12 BAB II LANDASAN TEORI A. SPIRITUALITAS

Download Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan hidup. Dari proses .... Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara p...

3 downloads 921 Views 505KB Size
BAB II LANDASAN TEORI

A. SPIRITUALITAS 1. Pengertian Spiritualitas Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal: -

Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

-

Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan. Komponen vertikal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas

dari Schreurs (2002) yang memberikan pengertian spiritualitas sebagai hubungan personal terhadap sosok transenden. Spiritualitas mencakup inner life individu, idealisme, sikap, pemikiran, perasaaan dan pengharapannya terhadap Yang

12

Universitas Sumatera Utara

Mutlak. Spiritualitas juga mencakup bagaimana individu mengekspresikan hubungannya dengan sosok transenden tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga sejalan dengan pendapat Elkins et al. (1988) yang mengartikan spiritualitas sebagai suatu cara menjadi dan mengalami sesuatu yang datang melalui kesadaran akan dimensi transenden dan memiliki karakteristik beberapa nilai yang dapat diidentifikasi terhadap diri sendiri, kehidupan, dan apapun yang dipertimbangkan seseorang sebagai Yang Kuasa. Sedangkan komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian spiritualitas dari Fernando (2006) yang mengatakan bahwa spiritualitas juga bisa tentang perasaan akan tujuan, makna, dan perasaan terhubung dengan orang lain. Pendapat ini tidak memasukkan agama dalam mendefinisikan spiritualitas dan spiritualitas. Spiritualitas dapat diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari termasuk juga di tempat kerja. Ashmos (2000) mendefinisikan spiritualitas di tempat kerja sebagai suatu pengenalan bahwa karyawan memiliki ”kehidupan dalam” yang memelihara dan dipelihara oleh pekerjaan yang bermakna yang mengambil tempat dalam konteks komunitas. Pengertian spiritualitas di tempat kerja dari Ashmos memiliki tiga komponen, yaitu kehidupan dalam (inner life), pekerjaan yang bermakna, dan komunitas. Ashmos ingin menekankan bahwa spiritualitas di tempat kerja bukan tentang agama, walaupun orang terkadang mengekspresikan kepercayaan agama mereka di tempat kerja. Spiritualitas yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada definisi dari Tischler (2002) yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan

13

Universitas Sumatera Utara

perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Setelah menguraikan beberapa definisi spiritualitas dan spiritualitas di tempat kerja,

selanjutnya

akan

diuraikan

mengenai

komponen-komponen

dari

spiritualitas.

2. Komponen Spiritualitas Elkins et al. (1988) melakukan penelitian dengan melibatkan beberapa orang yang mereka anggap memiliki spiritualitas yang berkembang (highly spiritual). Partisipan dalam penelitian ini diberikan pertanyaan menyangkut berbagai komponen spiritualitas (yang didapat dari studi teoritis berbagai literatur humanistik, sebelumnya)

fenomenologis dan

diminta

dan untuk

eksistensialisme menilai

yang

telah

komponen-komponen

dilakukan tersebut

berdasarkan pengalaman dan pengertian pribadi mereka mengenai spiritualitas itu sendiri. Hasil dari penelitian ini mengarahkan Elkins et al. untuk sampai pada sembilan komponen dari spiritualitas, yaitu: 1. Dimensi transenden Individu spiritual percaya akan adanya dimensi transenden dari kehidupan. Inti yang mendasar dari komponen ini bisa berupa kepercayaan terhadap tuhan atau apapun yang dipersepsikan oleh individu sebagai sosok transenden. Individu bisa jadi menggambarkannya dengan menggunakan istilah yang berbeda, model pemahaman tertentu atau bahkan metafora. Pada intinya penggambaran tersebut akan menerangkan kepercayaannya akan adanya sesuatu yang lebih dari sekedar

14

Universitas Sumatera Utara

hal-hal yang kasat mata. Kepercayaan ini akan diiringi dengan rasa perlunya menyesuaikan diri dan menjaga hubungan dengan realitas transenden tersebut. Individu yang spiritual memiliki pengalaman bersentuhan dengan dimensi transenden. Komponen ini sama dengan komponen kesatuan dengan yang transenden dari LaPierre dalam Hill (2000). 2. Makna dan tujuan dalam hidup Individu yang spiritual memahami proses pencarian akan makna dan tujuan hidup. Dari proses pencarian ini, individu mengembangkan pandangan bahwa hidup memiliki makna dan bahwa setiap eksistensi memiliki tujuannya masingmasing. Dasar dan inti dari komponen ini bervariasi namun memiliki kesamaan yaitu bahwa hidup memiliki makna yang dalam dan bahwa eksistensi individu di dunia memiliki tujuan. Komponen ini sama dengan komponen pencarian akan makna hidup dari LaPierre dalam Hill (2000). 3. Misi hidup Individu merasakan adanya panggilan yang harus dipenuhi, rasa tanggung jawab pada kehidupan secara umum. Pada beberapa orang bahkan mungkin merasa akan adanya takdir yang harus dipenuhi. Pada komponen makna dan tujuan hidup, individu mengembangkan pandangan akan hidup yang didasari akan pemahaman adanya proses pencarian makna dan tujuan. Sementara dalam komponen misi hidup, individu memiliki metamotivasi yang berarti mereka dapat memecah misi hidupnya dalam target-target konkrit dan tergerak untuk memenuhi misi tersebut.

15

Universitas Sumatera Utara

4. Kesakralan hidup Individu yang spiritual mempunyai kemampuan untuk melihat kesakralan dalam semua hal hidup. Pandangan akan hidup mereka tidak lagi dikotomi seperti pemisahan antara yang sakral dan yang sekuler, atau yang suci dan yang duniawi, namun justru percaya bahwa semua aspek kehidupan suci sifatnya dan bahwa yang sakral dapat juga ditemui dalam hal-hal keduniaan. 5. Nilai-nilai material Individu yang spiritual menyadari akan banyaknya sumber kebahagiaan manusia, termasuk pula kebahagiaan yang bersumber dari kepemilikan material. Oleh karena itu, individu yang spiritual menghargai materi seperti kebendaan atau uang namun tidak mencari kepuasaan sejati dari hal-hal material tersebut. Mereka menyadari bahwa kepuasaan dalam hidup semestinya datang bukan dari seberapa banyak kekayaan atau kebendaan yang dimiliki. 6. Altruisme Individu yang spiritual menyadari akan adanya tanggung jawab bersama dari masing-masing orang untuk saling menjaga sesamanya (our brother’s keepers). Mereka meyakini bahwa tidak ada manusia yang dapat berdiri sendiri, bahwa umat manusia terikat satu sama lain sehingga bertanggung jawab atas sesamanya. Keyakinan ini sering dipicu oleh kesadaran mereka akan penderitaan orang lain. Nilai humanisme ini diikuti oleh adanya komitmen untuk melakukan tindakan nyata sebagai perwujudan cinta altruistiknya pada sesama.

16

Universitas Sumatera Utara

7. Idealisme Individu yang spiritual memiliki kepercayaan kuat pada potensi baik manusia yang dapat diaktualisasikan dalam berbagai aspek kehidupan. Memiliki keyakinan bukan saja pada apa yang terlihat sekarang namun juga pada hal baik yang dimungkinkan dari hal itu, pada kondisi ideal yang mungkin dicapai. Mereka percaya bahwa kondisi ideal adalah sesuatu yang sebenarnya mungkin untuk diwujudkan. Kepercayaan ini membuat mereka memiliki komitmen untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik, setidaknya dalam kapasitasnya masingmasing. 8. Kesadaran akan peristiwa tragis Individu yang spiritual menyadari akan perlu terjadinya tragedi dalam hidup seperti rasa sakit, penderitaan atau kematian. Tragedi dirasa perlu terjadi agar mereka dapat lebih menghargai hidup itu sendiri dan juga dalam rangka meninjau kembali arah hidup yang ingin dituju. Peristiwa tragis dalam hidup diyakininya sebagai alat yang akan membuat mereka semakin memiliki kesadaran akan eksistensinya dalam hidup. 9. Buah dari spiritualitas Komponen

terakhir

merupakan

cerminan

atas

kedelapan

komponen

sebelumnya dimana individu mengolah manfaat yang dia peroleh dari pandangan, kepercayaan dan nilai-nilai yang dianutnya. Pada komponen ini individu menilai efek dari spiritualitasnya, dan biasanya dikaitkan dengan hubungannya terhadap diri sendiri, orang lain, alam, kehidupan, dan apapun yang dipersepsikannya sebagai aspek transenden.

17

Universitas Sumatera Utara

Komponen-komponen spiritualitas menurut Elkins et. al. (1988) mencakup hubungan seorang individu dengan daya yang melebihi dirinya dan juga dengan orang-orang di sekitarnya. Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas. Selanjutnya akan diuraikan mengenai aspek-aspek dari spiritualitas.

3. Aspek-Aspek Spiritualitas Menurut Schreurs (2002) spiritualitas terdiri dari tiga aspek yaitu aspek eksistensial, aspek kognitif, dan aspek relasional: 1. Aspek eksistensial, dimana seseorang belajar untuk “mematikan” bagian dari dirinya yang bersifat egosentrik dan defensif. Aktivitas yang dilakukan seseorang pada aspek ini dicirikan oleh proses pencarian jati diri (true self). 2. Aspek kognitif, yaitu saat seseorang mencoba untuk menjadi lebih reseptif terhadap realitas transenden. Biasanya dilakukan dengan cara menelaah literatur atau melakukan refleksi atas suatu bacaan spiritual tertentu, melatih kemampuan untuk konsentrasi, juga dengan melepas pola pemikiran kategorikal yang telah terbentuk sebelumnya agar dapat mempersepsi secara lebih jernih pengalaman yang terjadi serta melakukan refleksi atas pengalaman tersebut, disebut aspek kognitif karena aktivitas yang dilakukan pada aspek ini merupakan kegiatan pencarian pengetahuan spiritual. 3. Aspek relasional, merupakan tahap kesatuan dimana seseorang merasa bersatu dengan Tuhan (dan atau bersatu dengan cintaNya). Pada aspek ini seseorang

18

Universitas Sumatera Utara

membangun, mempertahankan, dan memperdalam hubungan personalnya dengan Tuhan. Selanjutnya akan diuraikan mengenai kompetensi apa saja yang didapat dari spiritualitas yang berkembang.

4. Kompetensi yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu : a. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri b. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik c. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang positif, empati, altruisme d. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikan Seseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponenkomponen di atas. Sebagai contoh, pada sisi kesadaran sosial, Orang-orang yang spiritualnya baik memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Mereka juga cenderung untuk merasa lebih

19

Universitas Sumatera Utara

puas dengan pekerjaannya. Penelitian ini akan menggunakan kompetensikompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang sebagai dasar untuk membuat alat ukur. Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan spiritualitas.

5. Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu: a. Diri sendiri Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas b. Sesama Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi c. Tuhan Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup. Kodrat Tuhan mungkin mengambil berbagai macam bentuk dan mempunyai makna

20

Universitas Sumatera Utara

yang berbeda bagi satu orang dengan orang lain. Manusia mengalami Tuhan dalam banyak cara seperti dalam suatu hubungan, alam, musik, seni, dan hewan peliharaan. Penyelenggara kesehatan dan penyelenggara perawatan spiritual yang efektif dapat mengintegrasikan semua ungkapan spiritualitas ini dalam perawatan pada pasien.

Howard (2002) menambahkan satu faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu lingkungan. Young (2007) mengartikan bahwa lingkungan adalah segala sesuatu yang berada di sekitar seseorang. Young (2007) juga menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya.

B. PERAWAT 1. Pengertian Perawat Perawat berasal dari kata Latin nutrix yang artinya merawat atau memelihara. Kata ini pertama kali digunakan oleh Ellis & Hartley (dalam Gaffar, 1999). Seorang perawat adalah seseorang yang berperan dalam merawat dan memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan (Taylor, dkk dalam Gaffar, 1999).

21

Universitas Sumatera Utara

Hasil Lokakarya Keperawatan Nasional tahun 1983 (dalam Praptianingsih, 2006) mengartikan keperawatan sebagai suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik yang sakit maupun sehat yang mencakup seluruh siklus hidup manusia. Undang-Undang Kesehatan No. 23 Tahun 1992 memuat bahwa perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Perawat pada penelitian ini adalah orang yang merawat, memelihara, membantu dan melindungi seseorang karena sakit atau cedera dan proses penuaan (Taylor dalam Gaffar, 1999). Perawat memiliki fungsi dalam melaksanakan praktek keperawatannya.

2. Fungsi Perawat Fungsi perawat dalam praktek ada tiga (Hikey dalam Praptianingsih 2006), yaitu: 1) Fungsi independen Tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter, tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan. Oleh karena itu, perawat bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul terhadap tindakan yang diambil.

22

Universitas Sumatera Utara

2) Fungsi interdependen Tindakan perawat berdasar pada kerja sama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. 3) Fungsi dependen Perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan. Oleh karena itu, setiap kegagalan tindakan medis menjadi tanggung jawab dokter karena setiap tindakan perawat berdasarkan perintah dokter. Perawat di rumah sakit dan dunia kesehatan memiliki beberapa peran yang akan diuraikan selanjutnya.

3. Peran perawat Gaffar (1999) memaparkan beberapa peran perawat. Berikut ini merupakan uraian peranan dari perawat: 1. Nursing is caring, perawat berperan dalam pemberian asuhan keperawatan. Perawat harus memperlihatkan bahwa dalam pemberian asuhan keperawatan tidak dikenal pasien atau kasus pribadi. Semua pasien diperlakukan sama. 2. Nursing is sharing, dalam pemberian asuhan keperawatan perawat selalu melakukan sharing (berbagi) atau diskusi antara sesama perawat, kepada anggota tim kesehatan lain dan kepada klien.

23

Universitas Sumatera Utara

3. Nursing is laughing, perawat meyakini bahwa senyum merupakan suatu kiat dalam asuhan keperawatan untuk meningkatkan rasa nyaman klien. 4. Nursing is crying, perawat menerima respon emosional dari perawat atau orang lain sebagai sesuatu hal yang biasa pada situasi senang duka. 5. Nursing

is

touching,

perawat

dapat

menggunakan

sentuhan

untuk

meningkatkan rasa nyaman pada saat melakukan massage (pijat). 6. Nursing is helping, asuhan keperawatan dilakukan untuk menolong klien dengan sepenuhnya memahami kondisinya. 7. Nursing is believing in others, perawat meyakini orang lain memiliki hasrat dan kemampuan untuk meningkatkan status kesehatannya. 8. Nursing is trusting, perawat harus menjaga kepercayaan orang lain (klien) yaitu dengan menjaga mutu asuhan keperawatan. 9. Nursing is learning, perawat harus selalu belajar atau mengembangkan pengetahuan dan keterampilan keperawatan profesional melalui auhan keperawatan yang dilakukan. 10. Nursing is respecting, perawat memperlihatkan rasa hormat dan penghargaan kepada orang lain (klien dan keluarganya) dengan menjaga kepercayaan dan rahasia klien. 11. Nursing is listening, perawat harus menjadi pendengar yang baik ketika klien berbicara atau mengeluh. 12. Nursing is doing, perawat melakukan pengkajian dan intervensi keperawatan berdasarkan pengetahuan untuk memberikan rasa aman dan nyaman serta asuhan keperawatan secara komprehensif.

24

Universitas Sumatera Utara

13. Nursing is feeling, perawat dapat menerima, merasakan dan memahami perasaan duka, senang, frustrasi dan rasa puas klien.

Menurut Gaffar dalam Praptianingsih (2006) selain tiga belas peran di atas, dalam melaksanakan profesinya, perawat juga memiliki empat peran lain, yaitu: 1) Peran sebagai pelaksana Perawat bertindak sebagai comforter (mengupayakan kenyamanan dan rasa aman pada pasien), protector dan

advocat, (melindungi pasien dan

mengupayakan terlaksananya hak dan kewajiban pasien dalam pelayanan kesehatan), commmunicator (tampak ketika perawat bertindak sebagai penghubung antara pasien dengan anggota tim kesehatan) serta rehabilitator (perawat membantu pasien untuk beradaptasi dengan perubahan tubuhnya). 2) Peran sebagai pendidik Perawat melakukan penyuluhan kepada klien (pasien) yang berada di bawah tanggung jawabnya. 3) Peran sebagai pengelola Peran ini berkaitan dengan jabatan struktural di rumah sakit. Perawat harus memantau dan menjamin kualitas asuhan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. 4) Peran sebagai peneliti Perawat harus memiliki kemampuan untuk melakukan penelitian di bidangnya.

25

Universitas Sumatera Utara

C. SPIRITUALITAS PADA PERAWAT RUMAH SAKIT UMUM DR. PIRNGADI MEDAN Ashmos (2000) mengatakan bahwa banyak orang di tempat kerja merasa butuh menemukan kembali apa yang mereka rawat dalam hidup ini dan mencoba menemukan pekerjaan yang disukainya. Orang-orang berusaha menemukan makna pekerjaan dengan mencari suatu cara untuk lebih menjadi diri sendiri dalam melakukan sesuatu. Menemukan makna pekerjaan merupakan fokus dari spiritualitas. Gerakan spiritualitas di tempat kerja mulai tampak di beberapa negara seperti di Amerika Serikat. Hal ini dapat dilihat dari merebaknya publikasi tertulis (jurnal cetak maupun on line, buku) dan konferensi-konferensi dengan tema spiritualitas di tempat kerja (Widyarini, 2008). Ashmos (2000) menjelaskan beberapa alasan mengapa perusahaan di Amerika mulai mengembangkan minat dalam spiritualitas di tempat kerja. Alasan tersebut antara lain, pertama banyaknya orang yang percaya bahwa downsizing, reengineering, dan pemberhentian karyawan telah mengubah tempat kerja orang Amerika menjadi lingkungan yang para pekerjanya kehilangan semangat, dan mengakibatkan pertumbuhan tingkat gaji menjadi tidak seimbang. Kedua, tekanan kompetisi global membuat pemimpin perusahaan berpikir bahwa kreativitas karyawan dibutuhkan untuk mengekspresikan diri secara penuh dalam bekerja dan hal ini hanya akan terjadi jika pekerjaan tersebut dirasa bermakna bagi karyawan. Ketiga, bagi orang-orang Amerika, tempat kerja menyediakan satu-satunya jaringan komunikasi dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan manusia akan

26

Universitas Sumatera Utara

hubungan dan kontribusi. Keempat, rasa penasaran akan budaya dan filosofi timur, seperti filosofi budha yang menganjurkan meditasi dan menekankan nilainilai seperti loyalitas terhadap kelompok dan menemukan pusat spiritual seseorang dalam tiap kegiatan, mulai diterima oleh orang-orang Amerika. Kelima, bertambahnya kekhawatiran orang terhadap ketidakpastian dalam hidup – kematian – menyebabkan peningkatan minat dalam mempertimbangkan makna hidup. Spiritualitas di tempat kerja adalah tentang pekerjaan yang lebih bermakna, tentang hubungan antara jiwa dan pekerjaan (Ashmos, 2000). Beberapa

ahli

telah

memberikan

definisi

spiritualitas,

diantaranya

Wigglesworth yang mengatakan bahwa spiritualitas adalah kebutuhan bawaan manusia untuk berhubungan dengan sesuatu yang lebih besar dari diri manusia itu. Istilah ”sesuatu yang lebih besar dari manusia”adalah sesuatu yang diluar diri manusia dan menarik perasaan akan diri orang tersebut. Pengertian spiritualitas oleh Wigglesworth ini memiliki dua komponen, yaitu vertikal dan horizontal: -

Komponen vertikal, yaitu sesuatu yang suci, tidak berbatas tempat dan waktu, sebuah kekuatan yang tinggi, sumber, kesadaran yang luar biasa. Keinginan untuk berhubungan dengan dan diberi petunjuk oleh sumber ini.

-

Komponen horizontal, yaitu melayani teman-teman manusia dan planet secara keseluruhan. Komponen horizontal dari Wigglesworth sejalan dengan pengertian

spiritualitas dari Tischler (2002) yang mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu

27

Universitas Sumatera Utara

dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih. Ia juga mengemukakan empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yaitu personal awareness, personal skills, social awareness dan social skills. Howard (2002) mengemukakan bahwa terdapat empat hal yang berhubungan dengan spiritualitas yaitu diri sendiri, orang lain, lingkungan, dan kekuatan yang melebihi manusia. Hal ini ditambahkan oleh Young (2007) yang menjelaskan bahwa proses penuaan adalah suatu langkah yang penting dalam perjalanan spiritual dan pertumbuhan spiritual seseorang. Orang-orang yang memiliki spiritualitas berjuang mentransendensikan beberapa perubahan dan berusaha mencapai pemahaman yang lebih tinggi tentang hidup mereka dan maknanya. Globalisasi mengakibatkan perdagangan bebas tidak bisa terbendung lagi sehingga menimbulkan tingkat kompetisi yang semakin tinggi di semua sektor, termasuk sektor kesehatan. Perkembangan sektor kesehatan yang sangat dinamis menuntut kelenturan serta penyesuaian secara terus menerus dan menyeluruh dari para pihak yang terlibat didalamnya (Loetfia, 2000). Rumah sakit sebagai salah satu lembaga penyedia jasa pelayanan kesehatan memiliki peranan yang sangat besar. Kebutuhan masyarakat yang meningkat menyebabkan banyak rumah sakit swasta berlomba–lomba menyediakan mutu pelayanan dan peralatan medis yang prima. Rumah sakit milik pemerintah pun tidak mau kalah. Pihak pemerintah membuat program pembangunan kesehatan yang bertujuan agar terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu dan setara, akan tetapi tujuan ini masih belum berjalan secara optimal karena masih

28

Universitas Sumatera Utara

banyak pelayanan rumah sakit di Indonesia yang belum mencapai mutu yang optimal (Utama, 2003). Salah satu Rumah Sakit Pemerintah yang ada di Medan adalah Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi. Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi yang beralamat di Jalan Prof. H. M. Yamin SH Nomor 47 Medan, Sumatera Utara diresmikan pada 11 Agustus 1928, status kepemilikan saat ini ada pada Pemerintah Kota Medan (www.pdpersi.co.id, 2003). Kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit sangat ditentukan oleh tersedianya sumber daya yang berkualitas termasuk tenaga perawat (Megawati, 2005). Keperawatan merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan salah satu faktor yang menentukan tercapainya pembangunan nasional karena keperawatan mempunyai andil yang cukup besar dalam menentukan mutu pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan jumlah tenaga keperawatan mendominasi tenaga kesehatan secara keseluruhan dan mempunyai kontak yang paling lama dengan pasien (Loetfia, 2000). Widjaja (1994) mengemukakan bahwa perawat dalam menjalankan tugasnya juga banyak terkait dengan mengawasi teknologi yang kompleks, memberi informasi dan pendidikan kesehatan serta berusaha untuk memahami kebutuhan klien sebagai manusia yang utuh termasuk empati. Berdasarkan kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang yang dikemukakan oleh Tischler (2002), pada sisi kesadaran sosial (social awareness), orang-orang yang spiritualnya berkembang memperlihatkan sikap sosial yang lebih positif, lebih empati, dan menunjukkan altruisme yang besar. Sikap yang

29

Universitas Sumatera Utara

ditunjukkan ini sesuai dengan peran perawat yaitu nursing is helping, nursing is listening, nursing is feeling (Gaffar, 1999). Hal ini juga senada dengan peran yang dikemukakan Gaffar (dalam Praptianingsih, 2006) yaitu peran perawat sebagai pelaksana, dalam hal ini sebagai comforter. Pada sisi keterampilan sosial (social skill), orang-orang dengan spiritualitas yang berkembang menunjukkan keterbukaan sosial yang lebih besar, mudah beradaptasi dengan perubahan, memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan atasan, dan baik dalam menanggapi kritikan. Keterampilan ini dibutuhkan perawat untuk menjalani peran-perannya dengan baik. Peran-peran yang membutuhkan keterampilan ini antara lain, peran perawat sebagai pelaksana dalam hal ini sebagai communicator, peran sebagai pengelola (Gaffar dalam Praptianingsih, 2006), dan nursing is sharing (Gaffar, 1999).

D. PERTANYAAN PENELITIAN Dari uraian di atas maka pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan secara umum? 2. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan berdasarkan kompetensi kesadaran diri (self awareness)? 3. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan berdasarkan kompetensi keterampilan pribadi (personal skills)?

30

Universitas Sumatera Utara

4. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan berdasarkan kompetensi kesadaran sosial (social awareness)? 5. Bagaimana gambaran spiritualitas perawat Rumah Sakit Umum Dr. Pirngadi Medan berdasarkan kompetensi keterampilan sosial (social skills)?

31

Universitas Sumatera Utara