1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Download Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10% di Negara berkembang lainnya dan kurang dari 1% di Negara- negar...

0 downloads 694 Views 380KB Size
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Setiap tahunnya sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil. Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15 % menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang mengancam jiwa ibu. Komplikasi ini mengakibatkan kematian labih dari setengah juta ibu setiap tahun. Dari jumlah ini diperkirakan 90% terjadi di Asia dan Afrika subsahara, 10% di Negara berkembang lainnya dan kurang dari 1% di Negaranegara maju. Di beberapa Negara resiko kematian ibu lebih tinggi dari 1 dalam 10 kehamilan, sedangkan di Negara maju resiko ini kurang dari 1 dalam 6.000 (Prawirohardjo, 2010). Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat atau usia kehamilan. Indikator yang umum digunakan dalam kematian ibu adalah angka kematian ibu (maternal mortality ratio) yaitu jumlah kematian ibu dalam 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mencerminkan resiko obstetrik yang dihadapi oleh seorang ibu sewaktu ia hamil. Kematian ibu dibagi menjadi kematian langsung dan tidak langsung. Kematian ibu langsung adalah sebagai akibat komplikasi kehamilan, persalinan atau masa nifas dan segala intervensi atau penanganan tidak tepat dari komplikasi tersebut. Kematian ibu tidak langsung

1

2

merupakan akibat dari penyakit yang sudah ada atau penyakit yang timbul sewaktu kehamilan yang berpengaruh terhadap kehamilan (Prawirohardjo, 2010). Menurut Prawirohardjo (2010), secara global 80% kematian ibu tergolong pada kematian ibu langsung. Pola penyebab langsung dimana-mana sama, yaitu perdarahan (25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman (13%) dan sebab-sebab lain (8%). Aborsi tidak aman merupakan penyebab dari 11% kematian ibu (secara global 13%). Menurut data SDKI 2000-2003 menunjukkan adanya 7,2 % kehamilan merupakan yang tidak di inginkan. Beberapa kehamilan ini berakhir dengan kelahiran tetapi beberapa diantaranya di akhiri dengan abortus. Menurut Nugroho (2010) dalam Irmadewi (2013), Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebelum janin dapat hidup diluar kandungan dan ada beberapa macam abortus yaitu abortus spontan dan abortus buatan. Berdasarkan jenisnya abortus juga dibagi menjadi abortus imminens, abortus insipien, abortus inkomplit, abortus komplit, missed abortion, dan abortus habitualis. Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks dan sebagian lagi masih ada yang tertinggal. Beberapa faktor yang dapat menyebabkan abortus antara lain adalah faktor janin (gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta, kelainan telur), faktor ibu (kelainan endokrin, faktor kekebalan,

3

infeksi, kelemahan otot leher rahim, kelainan bentuk rahim), faktor bapak dan faktor genetik (Rukiyah & Yulianti, 2010). Menurut Prawirohardjo (2010), penyebab abortus terbanyak diantaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus, infeksi, hematologik dan lingkungan. Menurut Manuaba (2010), penyebab abortus yaitu kelainan petumbuhan hasil konsepsi (kromosom, lingkungan endometrium, gizi kurang, anemia), pengaruh luar (obat-obatan, infeksi endometrium), kelainan pada plasenta, penyakit ibu dan kelainan yang terdapat dalam rahim. Pada abortus inkomplit, perdarahan biasanya masih terjadi, jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit tergantung pada jaringan yang tersisa, yang menyebabkan sebagian plasental site masih terbuka sehingga perdarahan berjalan terus. Pasien dapat jatuh dalam keadaan anemia atau syok hemoragik sebelum sisa jaringan konsepsi dikeluarkan. Pengelolaan pasien harus diawali dengan perhatian terhadap keadaan umum dan mengatasi gangguan hemodinamik yang terjadi untuk kemudian disiapkan tindakan kuretase. Apabila kasus abortus inkomplit tidak segera ditangani, maka dapat terjadi perdarahan yang hebat karena sisa jaringan yang tertinggal dalam kavum uteri dapat menghalangi terjadinya kontraksi uterus (Prawirohardjo, 2010). Penyebab abortus inkomplit salah satunya ialah infeksi yang disebabkan TORC (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus), yang dapat menghambat pertumbuhan janin. Hampir 68% masalah abortus disebabkan oleh infeksi TORC.

4

Namun untuk lebih memastikan penyebab dari infeksi, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial (Prawirohardjo, 2010). Selain infeksi, abortus inkomplit juga dapat disebabkan oleh anemia atau penurunan kadar hemoglobin (34%). Penyebab anemia bisa karena kurangnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Anemia yang sering terjadi pada ibu hamil salah satunya adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) meningkat ketika hamil. Gejala defisiensi besi pada kehamilan dapat berupa kepala pusing, berkunang-kunang, lesu, lemah dan lain-lain. Dampak anemia pada kehamilan adalah gangguan kelangsungan kehamilan termasuk abortus, gangguan proses persalinan, gangguan masa nifas serta gangguan pada janin (Rukiyah & Yulianti, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh menunjukkan bahwa jumlah pasien yang mengalami abortus inkomplit pada tahun 2011 triwulan I sebanyak 36 orang, triwulan II sebanyak 39 orang, triwulan III sebanyak 44 orang, triwulan IV sebanyak 35 orang. Pada tahun 2012, jumlah pasien abortus triwulan I sebanyak 45 orang, triwulan II sebanyak 20 orang, triwulan III sebanyak 14 orang dan pada triwulan IV sebanyak 10 orang. Sedangkan pada tahun 2013 jumlah pasien yang mengalami abortus inkomplit adalah 98 orang. Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Infeksi dan Anemia Terhadap

5

Kejadian Abortus Inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013”.

B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah “Adakah pengaruh infeksi dan anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013?”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh infeksi dan anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013”. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013. b. Untuk mengetahui pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013.

6

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Sebagai sumber bagi karya tulis ilmiah yang sejenis pada masa yang akan datang tentang abortus inkomplit dan menambah wawasan penulis dalam melakukan penulisan karya tulis ilmiah. 2. Bagi Institusi Pendidikan Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat di jadikan sebagai bahan bacaan dan menambah referensi kepustakaan yang ada serta sebagai bahan penerapan ilmu pengetahuan tentang abortus inkomplit. 3. Bagi Petugas Kesehatan Sebagai bahan masukan serta menambah pengetahuan dan wawasan tentang

abortus

inkomplit,

khususnya

tentang

faktor-faktor

yang

mempengaruhi terjadinya abortus inkomplit.

E. Keaslian Penelitian Berbagai penelitian tentang abortus inkomplit telah dilakukan, beberapa diantaranya adalah yang pernah dilakukan oleh : 1. Royani Chairiyah (2010), dengan judul “faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dengan abortus inkomplit di RSUD Kota Bekasi”. Penelitian bersifat deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan frekuensi abortus berdasarkan perdarahan sebanyak 54,4%, berdasarkan umur paling banyak 20-35 tahun yaitu 66,6%, berdasarkan riwayat abortus 84,2%, dan berdasarkan anemia

7

ringan sebanyak 78,9% serta anemia sedang 14%. Persamaan pada penelitian ini adalah penggunaan variabel anemia. 2. Mariani (2012), dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian abortus inkomplit di ruang kebidanan Rumah Ssakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin”. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan usia ibu (p value = 0,032), paritas (P value = 0,007) dan kadar hemoglobin (P value = 0,024) dengan kejadian abortus inkomplit. Penelitian bersifat analitik dengan desain restropektif.

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Abortus 1. Definisi Menurut

Federasi

Obstetri

Ginekologi

Internasional,

kehamilan

didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermastozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional. Kehamilan terbagi dalam tiga trimester, dimana trimester kesatu berlangsung selama 12 minggu, trimester kedua 15 minggu (minggu ke 13 sampai dengan ke 27), dan trimester ke tiga berlangsung 13 minggu (minggu ke 28 hingga ke 40) (Prawirohardjo, 2010). Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. sebagai batasan ialah kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram (Prawirohardjo, 2010). Menurut Manuaba (1998) dalam Rukiyah & Yulianti (2010), Abortus didefinisikan sebagai keluarnya hasil konsepsi sebelum mampu hidup di luar kandungan dengan berat badan kurang dari 100 gram atau umur kehamilan kurang dari 28 minggu. Abortus atau keguguran adalah berhentinya kehamilan sebelum janin dapat bertahan hidup, yaitu sebelum kehamilan berusia 22 minggu atau berat

9

janin belum mencapai 500 gram. Abortus biasanya di tandai dengan terjadinya perdarahan pada wanita yang sedang hamil, dengan adanya peralatan USG, sekarang dapat diketahui bahwa abortus dapat di bedakan menjadi 2 jenis, yang pertama abortus karena kegagalan perkembangan janin dimana gambaran USG menunjukkan kantong kehamilan yang kosong, sedangkan jenis yang kedua adalah abortus karena kematian janin, dimana janin tidak menunjukkan tandatanda kehidupan seperti denyut jantung atau pergerakan yang sesuai dengan usia kehamilan (Rukiyah & Yulianti, 2010). 2. Etiologi Menurut Prawirohardjo (2010), penyebab abortus bervariasi dan sering diperdebatkan. Umumnya lebih dari satu penyebab. Penyebab terbanyak diantaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus, infeksi, hematologik dan lingkungan. Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), beberapa faktor yang dapat menyebabkan abortus antara lain : a. Faktor janin 1) Gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin dan plasenta 2) Kelainan telur, telur kosong (blighted ovum), kerusakan embrio, abnormalitas pembentukan plasenta. b. Faktor ibu 1) Kelainan endokrin 2) Faktor kekebalan (imunologi)

10

3) Infeksi 4) Kelemahan otot leher rahim 5) Kelainan bentuk rahim c. Faktor bapak 1) Kelainan kromosom dan infeksi sperma d. Faktor genetik 1) Abnormalitas kromosom janin Menurut Manuaba (2010), penyebab abortus sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut: a. Kelainan Pertumbuhan Hasil Konsepsi Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin dan cacat bawahan yang menyebabkan hasil konsepsi dikeluarkan. Gangguan pertumbuhan hasil konsepsi dapat terjadi karena : 1) Faktor kromosom, gangguan terjadi sejak semula pertemuan kromosom, termasuk kromosom seks. 2) Faktor lingkungan endometrium a) Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi hasil konsepsi. 3) Gizi ibu kurang karena anemia atau jarak kehamilan terlalu pendek 4) Pengaruh luar a) Infeksi endometrium, endometrium tidak siap menerima hasil konsepsi

11

b) Hasil konsepsi terpengaruh oleh obat dan radiasi menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi terganggu b. Kelainan Pada Plasenta 1) Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga plasenta tidak dapat berfungsi. 2) Gangguan pada pembuluh darah plasenta yang diantaranya pada penderita diabetes mellitus. 3) Hipertensi menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga menimbulkan keguguran. c. Penyakit Ibu Penyakit mendadak seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria, sifilis, anemia dan penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetesmilitus. d. Kelainan yang terdapat dalam rahim. Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada serviks (konisasi, amputasi serviks ), robekan serviks postpartum (Manuaba, 2010). 3. Klasifikasi Abortus Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), abortus dapat dibagi menjadi beberapa klasifikasi, yaitu:

12

a. Abortus spontan, adalah abortus yang terjadi tidak didahului faktor-faktor mekanik ataupun medisinalis, semata-mata disebabkan oleh faktor alamiah (20% dari semua abortus). b. Abortus provokatus, yakni abortus yang disengaja, baik dengan obat-obatan maupun alat-alat abortus. c. Abortus medisianalis, abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis). d. Abortus kriminalis, merupakan abortus yang disengaja karena tindakantindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis. e. Unfase abortion, adalah upaya untuk terminasi kehamilan muda dimana pelaksanaan tindakan tersebut tidak mempunyai prosedur standar yang aman sehingga membahayakan keselamatan jiwa pasien. f. Abortus imminens, yaitu terjadi perdarahan bercak yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan (dalam kondisi ini kehamilan masih mungkin diselamatkan). g. Abortus insipiens, terjadi perdarahan ringan hingga sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. h. Abortus inkomplit, perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis servik yang tertinggal pada desidua atau plasenta.

13

i. Abortus komplit, perdarahan pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri. j. Missed abortus, perdarahan pada kehamilan muda, disertai retensi hasil konsepsi yang telah mati, hingga 8 minggu lebih. k. Abortus hubitualis, suatu keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih.

B. Abortus Inkomplit 1. Pengertian Abortus Inkomplit Abortus inkomplit adalah abortus dimana sebagian hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Prawirohardjo, 2010). Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui kanalis serviks yang tertinggal adalah desidua atau plasenta (Rukiyah & Yulianti, 2010). Batasan usia kehamilan pada kasus abortus inkomplit masih terpancang pada umur kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram, sebagian hasil konsepsi masih tertinggal di dalam uterus dimana pada pemeriksaan vagina, kanalis servikalis masih terbuka dan teraba jaringan dalam kavum uteri atau menonjol pada ostium uteri eksternum. Perdarahan biasanya masih terjadi jumlahnya pun bisa banyak atau sedikit bergantung pada jaringan yang tersisa (Prawirohardjo, 2010).

14

2. Tanda Gejala Abortus Inkomplit Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), tanda gejala abortus inkomplit adalah : a. Perdarahan sedang hingga banyak b. Setelah terjadi abortus dengan pengeluaran jaringan perdarahan berlangsung terus c. Perdarahan berupa stosel dan telah adalah keluar fetus atau jaringan d. Serviks terbuka, karena masih ada benda di dalam uterus yang dianggap orpus alliem maka uterus berusaha mengeluarkannya dengan mengadakan kontraksi tetapi jika keadaan ini dibiarkan lama, serviks akan menutup kembali. e. Uterus sudah lebih kecil dari usia kehamilan f. Kantung gestasi sudah sulit dikenali g. Kram atau nyeri perut bagian bawah dan terasa mules-mules h. Ekspulsi sebagai hasil konsepsi. 3. Patofisiologi Abortus Inkomplit Fetus dan plasenta keluar bersamaan pada saat abortus yang terjadi sebelum minggu ke sepuluh, tetapi terpisah kemudian. Ketika plasenta, seluruh atau sebagian tertinggal di dalam uterus, perdarahan terjadi dengan cepat. Pada permulaan terjadi perdarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan sekitarnya kemudian sebagian atau seluruh hasil konsepsi terlepas karena di anggap benda asing, maka uterus akan berkontraksi untuk

15

mengeluarkannya. Pada kehamilan di bawah 8 minggu, hasil konsepsi dikeluarkan seluruhnya, karena vili korialis belum menembus desidua terlalu dalam; sedangkan pada kehamilan 8-14 minggu, telah masuk agak dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan tertinggal. Hilangnya kontraksi yang dihasilkan dari aktivitas kontraksi dan retraksi miometrium menyebabkan banyak terjadi perdarahan (Wiknjosastro, 2006). 4. Diagnosis Abortus Inkomplit Menurut Maryunani (2009), diagnosis abortus inkomplit ditegakkan berdasarkan : a. Anamnesis b. Adanya amenore pada masa reproduksi c. Perdarahan pervaginam disertai jaringan hasil konsepsi d. Rasa sakit atau keram perut di daerah atas simpisis e. Pemeriksaan fisik f. Abdomen biasanya lembek dan tidak nyeri tekan g. Pada pemeriksaan pelvis, sisa hasil konsepsi ditemukan didalam uterus, dapat juga menonjol keluar, atau didapat diliang vagina h. Serviks terlihat dilatasi dan tidak menonjol i. Pada pemeriksaan bimanual didapatkan uterus membesar dan lunak j. Pemeriksaan penunjang : 1) Pemeriksaan laboratorium berupa tes kehamilan, hemoglobin, leukosit, waktu bekuan, waktu bekuan, dan GDS.

16

2) Pemeriksaan USG ditemukan kantung gestasi tidak utuh, ada sisa hasil konsepsi 5. Penatalaksanaan Abortus Inkomplit Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), pada ibu yang mengalami abortus inkomplit jika perdarahan tidak begitu banyak, dan kehamilan kurang dari 16 minggu, evaluasi dapat dilakukan secara digital atau dengan cunam ovum untuk mengeluarkan hasil konsepsi. Jika perdarahan berhenti, beri ergometrin 0,2 mg 1M atau misoprostol 400 meg peroral (dapat dilakukan oleh bidan dengan kolaborasi dengan dokter ahli kandungan). Jika perdarahan banyak atau terus berlangsung dan usia kehamilan kurang dari 16 minggu, evaluasi sisa hasil konsepsi dengan aspirasi vakum manual (AVM) merupakan metode avaluasi yang terpilih. Evaluasi dengan kuret tajam sebaiknya hanya dilakukan jika AVM tidak tersedia. Jika evaluasi belum dapat dilakukan segera, beri ergometrin 0,2 mg IM (diulangi setelah 15 menit jika perlu) atau misoprostol 400 meg peroral (dapat diulangi setelah 4 jam jika perlu) yang ini hanya bisa dilakukan oleh dokter obgyn, bidan bertugas menjadi asisten (Rukiyah & Yulianti, 2010). Jika kehamilan lebih dari 16 minggu, berikan infus oksitosin 20 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologis/RL) 40 tetes permenit sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi, jika perlu berikan misoprostol 200 meg pervaginam setiap 4 jam sampai terjadi ekspulsi hasil konsepsi (maksimal 800 meg),

17

evaluasi sisa hasil konsepsi yang tertinggal dalam uterus (dapat dilakukan oleh bidan dirumah sakit dengan instruksi dokter) (Rukiyah & Yulianti, 2010). Jika ada tanda-tanda syok maka atasi dulu syok dengan pemberian cairan transfuse darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri obat-obatan uteronika dan antibiotika, pastikan untuk tetap memantau kondisi ibu setelah hasil penanganan (Rukiyah & Yulianti, 2010). 6. Komplikasi Abortus Inkomplit Menurut Sujiyatini (2009), komplikasi yang dapat di timbulkan pada kasus abortus inkomplit adalah : a. Perdarahan Perdarahan dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jika perlu pemberian transfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya. b. Perforasi Perforasi uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi hiperretrofleksi. Terjadi robekan pada rahim. Dengan adanya dugaan terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk menentukan luasnya permukaan pad auterus dan apakah ada perlukaan alat-alat lain. c. Syok Syok pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dank arena infeksi berat.

18

d. Infeksi Sebenarnya pada genetalia eksterna dan vagina dihuni oleh bakteri yang merupakan flora normal. Umumnya pada abortus infeksiosa, infeksi terbatas pada desidua.

C. Pengaruh Infeksi dan Anemia Terhadap Kejadian Abortus Inkomplit Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), beberapa faktor yang dapat menyebabkan abortus antara lain adalah faktor janin (gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta, kelainan telur), faktor ibu (kelainan endokrin, faktor kekebalan, infeksi, kelemahan otot leher rahim, kelainan bentuk rahim), faktor bapak dan faktor genetik. Menurut Prawirohardjo (2010), penyebab abortus terbanyak diantaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus, infeksi, hematologik dan lingkungan. Menurut Manuaba (2010), penyebab abortus sebagian besar tidak diketahui secara pasti, tetapi terdapat beberapa faktor sebagai berikut yaitu kelainan petumbuhan hasil konsepsi (kromosom, lingkungan endometrium, gizi kurang, anemia), pengaruh luar (obat-obatan, infeksi endometrium), kelainan pada plasenta, penyakit ibu dan kelainan yang terdapat dalam rahim. Namun, dalam karya tulis ilmiah ini peneliti hanya membahas pengaruh infeksi dan anemia terhadap kejadian abortus inkomplit.

19

1. Pengaruh Infeksi terhadap Abortus Salah satu penyebab abortus inkomplit menurut prawirohardjo (2010) adalah infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain: a. Bakteria 1) Listeria monositogenes 2) Klamidia trakomatis 3) Ureaplasma urealitikum 4) Mikoplasma hominis 5) Bakterial vaginosis b. Virus 1) Sitomegalovirus 2) Rubella 3) Herpes simpleks vurus (hsv) 4) Human immunodeficiency virus (hiv) c. Parasit 1) Toksoplasmosis gondii 2) Plasmodium falsiparum

20

d. Spirokaeta 1) Treponema pallidum Faktor infeksi, infeksi termasuk infeksi yang di akibatkan oleh TORC (Toksoplasmama, Rubella, Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang termasuk abortus inkomplit masih belum diketahui. Namun untuk lebih memastikan penyebabnya, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya di ambil dari cairan pada servikal dan endometrial (Rukiyah & Yulianti, 2010) Berbagai teori diajukan untuk mencoba menerangkan peran infeksi terhadap resiko abortus, diantaranya sebagai berikut (Prawirohardjo, 2010) : a. Adanya metabolik toksik, endotoksin, eksotoksin, atau sitokin yang berdampak langsung pada janin atau unit fetoplasenta. b. Infeksi janin yang bisa berakibat kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. c. Infeksi plasenta yang berakibat insufisiensi plasenta dan bisa berlanjut kematian janin. d. Infeksi kronis endometrium dari penyebaran kuman genitalia bawah (misalnya mikoplasma bominis, klamidia, HSV) yang bisa mengganggu proses implantasi. e. Amnionitis f. Memacu perubahan genetik dan anatomik embrio.

21

2. Pengaruh Anemia terhadap Abortus Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia yang

lebih

sering

disebut

kurang

darah,

kadar

sel

darah

merah

(Hemoglobin/Hb) dibawah nilai normal. Penyebabnya bisa karena kurangnya zat gizi untuk pembentukan darah, misalnya zat besi, asam folat dan vitamin B12. Tetapi yang sering terjadi adalah anemia karena kekurangan zat besi (Rukiyah & Yulianti, 2010). Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh, sehingga kebutuhan zat besi (Fe) untuk eritropoesis tidak cukup yang ditandai dengan gambaran sel darah merah hipokrom-mikrositer, kadar besi serum (serum iron), dan jenuh transferin menurun, kapasitas besi total meninggi dan cadangan besi dalam sumsum tulang serta di tempat yang lain sangat kurang atau tidak ada sama sekali (Rukiyah & Yulianti, 2010). Banyak faktor yang dapat menyebabkan timbulnya anemia difisiensi besi, antara lain kurangnya asupan zat besi dan protein dari makanan, adanya gangguan absorpsi di usus, perdarahan akut maupun kronis, dan meningkatkan kebutuhan zat besi seperti pada wanita hamil, masa pertumbuhan dan masa penyembuhan dari penyakit (Rukiyah & Yulianti, 2010). Perubahan hematologi sehubungan dengan kehamilan adalah oleh karena perubahan sirkulasi

yang semakin meningkat terhadap plasenta dan

pertumbuhan payudara. Volume plasma meningkat 45-65% dimulai pada

22

trimester II kehamilan dan maksimum terjadi pada bulan ke-9 dan meningkat sekitar 1000 ml, menurun sedikit menjelang aterm serta kembali normal 3 bulan setelah partus. Stimulasi yang meningkatkan volume plasma seperti laktogen plasma, yang menyebabkan peningkatan sekresi aldesteron (Rukiyah & Yulianti, 2010). Gejala-gejala anemia defisiensi besi pada kehamilan dapat berupa kepala pusing, palpitasi, berkunang-kunang, perubahan jaringan epitel kuku, gangguan system neurumuskular, lesu, lemah, lelah, disphagia dan pembesaran kelenjar limfa. Bila kadar Hb < 7 gr/dl maka gejala-gejala dan tanda-tanda anemia akan jelas. Nilai ambang batas yang digunakan untuk menentukan status anemia ibu hamil, didasarkan pada kriteria WHO tahun 1972 ditetapkan 3 kategori yaitu : normal > 11 gr/dl, ringan 8-11 gr/dl, berat < 8 gr/dl (Rukiyah & Yulianti, 2010). Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), dampak anemia pada kehamilan bervariasi, dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immature atau premature), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), gangguan pada masa nifas (sub involusi rahim, daya tahan terhadap infeksi dan stress, produksi ASI rendah), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dll).

23

D. Kerangka Teoritis Berdasarkan teori yang dikemukan yang dikemukan oleh beberapa ahli, maka kerangka teoritis dalam karya tulis ilmuah ini adalah :

1.

2. 3. 4. 5.

1. 2. 3. 4. 5.

1.

2.

3. 4.

Manuaba (2010) : Kelainan petumbuhan hasil konsepsi (kromosom, lingkungan endometrium, anemia) Pengaruh luar (obat-obatan, infeksi endometrium), Kelainan pada plasenta Penyakit ibu Kelainan yang terdapat dalam rahim.

Prawirohardjo (2010) Faktor genetik Kelainan congenital uterus Infeksi Hematologik Lingkungan Rukiyah & Yulianti (2010) Faktor janin (gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta, kelainan telur), Faktor ibu (kelainan endokrin, faktor kekebalan, infeksi, kelemahan otot leher rahim, kelainan bentuk rahim), Faktor bapak Faktor genetik. Gambar 2.1 Kerangka Teoritis

Abortus Inkomplit

24

BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN

A. Kerangka Konsep Menurut Rukiyah & Yulianti (2010), faktor yang menyebabkan abortus adalah faktor janin (gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta, kelainan telur), faktor ibu (kelainan endokrin, faktor kekebalan, infeksi, kelemahan otot leher rahim, kelainan bentuk rahim), faktor bapak dan faktor genetik. Menurut Prawirohardjo (2010), penyebab abortus terbanyak diantaranya adalah faktor genetik, kelainan kongenital uterus, infeksi, hematologik dan lingkungan. Menurut Manuaba (2010), penyebab abortus yaitu kelainan petumbuhan hasil konsepsi (kromosom, lingkungan endometrium, gizi kurang, anemia), pengaruh luar (obat-obatan, infeksi endometrium), kelainan pada plasenta, penyakit ibu dan kelainan yang terdapat dalam rahim. Variabel Independen

Variabel Dependen

Infeksi Abortus Inkomplit Anemia Gambar 3.1 Kerangka Konsep

25

B. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No. Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Hasil Skala Operasional Ukur Ukur Ukur Dependent 1. Abortus Adalah Ordinal Mencatat data Check list < 8 Inkomplit keluarnya sekunder dengan minggu sebagian hasil kriteria : konsepsi dari kavum uteri 8-14 dan sebagian Abortus inkomplit pada usia minggu lagi masih ada kehamilan < 8 yang minggu tertinggal 15-20 didalam minggu kavum uteri Abortus inkomplit pada usia kehamilan 8-14 minggu Abortus inkomplit pada usia kehamilan 15-20 minggu Independent 1. Infeksi

2. Anemia

Adalah Suatu kondisi dimana ibu terserang mikrobamikroba tertentu yang menyebabkan masalah kesehatan (timbulnya penyakit)

Mencatat data sekuder dengan kriteria :

Check list Positif

Ordinal

Negatif

Positif bila terdapat diagnosa ibu mengalami infeksi Negatif bila tidak terdapat diagnosa infeksi

Adalah suatu Mencatat data Check list Normal keadaan sekunder dengan adanya kriteria :

Ordinal

26

penurunan kadar Normal bila kadar hemoglobin Hb > 11 gr/dl (Hb) dibawah nilai normal. Ringan bila kadar Hb 8-11 gr/dl

Ringan Berat

Berat bila kadar Hb< 8 gr/dl

C. Hipotesa Penelitian 1. Ada pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013. 2. Ada pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013.

27

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik dengan menggunakan pendekatan Cross Sectional yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh infeksi dan anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dirumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 yang berjumlah 98 orang. 2. Sampel Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling. Menurut Sugiyono (2009) Teknik total sampling adalah teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau sampel. Dengan demikian, maka sampel pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mengalami abortus inkomplit dirumah sakit

28

umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 yang berjumlah 98 orang.

C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian ini dilakukan di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. 2. Waktu Penelitian dilaksanakan pada 22 Mei sampai dengan 3 Juni 2014

D. Pengumpulan Data 1. Alat Pengumpulan Data Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah Check list berisi 3 varibel, yaitu : a. Abortus inkomplit Abortus inkomplit berisikan 3 pilihan jawaban yaitu “<8 minggu” “814 minggu” dan “15-20 Minggu”. Pilihan tersebut di isi berdasarkan usia kehamilan ketika terjadi abortus inkomplit. b. Infeksi Infeksi berisikan 2 pilihan jawaban yaitu “positif” bila ibu mengalami infeksi dan “negatif” bila ibu tidak mengalami infeksi.

29

c. Anemia Anemia berisikan 3 pilihan jawaban yaitu “normal” bila kadar Hb > 11 gr/dl, “ringan” bila kadar Hb 8 - 11 gr/dl dan “berat” bila kadar Hb < 8 gr/dl. 2. Teknik Pengumpulan Data a. Data Sekunder Menurut Saputra (2009), data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung atau melalui media perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak di publikasikan. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data yang di dapat dari buku register di di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tentang abortus inkomplit, infeksi dan anemia.

E. Pengolahan dan Analisa Data 1. Pengolahan Data Menurut Notoatmodjo (2010), pengolahan data dengan menggunakan komputer dapat dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut : a. Editing Editing adalah kegiatan untuk pengecekan data-data yang telah terkumpul yaitu apakah jawaban-jawaban dari check list sudah lengkap atau belum. Apabila ada jawaban yang belum lengkap, jika memungkinkan maka

30

perlu dilakukan pengambilan data ulang untuk melengkapi jawaban tersebut. Tetapi apabila tidak memungkinkan, maka pertanyaan yang jawabannya tidak lengkap tersebut diolah atau dimasukkan dalam pengolahan “data missing” (Notoatmodjo, 2010). b. Coding Coding merupakan kegiatan dimana setelah semua check list di edit atau disunting, selanjutnya dilakukan “pengkodean” atau “coding” yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan. Pemberian kode sangat berguna dalam memasukkan data (data entry) (Notoatmodjo, 2010). c. Memasukkan Data (Data Entry) Memasukkan data ialah kegiatan dimana jawaban-jawaban dari masing-masing responden yang dalam bentuk “kode” (angka atau huruf) dimasukkan kedalam program atau “software” komputer. Salah satu paket program yang paling sering digunakan untuk “entry data” penelitian adalah paket program SPSS for window (Notoatmodjo, 2010). d. Pembersihan Data (Cleaning) Pembersihan data merupakan kegiatan dimana setelah semua data dari setiap responden selesai dimasukkan, maka perlu diperiksa kembali untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya, kemudian dilakukan perbaikan (Notoatmodjo, 2010).

31

2. Analisa Data a. Analisa Univariat Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel

penelitian. Pada umumnya dalam analisa

univariat hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2010). Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menggunakan rumus distribusi frekuensi menurut Budiarto (2004), yaitu sebagai berikut :

Keterangan : P = Persentase n = Sampel F = Frekuensi b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisa yang dilakukan terhadap dua variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2010). Hubungan antar variabel dilihat dengan menggunakan program computer SPSS for windows melalui perhitungan uji Chi Squre. Penilaian dilakukan dengan cara sebagai berikut :

32

1) Jika p value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. 2) Jika p value ≥ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak. Menurut Sabri dan Hastono (2006), aturan yang berlaku pada uji Chi Squre dalam program SPSS adalah sebagai berikut : 1) Bila pada tabel 2×2 dijumpai nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Fisher Exact. 2) Bila pada tabel 2×2 tidak ada nilai e (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Continuity Correction. 3) Bila tabel lebih dari 2×2 misalnya 3×2, 3×3, dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah Pearson Chis-Square.

33

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin merupakan rumah sakit pemerintah yang beralamat di Jln. Tgk. H.M. Daud Beureueh Nomor 108 Banda Aceh, memiliki luas area 196.480 m2 dengan luas bangunan 25.760 m2. Rumah sakit ini berdiri pada tanggal 22 Februari 1979 dan merupakan rumah sakit kelas “A” sesuai dengan keputusan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor: 1062/Menkes/Sk/2011, tentang peningkatan kelas Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin pada tanggal 1 juni 2011. Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin menawarkan pelayanan kesehatan yang luas serta menyediakan pelayanan kesehatan baik rawat jalan, rawat inap serta medical check up.

B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 22 Mei sampai dengan 3 Juni 2014, dengan jumlah responden 98 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mengambil data sekunder dari buku register tentang abortus inkomplit, infeksi dan anemia, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

34

1. Analisa Univariat a. Abortus Inkomplit Tabel 5.1 Distribusi frekuensi abortus inkomplit pada responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

bortus Inkomplit

Total

f 31 39 28

% 31,6 39,8 28,6

98

100 Berdasarkan tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 98 responden mayoritas mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 8 – 14 minggu yaitu sebanyak 39 responden (39,8 %).

b. Infeksi Tabel 5.2 Distribusi frekuensi infeksi pada responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Infeksi

f 58 40

% 59,2 40,8

Total

98

100 Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan bahwa dari 98 responden mayoritas positif mengalami infeksi yaitu sebanyak 58 responden (59,2 %).

35

c. Anemia Tabel 5.3 Distribusi frekuensi anemia pada responden di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Anemia

f 26 28 44

% 26,5 28,6 44,9

Total

98

100 Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan bahwa dari 98 responden mayoritas mengalami anemia berat yaitu sebanyak 44 responden (44,9 %).

2. Analisa Bivariat Berdasarkan hasil distribusi frekuensi diatas, maka dilakukan analisa data bivariat dengan menggunakan program komputer SPSS for windows. Hasil analisa bivariat ialah : a. Pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit Tabel 5.4 Pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013 Abortus Inkomplit Infeksi Total p_ < 8 Value 8 – 14 Minggu 15 – 20 Minggu

f

%

F

%

f

%

f

%

36

12 20,7 28 48,3 18

31

58

100

19 47,5 11 27,5 10

25

40

100

31

39

28

0,016

98

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan dari 58 responden yang positif mengalami infeksi ternyata 48,3% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 8 – 14 minggu dan dari 40 responden yang negatif mengalami infeksi ternyata 47,5 % mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan < 8 minggu Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square diperoleh p value = 0,016 atau p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. b. Pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit Tabel 5.5 Pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013

Anemia

Abortus Inkomplit Total p_ < 8 Value 8 – 14 Minggu 15 – 20 Minggu

f

%

14 53,8

F

%

f

7

26,9

5

19,2 26

100

50

4

14,3 28

100

10 35,7 14

%

f

% 0,004

37

7 31

15,9 18 40,9 19 43,2 44 39

28

100

98

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan dari 26 responden yang mengalami normal (tidak mengalami anemia) ternyata 53,8% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan < 8 minggu dan dari 28 responden yang

mengalami anemia ringan ternyata 35,9% mengalami abortus

inkomplit pada usia kehamilan 8 - 14 minggu serta dari 44 responden yang mengalami anemia berat ternyata 67,9% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 15 - 20 minggu. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square diperoleh p value = 0,004 atau p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013.

C. Pembahasan 1. Pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan dari 58 responden yang positif mengalami infeksi ternyata 48,3% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 8 – 14 minggu dan dari 40 responden yang negatif mengalami infeksi ternyata 47,5 % mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan < 8 minggu

38

Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square diperoleh p value = 0,016 atau p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. Salah satu penyebab terjadinya abortus ialah faktor infeksi, termasuk infeksi

yang

di

akibatkan

oleh

TORC

(Toksoplasmama,

Rubella,

Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi aktif yang menyebabkan abortus spontan berulang termasuk abortus inkomplit masih belum diketahui. Namun untuk lebih memastikan penyebabnya, dapat dilakukan pemeriksaan kultur yang bahannya di ambil dari cairan pada servikal dan endometrial (Rukiyah & Yulianti, 2010) Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh prawirohardjo (2010), yaitu salah satu penyebab abortus inkomplit adalah infeksi. Teori peran mikroba infeksi terhadap kejadian abortus mulai diduga sejak 1917, ketika DeForest dan kawan-kawan melakukan pengamatan kejadian abortus berulang pada perempuan yang ternyata terpapar brucellosis. Beberapa jenis organisme tertentu diduga berdampak pada kejadian abortus antara lain ialah bacteria, virus, parasit dan spirokaeta. Menurut asumsi peneliti, infeksi dapat mempengaruhi terjadinya abortus karena infeksi memiliki sifat toksik yang akan berdampak atau berefek langsung pada janin dan plasenta sehingga dapat menyebabkan terjadinya kematian janin atau cacat berat sehingga janin sulit bertahan hidup. Infeksi yang

39

terjadi pada ibu hamil dapat menyerang janin, plasenta, endometrium dan lainnya yang sama-sama berefek pada kelangsungan kehamilan.

2. Pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan dari 26 responden yang mengalami normal (tidak mengalami anemia) ternyata 53,8% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan < 8 minggu dan dari 28 responden yang mengalami anemia ringan ternyata 35,9% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 8 - 14 minggu serta dari 44 responden yang mengalami anemia berat ternyata 67,9% mengalami abortus inkomplit pada usia kehamilan 15 - 20 minggu Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square diperoleh p value = 0,004 atau p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau ada pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun 2013. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Royani Chairiyah (2010) yang menunjukkan frekuensi abortus berdasarkan adanya anemia ringan sebanyak 78,9% serta anemia sedang 14%. Selain penelitian Royani Chairiyah, hasil penelitian Mariani (2012) juga menunjukkan ada hubungan kadar hemoglobin (P value = 0,024) dengan kejadian abortus inkomplit.

40

Anemia merupakan suatu keadaan adanya penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit dibawah nilai normal. Pada penderita anemia yang

lebih

sering

disebut

kurang

darah,

kadar

sel

darah

merah

(Hemoglobin/Hb) dibawah nilai normal (Rukiyah & Yulianti, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang disampaikan oleh Rukiyah & Yulianti (2010), dampak anemia pada kehamilan bervariasi, dari keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan kehamilan (abortus, partus immature atau premature), gangguan proses persalinan (inertia, atonia, partus lama, perdarahan atonis), dan gangguan pada janin (abortus, dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal, dll). Menurut asumsi peneliti, anemia merupakan suatu keadaan dimana kadar hemoglobin ibu hamil dibawah nilai normal. Perubahan semakin meningkatnya sistem hematologi ibu hamil terjadi karena adanya pembentukan plasenta serta perubahan pada payudara guna persiapan menyusui. Rendahnya kadar hemoglobin pada ibu hamil akan menyebabkan gangguan pada pembentukan plasenta sehingga dapat menyebabkan gangguan asupan makanan yang dibutuhkan janin yang pada akhirnya menyebabkan gangguan pertumbuhan janin hingga ancaman kelangsungan kehidupan janin seperti terjadinya abortus.

41

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang pengaruh infeksi dan anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada pengaruh infeksi terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 (P value 0,016 < 0,05). 2. Ada pengaruh anemia terhadap kejadian abortus inkomplit di rumah sakit umum daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tahun 2013 (P value 0,004 < 0,05).

B. Saran 4. Bagi peneliti Karya tulis ilmiah ini dapat di gunakan sebagai sumber referensi bagi proposal karya tulis ilmiah yang sejenis pada masa yang akan datang tentang abortus inkomplit dan menambah wawasan penulis dalam melakukan penulisan karya tulis ilmiah.

42

5. Bagi Institusi Pendidikan Proposal karya tulis ilmiah ini agar dapat di jadikan sebagai bahan bacaan dan menambah referensi kepustakaan yang ada serta sebagai bahan penerapan ilmu pengetahuan tentang abortus inkomplit guna meningkatkan pengetahuan pembaca. 6. Bagi Petugas Kesehatan proposal kerya tulis ilmiah ini agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan serta menambah pengetahuan dan wawasan tentang abortus inkomplit, khususnya tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya abortus inkomplit serta referensi untuk mengadaan penyuluhan kesehatan yang berkaitan dengan abortus inkomplit.

43

DAFTAR PUSTAKA

Irmadewi, Idhe. (2013). Karya Tulis Ilmiah ; Abortus. http://susantijayadewiirma. blogspot.com/2013/07/karya-tulis-ilmiah.html. Diakses pada 8 Februari 2014 Manuaba, I.A.C. (2010). Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan Bidan. EGC. Jakarta Maryunani, Anik. (2009) Asuhan Kegawadaruratan Dalam Kebidanan. TIM. Jakarta Nazir, M. (2005). Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor Selatan Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. PT Rineka Cipta. Jakarta. Prawirohardjo, Sarwono. (2010). Ilmu Kebidanan. Bina pustaka sarwono. Jakarta. Rukiyah, A. Y & Yulianti, L. (2010). Asuhan Kebidanan IV (Patologi). Trans Info medika. Jakarta Sabri dan Hastono. (2006). Statistik Kesehatan. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Saputra. (2009). Data Sekunder Dan Data Primer. http://nagabiru86.wordpress. com /2009/06/12/data-sekunder-dan-data-primer/. (Diakses pada 26 Januari 2014). Sevilla, Consuelo, dkk. (2007). Research Methods. Rex Printing Company. Quezon City.

44

Sujiyatini. (2009). Asuhan Patologi Kebidanan. NM. Jogjakarta Wiknjosastro, Hanifa. dkk. (2006). Ilmu Kebidanan. YBP-SP. Jakarta