1 BUDAYA GOTONG-ROYONG MASYARAKAT DALAM

Download 29 Mei 2013 ... Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.1 , Mei 2013. 1. Budaya Gotong- Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini1. O...

0 downloads 550 Views 908KB Size
Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No.1 , Mei 2013

Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini1 Oleh Tadjuddin Noer Effendi2 Abstrak Artikel ini menguraikan tiga isu pokok: gotong royong sebagai perasan dari Pancasila dan penerapannya dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari, gotong royong mengandung beberapa unsur-unsur modal sosial serta kondisi masyarakat kontemporer yang berada dalam situasi kekacauan sosial karena lemahnya penerapan nilai-nilai gotong royong dalam interaksi sosial. Diduga perubahan sosial yang cepat serta kuatnya tekanan dari luar, terutama ideologi liberal yang berdasarkan individualis memenjadi penyebab kekacauan sosial. Agenda ke depan untuk menguatkan kembali budaya gotong royong juga dibahas dalam tulisan ini. Kata kunci: Gotong-royong, Pancasila, Modal Sosial, Perubahan Sosial Abstract This article examines three main issues: gotong royong as a derivation of Pancasila, its application in social interaction of daily life, gotong royong comprises some elements of social capital and later the chaotic conditions of contemporary society partly due tolack of the practices of gotong royong values in social interaction. It is argued that rapid social change and the strong influence of external pressure, especially liberal ideology based on individualism is determined the chaotic situation. Further agendas to vitality the culture of gotong royong arealso discussed in this article. Keywords: Gotong-royong, Pancasila, Social Capital, Social Change

A. Pendahuluan

masyarakat adalah gotong-royong dan nilai-nilai modal sosial. Uraian ini bertujuan menunjukkan

Artikel ini berusaha menguraikan tiga pokok bahasan.

Pertama,

membahas

bahwa budaya gotong-royong sebagai sebuah nilai

gotong-royong

moral (values) mempunyai akar filosofis dalam

sebagai perasan pancasila. Bahasan bertujuan untuk

kajian akademis. Ditunjukkan bahwa dalam budaya

menjawab pertanyaan yang sering muncul dalam masyarakat

bagaimana

menerapkan

gotong royong melekat nilai-nilai modal sosial yang

Pancasila

diperlukan untuk kemajuan dan mensejahterakan

dalam interaksi sosial kehidupan sehari-hari. Salah

masyarakat. Ketiga, ditelaah secara singkat situasi

satu praksis Pancasila dalam relasi sosial kehidupan

1 Draft awal

artikel ini dipersiapkan untuk bertujuan menunjukkan bahwa budaya seminar “Peringatan Bulan Bakti Gotong Royong Masyarakat”dilaksanakan oleh Kementerian Dalam gotong royong sebagai sebuah nilai Negeri RI, Direktur Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, 29 Mei 2013 di Banjarmasin. 2

Tadjuddin Noer Effendi adalah Guru Besar Sosiologi, Fisipol UGM.

1

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

interaksi sosial masyarakat kontemporer. Fokus

disampaikan oleh seluruh peserta dalam sidang

bahasan

ini

selama 29 Mei -1 Juni 1945. Sejak hari pertama satu

masyarakat terindikasi mengalami kekacauan sosial

per satu anggota BPUPK menyampaikan gagasan,

karena dalam relasi sosial meninggalkan semangat

ide dan pandangan secara terbuka tentang dasar

dan nilai-nilai gotong royong. Terakhir didiskusikan

Indonesia merdeka. Tetapi tidak semua peserta

yang perlu dilakukan untuk menguatkan kembali

sidang

budaya gotong royong sebagai modal sosial dalam

menyampaikan ada beberapa yang naskah asli

meraih kesejahteraan bersama.

belum ditemukan. Dari naskah pidato para peserta

diarahkan

bahwa

akhir-akhir

menyampaikan

pidato.

Dari

yang

sidang, gagasan, ide dan pandangan dasar Indonesia merdeka dapat dikelompok ke dalam tiga besar4,

B. Gotong-Royong sebagai Perasaan Pancasila

yakni dasar Kebangsaan, dasar Agama Islam dan dasar Jiwa Asia Timur Raya.

Catatan sejarah saat detik-detik kemerdekaan

Selain itu, ada seorang anggota Supomo, dalam

Indonesia ketika para pemimpin bangsa sedang

pidato mengajukan gagasan integralistik.5 Supomo

merumuskan

menyampaikan bahwa:

dasar

Indonesia

merdeka,ada

pembelajaran penting yang perlu dicatat bahwa

”Menurut faham integralistik negara tidak untuk

Pancasila lahir melalui proses demokrasi partisipatif

menjamin kepentingan seseorang atau golongan,

bersifat musyawarah dan mufakat. Menelusuri

akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat

catatan notulen sidang anggota Badan Oentoek

seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu

Menyelidiki Oesaha-oesaha Persiapan Kemerdekaan

susunan masyarakat yang integral, segala golongan,

(BPUPK) yang anggotanya terdiri dari 67 orang

segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat

dapat kita jadikan rujukan bagaimana demokrasi

satu

partisipatif berlangsung. BPUPK resmi dibentuk

atau

pertama, ketua BPUPK Dr.

negara

“Apa dasar Negara

untuk

disiapkan

paling

besar,

tidak

menganggap

menjamin

keselamatan

hidup

bangsa

seluruhnya sebagai persatuan yang tidak dapat

Indonesia merdeka?” Pertanyaan ini menjadi inti diminta

yang

kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi

Rajiman mengajukan pertanyaan kepada seluruh

yang

persatuan

memihak kepada sesuatu golongan yang paling kuat,

dari tanggal 10-17 Juli 1945. Dalam pidato

pidato

merupakan

penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak

tanggal 1 Juni 1945 dan sidang kedua berlangsung

peserta sidang:

dan

negara yang berdasar aliran pikiran integral ialah

berlangsung. dari tanggal 29 Mei sampai dengan

anggota

lain

masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam

tanggal 29 April 1945.3 Masa sidang pertama

pembukaan sidang

sama

dipisah-pisahkan.”6

dan

A.B.Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha Persiapan Kemerdekaan, Jakarta, Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal.10.

Ibid hal. 75 Op.Cit, Kusuma, hal.124-125 6 Menurut catatan Kusuma (2004, 16-17) Supomo telah meninggalkan ide intergralistik sejak tanggal 11 Juli 1945 saat mulai menyusun UUD 1945. Tetapi ide ini 4

3

5

2

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Dalam menyampaikangagasan dasar Indonesia

Sukarno mengatakan bahwa pidato sebelum tanggal

merdeka itu, ada 2 orang anggota BPUPK, Susanto

1 Juni belum ada anggota secara sistematis dan

Tirtodirodjo dan Supomo, secara tegas dalam

argumentatif menjawab pertanyaan yang diajukan

pidatonya

faham

Ketua BPUPK: Apa dasar Indonesia merdeka?

Liberalisme dan sistem Demokrasi Barat7, alasan

Sukarno selain menjawab dan mengkritisi pidato

penolakan adalah:

yang telah disampaikan peserta sidang juga

menyampaikan

menolak

mengajukan konsep dan gagasan dasar Indonesia merdeka yakni lima sila atau Pancasila. Pidato ini

“Liberalisme seperti yang diterapkan di Eropa Barat

kemudian disepakati sebagai lahirnya Pancasila.

bersifat perseorangan. Sifat individual ini mengenai

Menurut Mohamad Hatta8, pidato Sukarno itu

segala lapangan hidup (sistem undang-undang,

dikatakan sebagai bersifat kompromis, dapat

ekonomi dll) memisah-misahkan manusia sebagai

menghilangkan pertentangan yang mulai menajam

seseorang dari masyarakatnya, mengasingkan diri

antara gagasan yang mengusulkan Negara Islam dan

dari segala pergaulan yang lain. Seseorang manusia

para peserta sidang yang menghendaki dasar negara

dan negara dianggap sebagai seseorang pula, selalu

sekuler, bebas dari corak agama.

mencari jalan untuk merebut kekuasaan dan

Dalam

kekayaan benda-benda segala-galanya menimbulkan

pidatonya,

menyampaikan

imperialisme dan sistem yang memeras membikin

pertama

bahwa

kali

pidato

Sukarno

yang

telah

disampaikan oleh para anggota BPUPK bukan

kacau balaunya dunia lahir dan batin. Sifat demikian

gagasan

harus kita jauhkan dari pembangunan negara

dasar

Indonesia

merdeka.

Menurut

pandangan Sukarno yang diminta oleh Ketua BPUPK

Indonesia.”

ialah dalam bahasa Belanda Philosofische Grondslag (Dasar falsafah) Indonesia Merdeka. Philosofische Meskipun para anggota BPUPK telah menyampaikan

Grondslag itulah fundamen, filsafat, pikiran yang

pidato dan mengajukan beberapa gagasan dasar

sedalam-dalamnya, jiwa, hasrat, yang sedalam-

Indonesia merdeka tetapi belum ada yang secara

dalamnya untuk di atasnya didirikan gedung

sistematis

Indonesia

mengajukan

ide

dan

memberikan

Merdeka

yang

kekal

dan

abadi.

jawaban apa dasar Indonesia merdeka. Tiba saat

Selanjutnya Sukarno mengatakan bahwa tentang

sidang pada tanggal 1 Juni 1945 Sukarno mendapat

Philosofische

giliran terakhir untuk menyampaikan gagasannya.

kemudian. Juga dikemukakan Merdeka sebagai

Sukarno mengemukakan dalam pidatonya secara

Jembatan Emas dan Syarat Negara Merdeka. Pada

jelas memberikan jawaban atas pertanyaan apa

bagian awal pidatonya Sukarno lebih menekankan

dasar Indonesia merdeka. Pada awal pidatonya

dan

intergralistik ini muncul kembali pada masa Orde Baru ketika berusaha membudayakan Pancasila dan UUD 1945 dengan menyatakan bahwa UUD 1945 disusun berdasar ide negara integralistik. Dalam Kusuma (2004, l.23) yang menjiwai UUD 1945 adalah Piagam Jakarta.

Grondlag

mementingkan

akan

dikemukakan

membicarakan

dan

Opcit, Kusuma, hal 112 dan 125 Mohammad Hatta, 1977, Pengertian Pancasila,6. Idayu Press, Jakarta, hlm. 9. 7 8

3

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

memberitahukan kepada seluruh anggota sidang,

demokrasi

Barat,

apakah yang diartikan dengan perkataan “merdeka”.

democratie,

yaitu

Merdeka

sociale

menurut

Sukarno

adalah

“political

tapi

politiek-economische-

politieke-democratie

rechtvaardigheid,

dengan

demokrasi

dengan

independence”, politieke onafhanhanke lijkheid.

kesejahteraan, saya peraskan pula menjadi satu:

Kemudian Sukarno menjelaskan satu per satu isi

inilah yang dulu saya namakan socio-democratie. Jadi

Pancasila.

yang asalnya lima itu telah menjadi tiga: socionationalisme, socio-demokratie, dan ke–Tuhanan. Kalau tuan senang kepada simbolik tiga, ambillah

Sukarno menegaskan9:

yang tiga ini. Tetapi barangkali tidak semua tuan-

“Dasar-dasar Negara” telah saya usulkan. Lima

tuan senang kepada Tri Sila ini, dan minta satu, satu

bilangannya. Inikah Panca Dharma? Bukan! Nama

dasar saja? Baiklah, saya jadikan satu, saya

Panca Dharma ini tidak tepat di sini. Dharma berarti

kumpulkan lagi menjadi satu. Apakah yang satu itu?

kewajiban, sedang kita membicarakan dasar. Saya

Sebagai tadi telah saya katakan: kita mendirikan

senang kepada simbolik. Simbolik angka pula. Rukun

Negara

Islam lima jumlahnya. Jari kita lima setangan. Kita

mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen

mempunyai

buat

Panca

Indra. Apalagi yang

lima

Indonesia,

Indonesia,

yang

bukan

kita golongan

semua Islam

harus buat

bilangannya? (seorang yang hadir: Pendawa Lima).

Indonesia, bukan Hadi koesoema buat Indonesia,

Pendawa pun lima orangnya. Sekarang banyaknya

bukan Van Eck buat Indonesia, bukan Nitisemito yang

prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat,

kaya buat Indonesia, tetapi Indonesia buat Indonesia!

kesejahteraan,

pula

– semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima

bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma; tetapi

menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka

saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman

dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen,

kita ahli bahasa namanya Panca-Sila. Sila artinya

yaitu perkataan “gotong-royong”. Negara Indonesia

azas atau dasar, dan di atas kelima dasar itulah kita

yang kita dirikan haruslah negara gotong royong.

mendirikan Negara Indonesia, kekal dan abadi. Atau

“Gotong-royong” adalah faham yang dinamis, lebih

barangkali ada saudara-saudara yang tidak suka

dinamis dari

akan bilangan lima itu? Saya boleh peras, sehingga

Kekeluargaan adalah satu faham yang statis, tetapi

tinggal 3 saja. Saudara-saudara tanya kepada saya,

gotong-royong menggambarkan satu usaha, satu

apakah perasan yang tiga itu? Berpuluh-puluh tahun

amal, satu pekerjaan, yang dinamakan anggota yang

sudah saya pikirkan dia, ialah dasar-dasarnya

terhormat Soekardjo: satu karyo, satu gawe! Gotong-

Indonesia Merdeka, Weltanschauung kita. Dua dasar

royong

yang pertama, kebangsaan dan internasionalisme,

pemerasan keringat bersama, perjuangan bantu-

kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras

binantu bersama. Amal semua buat kepentingan

menjadi satu: itulah dahulu yang saya namakan

semua, keringat semua buat kebahagian semua.

dan

ketuhanan,

lima

socio-nationalisme. Dan demokrasi yang bukan 9

Opcit, Kusuma, hal. 164 - 165.

4

adalah

“kekeluargaan”, saudara-saudara!

membanting

tulang

bersama,

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Holupis-kuntul-baris

buatkepentingan

bersama!

yakni interaksi sosial dengan latar belakang

Itulah gotong-royong.”

kepentingan atau imbalan non-ekonomi. Gotong-royong adalah suatu faham yang dinamis, yang menggambarkan usaha bersama, suatu amal,

C. Gotong-Royong sebagai Modal Sosial

suatu pekerjaan atau suatu karya bersama, suatu

Gotong royong merupakan budaya yang telah

perjuangan

tumbuh dan berkembang dalam kehidupan sosial

atau jerih payah dari semua untuk kebahagian

telah eksis secara turun-temurun.10 Gotong royong

bersama.

adalah bentuk kerja-sama kelompok masyarakat

yang

bersama. Gotong-royong muncul atas dorongan semangat

dan

beramai-ramai,

tata

tanpa

‘Gotong.’11 Didalam

terkandung membagi

dalam hasil

dan

penghidupan

Indonesia

serba sederhana mekar menjadi Pancasila. Prinsip

karyanya,

gotong

royong

ketuhanan, kekeluargaan,

tempat dan sifat sumbangan karyanya masing-

melekat

subtansi

musyawarah keadilan

dan

nilai-nilai

dan

mufakat,

toleransi

(peri

kemanusiaan) yang merupakan basis pandangan

masing, seperti tersimpul dalam istilah ‘Royong’.

hidup atau sebagai landasan filsafat Bangsa

Maka setiap individu yang memegang prinsip dan

Indonesia.

memahami roh gotong royong secara sadar bersedia

Mencermati prinsip yang terkandung dalam gotong-

melepaskan sifat egois. Gotong royong harus

royong jelas melekat aspek-aspek yang terkandung

dilandasi dengan semangat keihklasan, kerelaan, dan

kehidupan

Indonesia asli dalam lingkungan masyarakat yang

istilah

bagian-bagiannya sendiri-sendiri sesuai dengan

toleransi

keinsyafan,

adalah suatu azas tata-kehidupan dan penghidupan

masing-masing anggota mendapat dan menerima

kebersamaan,

didalamnya

menurut zaman, gotong-royong yang pada dasarnya

dirinya sendiri, melainkan selalu untuk kebahagian seperti

mengandung

perhiasan kehidupan. Dengan berkembangnya tata-

memikirkan dan mengutamakan keuntungan bagi bersama,

sudah

menghormati kerja sebagai kelengkapan dan

karya, terutama yang benar-benar, secara bersamaserentak

gotong-royong

kesadaran dan sikap jiwa untuk menempatkan serta

untuk

mengerjakan serta menanggung akibat dari suatu sama,

azas

kerja jasmaniah dalam usaha atau karya bersama

ingin dicapai secara mufakat dan musyawarah dan

Dalam

tersimpul kesadaran bekerja rohaniah maupun

untuk mencapai suatu hasil positif dari tujuan yang

kesadaran

Gotong-royong

adalah amal dari semua untuk kepentingan semua

masyarakat Indonesia sebagai warisan budaya yang

keinsyafan,

bantu-membantu.

dalam

kepercayaan.

modal

sosial.

Modal

sosial

secara

konsepsional bercirikan adanya kerelaan individu

Singkatnya, gotong royong lebih bersifat intrinsik,

untuk

mengutamakan

kepentingan

bersama.

Dorongan kerelaan (keinsyafan dan kesadaran)

Lihat bahasan Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong royong: Saling Menolong Dalam Pembangunan Masyarakat Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam, Umar (ed), Kebudayaan dan Pembangunan: Sebuah

Pendekatan Terhadap Antropologi Terapan di Indonesia, Jakarta, Yaysan Obor. 11 TUBAPI hal. 139-154 dengan beberapa perubahan.

10

5

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

yang dapat menumbuhkan energi kumulatif yang

istilah modal sosial tidak muncul dalam literatur

menghasilkan kinerja yang mengandung nilai-nilai

ilmiah selama beberapa dekade. Pada tahun 1956,

modal sosial.

sekelompok

menggunakannya

Apa itu modal sosial? Modal sosial adalah suatu

pembahasan

Namun, dalam batasan dan definisi unsur yang

bidang

Sejak diterima sebagai konsep akademis, modal

diperkuat

dengan

mengenai

ikatan-ikatan

sosial

pendidikan13

dan

Putnam

mengenai

partisipasi, pembangunan (pertumbuhan ekonomi)

sosial telah dimanfaatkan sebagai konsep penting dan

Kanada

komunitas. Penelitian yang dilakukan Coleman di

melekat dalamnya mengandung nilai jaringan sosial.

persoalan

dan

perkotaan

1961. Pada era ini, istilah modal sosial muncul pada

definisi sesuai perkembangan wacana akademik.

memahami

sosiologi

kemunculan teori pertukaran Homans pada tahun

konsep yang terdiri dari beberapa batasan dan

dalam

ahli

dan peran penting modal sosial di Italia14, telah

masalah

menginspirasi banyak kajian mengenai modal sosial

pembangunan yang dihadapi masyarakat dan

saat ini.

komunitas kotemporer. Konsep yang mendasari modal sosial sudah lama dibahas dalam kalangan

Berbagai aspek dari konsep modal sosial telah

para akademisi. Awalnya konsep modal sosial

dibahas oleh semua bidang ilmu sosial dan sebagian

menjadi wacana dalam kalangan para filsuf ilmu

mulai menggunakannya pada era modern kini.

sosial terutama mereka yang berusaha menjelaskan

Namun, dalam pembahasan tidak secara eksplisit

hubungan antara kehidupan masyarakat pluralistik

menjelaskan istilah modal sosial. Sering kali

dan demokrasi, terutama ini berkembang di

menggunakannya

Amerika Serikat.

jaringan sosial. Uraian mendalam ikhwal modal

dalam

kaitan

dengan

nilai

sosial yang pertama kali dikemukakan oleh

Istilah modal sosial pertama kali muncul dalam tulisan Cohen dan Prusak tahun 191612 (dalam konteks peningkatan kondisi hidup masyarakat

Bourdieu15,

selanjutnya,

ilmuwan

yang

Coleman

merupakan

mengembangkan

dan

mempopulerkan konsep ini.16 Pada akhir 1990-an,

melalui keterlibatan masyarakat, niat baik serta

konsep ini menjadi sangat populer, khususnya

atribut-atribut sosial lain dalam bertetangga).

ketika Bank Dunia mendukung sebuah program

Dalam karya tersebut, dijelaskan ciri utama modal

penelitian tentang hal ini, dan konsepnya mendapat

sosial, yakni membawa manfaat internal dan

perhatian publik melalui buku Putnam.17

eksternal bagi relasi sosial masyarakat. Kemudian Cohen dan Prusak, 2001 dikutip dalam Ancok,10. 2009, “Modal Sosial dan Kualitas Masyarakat”, dalam Bulaksumur Mengagas Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal. 334.

Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius Community: Social Capital and Public Life”, The American Prospect, 13, hal.35-43. 15 Bourdieu, P, 1986, “The form of Capital”, in Richardson (ed), pertama kali diterbitkan di Jerman tahun 1983. 16 Coleman, J, 1990, Foundation of Social Theory, Cambridge, Harvard University Press.

12

14

Coleman, J, 1988, “Social Capital in The Creation of Human Capital”, American Journal of Sociology, 94, hal. 95-120. 13

Putnam, Robert, D, 2000, Bowling Alone: The Collapse and Revival of America Community, New York, Simon and Schuster. 17

6

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Dari berbagai pengertian dapat diartikan modal

secara teoritis mengandung perspektif ekonomi dan

sosial adalah bagian-bagian dari institusi sosial

sosial. Pengertian ini dipertegas oleh Serageldin21

seperti kepercayaan, norma (etika) dan jaringan

bahwa

yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat

masyarakat dan menjadikan masyarakat muncul

dengan memfasilitasi tindakan-tindakan bersama

bukan sebagai akibat dari interaksi pasar dan

yang terkoordinasi. Modal sosial juga didefinisikan

memiliki nilai ekonomis tetapi juga sebagai bagian

sebagai kemampuan dan kapasitas yang muncul dari

dari interaksi sosial. Atas dasar itu Serageldin

kepercayaan umum di dalam sebuah masyarakat

membedakan modal sosial dalam bentuk interaksi

atau

dari masyarakat

sosial yang tahan lama tetapi hubungannya searah,

tersebut. Selain itu, konsep ini juga diartikan sebagai

seperti pengajaran dan perdagangan serta interaksi

serangkaian nilai atau norma informal yang dimiliki

sosial yang hubungannya resiprokal (timbal balik)

bersama di antara para anggota suatu kelompok

seperti jaringan dan asosiasi sosial. Modal sosial

yang memungkinkan terjalinnya kerjasama dan

dalam bentuk jaringan dan asosiasi sosial lebih

saling tanggung jawab.18

tahan lama dalam hubungan timbal balik seperti

bagian-bagian tertentu

Penggagas

modal

sosial

melibatkan

masyarakat dan komunitas lokal di Indonesia.

(saling

Dalam pandangan ilmu ekonomi, modal adalah

percaya) yang mengakar dalam faktor kultural,

segala sesuatu yang dapat menguntungkan atau

seperti etika dan moral. Ketika trust menjadi

menghasilkan. Modal itu sendiri dapat dibedakan

pegangan dalam interaksi sosial maka komunitas

atas (1) modal finansial yang berbentuk uang; (2)

telah menanamkan nilai-nilai moral, sebagai jalan

modal fisik berbentuk gedung atau barang (bahan

menuju

kejujuran.

mentah); dan (3) modal manusia dalam bentuk

Disamping itu, Fukuyama juga menjelaskan bahwa

kualitas pendidikan, kualitas hidup (kesehatan),

asosiasi dan jaringan sosial lokal mempunyai

keterampilan profesionalime. Modal itu sebagai

dampak positif bagi peningkatan kesejahteraan

asset melalui tindakan kolektif menghasil suatu

ekonomi dan pembangunan pada aras lokal serta

produk yang mempunyai nilai tambah. Namun,

memainkan peran penting dalam manajemen

dalam

lingkungan.

itu,

perubahan karena dalam kenyataan daerah yang

Coleman20 secara tegas menekankan bahwa modal

tidak memiliki sumberdaya alam dapat memacu

berkembangnya

Sejalan

kepercayaan

senantiasa

tahan lama ini telah tumbuh dan berkembang dalam

nilai trust dan believe. Artinya dalam modal sosial nilai-nilai

sosial

kepercayaan dan rasa hormat. Pola relasi sosial

Fukuyama19

mengilustrasikan modal sosial melekat pada nilaimengandung

modal

nilai-nilai

dengan

pandangan

proses

pembangunan terjadi

tuntutan

sosial sebagai alat untuk memahami aksi sosial

Fukuyama, Y, 1995, Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, London, Hamish Hamilton. 19 Ibid. 20 Coleman, J, 1988, “Social Capital in The Creation of Human Capital”, American Journal of Sociology, 94, hal. 95-120.

Serageldin, Ismail, 1996, “Sustainability as Opportunity and The Problem of Social Capital”, Brown Journal of World Affairs, 3, hal. 187-203.

18

21

7

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

pertumbuhan ekonomi karena dukungan modal

kelompok sosial yang mendukungnya, tapi juga

sosial Putnam.22

perekat kohesi sosial yang menjaga kesatuan anggota kelompok sebagai suatu kesatuan.

Coleman23 menjelaskan modal sosial nilai yang melekat dalam struktur relasi antar individu.

Menurut Fine26, modal sosial ini sangat penting bagi

Struktur relasi membentuk jaringan sosial yang

kehidupan sosial masyarakat dan komunitas.

menciptakan berbagai ragam kualitas sosial berupa

Setidaknya modal sosial dapat (1) memudahkan

saling percaya, terbuka, kesatuan norma, dan

untuk

menetapkan berbagai jenis sangsi bagi anggotanya.

komunitas; (2) dapat berperan sebagai media saling

Putnam24 berpendapat bahwa modal sosial dapat

mendistribusikan

berwujud

jejaring

kekuasaan dalam komunitas; (3) memupuk dan

(network), norma/ etika (norms) dan kepercayaan

mengembangkan solidaritas; (4) mempermudah

(trust)

dan

dalam mobilisasi sumber daya komunitas; (5)

Itu

membuka kemungkinan untuk pencapaian tujuan

mengandung makna bahwa modal sosial menjadi

bersama; dan (6) menuntun dan dijadikan rujukan

perekat bagi setiap individu, dalam bentuk norma,

dalam perilaku kebersamaan dan berorganisasi

kepercayaan

organisasi

yang

kerjasama

sosial

seperti

mempermudah

yang

saling

menguntungkan.

kekuasaan

bagi atau

anggota pembagian

terjadi

komunitas. Dari sisi manfaat itu, modal sosial

yang

saling

merupakan suatu komitmen bagi setiap individu

menguntungkan dalam upaya mencapai tujuan yang

dalam masyarakat untuk saling terbuka, saling

telah ditetapkan secara bersama-sama. Bagi Putnam

percaya, saling memahami serta rela memberikan

modal

sebagai

kewenangan bagi setiap orang yang dipilihnya untuk

pengetahuan, kesadaran dan pemahaman yang

berperan sesuai dengan tanggung jawab masing-

dimiliki bersama oleh komunitas yang membentuk

masing. Ketika nilai-nilai modal sosial menjadi dasar

pola hubungan yang memungkinkan sekelompok

dalam relasi sosial maka muncul rasa kebersamaan,

individu

kesetiakawanan, solidaritas, toleransi, dan sekaligus

dan

sosial

jejaring,

informasi

sehingga

koordinasi

dan

koordinasi

mengakses

kerjasama

juga

melakukan

bisa

satu

dipahami

kegiatan

untuk

kepentingan bersama.

tanggungjawab untuk mencapai kemajuan bersama. Oleh karena itu, hilangnya modal sosial dalam tata

Bank Dunia25 menekankan modal sosial lebih

kehidupan

diartikan kepada dimensi institusional, hubungan

masyarakat

bisa

jadi

kesatuan

masyarakat, bangsa dan negara akan terancam, atau

yang tercipta, norma yang membentuk kualitas dan

paling tidak masalah-masalah kolektif akan sulit

kuantitas hubungan sosial dalam masyarakat. Modal

untuk

sosial tidak diartikan hanya sejumlah institusi dan

diselesaikan.

Kebersamaan

dapat

meringankan beban, berbagi pemikiran, sehingga Putnam, Robert.D, 1993, “The Properius Community: Social Capital and Public Life”, The American Prospect, 13, hal.35-43. 22

World Bank, 1998, “The Local Institution Study: Overview and Program Description”, Local Level Institution, Working Paper, No.1 26 Fine, Ben, 2001, Social Capital versus Social Theory: Political Economy and Social Science at The Turn of the Mellenium, London, Routledge, hal. 178-185 25

Coleman, J, 1990, Foundation of Social20. Theory, Cambridge, Harvard University Press. 24 Putnam, Robert, D, Op cit, hal. 35-43 23

8

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

dapat dipastikan semakin kuat modal sosial,

bekerjasama dengan baik. Karena ada kesediaan

semakin tinggi daya tahan, daya juang, dan kualitas

diantara mereka untuk menempatkan kepentingan

kehidupan suatu masyarakat. Tanpa adanya modal

bersama diatas kepentingan pribadi. Trust dapat

sosial, masyarakat sangat mudah diintervensi

berfungsi sebagai energi sosial yang dapat membuat

bahkan dihancurkan oleh pengaruh budaya atau

kelompok masyarakat atau organisasi mampu

nilai-nilai yang datang dari luar (asing).

bertahan dari kemungkinan berbagai masalah yang dihadapi. Bila trust tidak menjadi pegangan dalam

Pembangunan tidak hanya berkaitan dengan modal

berinteraksi dapat mengakibatkan banyak energi

ekonomi (finansial, fisikal, keterampilan). Telah

terbuang sia-sia karena hanya dipergunakan untuk

banyak studi (lihat misalnya Fukuyama )27 yang

mengatasi

menunjukkan bahwa pembangunan tidak saja

solidaritas,

bertautan dengan matra sosial, khususnya modal

yang

pemenuhan

kewajiban

dan

rasa

keadilan. Perbedaan itu yang menyebabkan ada

sosial. Fukuyama28 berhasil meyakinkan bahwa kekuatan

konflik

jauh jangkauan moral kerjasama, seperti kejujuran,

investasi ekonomi dan industrialisasi tetapi juga

memiliki

dan

modal sosial berbeda-beda tergantung seberapa

alam, besarnya modal finansial atau tingginya

sosial

curiga

berkepanjangan. Masyarakat memiliki persediaan

didorong oleh faktor ketersediaan sumber daya

modal

saling

perbedaan dalam perkembangan masyarakat.

untuk

mempengaruhi prinsip-prinsip yang melandasi kemajuan ekonomi dan kesejahteraan sosial suatu negara. Negara-negara yang dikategorikan sebagai masyarakat dengan tingkat kepercayaan tinggi (high trust societies) menurut Fukuyama29, cenderung

D. Situasi Masyarakat Kontemporer dan Budaya

memiliki

Gotong-Royong

keberhasilan

ekonomi

yang

mengagumkan. Sebaliknya, masyarakat dengan tingkat kepercayaan rendah (low trust societies) cenderung

memiliki

kemajuan

dan

Belakangan

perilaku

ini

interaksi

sosial

masyarakat

Indonesia dapat digambarkan sedang mengalami

ekonomi yang lebih lamban dan inferior. Menurut

situasi kekacauan sosial. Kekacauan sosial ini mirip

Fukuyama modal sosial sebagai seperangkat norma

dengan konsep anomie yang digunakan oleh

atau nilai informal yang dimiliki bersama oleh para

Durkheim30 untuk menggambarkan kondisi relasi

anggota suatu kelompok yang memungkinkan

masyarakat

terjalinnya kerjasama diantara mereka. Kunci dari

atau

individu

dimana

konsensus

melemah, nilai-nilai dan tujuan (goal) bersama

modal sosial adalah trust atau saling percaya.

meluntur, kehilangan pegangan nilai-nilai norma

Dengan trust, menurut Fukuyama, semua pihak bisa

dan kerangka moral, baik secara kolektif maupun

Fukuyama, Y, 1995, Trush: The Social Virtues and the Creation of Prosperity, London, Hamish Hamilton. 28 Ibid 29 Ibid 27

Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher, hal.22-23 30

9

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

individu. Ini terjadi karena perubahan sosial

menduga disorientasi nilai itu berlangsung akibat

berlangsung

pengaruh ideologi asing33 yang masuk bersamaan

begitu

cepat

sehingga

terjadi

disorientasi nilai-nilai.31 Dalam konteks Indonesia

dengan globalisasi dan liberalisasi ekonomi.

perubahan sosial seiring dengan reformasi yang

Dalam beberapa dekade belakangan ini perlahan

terjadi tanpa terencana (dalam waktu singkat) telah

tetapi pasti sebagian besar tatanan kehidupan

menyebabkan nilai-nilai lama yang selama ini

ekonomi, sosial-budaya dan politik dirasuki gaya

menjadi pegangan dan acuan dalam relasi sosial

hidup konsumerisme (komsumsi yang mengada-

berbasis pada semangat dan nilai-nilai gotong

ada)34 dan kebebasan hampir tanpa kendali.

royong mulai melemah. Sementara itu, nilai-nilai

Fenomena itu juga ditandai dengan meningkatnya

baru yang berkembang selama era reformasi masih

hasrat menghamba pada kekuasaan dan materi.

lemah dan belum dapat dijadikan acuan dan

Watak hedonisme, individualisme, budaya anarkis

pegangan. Belakangan ini justru muncul nilai-nilai

(kekerasan), konflik dan saling menyakiti (saling

baru dalam relasi sosial masyarakat yang mengarah pada

mengutamakan

kecenderungan

relasi

kebebasan. sosial

lebih

bunuh) merebak dalam tata interaksi sosial

Ada

kehidupan. Norma-norma sosial dan etika sebagai

bersifat

perekat kehidupan berbangsa diabaikan. Tidak

individualis bercampur dengan sifat materialistik.

dapat dielakkan norma-norma lama satu per satu

Juga ada indikasi bahwa dalam relasi sosial

diganti dengan norma-norma baru yang berbasis

mengesampingkan nilai-nilai kebersamaan, moral,

pada nilai-nilai individualis. Konsensus moral yang

etika dan toleransi. Relasi sosial yang selama ini bersifat

intrinsic32

yakni

hubungan

menjadi kerangka dasar dalam interaksi sosial

yang

bertumpu pada nilai-nilai gotong royong yang cukup

ganjarannya tidak bermotif ekonomi, berubah

penting dalam memproduksi tatanan kehidupan,

menuju bersifat extrinsic yang ganjarannya sering

cenderung diabaikan dan dikesampingkan.

bermotif kepentingan ekonomi (nilai materialistik).

Gotong royong tampaknya hanya berfungsi sebagai

Mengapa terjadi disorientasi nilai? Sebagai sebuah

simbol belaka. Sering didiskusikan tetapi kurang

perubahan sosial, tentu banyak faktor berpengaruh pada proses disorientasi nilai-nilai itu. Modernisasi yang telah berlangsung dalam berbagai aspek kehidupan

selama

beberapa

dekade

dipraktekkan

dalam

masyarakat.

Bahkan

relasi ada

sosial

kehidupan

upaya

untuk

menyingkirkannya karena dianggap tidak pas lagi

tentu

dengan tuntutan kehidupan masa kini. Untuk

mempunyai kontribusi. Namun, banyak pengamat

Dalam Veeger.K.J (1985: 7-8) dijelaskan bahwa pada abad 19 setelah revolusi Perancis dicirikhaskan oleh pergolakan di segala bidang keganasan, persengketaan, dan krisis akhlak. Struktur-struktur feudal beserta nilainilai dasarnya menghilang, sedang struktur-struktur baru masih bersifat lemah atau berada dalam taraf eksprimen dan belum memperoleh doa restu dari tradisi, sehingga kekacauan sosial-politik melanda Eropa. 32 Lihat bahasan Arrow, Kenneth.J, 2000, “Observation on Social Capital”, dalam Dasgupta, Parta dan Serageldin,

Ismail, Social Capital: Multifaceted Wasington.D.C, The World Bank.

31

Perspective,

Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu 19 Mei 2013, hal. 1 34 Herry-Priyono di kutip dalam Tumenggung, Adeline May, 2005, “Kebudayaan (para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan Hendar Putranto (penyunting), 2005, TeoriTeori Kebudayaan, Yogyakarta, Penerbit Kanisius, hal. 257-270 33

10

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

menyesuaikan dengan perubahan sesuai arahan

(one head one vote). Memang dengan sistem itu

nilai-nilai baru maka diperlukan konstitusi dan

kedaulatan rakyat dapat dipenuhi dan dijalankan

norma-norma

yang

dengan baik karena dipandang sesuai tuntutan hak

dilakukan dengan penuh kesadaran tetapi cukup

azasi manusia. Namun, karena masyarakat belum

banyak perubahan yang dilakukan diluar kesadaran

siap untuk menjalankan sistem itu maka dalam

karena

pelaksanaan banyak terjadi anomali yang cukup

ada

baru.

Banyak

desakan

perubahan

kepentinganpolitik-

ekonomidari pihak-pihak tertentu (agen-agen)

menganggu

relasi

sosial

dalam

kehidupan

lewat berbagai macam institusi ekonomi, sosial,

masyarakat. Media sering mewartakan peristiwa

budaya dan politik.35

konflik antar kelompok masyarakat yang terjadi di berbagai daerah, baik karena pilkada (pilihan bupati

Dalam bidang ekonomi, azas demokrasi ekonomi

dan gubernur) maupun pileg (pilihan anggota

yang bertumpu pada sistem gotong royong

legistatif). Tawuran antar warga. Pertikaian antar

kekeluargaan (koperasi) secara perlahan dirubah

oknum penegak hukum.

menuju pada sistem pasar terbuka dan bebas. Untuk mendukung perubahan itu diciptakan lembaga-

Adaptasi terhadap perubahan sistem politik itu telah

lembaga baru, seperti pasar modal dan lembaga lain.

menimbulkan berbagai macam implikasi bagi relasi

Badan usaha yang selama ini dibawah pengawasan

sosial masyarakat, baik di aras nasional maupun

negara karena menyangkut kepentingan dan hajat

lokal.36 Proses politik kenegaraan di tingkat nasional

hidup orang banyak satu persatu di privatisasi

dan lokal diwarnai dengan hasut-hasut menghasut,

(dijual ke swasta sesuai tuntutan sistem pasar

politik uang, saling menjatuhkan, fitnah melalui

bebas). Tidak hanya itu, eksplorasi sumberdaya

selebaran gelap. Eksekutif sebagai pelaksana

alam

dan

pemerintahan tidak dapat menjalankan fungsinya

sepenuhnya untuk meningkatkan kesejahteraan

secara penuh karena demi “demokrasi”, legislatif

rakyat juga dilego ke pasar yang kemudian banyak

senantiasa melakukan kontrol terhadap hal-hal yang

dikuasai perusahaan asing yang dimiliki oleh

sebenarnya bukan jadi wewenangnya. Elit politik di

negara-negara maju penggagas sistem neoliberal.

legislatif

yang seharusnya dikuasai

negara

dengan

dalih

menjalankan

prinsip

demokrasi di berbagai kesempatan menunjukkan

Perubahan juga terjadi dalam sistem politik. Sistem

kekuasaannya tanpa mengindahkan kepentingan

politik telah berubah ke arah sistem demokrasi

bersama untuk kemajuan bangsa. Suara rakyat

liberal. Setiap jenjang aparat eksekutif pemerintah,

sebagai konstituen yang memilih mereka kurang

bupati, gubenur dan presiden serta anggota

diperhatikan dan cenderung diabaikan.

legistatif dipilih dengan sistem demokrasi liberal

Lihat Tulisan Peranan Pihak Asing Dalam Proses Amandemen dan Konstitusi disebutkan keterlibatan Multi National Corporartion, NDI ( tidak dipublikasikan)

dan kurang sesuai dengan sifat-sifat dasar (karakter ) bangsa Indonesia, lihat RM A.B. Kusuma, 2004, Lahirnya Undang-Undang Dasar 1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha Persiapan Kemerdekaan, Jakarta, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 112, 125 dan 131.

35

36 Dalam kaitan dengan akibat

sistem liberal ini, beberapa anggota BPUPKI dalam pidatonya memperingatkan bahwa sistem liberal cenderung bersifat individualisme

11

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Perubahan politik di tingkat nasional dan lokal

rakyat yang hidup dililit kemiskinan tetapi para

dalam

telah

koruptor mempertontonkan gaya hidup bermewah-

berlangsung. Sentralisasi kekuasaan pemerintah

mewah. Para koruptor membeli beberapa rumah

pusat telah berubah dengan dikeluarkan Undang-

mewah, mobil dengan harga fantastis milyaran

Undang Otonomi Daerah.37 Otonomi daerah telah

rupiah dan perilaku memperbanyak isteri (siri).

memungkinkan

dan

Kesadaran bahwa tindakan korupsi adalah perilaku

pendistribusian dana pembangunan antara pusat

yang merugikan dan dapat memiskinkan rakyat

dan daerah lebih proporsional. Kepala daerah

sirna ditelan syahwat serakah.

upaya

menerapkan

pembagian

demokrasi

kekuasaan

memiliki kekuasaan untuk menerapkan berbagai

Bersamaan dengan itu, nilai-nilai demokrasi liberal

kebijakan sesuai kebutuhan daerah. Namun, sejauh

yang menjadi acuan selama 15 tahun ini tidak hanya

ini otonomi daerah nampaknya cenderung dimaknai

memperlemah sistem politik nasional dan lokal dan

sebagai peluang ekonomi dan politik untuk memenuhi

hasrat

kepentingan

fungsi negara tetapi juga telah mempengaruhi

merengkuh

perilaku aktor politik dalam interaksi sosial. Ada

kepuasan materi dan kekuasaan para elit dan para

kecenderungan interaksi sosial para elit politik tidak

petualang politik yang haus kekuasaan dan materi.

lagi didasarkan pada nilai-nilai sosial (moral/etika)

Tidak mengherankan kemudian beberapa kepala

tetapi lebih menonjolkan nilai materi (uang). Hasrat

daerah (bupati), gubernur, anggota DPR/DPRD dan para

elit

politik

terlibat

dalam

memenuhi

kasus

prasangka dsbnya) merebak dalam berbagai aspek

kata jera atau mengatakan tidak pada korupsi. Justru

kehidupan, baik sosial maupun politik. Nilai-nilai

belakangan ini perilaku korupsi kian meningkat dan

sosial dan moral dalam kehidupan sosial-politik

merajalela. Media hampir setiap hari menayangkan

telah melonggar kalau tidak boleh dikatakan hancur

dan melaporkan kasus korupsi para petinggi partai

berantakan karena dorongan hasrat mengejar rente

dan pejabat negara. Tidak sedikit para koruptor itu

ekonomi (keuntungan ekonomi) sesaat. Money

menjadi tersangka dan yang telah dijebloskan ke

Politics (politik uang) atau suap menyuap, korupsi

penjara oleh Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). dan

telah

pembusukan moral (korupsi, teror, intimidasi,

lembaga pemasyarakatan. Tampaknya tidak ada

moral

(uang)

terkandung dalam gotong royong. Tanpa disadari

Cukup banyak para koruptor itu menjadi penghuni

nilai-nilai

materi

mengesampingkan nilai-nilai moral (etika) yang

penyalahgunaan wewenang dan terlibat korupsi.

Hancurnya

tuntutan

adalah menjadi kenyataan dalam berbagai tingkatan

kesadaran

kehidupan politik. Elit politik mulai dari tingkat

kebersamaan ini bisa jadi mendorong para koruptor

nasional sampai lokal terlibat secara langsung

tanpa merasa bersalah menilep dana APBN yang

maupun tidak langsung dengan praktek korupsi dan

dikumpulkan dari tetesan keringat rakyat. Dana

politik uang. Memang permainan uang dalam sistem

APBN sering di salahgunakan untuk kepentingan

politik liberal dapat dibenarkan tetapi ada koridor

pribadi dan kelompok. Meskipun masih banyak

etika yang mengontrol dan tidak bebas sesuka hati

Lihat Undang-Undang Otonomi Daerah 2000, Jakarta, Restu Agung. 37

12

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

dan seenaknya. Transparansi dan akuntabilitas pada

saling menjatuhkan dan bermusuhan muncul ke

publik adalah salah satu alat kontrol yang penting

permukaan. Ancaman disintegrasi sosial tampaknya

dilakukan dalam sistem demokrasi. Tetapi hal itu

akibat yang mungkin tidak dapat terelakkan. Saling

belum berjalan dan diterapkan karena pemahaman

tidak percaya dan curiga senantiasa menyertai

demokrasi tampaknya baru sebatas pada kebebasan

kehidupan. Trust sebagai nilai penting dalam

atau sekadar euforia kebebasan. Saat ini ada yang

mendorong kebersamaan, seperti yang dijelaskan

berpendapat bahwa demokrasi masih dalam masa

oleh Fukuyama, sangat rendah. Pemimpin tidak

transisi

mempercayai rakyat dan rakyat tidak mempercayai

yang

dipenuhi

dengan

kontradiksi-

kontradiksi di sana-sini. Keadaan inilah yang

pemimpin,

menimbulkan kekecauan sosial karena perubahan

masyarakat dan masyarakat tidak percaya lagi pada

seakan tanpa arah. Tidak hanya itu kehidupan pun

elit politik dan seterusnya. Krisis kepercayaan ini

mulai

dengan

tidak hanya melanda tatanan kehidupan politik

merebaknya gejala aleniasi dan kekerasan, baik

nasional tetapi juga lokal. Hujat menghujat, saling

verbal maupun simbolik, sehingga kehidupan terasa

mencerca ditingkahi dengan kekerasan adalah

hampa tanpa makna.38

bagian dari tata kehidupan sosial masyarakat.

Insting-insting paling mendasar bahwa manusia

Saat ini, sadar atau tidak, secara praksis masyarakat

sebagai makhluk sosial yang berpegang teguh pada

Indonesia hanyut ke dalam situasi terombang

norma-norma dan etika moral dalam tata kehidupan

ambing ibarat sabut di tengah hempasan gelombang

lenyap atau sirna. Insting-insting manusia sebagai

laut. Hanyut tidak menentu ke sana kemari tanpa

makhluk ekonomi lebih menonjol. Rasionalitas

arah. Kehilangan orientasi nilai-nilai (ideologi) cita-

sosial yang memungkinkan manusia untuk saling

cita luhur kehidupan berbangsa (idealisme). Nilai-

bekerja sama dengan sesama atau orang lain tidak

nilai budaya yang tidak berakar pada budaya lokal

menjadi pegangan. Yang muncul ke permukaan

secara perlahan tetapi pasti telah mengerosi

adalah dorongan hasrat untuk berkuasa dalam

kesadaran kolektif sebagai suatu bangsa. Kesadaran

rangka mereguk keuntungan ekonomi. Akibatnya,

moral berlandaskan budaya gotong royong yang

permusuhan

saling

menjadi pegangan dalam tata pergaulan berbangsa

berkompetisi, saling mencurigai dan prasangka-

ikut tercuci dan secara perlahan memudar. Dalam

prasangka

situasi seperti itu interaksi sosial dalam kehidupan

bersifat

individualis

antar senantiasa

sesama

disertai

karena

mewarnai

kehidupan

elit

politik

kekacauan sosial yang kemudian menyebabkan

mengarah pada demoralisasi dan dehumanisasi.

menurunnya sistem kekeluargaan, kebersamaan

Kehampaan

dan kepercayaan sebagai penguat kohesi sosial.

masyarakat. Jiwa dan raga bangsa ini terasa semakin

Perasaan kebersamaan meluntur dan semangat

rapuh. Agar tidak terpuruk ke dalam jurang

Budi Hardiman, 1980, “Kritik Atas Patologi. Modernitas dan Post Modernisme”, Drikarya, No 2, Tahun XIX, hal. 4263.

13

kegalauan

tingkah

pada

masyarakat

dan

dengan

percaya

masyarakat. Semua ini mendorong pada situasi

38

diwarnai

tidak

yang

menyelimuti

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

kehancuran atau disintegrasi bangsa maka kita

atau kelompok daripada untuk menyuarakan dan

perlu menumbuhkan kembali kesadaran kolektif

memperjuangkan kepentingan rakyat mencapai

dengan kembali pada nilai-nilai modal sosial yang

perbaikan kesejahteraan. Dalam situasi seperti itu,

terkandung dalam budaya gotong royong. Tanpa

gotong royong untuk membangun kebersamaan

upaya itu jalan mencapai kemajuan dan kejayaan

nyaris tidak terdengar dalam khasanah kehidupan.

bangsa tampaknya sulit diraih.

Bahkan para pemimpin dan elit terasa enggan mengucapkan gotong royong dan Pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa. Menyadari hal itu maka mau tidak mau dibutuhkan

E. Apa yang Perlu Dilakukan ke Depan?

gerakan untuk menggerakkan kekuatan (energi sosial) baru bila menginginkan ada perbaikan dalam

Perubahan bisa terjadi secara tiba-tiba dan tidak

tatanan

terduga. Memang ada sebagian orang terus berharap

(termasuk partai) dirasa perlu menyesuaikan dan

bahwa pemerintah (penguasa) atau negara dan elit

menyelaraskan dengan tuntutan masyarakat kalau

politik dapat melakukan perbaikan untuk masa

tidak mau terjadi disintegrasi sosial. Hal yang tidak

depan kehidupan bangsa. Namun, negara akhir-

bisa dihindarkan adalah tatanan sosial dan moral

akhir ini kian tidak berdaya (lumpuh) dalam

harus mengikuti tuntutan masyarakat. Masyarakat

cengkeraman pengaruh kekuatan asing. Kontrol

sangat membutuhkan konsensus etika dan moral

kekuasaan negara, baik ekonomi maupun politik

dalam kehidupan politik. Tuntutan moral dari

semakin melemah. Akibatnya, tatanan politik

masyarakat adalah persatuan, kejujuran, toleransi,

nasional

berdaya

saling menghormati, saling menghargai, saling

menghadapi tekanan-tekanan masyarakat yang

percaya dan saling bekerja sama. Untuk itu

senantiasa berubah secara tidak terduga serta

diperlukan tindakan kolektif yang bisa menjadi

seakan tanpa arah sejak paham liberal menyeruak

pengikat kohesi sosial.

memasuki

Menghadapi

dan

lokal

kehidupan

seakan

politik.

tidak

Kepentingan-

kehidupan.

Lembaga-lembaga

politik

gelombang perubahan kehidupan

kepentingan yang beragam dari masyarakat dalam

akibat gerusan arus pengaruh budaya asing perlu

menuntut persamaan hak, keadilan, dan partisipasi

ada

secara aktif dalam berbagai aspek kehidupan belum

mengarahkan pada terbentuknya komitmen moral

tersalurkan.

(partai)

(enerji

sosial)

yang

dapat

sebagai

wadah

dengan memunculkan gerakan yang berusaha

aspirasi

dan

membebaskan diri dari kungkungan hegemoni

memperjuangkan perbaikan nasib serta kesetaraan

budaya asing yang telah memporak porandakan

masih belum berfungsi seperti yang diharapkan.

modal sosial gotong royong. Nilai-nilai yang

Dalam banyak hal para elit sering menggunakan

memunculkan kesadaran palsu perlu dikounter

kekuasaan

untuk

dengan memunculkan kembali kesadaran kolektif

memperjuangkan kepentingan ekonomi pribadi

yang bersandar pada nilai-nilai modal sosial gotong

masyarakat

Institusi

kekuatan

menyalurkan

sebagai

instrumen

royong yang meletakkan bahwa manusia adalah 14

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

makhluk sosial yang membutuhkan aturan-aturan

bangkit karena didorong semangat gotong royong.

moral (norma-etika),kerjasama, saling percaya, dan

Eksistensi institusi lokal berbasis nilai-nilai gotong

jejaring. Atas dasar itu perlu dikembangkan nilai-

royong

nilai atau norma-norma yang mengandung nilai-

masyarakat lokal. Institusi-institusi itu dapat

nilai moral (ketuhanan) yang dapat dijadikan

dimanfaatkan

pijakan perilaku bertindak dalam tata pergaulan

menggerakkan kesadaran kolektif.

politik keseharian seperti menjunjung tinggi nilai-

sesama,

dialog/komunikasi

dan

Dukuh,

dengan

untuk

bekerjasama

dengan

menghindari

untuk

Desa,

rembug

desa,

hingga

Badan

diperkuat perannya dalam proses pengembangan

(gotong

komunitas lokal. Melalui institusi-isntitusi lokal

royong) dan saling menghargai, berlaku adil pada sesama

masuk

lokal lainnya. Institusi formal lokal ini seyogyanya

persatuan atas prinsip kemajemukan (bhineka) atas kesediaan

pintu

kehidupan

Permusyawaratan Desa (BPD) dan lembaga lembaga

menghindari sifat mau menang sendiri, menjaga dasar

sebagai

dalam

lembaga Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW),

mengutamakan

musyawarah

eksis

untuk memperkuat budaya gotong royong, seperti

saling menyakiti (dengan melakukan tindakan pada

masih

Ada banyak institusi lokal yang dapat dimanfaatkan

nilai kemanusiaan (perikemanusiaan) dengan tidak kekerasan)

juga

itulah modal sosial nilai-nilai gotong royong dapat

kesewenang-

tumbuh dan berkembang menjadi enerji sosial

wenangan. Kesadaran untuk menerapkan prinsip-

gerakan dalam memperkuat kohesi sosial. Selain

prinsip itu dalam relasi sosial adalah penting

intitusi formal lokal itu, institusi informal juga dapat

dilakukan dalam rangka membangun kesadaran

dijadikan untuk memperkuat budaya gotong royong

moral kolektif yang bersumber pada nilai-nilai

yang sudah eksis dalam komunitas lokal. Misalnya,

modal sosial yang melekat pada budaya gotong-

di Jawa eksis institusi sambatan, arisan, jimpitan; di

royong.

Maluku ada tradisi pela gadong; di Tapanuli ada adat

Apakah dukungan kultural (tradisional) masih dapat

Dalihan Na Tolu; di Minasaha eksis Mapalus; di Bali

dipertahankan

Dalam

ada seka, banjar dan tiap etnis di Nusantara ini

masyarakat yang terimbas ideologi asing (liberal)

ditemui institusi sosial informal yang selama ini

basis kultural cenderung melemah. Kepentingan

telah menerapkan nilai-nilai gotong royong dan

sesaat kadang-kadang lebih menonjol ketimbang

demokrasi berdasarkan mufakat dan musyawarah.

nilai-nilai

untuk

idealisme

masa

dalam

depan?

mencapai

tujuan

Untuk mencapai itu, perlu menciptakan suasana

bersama. Kemampuan bawaan nilai-nilai kultural

sosial yang membuka peluang menguatnya kembali

mungkin masih bisa diharapkan menjadi sarana

budaya gotong royong. Salah satu upaya yang bisa

memunculkan kesadaran kolektif. Sisa-sisa nilai-

ditempuh

nilai berbasis kearifan lokal dan gotong royong

adalah

meningkatkan

kemampuan

(capacity building) menekankan pada otonomi

masih ditemui dalam kehidupan masyarakat.

(kemandirian) komunitas lokal dalam pengambilan

Sebagai contoh, ketika Bantul diporak porandakan

keputusan, keswadayaan lokal (local self-reliance)

hempasan gempa pada tanggal 26 Mei 2006, dalam

yang bersifat partipatoris (demokrasi), melalui

waktu kurang dari satu tahun masyarakat dapat

pemberdayaan dan adanya proses pembelajaran 15

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

sosial. Ini dapat diartikan sebagai upaya sistematis

kebersamaan,

terencana untuk meningkatkan kemampuan serta

kejujuran, saling percaya sebagai pintu masuk

memberikan

menuju penguatan kembali (revitalisasi) budaya

kewenangan

dan

otoritas

pada

masyarakat (komunitas) lokal sehingga mereka

gotong royong.

dapat memutuskan secara demokrasi partisipatif dengan mengutamakan mufakat dan musyawarah apa yang dibutuhkan untuk memperbaiki kehidupan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan. Campur tangan kekuatan eksternal perlu disesuaikan dengan situasi dan kondisi masyarakat.

F. Penutup Bahasan di atas mengarahkan pada pemahaman bahwa

gotong

royong

telah

tumbuh

dan

berkembang dalam masyarakat kita sejak lama. Dalam budaya gotong royong melekat nilai-nilai substansi modal sosial. Sebagai modal sosial, gotong royong dapat dijadikan rujukan dan pegangan dalam mencapai kemajuan suatu bangsa. Itu artinya bila masyarakat masih memegang teguh prinsip gotong royong sebagai modal sosial maka lebih mudah dalam mencapai kemajuan bersama. Sebaliknya, bila nilai-nilai gotong royong yang terkandung dalam modal sosial tidak lagi menjadi pegangan dan rujukan dalam masyarakat dan komunitas bisa jadi akan mengalami kesulitan karena enerji sosial bisa terbuang sia-sia dan berpotensi menghalangi mencapai tujuan kemajuan bersama. Bahkan bisa memicu munculnya kekacauan sosial. Maka sudah saatnya budaya gotong-royong kembali diperkuat dan dijadikan rujukan dan acuan dalam kehidupan berbangsa. Salah satu upaya yang dapat dipikirkan adalah memperkuat institusi sosial lokal yang selama ini masih bertumpu pada nilai-nilai 16

menjunjung

tinggi

moral/etika,

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Daftar Pustaka

Fukuyama, Y. 1995. Trust: The Social Virtues and the Creation of Prosperity. London: Hamish

A.B. Kusuma. 2004. Lahirnya Undang-undang Dasar

Hamilton Affairs, 3: 187-203

1945: Memuat Salinan Dokumen Otentik

Hatta, Mohammad. 1977. Pengertian Pancasila.

Badan Oentoek Menyelidiki Oesaha-Oesaha

Jakarta: Idayu Press.

Persiapan Kemerdekaan. Jakarta:Penerbit

Jary, David dan Jary, Yulia, 1991, Dictionary of

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Sosiology, Glasgow, Harper Collin Publisher,

Arrow, Kenneth.J. 2000, “Observation on Social Capital”,

dalam

Serageldin,

Dasgupta,

Ismail,

Parta

Social

hal.22-23

dan

Putnam,

Capital:

Collapse and Revival of America Community.

Richardson (Ed) Handbook of Theory and

New York: Simon and Schuster.

Research for Sociology of Education. New

Sartono Kartodijo, 1987, “Gotong -royong: Saling

York: Greenwood. Hardiman, 1980. “Kritik Atas dan

Post

Menolong Dalam Pembangunan Masyarakat

Patologi

Indonesia, dalam Callette, Nat.J dan Kayam,

Modernisme”,

Umar (ed), Kebudayaan dan Pembangunan:

Drikarya, No 2, Tahun XIX: 42-63

Sebuah Pendekatan Terhadap Antropologi

Cavallaro, Dani. 2004. Teori Kritis dan Teori Budaya.

Terapan di Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor.

Yogyakarta, Penerbit Niagara: 141.

Tumenggung, Adeline May. 2005. “Kebudayaan

Cohen dan Prusak (2001) dikutip dalam Ancok. “Modal

Sosial

dan

(para) Konsumen”, dalam Muji Sutrisno dan

Kualitas

Hendar Putranto (penyunting), Teori-Teori

Masyarakat”, dalam Bulaksumur Mengagas

Kebudayaan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius,

Kesejahteraan Sosial, Yogyakarta: Penerbit

hal. 257-270

Kanisius.

Veeger, K.J. 1985. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat

Coleman, J. 1988. “Social Capital in The Creation of Human

Properius

Putnam, Robert, D. 2000. Bowling Alone: The

Bourdieu, P. 1986. “The form of Capital”, in

2009.

“The

The American Prospect, 13, hal.35-43.

The World Bank

Modernitas

1993,

Community: Social Capital and Public Life”,

Multifaceted Perspective. Washington DC:

Budi

Robert.D,

Capital”,

American

Journal

Sosial Atas Hubungan Individu-Masyarakat

of

dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta:

Sociology, 94: 95-120

Gramedia

Coleman, J. 1990. Foundation of Social Theory.

World Bank. 1998. “The Local Institution Study:

Cambridge: Harvard University Press

Overview and Program Description”, Local

Fine, Ben. 2001. Social Capital versus Social Theory:

Level Institution, Working Paper, No.1

Political Economy and Social Science at The Turn of the Mellenium. London: Routledge, hal. 178-185

17

Jurnal Pemikiran Sosiologi Volume 2 No. 1, 2013 Budaya Gotong-Royong Masyarakat dalam Perubahan Sosial Saat Ini Tadjuddin Noer Effendi

Sumber Lain: Kompas, 2013, Pengaruh Asing Makin Meluas, Minggu 19 Mei 2013, hal.1 Undang-Undang Otonomi Daerah. 2000, Jakarta: Restu Agung

18