10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Manajemen Secara etimologis

dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai sa...

26 downloads 592 Views 135KB Size
10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Manajemen Secara etimologis kata manajemen berasal dari bahasa Perancis Kuno ménagement, yang berarti seni melaksanakan dan mengatur. Sedangkan secara terminologis para pakar mendefinisikan manajemen secara beragam, diantaranya: Follet mengartikan manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Menurut Stoner manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya-sumber daya manusia organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Gulick mendefinisikan manajemen sebagai suatu bidang ilmu pengetahuan (science) yang berusaha secara sistematis untuk memahami mengapa dan bagaimana manusia bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan dan membuat sistem ini lebih bermanfaat bagi kemanusiaan. (Wijayanti. 2008) Ricky W. Griffin mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran (goals) secara efektif dan efesien. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. (Mesiono, 2010). G.R. Terry memberi pengertian manajemen yaitu suatu proses atau kerangka kerja, yang melibatkan bimbingan atau pengarahan suatu kelompok orang-

10

11

orang kearah tujuan-tujuan organisasional atau maksud-maksud yang nyata. Hal tersebut meliputi pengetahuan tentang apa yang harus dilakukan, menetapkan cara bagaimana melakukannya, memahami bagaimana mereka harus melakukannya dan mengukur efektivitas dari usaha-usaha yang telah dilakukan. (Terry, 2009) Dari beberapa definisi yang tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen merupakan usaha yang dilakukan secara bersama-sama untuk menentukan dan mencapai tujuan-tujuan organisasi. Dan secara klasik Manajemen adalah ilmu dan seni tentang bagaimana menggunakan sumberdaya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. (A.A Gde Muninjaya, 2002) 2.1.1.

Fungsi Manajemen Fungsi organisasi pada hakikatnya merupakan tugas pokok yang harus

dijalankan pimpinan organisasi apapun. Mengenai macamnya fungsi manajemen itu sendiri ada persamaan dan perbedaan pendapat, namun sebetulnya pendapat-pendapat tersebut saling melengkapi. Fungsi manajemen menurut R.D. Agarwal adalah “The management proces comprises the following six functions : Panning; Organizing; Staffing; Directing; coordinating; dan controlling.” Menurut Luther Gullick “The management functions, who abbreviated in the word POSDCoRB, including the first letter of each management function : (Ibnu Syamsi, 1994) 1. Planning 2. Organizing 3. Staffing

12

4. Directing 5. Coordinating 6. Reporting and 7. Budgeting Fungsi-fungsi manajerial Menurut Terry, fungsi manajemen dapat dibagi menjadi empat bagian, yakni planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan) : (Terry, 2006) 1.

Perencanaan (Planning) Planning/perencanaan adalah menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar mencapai tujuan-tujuan tersebut. Planning mencakup kegiatan pengambilan keputusan, karena termasuk dalam pemilihan alternatif-alternatif keputusan. Diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang. Perencanaan adalah sejumlah kegiatan yang ditentukan sebelumnya untuk dilaksanakan pada suatu periode tertentu dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan (Husaini Usman, 2008). Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan masalah-masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia, menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

13

2.

Pengorganisasian (Organization) Organizing berasal dari kata organon dalam bahasa Yunani yang berarti alat, yaitu proses pengelompokan kegiatan-kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan dan penugasan setiap kelompok kepada seorang manajer (Terry & Rue, 2009) Pengorganisasian dilakukan untuk menghimpun dan mengatur semua sumbersumber yang diperlukan, termasuk manusia, sehingga pekerjaan yang dikehendaki dapat dilaksanakan dengan berhasil. ungsi dari pengorganisasian yaitu kegiatan yang mengatur tugas, wewenang, dan tanggung jawab serta. Pengorganisasian yang baik dapat menempatkan orang – orang pada tugas yang tepat

3.

Pelaksanaan (Actuating) Pelaksanaan merupakan usaha menggerakkan anggota-anggota kelompok sedemikian rupa, hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan bersama

4.

Pengawasan (Controlling) Controlling atau pengawasan adalah penemuan dan penerapan cara dan alat utk menjamin bahwa rencana telah dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan

2.1.2. Unsur Manajemen George R. Terry dalam bukunya Principle of Management mengatakan, ada enam sumber daya pokok dari manajemen, yaitu:

14

1. Man Man merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen, faktor manusia adalah yang paling menentukan. Manusia yang membuat tujuan dan manusia pula yang melakukan proses untuk mencapai tujuan. Tanpa ada manusia tidak ada proses kerja, sebab pada dasarnya manusia adalah makhluk kerja. Oleh karena itu, manajemen timbul karena adanya orang-orang yang berkerja sama untuk mencapai tujuan. 2. Materials Material terdiri dari bahan setengah jadi (raw material) dan bahan jadi. Dalam dunia usaha untuk mencapai hasil yang lebih baik, selain manusia yang ahli dalam bidangnya juga harus dapat menggunakan bahan/materi-materi sebagai salah satu sarana. Sebab materi dan manusia tidak dapat dipisahkan, tanpa materi tidak akan tercapai hasil yang dikehendaki. 3. Machines Machine atau Mesin digunakan untuk memberi kemudahan atau menghasilkan keuntungan yang lebih besar serta menciptakan efesiensi kerja. 4. Methods Sedangkan metode adalah suatu tata cara kerja yang memperlancar jalannya pekerjaan manajer. Sebuah metode dapat dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan memberikan berbagai pertimbanganpertimbangan kepada sasaran, fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan kegiatan usaha. Perlu diingat meskipun metode baik,

15

sedangkan orang yang melaksanakannya tidak mengerti atau tidak mempunyai pengalaman maka hasilnya tidak akan memuaskan. Dengan demikian, peranan utama dalam manajemen tetap manusianya sendiri. 5. Money Money atau Uang merupakan salah satu unsur yang tidak dapat diabaikan. Uang merupakan alat tukar dan alat pengukur nilai. Besar-kecilnya hasil kegiatan dapat diukur dari jumlah uang yang beredar dalam perusahaan. Oleh karena itu uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi. 6. Markets Market atau pasar adalah tempat di mana organisasi menyebarluaskan (memasarkan) produknya. Memasarkan produk sudah barang tentu sangat penting sebab bila barang yang diproduksi tidak laku, maka proses produksi barang akan berhenti. Artinya, proses kerja tidak akan berlangsung. Oleh sebab itu, penguasaan pasar dalam arti menyebarkan hasil produksi merupakan faktor menentukan dalam perusahaan. Agar pasar dapat dikuasai maka kualitas dan harga barang harus sesuai dengan selera konsumen dan daya beli (kemampuan) konsumen.

16

2.4. Manajemen Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi dan kehidupan soasial ekonomi masyarakat yang tetap mampu meningkatkana pelayanan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat sehingga agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tinginya. (UU, RI. No. 44 Tahun 2009). Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan harus dikelola dengan baik, alat pengelolanya adalah manajemen. Tugas dari manajemen adalah mengkreasikan berbagai keadaan lingkungan

dengan tehnik yang efektif

sehingga dapat berkembang dan dilaksanakan guna mencapai tujuan. Kegunaan tugas manajemen adalah dalam hal pemenuhan kualitas pelayanan kesehatan. Tampa tugas manajemen yang baik akan sulit dicapai pelayanan

kepada pasien dengan baik

sebagai perwujudan dari fungsi manajemen. (Sabarguna, BS. 2009) Manajemen profesional berarti melaksanakan manajemen dengan tatacara yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan orang yang terlatih secara benar dan tepat. Dalam rangka melaksanakan pelayanan yang berorietasi pada pasien dan menjaga mutu pelayanan perlu adanya manajemen yang handal. Rumah sakit sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran yang sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, rumah sakit

17

dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Rumah sakit sebagai suatu sistem mempunyai menyelenggarakan dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan unit rawat inap. (Satrinegara, 2009) 2.4.1. Fungsi Perencanaan (Planning) Perencanaan adalah salah satu fungsi manajemen yang penting oleh karena itu perencanaan memegang peranan strategis untuk keberhasilan pelayanan rumah sakit. Dengan menerapkan sistem perencanaan yang baik, maka manajemen rumah sakit sudah memecahkan sebagian masalah pelayanan yang dihadapi sebuah rumah sakit, karena upaya pengembangan rumah sakit didasarkan pada kebutuhan pengguna jasa pelayanan kesehatan (A.A. Gde Muninjaya) Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif dan efisien. 2.4.2. Fungsi Pelaksanaan (Actuating) Rumah sakit adalah organisasi yang sangat kompleks. Kompleksitas fungsi actuating di sebuah rumah sakit dipengaruhi oleh dua aspek yaitu :

18

a. Sifat pelayanan kesehatan yang berorientasi konsumen penerima jasa pelayanan (customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer rumah sakit ada tiga kemungkinan yaitu sembuh sempurna, cacat atau mati. b. Pelaksanaan fungsi actuating sangat kompleks karena tenaga yang bekerja di rumah sakit terdiri dari berbagai jenis profesi. Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban rumah sakit, penerapan fungsi pelaksanaan (actuating) Rumah sakit akan sangat tergantung dari empat faktor, faktor pertama adalah kepemimpinan Direktur Rumah Sakit; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan oleh masing-masing wakil Direktur dengan SMF dan kepala instalasinya; ketiga komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di rumah sakit; dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan (pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan tersedia di rumah sakit. 2.4.3. Fungsi Koordinasi Koordinasi menurut G.R. Terry adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang sesuai dengan masing-masing dan menjaga agar kegiatan dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di antara anggota (Hasibuan, 2009).

19

Menurut Hasibuan (2009), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu: 1.

Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya

2.

Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatankegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi (coordination) adalah salah satu dari kegiatan yang dilaksanakan

dalam “manajemen bencana” yang dikenal dengan empat C yaitu command (komando), control (pengendalian); coordination (koordinasi) dan communication (komunikasi). Dilakukan karena melibatkan multi sektor yang terkait dalam penanganan bencana. (Rowland, 2004). Tujuan utama koordinasi di dalam konteks bencana adalah berupa efektivitas di respon terhadap bencana dimaksud. Koordinasi yang solid sering dinyatakan terbukti mampu mengurangi kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh suatu bencana dan sekaligus merupakan faktor sukses utama di dalam penanganan bencana. Fase tanggap-darurat yang terkoordinasikan dengan baik merupakan faktor kunci di dalam efektivitas tanggap-darurat terkait. Kurangnya koordinasi juga sekaligus merupakan salah satu sebab, di antara beragam sebab yang ada, gagalnya sebuah tanggap-darurat bencana. Dalam penanggulangan bencana pada masa tanggap darurat Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan koordinasi

baik lintas program maupun lintas

20

sektor dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Rumah Sakit Provinsi dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Pada saat bencana Direktur Rumah Sakit Kabupaten/Kota melakukan kegiatan : (Kepmenkes RI. No. 145 Tahun 2007) 1. Menghubungi lokasi bencana untuk mempersiapkan instalasi gawat darurat (IGD) dan ruang perawatan untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana dan tempat pengungsian 2. Menyiapkan IGD dan instalasi rawat inap untuk menerima rujukan penderita dari lokasi bencana atau tempat penampungan pengungsi dan melakukan pengaturan jalur evakuasi 3. Menghubungi Rumah Sakit provinsi tentang kemungkinan adanya penderita yang akan dirujuk 4. Menyiapkan dan mengirimkan tenaga dan peralatan kesehatan ke lokasi bencana. 2.4.3.1. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT) SPGDT adalah sistem koordinasi berbagai unit kerja (multi sektor) dan didukung berbagai kegiatan profesi (multi disiplin dan multi profesi) untuk menyelenggarakan pelayanan terpadu bagi penderita. Dalam keadaan sehari-hari maupun bencana penanganan pasien gawat darurat melibatkan pelayanan pra Rumah Sakit, di Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit, memerlukan penanganan terpadu dan pengaturan dalam sistem. gawat darurat baik dalam keadaan bencana maupun seharihari (SPGDT- S/B). SPGDT terdiri dari unsur Pra Rumah Sakit, Rumah Sakit dan antar Rumah Sakit yang berpedoman pada respon cepat yang menekankan “Time

21

Saving is life and limb saving” yang melibatkan musyawarah umum dan khusus, petugas medis, pelayanan ambulans gawat darurat dan komunikasi Semua petugas medis di rumah sakit bisa terlibat dalam pengelolaan bencana. Semua petugas wajib melaksanakan sistem komando bencana dan berpegang pada Sistem Penanggulangan Gawat Darurat sehari-hari dan bencana Nasional pada semua keadaan darurat medis baik dalam keadaan bencana atau seharihari. Semua petugas harus waspada dan memiliki pengetahuan yang cukup dalam usaha penyelamatan pasien. (Dirjen Bina Pel. Medik RI. 2006) SPGDT sehari hari adalah SPGDT yang diterapkan pada pelayanan gawat darurat sehari hari terhadap individu seperti penanganan kasus serangan jantung, stroke, kecelakaan kerja kecelakaan lalulintas, dsb. Sedangkan SPGDT bencana adalah sistem penanggulangan gawat darurat terpadu yang ditujukan untuk mengatur pelaksanaan penanganan korban pada bencana. SPGDT bencana pada dasarnya merupakan eskalasi dari SPGDT sehari hari, oleh karena itu SPGDT bencana tidak mungkin dapat dilaksanakan dengan baik bila SPGDT sehari hari belum dapat dilakukan dengan baik. Perlu ditekankan bahwa SPGDT ini harus terintegrasi dengan sistem penanggulangan bencana di daerah setempat, dalam hal ini adalah satuan koordinasi pelaksana penanggulangan bencana dan pengungsi (satkorlak PBP). 2.4.3.2. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Dalam amanat Undang-undang Dasar 1945 adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk perlindungan terhadap bencana, dalam rangka mewujudkan kesejahteraan umum yang berlandaskan

22

Pancasila, telah dituangkan dalam Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. (Perka BNPB No. 3 Tahun 2008). Pemerintah dan pemerintah Daerah menjadi penanggungjawab penyelenggaraan Penanggulangan bencana untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 46 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Di setiap Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/kota agar dapat membentuk

Badan

Penanggulangan

Bencana

Daerah

(BPBD)

yang

bertanggungjawab langsung kepada Kepala Daerah dan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah (Sekda). Pembentukan BPBD paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri Dalam

Negeri

di

tetapkan.

BPBD

menyelenggarakan

fungsi;

koordinasi;

pengkomandoan dan Pelaksana. Rapat koordinasi diadakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan. Pengkoordinasian harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh. Pengkoordinasian dilaksanakan BPBD melalui koordinasi dengan satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di daerah dan instansi vertikal yang ada di daerah, lembaga usaha, dan pihak lain yang diperlukan pada tahap pra bencana, bencana dan pasca bencana, termasuk koordinasi dengan Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit yang ada di Daerah bencana. (Permendag. RI No. 46 Tahun 2008).

23

2.5. Bencana Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik faktor alam, dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (UU No. 24 tahun 2007). WHO, 2007 mendefinisikan bencana sebagai sebuah gangguan fungsi yang serius dari suatu komunitas atau masyarakat, yang menyebabkan banyak korban, kerugian materi, ekonomi atau lingkungan yang melebihi kemampuan mayarakat dalam mengatasinya. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi maupun korban manusia, lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor. 2.3.1. Bencana Erupsi Gunungapi Gunung api adalah lubang atau rekahan pada kerak bumi tempat keluarnya magma, gas dan fluida lainnya ke permukaan bumi. Di dunia terdapat 1500 gunungapi aktif, rata-rata 50 (lima puluh) gunungapi mengalami erupsi (letusan) tiap tahun. Dibandingkan bencana alam lain yang cukup besar (banjir, tanah longsor, gempa bumi dan angin topan) bencana gunungapi relatif tidak terlalu mengancam manusia. Meskipun demikian bencana gunungapi secara lokal dapat sangat destruktif dan pada kejadian tertentu di mana letusannya yang sangat dahsyat dapat mengubah

24

iklim global dan bahkan dapat mengubah sejarah manusia. (Muhammadiyah dan kesiapsiagaan Bencana, 2008) 2.3.2. Elemen Letusan Gunung Api 1. Aliran Piroklastik Aliran/longsoran abu, fragmen batuan dan gas dengan temperatur dan kecepatan tinggi. Seperti yang terjadi di Merapi 2006. Kalau mencapai pemukiman akan berbahaya sekali. Kecepatannya bisa 80-90Km/jam atau lebih. 3. Lahar Campuran deposit aktivitas gunung api (tephra) dengan air dan mengalir menuruni lereng. Seperti banjir bandang misal saat meletus Gunung Pinatubo di Philipina, banyak jatuh korban karena aliran lahar dingin akibat hujan yang terus-menerus setelah letusan. 4. Longsor Runtuhnya Massa batuan di lereng gunung api. 5. Aliran Lava Lava basalt yang mengalir dari lubang erupsi. Lava andesit-riolit membentuk kubah lava. Tipe Hawaiian lava turun ke tempat yang lebih rendah pelan tapi membakar semua yang dilewatinya. Di Indonesia jarang yang seperti ini, biasanya lava membentuk kubah lava. Berbahaya kalau konstruksinya tidak kuat bisa terjadi longsor.

25

6. Tehpra Jatuhan fragmen batuan dan lava (abu, bom dan blok volkanik) yang terlontar ke udara. Tehpra mempunyai ukuran dari yang kecil sampai besar. Kalau lontarannya jauh akan mempengaruhi cuaca dan material yang jatuh lapisannya akan menutupi apapun dan terkadang sangat tebal. 7. Gas Volkanik Gas bersifat asam dan gas mematikan lainnya, yang terlepas saat erupsi volkanik. Pernah terjadi di kawah Sinila Dieng. Di Kamerun di danau kawah karena aktifitasnya mengakibatkan gas CO2 terkonsentrasi dan sangat kuat menyebabkan kematian pada ternak serta penduduk sekitar danau, korban sekitar 1000-2000 orang. 8. Gempa Bumi Gempa volkanik jauh Iebih kecil dari pada gempa tektonik, namun dapat memicu longsornya kubah lava dan struktur gunung api yang tidak stabil. Dari segi ukuran lebih kecil dari gempa tektonik, karena kecil tidak terasa tapi ada. 9. Tsunami Tsunami dapat terjadi jika material volkanik dan gunung api di laut atau lepas pantai longsor ke laut dalam jumlah sangat besar. Misal letusan Krakatau pada tahun 1883. Korban sekitar 36 ribu jiwa.

26

2.4. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan

adalah

serangkaian

kegiatan

yang

dilakukan

untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU No. 24 tahun 2007). Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana. Dalam konsep pengelolaan bencana yang berkembang saat ini, peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat proaktif, sebelum terjadinya suatu bencana (LIPI, 2006). Dalam mengembangkan kesiapsiagaan dari suatu masyarakat, terdapat beberapa aspek yang memerlukan perhatian, yaitu (LIPI, 2006) : 1. Perencanaan dan organisasi : adanya arahan dan kebijakan, perencanaan penanganan situasi darurat yang tepat dan selalu diperbaharui serta struktur organisasi penanggulangan bencana yang memadai. 2. Sumber daya : inventarisasi dari semua organisasi sumber daya secara lengkap dan pembagian tugas dan tanggungjawab yang jelas. 3. Koordinasi: penguatan koordinasi antar lembaga/organisasi serta menghilangkan friksi dan meningkatkan kerjasama antar lembaga/ organisasi terkait. 4.

Kesiapan: unit organisasi penanggulangan bencana harus bertanggung jawab penuh untuk memantau dan menjaga standar kesiapan semua elemen.

5. Pelatihan dan kesadaran masyarakat: perlu adanya pelatihan yang memadai dan adanya kesadaran masyarakat serta ketersediaan informasi yang memadai dan akurat.

27

Upaya untuk mengembangkan dan memelihara suatu tingkat kesiapsiagaan, maka diperlukan adanya elemen-elemen penting sebagai berikut ini (LIPI, 2006) : 1. Kemampuan koordinasi semua tindakan (adanya mekanisme tetap koordinasi). 2. Fasilitas dan sistem operasional. 3. Peralatan dan persediaan kebutuhan dasar atau suplai. 4. Pelatihan. 5. Kesadaran masyarakat dan pendidikan. 6. Informasi. 7. Kemampuan untuk menerima beban yang meningkat dalam situasi darurat/krisis. Fasilitas dan sistem operasional dari suatu kesiapsiagaan, memerlukan tersedianya elemen-elemen sebagai berikut : 1. Sistem komunikasi darurat. 2.

Sistem peringatan dini.

3.

Sistem aktivasi organisasi darurat.

4.

Pusat pengendalian operasi darurat sebagai pusat pengelolaan informasi.

5. Sistem untuk survei kerusakan dan pengkajian kebutuhan. 6. Pengaturan untuk bantuan darurat misalnya makanan, perlindungan sementara dan pengobatan.

2.5. Tim Penanggulangan Bencana di Rumah Sakit Dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 448/Menkes/SK/VI/1993 tentang pembentukan Tim Kesehatan Penanggulangan bencana disetiap rumah sakit

28

dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit dikatakan bahwa Setiap rumah sakit harus memiliki Tim Penanggulangan Bencana. Struktur Organisasi penanganan bencana rumah sakit ditetapkan oleh pimpinan rumah sakit. A. Struktur Organisasi Tim penangananan Bencana (Depkes RI, 2009) 1. Ketua : a. Dijabat oleh Pimpinan rumah sakit b. Dibantu oleh Staf yang terdiri dari : 1. Penasehat medik (ketua komite Medik/ Direktur pelayanan/ wadir pelayanan medik) 2. Humas 3. Penghubung 4. Keamanan 2. Pelaksana : disesuaikan dengan struktur organisasi rumah sakit, meliputi : a. Operasional b. Logistik c. Perencanaan d. Keuangan B. Uraian dan Tugas Fungsi Tim 1. Ketua a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penanggulangan bencana

29

b. Melakukan koordinasi secara vertikal (Badan Penanggulangan bencana Daerah tk I/II/BNPB) dan horizontal (rumah sakit lainnya, PMI dll) c. Memberikan arahan pelaksanaan penanganan operasional pada tim lapangan d. Memberikan informasi kepada pejabat, staf internal rumah sakit dan instansi terkait yang membutuhkan serta media massa e. Mengkoordinasikan sumberdaya, bantuan SDM dan fasilitas dari internal rumah sakit/dari luar rumah sakit f. Bertanggung jawab dalam tanggap darurat dan pemulihan 2. Pelaksana a. Operasional 1. Menganalisa informasi yang diterima 2. Melakukan identifikasi kemampuan yang tersedia 3. Melakukan pengelolaan sumber daya 4. Memberikan pelayanan medis (triage, pertolongan pertama, identifikasi korban, stabilisasi korban cedera) 5. Menyiapkan tim evakuasi dan transportasi (ambulans) 6. Menyiapkan

area

penampungan

korban

(cidera,

meninggal,

dan

mengungsi) di lapangan, termasuk penyediaan air bersih, jamban dan sanitasi lingkungan bekerjasama dengan instansi terkait. 7. Menyiapkan tim keamanan 8. Melakukan pendataan pelaksanaan kegiatan

30

b. Perencanaan 1. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan SDM 2. Patient tracking dan informasi pasien c. Logistik 1. Bertanggungjawab pada ketersediaan fasilitas (peralatan medis, APD, BMHP, obat-obatan, makanan & minuman, linen dan lain-lain) 2. Bertanggung jawab pada ketersediaan dan kesiapan komunikasi internal maupun eksternal 3. Menyiapkan transportasi untuk tim, korban bencana dan yang memerlukan 4. Menyiapkan area untuk isolasi dan dekonminasi (bila diperlukan) d. Keuangan 1. Merencanakan anggaran penyiagaan penangganan bencana (pelatihan, penyiapan alat, obat-obatan dll) 2. Melakukan administrasi keuangan pada saat penanganan bencana 3. Melakukan pengadaan barang (pembelian yang diperlukan) 4. Menyelesaikan kompesasi bagi petugas (bila tersedia) dan klaim pembiayaan korban bencana 2.5.1. Dukungan Pelayanan Medis dan Dukungan Manajerial Dalam pelaksanaan penanganan bencana diperlukan pelayanan medis (medical support) maupun dukungan manajerial (management support) yang memadai yang telah tercermin dalam struktur organisasi. Dukungan tersebut sudah harus dipersiapkan sebelum terjadi bencana, yang meliputi :

31

a. Medical support (dukungan Pelayanan Medis) 1. Menyiapkan daerah triage, label, dan rambu-rambu 2. Meyiapkan peralatan pertolongan, mulai dari peralatan life saving sampai peralatan terapi definitif. 3. Menyiapkan SDM dengan kemampuan sesuai dengan standart pelayanan dan standart kompetensi 4. Menyiapkan prosedur-prosedur khusus dalam melakukan dukungan medis b.

Management Support (Dukungan Manajerial) 1.

Meyiapkan pos komando

2.

Menyiapkan SDM Cadangan

3.

Menangani kebutuhan logistik

4.

Menyiapkan alur evakuasi dan keamanan area penampungan

5.

Menyiapkan area dekontaminasi (bila diperlukan)

6.

Melakukan pendataan pasien dan penempatan/pengiriman pasien

7.

Menetapkan masa pengakhiran kegiatan penanganan bencana

8.

Menyiapkan sarana fasilitas komunikasi di dalam dan di luar rumah sakit

9.

Menangani masalah pemberitaan media dan informasi bagi keluarga korban

10. Menyiapkan fasilitas transportasi untuk petugas dan korban/pasien (transportasi darat, laut dan udara)

32

2.6. Perencanaan Penanggulangan Bencana Rumah Sakit (Hospital Disaster Preparedness) Dalam setiap bencana akan selalu terjadi kekacauan (chaos). Dengan adanya perencanaan penanggulangan bencana di rumah sakit (Hosdip) yang baik maka kekacauan yang memang selalu terjadi akan dapat diusahakan waktunya sesingkat mungkin, sehingga mortalitas dan morbiditas dapat ditekan seminimal mungkin. Yang sering muncul di Rumah Sakit pada waktu terjadi bencana pertama adalah penderita yang begitu banyak maka diperlukan persiapan yang lebih intensif dan menyeluruh, kedua adalah kebutuhan yang melampaui kapasitas RS, dimana hal ini akan diperparah bila terjadi kekurangan logistik dan SDM, atau terjadi kerusakan infra struktur dalam RS itu sendiri. Kedua hal tersebut diatas wajib diperhitungkan baik untuk bencana yang terjadi diluar maupun didalam RS sendiri. Pada bencana yang terjadi diluar Rumah Sakit, yang diharapan adalah: (Pusdiklat-Aparatur kesehatan) a.

Korban yang datang dalam jumlah banyak dapat dilayani dan ditangani sebaik mungkin.

b.

Optimalisasi kapasitas penerimaan dan penanganan pasien

c.

Secara profesional akan tampak melalui sistem pengorganisasian kerja yang baik

d.

Korban/pasien tetap dapat ditangani secara individu, termasuk pasien yang sudah dirawat sebelum bencana terjadi.

33

Proses Penyusunan Hospital Disaster Plan (HOSDIP) Penyusunan Hosdip diawali dengan mengenal keadaan dari daerahnya sendiri. Berdasarkan dari ancaman yang ada di daerah tersebut dan membuat gambaran dari ancaman tersebut. Selain itu, pengalaman yang sudah ada saat terjadi bencana atau pun berdasarkan bencana yang terjadi pada daerah lainnya, ketersediaan sumber daya yang ada seperti SDM serta mengingat kebijakan lokal maupun nasional. Untuk memberikan hasil yang maksimal serta adanya komitmen dan konsistensi dari manajemen RS maka perlu dibentuk tim penyusun Hosdip ini penting karena mengingat penanggulangan bencana termasuk penyusunan Hosdip merupakan proses yang terus menerus, sehingga perlu dipertahankan kinerja tim. Tim penyusun Hosdip adalah merupakan gabungan dari unsur pimpinan, minimal kepala bidang/ instalasi, unsur pelayanan gawat darurat (kepala UGD), unsur rumah tangga, unsur paramedis, dan unsur lainnya yang dipandang perlu. Sebelum tim penyusun terbentuk, akan lebih baik jika dibentuk komite gawat darurat dan bencana. Mengapa disebut gawat darurat dan bencana, karena keduanya adalah satu kesatuan yang memiliki keterkaitan yang tinggi dan memerlukan manajemen bersama. (Pusdiklat-Aparatur Kesehatan)

2.7. Sumber Daya Manusia Kesehatan Sumber daya manusia kesehatan adalah seseorang yang bekerja secara aktif di bidang kesehatan baik yang memiliki pendidikan formal kesehatan maupun tidak yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan dalam melakukan upaya kesehatan. (Kepmenkes RI. No. 066 Tahun 2006) Sumber Daya Manusia Kesehatan

34

adalah tenaga kesehatan profesi termasuk tenaga kesehatan strategis dan tenaga nin profesi serta tenaga pendukung/penunjang kesehatan yang terlibat dan bekerja serta mengabdikan dirinya seperti dalam upaya dan manajemen kesehatan. (Depkes RI, 2009) Sumber daya manusia tetap yang paling penting diantara sumber daya yang tersedia dalam rumah sakit atau fasilitas kesehatan. Petugas harus cukup siap untuk situasi darurat dan bencana. Sumber daya manusia kesehatan sangat berperan dalam pelayanan kesehatan pada saat bencana. Karena bencana merupakan suatu kejadian yang tidak diinginkan dan biasanya terjadi secara mendadak serta disertai jatuh korban, kejadian ini bila tidak ditangani secara cepat dan tepat dapat menghambat, mengganggu serta menimbulkan kerugian bagi kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut menuntut ketersediaan dari tenaga kesehatan yang berkompeten untuk selalu siap bekerja di luar jam kerja rutin dengan perintah atasan yang datang secara mendadak serta bersedia bekerja kapan saja diperlukan. Penanganan bencana memerlukan sumber daya manusia yang memadai baik dari segi jumlah maupun kompetensi dan kemampuan. sebelum menyusun sistem manajemen bencana, harus diidentifikasi dulu kebutuhan sumber daya manusia kesehatan yang diperlukan misalnya Tim Penanggulangan bencana, tim medis, tim logistik, tim teknis, tim data (Ramli, 2010). Jumlah Kebutuhan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Rumah Sakit pada Saat Bencana. (Kepmenkes RI. No. 066 Tahun 2006)

35

a. Kebutuhan Dokter Umum Kebutuhan dokter Umum = (Jumlah Pasien/40) – jumlah dokter yang ada di tempat Contoh perhitungan : Andaikan jumlah pasien yang perlu mendapatkan penanganan dokter umum adalah 80 orang/hari, sementara jumlah dokter yang dibutuhkan adalah : (80/40) – 1 = 2 – 1 = 1 orang b. Jumlah kebutuhan dokter Bedah : {Jumlah Pasien dokter bedah/5} – Jumlah dokter bedah yang ada 5 Diasumsikan lama tugas dokter bedah adalah 5 hari baru kemudian diganti shift berikutnya. Rata-rata jumlah pasien bedah selama 5 hari adalah 75 pasien, dan jumlah dokter bedah yang berada di daerah tersebut adalah 1 orang. Dengan demikian jumlah dokter bedah yang masih dibutuhkan adalah : {75/5} – 1 = 3 – 1 = 2 orang dokter bedah 5 c. Jumlah Dokter Anestesi {Jumlah Pasien bedah/15} – jumlah dokter anestesi yang ada 5 Diasumsikan lama tugas dokter anestesi adalah 5 hari baru ganti sengan shift berikutnya. Rata-rata jumlah pasien anestesi selama 5 hari adalah 75 pasien dan jumlah dokter anestesi di daerah tersebut adalah : {75/15} – 0 = 1 orang dokter anestesi 5

36

d. Kebutuhan Perawat di UGD Rasio kebutuhan tenaga perawat mahir di UGD pada saat bencana adalah 1 : 1 (1 perawat menangani 1 pasien) e. Kebutuhan Perawat Sumber tenaga keperawatan di rumah sakit 2.7.1. Peningkatam Kapasitas (Capacity Building) Peningkatan

kapasitas

berkaitan

dengan

kegiatan/program

untuk

meningkatkan/membangun kapasitas individu dalam menghadapi penanganan bencana. Sasaran akhirnya adalah Sumber Daya Manusia Kesehatan mampu mengantisipasi, siapsiaga dalam menghadapi bencana dan mampu menangani kedaruratan bencana. Dalam siklus penanggulangan bencana tersebut ketersediaan tenaga kesehatan merupakan salah satu upaya meningkatkan produktifitas SDM Kesehatan yang dilakukan sebelum bencana. Dan hal tersebut juga berhubungan dengan ketrampilan dan kemampuan tenaga kesehatan. Untuk meningkatkan kualitas fisik seseorang diperlukan upaya pendidikan dan pelatihan (Sedarmayanti, 2009) Program/kegiatan yang dapat dilakukan di institusi rumah sakit

untuk

meningkatkan kapasitas SDM kesehatan, antara lain : a. Pendidikan dan Latihan Bagi Pimpinan RS Untuk meningkatkan kemampuan para pimpinan RS dalam manajemen penanggulangan gawat darurat dan bencana, Kementerian Kesehatan bersama ikatan profesi dan Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) telah mengembangkan pelatihan HOPE (Hospital Preparedness for Emergency and

37

Disaster). Dengan pelatihan HOPE maka diharapkan semua pimpinan RS dapat membuat dokumen perencanaan dalam penanggulangan bencana yang biasa disebut Hospital Disaster Plan (Hosdip) baik bencana di dalam rumah sakit (internal disaster) maupun bencana di luar rumah sakit (eksternal disaster). (http://buk.kemkes.go.id) 1. Pendidikan dan Latihan Untuk Perawat di Rumah Sakit, antara lain : Keperawatan gawat darurat Dasar dan lanjutan (Pertolongan Pertama Gawat Darurat dan Basic Trauma Life Saving) 2. Keperawatan ICU 3. Keperawatan Jiwa 4. Manajemen keperawatan di RS 5. Standar pre-caution 6. Mahir anestesi 7. PONEK (pelayanan obstetri dan neonatal emergency komprehensif) b. Pelayanan Medik (KMK.No. 066 Tahun 2006) 1. General Emergency life support (GELS) untuk dokter 2. Primary Trauma Care (PTC) untuk dokter 3. Advanced Pediatric Resusciation Course (APRC) untuk dokter 4. Dental forensik untuk dokter gigi 5. Disaster Victim Identivication (DVI) untuk dokter dan dokter gigi 6. PONEK untuk dokter Spesialis Obgyn rumah sakit 7. Advanced trauma Life Support (ATLS) untuk dokter

38

8. Advance Cardiac Life Support (ACLS) untuk dokter

2.8. Fasilitas, Sarana dan Prasarana Dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit ada banyak standar yang harus dipenuhi oleh setiap rumah sakit. Salah satunya adalah standar keselamatan kerja, kebakaran dan kewaspadaan bencana. Dengan falsafah dan tujuannya adalah Rumah Sakit dibangun dan dilengkapi, dijalankan dan dipelihara sedimikian rupa untuk menjaga keamanan dan mencegah kebakaran serta persiapan menghadapi bencana. Hal ini bertujuan untuk menjamin hidup pasien, pegawai dan pengunjung. Setiap rumah sakit harus tersedia fasilitas dan peralatan yang cukup serta siap

pakai

terus

menerus

untuk

menunjang

program

keselamatan

kerja,

menanggulangi bahaya kebakaran dan bencana. (MS. Djoko Wijono, 1999.) Fasilitas adalah segala sesuatu hal yang menyangkut sarana, prasarana maupun alat (baik alat medik maupun alat non medik) yang dibutuhkan oleh rumah sakit Dalam memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi pasien. Sarana adalah segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh mata maupun teraba oleh panca-indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan (umumnya) merupakan bagian dari suatu bangunan gedung ataupun bangunan gedung itu sendiri. Dalam penanggulangan bencana bidang kesehatan

pada prinsipnya tidak

dibentuk sarana dan prasarana khusus tetapi menggunakan sarana dan prasarana yang sudah

ada,

hanya

intesitas

kerjanya

ditingkatkan.

(Kepmenkes

RI.

No.

145/Menkes/SK/I/2007). Rumah Sakit. Fasilitas dan Sarana rumah sakit diatur dalam

39

Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 dan dalam Kepmenkes RI, No. 340 Tahun 2010 tentang klasifikasi rumah sakit dimana

fasilitas rumah sakit

diantaranya

adalah : a.

Pelayanan Medik Umum Pelayanan Medik Umum terdiri dari Pelayanan Medik Dasar, Pelayanan Medik Gigi Mulut dan Pelayanan Kesehatan Ibu Anak/Keluarga Berencana. Pada Pelayanan Medik Dasar minimal harus ada 9 (sembilan) orang dokter umum dan 2 (dua) orang dokter gigi sebagai tenaga tetap

b.

Pelayanan Gawat Darurat Instalasi Gawat Darurat harus dapat memberikan pelayanan gawat darurat 24 (dua puluh) jam dan 7 (tujuh) hari seminggu dengan kemampuan melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat darurat, melakukan resusitasi dan stabilisasi sesuai dengan standar. Ketentuan Sarana Umum yang harus dimiliki Unit Gawat darurat antara lain mobil ambulans, ruang triase, ruang tunggu untuk keluarga pasien, apotik 24 jam dekat IGD, ruang istirahat untuk petugas, ruang tindakan medik, ruang administrasi. Susunan ruang harus sedemikian rupa Ketentuan Sarana Umum misalnya mobil ambulans, ruang triase, ruang tunggu untuk keluarga pasien, apotik 24 jam dekat IGD, ruang istirahat untuk petugas, ruang tindakan medik, ruang administrasi. Susunan ruang harus sedemikian rupa sehingga arus pasien dapat lancar dan dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan rumah sakit sehingga arus pasien dapat lancar dan dapat menampung korban bencana sesuai dengan kemampuan rumah sakit.

40

2.9. Standart Operasional Prosedur 2.9.1. Pengertian SOP Suatu standar/pedoman tertulis yang dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. Standar operasional prosedur merupakan tatacara atau tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. (Perry dan Potter 2005). Proses pada suatu pekerjaan harus dirancang dan dikembangkan dengan baik walaupun kesalahan masih bisa saja terjadi. Apalagi bila suatu pekerjaan tidak dirancang dengan baik, maka dapat menimbulkan kecelakaan atau kerusakan. Untuk itu perlu dibuat suatu prosedur tetap yang bersifat standar, sehingga siapa saja, kapan saja dan dimana saja melakukan langkah-langkah yang sama. Langkah-langkah kerja yang tertib ini disebut SOP (standard operating procedures). Standar Operasional Prosedur adalah suatu perangkat instruksi atau langkah kegiatan yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu kerja rutin tertentu (Lumenta, 2010). Tatacara atau tahapan yang harus dilalui dalam suatu proses kerja tertentu, yang dapat diterima oleh seorang yang berwenang atau yang bertanggung jawab untuk mempertahankan tingkat penampilan atau kondisi tertentu sehingga suatu kegiatan dapat diselesaikan secara efektif dan efisien. (Depkes RI, 1995)

dan

Menurut RM. Tambunan (2008) “SOP pada dasarnya adalah pedoman yang berisi prosedur operasional standar yang ada dalam suatu organisasi yang digunakan untuk memastikan bahwa setiap keputusan, langkah, atau tindakan dan penggunaan fasilitas

41

pemrosesan yang dilaksanakan oleh orang-orang

dalam suatu organisasi telah

berjalan secara efektif, konsisten, standar dan sistematis. (Tambunan, 2008) Peraturan

Menteri

Kesehatan

Republik

Indonesia

Nomor

772/MENKES/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal Rumah Sakit (Hospital By Laws), ada lima kerangka hukum yang mengatur kehidupan Rumah Sakit, salah satunya adalah kebijakan teknis operasional Rumah Sakit, yaitu SOP. Berdasarkan hal tersebut, posisi SOP berada di bawah peraturan internal Rumah Sakit. 2.9.2. Tujuan SOP (Lumenta, 2010) 1. Agar petugas/pegawai menjaga konsistensi dan tingkat kinerja petugas/pegawai atau tim dalam organisasi atau unit kerja. 2. Sebagai acuan (check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesame pekerja, supervisor, surveior, dan lain-lain. 3. Merupakan salah satu cara atau parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan. 4. Agar mengetahui dengan jelas peran dan fungsi tiap-tiap posisi dalam organisasi 5. Memperjelas alur tugas, wewenang, dan tanggung jawab dari petugas/pegawai terkait. 6. Melindungi organisasi/unit kerja dan petugas/pegawai dari malpraktek atau kesalahan administrasi lainnya. 7. Untuk menghindari kegagalan/kesalahan, keraguan, duplikasi, dan inefisiensi. 8. Sebagai dokumen pelatihan bagi pelatih.

42

2.9.3. Jenis SOP (Lumenta, 2010) 1. SOP Pelayanan Berkaitan dengan pelayanan pada pasien, meliputi unsur tata cara pelayanan antara lain : komunikasi (cara dan isi), sikap tubuh. Contoh : SOP Pelayanan Front Office, SOP Pelayanan Apotik, SOP Pelayanan Poli, SOP Pelayanan Doorkeeper, SOP Pelayanan Parkir. 2. SOP Administrasi Berkaitan dengan proses administrasi di unit yang bersangkutan. Proses dapat berkaitan dengan pasien. Contoh : SOP Proses Pengisian Rekam Medis, SOP Proses Permintaan Obat, SOP Proses Pencatatan Keuangan, SOP Kalibrasi Alat Medis. 3. SOP Keamanan dan Keselamatan Berkaitan dengan tindakan untuk menjaga keselamatan dan keamanan pelayanan p ada pasien. Contoh : SOP Penyimpanan Obat, SOP Penanganan Jarum Suntik Bekas, SOP Cuci Tangan Petugas, SOP Pemusnahan Obat Kadaluarsa. 2.9.4. Prinsip SOP 1. Harus ada pada setiap pelayanan 2. Dapat berubah sesuai perubahan standar profesi atau perkembangan IPTEK serta peraturan yang berlaku 3. Memuat segala indikasi dan syarat yang harus dipenuhi oleh setiap upaya 4. Harus didokumentasikan.

43

2.9.5. SOP Dalam Penanganan Kegawatdaruratan dan Bencana Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat dan rumah sakit merupakan salah satu lembaga publik yang terlibat langsung dalam merespon suatu bencana yang terjadi dalam wilayah kerjanya. Dalam Undang-Undang No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit (pasal 29) menyebutkan bahwa Rumah Sakit berkewajiban memberikan pelayanan kesehatan

pada saat bencana sesuai dengan kemampuan

pelayanannya dan memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana.(UU, RI. 2009) Untuk menyelamatkan korban bencana diperlukan penanganan yang jelas (efektif, efisien dan terstruktur) untuk mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana. Penanganan bencana tidak terlepas dari penanganan kegawatdaruratan ketika bencana terjadi ada tindakan penyelamatan sehingga resiko tereliminir (Hodgetts & Jones, 2002). Dalam penanganan bencana selain Sumber Daya juga dibutuhkan prosedur khusus dalam penangan bencana baik dari dalam rumah sakit maupun dari luar rumah sakit. Standar prosedur operasi dan pedoman harus mencakup kondisi yang berkaitan untuk keadaan darurat dan bencana. Standar Operasional Standar (SOP) dan Prosedur : (Kepmenkes RI,2012.) 1. SOP untuk pasien internal RS dan pasien rujukan dari luar RS 2. SOP untuk pendaftaran Instalasi gawat Darurat 3. SOP untuk control infeksius, prosedur dekontaminasi 4. SOP untuk pengumpulan dan analisa informasi

44

Prosedur : 1.

Prosedur khusus untuk tanggap darurat dan bencana

2.

Prosedur mobilisasi Sumber daya (Dana, logistik dan SDM) termasuk penggiliran tugas selama bencana dan darurat

3.

Prosedur memperluas layanan, ruangan dan tempat tidur dalam kejadian lonjakan jumlah pasien

4.

Prosedur proteksi rekam medic pasien

5.

Prosedur untuk pemeriksaan keselamatan regular peralatan

6.

Prosedur pengawasan epidemiologi rumah sakit

7.

Prosedur untuk penyiapan lokasi dan penempatan sementara untuk pemeriksaan forensik.

8.

Prosedur untuk pengangkutan dan persediaan logistik

9.

Prosedur merespon selama malam hari, hari libur dan giliran libur.

4.10.

Ketersediaan Anggaran Penganggaran adalah suatu proses dimana biaya dialokasikan pada kegiatan

tertentu, yang telah direncanakan untuk jangka waktu yang telah ditetapkan, biasanya 12 bulan. (Silalahi, 1989). Menurut Mulyadi (2001), anggaran merupakan suatu rencana kerja yang dinyatakan secara kuantitatif yang diukur dalam satuan moneter standar dan satuan ukuran yang lain yang mencakup jangka waktu satu tahun. Dana

penanggulangan

bencana

adalah

dana

yang

digunakan

bagi

penanggulangan bencana untuk tahap prabencana, saat tanggap darurat dan pasca

45

bencana. Dalam penanggulangan bencana pemerintah

dan pemerintah daerah

mengalokasikan anggaran penanggulangan bencana dalam APBN dan APBD. Pemerintah daerah dapat

menyediakan dana

siap pakai

dalam anggaran

penanggulangan bencana yang berasal dari APBD yang ditempatkan pada anggaran BPBD. ( Peraturan Pemerintah RI, no. 22 tahun 2008) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI, No. 145/Menkes/SK/I/2007 tentang pedoman penanggulangan bencana bidan kesehatan, jenis bantuan yang dibiayai oleh APBN antara lain ; masalah kesehatan kegawatdaruratan medik massal, antisipasi KLB penyakit menular, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan, obatobatan dan bahan habis pakai, operasi lapangan, mobilisasi tenaga kesehatan dan sarana kesehatan, pelaksanaan koordinasi/pertemuan, pembekalan tim operasional, pelaksanaan informasi dan komunkasi. (Kemenkes, 2007) 4.10.1. Penyusunan Anggaran Proses perencanaan anggaran harus dilakukan dengan hati-hati dan dapat menjawab kebutuhan lembaga pemerintahan. Penyusunan rencana anggaran dilakukan untuk kebutuhan penanganan pada tahap prabencana, saat bencana, dan pasca bencana : a. Pra Bencana Pada saat belum terjadi bencana diperlukan anggaran untuk penyiapan fasilitas rumah sakit, penyusunan prosedur penanganan (pembuatan dokumen tertulis), sosialisasi program dan koordinasi antara instansi, melakukan pelatihan dan simulasi secara periodik.

46

b. Pada saat bencana diperlukan anggaran untuk pengiriman tim, transportasi, komunikasi, logistik, konsumsi, bahan medis habis pakai serta obat-obatan dan biaya perawatan korban bencana c. Paska bencana, Paska bencana diperlukan anggaran untuk pembuatan laporan dan pendataan (dukumentasi, biaya penggantian peralatan yang rusak atau hilang). (Depkes RI, 2009) 4.10.2. Sumber Anggaran 1. Dari Pemerintah, sesuai dengan ketentuan UU bencana no. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah RI. No 22 tahun 2008 tentang pengelolaan bantuan bencana. Bahwa sumber pembiayaan di dapat dari pemerintah, yaitu dari APBN dan APBD, bantuan itu dapat berupa penggantian berdasarkan laporan yang dibuat rumah sakit di fasilitasi oleh Dinas Kesehatan setempat/Kementerian kesehatan atau melalui Badan penanggulangan bencana Daerah (BPBD) 2. Sumber lain yang tidak mengikat (pihak swasta dan masyarakat)

4.11. Kerangka Pikir Dalam penanganan korban bencana erupasi Gunung Sinabung di Rumah Sakit Umum Kabanjahe diperlukan persiapan manajemen rumah sakit, dalam hal ini manajemen merupakan usaha yang dilakukan oleh bersama-sama untuk mencapai tujuan yaitu memberikan pelayanan Kesehatan yang baik kepada korban bencana. Fungsi manajemen yang dilakukan antara lain adalah 1. Perencanaan dalam hal ini

47

bagaimana menyusun langkah-langkah (serangkaian tindakan/kegiatan)

untuk

mencapai tujuan yang diinginkan/tetapkan, dengan menggunakan sumber daya yang tersedia (Tim Penanggulangan Bencana, SDM Kesehatan, Fasilitas sarana dan Prasarana rumah sakit, Standart Operasional Prosedur, Anggaran/biaya 2. Pelaksanaan adalah bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk menggerakan anggota kelompok sedemikan rupa sehingga mereka berusaha mencapai tujuan yang telah

direncanakan

bersama.

Dengan

menggunakan

sumber

daya

(Tim

Penanggulangan Bencana, SDM Kesehatan, Fasilitas sarana dan prasarana, SOP dan Anggaran/biaya 3. Koordinasi yang dilakukan adalah 1. Koordinasi vertikal yang dilakukan oleh atasan kepada unit-unit dibawah wewenangnya dalam hal ini adalah semua pejabat struktural yang ada di RSU Kabanjahe 2. Koordinasi Horizontal dilakukan kepada tingkat organisasi setingkat dalam hal ini Dinas Kesehatan dan BPBD Kabupaten Karo

48

Bagan Kerangka Pikir yang digunakan dalam penelitian ;adalah sebagai berikut :

Penanganan Korban Bencana Erupsi Gunung Sinabung

Manajemen RS

PRA BENCANA

SAAT BENCANA

Pelaksanaan

Perencanaan 1. 2. 3. 4. 5.

Hosdip (Tim PB) SDM Kes. Fasilitas RS SOP PB Anggaran

Koordinasi 1. 2. 3. 4. 5.

Hosdip (Tim PB) SDM Kes. Fasilitas RS SOP PB Anggaran

Gambar 2.1. Kerangka Pikir Penelitian

Horizontal Vertikal