1 UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS

Download 10 Jun 2012 ... cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Desa Nanjung merupakan daerah endemik Filariasis dan setiap tah...

0 downloads 562 Views 172KB Size
UPAYA KELUARGA DALAM PENCEGAHAN PRIMER FILARIASIS DI DESA NANJUNG KECAMATAN MARGAASIH KABUPATEN BANDUNG Yohannie Vicky Putri, Mamat Lukman, Raini Diah Susanti Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran, Bandung, Jawa Barat ABSTRAK Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk. Desa Nanjung merupakan daerah endemik Filariasis dan setiap tahun didapatkan penderita baru. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Jenis penelitian ini adalah deskriptif dengan teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling dengan jumlah sampel 83 orang. Pengumpulan data diperoleh menggunakan kuesioner. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis pada subvariabel promosi kesehatan, hamper setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan promosi kesehatan dengan baik. Sedangkan 56,63% responden masih kurang dalam melakukan promosi kesehatan. Pada subvariabel tindakan perlindungan khusus, hamper setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan tindakan perlindungan khusus dengan baik. Sedangkan 56,63% responden masih kurang dalam melakukan tindakan perlindungan khusus. Kata Kunci: Filariasis, pencegahan primer, keluarga ABSTRACT Filariasis is cronic infectious disease caused by filarial worm infection which is transmitted by various kind of mosquitoes. Nanjung village is filariasis endemic area and each year new sufferer is found. This research aimed to have conception on family effort in Filariasis primary prevention at Nanjung Village of Margaasih Subdistrict in Bandung District. This is a descriptive research purposive sampling which took 83 people as the sample. The data was collected by using questionnaire. The result of this research was almost half of the respondents (43.37%) did good health promotion on the family effort in primary prevention on health promotion subvariable. Meanwhile, the 56.63% of respondents are still lacking in doing health promotion. On special protection act subvariable, almost half of the respondents (43.37%) did well. The 56.63% of respondents were still lacking in doing the special prevention. Key Words: Filariasis, primary prevention, family

1 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

PENDAHULUAN Filariasis adalah penyakit menular menahun yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk (Muslim, 2009). Di Indonesia, Filariasis disebabkan oleh tiga spesies cacing filaria, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori. Di Indonesia hingga saat ini telah teridentifikasi 23 spesies nyamuk dari lima genus, yaitu Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes, dan Armigeres. Filariasis

secara

perlahan

mengganggu

kesehatan

masyarakat,

menyebabkan kecacatan tetap, penurunan produktivitas klien dan keluarga (Sudomo, 2008). Filariasis merupakan masalah kesehatan yang menjadi perhatian baik pemerintah maupun tenaga kesehatan di dunia karena setiap tahun prevalensi penyakit ini selalu meningkat (Depkes, 2008). Situasi prevalensi mikrofilaria di Indonesia berdasarkan hasil survei darah jari (SDJ) berkisar dari 1% hingga 38,57%. Prevalensi mikrofilaria di pulau Jawa berkisar 1% hingga 9,2% (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). WHO menyatakan bahwa Filariasis merupakan masalah kesehatan yang serius, untuk itu WHO meluncurkan satu program eliminasi Filariasis yang dinamakan The Global Goal of Elimination of Lymphatic Filariasis as a Public Health by the Year 2020. Menteri Kesehatan menyebutkan bahwa program ini ditetapkan sebagai salah satu program prioritas pemberantasan penyakit menular (Ilyas, 1990). Maka Kementrian Kesehatan Indonesia pun menyusun Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis 2010 -2014.

2 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Seseorang dapat tertular Filariasis, apabila orang tersebut mendapat gigitan nyamuk yang mengandung larva infektif (Depkes, 2008). Proses ini biasa disebut sebagai rantai infeksi. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk memutus rantai infeksi adalah dengan melakukan upaya pencegahan yang juga dapat menghilangkan atau mengurangi kemungkinan yang dapat meningkatkan potensi seseorang terkena Filariasis maka diperlukan upaya pencegahan. Pencegahan berarti menghindari suatu kejadian sebelum terjadi. Menurut Leavell dan Clark dalam keperawatan komunitas terdapat tiga tingkatan pencegahan, yaitu pencegahan primer, pencegahan sekunder, dan pencegahan tersier. Pencegahan primer merupakan usaha yang dilakukan individu sebelum menderita sakit melalui kegiatan promosi kesehatan dan tindakan perlindungan khusus (Anderson & Judith, 2006). Pencegahan primer lebih diutamakan karena merupakan dasar untuk tetap mempertahankan dan memelihara status kesehatan (mengutamakan tindakan preventif dan promotif) dengan menguatkan garis pertahanan sehingga stressor tidak dapat masuk dan menimbulkan reaksi atau tindakan dengan melakukan perlawanan terhadap penyakit atau masalah kesehatan (Anderson & Judith, 2006). Berdasarkan teori tersebut maka intervensi pada tingkat pencegahan primer merupakan faktor penting yang harus diprioritaskan pelaksanaannya dalam mengatasi masalah (Anderson & Judith, 2006). Oleh karena itu, penting sekali untuk melakukan pencegahan sebelum terjadinya filariais yaitu dengan melakukan pencegahan primer.

3 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Untuk mencapai perilaku masyarakat yang sehat harus dimulai di masingmasing keluarga. Hal ini dikarenakan di dalam keluargalah mulai terbentuk perilaku-perilaku masyarakat, mengingat bahwa keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat. Orang tua merupakan sasaran utama dalam promosi kesehatan pada tatanan ini karena orang tua merupakan role model dalam menentukan dasar perilaku, terutama perilaku kesehatan bagi anak-anak mereka (Notoatmodjo, 2003). Menurut data yang didapat dari bidang Pengendalian Penyakit dan Penyehatan

Lingkungan

(P2PL)

Dinas

Kesehatan

Kabupaten

Bandung

melaporkan, sepanjang tahun 2008 – 2010, Kecamatan endemik yang paling banyak penderita penyakit Filariasis adalah Kecamatan Margaasih, yaitu 7 orang (Profil Kesehatan Kabupaten Bandung, 2010). Ini dibuktikan dengan survei dari 600 sampel yang diperiksa dan didapatkan jumlah sample yang positif terpapar cacing penyebab kaki gajah (mikrofilaria) lebih dari 1% yaitu 1,17%. Berdasarkan ketentuan WHO, jika ditemukan mikrofilarial rate ≥ 1% pada satu wilayah maka daerah tersebut dinyatakan endemis. Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Desa Nanjung merupakan salah satu daerah yang paling banyak memiliki penderita Filariasis, yakni sebanyak 5 orang. Setelah dilakukan wawancara dengan kepala Desa Nanjung didapatkan informasi bahwa setiap tahun ditemukan penderita Filariasis baru. Penderita Filariasis baru sering ditemukan di wilayah RW 01. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan ketua RW 01 didapatkan informasi bahwa pada tahun 2008 terdapat 5 orang penderita

4 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Filariasis. Selain itu pada akhir tahun 2011, 2 dari 5 penderita Filariasis meninggal dunia. Pada akhir tahun 2011 Puskesmas Margaasih melaksanakan pemeriksaan darah jari dan 4 penduduk dinyatakan positif memiliki cacing filarial di dalam darahnya. Pihak Puskesmas Margaasih menyatakan masih melakukan upaya pencegahan Filariasis, seperti minum obat massal setiap tahun, sosialisasi tentang manfaat dan tujuan minum obat massal untuk mencegah Filariasis kepada warga desa , memberikan penyuluhan tentang Filariasis baik melalui kader atau petugas kesehatan, dan pemeriksaan darah jari setiap tahun sebelum dilaksanakan minum obat massal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung.

METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan deskriptif. Pada penelitian ini, peneliti ingin memperoleh gambaran tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Variabel dalam penelitian ini merupakan variabel tunggal, yakni upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Subvariabel dari penelitian ini adalah promosi kesehatan dan tindakan perlindungan khusus.

5 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga RW 01 Desa Nanjung, yakni berjumlah 501 kepala keluarga. Hal ini dikarenakan kasus Filariasis didominasi oleh RW 01. Dari jumlah tersebut diambil sampel sebanyak 83 orang yang didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus dari Riduwan (2004). Dalam penelitian ini digunakan teknik pengambialn sampel secara purposive sampling. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket/kuesioner yang telah melalui tahap uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa deskriptif. Lokasi penelitian di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai dengan 10 Juni 2012.

HASIL DAN PEMBAHASAN Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Pencegahan Primer (N=83) Kategori Baik Kurang Total

f 36 47 83

% 43,37 56,63 100,00

Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung diketahui bahwa 36 responden (43,37%) sudah melakukan upaya pencegahan primer Filariasis dalam kategori baik, sedangkan 56,63% responden melakukan upaya pencegahan primer Filariasis dalam kategori kurang. Hal ini seharusnya 6 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

diprediksi dapat memutus mata rantai Filariasis di Desa Nanjung, tetapi pada kenyataannya setiap tahun masih ditemukan penderita Filariasis yang baru. Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Promosi Kesehatan (N=83) Subvariabel Promosi kesehatan

Baik f 36

Kurang % 43,37

f 47

% 56,63

Berdasarkan hasil penelitian mengenai upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis

dalam aspekdalam aspek promosi kesehatan menunjukkan

bahwa dari 83 responden, 36 responden (43,37%) melakukan upaya promosi kesehatan dalam kategori baik dan 47 responden (56,63%) melakukan promosi kesehatan dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden melakukan promosi kesehatan pada kategori kurang. Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subsubvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian dalam pencegahan primer pada aspek upaya menciptakan rumah yang sehat menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden, 36 responden (43,37%) sering meggantungkan pakaian bekas pakai dibelakang pintu dan sebagian kecil dari responden, 8 responden (9,64%) selalu menggantungkan pakaian bekas pakain di belakang pintu. Hal ini kemungkinan karena menggantungkan pakaian di belakang pintu merupakan tindakan yang praktis selain itu pakaian biasanya digunakan lebih dari satu kali sehingga kebiasaan menggantungkan pakaian bekas sering dilakukan oleh keluarga dan mengakibatkan suatu tempat dijadikan sebagai tempat hunian nyamuk. 7 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Selain itu hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden, yaitu 28 responden (33,73%) selalu membuka jendela rumah pada pagi hari dan 19 responden (22,89%) sering melakukan hal yang sama. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga sudah mengetahui manfaat dari pengaturan pertukaran udara dalam rumah dan manfaat sinar matahari masuk ke dalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam menciptakan lingkungan yang sehat menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden yaitu 32 responden (38,55%) jarang membersihkan semak-semak di sekitar rumah, 39 responden (46,99%) jarang memangkas tanaman yang terlalu rimbun, dan 44 responden (53,01%) jarang membersihkan parit. Hal ini kemungkinan terjadi karena di lingkungan tersebut jarang atau tidak pernah mengadakan kegiatan kerja bakti. Menurut Natadisastra dan Agoes (2009), dengan melakukan modifikasi lingkungan berarti mengubah sarana fisik tempat perindukan vektor nyamuk, sedangkan dengan melakukan manipulasi lingkungan berarti mengubah, memelihara, atau membersihkan sarana fisik yang sudah ada supaya tidak terbentuk tempat perindukan atau tempat istirahat nyamuk. Berdasarkan hasil penelitian kesadaran akan gizi anggota keluarga menunjukkan bahwa 33 responden (39,76%) selalu makan tiga kali dalam sehari untuk memenuhi kebutuhan energi; 50 responden (60,24%) sering mengkonsumsi makanan yang beraneka ragam dalam memenuhi kebutuhan gizi; 40 responden (48,19%) jarang mengkonsusmsi makanan yang mengandung sumber zat energi, zat pengatur ,dan zat pembangun ; 61 responden (73,49%) selalu membiasakan

8 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

makan pagi; hampir seluruhnya dari responden yaitu 73 responden (87,59%) selalu menggunakan garam beryodium, namun hampir setengahnya dari responden yaitu 32 responden (38,55%) orang tua jarang menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk minum dalam jumlah yang cukup setiap hari. Hal ini menunjukan bahwa sebagian besar responden sudah memiliki kesadaran akan gizi anggota keluarga sehingga perilaku responden pun berdampak baik. Menurut Friedman (1998), kesadaran akan gizi merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang dapat dilakukan oleh keluarga. Kesadaran akan gizi bukan hanya suatu kesadaran akan komposisi diit sehat, tetapi juga kesadaran menyangkut kebiasaan gizi yang baik. Menurut Almatsier (2009) untuk memenuhi kebutuhan gizi dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi beraneka ragam makanan setiap hari. Tiap makanan dapat saling melengkapi dalam zat-zat gizi yang dikandungnya. Pengelompokan bahan makanan disederhanakan menjadi sumber zat energi atau tenaga, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Selain itu hal yang dapat melengkapi pemenuhan kebutuhan gizi adalah membiasakan sarapan pagi, menggunakan garam beryodium, dan minum air bersih dalam jumlah yang cukup. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam mencari informasi tentang Filariasis menunjukkan bahwa hampir setengahnya dari responden yaitu 33 responden (33,73%) tidak pernah mengikuti penyuluhan tentang penyakit kaki gajah yang diadakan petugas kesehatan, hampir sebagian besar dari responden yaitu 54 responden (65,06%) tidak pernah bertanya kepada petugas kesehatan atau kader tentang penyakit kaki gajah, hampir seluruhnya dari responden yaitu 74

9 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

responden (89,16%) tidak pernah mencari informasi tentang penyakit kaki gajah dari berbagai media, dan hampir sebagian besar responden yaitu 60 responden (72,29%) tidak pernah membaca informasi tentang penyakit kaki gajah dari selebaran dan poster yang telah disediakan puskesmas. Hal ini kemungkinan terjadi karena ada responden yang mengatakan mereka jarang datang ke Puskesmas, sibuk dengan pekerjaan sehingga tidak ada waktu untuk bertanya atau pun mencari info, dan sedang tidak ada di tempat ketika petugas kesehatan mengadakan penyuluhan. Menurut Maulana (2007), proses pemberdayaan atau memandirikan masyarakat menyangkut penggalangan berbagai dukungan di masyarakat. Dukungan dari masyarakat dapat berupa peran aktif masyarakat dalam mencari informasi terkait masalah kesehatan yang sedang terjadi. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Upaya Tindakan Perlindungan Khusus (N=83) Baik

Subvariabel Tindakan perlindungan khusus

f 36

Kurang % 43,37

f 47

% 56,63

Berdasarkan hasil penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dalam aspek promosi kesehatan menunjukkan bahwa dari 83 responden, 36 responden (43,37%)

melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam

kategori baik dan 47 responden (56,63%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori kurang. Hal ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden melakukan tindakan perlindungan khusus pada kategori kurang.

10 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Untuk lebih jelasnya setiap masing-masing subsubvariabel akan dijelaskan sebagai berikut. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam pemberantasan sarang nyamuk menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari responden, 51 responden (61,45%) selalu menutup penampungan air dan hampir setengahnya dari responden, 26 responden (31,32%) tidak pernah menutup penampungan air. Hampir setengahnya dari responden, 41 responden (49,40%) sering menguras tempat penampungan air, dan 24 responden (28,91%) jarang menguras penampungan air. Hampir sebagian besar responden, 44 responden (53,01%) sering menyingkirkan barang bekas yang dapat menampung air hujan. Hampir setengahnya dari responden, 40 responden (48,19%) tidak pernah menaburkan bubuk abate pada tempat penampungan air yang sulit dikuras. Hal ini menunjukan bahwa hampir sebagian besar responden sudah melakukan upaya pemberantasan sarang nyamuk dengan baik. Melakukan pemberantasan sarang nyamuk merupakan salah satu cara memutus rantai penularan Filariasis. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga sudah sering mendapatkan info tentang PSN dari berbagai media seperti iklan di televisi, koran, penyuluhan dari petugas kesehatan, dan leaflet yang disediakan puskesmas. Berdasarkan hasil penelitian upaya keluarga dalam menghindarkan diri dari gigitan nyamuk menunjukkan bahwa 64 responden (77,12%) tidak pernah menggunakan kelambu. Hal ini menunjukkan bahwa hampir seluruhnya dari responden tidak pernah menggunakan kelambu. Hal ini kemungkinan terjadi karena keluarga menganggap penggunaan kelambu sebagai hal yang sudah kuno

11 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

atau tidak modern. Hampir setengahnya dari responden yaitu 34 responden (40,96%) selalu menggunakan obat anti nyamuk seperi obat nyamuk bakar, obat nyamuk semprot, obat nyamuk elektrik, atau lotion anti nyamuk agar terhindar dari gigitan nyamuk dan 24 responden (28,92%) jarang melakukan hal yang sama. Penggunaan anti nyamuk dapat tergolong masih efektif, dimana peralatan kecil, mudah dibawah dan sederhana dalam penggunaannya. Hampir sebagian besar dari responden yaitu 53 responden (63,86%) tidak pernah mematikan lampu kamar saat tidur dan sebanyak 12 responden (14,46%) selalu mematikan lampu kamar saat tidur. Menurut Chandra (2007), menghindarkan diri dari gigitan nyamuk merupakan salah satu cara untuk memutus mata rantai penularan dari arthropodborne disease. Nyamuk sangat menyukai tempat yang gelap. Oleh karena itu menjaga suatu ruangan agar tetap terang dapat meminimalkan populasi nyamuk di dalam rumah. Berdasarkan hasil penelitian, hampir sebagian besar responden yaitu 55 responden (66,27%) selalu mengikuti sosialisasi program minum obat massal dan sisanya, 28 responden (33,73%) tidak pernah mengikuti sosialisasi program minum obat massal. Hal ini kemungkinan terjadi karena responden yang sedang tidak berada di tempat saat sosialisasi diadakan oleh petugas kesehatan. Sebanyak 24 responden (28,92%) orang tua selalu menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis dan sisanya 59 responden (71,08%) orang tua tidak pernah menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis. Hal ini kemungkinan karena keluarga khususnya orang tua mendapatkan informasi yang keliru mengenai efek samping

12 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

obat sehingga merasa takut untuk menelan obat yang dibagikan. Hampir sebagian besar dari responden, 54 responden (65,06%) selalu bersedia menelan obat profilaksis dan sisanya 29 responden (34,94%) tidak pernah menelan obat profilaksis. Hal ini mungkin terjadi karena keluarga takut akan efek samping obat profilaksis atau keluarga sedang tidak di tempat saat pembagian obat. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap, dan perilaku masyarakat tentang program minum obat massal Filariasis dibutuhkan sosialisasi sebelumnya agar masyarakat tidak merasa takut dan tidak menolak untuk minum obat yang dibagikan petugas kesehatan (Depkes RI, 2008). Menurut Suprajitno (2004), keluarga memiliki peran untuk memutuskan tindakan yang tepat terhadap masalah kesehatan yang terjadi. Orang tua menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis merupakan cermin sikap anggota keluarga yang berimbas baik terhadap peran keluarga dalam memutuskan tindakan yang tepat terhadap masalah pencegahan primer Filariasis yaitu dengan bersedia menelan obat profilaksis yang dibagikan oleh petugas kesehatan.

SIMPULAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 83 responden, penelitian tentang upaya keluarga dalam pencegahan primer Filariasis di Desa Nanjung Kecamatan Margaasih Kabupaten Bandung dapat disimpulkan bahwa hampir setengahnya dari responden (43,37%) sudah melakukan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan primer Filariasis dengan baik. Namun hampir sebagian besar responden (56,63%)

melakukan promosi kesehatan dalam upaya pencegahan

13 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

primer Filariasis dalam kategori kurang dalam hal menciptakan lingkungan yang sehat dan mencari informasi tentang Filariasis. Hampir setengahnya dari responden (43,37%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori baik. Namun hampir sebagian besar responden (56,63%) melakukan upaya tindakan perlindungan khusus dalam kategori kurang dalam hal menggunakan kelambu, mengikuti sosialisasi program minum obat massal, dan orang tua menganjurkan seluruh anggota keluarganya untuk bersedia menelan obat profilaksis.

SARAN Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat diberikan informasi tentang Filariasis dengan bahasa yang komunikatif, sederhana dan dimengerti oleh keluarga, masyarakat diharapkan dapat meningkatkan upaya mencari informasi tentang Filariasis untuk menambah pengetahuan dalam menghadapi kejadian Filariasis di daerah tempat tinggalnya, selain itu masyarakat diharapkan dapat meningkatkan upaya dalam pemeliharaan lingkungan agar tercipta lingkungan sehat sehingga tidak digunakan tempat perindukan bagi nyamuk.

DAFTAR PUSTAKA Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Anderson, E. T. dan Judith, Mc. F. 2006. Keperawatan Komunitas: Teori dan Praktek. Jakarta: EGC Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: EGC

14 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869

Departemen Kesehatan, RI. 2008. Pedoman Program Eliminasi Filariasis di Indonesia. Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung. 2010. Profil Kesehatan Kabupaten Bandung Tahun 2010 Friedman, M. M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta :EGC Ilyas, I. 1990. Program Pemberantasan Filaria di Indonesia. Direktorat Jenderal PPM dan PLP; Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Rencana Nasional Program Akselerasi Eliminasi Filariasis di Indonesia 2010 – 2014. Avalaible at: http://www.pppl.depkes.go.id (diakses 13 Oktober 2011) Maulana, H. D. J. 2007. Promosi Kesehatan. Jakarta: EGC Muslim, H. M. 2009. Parasitologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Natadisastra, D. dan Ridad A. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta: EGC Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta Riduwan. 2004. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru – Karyawan dan Peneliti Pemula. Bandung: CV Alfabeta Sudomo, M. 2008. Penyakit Parasitik yang Kurang Diperhatikan di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; Departemen Kesehatan Republik Indonesia Suprajitno. 2004. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta: EGC

15 Yohannie Vicky Putri, S.Kep Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Padjadjaran (Jl. Raya Bandung-Sumedang Km. 21 Jatinangor) Email: [email protected], 085220400869