1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Download baby blues .Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu di. Jakarta yang dilakukanoleh dr. IrawatiSp.Kj, 25% dari 580 ibu ya...

0 downloads 761 Views 526KB Size
1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Wanita yang dapat melahirkan adalah sebuah karunia terbesar dan merupakan momen yang sangat membahagiakan. Setelah melahirkan banyak orang menganggap bahwa kehamilan adalah kodrat wanita yang harus dilalui namun kenyataannya pada wanita yang mengalami hal tersebut melahirkan dapat menjadi episode yang dramatis dan traumatis yang sangat menentukan kehidupannya, karena ibu yang mengalami stress, perasaan sedih dan takut akan mempengaruhi emosional dan sensivitas ibu pada pasca melahirkan (Suhernidkk, 2009). Wanita pada pasca persalinan perlu melakukan penyesuaian diri dalam melakukan aktivitas dan peran barunya sebagai seorang ibu di mingguminggu pertama atau bulan-bulan pertama setelah melahirkan. wanita yang telah berhasil melakukan penyesuaian diri dengan baik dapat melewati gangguan psikologis ini, tetapi sebagian lain yang tidak berhasil melakukan penyesuaian diri ini akan mengalamigangguan-gangguan psikologis, inilah yang dinamakan syndrome baby blues (Mansur, 2009). Ibu baru yang tidak mampu mengurus bayinya mengalami tanda-tanda syndrome baby blues seperti; sulit berkonsentrasi, kesepian dan perasaan

2

sedih yang mendominasi. Berdasarkan analisa 43 studi yang melibatkan lebihdari 28.000 responden, diketahui angka kejadian babyblues di Amerika Serikat pada ibu baru mencapai 14,1 % lebih tinggi dibandingkan dari negaraEropa, Australia, Amerika Selatan dan China (Themzee, 2010). Angka kejadian post partum blues di luar negeri cukup tinggi mencapai 26-85%. Secara global diperkirakan 20% wanita melahirkan menderita post partum blues. Di belanda tahun 2001 diperkirakan 2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini. Diperkirakan 50-70% ibu melahirkan menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan post partum blues, walau demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi yang baik serta dukungan dari keluarga yang cukup. Suatu penelitian di Negara yang pernah di lakukan seperti di Swedia, Australia, Italia dan Indononesia dengan menggunakan EDPS (Edinburg Postnatal Depressiob Scale) tahun 1993 menunjukkan 73% wanita mengalami post partum blues. (http://www.indocina.netdiaksestanggal 06 Agustus 2008). Wanita pada masa postpartum dianggap kebal terhadap syndrome baby blues .Menurut hasil penelitian yang dilakukan di Indonesia yaitu di Jakarta yang dilakukanoleh dr. IrawatiSp.Kj, 25% dari 580 ibu yang menjadi respodennya mengalami sindromaini. Dan dari beberapa penelitian yang telah dilakukan di Jakarta, Yogyakarta, dan Surabaya, ditemukan bahwa

3

angka kejadian syndrome baby bluest erdapat 11-30% ini merupakan jumlah yang tidak sedikit dan tidak mungkin dibiarkan begitu saja (Pangesti, 2010). Data penelitian di berbagai belahan dunia secara tegas menunjukkan 2/3 atau sekitar 50-75% wanita mengalami baby blues syndrome. Menurut The Globe Journal pada tahun 2008 ditemui hampir 70% ibu yang baru melahirkan menderita syndrome baby blues, sementara itu menurut Santoso (2009) 50% ibu-ibu di Indonesia menderita syndrome baby blues setelah melahirkan anaknya (http://www.infoibu.com, 2009). Sementara itu menurut Journal medika tahun 2009 di Indonesia saat ini terdapat hampir 80% ibu mengalami depresi pasca bersalin dan 75% diantaranya terjadi pada ibu primigravida. Ibu nifas yang mengalami postpartum blues atau syndrome baby blues terjadi Rumah Sakit Umum Daerah Koja Jakarta Utara. Rumah Sakit ini merupakan salah satu tempat pelayanan kesehatan bagi ibu nifas. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti pada 130 orang ibu nifas pada bulan April-Mei 2009, ibu yang mengalami gangguan psikologis ringan atau postpartum syndrome baby blues 30% diantaranya positif mengalami syndrome baby blues ini (Oryzae, 2010). Berdasarkan hasil wawancara yang telah di lakukan peneliti di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar di ambil 10 sampel IbuPost Partum 744 hari. Dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan 7 dari 10 orang ibu

4

mengalami Syndrome baby Blues, sedangkan 3 orang ibu lagi tidak mengalami Syndrome Baby Blues, karena banyak ibu yang belum siap menjadi seorang ibu dan kurangnya dukungan social dari keluarga. (Puskesmas Suka Makmur, 2013) Untuk itu penulis merasa tertarik untuk mengetahui tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian syndrome baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013. B. RumusanMasalah Berdasarkan uraian di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adakah“ Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Syndrome Baby Blues padaIbuPost Partum di Puskesmas Suka Makmur Tahun 2013?”. C. TujuanPenelitian 1. TujuanUmum Untuk mengetahui Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 2. TujuanKhusus a. Untuk mengetahui hubungan jenis persalinan dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum b. Untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum

5

c. Untuk mengetahui hubungan persiapan menjadi ibu dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti Dapat menambah pengetahuan dan pengalaman serta wawasan dalam melakukan penelitian selanjutnya serta sebagai penerapan ilmu yang telah didapat selamadibangku kuliah. 2. Bagi Instansi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan dalam memberikan mata kuliah yang berkaitan dengan penelitian ini. 3. Bagi ibu Post Partum Dapat menambah pengetahuan ibu post partum tentang terjadinya Syndrome Baby Blues. 4. Bagi Tenaga Kesehatan Sebagai masukan guna meningkatkan dan memaksimalkan pelayanan antenatal dengan menggunakan asuhan kebidanan tentang terjadinya Baby Blues. E. Keaslian penelitian Sepanjang penelusuran peneliti, penelitian yang berhubungan dengan Syndrom Baby Blues sebelumnya sudah pernah diteliti oleh :

6

1. DesiYusmarni (2010). Dengan judul Faktor-faktor yang berhubungan dengan syndrome baby blues pada ibu nifas di Puskesmas Darul Kamal Kecamatan Darul Kamal Kabupaten Aceh Besar tahun 2010 dengan Variabel Independen Dukungan keluarga, Paritas dan Riwayat persalinan. Populasi yang digunakan seluruh ibu nifas berjumlah 55 orang, Sampel yang digunakan yaitu total populasi sebanyak 55 orang, desain penelitian cross sectional. Dengan hasil p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan Syndrome baby blues, p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan syndrome baby blues, p<0,05 ada hubungan yang bermakna antara riwayat persalinan dengan syndrome baby blues, Yang membedakan penelitian ini dengan peneliti adalah variabel, tempat, sampel dan populasi.

7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Syndrome Baby Blues 1. Pengertian Syndrome baby blues adalah perasaan sedih yang dibawa ibu sejak hamil yang berhubungan dengan kesulitan ibu menerima kehadiran bayinya. Perubahan ini sebenarnya merupakan respon alami dari kelelahan pasca persalinan (Pieter dan Lubis, 2010). Syndrome baby blues adalah perasaan sedih yang dialami oleh ibu setelah melahirkan, hal ini berkaitan dengan bayinya. Postpartum baby blues adalah gangguan suasana hati yang berlangsung selama 3-6 hari pasca melahirkan. Syndrome baby blues ini sering terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan, dan cenderung lebih buruk pada hari ketiga dan keempat (Mansur, 2009). Baby blues atau postpartum blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah melahirkan. Suasana hati yang paling utama adalah kebahagiaan, namun emosi penderita menjadi stabil (Saleha, 2009). Baby blues syndrome atau stress pasca melahirkan merupakan suatu kondisi umum yang sering di alami oleh seorang wanita yang baru

8

melahirkan dan biasanya terjadi pada 50% ibu baru. Baby blues sendiri merupakan suatu perasaan gembira oleh kehadiran sang buah hati, namun disertai oleh perasaan cemas, kaget dan sedih sehingga dapat menimbulkan kelelahan secara psikis pada sang ibu tersebut (Melinda, 2010) Baby blues syndrome atau stress pasca persalinan, yaitu salah satu bentuk depresi yang sangat ringan yang biasanya terjadi dalam 14 hari pertama setelah melahirkan dan cenderung lebih buruk sekitar hari ketiga atau keempat pasca persalinan ( Muhammad, 2011) Postpartum Distress Syndrome atau yang juga sering disebut dengan Baby Blues Syndrome merupakan reaksi psikologis yang berupa gejala depresi postpartum dengan tingkat ringan. Syndrome ini muncul pasca melahirkan dan seringkali terjadi pada hari ketiga atau keempat pasca partum dan memuncak pada hari kelima dan keempat belas pasca melahirkan (Medicastore, 2012). Hampir sebagian besar ibu yang baru melahirkan mengalami baby blues. Sebuah kondisi depresi pasca persalinan, yang jika tidak ditangani, akan berdampak pada perkembangan anak. Baby blues syndrome atau postpartum syndrome adalah kondisi

yang dialami oleh hampir 50%

perempuan yang baru melahirkan. Kondisi ini dapat terjadi sejak hari pertama setelah persalinan dan cenderung akan memburuk pada hari

9

ketiga sampai kelima setelah persalinan. Baby blues cenderung menyerap dalam rentang waktu 14 hari terhitung setelah persalinan (Conectique, 2011) Menurut Freudental (1999) persalinan lama dan persalinan dengan seksio

saesarea

mempunyai

hubungan

yang

signifikan

dengan

kemungkinan terjadinya postpartum blues dan dari 63 perempuan yang dilakukan seksio saesarea 25% mengalami postpartum blues, dandari 52 perempuan yang melahirkan pervaginam, hanya 8% yang mengalami postpartum blues. Persalinan dengan komplikasi merupakan suatu kondisi yang tidak terduga, sehingga dapat menyebabkan gangguan secara fisik, emosi dan kognitif bagi ibu dan keluarga. Ibu yang mengalami persalinan dengan komplikasi

beresiko mengalami gangguan pada status kesehatannya,

gangguan selama periode childbearing dan mempengaruhi kemampuan ibu dalam menjalin ikatan dengan bayinya. Persalinan yang lama akan membuat ibu memiliki pengalaman persalinan yang kurang memuaskan, sehingga ibu menunjukkan citra diri yang negatif dan dapat berlanjut menjadi kemarahan yang dapat mempersulit proses adaptasi ibu terhadap peran dan fungsi barunya (Murray & Mckinney, 2001) Persalinan yang lama biasanya diakhiri dengan tindakan, antara lain persalinan dengan bantuan alat (forsep atau vacuum), penggunaan

10

analgesik epidural dan seksio sesarea. Intervensi dalam persalinan tersebut dapat meninbulkan efek jangka panjang pada ibu, yaitu dapat mengurangi kepercayaan diri ibu dalam menjalankan perannya, mengganggu proses kelekatan yang alami serta dapat meningkatkan kejadian depresi postpartum (Henderson & Jones, 2006). 2. Gejala Baby Blues Menurut Puspawardani (2011) beberapa gejala yang dapat mengindikasikan seorang ibu mengalami baby blues syndrome adalah sebagai berikut : a. Dipenuhi oleh perasaan kesedihan dan depresi disertai dengan menangis tanpa sebab. b. Mudah kesal, gampang tersinggung dan tidak sabaran. c. Tidak memiliki atau sedikit tenaga. d. Cemas, merasa bersalah dan tidak berharga. e. Menjadi tidak tertarik dengan bayi anda atau menjadi terlalu memperhatikan dan khawatir terhadap bayinya. f. Tidak percaya diri. g. Sulit beristirahat dengan tenang. h. Peningkatan berat badan yang disertai dengan makan berlebihan. i.

Penurunan berat badan yang disertai tidak mau makan.

j.

Perasaan takut untuk menyakiti diri sendiri atau bayinya.

11

Menurut Mansur (2009), gejala post partum syndrome baby blues yaitu: a.

Menangis Masa nifas adalah adaptasi yang harus dapat dilewati ibu dengan baik. Namun kadang kala bayi yang rewel membuat ibu mengalami kelelahan, sehingga ibu hanya dapat menangis.

b. Mengalami Perubahan Perasaan Awal kelahiran ibu merasakan kebanggan karena dapat melahirkan seorang bayi. Namun setelah beberapa hari merawat bayi, Ibu mengalami perubahan perasaan seperti emosi yang tinggi akibat dari kelelahan dalam merawat bayinya. c. Cemas Rasa cemas tidak dapat menjadi seoerang ibu yang baik dan tidak dapat merawat bayinya dengan baik sering melanda ibu. d. Khawatir Mengenai Sang Bayi Ibu merasa khawatir kepada bayinya karena kelelahan yang dialami ibu. e. Kesepian Ibu merasa kesepian karena dalam perawatan bayi, hanya ibu yang terlibat sedangkan suami tidak ada sama sekali.

12

f. Penurunan Gairah Seksual Kelelahan pasca persalinan, ditambah lagi dalam merawat bayi membuat ibu mengalami penurunan gairah seksual. g. Kurang Percaya Diri Ibu tidak mampu dalam merawat bayinya dengan baik karena mengalami penurunan kepercayaan diri. Menurut Conectique (2011) gejala baby blues yaitu : Menanggis tanpa sebab, berkeringat dingin, sesak nafas, sulit tidur, gelisah, tegang, binggung, merasa sendiri, sedih, tampak murung, sakit, marah, merasa bersalah dan tak berharga, punya pikiran negative pada suami, dan kehilangan nafsu makan adalah gejala umum yang biasanya dialami ibu yang mengalami baby blues ( Conectique, 2011) Menurut Pandji (2010), gejala seseorang menderita baby blues syndrome adalah terlihat secara psikologis kejiwaannya dan gejala awal sama dengan gejala stress seperti di bawah ini : a. Perasaan cemas, kwatir ataupun was-was yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menanggis tanpa ada sebab ( tidak jelas penyebabnya) b. Seringkali merasa kelelahan dan sakit kepala dalam beberapa kasus sering migren. c. Perasaan ketidakmampuan, misalnya dalam mengurus si kecil.

13

d. Adanya perasaan putus asa

Gejala postpartum blues (Novak 2005) yaitu suatu keadaan yang tidak dapat dijelaskan, merasa sedih, mudah tersinggung, gangguan pada nafsu makan dan tidur. Selanjutnya dengan kata lain, ciri-ciri post partum blues di antaranya : a.

Perubahan keadaan da suasana hati ibu yang bergantian dan sulit diprediksi seperti menangis, kelelahan, mudah tersinggung, kadang-kadang mengalami kebingungan ringan atau mudah lupa

b.

Pola tidur yang tidak teratur karena kebutuhan bayi yang baru dilahirkannya, ketidaknyamanan karena kelahiran anak, dan perasaan asing terhadap lingkungan tempat bersalin.

c.

Merasa kesepian, jauh dari keluarga, menyalahkan diri sendiri karena suasana hati yang terus berubah-ubah.

d.

Kehilangan

control

terhadap

kehidupannya

karena

ketergantungan bayi yang baru dilahirkan.

Menurut Mansur (2009) gejala biasanya bervariasi dari derajat ringan hingga berat. Adapun gejala yang biasanya muncul antara lain :

14

a. Perasaan cemas yang berlebihan, sedih, murung, dan sering menanggis. b. Sering kali merasa kelelahan dan sakit kepala. c. Perasaan ketikmampuan, misalnya dalam mengurus si kecil. Seringkali ibu yang pada awalnya mengalami baby blues syndrome kemudian berkembang menjadi lebih lama dan lebih berat intensitasnya. Apabila gejala yang terjadi telah mengganggu dalam melaksanakan tugas sehari-hari maka termasuk dalam kategori depresi pasca melahirkan, biasanya lebih sering terjadi pada wanita dengan riwayat depresi sebelumnya. Depresi pasca melahirkan disertai dengan tanda-tanda : 1.

Kelelahan yang berkepanjangan, susah tidur, dan insomnia.

2.

Hilangnya perasaan bahagia dan minat untuk melakukan halhal yang menyenangkan.

3.

Tidak memperhatikan diri sendiri dan menarik diri dari keluarga dan teman.

4.

Tidak memperhatikan atau bahkan perhatian yang berlebihan pada si kecil.

5.

Perasaan takut telah menyakiti si kecil.

6.

Tidak tertarik pada seks.

15

7.

Perasaan berubah-ubah dengan ekstrim, terganggu proses berpikir dan konsentrasi.

3.

Penyebab Baby Blues Menurut

Atus

(2008),

munculnya

baby

blues

syndrome

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: a. Dukungan social Perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan kelurga dapat berpengaruh. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu. Dukungan social adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005) Dukungan

social

adalah

perasaan

positif,

menyukai,

kepercayaan dan perhatian dari orang lain yaitu orang yang berarti dalam

kehidupan

individu

yang

bersangkutan,

pengakuan,

kepercayaan seorang dan bantuan langsung dalam bentuk tertentu (Katc dan kahn, 2000)

16

Dukungan social adalah kenyamanan, bantuan, atau informasi yang diterima oleh seseorang melalui kontak formal dengan individu atau kelompok (Landy dan Conte, 2007). Dukungan social adalah informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrap dengan subjek didalam lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan halhal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya (Kuntjoro, 2002). Dukungan social adalah keberadaan, kesedihan, keperdulian dari orang-orang yang bias diandalkan, menghargai dan menyayangi kita (Kuntjoro, 2002) b. Keadaan dan kualitas bayi Kondisi bayi dapat menyebabkan munculnya baby blues syndrome misalnya jenis kelamin bayi yang tidak sesuai harapan, bayi dengan cacat bawaan ataupun kesehatan bayi yang kurang baik. c. Komplikasi kelahiran Proses persalinan juga dapat mempengaruhi munculnya baby blues syndrome misalnya proses persalinan yang sulit, pendarahan, pecah ketuban dan bayi dengan posisi tidak normal.

17

d. Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu Kehamilan yang tidak diharapkan seperti hamil di luar nikah, kehamilan akibat perkosaan, kehamilan yang tidak terencana sehingga wanita tersebut belum siap untuk menjadi ibu. Kesiapan menyambut kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan. Seorang wanita memandang

kehamilan

sebagai

suatu

hasil

alami

hubungan

perkawinan, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan, tergantung dengan keadaan. Sebagian wanita lain menerima kehamilan sebagai kehendak alam dan bahkan pada beberapa wanita termasuk banyak remaja, kehamilan merupakan akibat percobaan seksual tanpa menggunakan kontrasepsi. Awalnya mereka terkejut ketika tahu bahwa dirinya hamil, namun seiring waktu mereka akan menerima kehadiran seorang anak (Bobak, 2004 ; 126) e. Stresor psikososial Faktor psikososial seperti umur, latar belakang sosial, ekonomi, tingkat pendidikan dan respon ketahanan terhadap stresor juga dapat mempengaruhi baby blues syndrome. f. Riwayat depresi atau problem emosional lain sebelum persalinan Seorang dengan riwayat problem emosional sangat rentan untuk mengalami baby blues syndrome.

18

g. Hormonal Perubahan kadar hormon progresteron yang menurun disertai peningkatan hormon estrogen, prolaktin dan kortisol yang drastis dapat mempengaruhi kondisi psikologis ibu. h. Budaya Pengaruh budaya sangat kuat menentukan muncul atau tidaknya baby blues syndrome. Di Eropa kecenderungan baby blues syndrome lebih tinggi bila dibandingkan di Asia, karena budaya timur yang lebih dapat menerima atau berkompromi dengan situasi yang sulit daripada budaya barat.

Menurut Suririnah (2008) Penyebab munculnya baby blues syndrome antara lain: 1. Perubahan hormone 2. Stress 3. ASI tidak keluar 4. Kelelahan pasca melahirkan, dan sakitnya akibat operasi 5. Suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri maupun persoalan lainnya dengan suami 6. Problem dengan orangtua dan mertua 7. Takut kehilangan bayi 8. Sendirian mengurus bayi, tidak ada yang membantu.

19

9. Bayi sakit 10. Rasa bosan si Ibu Menurut Saleha (2009), beberapa factor predisposisi terjadinya penyebab baby blues adalah sebagai berikut : a.

Perubahan hormonal. Hormon terkait dengan terjadinya derpresi baby blues adalah prolaktin, steroid, progesterone dan estrogen.

b.

Masalah medis dalam kehamilan seperti pregnancy-induced hypertention (PIH), diabetes mellitus atau disfungsi steroid.

c.

Riwayat derpresi, penyakit mental dan alcoholic, baik pada diri ibu maupun dalam keluarga.

d.

Karakter

pribadi

seperti

harga

diri

rendah

ataupun

ketidakdewasaan. e.

Marital dysfunction ataupun ketidakmampuan membina hubungan dengan orang lain yang mengakibatkan kurangnya support system.

f.

Marah dengan kehamilannya (unwanted pregnancy)

g.

Merasa terisolasi

h.

Kelemahan,

gangguan

tidur,

ketakutan

terhadap

masalah

keuangan keluarga, dan melahirkan anak dengan kecacatan ata penyakit.

20

4.

Faktor-faktor Terjadinya Syndrome Baby Blues Menurut Sujiyatini dkk (2010), faktor-faktor yang menyebabkan post partum syndrome baby blues yaitu: a. Faktor hormonal berupa perubahan kadar estrogen, progeteron, prolaktin dan estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara bermakna setelah melahirkan ternyata estrogen memiliki efek serupsi aktifitas enzim non adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. b. Ketidaknyamanan fisik yang dialami wanita menimbulkan gangguan pada emosional seperti payudara bengkak, nyeri jahitan dan rasa mules. c. Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan fisik dan emosional yang kompleks. d. Faktor post partum syndrome baby blues umum dan paritas (jumlah anak). e. Pengalaman

dalam

proses

kehamilan

dan

persalinan.

f. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan gangguan kejiwaan sebelumnya, social ekonomi.

21

g. Stres yang dialami ibu dalam keluarga karena banyak kebutuhan ditambah ekonomi keluarga semakin memburuk. h. Kelelahan pasca persalinan juga dapat mempengaruhi psikologis ibu. i. Rasa memiliki bayi yang terlalu dalam sehingga timbul rasa takut yang berlebihan akan kehilangan bayinya.

Para pakar kesehatan sepakat bahwa ada empat faktor penyebab baby blues (www.pregnancy.com, 2008)yaitu : a. Hormonal Usia bersalin, kadar hormon kortisol (hormon pemicu stres) pada tubuh ibu naik hingga mendekati kadar orang yang sedang mengalami depresi. Di saat yang sama hormon laktogen dan prolaktin yang memicu produksi ASI sedang meningkat. Pada saat yang sama kadar progesteron sangat rendah. Pertemuan kedua hormon ini akan menimbulkan keletihan fisik pada ibu dan memicu depresi. b. Psikologis Berkurangnya perhatian keluarga, terutama suami karena semua perhatian tertuju pada anak yang baru lahir. Setelah persalinan si ibu yang merasa lelah dan sakit pascapersalinan membuat ibu membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap penampilan fisik si kecil

22

karena tidak sesuai dengan yang diinginkan juga bisa memicu baby blues. c. Fisik Keluhan fisik karena aktivitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok, dan menimang sepanjang hari bahkan tak jarang di malam buta sangatlah menguras tenaga. Dan jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang lain. d. Sosial Si ibu merasa sulit menyesuaikan diri dengan peran baru sebagai ibu. Dan kini gaya hidupnya akan berubah dratis. Anda merasa dijauhi oleh lingkungan dan merasa akan terasa terikat terus pada si kecil. 5.

Pencegahan baby blues Menurut pandji (2010), tindakan atau meminimalisasikan baby blues syndrome adalah dengan cara berikut : a. Mempersiapkan jauh-jauh hari kelahiran yang sehat, ibu yang hamil dan suaminya harus benar-benar di persiapkan dari segi kesehatan janin pada saat kehamilan, mental, financial dan social. b. Adanya pembagian tugas antara suami dan istri pada saat proses kehamilan berlangsung.

23

c. Tanamkan pada benak ibu hamil bahwa anak adalah anugrah ilahi yang akan membawa berkah dan menambah jalinan cinta kasih di tengah-tengah keluarga. d. Bersama-sama istri merajut suatu kepercayaan dan keyakinan dengan adanya anak karier kita akan terus berjalan. e. Merencanakan mempekerjakan pembantu untuk membantu mengurus dan merawat bayi dan pekerjaan rumah tangga pasca ibu melahirkan

Menurut Conectique (2011), pencegahan baby blues dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Mintalah bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu anda mengurus si kecil. b. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh istirahat dan tidur yang cukup. Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah melahirkan, bias mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis. c. Hindari makanan manis serta makanan dan minuman yang mengandung

kafein.

Karena

kedua

makanan

ini

berpotensi

memperburuk depresi. d. Konsumsilah makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan segar.

24

e. Cobalah berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya. Dukungan dari mereka bias membantu anda mengurangi depresi. 6.

Adaptasi Psikologi Menurut Jhaquin (2010), menjalani adaptasi psikologis setelah melahirkan ibu akan mengalami fase-fase berikut ini: a. Fase taking in yaitu periode ketergantungan yang berlangsung pada hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada saat itu fokus perhatian ibu terutama pada diri sendiri. Pengalaman sering berulang diceritakannnya hal ini membuat ibu cenderung menjadi pasif terhadap lingkungan. b. fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3 -10 hari setelah melahirkan. Pada fase ini ibu merasa khawatir akan ketidakmampuannya dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Pada fase ini ibu memerlukan dukungan dan meruapakan kesempatan yang baik menerima berbagai penyuluhan dalam merawat diri dan bayinya sehingga timbul percaya diri. c. fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merawat diri dan bayinya sudah meningkat. Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan

25

bayinya keadaan ini disebut baby blues. Jika hal ini terjadi disarankan untuk melakukan hal-hal berikut ini: 1. Minta

bantuan

suami

membutuhkan istirahat 2.

untuk

keluarga

yang

menghilangkan

lain,

dukungan

dan

jika

kelelahan.

Beritahu suami mengenai apa yang sedang ibu Mintalah

3.

atau

rasakan.

pertolongannya.

Buang rasa cemas dan kekhawatirannya akan kemampuan merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya diri.

4. Carilah suatu hiburan dan luangkan waktu sedikit intuk diri sendiri agar lebih tenang. B. Ibu Post partum 1.

Definisi Masa nifas (postpartum/puerperium) berasal dari bahsa latin yaitu dari kata “puer” yang artinya bayi dan “parous” yang berarti melahirkan. Yaitu masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama pada masa ini berkisar 6-8 minggu (Sujiyatini, 2010). Masa nifas dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika organ-organ reproduksi kembali seperti keadaan sebelum hamil. Jadi masa nifas adalah masa kembalinya organ reproduksi sperti keadaan

26

sebelum hamil dalam waktu 6 minggu setelah melahirkan (Mansur, 2009). Menurut Sujiyanti (2010), masa nifas terdiri dari 3 tahapan yaitu: a.

Puerperim dini, yaitu masa kepulihan dimana ibu diperbolehkan mobilisasi jalan.

b.

Pueperium intermedial, yaitu masa kepulihan alat-alat genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.

c.

Remote puerperium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna yang berlangsung sekitar 3 bulan. Tapi bila selama hamil maupun bersalin ibu mempunyai komplikasi masa ini bisa berlangsung lebih lama sampai tahunan.

2. Tujuan Masa Nifas (Postpartum) Menurut Mansur (2010), tujuan dari pemberian asuhan pada masa nifas ini adalah : a. Memulihkan dan mempertahankan kesehatan fisik ibu dengan

mobilisasi

bertahap, menjaga kebersihan, mencegah terjadinya anemi. b. Memulihkan dan mempertahankan kesehatan psikologis ibu dengan memberi dukungan dan memperkuat keyakinan ibu dalam menjalankan peran ibu. c. Mencegah terjadinya komplikasi selama masa nifas dan bila perlu melakukan pengobatan ataupun rujukan

27

d. Meperlancar dalam pembentukan ASI e. Memberikan konseling informasi dan edukasi/KIE pada ibu dan keluarganya tentang perubahan fisik dan tanda-tanda infeksi, pemberian, ASI, asuhan pada diri sendiri, gizi seimbang, kehidupan seksual dan kontrasepsi sehingga ibu mampu merawat dirinya dan bayinya secara mandiri selama masa nifas. 3. Perubahan Fisiologis Dalam Masa Nifas Menurut Maryunani (2009), pada masa nifas terjadi perubahanperubahan anatomi dan fisiologis pada ibu. Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan terbalik. Banyak faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga kesehatan baik dokter, bidan, maupun perawat ikut membentuk respon ibu terhadap bayinya selama masa nifas. Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap ibu, bayi dan keluarganya, seorang bidan dan perawat harus memahami dan memiliki penegetahuan tentang perubahan-perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas ini dengan baik.

28

Berikut ini adalah perubahan –perubahan dalam sistem reproduksi yaitu : a. Proses Involusi Involusi

atau

pengerutan

uterus

merupakan

suatu

proses

kembalinya uterus kedalam keadaan sebelum hamil. Proses involusi merupakan salah satu peristiwa penting dalam masa nifas, disamping proses laktasi (pengeluaran ASI). b. Kontraksi Kontraksi uterus terus meningkat secara bermakna setelah bayi keluar, yang diperkirakan terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intra uterin yang sangat besar. c. Afterpains Dalam minggu pertama sesudah bayi lahir, mungkn ibu mengalami kram/mules pada abdomen yang berlangsung sebentar, mirip sekali dengan kram pada waktu periode menstruasi. d. Tempat Plasenta Dengan involusi uterus ini, maka lapisan luar decidua yang mengelilingi tempat/situs plasenta akan menjadi nekrotik (layu/mati)

29

e. Lokia Lokia adalah darah dan cairan yang keluar dari vagina selama masa nifas yang terdiri atas 3 jenis yaitu :lokia rubra/kurenta (merah), lokia serosa, lokia alba (putih). 4. Kunjungan Masa Nifas Kunjungan Masa NifasMenurut Eni Ambarwati, (2008) sebagai berikut : 1. Kunjungan pertama (6-8 jam setelah persalinan) a. Mencegah perdarahan masa nifas karena antonia uteri b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain pada perdarahan, rujuk bila perdarahan c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga bagaiman mencegah perdarahan masa nifas karena antonia uteri d. Pemberian ASI awal e. Melakukan hubungan ibu dan bayi (bounding Attachement) f. Menjaga bayi tetap sehat dengan mencegah hipotermi 2. Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan) a. Memastikan involusi uteri berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat

30

d.

Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan tanda-tanda penyulit

e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari 3. Kunjungan ke-3 (2 minggu setelah persalinan) a. Memastikan involusi berjalan normal : uterus berkontraksi fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal. b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal c.

Memastikan ibu mendapat cukum makanan, cairan dan istirahat

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperliahtkan tanda-tanda penyulit e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, perawatan tali pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari 4. Kunjungan ke -4 (6 minggu setelah persalinan) a. Menanyakan kepada ibu mengenai penyulit-penyulit ya ibu dan bayi alami b. Memberikan konseling KB secara dini.

31

BAB III KERANGKA KONSEP A. Kerangka Konsep Menurut Atus (2008), munculnya baby blues syndrome dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain: Dukungan Sosial, Keadaan dan kualitas bayi, Komplikasi kelahiran, Persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu, Stresor psikososial, Hormonal dan Budaya. Menurut Henderson & Jones (2006) Persalinan yang lama biasanya diakhiri dengan tindakan, antara lain persalinan dengan bantuan alat (forsep atau vacuum), penggunaan analgesik epidural dan seksio sesarea dapat meningkatkan kejadian syndrome baby blues

Variabel Independent

Variabel Dependen

Jenis Persalinan Kejadian Syndrom Baby Blues

Dukungan Sosial Persiapan untuk menjadi ibu

Gambar 1. KerangkaKonsep

32

33

C. Hipotesis Ha :

Ada hubungan Jenis Persalinan dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013

Ha :

Ada hubungan Dukungan Social dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013

Ha :

Ada hubungan Persiapan untuk menjadi ibu dengan kejadian Syndrome Baby Blues pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013

34

BAB IV METEDOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain crossectional yaitu suatu desain penelitian yang dilakukan dimana pengumpulan data untuk variable dependen dan variable independen dikumpulkan pada waktu bersamaan dimana untuk mengetahui faktorfaktor yang berhubungan dengan kejadian Syndrom Baby Blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013. B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. TempatPenelitian Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013. 2. WaktuPenelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 21-26 Agustus 2013 C. Populasi dan Sample 1. Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu post partum 7 – 44 hari yaitu 45 orang ibu

35

2. Sampel Untuk pengambilan sample menggunakan total populasi yaitu semua responden dijadikan sampel yaitu sebanyak 45orang ibu D. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder Data primer yaitu data yang di peroleh langsung untuk peneliti yang berada di Puskesmas Suka Makmur Tahun 2013 dengan menggunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah di siapkan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan, Provinsi, Kabupaten, Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013, serta referensi yang berkaitan dengan penelitian. E. InstrumenPenelitian Instrumen yang di gunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisi 24 pertanyaan yang terdiridari 10 pertanyaan syndrome baby blues Ada bila x≥̅ dan Tidak ada bilax< ̅ , 1 pertanyaan jenis persalinan yaitu normal dan tindakan, 6 pertanyaan dukungan social ada bila x≥ ̅ dan tidak ada bila x< ̅ , 7 Pertanyaaan persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu yaitu ada bila menjawab x< ̅ dan tidak ada bila menjawab x≥ ̅

36

F. Pengolahan Data 1. Menurut Notoadmodjo, (2005) pengolahan data dilakukan dengan memakai teknik manual, pelaksanaannya dilakukan sebagai berikut : a. Editing yaitu langkah ini bertujuan agar data yang di peroleh dapat di olah dengan baik untuk mendapatkan informasi yang tepat b. Coding yaitu setelah dilakukan pengecekan diberikan kode atas jawaban yang disajikan dalam kuesioner c. Tranfering yaitu data yang telah diberi kode disusun secara berurutan mulai dari responden pertama sampai responden terakhir untuk dimasukkan dalam tabel . d. Tabulating yaitu data yang dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk table distribusi frekwensi. G. Analisa Data Analisa data dilakukandengan computer menggunakan program Statistical Package For Social Science (SPSS) versi 16.0.Analisa data dilakukansecarastatistikanalitik.

37

Analisa data yang dilakukanmeliputi : 1.

Analisa Univariat Analisa Univariat dilakukan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari variable independen.

P=

x100%

Keterangan : P =Angkapersentase f =Frekuensijawabansampel n =Banyaknyasampel 2. Analisa Bivariat Untuk mengetahui pengaruh masing-masing variable independen terhadap variable dependen digunakan uji chi-square (X2)

X2 = Dimana : X2

= Nilai chi square

O

= Nilaiobservasi

E

= Nilaiekpektaasi (harapan)

38

Penilaian dilakukan sebagai berikut : a. Jika p value > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan variable dependen dengan variable independen b. Jika p value ≤ 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan variable dependen dengan variable independen Ketentuan yang berlakuadalah : a. Bila pada table 2x2 dijumpainilai E (harapan) kurangdari 5, maka uji yang digunakan adalah fisher exact b. Bila pada table 2x2 dan tidak ada nilai E<5, maka uji yang dipakai sebaiknya continuity correction c. Bila tabelnya lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3, ddl. Maka gunakan uji pearson chi square d. Uji Likelihood ratio dan linear-by-linear asssociaton, biasanya digunakan untuk keperluan lebih spesifik misalnya untuk analisis stratifikasi pada bidang epidemologi dan juga untuk mengetahui hubungan linier antara dua variable katagorik, sehingga kedua jenis ini jarang digunakan ( Triyuliana, 2007).

39

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Suka Makmur memiliki luas wilayah kerja 10.600 H, sedangkan luas wilayah Puskesmas tersebut ± 3.000 m2 dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :  Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Simpang Tiga  Sebelah Timur berbatasan dengan kecamatan Kuta Malaka dan kecamatan Montasik  Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ingin Jaya  Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Indrapuri dan Kecamatan Leupong. Wilayah kerja Puskesmas Suka Makmur adalah 35 desa dan mempunyai jumlah penduduk 13.400 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 6.978 jiwa dan perempuan 6.422 jiwa. Dengan jumlah kepala keluarga 3.581 KK, sesuai data 2013.

B. Hasil Penelitian Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar , dengan jumlah responden 45 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara

40

membagikan kuesioner yang berisi 24 pertanyaan tentang kejadian baby blues, jenis persalinan, dan dukungan sosial serta persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut : 1. Analisa Univariat a. Syndrom Baby Blues Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Syndrom Baby Blues pada Responden di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. Syndrom Baby Blues

Frekuensi

Persentase (%)

25 20

55,6 44,4

Total 45 Sumber : Data Primer (Tahun 2013)

100

1 2

Ada Tidak

Berdasarkan tabel 5.1 dapat dilihat bahwa dari 45 responden mayoritas berada pada kategori ada mengalami syndrom baby blues yaitu sebanyak 25 responden (55,6 %). b. Jenis Persalinan Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Jenis Persalinan pada Responden di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. 1 2

Jenis Persalinan Tindakan Normal

Frekuensi 16 29

Persentase (%) 35,6 64,4

Total

45

100

Sumber : Data Primer (Tahun 2013)

41

Berdasarkan tabel 5.2 dapat dilihat bahwa dari 45 responden mayoritas berada pada kategori jenis persalinan normal yaitu sebanyak 29 responden (64,4 %). c. Dukungan Sosial Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Dukungan Sosial pada Responden di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. 1 2

Dukungan Sosial Tidak Ada Ada

Frekuensi 25 20

Total 45 Sumber : Data Primer (Tahun 2013)

Persentase (%) 55,6 44,4 100

Berdasarkan tabel 5.3 dapat dilihat bahwa dari 45 responden mayoritas berada pada kategori tidak ada dukungan sosial yaitu sebanyak 25 responden (55,6 %). d. Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu pada Responden di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu 1 Tidak Ada 2 Ada

Frekuensi

Persentase (%)

23 22

51,1 48,9

45

100

Total Sumber : Data Primer (Tahun 2013)

42

Berdasarkan tabel 5.4 dapat dilihat bahwa dari 45 responden mayoritas berada pada kategori tidak ada persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu yaitu sebanyak 23 responden (51,1 %). 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Tabel 5.5 Hubungan Jenis Persalinan Dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No.

Jenis Persalinan

Syndrom Baby Blues Ada Tidak f % f % 13 81,3 3 18,8

f 16

% 100

29

100

1

Tindakan

2

Normal

12

Total

25

41,4

17 20

58,6

Total

p_ Value

0,024

45

Sumber : Data Primer (Tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.5 dapat dilihat bahwa dari 29 responden yang mengalami jenis persalinan normal dan tidak mengalami syndrome baby blues sebanyak 58,6%, dan dari 16 responden yang memiliki jenis persalinan dengan tindakan dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 81,3% Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,024. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan

43

jenis persalinan dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar.

b. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Tabel 5.6 Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. Dukungan Sosial 1

Tidak Ada

2 Ada Total

Syndrom Baby Blues Ada Tidak f % f % 18 72 7 28

F 25

% 100

7

20

100

25

35

13

65

20

Total

p_ Value

0,029

45

Sumber : Data Primer (Tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.6 dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang tidak ada dukungan sosial dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 72%, dan dari 20 responden yang ada dukungan sosial dan tidak ada mengalami syndrome baby blues sebanyak (65%) Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,029. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan dukungan sosial dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar.

44

c. Hubungan Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Tabel 5.7 Hubungan Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu Dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar Tahun 2013 No. Persiapan persalinan dan menjadi ibu 1 Tidak ada 2 Ada Total

Syndrom Baby Blues Total Ada Tidak f % f % f % 17 73,9 6 26,1 23 100 8 25

36,4 14 20

63,6 22 45

100

p_ Value

0,025

Sumber : Data Primer (Tahun 2013) Berdasarkan tabel 5.7 dapat dilihat bahwa dari 23 responden yang tidak ada persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 73,9%, dan dari 22 responden yang ada persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dan tidak ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 63,6%. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,025. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar.

45

C. Pembahasan 1. Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 29 responden yang memiliki jenis persalinan normal dan tidak mengalami syndrome baby blues sebanyak 58,6% , dan dari 16 responden yang memiliki jenis persalinan dengan tindakan dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 81,3%. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,024. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan jenis persalinan dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar. Persalinan merupakan proses pergerakan keluarnya janin, plasenta, dan membran dalam rahim melalui jalan lahir. Proses ini berawal dari pembukaan dan dilatasi serviks sebagai akibat kontraksi uterus dengan frekuensi, durasi, dan kekuatan yang teratur (Rohani, 2011). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa persalinan lama dan persalinan tindakan (seksio saesarea, dll) mempunyai hubungan signifikan dengan kemungkinan terjadinya post partum blues (Freudenthal, 1999).

46

Menurut asumsi peneliti, jenis persalinan adalah cara bagaimana seorang ibu melewati suatu proses persalinan, baik itu dengan cara yang normal (pervaginam) ataupun dengan tindakan (seksio saesarea, dll). Persalinan dengan tindakan

biasanya

dipilih karena

adanya

faktor

resiko

yang

dapat

membahayakan kondisi ibu maupun kondisi janin yang akan dilahirkan. Kondisi seperti ini sangat memungkinkan meningkatkan tingkat stress si ibu. Sehingga ibu post partum dengan jenis persalinan dengan tindakan akan lebih beresiko mengalami syndrom baby blues dibandingkan dengan ibu yang melahirkan secara normal. 2. Hubungan Dukungan Sosial dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa dari 25 responden yang tidak ada dukungan sosial dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 72% , dan dari 20 responden yang ada dukungan sosial dan tidak ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 65%. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,029. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan dukungan sosial dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar.

47

Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberikan kepada individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (As’ari, 2005). Hasil penelitian ini sejalan dengan teori bahwa Katc dan Kahn (2000), bahwa perhatian dari lingkungan terdekat seperti suami dan keluarga dapat berpengaruh terhadap terjadinya syndrome baby blues. Dukungan berupa perhatian, komunikasi dan hubungan emosional yang hangat sangat penting. Dorongan moral dari teman-teman yang sudah pernah bersalin juga dapat membantu. Menurut peneliti, dukungan sosial merupakan respon ataupun sikap yang ditunjukkan oleh lingkungan sekitar ibu post partum terhadap ibu post partum tersebut. Dengan adanya dukungan sosial dari orang-orang terdekat akan sangat membantu ibu post partum dalam menghadapi dan melewati hari-hari pertama pasca persalinan sehingga dapat mencegah terjadinya syndrome baby blues. Begitu juga sebaliknya, ibu post partum yang tidak mendapatkan dukungan sosial maka akan lebih beresiko mengalami syndrome baby blues disebabkan karena tidak adanya perhatian dan tempat berbagi untuk melewati hari-hari pertama pasca persalinan.

48

3. Hubungan Persiapan untuk Persalinan dan menjadi Ibu dengan Kejadian Syndrom Baby Blues Pada Ibu Post Partum Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa dari 23 responden yang tidak ada persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dan ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 73,9% dan dari 22 responden yang ada persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dan tidak ada mengalami syndrome baby blues sebanyak 63,6%. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi-square dengan tingkat kemaknaan (α) = 0,05 dan nilai p value = 0,025. Sehingga didapat kesimpulan bahwa p < 0,05 yang artinya Ha diterima atau terdapat hubungan persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu dengan dengan kejadian syndrom baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar. Persiapan menyambut kehamilan dicerminkan dalam kesiapan dan respon emosionalnya dalam menerima kehamilan hingga persalinan dan menjadi ibu. Seorang wanita memndang kehamilan sebagai hasil alami hubungan perkawinan, baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan, tergantung dengan keadaan (Bobak, 2004) Hasil penelitian ini sejlan dengan teori yang disampaikan oleh Bobak (2004) bahwa dengan kehamilan yang diharapkan maka seorang ibu akan semakin siap untuk persalinan dan menjadi ibu. Namun, beda halnya dengan ibu yang hamil akibat kekerasan atau pun perkosaan yang menyebabkan tidak

49

adanya kesiapan untuk persalinan dan menjadi seorang ibu, sehingga akan semakin meningkatkan tingkat stress yang dialami yang dapat menyebabkan terjadinya syndrome baby blues. Menurut peneliti, persiapan untuk persalinan dan menjadi ibu akan sengat menentukan apakan sesorang mengalami syndrome baby blues atau tidak, dengan adanya persiapan yang baik maka ibu post partum akan mampu menghadapi masa pasca persalinannya dengan baik tanpa adanya gangguan syndrome post partum.

50

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan Setelah dilakukan penelitian dan uji statistik tentang hubungan proses persalinan dengan kejadian syndrome baby blues pada ibu post partum di Puskesmas Suka Makmur Aceh Besar, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Ada hubungan jenis persalinan dengan kejadian syndrome baby blues pada ibu post partum 2. Ada hubungan dukungan sosial dengan kejadian syndrome baby blues pada ibu post partum 3. Ada hubungan persiapan persalinan dan menjadi ibu dengan kejadian syndrome baby blues pada ibu post partum

B. Saran 1. Bagi Peneliti Diharapkan dengan adanya penelitian ini, dapat menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam bidang penelitian, sehingga dapat dijadikan bahan untuk menambah ilmu yang dimiliki peneliti untuk melakukan penelitian selanjutnya

51

2. Institusi Pendidikan Diharapkan bagi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan U’Budiyah khususnya Program Studi D-III Kebidanan, agar hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan untuk menambah khasanah ilmu kesehatan terutama tentang syndrome baby blues serta dapat dijadikan bahan bacaan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa kebidanan. 3. Bagi Ibu Post Partum Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah informasi dan pengetahuan masyarakat tentang syndrome baby blues sehingga dapat mencegah terjadinya baby blues. 4. Bagi Tenaga Kesehatan Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai tolak ukur dalam menilai tingkat pelayanan kesehatan dan bahan kajian serta informasi bagi tenaga kesehatan sehinggga dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada ibu post partum untu dapat menurunkan angka kejadian baby blues.