan dapat menjadi referensi
7
untuk penelitian selanjutnya, memberikan informasi tentang pentingnya menjaga pola makan untuk mengontrol kadar gula darah dan pentingnya melakukan cek gula darah rutin agar dapat terhindar dari risiko diabetes melitus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat hubungan antara konsumsi minuman manis dengan kadar gula darah pada remaja obesitas. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana hubungan antara konsumsi minuman manis dengan kadar gula darah pada remaja obesitas di Kota Yogyakarta. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran konsumsi minuman manis pada remaja obesitas. b. Mengetahui gambaran kadar gula darah pada remaja obesitas. c. Mengetahui hubungan antara konsumsi minuman manis dengan kadar gula darah pada remaja obesitas. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Menambah pengetahuan dan wawasan tentang hubungan konsumsi minuman manis terhadap kadar gula darah pada remaja obesitas.
8
2. Bagi Institusi Sebagai bahan referensi dalam penelitian di bidang gizi terkait obesitas bagi Program Gizi Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada 3. Bagi siswa dan masyarakat a.
Menambah
informasi
terkait
konsumsi
minuman
manis
dan
hubungannya terhadap kadar gula darah. b.
Meningkatkan kesadaran mengenai pentingnya pemilihan makanan dan minuman yang baik untuk sehari-hari.
c.
Sumber informasi dalam upaya pencegahan terhadap peningkatan kadar gula darah dan risiko prediabetes maupun diabetes melitus.
4. Bagi Peneliti Lain Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya E. Keaslian Penelitian Penelitian yang membahas tentang minuman manis sudah pernah dilakukan sebelumnya. Namun dalam penelitian-penelitian sebelumnya hanya membahas tentang jenis minuman soft drink. Pada penelitian ini, peneliti melihat konsumsi berbagai jenis minuman manis meliputi minuman berkarbonasi, minuman coklat, teh, kopi dan susu, serta minuman rasa buah. Penelitian sejenis tentang konsumsi minuman manis dengan pengaturan kadar gula darah yang pernah dilakukan antara lain : 1. Penelitian oleh Prihatini (2008) dengan judul „Hubungan antara Konsumsi Soft Drink dengan Resistensi Insulin pada Remaja Putri SMP Obes”.
9
Tujuan penelitian : untuk mengetahui hubungan antara konsumsi soft drink dengan resistensi insulin pada remaja putri SMP dengan obesitas. Metode : menggunakan rancangan cross sectional dengan besar sampel 72 remaja wanita obesitas (siswa SMP di Yogyakarta). Variabel bebas terdiri dari konsumsi soft drink, asupan gula dalam soft drink, sedangkan variabel terikatnya yaitu resistensi insulin. Hasil penelitian : Rata-rata konsumsi soft drink remaja SMP putri obes di Kota Yogyakarta adalah 76,48±104,16 ml/hari serta rata-rata asupan gula dalam soft drink adalah 8,9±10,37 gram/hari. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi soft drink dengan resistensi insulin pada remaja SMP putri obesitas, begitu pula antara asupan gula dalam soft drink dengan kadar glukosa darah pada remaja SMP putri dengan obesitas. Persamaan penelitian terdapat pada variabel bebas yaitu konsumsi soft drink, variabel terikat menggunakan parameter kadar gula darah dan desain penelitian cross sectional. Perbedaan terletak pada populasi sampel yaitu siswa SMP dan mengambil remaja putri obesitas. 2. Penelitian Anjangsari (2015) dengan judul “Hubungan Konsumsi Soft drink, Lingkar Pinggang Dan Aktivitas Fisik Dengan Kadar Gula darah Puasa Pada Wanita Dewasa”. Tujuan peneitian :
untuk mengetahui hubungan antara konsumsi soft
drink, lingkar pinggang dan aktivitas fisik dengan kadar gula darah puasa (GDP) pada wanita dewasa. Metode : cross sectional yang melibatkan 38 wanita dewasa yang dipilih secara consecutive sampling.
10
Hasil :
86,8% subjek memiliki GDP normal, 68,4% subjek termasuk
obesitas abdominal dan 52,6% subjek mengkonsumsi >1 botol soft drink/minggu. Aktivitas fisik subjek (50%) tergolong tingkat sedang. Tidak terdapat hubungan antara konsumsi soft drink, lingkar pinggang dan aktivitas fisik dengan kadar GDP pada wanita dewasa, tetapi terdapat hubungan antara konsumsi softdrink dengan lingkar pinggang. Persamaan penelitian terdapat pada variabel bebas yaitu konsumsi soft drink, variabel terikat menggunakan parameter kadar gula darah dan desain penelitian cross sectional. Perbedaan terletak pada variabel bebas (lingkar pinggang dan aktivitas fisik) serta populasi penelitian (wanita dewasa). 3. Penelitian oleh Afifah (2014) dengan judul “Konsumsi Minuman Berkalori Tinggi sebagai Faktor Risiko Terjadinya Obesitas pada Remaja Sekolah Menengah Atas (SMA) di Kota Yogyakarta”. Tujuan penelitian : untuk mengetahui faktor risiko konsumsi minuman berkalori tinggi terhadap kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta. Metode : penelitian bersifat observasional dengan rancangan penelitian case control. Subjek penelitian adalah remaja kelas X dan XI SMA di Kota Yogyakarta sebanyak 170 orang dengan 85 sebagai kasus dan 85 lainnya sebagai kontrol. Data yang digunakan adalah hasil pengukuran berat badan, tinggi badan, dan pengumpulan data minuman berkalori tinggi. Hasil : tidak ada hubungan yang bermakna (p>0,05) antara konsumsi minuman berkalori tinggi dengan kejadian obesitas pada remaja SMA di Kota Yogyakarta
11
Persamaan penelitian yaitu pada variabel bebas (minuman berkalori tinggi) dan responden penelitian yaitu remaja SMA. Perbedaan dalam penelitian ini yaitu pada variabel terikat (melihat obesitas). 4. Penelitian Saputri (2013) dengan judul “Hubungan antara Pengetahuan Soft Drink dan Konsumsi Soft Drink dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Usia Remaja Di Smp Budi Mulia Dua Yogyakarta”. Tujuan penelitian : untuk mengetahui hubungan pengetahuan soft drink dan konsumsi soft drink dengan kejadian obesitas pada remaja di SMP Budi Mulia Dua Yogyakarta. Metode penelitian menggunakan desain cross sectional dengan jumlah sampel 79 orang. Hasil: hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan soft drink baik (55,7%). Sebagian besar responden memiliki kategori konsumsi soft drink sering (62%). Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan soft drink dan konsumsi soft drink dengan kejadian obesitas. Persamaan penelitian yaitu pada variabel bebas yaitu konsumsi soft drink, desain penelitian cross sectional dan pada populasi anak usia remaja. Perbedaan dalam penelitian ini terletak pada variabel terikat yaitu kejadian obesitas. 5. Penelitian Lozano et al. (2016) dengan judul “High-fructose and highfat diet-induced disorders in rats: impact on diabetes risk, hepatic and vascular complications”.
12
Tujuan penelitian : untuk mengetahui pengaruh pemberian diet tinggi lemak, diet tinggi fruktosa, dan kombinasi tinggi fruktosa dan tinggi lemak terhadap sindrom metabolic dan diabetes tipe 2. Metode penelitian yaitu eksperimental dengan pemberian diet tinggi lemak, tinggi fruktosa dan keduanya pada tikus selama 8 bulan. Kontrol metabolik ditentukan dengan pengukuran berat badan, gula darah puasa, C-peptida, HOMA-IR, leptin dan cholesterol. Sedangkan parameter oksidatif menggunakan peroksidasi lemak dan total antioksidan dalam plasma menggunakan label ROS pada jaringan. Hasil : Setelah 2 bulan, diet tinggi lemak dan diet kombinasi meningkatkan berat badan, leptin, HOMA-IR berhubungan dengan steatosis dan stres oksidatif pada plasma dan jaringan. Sedangkan diet tinggi fruktosa hanya meningkatkan leptin dan c-peptida. Hanya diet kombinasi yang menyebabkan hiperglikemi setelah 6 bulan pemberian, sedangkan setelah pemberian 8 bulan menyebabkan hiperinsulinemia dan hiperglikemi dengan komplikasi steatosis. Persamaan dengan penelitian ini yaitu melihat gambaran konsumsi tinggi fruktosa dan melihat dampak perkembangan diabetes tipe 2. Sedangkan perbedaan dalam peneliian ini terletak pada metode penelitian yaitu menggunakan eksperimental dan sampel yang digunakan yaitu tikus.