1_STRATEGI INOVASI NATA DE CACAO_SITI AISYAH DKK

Download Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) ). Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340 162. IMITASI PROSES PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO PENDUKUNG. STRATE...

2 downloads 645 Views 125KB Size
IMITASI PROSES PEMANFAATAN LIMBAH KAKAO PENDUKUNG STRATEGI INOVASI PENGEMBANGAN PRODUK HILIR AGROINDUSTRI KAKAO 1

Siti Aisyah, 2Syamsul Ma’arif, 2Arkeman.Y Sekolah Tinggi Manajemen Industri-Jakarta, 2 Teknologi Industri Pertanian-Institut Pertania Bogor 1

ABSTRAK Siapa yang tidak suka cokelat, semua lapisan baik anak-anak maupun orang dewasa pada umumnya pengemar makanan maupun minuman dari cokelat. Cokelat berasal dari olahan tanaman kakao. Begitu besar permintaan dunia akan produk olahan kakao. Indonesia yang memiliki luas perkebunan kakao yang cukup luas dan menjadi pengekspor ke 3 dunia setelah pantai gading dan gana, memiliki peluang yang cukup besar untuk mengembangkan agroindustri kakao. Salah satu dampak dari berkembangnya industri adalah limbah. Di zaman yang maju ini limbah sudah banyak dimanfaatkan dan dapat menghasilkan banyak keuntungan baik penambahan pendapatan maupun tidak merusak lingkungan. Dalam industri kakao salah satu strategi inovasi yang akan dilakukan adalah mengembangkan industri nata de cacao, yang merupakan inovasi tiruan (imitasi) produk ataupun proses pengolahan limbah kakao menjadi produk nata. Teknologi dan proses dalam pembuatan nata de cacao sangatlah sederhana dan mudah sehingga bisa dilakukan pada industri kecil, menengah maupun industri besar. Sehingga Indonesia tidak perlu mengekspor biji kakao mentah lagi namun dapat mengekspor produk hilir (end product) hasil olahan kakao. Bila hal ini dapat didukung oleh seluruh elemen yang ada khususnya pemerintah, maka industri kakao Indonesia akan menjadi market leader kakao dunia. Kata kunci : kakao, coklat, nata de cacao, pengolahan limbah, strategi inovasi, imitasi produk dan proses. ABSTRACT Who does not like chocolate, all layers of both children and adults love food and drinks from chocolate. Chocolate is derived from cocoa processing plant. So great world demand for cocoa processed products. Indonesian cocoa plantations which have extensive and wide enough to be 3rd world exporter after Pantai Gading and Ghana, have considerable opportunities to develop cocoa agro-industry. One impact of the growth of the industry is waste. In this advanced age of the waste has been used and can generate a lot of profit both increased income and does not damage the environment. In one of the cocoa industry innovation strategy that will be done is to develop industry nata de cacao, which is an imitation innovation products or waste treatment process cocoa into products nata. Technology and process in making nata de cacao is very simple and easy that can be done in small industry, medium and large industries. So that Indonesia does not need to export raw cocoa beans again but can export downstream products (end product) of processed cocoa. If this can be supported by all the elements, especially the government, the Indonesian cocoa industry will be the world cocoa market leader. Keywords: cocoa, chocolate , nata de cacao , waste management , strategy innovation , imitation products and processes .

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

162

1. Pendahuluan 1.1.

Latar belakang

Negara kita Indonesia dikaruniai alam yang sangat subur, sehingga tanaman jenis apapun bisa tumbuh subur di tanah pertiwi ini. Salah satunya adalah tanaman kakao. Tanaman kakao (Theobroma cacao) pada awalnya merupakan tanaman liar di hutan Amazon (lembah sungai Amazon) serta di wilayah tropis Amerika Selatan dan Tengah, kemudian menyebar ke wilayah utara dan selatan sampai ke Mexico, Guyana, dan Kepulauan Karibia, dan selanjutnya menyebar ke belahan dunia yang lain seperti Trinidad, Afrika Selatan, Indonesia, India, Malaysia, Sri Lanka, New Guinea, dan Negara tropis lainnya. Di Indonesia, selain karena perkebunannya yang cukup luas, kakao juga merupakan salah satu komoditi unggulan yang memiliki potensi yang cukup besar, di samping kelapa sawit dan karet. Dengan kondisi tersebut di atas maka komoditas kakao mempunyai peluang besar untuk lebih dikembangkan hingga proses hilirisasi. Kegiatan pengembangan ini bertujuan untuk meningkatkan produksi kakao (biji dan produk olahan kakao) yang berdaya saing internasional. Dari gambar pohon industri kakao dapat dilihat masih banyak produk hilir yang harus dikembangkan. Pada 2010-2011 produksi kakao dunia telah mencapai 4,01 juta ton dan diprediksi akan mencapai 4,2 juta ton pada 2015- 2016 (FAO, 2011). Total produksi kakao dunia pada 2009 sebesar 4.182.131 ton. Pantai Gading, Ghana, Indonesia dan Nigeria menguasai lebih dari 75 persen produksi kakao dunia. Kakao mengalami kecenderungan peningkatan produksi di dunia selama beberapa tahun terakhir. Bahkan diprediksi akan terus mengalami peningkatan hingga beberapa tahun ke depan.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Sumber : Kemenperin-2013

Cokelat dihasilkan dari tanaman kakao yang saat ini konsumsi cokelat tidak hanya didominasi oleh Amerika dan Eropa saja, beberapa negara di Asia juga mulai menggemari cokelat, dengan pertumbuhan ekonomi yang melesat tinggi dalam beberapa tahun terakhir menyebabkan pola konsumsi masyarakatnya, terutama generasi muda, mulai berubah menjadi ”kebarat-baratan”. Mereka mulai menyukai makanan maupun minuman yang menggunakan campuran cokelat. Coklelat menjadi primadona hampir semua golongan usia. Jangankan anak-anak, orang dewasa pun menjadikan makanan dan minuman ini sebagai favorit mereka. Studi terbaru menunjukkan bahwa cokelat, selain dapat memuaskan selera, juga dapat mengurangi risiko kanker dan penyakit jantung. Sedangkan lemak jenuh utamanya tidak meningkatkan kadar kolesterol. Makan cokelat juga meningkatkan kadar serotonin di otak, Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

163

membantu membuat seseorang menjadi tenang dan rileks, serta meningkatkan kadar endomorphins yang mengangkat suasana hati (Fernández-Murga, et al., 2011; Engler & Engler, 2004; Mursu et al., 2004). Begitu sangat besarnya potensi kakao itu maka dengan mulai tahun 2006 pemerintah melalui Departemen Perindustrian RI mengeluarkan blueprint dan diperkuat dengan dirumuskannya MP3EI dimana keseriusan pemerintah untuk mendukung berkembangan agroindustri yang salah satunya adalah kakao. Dan dengan berkembangnya agroindustri pada umumnya dan kakao pada khususnya maka Indonesia tidak lagi mengekspor produk hulu (bahan baku). Maka akan bermunculan industriindustri pengolahan kakao di indonesia. Salah satu hasil negatif tumbuhnya industri adalah limbah. Baik dalam bentuk udara, gas, cairan, padatan atau yang lainnya yang bila tidak direncanakan penanganannya akan berakibat buruk bagi lingkungan. Dan dewasa ini di dunia telah berkembang industri yang ramah lingkungan dan ke depan semua industri diharuskan ramah lingkungan. Salah satu alternatif teknologi pengolahan limbah kakao agar memberikan nilai tambah bagi industri dan berguna bagi lingkungannya adalah dengan memanfaatkan pulp kakao sebagai bahan baku dalam pembuatan nata de cacao. Nata de cacao merupakan fermentasi dari limbah pulp biji coklat yang berbentuk padat seperti agar-agar, kenyal seperti kolang-kaling dan berwarna putih transparan. Kandungan gizi nata sangat rendah karena tidak mengandung zat gizi yang essensial sehingga sesuai untuk diet, penanggulangan penyakit gizi lebih, tekanan darah tinggi, kardiovaskuler dan diabetes melitus (Karim, 2001). Nata dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum.

1.2.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah membuat strategi inovasi dari imitasi proses produksi nata de cacao sebagai produk hasil pengolahan limbah industri kakao. 2. 2.1.

Pengertian Strategi Inovasi

Inovasi pada intinya adalah aktivitas konseptualisasi, serta ide menyelesaikan masalah dengan membawa nilai ekonomis bagi perusahaan dan nilai sosial bagi masyarakat. Jadi inovasi berangkat dari suatu yang sudah ada sebelumnya, kemudian diberi nilai tambah. Inovasi bermula dari hal yang tampak sepele dengan membuka mata dan telinga mendengarkan aspirasi atau keluhan konsumen, karyawan, lingkungan dan masyarakat. Subyek penerapan inovasi sendiri bisa individu, kelompok atau perusahaan. Artinya bisa terjadi dalam perusahaan ada individu atau kelompok yang sangat brilian dan inovatif. Tetapi yang ideal perusahaan menjadi tempat yang terlembagakan bagi orang-orang yang terkumpul untuk mengeksploitasi ide-ide baru. (Myers dan Marquis, 2003). Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Dengan demikian, pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakan/ diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan 164

masyarakat demiselalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan (Ruspitasari, 2010). Ada beberapa cara yang dapat ditempuh untuk menghasilkan produk yang inovatif menurut Kotler (1987) yaitu dengan : 1. Mengembangkan atribut produk baru a) Adaptasi (gagasan lain atau pengembangan produk) b) Modifikasi (mengubah warna, gerakan, suara, bau, bentuk dan rupa) c) Memperbesar (lebih kuat, lebih panjang, lebih besar). d) Memperkecil (lebih ramping, lebih ringan, lebig kecil). e) Substitusi (bahan lain, proses, sumber tenaga) f) Penataan kembali (pola lain, tata letak lain, kompenen). g) Membalik (luar menjadi dalam) h) Kombinasi (mencampur, meramu, asortasi, rakitan, unit gabungan, kegunaan, daya pikat, dan gagasan). 2. Mengembangkan beragam tingkat mutu 3. Mengembangkan model dan ukuran produk (profilerasi produk) Menurut Damanpour (1991) inovasi merupakan sebuah pengenalan peralatan, sistem, hukum, produk atau jasa, teknologi proses produksi yang baru, sebuah struktur atau system administrasi yang baru, atau program perencanaan baru yang untuk diadopsi sebuah organisasi. Sedangkan tipe dari inovasi merupakan perilaku adopsi dan faktor yang menentukan dari inovasi tersebut (Danampaour dan Evan (1984), Damanpour (1991), Damapour 1996, Kim et al (1998)). Dalam penelitian Damapour 1991 mengklasifikasikan inovasi menjadi beberapa tipe, antara lain : administrative innovation, technical innovation, product/service innovation, process innovation, radical innovation, incremental innovation.

Administrative innovation adalah berhubungan dengan struktur organisasi dan proses administrasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan aktivitas dasar pekerjaan dari sebuah organisasi dan berhubungan secara langsung dengan manajemen Perusahaan. Technical innovation adalah berhubungan dengan teknologi produk, jasa, dan proses produksi. Product innovation adalah produk atau jasa baru yang diperkenalkan pada pengguna luar atau karena kebutuhan pasar. Process innovation adalah elemen baru yang diperkenalkan pada sebuah produksi perusahaan atau operasi jasa, input bahan baku, spesifikasi tugas, pekerjaan dan informasi, dan peralatan yang digunakan, untuk produksi sebuah produk atau membuat jasa pelayanan. Radical innovation dan incremental innovation dapat didefinisikan sebagai derajat perubahan yang dibuat perusahaan dalam pelaksanaan adopsi. Radical Innovation adalah reorientation dan nonroutine inovasi yang merupakan prosedur dasar aktivitas Perusahaan dan menunjukkan permulaan yang jelas dari sebuah pelaksanaan inovasi. Sedangkan incremental innovation adalah inovasi yang bersifat rutin, bervariasi dan instrumental. Strategi inovasi adalah berkaitan dengan respon strategi Perusahaan dalam mengadopsi inovasi. Dalam penelitianpenelitian terdahulu bermacam-macam tipologi strategi inovasi sudah digunakan. Menurut Freeman (1978) dalam Hadjimanolis & Dickson (2000) yang mengemukakan 6 penggolongan tipologi strategi inovasi yaitu : offensive innovation strategy, defensive, imitative (suka meniru), dependent, traditional, dan opportunist strategy. Penggolongan ini berdasarkan pada kecepatan dan waktu masuk dari Perusahaan menuju area teknologi yang baru.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

165

Urban & Hauser (1980) dalam Hadjimonalis & Dickson (2000) membedakan tipologi strategi inovasi dengan proaktif strategi, dimana Perusahaan mencoba untuk meramalkan dan mengantisipasi perubahan lingkungan. Tipe ini biasanya merupakan Perusahaan yang pertama melakukan inovasi (first mover). Keunggulan yang dimiliki adalah membangun market share dan reputasi untuk inovasi, namun mempunyai kelemahan karena harus mengeluarkan biaya pengembangan yang tinggi serta resiko investasi teknologi atau desain yang salah. Reactive strategy adalah Perusahaan yang hanya bereaksi terhadap permintaan konsumen dan aktivitas pesaing, serta cenderung untuk mengadopsi proses inovasi Perusahaan lain. Tipologi ini mirip dengan yang dikemukakan dalam penelitian-penelitian yang lain : innovator (investor) dan non-innovators (taders) (Pavitt, 1986); innovative dan innovative (Khan dan Manopichetwattana, 1989); innovative, quite innovative dan follows (Raymond et al, 1995) new product atau service atau Idea innovative) dan competitive duplication (non-inovative) (Olson & Bokor, 1995) dalam Ciptono (2006). Menurut Miler & Snow (1978) dalam Hadjimonalis dan Dickson (2000) tipologi strategi perusahaan prospector, defender, analyzer, dan reactors yang mewakili prilaku strategi yang lebih umum dari perusahaan dapat juga diadopsi untuk strategi inovasi. Rizzoni (1991) dalam Hadjimonalis dan Dickson (2000). 2.2. Green Industry Green industry adalah program pengelolaan lingkungan di industri yang mempunyai aspek lingkungan penting pada aktivitas, produk dan jasa perusahaan dan menimbulkan dampak lingkungan penting. Green Industry merupakan program "Environmental Improvement" yang dikembangkan dalam upaya Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

mencegah pencemaran lingkungan serta melakukan perlindungan lingkungan bagi keseimbangan lingkungan saat ini dan masa yang akan datang dan dampak keberlanjutan industri ke depan. Program Green Industry akan sangat bermanfaat bagi kontribusi berbagai sektor industri terhadap keseimbangan lingkungan hidup. Keuntungan jangka menengah dan jangka panjang menjadi tolak ukur keberhasilan pengelolaan lingkungan di industri dengan ketersediaan sumber daya alam, energi dan kualitas lingkungan berkesinambungan. Green Industry yang selama ini diharapkan sebagai terobosan baru dalam industri dunia demi mendukung terciptanya keberlanjutan ekonomi serta perbaikan lingkungan menjadi sebuah topic terkini walau gagasan ini telah dijadikan sebagai bahan konfrensi dunia pada tahun 2009 di filiphina yang berawal dari harapan banyak orang pada tahun 1985. Banyak harapan yang ditumpahkan dalam gagasan ini, para ahli perekonomian serta ahli lingkungan berusaha menemukan konsep terbaik demi terwujudnya Green Industry yang dapat diterapkan diberbagai belahan dunia dan pada akhirnya di tahun 2009 pencarian itu menemui titik terang dimana beberapa Negara asia dan Amerika serta didukung oleh PBB lewat anak organisasinya UNEP (UN Environment Programme) mempersembahkan hasil awal demi terwujudnya hal itu. Green industry menitikberatkan pada penggunaan Resources yang baik, Efisiensi bahan baku, energi, sampah, pengelolaan karbon, bahkan transportasi menjadi hal yang utama pada konsep ini. Walau tanpa melupakan penggunaan energi alternatif yang menghasilkan karbon lebih sedikit juga merupakan salah satu cara dalam green industry. Tetapi dalam bahasan kali ini, penulis akan menelaah usaha tercapainya green industry dengan pendekatan keilmuan Manajemen, khusus manajemen operasi dan lebih spesifik pada Efisiensi.

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

166

Agroindustri atau industri pengolahan hasil pertanian merupakan salah industri yang menghasilkan air limbah yang dapat mencemari lingkungan. Bagi industriindustri besar, seperti industri pengolahan kelapa sawit, teknologi pengolahan limbah cair yang digunakan mungkin sudah memadai, namun tidak demikian bagi industri kecil atau sedang. Namun demikian, mengingat tingginya potensi pencemaran yang ditimbulkan oleh air limbah yang tidak dikelola dengan baik maka diperlukan pemahaman dan informasi mengenai pengelolaan air limbah secara benar. Pengelolaan limbah adalah kegiatan terpadu yang meliputi kegiatan pengurangan (minimization), segregasi (segregation), penanganan (handling), pemanfaatan dan pengolahan limbah. Dengan demikian untuk mencapai hasil yang optimal, kegiatan-kegiatan yang melingkupi pengelolaan limbah perlu dilakukan dan bukan hanya mengandalkan kegiatan pengolahan limbah saja. Bila pengelolaan limbah hanya diarahkan pada kegiatan pengolahan limbah maka beban kegiatan di Instalasi Pengolahan Air Limbah akan sangat berat, membutuhkan lahan yang lebih luas, peralatan lebih banyak, teknologi dan biaya yang tinggi. Kegiatan pendahuluan pada pengelolaan limbah (pengurangan, segregasi dan penanganan limbah) akan sangat membantu mengurangi beban pengolahan limbah di IPAL. Tren pengelolaan limbah di industri adalah menjalankan secara terintergrasi kegiatan pengurangan, segregasi dan handling limbah sehingga menekan biaya dan menghasilkan output limbah yang lebih sedikit serta minim tingkat pencemarnya. Integrasi dalam pengelolaan limbah tersebut kemudian dibuat menjadi berbagai konsep seperti: produksi bersih (cleaner production), atau minimasi limbah (waste minimization).

Secara prinsip, konsep produksi bersih dan minimasi limbah mengupayakan dihasilkannya jumlah limbah yang sedikit dan tingkat cemaran yang minimum. Namun, terdapat beberapa penekanan yang berbeda dari kedua konsep tersebut yaitu: produksi bersih memulai implementasi dari optimasi proses produksi, sedangkan minimasi limbah memulai implementasi dari upaya pengurangan dan pemanfaatan limbah yang dihasilkan. Produksi Bersih menekankan pada tata cara produksi yang minim bahan pencemar, limbah, minim air dan energi. Bahan pencemar atau bahan berbahaya diminimalkan dengan pemilihan bahan baku yang baik, tingkat kemurnian yang tinggi, atau bersih. Selain itu diupayakan menggunakan peralatan yang hemat air dan hemat energi. Dengan kombinasi seperti itu maka limbah yang dihasilkan akan lebih sedikit dan tingkat cemarannya juga lebih rendah. Selanjutnya limbah tersebut diolah agar memenuhi baku mutu limbah yang ditetapkan. Strategi produksi bersih yang telah diterapkan di berbagai negara menunjukkan hasil yang lebih efektif dalam mengatasi dampak lingkungan dan juga memberikan beberapa keuntungan, antara lain : a). Penggunaan sumberdaya alam menjadi lebih efektif dan efisien; b). Mengurangi atau mencegah terbentuknya bahan pencemar; c). Mencegah berpindahnya pencemaran dari satu media ke media yang lain; d). Mengurangi terjadinya risiko terhadap kesehatan manusia dan lingkungan; e). Mengurangi biaya penaatan hukum; f). Terhindar dari biaya pembersihan lingkungan (clean up); g). Produk yang dihasilkan dapat bersaing di pasar internasional; h). Pendekatan pengaturan yang bersifat fleksibel dan sukarela. Minimasi limbah merupakan implementasi untuk mengurangi jumlah

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

2.3.

Pengolahan Limbah

167

dan tingkat cemaran limbah yang dihasilkan dari suatu proses produksi dengan cara pengurangan, pemanfaatan dan pengolahan limbah. Pengurangan limbah dilakukan melalui peningkatan atau optimasi efisiensi alat pengolahan, optimasi sarana dan prasarana pengolahan seperti sistem perpipaan, meniadakan kebocoran, ceceran, dan terbuangnya bahan serta limbah. Pemanfaatan ditujukan pada bahan atau air yang telah digunakan dalam proses untuk digunakan kembali dalam proses yang sama atau proses lainnya. Pemanfaatan perlu dilakukan dengan pertimbangan yang cermat dan hati-hati agar tidak menimbulkan gangguan pada proses produksi atau menimbulkan pencemaran pada lingkungan. Setelah dilakukan pengurangan dan pemanfaatan limbah, maka limbah yang dihasilkan akan sangat minimal untuk selanjutnya diolah dalam instalasi pengolahan limbah. Pada kegiatan pra produksi dapat dilakukan pemilihan bahan baku yang baik, berkualitas dan tingkat kemunian bahannya tinggi. Saat produksi dilakukan, fungsi alat proses menjadi penting untuk menghasilkan produk dengan konsumsi air dan energi yang minimum, selain itu diupayakan mencegah adanya bahan yang tercecer dan keluar dari sistem produksi. Dari tiap tahapan proses dimungkinkan dihasilkan limbah. Untuk mempermudah pemanfaatan dan pengolahan maka limbah yang memiliki karakteristik yang berbeda dan akan menimbulkan pertambahan tingkat cemaran harus dipisahkan. Sedangkan limbah yang memiliki kesamaan karekteristik dapat digabungkan dalam satu aliran limbah. Pemanfaatan limbah dapat dilakukan pada proses produksi yang sama atau digunakan untuk proses produksi yang lain. Limbah yang tidak dapat dimanfaatkan selanjutnya diolah pada unit

pengolahan limbah untuk menurunkan tingkat cemarannya sehingga sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan. Limbah yang telah memenuhi baku mutu tersebut dapat dibuang ke lingkungan. Bila memungkinkan, keluaran (output) dari instalasi pengolahan limbah dapat pula dimanfaatkan langsung atau melalui pengolahan lanjutan. Pengolahan limbah adalah upaya terakhir dalam sistem pengelolaan limbah setelah sebelumnya dilakukan optimasi proses produksi dan pengurangan serta pemanfaatan limbah. Pengolahan limbah dimaksudkan untuk menurunkan tingkat cemaran yang terdapat dalam limbah sehingga aman untuk dibuang ke lingkungan. Limbah yang dikeluarkan dari setiap kegiatan akan memiliki karakteristik yang berlainan. Hal ini karena bahan baku, teknologi proses, dan peralatan yang digunakan juga berbeda. Namun akan tetap ada kemiripan karakteristik diantara limbah yang dihasilkan dari proses untuk menghasilkan produk yang sama. Karakteristik utama limbah didasarkan pada jumlah atau volume limbah dan kandungan bahan pencemarnya yang terdiri dari unsur fisik, biologi, kimia dan radioaktif. Karakteristik ini akan menjadi dasar untuk menentukan proses dan alat yang digunakan untuk mengolah air limbah. Pengolahan air limbah biasanya menerapkan 3 tahapan proses yaitu pengolahan pendahuluan (pre-treatment), pengolahan utama (primary treatment), dan pengolahan akhir (post treatment). Pengolahan pendahuluan ditujukan untuk mengkondisikan alitan, beban limbah dan karakter lainnya agar sesuai untuk masuk ke pengolahan utama. Pengolahan utama adalah proses yang dipilih untuk menurunkan pencemar utama dalam air limbah. Selanjutnya pada pengolahan akhir dilakukan proses lanjutan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu yang ditetapkan.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

168

Terdapat 3 (tiga) jenis proses yang dapat dilakukan untuk mengolah air limbah yaitu: proses secara fisik, biologi dan kimia. Proses fisik dilakukan dengan cara memberikan perlakuan fisik pada air limbah seperti menyaring, mengendapkan, atau mengatur suhu proses dengan menggunakan alat screening, grit chamber, settling tank/settling pond, dll. Proses biologi deilakukan dengan cara memberikan perlakuan atau proses biologi terhadap air limbah seperti penguraian atau penggabungan substansi biologi dengan lumpur aktif (activated sludge), attached growth filtration, aerobic process dan an-aerobic process. Proses kimia dilakukan dengan cara membubuhkan bahan kimia atau larutan kimia pada air limbah agar dihasilkan reaksi tertentu. Untuk suatu jenis air limbah tertentu, ketiga jenis proses dan alat pengolahan tersebut dapat diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau dikombinasikan. Pilihan mengenai teknologi pengolahan dan alat yang digunakan seharusnya dapat mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi dan pengelolaannya. 3.

Pembahasan

Dewasa ini terjadi perubahan paradigma (paradigm innovation) dimana makanan dan minuman bukan lagi hanya sekedar penghilang rasa lapar dan haus, namun apakah makanan dan minuman tersebut berguna bagi kesehatan tubuh. Oleh karena itu banyak sekali makanan dan minuman sehat yang diproduksi banyak industri. Baik itu dari bahan baku asli maupun hasil pengolahan limbah industrinya. Melihat pengalaman terhadap nata de coco dan nata de pinna dimana produk tersebut dibuat dari hasil pengolahan limbah industri kelapa dan nanas. Produk tersebut ternyata laku dipasaran dan Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

memberikan keuntungan yang luar biasa kepada industri yang mengolahnya. Dan membuka pasar baru di masyarakat yang cukup luas. Oleh karena itu maka pada industri kakao membuat strategi inovasi dengan mencoba meniru keberhasilan industri kelapa dan nanas dalam mengolah limbahnya, yaitu dengan membuat produk nata de cacao yang mana proses pembuatannya meniru proses pembuatan nata de coco maupun nata-nata pada umumnya. Dengan proses fermentasi yang serupa yaitu pemanfaatan bakteri acetobacter xylinum. Menurut alaban (1962), raktor yang berpengaruh pada pembuatan nata meliputi sumber gula, suhu fermentasi, tingkat keasaman medium, lama fermentasi dan aktivitas bakterinya. Gula merupakan salah satu nutrisi yang sangat diperlukan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Sampai pada konsentrasi tertentu penambahan gula akan meningkatkan pertumbuhan bakteri acetobter xylinum sehingga pembentukan nata dari hasil perombakan gula menjadi semakin tinggi. Untuk memperoleh hasil nata de cacao yang lebih putih, dalam pembuatannya harus dilakukan pengenceran limbah cair biji kakao. Hal ini disebabkan cairan biji kakao yang langsung diambil dari pabrik pengolahan biji kakao masih mengandung kotorankotoran dan masih berwarna kuning cokelat. Adapun tujuan pengenceran media (limbah cair biji kakao) adalah untuk memucatkan warna kuning cokelat dari limbah cair biji kakao agar nata yang dihasilkan lebih putih (Effendi, 1995). Tahapan Pembuatan Nata de Cacao : Tahapan pembuatan starter: 1. Timbang bahan yang sudah disiapkan. 2. Siapkan larutan pertama berupa air kelapa yang telah diendapkan dan disaring, ambil 1.060 ml air kelapa. Panaskan sampai mendidih. Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

169

3. Tambahkan asam asetat glacial 25% dan 100 gr glukosa. Aduk hingga gula larut. 4. Buat larutan kedua berupa larutan urea yang dimasukkan dalam 60 ml air kelapa, kemudian panaskan hingga mendidih. 5. Tuang larutan kedua dengan larutan pertama yang telah disiapkan. 6. Pindahkan dalam botol starter dan tutup dengan kapas steril dan tunggu sampai dingin. 7. Tambahkan 10% biakan, agar biakan tumbuh miring pada permukaan gunakan aquades steril sebanyak 10 ml. 8. Letakkan botol ke dalam rak inkubasi selama 6-8 hari sampai terbentuk lapisan putih pada media. Tahapan pembuatan nata de cacao adalah: 1. Pulp cacao diiris tipis kemudian dicuci sampai bersih. 2. Bahan dimasukkan ke dalam blander kemudian ditambahkan air dengan perbandingan 1:15. 3. Setelah diblender bahan disaring untuk memisahkan ampasnya dengan sari buah. 4. Sari buah ditambahkan sukrosa 75%, amonium sulfat 0,5%, asam asetat hingga pH mencapai 3,7. 5. Dilakukan pemanasan terhadap medium fermentasi pada suhu 100oC selama 30 menit, kemudian didinginkan. 6. Setelah dingin ditambahkan starter nata kemudian dituang dalam nampan. 7. Medium diinkubasi selama 14 hari, kemudian dilakukan pemanenan nata. 8. Lembaran nata yang terbentuk dicuci dan dipotong kecil-kecil, kemudian direbus sampai mendidih (suhu 30oC). 9. Air rebusan nata diganti dengan air yang baru dan direndam selama semalam. Hal ini dilakukan sebanyak 23 kali sampai aroma asamnya hilang. 10. Nata direbus dalam larutan gula 25 % selama 20 menit dan direndam selama semalam. Setelah itu baru dikemas.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jika berkembangnya industri kakao di Indonesia maka akan terbuka luas pula berkembangnya industri nata de cacao. Karena bahan baku pembuatan nata de cacao yaitu limbah industri kakao akan semakin banyak. Selain itu teknologi maupun proses pembuatan nata de cacao sangatlah sederhana dan mudah, jadi bisa dilakukan di industri kecil, menengah maupun industri besar. Juga melihat pasar produk nata yang masih cukup luas dan banyak maka nata de cacao besar kemungkinan dapat diproduksi di Indonesia sebagai pendukung industri hilir agroindustri kakao. 3. 3.1.

Simpulan & Saran Simpulan Simpulan yang dapat diambil dalam tulisan ini adalah bahwa agroindustri kakao memiliki peluang yang cukup luas untuk dikembangkan. Dengan berkembangnya industri kakao di Indonesia maka membuka peluang pula pada industri hilir kakao yang dapat memberikan nilai tambah (added value). Begitu banyak penggemar cokelat yang merupakan produk hasil olahan kakao, maka pasar untuk memproduksi produk hilir hari kakao pun akan sangat banyak. Oleh karena itu strategi inovasi yang dikembangkan dalam industri kakao salah satunya adalah industri nata de cacao yang dihasilkan dari limbah industri kakao. Inovasi Nata de cacao merupakan inovasi produk maupun proses imitasi atau tiruan dari nata-nata lainnya yang telah lebih dahulu dikenal. Dalam nata de cacao juga merubah paradigma (paradigm innovation) masyarakat akan makanan atau minuman yang sehat. Dengan berkembangnya industri hilir kakao pada umumnya dan nata de cacao pada khususnya akan dapat memberikan peluang yang besar untuk lapangan pekerjaan, bertambahnya penghasilan petani dan masyarakat sekitar dan akan berdampak baik bagi negara kita dengan Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

170

meningkatnya devisa atas hasil ekspor barang jadi hasil agroindustri kakao. 3.2.

Saran Agar perkembangan industri kakao dapat berjalan dengan baik, maka harus didukung oleh segenap elemen yang ada khususnya pemerintah. Peranan yang harus pemerintah lakukan adalah mendukung sepenuhnya perkembangan industri kakao dengan mengeluarkan kebantuan informasi dan teknologi, fasilitas dan infrastruktur yang baik serta berani mengeluarkan kebijakan yang baik dan konsisten dalam menerapkannya.

Daftar Pustaka

John Wiley & Sons Myers, S & Marquis, D.G. (2003). Successful Industrial Innovation. National Science Foundation. Paap, Jay and Katz, Ralph. 2004.Predicting the Unpredictable, Anticipating DisruptiveInnovation, Research Technology Management, Sep/Oct 2004; 47, 5. Peter Drucker, 1996, Innovation and Entrepreneurship, Harper & Row Publisher FranklinC., 2003, Why Innovation Fails, Spiro Press. Schumann, P., Prestwood, D., Tong, A. and Vanston, J. (1994). Innovate., New York:McGraw-Hill, Inc. Shilling, M.A. 2005. Strategic Management of technologycal Innovation New York:Mcgraw-Hill

Drucker, P.F., 2003. On The profession of management, Harvard Business School Press. Gana, Frans, 2003, Inovasi Organisasi sebagai basis daya saing bisnis, Usahawan No 10.TH XXXII, Oktober 2003. Girardi, Antonio|Soutar, Geoffrey N|Ward, Steven, The Validation of a Use Innovativeness Scale, European Journal of Innovation Management, Volume 8, Number 4, 2005 Greenhalgh, Trisha Robert, Glenn Macfarlane, Fraser Bate, Paul Kyriakidou, Olivia, Diffusion of Innovation in Service Organizations : Systematic Review and Recommendations , The Milbank Quarterly,Volume 82, Number 4, 2004. Hadjimonalis, Anthanasios., Keith Dickson (2000), Innovation Strategies of SMEsinCyprus, A Small Developing Country, International Small Businessjournal .18,4, pp. 62-79 Kaplan R.S. & Norton, D.P. 1996. The Balanced Scorecard, Translating Strategy intoAction.

Strategi inovasi (Siti Aisyah dkk) )

Jurnal Teknik Industri ISSN: 1411-6340

171