ALTRUISME DITINJAU DARI EMPATI PADA SISWA SMK
Mochammad Bagus Setiawan Lucia Rini Sugiarti Fakultas Psikologi Universitas Semarang
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara empiris hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hipotesis yang diajukan peneliti adalah ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 96 siswa, yang terdiri atas 34 orang siswa kelas X Multimedia, 32 siswa kelas X Persiapan, dan 30 siswa XII Persiapan SMK Negeri 11 Semarang, serta berusia 15-18 tahun. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik cluster random sampling. Penelitian ini menggunakan Skala Altruisme dan Skala Empati dalam pengambilan data. Metode analisis yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan teknik statistik yang dipakai adalah teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang dimaksudkan untuk mengetahui hubungan antara empati dengan altruisme pada siswa SMK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara altruisme pada siswa SMK dengan empati dengan nilai rxy = 0,314 dan (p < 0,01), sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. Kata Kunci : altruisme siswa, empati
ALTRUISM REVIEW OF EMPATHY ON VOCATIONAL SCHOOL STUDENTS Abstract This research aims to find out empirically the relationship between empathy and altruism in the students of SMK. The hypothesis put forward is there a positive relationship researcher between empathy with altruism on the students. The bigger empathy the large also altruism in students, and vice versa. Subjects in this study amounted to 96 students, consisting of 34 students of class X Multimedia, 32 students of class X Foundation, and 30 students Preparation XII SMK Negeri 11 Semarang, aged 15-18 years. Sampling technique used was cluster random sampling techniques. This research uses the Altruism Scale and the Scale of Empathy in data retrieval. The method of analysis was quantitative method with a statistical technique used the correlation technique of Karl Pearson Product Moment aimed to determine the relationship between empathy and altruism on the students of SMK. The results showed that there was positive relationship between altruism in students of SMK with empathy with the value rxy = 0,314 and (p < 0.01), so the hypothesis in this study was accepted. Keywords: altruism, empathy students
39
PENDAHULUAN
berpijak pada prinsip perhitungan atau norma
Individu adalah makhluk sosial, yang
timbal balik, yang akan mengantarkan individu
selalu berhubungan dengan orang lain dalam
pada kehidupan yang mementingkan diri
berbagai situasi, sehingga sejak dilahirkan
sendiri dan menipisnya kesetiakawanan sosial.
senantiasa membutuhkan pergaulan dengan
Hal ini membawa akibat dalam kehidupan
orang lain untuk memenuhi
individu
kebutuhan
hidupnya
seperti
kebutuhan-
yaitu
berkurangnya
kepedulian
makanan,
terhadap lingkungan sekitar. Individu lebih
minuman dan sebagainya. Individu dalam
mementingkan urusannya sendiri sehingga
kehidupan sehari-hari tidak bisa lepas dari
timbullah sifat egois pada dirinya. Individu
kehidupan saling tolong menolong, setinggi
cenderung tidak peduli terhadap orang lain
apapun kemandirian individu namun pada
yang
saat-saat tertentu akan membutuhkan orang
misalnya seorang pemuda yang membiarkan
lain. Manusia sebagai makhluk sosial, maka
orangtua yang berdiri dalam bus yang penuh
tindakan-tindakannya juga sering menjurus
sesak, sementara dirinya dapat duduk dengan
kepada kepentingan-kepentingan masyarakat
nyaman sebagai cerminan semakin pudarnya
(Walgito, 2002: 21).
nilai-nilai altruisme. Myers (dalam Sarwono,
sedang
dalam
keadaan
kesulitan,
Perkembangan jaman membuat pola hidup
2002: 328) menyatakan bahwa altruisme
bersama dan bermasyarakat tersebut telah
sebagai hasrat untuk menolong orang lain
berubah menjadi pola hidup masyarakat
tanpa
modern disertai dengan kemajuan teknologi
Altruisme dapat ditunjukkan individu karena
dalam pembangunan. Kehidupan modernisasi
pada dasarnya manusia adalah makhluk yang
ini
suka menolong (altruis).
membuat
nilai
budaya
masyarakat
mengalami perubahan. Modernisasi membawa dampak
pada
kepentingan
sendiri.
Sears, dkk (1994: 47) mendefinisikan
masalah
altruisme sebagai tindakan sukarela yang
disorganisasi, yaitu proses berpudarnya atau
dilakukan individu atau sekelompok individu
melemahnya norma-norma dan nilai-nilai
untuk
dalam masyarakat karena adanya perubahan
mengharapkan imbalan apapun. Suatu perilaku
(Soekanto, 2002: 347). Salah satu contoh
dikatakan altruistik tergantung pada tujuan si
perubahan
penolong.
yaitu,
terjadinya
memikirkan
terjadi
perubahan
ciri
menolong
orang
Keterikatan
lain
antar
tanpa
individu
kehidupan masyarakat desa yang tadinya
diharapkan dapat menumbuhkan kesediaan
memiliki nilai-nilai gotong royong menjadi
untuk memberikan bantuan kepada orang lain
individual. Individu tidak ubahnya seperti
kapanpun dan tanpa mengharapkan imbal balik
mesin yang melakukan suatu tindakan dengan
dari orang maupun keluarga yang ditolongnya. 40
Munculnya kesediaan untuk menolong karena
memfokuskan penelitian pada siswa SMK
individu sebagai makhluk sosial senantiasa
karena siswa SMK kurang dapat menunjukkan
membutuhkan bantuan dan tidak dapat hidup
altruisme. Selain itu siswa SMK yang rata-rata
secara terpisah tanpa peran orang lain,
adalah laki-laki kemungkinan kurang dapat
sehingga
menunjukkan
menumbuhkan kesediaan untuk
nilai-nilai
altruisme
dalam
memberikan bantuan. Begitu juga halnya
kehidupan sehari-hari, sesuai dengan hasil
dengan siswa, diharapkan dapat menjalin
penelitian yang dilakukan Karmakar dan
suatu ikatan kebersamaan baik di dalam kelas
Ghosh (2012: 47) tentang perilaku altruisme
maupun di luar kelas.
pada remaja, diketahui bahwa altruisme pada
Studi yang dilakukan Urgel-Semin tentang
remaja awal lebih rendah dibandingkan nilai
perilaku prososial (dalam Hakam, 2008: 22)
altruisme pada remaja pertengahan. Remaja
menunjukkan bahwa perilaku mementingkan
perempuan lebih dapat menunjukkan altruisme
diri sendiri (selfish) semakin berkurang sesuai
dibandingkan remaja laki-laki.
dengan perkembangan usia. Pada usia 12
Hasil
penelitian
yang
dilakukan
tahun perilaku selfish sudah benar-benar
Purnamasari, dkk (2004: 38) tentang perilaku
ditinggalkan. Hal tersebut menarik perhatian
prososial
peneliti mengingat saat ini masih terdapat
Yogyakarta menunjukkan bahwa tidak ada
remaja yang kesulitan dalam menunjukkan
perbedaan perilaku prososial antara siswa laki-
altruisme.
yang
laki dan perempuan. Ajaran tentang sikap
dihadapi orangtua ketika anaknya beranjak
tolong-menolong, silaturahmi, berderma pada
remaja adalah anak menjadi susah diatur dan
kaum dhuafa, zakat, shodaqoh, kerjasama
selalu ingin memberontak. Semua bentuk
sesama umat, saling toleransi, rendah hati,
perubahan
sangat
murah hati, dan perilaku prososial yang lain
memengaruhi pola hidup individu dalam
juga sering diberikan di dalam pengajian di
masyarakat dan dampak paling besar adalah
sekolah sehingga akan menambah pemahaman
pengaruhnya
siswa tentang ajaran agama terutama perilaku
Masalah
dalam
Perubahan
paling banyak
struktur
terhadap sosial
sosial
kaum
tersebut
remaja. menjiwai
masyarakat saat ini dan secara eksplisit terdapat
ideologi
yang
pada
siswa
SMU
Negeri
di
prososial. Berdasarkan hasil analisis observasi pada
mengutamakan
tanggal 09 dan 16 Juni 2012 pada siswa SMK
kepentingan dan interest individual (Kartono,
Negeri 11 Semarang, diketahui bahwa siswa
2011: 75-75).
SMK kurang dapat menunjukkan altruisme.
Altruisme dalam penelitian ini adalah altruisme
pada
siswa
SMK.
Peneliti
Berdasarkan observasi diketahui bahwa dua orang siswa SMK tersebut enggan membantu
41
teman yang kesusahan dan meringankan
bahwa
pekerjaan orang lain. Ketika ada tukang sapu
kesejahteraan subjektif individu dengan cara
yang sedang bekerja membersihkan jalanan
yang lebih efektif dan berbeda dengan orang
supaya bersih dari sampah-sampah, siswa
lain. Kesediaan untuk menunjukkan altruisme
SMK yang kebetulan ada di sana justru
pada
membuang
merasakan
sampah
ke
jalanan
secara
altruisme
remaja
mampu
akan
meningkatkan
menjadikan
kebahagiaan
remaja
tersendiri
atas
sembarangan padahal di dekat remaja tersebut
tindakan yang dilakukan dengan menolong
sedang berkumpul ada tempat sampah. Dua
orang lain.
orang siswa SMK yang diobservasi tersebut
Batson
(dalam
Bierhoff,
2002:
111)
juga enggan memberikan sedekah kepada
menyatakan bahwa empati merupakan perasaan
pengemis yang berhenti di depannya dan
yang berorientasi pada perhatian, kasih sayang,
menunjukkan
terhadap
kelembutan, yang terjadi sebagai akibat dari
kehadiran pengemis tersebut. Kondisi tersebut
menyaksikan penderitaan orang lain. Altruisme
ditunjang dengan hasil wawancara yang
dapat muncul ketika seseorang melihat kondisi
dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012
orang lain yang kurang menguntungkan dan
terhadap
berusaha menolong individu lain tersebut tanpa
tiga
menunjukkan
ketidakpedulian
orang bahwa
siswa
SMK
masih
yang
terdapat
memperdulikan
motif-motif
si
penolong,
permasalahan mengenai kurangnya perilaku
timbul karena adanya penderitaan yang dialami
altruistik. Kurangnya altruisme terlihat dari
oleh
pernyataan siswa yang menunjukkan bahwa
membantu, saling menghibur, persahabatan,
siswa enggan memberikan bantuan berupa
penyelamatan, pengorbanan, kemurahan hati,
penjelasan ketika ada teman yang mengalami
dan saling membagi. Perilaku altruisme juga
kesulitan dalam suatu pelajaran. Siswa juga
merupakan salah satu bentuk perilaku yang
kurang dapat menujukkan kepedulian terhadap
muncul dalam kontak sosial, sehingga perilaku
penderitaan yang dialami orang lain, seperti
altruisme adalah tindakan yang dilakukan atau
halnya ketika ada pengumpulan dana untuk
direncanakan untuk menolong orang lain tanpa
korban bencana, masih terdapat siswa yang
mempedulikan motif-motif si penolong.
enggan memberikan sejumlah uang untuk membantu. Hasil penelitian yang dilakukan Pareek
orang
Baron
lain
dan
menjelaskan
yang
Byrne beberapa
meliputi
(2005:
saling
116-117)
faktor
yang
memengaruhi altruisme, salah satunya adalah
dan Jain (2012: 140) tentang hubungan
empati.
Faturochman
kesejahteraan subjektif dengan altruisme dan
mengungkapkan
permintaaan maaf pada remaja, diketahui
kaitannya dengan empati. Ada hubungan
bahwa
(2006: altruisme
75-79) erat
42
antara besarnya empati dengan kecenderungan
lain, bekerjasama dan mendorong siswa untuk
menolong.
senantiasa siap ketika ada orang lain yang
Empati
berkaitan
dengan
kemampuan individu dalam mengekspresikan
membutuhkan bantuannya.
emosinya, oleh karena itu empati seseorang
Hasil penelitian yang dilakukan Asih dan
dapat diukur melalui wawasan emosionalnya,
Pratiwi (2010: 41) tentang perilaku prososial
ekspresi
kemampuan
ditinjau dari empati dan kematangan emosi,
peran dari
menunjukkan bahwa empati berkorelasi positif
emosional,
seseorang dalam
dan
mengambil
individu lainnya.
terhadap
pemberian
pertolongan.
Batson
Analisis terhadap hasil wawancara yang
(dalam Farsides, 2007: 475) menyatakan
dilakukan peneliti pada tanggal 16 Juni 2012
bahwa empati menjadi penentu altruisme yang
terhadap tiga orang siswa di salah satu SMK
ditunjukkan individu. Empati yang mendasari
yang ada di Semarang, diketahui bahwa siswa
munculnya
telah dapat menunjukkan empati ketika ada
perasaan simpatik, keprihatinan, serta adanya
teman yang sedang mengalami kesulitan.
kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain.
Siswa berusaha membina hubungan yang baik
Empati akan menjadikan siswa SMK bersedia
dengan teman lainnya, saling bertegur sapa
menunjukkan altruisme ketika ada orang yang
dengan teman, merasa iba ketika melihat
membutuhkan sebagai bentuk kemampuan
teman kesulitan dalam suatu pelajaran yang
dalam merasakan penderitaan orang lain.
diikuti dengan kesediaannya memberikan
Kenyataannya, siswa SMK masih kesulitan
penjelasan. Hal ini dikarenakan siswa mampu
dalam
merasakan apabila dirinya kesulitan dan
menjumpai orang yang membutuhkan bantuan.
membutuhkan bantuan dari teman lainnya.
Altruisme
Empati
digambarkan
dikarenakan
menunjukkan
altruisme
adanya
ketika
proses
Batson, dkk (dalam Snyder dan Lopez,
memahami pengalaman subyektif seseorang
2002: 485) menyatakan bahwa altruisme
melalui perwakilan berbagi pengalaman itu
mengacu pada bentuk spesifik dari motivasi
dengan
memberikan
tetap
menjaga
sebagai
altruisme
sikap
waspada
manfaat
pada
organisme,
Altruisme
merupakan
(Ioannidou dan Konstantikaki, 2008: 118-
biasanya
119). Perasaan kasihan terhadap orang lain
bentuk khusus dari motivasi dan istilah
dapat meningkatkan kesediaan siswa SMK
membantu untuk merujuk pada perilaku yang
untuk
berbagi
bermanfaat bagi orang lain. Sarwono (2002:
memberikan sumbangan yang berarti kepada
330-331) menyatakan bahwa terdapat tiga
orang
mampu
macam norma sosial yang dijadikan pedoman
berempati akan bersikap hangat kepada orang
untuk menolong, yaitu norma timbal balik,
bekerja
lain.
sama
Siswa
dan
SMK
mau
yang
manusia.
43
norma
tanggung
jawab,
dan
norma
keseimbangan.
a. Menguntungkan orang lain b. Dilakukan secara sukarela
Batson (1943: 6) menyatakan bahwa altruisme adalah keadaan termotivasi yang dilakukan untuk mencapai kesejahteraan orang lain. Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243)
c. Dilakukan secara sengaja d. Tujuan
yang
ingin
dicapai
harus
bermanfaat e. Dilakukan tanpa mengharapkan imbalan
mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana
apapun
individu melakukan tindakan menolong secara
Lead (dalam Desmita, 2010: 236-237)
sukarela. Tindakannya semata-mata hanya
menambahkan bahwa terdapat tiga kriteria dari
bertujuan menolong dan menguntungkan orang
tingkah laku altruistik, yaitu:
lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar.
a. Tindakan
Tindakan
menolong
dilakukan
karena
pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsipprinsip
moral.
Sepanjang
menyangkut
keselamatan orang lain, individu dapat menilai
yang
menguntungkan
bertujuan orang
khusus
lain
tanpa
mengharapkan reward eksternal. b. Tindakan yang dilakukan dengan sukarela. c. Tindakan yang menghasilkan sesuatu yang
kebutuhan orang lain, simpati kepada orang
baik.
lain
membutuhkan
Peneliti akan menggunakan pendapat yang
bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan
diutarakan oleh Baron dan Byrne (2005: 186)
timbal balik untuk tindakannya.
menyatakan
yang
menderita
dan
bahwa
altruisme
mencakup
Berdasarkan pendapat dari beberapa tokoh
beberapa aspek tindakan, antara lain berbagi,
di atas dapat disimpulkan bahwa altruisme
membantu orang lain, baik hati, dan kerja
merupakan perilaku dan tindakan menolong
sama.
yang memberi manfaat positif bagi yang ditolong, tidak mementingkan diri sendiri dan tanpa pamrih.
Empati Empati pada awalnya didefinisikan sebagai pengalaman indrawi dan emosional secara
Baron dan Byrne (2005: 186) menyatakan
bersama (Eisenberg dan Strayer, 1987: 219).
bahwa altruisme mencakup beberapa aspek
Empati merupakan respons emosional yang
tindakan, antara lain berbagi, membantu orang
berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan
lain, baik hati, dan kerja sama.
orang lain. Terdapat beberapa konsep yang
Pillavin
dan
Charng
(1990:
30)
menyatakan bahwa aspek-aspek altruisme adalah:
menggambarkan empati, yaitu mengetahui keadaan internal orang lain memiliki asumsi terhadap konsep yang diamati, dapat merasa menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke 44
dalam situasi lain, membayangkan bagaimana lain,
membayangkan
a. Kognitif
perasaan
orang
bagaimana
seseorang akan berpikir dan
empati dapat memahami apa yang orang
merasa di tempat lain, serta merasakan
lain rasakan dan mengapa hal tersebut
kekecewaan terhadap penderitaan orang lain
dapat terjadi pada orang tersebut.
(Snyder dan Lopez, 2002: 486-488). Empati
Individu
yang
memiliki
kemampuan
b. Afektif
memiliki komponen kognitif yaitu kemampuan
Individu yang berempati merasakan apa
untuk melihat keadaan psikologis dalam diri
yang orang lain rasakan.
orang lain atau apa yang disebut sebagai
Batson, dkk (dalam Decety, 2012: 60)
mengambil perspektif orang lain (Santrock,
menyatakan bahwa aspek yang terkandung
2003: 453).
dalam empati, antara lain:
Berdasarkan disimpulkan
uraian
di
bahwa
atas
empati
dapat adalah
a. Simpati b. Iba
kemampuan untuk mengerti dan menghargai
c. Kehangatan
perasaan orang lain dengan cara memahami
d. Kelembutan
perasaan
dan
serta
Peneliti akan menggunakan pendapat yang
memandang situasi dari sudut pandang orang
diutarakan oleh Batson, dkk (dalam Decety,
lain.
2012: 60) bahwa aspek-aspek empati adalah
Eisenberg
emosi
dan
orang
Strayer
lain
(1987:
235)
menyatakan bahwa aspek-aspek empati, antara lain:
karakteristik
populasi
dalam
penelitian ini adalah:
Menilai
perspektif
berdasarkan
keterlibatan pemikiran.
a. Siswa-siswi SMK Negeri 11 Semarang b. Berusia 15-18 tahun.
b. Afektif
Teknik
Perspektif
terhadap
kepedulian
dan
kesulitan pribadi dalam menanggapi emosi orang lain.
menyatakan
METODE PENELITIAN Adapun
a. Kognitif
Baron
simpati, iba, kehangatan dan kelembutan.
Byrne
bahwa
(2005:
dalam
111-113)
empati
juga
sampel
yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Adapun
dan
pengambilan
skala
yang
digunakan
dalam
penelitian ini adalah Skala Altruisme dan Skala Empati.
terdapat aspek-aspek, yaitu:
45
PEMBAHASAN
adanya kemampuan menempatkan diri dalam
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
perspektif orang lain yang sedang mengalami
ada ada hubungan positif antara empati
kesulitan.
dengan altruisme pada siswa. Semakin besar
memberikan bantuan secara langsung tanpa
empati maka semakin besar pula altruisme
mengharapkan imbal
pada siswa, dan sebaliknya. Hasil penelitian
altruistik yang ditunjukkannya.
Siswa
akan
bersedia
untuk
balik atas perilaku
ini mendukung pendapat yang diutarakan oleh
Empati merupakan respons emosional yang
Baron dan Byrne (2005: 116-117) yang
berorientasi pada kesejahteraan yang dirasakan
menjelaskan
yang
orang lain. Terdapat beberapa konsep yang
memengaruhi altruisme, salah satunya adalah
menggambarkan empati, yaitu mengetahui
empati.
75-79)
keadaan internal orang lain memiliki asumsi
erat
terhadap konsep yang diamati, dapat merasa
kaitannya dengan empati. Ada hubungan
menjadi orang lain, memproyeksikan diri ke
antara besarnya empati dengan kecenderungan
dalam situasi lain, membayangkan bagaimana
menolong.
perasaan
beberapa
faktor
Faturochman
mengungkapkan
(2006:
bahwa
Empati
altruisme
berkaitan
dengan
orang
lain,
membayangkan
kemampuan individu dalam mengekspresikan
bagaimana seseorang akan berpikir dan merasa
emosinya, oleh karena itu empati seseorang
di tempat lain, serta merasakan kekecewaan
dapat diukur melalui wawasan emosionalnya,
terhadap penderitaan orang lain (Snyder dan
ekspresi
kemampuan
Lopez, 2002: 486-488). dengan empati yang
peran dari
tinggi akan dapat merasakan penderitaan orang
emosional,
seseorang dalam
dan
mengambil
individu lainnya. Batson
lain dengan berusaha menempatkan dirinya
(dalam
menyatakan
Bierhoff,
bahwa
2002:
empati
111)
pada penderitaan tersebut. Siswa akan terlibat
merupakan
secara perasaan sehingga berusaha untuk
perasaan yang berorientasi pada perhatian,
memberikan bantuan
kasih
membutuhkan sebagai bentuk altruismenya.
sayang,
kelembutan,
yang
terjadi
sebagai akibat dari menyaksikan penderitaan orang
lain.
Kemampuan
siswa
dalam
kepada
orang
yang
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang
dilakukan
Krebbs
(1971:
413)
menumbuhkan empati akan menjadikan siswa
menunjukkan bahwa terdapat tiga percobaan
mampu merasakan setiap kesulitan yang
mendukung gagasan bahwa reaksi empatik
dialami orang lain, sehingga dapat tergerak
dapat
untuk menunjukkan altruisme. Empati yang
Kemampuan dalam merasakan penderitaan
dimiliki siswa akan dapat menjadikan siswa
orang lain sebagai wujud dari empati akan
bersedia
dapat
menunjukkan
altruisme
karena
memediasi
mendorong
respon
individu
altruistik.
memberikan
46
bantuan guna meringankan penderitaan yang
mengarah rendah berarti bahwa siswa kurang
dialami orang lain. Empati dalam diri siswa
dapat tergerak untuk memberikan bantuan
SMK
kepada orang lain yang sedang kesulitan.
akan
dapat
menunjang
perilaku
altruisme yang ditunjukkan siswa ketika menjumpai
individu
lain
yang
sedang
membutuhkan bantuan.
Pada variabel empati diperoleh Mean Empirik sebesar 58,04, Mean Hipotetiknya sebesar 50 dan Standar Deviasi Hipotetiknya
Berdasarkan hasil data penelitian yang
sebesar 10. Mean Empirik variabel empati
diperoleh, variabel altruisme diperoleh Mean
pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. dari Mean
Empirik sebesar 38,31, Mean Hipotetiknya
Hipotetiknya. Hal ini mengindikasikan bahwa
sebesar 40,5 dan Standar Deviasi Hipotetiknya
empati
sebesar 13,5. Mean Empirik variabel altruisme
mengarah tinggi. Hal ini berarti siswa SMK
pada area (-) 1SD hingga (+) 1SD. Hal ini
Negeri 11 Semarang cukup dapat merasakan
mengindikasikan bahwa altruisme berada pada
penderitaan yang dirasakan oleh orang lain
kategori sedang mengarah rendah, bahwa
serta memahami kesulitan yang sedang dialami
siswa SMK Negeri 11 Semarang cukup dapat
oleh orang lain.
menunjukkan altruisme atau kesediaan untuk
Sumbangan
tergolong
pada
efektif
kategori
variabel
sedang
empati
memberikan bantuan kepada orang lain yang
terhadap altruisme 9,8%. Sisanya sebesar
menunjukkan.
90,2% dari variabel lain seperti faktor internal,
Bartal, dkk (dalam Desmita, 2010: 243)
meliputi
kepribadian,
suasana
hati,
rasa
mendefinisikan altruisme sebagai tahap dimana
bersalah, distres diri, perasaan, tahapan moral,
individu melakukan tindakan menolong secara
orientasi seksual, jenis kelamin, mempercayai
sukarela. Tindakannya semata-mata hanya
dunia yang adil, kemampuan, kognitif, arousal,
bertujuan menolong dan menguntungkan orang
mood, locus of control, serta egosentrisme
lain tanpa mengharapkan hadiah dari luar.
rendah dan faktor eksternal, meliputi situasi,
Tindakan
karena
agama, tanggung jawab sosial, karakteristik
pilihannya sendiri dan didasarkan pada prinsip-
orang yang terlibat, serta norma. Sumbangan
prinsip
menyangkut
efektif yang diberikan variabel empati terhadap
keselamatan orang lain, individu dapat menilai
variabel altruisme tergolong kecil dikarenakan
kebutuhan orang lain, simpati kepada orang
terdapat
lain
membutuhkan
memberikan peran penting dalam altruisme
bantuan, dan tidak mengharapkan keuntungan
yang ditunjukkan siswa seperti halnya dengan
timbal balik untuk tindakannya. Altruisme
modeling yang dilakukan siswa terhadap orang
siswa SMK yang berada pada kategori sedang
lain yang ada di lingkungannya.
menolong
moral.
yang
dilakukan
Sepanjang
menderita
dan
faktor
lain
yang
kemungkinan
47
Kelemahan dalam penelitian ini adalah pada saat dilaksanakannya penelitian yang bertepatan dengan jam pelajaran yang dapat mengganggu pengisian
konsentrasi skala
mengantisipasi
subjek
penelitian.
kondisi
tersebut,
dalam Untuk peneliti
memastikan agar tidak ada pernyataan yang terlewatkan oleh subjek dan memberikan kesempatan kepada subjek untuk menanyakan kepada
peneliti.
Kelemahan
lain
dalam
penelitian ini adalah metode analisis data yang seharusnya juga membedakan antara jenis kelamin laki-laki
dan perempuan untuk
mengetahui altruisme siswa dari jenis kelamin yang berbeda. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil simpulan ada hubungan positif antara empati dengan altruisme pada siswa. Semakin besar empati maka semakin besar pula altruisme pada siswa, dan sebaliknya, sehingga hipotesis dalam penelitian ini diterima. DAFTAR PUSTAKA Asih, G. Y., dan Pratiwi, M.M.S. 2010. Perilaku Prososial ditinjau dari Empati dan Kematangan Emosi. Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. Vol. 1. No. 1. Hal. 33-42. Baron and Byrne. 2005. Psikologi Sosial 1. Alih Bahasa: Ratna Djuwita. Jakarta: Erlangga. Batson, C. D. 1943. The Altruism Question: Toward a Social Psychological Answer. USA: Lawrence Erlbaum Associate, Inc.
Bierhoff, H. W. 2002. Prosocial Behavior. USA: Taylor and Francis Inc. Decety, J. 2012. Empathy. Massachussetts Institute of Technology. Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Eisenberg, N., dan Strayer, J. 1987. Empathy and Its Development. New York: Press Syndicate of the University Cambridge. Farsides, T. 2007. The Psychology of Altruism. The Psychologist. Vol. 20. No. 8. Hal. 474477. www.thepsychologist.org.uk. (Rabu, 24 Oktober 2012). Faturochman. 2006. Pengantar Sosial. Yogyakarta: Pinus.
Psikologi
Hakam, K.A. 2008. Membina Sikap Prososial Melalui Pendidikan. Fasilitator. Edisi 2. Ioannidou, F dan Konstantikaki, V. 2008. Empathy and Emotional Intelligence: What Is It Really About? International Journal of Caring Sciences. Vol 1 Issue 3. http://www.caringsciences.org/volume001/ issue3/Vol1_Issue3_03_Ioannidou. (Rabu, 07 November 2012). Karmakar, R., dan Ghosh, A. 2012. Altruistic Behavior of Adolescents of Different Regions of India. Journal of The Indian Academy of Applied Psychology. Vol. 38. Hal. 44-53. Psyinsight, IJJP. Kartono, K. 2011. Patologi Sosial 2: Kenakalan Remaja. Jakarta: Rajawali Pers. Krebbs, D. 1971. Infrahuman Altruism. Psychological Bulletin. Vol. 76. No. 6. pp.411-414. Harvard University. Pareek, S., dan Jain, M. 2012. Subjective WellBeing in Relation to Altruism and Forgiveness Among School Going Adolescents. Vol. 2. No. 5. Page.138-141.
48
International Journal of Psychology and Behavioral Sciences. Pillavin, J. A., Charng, H. W. 1990. Altrusim: A Review of Recent Theory and Research. University of Wisconsin, Madison, Winconsin. http://www.nd.edu/~wcarbona/piliavinaltruism-ARS.pdf. Diakses pada tanggal 19 November 2012. Purnamasari, A., Endang, E., Fadhila, A. 2004. Perbedaan Intensi Prososial Siswa SMUN dan MAN di Yogyakarta. Humanitas. Vol. 1. No. 1. Hal. 32-42. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Sarwono, S. W. 2002. Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Sears, D.O, Fredman, J. L., dan Peplau, L.A. 1994. Psikologi Sosial. Jilid II. Alih Bahasa: Michael Ardiyanto. Jakarta: Erlangga. Snyder, C. R., dan Lopes, S. J. 2002. Handbook of Positive Psychology. New York: Oxford University Press. Soekanto, S. 2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. Radja Grafindo Persada. Walgito. B. 2002. Psikologi Yogyakarta: Andi Offset.
Sosial.
49