10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN USAHATANI 2.1.1

Download GM = TR-TC. Dimana : GM = Pendapatan kotor usahatani dalam satu tahun (Rp). TR = Total penerimaan usahatani dalam satu tahun (Rp). TC = Bia...

0 downloads 310 Views 272KB Size
10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Usahatani 2.1.1

Pengertian usahatani Menurut Soekartawi (1987) usahatani yaitu setiap kombinasi yang tersusun

(organisasi) dari alam, kerja, dan modal yang ditunjukan kepada produksi yang dilapangan pertanian. Sesuai dengan batasannya, pada setiap usahatani selalu ada unsur lahan atau tanah pertanian yang mewakili alam. Ada unsur tenaga kerja yang bertumpu pada anggota keluarga petani dan unsure modal yang beraneka ragam jenisnya. Dalam usahatani, tanaman yang diusahakan tidak hanya terbatas pada satu jenis tanaman saja. Begitu pula dengan ternak yang diusahakan ataupun kombinasi antara tanaman dengan ternak (system integrasi). Berusahatani merupakan suatu kegiatan untuk memperoleh produksi dibidang pertanian yang pada akhirnya usahatani tersebut akan dinilai dari biaya-biaya yang dikeluarkan (Soeharjo dan Patong, 1973). Bedasarkan atas definisi tersebut diatas, maka usahatani dapat dikatakan sebagai suatu sistem, yaitu suatu agroekosistem yang unik dengan berbagai kombinasi sumber daya fisik dan biologis, seperti : lahan, tanah, air, tumbuhan dan hewan. Dengan

mempengaruhi

komponen-komponen

agroekosistem

tersebut

dan

interaksinya, rumah tangga petani memperoleh hasil atau produk seperti tanaman, kayu, hewan dan lain-lain. Sistem, kegiatan usahatani terus berkembang dari waktu ke waktu dan bersifat sangat beragam dalam hal produktivitas, efesiensi pemanfaatan lahan, tenaga, dan modal serta pengaruhnya terhadap lingkungan.

10

11

2.1.2

Perencanaan usahatani Menurut

Tjokromidjojo

(1986)

perencanaan

adalah

suatu

proses

mempersiapkan secara matematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu dengan sumber- sumber yang ada supaya lebih efisien dan efektif. Selanjutnya dikatakan bahwa alasan-alasan diperlukan perencanaan dalam setiap kegiatan sebagai berikut. 1. Perencanaan merupakan suatu perkiraan terhadap hal-hal dalam masa yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan mengenai hambatan-hambatan dan resikoresiko

yang

mungkin

dihadapi.

Perencanaan

mengusahakan

supaya

ketidakpastian dapat dibatasi sedikit mungkin. 2. Perencanaan dapat dilakukan dengan penyusunan skala prioritas. Memilih urutan-urutan dari segi pentingnya suatu tujuan, sasaran, maupun kegiatan usahanya. 2.2 Faktor-Faktor Produksi dalam Usahatani Kegiatan usahatani diperlukan faktor-faktor produksi untuk mencapai tujuan akhir yang diinginkan. Hertanto (1989) menyatakan bahwa faktor-faktor usahatani terdiri dari empat unsur pokok, sebagai berikut. 1. Tanah Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan darimana hasil produksi dihasilkan (Mubyarto, 1991).

12

2. Tenaga Kerja Faktor produksi selanjutnya adalah tenaga kerja. Dalam ilmu ekonomi tenaga kerja diartikan sebagai daya manusia untuk melakukan usaha yang dijalankan dalam upaya memproduksi benda-benda. Setiap usaha pertanian yang dilaksanakan pasti memerlukan tenaga kerja (Soekartawi, 1995). Oleh karena itu dalam analisis ketenagakerjaan di bidang pertanian, penggunaan tenaga kerja dinyatakan oleh besarnya curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja yang dipakai adalah besarnya tenaga kerjan efektif yang dipakai. Skala usaha juga mempengaruhi tenaga kerja, misalnya pada usahatani kecil hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan tidak perlu tenaga ahli. Tenaga kerja dalam kegiatan usahatani diukur dengan menggunakan hari tenaga kerja (HOK). Satuan ukuran yang dipergunakan untuk menghitung besarnya tenaga kerja adalah 1 HOK atau sama denga 1 HKP (hari kerja pria) yakni jumlah kerja yang dicurahkan untuk seluruh proses produksi yang diukur dengan ukuran kerja pria. Untuk menyertakan, dilakukan konversi berdasarkan upah didaerah penelitian. Hasil konversinya adalah satu hari pria dinilai sebagai satu hari kerja pria (HKP) dengan delapan jam kerja efektif per hari. Adapun rumus mencari HOK (hari orang kerja), sebagai berikut. HOK = Keterangan : HOK = Hari Orang Kerja HKP = Hari Kerja Pria Keterangan : 1 HKP = 8 Jam

13

3. Modal Modal merupakan suatu barang-barang bernilai ekonomis yang digunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan atau untuk meningkatkan produksi (Soeharjo dan Patong, 1973). Tanpa memiliki modal, suatu usahatani tidak akan dapat berjalan walaupun syarat-syarat lain sudah dipenuhi. Pada dasarnya, modal merupakan penyangga faktor-faktor alam dan tenaga kerja dalam produksi. Jumlah modal kerja yang dimiliki sangat menentukan skala usahatani yang akan dilaksanakan. Perlu disisihkan sebagian modal yang tersedia untuk menjalakan usaha lain maupun digunakan sebagai dana tidak terduga. 4. Pengelolaan Faktor produksi terakhir adalah pengelolaan. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya agar mampu membrikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran keberhasilan dari pengelolaan usahatani adalah produktivitas dari setiap faktor produksinya dan usahanya.

2.3 Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usahatani 2.3.1 Biaya usahatani Menurut Hernanto (1989) faktor biaya sangat menentukan kelangsungan proses produksi. Biaya yang dikeluarkan oleh seorang petani dalam proses produksi

14

serta membawanya menjadi produk disebut biaya produksi termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang dibayar didalamnya maupun diluar usahatani. Ada 4 (empat) pengelompokan biaya, sebagai berikut. 1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya : pajak tanah, pajak air dan penyusutan alat bangunan pertanian. 2. Biaya Variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar kecilnya tergantung pada skala produksi. Yang tergolong biaya variabel antara lain, biaya untuk pupuk, bibit, obat pembasmi hama dan penyakit, tenaga kerja dan biaya panen. 3. Biaya Tunai dari biaya meliputi pajak air, kredit ataupun pajak tanah. Biaya tenaga kerja diluar keluarga dan pemakaian sarana produksi termasuk dalam biaya tunai dari biaya variabel. 4. Biaya Tidak Tunai adalah biaya yang diperhitungkan untuk membayar tenaga kerja dalam keluarga, seperti biaya panen, serta biaya pengolahan tanah yang dilakukan oleh keluarga petani. Pengklafisian pembiayaan tersebut, dikenal juga apa yang disebut biaya langsung dan biaya tidak langsung. Biaya langsung adalah semua biaya-biaya langsung adalah dipergunakan dalam proses produksi atau lebih dikenal dengan actual cost. Biaya langsung juga sering disebut farm expenses yaitu biaya produksi yang betul-betul dikeluarkan oleh petani. Istilah ini biasanya dipergunakan untuk mencari pendapatan petani (farm income). Sedangkan biaya tidak langsung adalah biaya-biaya

15

tidak langsung dipergunakan dalam proses produksi, seperti penyusutan alat dan sebagainya (Soekartawi, 2006). TC = TVC + TFC Keterangan: TC

= Biaya produksi

TVC = Biaya variabel TFC = Biaya tetap

2.3.2

Penerimaan usahatani Penerimaan usahatani merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh

dengan harga jual, total penerimaan dari kegiatan usahatani yang diterima pada akhir proses produksi. Penerimaan usahatani dapat pula diartikan sebagai keuntungan material yang diperoleh seorang petani atau bentuk imbalan jasa petani maupun keluarganya sebagai pengelola usahatani maupun akibat pemakaian barang modal yang dimilikinya. TR = Py.Y Keterangan : TR = Total penerimaan Py = Harga produksi perunit y = Jumlah produksi yang dihasilkan 2.3.3

Pendapatan usahatani Menurut Mubyarto (1991), pendapatan usahatani sebegai penerimaan

dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usahatani. Pendapatan usahatani dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu pendapatan bersih usahatani dan pendapatan kotor usahatani. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara

16

penerimaan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pengeluaran total usahatani adalah nilai semua masukan yang habis terpakai dalam proses produksi, tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga petani. Sedangkan pendapatan kotor usahatani adalah nilai total produksi usahatani dalam jangka waktu tertentu baik yang dijual maupun tidak dijual (Soekartawi, 1987). Pendapatan kotor diukur menggunakan gross margin dapat dirumuskan sebagai berikut. GM = TR-TC Dimana : GM TR TC

= Pendapatan kotor usahatani dalam satu tahun (Rp) = Total penerimaan usahatani dalam satu tahun (Rp) = Biaya variabel usahatani dalam satu tahun (Rp)

2.3.4 B/C Ratio dan R/C Ratio B/C Ratio, merupakan alat analisa untuk mengukur tingkat keuntungan teknologi baru di dalam proses produksi usahatani (Nasrudin, 2000). B/C Ratio = TR I – TR II TC I – TC II Keterangan: TR1 = Pendapatan cabang usahatani I TR2 = Pendapatan cabang usahatani II TC1 = Biaya untuk cabang usahatani I TC2 = Biaya untuk cabang usahatani II Kriteria: B/C Ratio > 0, usahatani menguntungkan B/C Ratio < 0, usahatani tidak menguntungkan B/C Ratio = 0, usahatani impas

17

R/C Ratio, merupakan alat analisa untuk mengukur biaya dari suatu produksi.

R/C Ratio = Total Penerimaan Total Biaya Kriteria: R/C Ratio > 1, usahatani layak dikembangkan R/C Ratio < 1, usahatani tidak layak dikembangkan R/C Ratio = 1, usahatani impas.

2.3.5 Biaya penyusutan Untuk mengolah data, perlu diketahui beberapa analisa, baik analisa pendapatan maupun analisa biaya yang dapat membantu kita memperoleh hasil perhitungan yang menggambarkan produksi dari hasil pertanian responden. Nilai Penyusutan Alat (NPA), merupakan nilai yang terdapat pada suatu alat dengan melihat harga awal dari barang tersebut, harga akhir, lama pemakaian, dan jumlah barang tersebut (Zaki Baridwan, 2001). NPA =

Harga awal – Harga akhir x Jumlah Alat Lama Pemakaian

2.4 Produksi dan Fungsi Produksi Produksi adalah merupakan suatu kegitan yang mengubah input menjadi output (Sugiarto dkk, 2000). Sedangkan Nicholson (1999) mempertegas batasan teori produksi yaitu suatu upaya untuk mengadakan analisis prilaku bagaimana pengusaha/produsen dengan teknologi yang ada, mengkombinasikan berbagai faktor

18

input untuk menghasilkan output yang secara ekonomi efisien. Soekartawi (2003) mengatakan bahwa istilah faktor produksi sering pula disebut dengan korbanan produksi, karena faktor produksi tersebut dikorbankan untuk menghasilakn produksi. Fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Penggunaan fungsi produksi akan dapat menjelaskan hubungan antara faktor produksi (input) dan produksi (output) dan sekaligus untuk mengetahui hubungan antar variabel penjelas (Soekartawi, 2003). Menurut Mosher (1995), bahwa untuk menghasilkan suatu produk diperlukan faktor-faktor produksi yang berhubungan erat dengan produk yang dihasilkan yang disebut dengan faktor produksi. Agar produksi dapat dilaksanakan dan menghasilkan suatu produk maka keberadaan faktor produksi bersifat mutlak. Selanjutnya Soekartawi (1995), menyatakan bahwa didalam proses produksi pertanian, tenaga kerja, modal dan manajemen. Namun dalam prateknya dari empat faktor produksi tersebut belum cukup untuk menjelaskan produk. Faktor-faktor social ekonomi lainya yaitu tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain sangat berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi. Dalam prateknya, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ini dibedakan menjadi dua kelompok, sebagai berikut. 1.

Faktor biologis, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat kesuburannya, bibit, varietas, pupuk, obat-obatan, gulma dan yang lainya.

19

2.

Faktor sosial ekonomi, seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, resiko dan ketidakpastian, kelembagaan, tersedianya kredit dan yang lainnya. Dalam aktivitas produksinya produsen mengubah berbagai faktor produksi

menjadi barang dan jasa. Dimana faktor produksi dibedakan manjadi faktor produksi tetap (fixed input) dan faktor produksi variabel (variabel input). Faktor produksi tetap adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tidak tergantung pada jumlah produksi, sedangkan faktor produksi variabel jumlah pengguanaannya tergantung pada tingkat produksinya, merupakan faktor produksi yang habis digunakan dalam setiap kali produksi. Tinggi atau rendahnya tingkat tingkat produksi yang dihasilkan tergantung faktor-faktor produksi yang digunakan, yang terdiri atas sumber daya alam, tenaga kerja, modal, teknologi dan pengelolaannya. Faktor-faktor produk berupa sumber daya alam, tenaga kerja, modal, teknologi disebut dengan input (Rahardja, 2001). Dalam melakukan usaha pertanian seorang pengusaha atau seorang petani akan selalu

berpikir

bagaimana

mengalokasikan

sarana

produksi

(input)

yang

dimilikiseefisien mungkin untuk dapat memperoleh produksi yang maksimal atau disebut dengan pendekatan memaksimumkan keuntunga (profit maximization). Dilain pihak ketika petani dihadapkan pada keterbatasan biaya dalam melaksanakan usahataninya, maka mereka juga tetap mencoba bagaimana meningkatkan keutungan tersebut dengan kendala biaya usahatani yang dimilikinya dengan jumlah terbatas. Suatu tindakan yang dapat dilakukan adalah bagaimana memperoleh keuntungan yang

20

lebih besar dengan menekan biaya produksi sekecil-kecilnya (cost minimization). Petani besar atau pengusaha besar selalu berprinsip bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya melalui pendekatan profit maximization karena tidak dihadapkan pada keterbatasan pembiayaan. Namun sebaliknya petani kecil sering bertindak sebaliknya yitu bagaimana memperoleh keuntungan dengan keterbatasan pemilikan sumber daya yang mereka miliki. Untuk memahami kedua pendekatan tersebut maka perlu pemahaman konsep hubungan antara input dengan output yang disebut dengan fungsi produksi (Soekartawi, 1990). Menurut Soekartawi (2002), model fungsi produksi yang akan dipakai haruslah mengandung pengertia-pengertian ekonomi. Hasil produksi bila dikalikan dengan harga akan dihasilkan total penerimaan. Sehingga pendapatan dari sector usahatani dapat diformulasikan sebagai berikut. I = TR – ( FC + VC ) Keterangan : I = Pedapatan TR = Penerimaan FC = Biaya Tetap VC = Biaya Variabel Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Oleh karena itu dalam menghitung total penerimaan usahatani perlu dipisahkan antara analisis persial usahatani dan analisis keseluruhan usahatani. Misalnya sebidang lahan ditanami tiga jenis tanaman, bila tanaman yang akan diteliti adalah salah satu macam saja, maka analisis seperti itu disebut analisis parsial.

21

Sebaliknya bila yang dianalisis ketiga jenis tanaman, maka disebut analisis keseluruhan usaha tani (whole farm analysis) (Soekartawi, 2002). Menurut Soekartawi (1986), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi 2 (dua) yaitu, 1) biaya tetap (fixed cost); dan 2) biaya tidak tetap (variabel cost). Biaya tetap didefinikasikan sebagai biaya yang relative tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Misalnya sewa tanah, pajak, penyusuta, alat pertanian dan iuran irigasi. Sedangkan biaya tidak tetap atau biaya variabel adalah biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Misalnya biaya untuk sarana produksi. Dalam menganalisis pendapatan usahatani ada empat istilah yang sering digunakan yaitu pendapatan kotor usahatani (gross farm income), pendapatan bersih (net farm income), penghasilan bersih (net farm earning) dan pendapatan keluarga (family earning). Soekartawi dkk (1986), menyatakan bahwa penerimaan tunai usahatani (farm receipt) sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) didefinasikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahataninya. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Demikian juga pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani disebut pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) dan merupakan ukuran

22

kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai. Kelebihan uang tunai usahatani (farm cash surplus) ditambah dengan penerimaan tunai rumah tangga seperti upah tenaga kerja yang diperoleh dari luar usahatani didifinisikan sebagai pendapatan tunai rumah tangga (household net cash income). Jumlah ini adalah uang tunai yang tersedia bagi keluarga petani untuk pembayaran-pembayaran yang tidak ada kaitanya dengan usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produksi (value of production) atau penerimaan kotor usahatani (gross return). Dalam menaksir pendapatan kotor, semua komponen produk yang tidak dijual harus dinilai berdasarkan harga pasar. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi, kerja, penglolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan kedalam usahatani. Pendapatan bersih usahatani (net farm earning) diperoleh dari pendapatan bersih usahatani dengan mengurangkan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untukuntuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap sumberdaya milik keluarga yang dipakai didalam usahatani. Dialam usahatani harus mengandung jumlah masukan (input), jumlah dan harga masukan (output) yang akan digunakan dan dibeli, jumlah uang/kredit yang

23

diperlukan untuk pembiayaan pelaksanaan rencana, jumlah produksi yang akan diperoleh dan yang disediakan untuk dijual guna pengembalian hutang dan keuntungan bersih yang diharapkan. Terencananya anggaran belanja dan pendapatan merupakan cerminan bagi petani untuk melakukan perandingan dan pemilihan cara pengelolaan usahataninya antara cara lama dengan cara baru. Sebab dari rencana dan anggaran petani akan mengetahui : 1) keadaan usahataninya sebelum penggunaan cara baru dan setelah penggunaan cara baru, 2) membuka pikiran untuk mengelola usahataninya lebih baik dari pada yang sekarang, 3) mengetahui pengeluaranpengeluaran dan pendapatan; 4) mengetahui perbandingan antara biaya tambahan dan pendapatan tambahan dengan adanya rencana baru, 5) cara melakukan analisa sederhana sebagai petunjuk untuk mengambil kputusan (Tohir, 1983). Usahatani dikatakan berhasil dalam arti memberikan penghasilan yang cukup bagi petani beserta keluarganya apabila secara minimal memenuhi syarat-syarat: 1) usahatani harus dapat menghasilkan cukup pendapatan untuk membayar biaya semua peralatan yang dikeluarkan (sarana produksi), 2) usaha tani harus dapat menghasilkan pendapatan yang dapat dipergunakan untuk membayar bunga modal yang digunakan, baik modal milik petani maupun modal yang dipinjamkan dari pihak lain, 4) usahatani yang bersangkutan haruslah paling sedikit berada dalam keadaan seperti semula, dan 5) usahatani harus pula dapat membayar tenaga petani sebagai manager yang harus mengambil keputusan mengenai apa yang harus dijalankan, kapan, dimana, dan bagaimana (Hadisapoetro, 1987).

24

Menurut Soekartawi (1995), bahwa dalam kenyataannya ada beberapa hal yang mnyebabkan keuntungan maksimum sulit dicapai petani, sebagai berikut. 1.

Petani tidak atau belum tidak memahami prinsip hubungan antara input dengan output sehingga sering ditemui petani yang menggunakan input yang berlebihan sehingga keuntungan yang diterima menjadi kecil.

2.

Petani sering dihadapi pada faktor resiko yang tinggi.

3.

Petani sering dihadapkan pada faktor ketidakpastian harga dimasa yang akan datang, dimana pada saat panen biasanya harga turun.

4.

Keterbatasan petani dalam menyediakan input yang kadang-kadang diikuti dengan kurangnya keterampilan dalam berusahatani yang akan menyebabkan rendahnya produksi yang dihasilkan. Rumus analisis usahatani menurut Soekartawi yang dipergunakan untuk

mengetahui pendapatan tanaman kopi dan tanaman jeruk, yaitu dengan menggunakan anilisis pendapatan, dengan rumus seperti di bawah ini. Rumus Analisis Pendapatan Tanaman Kopi dan Tanaman Jeruk: TC = FC +VC Keterangan rumus: TC = Total Cost (Biaya total) FC = Fixed Cost (Biaya tetap) VC = Variable Cost (Biaya variabel) I = TR – TC Keterangan rumus: I = Income (Pendapatan) TR = Total Revenue (Total penerimaan) TC = Total Cost (Biaya total)

25

Pada analisis ini akan dilihat seberapa besar pendapatan usahatani dan produksi yang dihasilkan petani. Dampak peningkatan produksi dan pendapatan usahatani akan terlihat dengan menganalisis data dari petani yang memiliki akses yang luas dalam pemasaran komoditas hortikultura ini dan petani yang akses pemasarannya masih terbatas. Dari hasil analisis tersebut yang digabungkan dengan hasil kuesiner, akan diketahui alasan tanaman jeruk mengganti tanaman kopi. 2.5 Kopi 2.5.1 Kopi arabika Beberapa karakteristik kopi arabika secara umum, yaitu: rendemennya lebih kecil dari jenis kopi lainnya (18% s.d 20%), bentuknya agak memanjang, bidang cembungnya tidak terlalu tinggi, lebih bercahaya dibandingkan dengan jenis lainnya, ujung biji lebih mengkilap tetapi jika dikeringkan berlebihan akan terlihat retak atau pecah, celah tengah (center cut) dibagian datar (perut) tidak lurus memanjang kebawah, tetapi berlekuk, Untuk biji yang sudah dipanggang (roasting) celah tengah terlihat putih, untuk biji yang sudah diolah kulit ari kadang-kadang masih menempel dicelah atau parit biji kopi (Panggabean, 2011). Secara fisik, kopi arabika mudah dibedakan dengan kopi robusta yang saat ini paling banyak ditanam di dunia. Batang kopi arabika lebih ramping lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan robusta. Cabangnya lebih banyak, daun juga lebih kecil serta lebih ramping. Namun sebaliknya, kopi arabika lebih besar, dengan kulit lebih tebal. Produktivitas buah lebih rendah dibanding robusta. Kelebihan arabika dibanding robusta adalah, kadar kafeinnya lebih rendah, tetapi aromanya lebih kuat. Selain

26

produktivitasnya yang lebih rendah, kelemahan lain arabika adalah adanya rasa masam yang dominan, yang tidak pernah terdapat pada robusta. Namun rasa masam ini bisa diatasi dengan cara blendid (dicampur) dengan robusta,exelsa, maupun liberika. Dengan pencampuran demikian, akan diperoleh kopi dengan cita rasa sempurna. Sebenarnya tanpa pencampuran pun, cita rasa arabika tetap lebih unggul disbanding jenis kopi lain. Adanya rasa masam itu, bagi penikmat kopi sejati justru dijadikan acuan bahwa kopi yang diminumnya benar-benar kopi arabika asli. Bukan campuran. Sebab dibandingkan dengan keunggulan aromanya, rasa masam arabika itu masih bisa ditolerir oleh penggemarnya. Hanya karena produktivitasnya yang rendah, maka permintaan pasar tidak pernah bisa diimbangi oleh pasokan. Itulah yang menyebabkan harga biji kopi arabika selalu lebih tinggi dibanding robusta atau jenis kopi lainnya. 2.5.2 Syarat tumbuh a. Ketinggian tempat Kopi di Indonesia saat ini umumnya dapat tumbuh baik pada ketinggian tempat di atas 700 m di atas permukaan laut (dpl). Dalam perkembangannya dengan adanya introduksi beberapa klon baru dari luar negeri, beberapa klon saat ini dapat ditanam mulai di atas ketinggian 500 m dpl, namun demikian yang terbaik sebaiknya kopi ditanam di atas 700 m dpl, terutama jenis kopi robusta. Kopi arabika baik tumbuh dengan citarasa yang bermutu pada ketinggian di atas 1000 m dpl. Namun demikian, lahan pertanaman kopi yang tersedia di Indonesia sampai saat ini sebagian besar berada di ketinggian antara 700 sampai 900 m dpl. (Syakir, 2010).

27

b. Curah hujan dan lahan Curah hujan yang sesuai untuk kopi sebaiknya adalah 1500 s.d 2500 mm per tahun, dengan rata-rata bulan kering 1 s.d 3 bulan dan suhu rata-rata 15 s.d 25 derajat celcius (Puslitkoka, 2006). Ketinggian tempat penanaman akan berkaitan juga dengan citarasa kopi. 2.6 Jeruk Berbagai macam jenis jeruk siam (Citrus nobilis Tan.) dikenal di Indonesia, diantaranya yang banyak dipasaran adalah siam madu, siam pontianak, dan siam banjar. Selain memiliki nama yang berbeda di setiap daerah, jeruk siem yang ada juga memperlihatkan banyak perbedaan yaitu adanya keragaman dalam warna kulit buah (dari hijau tua hingga kuning cerah) dan ketebalan kulit buah. Keragaman yang ada merupakan suatu kekayaan dalam plasma nutfah perjerukan nasional. Jeruk atau limau adalah semua tumbuhan berbunga anggota marga Citrus dari suku Rutaceae (suku jeruk-jerukan). Anggotanya berbentuk pohon dengan buah yang berdaging dengan rasa masam yang segar, meskipun banyak di antara anggotanya yang memiliki rasa manis. Rasa masam berasal dari kandungan asam sitrat yang memang menjadi terkandung pada semua anggotanya. Eksplorasi jenis-jenis jeruk dan kerabat liarnya di Indonesia menunjukkan bahwa Indonesia sangat kaya sumber plasma nutfah, hasil eksplorasi tanaman ini telah dikoleksi di Loka Penelitian Jeruk dan Hortikultura Subtropik Tlekung-Malang (Supriyanto, 1992). Introduksi jenis jeruk komersial di indonesia secara resmi dilakukan pada tahun 1920 dan penyebaran ke daerah lain diperkirakan dimulai pada

28

tahun 1935. Penyebaran ini lebih banyak terjadi secara tidak resmi, karena di daerahdaerah banyak dijumpai jenis-jenis jeruk yang tidak diketahui asal usulnya, seolaholah asli daerah tersebut. 2.6.1 Klasifikasi tanaman jeruk Berbagai spesies dari genus jeruk (Citrus) berasal dari daerah tropik dan sub tropik Asia dan kepulauan Malaya, kemudian menyebar ke seluruh bagian dunia. Tanaman ini telah dibudidayakan sejak lama dan sebagian besar spesies utama bentuk aslinya tidak diketahui dengan pasti. Terdapat banyak seleksi kultivar jeruk yang berasal dari berbagai cara seperti hibridisasi, mutasi dan poliploidi yang terjadi dalam spesies Citrus. Asal usul jerukjeruk yang terseleksi tersebut tidak jelas, sehingga sulit untuk melakukan pengelompokan dan klasifikasi kultivar jeruk yang ada. Swingle dan Reece (1967) mengklasifikasikan citrus (true citrusk) sebagai berikut. 

Famili

:

Rutaceae



Subfamili

:

Aurantiodieae



Suku

:

Citriae (‘Citrus dan Citroid’)



Sub suku

:

Citrinae (‘Citrus’)



Grup

:

Jeruk (‘True Citrus’)



Genus

:

Citrus

29

2.6.2 Jeruk Siam Kintamani

Gambar 1. Jeruk Siam Kintamani Jeruk siam Kintamani merupakan salah satu varietas tanaman hortikultura yang sedang di kembangkan di daerah Kintamani. Dalam beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan produktifitas dan jumlah petani yang mengembangankan jeruk siam di Kintamani (Antarlina, S., 2006). Gambaran umum tentang jeruk siam Kintamani, sebagai berikut. 

Cita rasa

: manis, segar dengan tingkat kemanisan 9-110brix



Bentuk buah

: bundar agak pipih



Ukuran buah

: sedang



Warna kulit buah

: kuning-orange



Warna daging buah

: kuning



Produktivitas

: 40-60kg/pohon/tahun



Area pengembangan

: dataran tinggi (jika ditanam di dataran rendah kulit buah berwarna hijau)



Asal pohon induk

: Kec. Kintamani Kabupaten Bangli, Bali.



Sentra produksi

: Kabupaten Bangli Bali

30

2.7 Kerangka Pemikiran Analisis usahatani dari tanaman Kopi dan tanaman Jeruk di Desa Serai Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli perlu dilakukan untuk mengetahui keuntungan dari menanam Kopi dan menanam Jeruk. Pendapatan Usahatani Kopi dan Jeruk di Desa Serai Kecamatan Kintamani

Tanaman

Tanaman

Kopi

Jeruk

Analisis Usahatani

Simpulan

Rekomendasi Gambar 2. Diagram Kerangka Pemikiran Analisis usahatani dari tanaman Kopi dan tanaman Jeruk di Desa Serai Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli 2015.

31

2.8 Hipotesis Dalam penelitian usahatani tanaman kopi dan tanaman jeruk ada dua hipotesis yang diuji. Hipotesis tersebut, sebagai berikut. 1.

Pendapatan usahatani tanaman kopi dan tanaman jeruk dipengaruhi oleh populasi tanaman, biaya produksi, harga produk, dan umur petani.

2.

Mengetahui alasan petani merubah tanaman kopi ke tanaman jeruk.