BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Gastroenteritis akut adalah keadaan yang ditandai dengan timbulnya diare dengan atau tanpa muntah yang masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian pada anak-anak di sebagian besar negara-negara berkembang. Meskipun merupakan penyakit ringan dan sembuh sendiri, gastroenteritis adalah salah satu penyebab paling sering perawatan di rumah sakit dengan beban biaya yang besar (Ciccarelliet al., 2013). Diare masih merupakan penyebab kematian nomer dua setelah infeksi saluran napas akut pada anak-anak balita di seluruh dunia (Lanataet al.,2013). Rotavirus adalah penyebab gastroenteritis non bacterial yang paling sering, dengan gejala utama, muntah yang sering, diare hebat serta demam yang menyebabkan meningkatnya kejadian dehidrasi dan perawatan di rumah sakit khususnya pada anak-anak usia 6 sampai 24 bulan di seluruh dunia (Payneet al., 2008, Festinet al., 2010, Salimet al., 2014). Rotavirus merupakan penyebab diare akut dan berat yang paling banyak pada anak-anak dibawah usia 5 tahun (balita) dengan angka kematians ekitar 440.000 tiap tahunnya, yang sebagian besar (sekitar 82%) terjadi di negara-negara berkembang (PATH, 2011, Parasharet al., 2003). Penyakit ini tidak hanya menyerang masyarakat miskin saja, tetapi juga hamper semua anak di Negara maju maupun Negara berkembang dalam beberapa tahun pertama kehidupannya (Parasharet al., 2006, Kadimet al., 2011, Salimet al., 2014).
1
2
Setiap tahun rotavirus menyebabkan episode diare pada sekitar 111 juta anak yang perlu perawatan di rumah, 25 juta anak perlu perawatan di poliklinik, 2 juta anak perlu perawatan di rumah sakit, dan sekitar 440.000 anak mengalami kematian pada usia dibawah 5 tahun. Atau dengan kata lain, hamper semua anak yang berusia dibawah 5 tahun pernah mengalami diare rotavirus, 1 dari 5 anak memerlukan kunjungan ke poliklinik, 1 dari 65 anak perlu perawatan di rumah sakit, dan 1 dari 293 anak akan meninggal dunia (Parasharet al., 2003). Di Amerika Serikat diperkirakan tiap tahun infeksi rotavirus menyebabkan 20-60 kematin, 55.000-70.000 memerlukan perawatan di rumah sakitdan 600.000 memerlukan rawat jalan pada anak dibawah 5 tahun (Kamiyaet al., 2009, AlBadaniet al., 2014). Penelitian pertama di Indonesia tentang kejadian infeksi rotavirus yang dilakukan
oleh Soenarto et al(1976) di Rumah Sakit Pendidikan didapatkan
angka 12%. Pada penelitian berikutnya pada tahun 1978 - 1979 menunjukkan peningkatan kejadian infeksi rotavirus menjadi 38% pada anak balita dengan rentang usia 6 -24 bulan (Soenartoet al., 1981). Penelitian yang dilakukan pada tahun 2007 di 6 rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa angka kejadian diare yang masuk rumah sakit akibat rotavirus proporsinya berbeda-beda untuk tiap tempat: 64% di Palembang (Sumatera Selatan), 51% di Bandung (Jawa Barat), 39% di Yogyakarta (DI Yogyakarta), 61% di Denpasar (Bali), dan 65% di Mataram (Nusa Tenggara Barat) dan di Jakarta proporsinya paling tinggi yaitu 67% (Kadimet al 2011).
3
Penelitian akibat infeksi rotavirus di Indonesia didapatkan 60% memerlukan rawat inap, 41% rawat jalan, sekitar 72% mengenai anak usia 6-23 bulan, infeksi rotavirus menyebabkan kejadian dehidrasi yang tinggi sehingga mengakibatkan angka kematian tinggi yaitu 10.651 anak, total biaya langsung dan tidak langsung cukup besar sekitar US$ 19,5 juta pertahun (Soenarto et al., 2009). Dari penelitian Wilopo et al., (2009)memberikan data baru dalam bidang epidemiologi, gambaran klinis dan beban akibat infeksi rotavirus di Indonesia, ternyata beban akibat diare rotavirus di Indonesia masih tinggi, dari penelitian ini memberikan wawasan baru terkaitkeperluan akan generasi baru vaksin rotavirus dan memberikan perkiraan standar beban satu kali vaksinasi. Diare karena virus umumnya bersifat self limiting, sehingga aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah mencegah kematian karena dehidrasi, selain itu aspek yang penting lainnya adalah pemberian asi dan menjamin asupan nutrisi untuk mencegah gangguan pertumbuhan akibat diare (Victoraet al., 2000, Salimet al., 2014). Gejala infeksi rotavirus yang sering adalah muntah hebat, diare cair berat dandemam (Payneet al., 2008, Salimet al., 2014, Al-Badaniet al., 2014). Akibat muntah yang sering dan diare yang hebat anak mudah terjadi dehidrasi sehingga banyak yang memerlukan perawatan di rumah sakit (PATH, 2011). Untuk penegakan diagnosis infeksi rotavirus memerlukan pemeriksaan dengan peralatan khusus,tetapi tidak semua rumah sakit bisa melakukannya (Kadimet al., 2011). Pada tahun 1980 diare merupakan penyebab utama kematian pada anak dibawah usia 5 tahun yaitu sekitar 4,6 juta tiap tahun, dengan pemberian terapi
4
rehadrasi oral yang dimulai tahun 1979 di sebagian negara di dunia dan terus diikuti oleh beberapa Negara sampai sekitar 150 negara pada tahun 1990, dapat menekan angka kematian diare pada balita secara signifikan, hal ini bias dilihat pada tahun 1980 angka kematian sekitar 4,6 juta turun menjadi sekitar 1,5 juta pada tahun 2000 (Victoria et al., 2000). Kematian akibat diare secara global sekitar 1,87 juta dan sebagian besar terjadi di Negara berkembang (Parasharet al., 2003) yaitu Afrika dan Asia Tenggara
menyumbang > 85% dari kematian
tersebut pada tahun 2004 (Pinto et al., 2008, Kadimet al., 2011, Salimet al., 2014). Selama ini pertolongan yangdilakukan oleh para praktisi kesehatan masih terdapat pemberian obat yang tidak rasional pada penanggulangan kasus diare. Hal ini ditunjukan masih adanya pemberian antibotik yang masih tinggi mencapai sekitar 60,5% untuk balita diare tanpa melihat penyebabnya dan juga pemakaian obat-obatan lain yang tidak rasional, dimana obat-obat tersebut sebenarnya tidak memiliki efek terapi seperti yang diharapkan karena justru dapat menutupi keadaan yang sesungguhnya, bahkan bisa menimbulkan efek samping yang serius (Al-Badani et al., 2014). Meskipun angka kematian berkurang secara signifikan, kerugian secara ekonomis masih sangat tinggi akibat diare. Dengan demikian diperlukan sebuah usaha untuk mengatasi beban penyakit diare rotavirus yang tidak hanya menyerang anak-anak di negara berkembang tetapi juga pada anak-anak di negara maju dimana tingkat higine sanitasi, kebersihan lingkungan sudah bagus. Hal ini
5
menunjukkan bahwa kebersihan lingkungan tidak mempengaruhi kejadian infeksi rotavirus (Parasharet al., 2006, Kadimet al., 2011). Akibat beban yang sangat besar dari diare rotavirus dan dampak yang sedikit dari perbaikan higiene sanitasi, maka dibutuhkan upaya lain untuk mengatasi permasalahan diare akibat infeksi rotavirus. Di negara-negara maju sudah dilakukan usaha pencegahan dengan vaksinasi yang merupakan alternatif untuk mengatasi persoalan tersebut di atas. Vaksin rotavirus dapat secara substansial meningkatkan harapan untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian yang disebabkan oleh diare karena infeksi rotavirus di seluruh dunia (Widdowson et al., 2009).Untuk mengurangi beban biaya yang sangat besar akibat diare rotavirus perlu meningkatkan kewaspaan komunitas tentang bahayanya diare rotavirus disamping untuk terus mengupayakan supaya vaksinasi rotavirus bisa menjadi program nasional di Indonesia (Soenarto et al., 2009). Hambatan terbesar untuk diterimanya vaksin rotavirus di Indonesia adalah beban biaya yang tinggi dan rendahnya prioritas dari pemerintah (Seale et al.,2015). B. Rumusan Masalah Berdasarkan studi yang sudah dilakukan beberapa peneliti terdahulu ada gejala-gejala spesifik mengenai diare rotavirus pada anak balita, mengacu beberapa sistem skoring diagnosis berdasarkan simtomatik yang sudah ada seperti sistem skoring TBC, sistem skoring Apgar, sistem skoring Thomson dan lain-lain, apakah dapat dibuat system skoring diagnosis klinis diare cair akut rotavirus berdasarkan gejala-gejala yang timbul pada anak balita yang menderita diare cair akut?
6
C. Tujuan Penelitian 1.
TujuanUmum : Membuat diagnosis klinis diare cair akut rotavirus dengan menggunakan sistem skoring.
2.
TujuanKhusus : Melakukan uji validitas system skoring diagnosis klinis diare cair akut rotavirus. D. Manfaat Penelitian
1.
Manfaat klinisi : bagi dokter layanan primer dapat menentukan diagnosis kausatif diare cair akut rotavirus yang mempunyai aseptabilitas dan spesisitas yang baik berdasarkan dari gejala klinis yang ada.
2.
Manfaat keilmuan :meningkatkan pengetahuan di bidang ilmu kedokteran mengenai cara mendiagnosis diare cair akut rotavirus dengan sistem skoring. Sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian lebih lanjut.
2.
Manfaat kebijakan :Hasil penelitian ini diharapkan bias dimanfaatkan menjadi program nasional yang bias digunakan oleh semua tenaga medis dilayanan primer dan sekunder sehingga bias menegakkan diagnosis klinis diare cair akut rotavirus secara cepat disertai daya guna dan hasil guna yang bias dipertanggung jawabkan.
3.
Bagi penulis, menambah ilmu pengetahuan yang bisa digunakan untuk mendidik mahasiswa calon dokter maupun calon dokter spesialis anak cara
7
mendiagnosis secara tepat diare cair akut rotavirus dengan menggunakan sistem skoring sehingga bisa dilakukan penatalaksanaan secara rasional. Menambah semangat untuk berkontribusi di dalam pengembangan ilmu pengetahuan yang bermanfaat untuk masyarakat.
E. Keaslian Penelitian No. 1.
Penulis
Judul
Hasil
Laviet al., 2008
Compararison between two severity scoring scale commonly used the evaluation of rotavirus gastroenteritis in children
Ada perbedaan yang jauhapabilatidakmengguna kanskalakeparahan yang samauntukmengevaluasi gastroenteritis karena rotavirus
2.
Lewis et al., 2012
Comparison of two clinical severity scoring system in two multi-center, developing country rotavirus vaccine trials in Afrrica and Asia.
Duasistemskoring yang dilakukanadaperbedaandia ntarapopulasi di Negara berkembangAfrikadan Asia. Berdasarkansistemskoringv esikaribanyakkasusparahpa dakedua regional.
3.
Palupiet al., 2015
Development and validation of rotavirus diagnosis score
Sistemskoring diagnosis rotavirus cukupbaikuntukdigunakan mendiagnosisdiarekarena rotavirus
Tabel 1. Keaslian penelitian Penelitian ini dibandingkan dengan penelitian tersebut diatas berbeda, karena pada penelitian ini untuk membuat system scoring dari gejala-gejala diare yang muncul guna mendiagnosis secara klinis diare cair akut rotavirus, sedangkan pada penelitian Levi et al dan Lewis et al membandingkan sistem skoring keparahan yang sudah ada yaitu Vesikari score dan Clark score untuk mengevaluasi keparahan gastroenteritis rotavirus secara prospektif. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Palupi et al berbeda dalam
8
analisisnya dimana Palupi et al untuk membuat system scoring guna mendiagnosis diare cair akut menggunakan odd ratio.