3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 OBAT KULIT TOPIKAL KORTIKOSTEROID

Download Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan ... Obat kulit topikal antibotika tersedia dalam bentuk salep, krim, da...

0 downloads 440 Views 516KB Size
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1

Obat Kulit Topikal Kortikosteroid Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan

tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotion, salep, dan krim. Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi si penderita, dan daerah kulit yang diobati (Anief, 1997). Obat kulit topikal mengandung obat yang bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid. Kortikosteroid mencegah reaksi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis. Kortikosteroid secara topikal dapat mengganggu pertahanan kulit alami terhadap infeksi sehingga dikombinasikan obat antibiotika. Obat kulit digunakan untuk mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit. Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu : 1. Kerusakan kulit akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak, berdarah, melepuh, dan gatal. 2. Kerusakan kulit sub akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.

3

Universitas Sumatera Utara

3. Kerusakan kulit kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta timbul kembali, dan beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit menjadi tebal, keras, dan retak-retak (Sartono, 1996). Obat kulit topikal antibotika tersedia dalam bentuk salep, krim, dan obat cair. Umumnya digunakan untuk mengatasi infeksi pada permukaan kulit. Karena sebagian besar infeksi terjadi di bawah permukaan kulit, sebetulnya pengobatan dengan obat antibiotika secara sistemik, akan lebih efektif dan menjadi pilihan untuk kerusakan kulit yang serius (Sartono, 1996). Obat kulit topikal antibiotika dapat mengandung obat antibiotika tunggal, atau dikombinasikan dengan : a. Obat Antibotika lain Obat kombinasi ini dimaksudkan untuk mendapatkan obat dengan spektrum kerja yang luas, dan mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi bakteri. b. Obat Kortikosteroid Obat kombinasi ini digunakan sebagai obat antiradang dan mengatasi infeksi bakteri. c. Obat Antifungi dan Obat Kortikosteroid Obat kombinasi ini digunakan sebagai obat antiradang dan juga untuk mengatasi infeksi bakteri dan fungi. Meskipun dapat digunakan untuk pengobatan terhadap infeksi bakteri dan fungi serta sebagai antiradang, obat kulit topikal yang mengandung antibiotika terbatas penggunaannya, karena kemungkinan terjadinya sensitisasi silang dengan obat antibiotika lain (Sartono, 1996). Obat Kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang. Penggunaan obat Kortikosteroid dalam obat kulit topikal, kadang-kadang kurang

4

Universitas Sumatera Utara

jelas daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal Kortikosteroid sangat efektif terhadap penyakit eksem (Sartono, 1996). Pada pengobatan terhadap eksem, Kortikosteroid bekerja dengan cara mencegah reaksi alergi, mengurangi peradangan, dan menghambat pembelahan sel epidermis (Sartono, 1996). Obat kulit topikal Kortikosteroid yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek

No.

1

meliputi

obat-obat

yang

mengandung

Hydrocortison,

Flupredniliden, Triamsinolon, Betametason, Fluokortolon dan Desoksimetason. Sedangkan yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No 2 meliputi obatobat yang mengandung Dexametason, Flumetason, Hydrocortison butirat, Metil prednisolon, dan Prednisolon (Sartono, 1996). Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan,

diantaranya

termasuk

melembabkan

kulit,

melicinkan,

atau

mendinginkan area yang dirawat (Widjajanti, 1988). 2.2

Krim

2.2.1 Definisi Krim Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-

5

Universitas Sumatera Utara

asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air (Anief, 1994). Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan kearah lambung. Menurut definisi tersebut yang termauk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung, obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya (Anief, 1994). Menurut FI ed. III, krim adalah bentuk sediaan setengah padat, berupa emulsi yang mengandung air tidak kurang dari 60%, dan dimaksudkan untuk pemakaian luar. Adapun menurut FI ed. IV, krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai (Widodo,2013). Sebagai obat luar, krim harus memenuhi beberapa persyaratan berikut : 1) Stabil selama masih dipakai untuk mengobati. Oleh karena itu, krim harus bebas dari inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar, dan kelembaban yang ada di dalam kamar. 2) Lunak. Semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi lunak serta homogen. 3) Mudah dipakai. Umumnya, krim tipe emulsi adalah yang paling mudah dipakai dan dihilangkan dari kulit. 4) Terdistribusi secara merata. Obat harus terdispersi merata melalui dasar krim padat atau cair pada penggunaan. 2.2.2 Penggolongan Krim

6

Universitas Sumatera Utara

Krim terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asamasam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air,yang dapat dicuci dengan air serta lebih ditujukan untuk pemakaian kosmetik dan estetika. Krim digolongkan menjadi dua tipe, yakni: a. Tipe a/m, yaitu airterdispersi dalam minyak. Contohnya, cold cream. Cold cream adalah sediaan kosmetik yang digunakan untuk memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit, sebagai krim pembersih,berwarna putih, dan bebas dari butiran. Cold cream mengandung mineral oil dalam jumlah besar. b. Tipe m/a, yaitu minyak terdispersi dalam air. Contohnya, vanishing cream. Vanishing

cream

adalah

sediaan

kosmetik

yang

digunakan

untukmembersihkan, melembabkan, dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab (moisturizing) akan meninggalkan lapisan berminyak pada kulit (Widodo, 2013). 2.2.3 Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Krim Sama seperti sediaan bentuk lain, krim juga memiliki keuntungan dan kerugiaan dalam penggunaannya. a. Keuntungan Penggunaan Krim Beberapa keuntungan dari penggunaan sediaan krim, antara lain : 1) Mudah menyebar rata 2) Praktis 3) Mudah dibersihkan atau dicuci 4) Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat 5) Tidak lengket, terutama tipe m/a 6) Memberikan rasa dingin (misalnya cold cream), terutama tipe a/m

7

Universitas Sumatera Utara

7) Digunakan sebagai kosmetik dan 8) Bahan untuk pemakaian topikal, jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun. b. Kerugian Penggunaan Krim Adapun kerugian dari penggunaan sediaan krim, antara lain : 1) Menyebabkan iritasi pada kulit 2) Mudah hilang karena melekat pada pakaian 3) Hanya untuk penggunaan luar dan tidak dapat digunakan disekitar mata 2.2.4 Basis Krim Seperti salep, krim juga mengandung basis atau bahan dasar tertentu. Ada beberapa bahan dasar yang sering digunakan dalam pembuatan krim, diantaranya sebagai berikut : a. Fase minyak, yaitu bahan obat yang larut dalam minyak dan bersifat asam. Contohnya, asam stearat, adepslanae, paraffin liquidum, paraffin solidum, minyak lemak, cera, cetaceum, vaselin, setil alkohol, stearil alkohol, dan sebagainya. b. Fase air, yaitu bahan obat yang larut dalam air dan bersifat basa. Contohnya, Na tetraborat, NaOH, KOH dan sebagainya. c. Pengemulsi. Bahan pengemulsi yang digunakan dalam sediaan krim disesuaikan dengan jenis dan sifat krim yang akan dibuat atau dikehendaki. Misalnya, emulgide, lemak bulu domba, setaseum, setil alkohol, stearil alkohol dan sebagainya.

8

Universitas Sumatera Utara

d. Pengawet, yaitu bahan yang digunakan untuk meningkatkan stabilitas sediaan. Bahan pengawet yang sering digunakan umumnya metil paraben (nipagin) 0,12-0,18 % dan propil paraben (nipasol) 0,02-0,05 %. e. Pendapar, yaitu bahan yang digunakan untuk mempertahankan pH sediaan. f. Antioksidan, yaitu bahan yang digunakan untuk mencegah ketengikan akibat oksidasi oleh cahaya pada minyak tak jenuh. g. Zat berkhasiat 2.3

Hydrocortisone Hydrocortisone adalah salah satu obat kortikosteroid oles yang termasuk

ringan. Obat ini bekerja dengan mengurangi inflamasi, kemerahan, serta gatalgatal pada kulit. Bentuk sediaan : krim dan salep. Indikasi : radang kulit ringan seperti eksem, ruam popok Kontra-indikasi : luka kulit akibat bakteri, jamur atau viral yang tidak diobati. Efek samping : jarang menimbulkan efek samping. Resiko khusus/ peringatan: penggunaan jangka panjang pada bayi dan anak-anak (maksimal seminggu), penggunaan jangka panjang pada wajah, bayi dibawah 1tahun. 2.4 Evaluasi Mutu Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi dengan efektif, harus dibuatkan kebijaksanaan dan peraturan yang mendasari dan ini harus selalu ditaati. Pertama, tujuan pemeriksaan semata-mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setia pelaksanaan harus berpegang teguh pada standar atau spesifikasi dan harus berupaya meningkatkan standart dan spesifikasi yang telah ada (Anief, 1994).

9

Universitas Sumatera Utara

Beberapa pengujian yang dilakukan dalam proses evaluasi mutu krim, antara lain organoleptik, homogenitas, pH, keseragaman sediaan, stabilitas, dan uji batas mikroba (Widodo, 2013). a. Uji Organoleptik Uji organoleptik dilakukan dengan menggunakan pancaindra. Komponen yang dievaluasi meliputi bau, warna, tekstur sediaan, dan konsistensi. Adapun pelaksanaanya menggunakan subjek responden (dengan kriteria tertentu) dengan menetapkan kriteria pengujiannya (macam dan item), menghitung persentase masing-masing kriteria yang diperoleh, serta mengambil keputusan dengan analisis statisik (Widodo, 2013). b. Homogenitas Pengujian homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah pada saat proses pembuatan krim bahan aktif obat dengan bahan dasarnya dan bahan tambahan lain yang diperlukan tercampur secara homogen. Persyaratannya harus homogen, sehingga krim yang dihasilkan mudah digunakan dan terdistribusi merata saat penggunaaan pada kulit (Anief, 1994). Alat yang digunakan untuk pengujian homogenitas adalah roller mill, colloid mill, homogenizer tipe katup. Dispersi yang seragam dari obat yang tak larut dalam basis maupun pengecilan ukuran agregat lemak dilakukan dengan melalui homogenizer atau mill pada temperatur 30-40◦C. Krim harus tahan terhadap gaya gesek yang timbul akibat pemindahan produk maupun akibat aksi dari alat pengisi (Anief, 1994).

10

Universitas Sumatera Utara

c. Stabilitas Stabilitas dapat didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk bertahan dalam batas yang ditetapkan dan sepanjang periode penyimpanan dan penggunaan,sifat dan karakteristiknya sama dengan yang dimilikinya pada saat produk dibuat (DitjenPOM, 1995). Tujuan pemeriksaan kestabilan obat adalah untuk menjamin bahwa setiap batch obat yang didistribusikan tetap memenuhi persyaratan yang ditetapkan meskipun sudah cukup lama dalam penyimpanan. Pemeriksaan kestabilan digunakan sebagai dasar penentuan batas kadaluarsa, cara-cara penyimpanan yang perlu dicantumkan dalam label (Lachman, 1994). Ketidakstabilan formulasi dapat dideteksi dengan pengamatan pada perubahan penampilan fisik, warna, bau, rasa, dan tekstur dari formulasi tersebut, sedangkan perubahan kimia yang terjadi hanya dapat dipastikan melalui analisis kimia (Anshel, 1989). d. pH Harga pH merupakan harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (pH meter) yang sesuai, yang telah dibakukan sebagaimana mestinya, yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektroda indikator yang peka terhadap aktifitas ion hidrogen, elektroda kaca, dan elektroda pembanding yang sesuai seperti elektroda kalomel atau elektroda perak-perak klorida. Pengukuran dilakukan pada suhu 25º ± 2º, kecuali dinyatakan lain dalam masingmasing monografi (Ditjen POM, 1995).

11

Universitas Sumatera Utara

e. Keseragaman Sediaan Keseragaman sediaan dapat ditetapkan dengan menggunakan dua metode, yaitu keseragaman bobot dan keseragaman kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan yang mengandung suatu zat aktif dan sedian yang mengandung dua atau lebih zat aktif. Persyaratan keseragaman bobot diterapkan pada produk yang mengandung zat aktif 50 mg atau lebih yang merupakan 50% atau lebih, dari bobot satuan sediaan. Keseragaman dari zat aktif lain, jika dalam jumlah kecil ditetapkan dengan persyaratan keseragaman kandungan (DitjenPOM, 1995). f. Uji Batas Mikroba Uji batas mikroba dilakukan untuk memperkirakan jumlah mikroba viabel di dalam semua jenis perbekalan farmasi mulai ari bahan baku sampai sediaan jadi, untuk menyatakan perbekalan farmasi tersebut bebas dari spesies mikroba tertentu. Otomatis dapat digunakan sebagai pengganti uji yang akan disajikan, dengan ketentuan bahwa cara tersebut sudah divalidasi sedemikian rupa hingga menunjukkan hasil yang sama atau lebih baik. Selama menyiapkan dan melakukan pengujian, spesimen harus ditangani secara aseptik. g. Penandaan Penandaan berisi informasi yang lengkap dan objektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat, rasional dan aman. Penandaan adalah keterangan yang lengkap mengenai obat jadi, khasiat, keamanan serta cara penggunaanya, tanggal kadaluarsa bila ada, yang dicantumkan pada etiket, brosur dan kotak yang disediakan pada obat jadi. Seperti tanggal kadaluarsa merupakan waktu yang menunjukkan batas terakhir obat masih memenuhi syarat baku dan dinyatakan dalam bulan dan tahun (Anief, 1997).

12

Universitas Sumatera Utara