RESILIENSI PADA SISWA KELAS UNGGULAN DITINJAU DARI INTELIGENSI DAN KEMANDIRIAN
Latifah Nur Ahyani Fakultas Psikologi, Universitas Muria Kudus
[email protected]
Trubus Raharjo Fakultas Psikologi, Universitas Muria Kudus
[email protected]
Abstrak Resiliensi merupakan kemampuan untuk belajar menghadapi kesengsaraan hidup. Resiliensi dapat dimiliki oleh setiap individu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi pada siswa kelas unggulan. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas X, XI dan XII di SMA Negeri 2 Kudus yang merupakan program kelas unggulan. Pengumpulan data menggunakan skala resiliensi, skala kemandirian dan tes inteligensi CFIT Skala 3. Analisis data dengan menggunakan tehnik korelasi regresi ganda dan tehnik korelasi parsial. Hasil analisis data menunjukkan bahwa koefisien korelasi dari ketiga variabel rx12y sebesar 0,514 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01) ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi pada siswa kelas unggulan, dengan demikian hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Besarnya koefisien antara kedua variabel rx1y sebesar 0,111 dengan p sebesar 0,070 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara varibel inteligensi dengan resiliensi, dengan demikian hipotesis minor pertama yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Selain itu, berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien antara kedua variabel rx2y sebesar 0,513 dengan p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara varibel kemandirian dengan resiliensi, dengan demikian hipotesis minor kedua yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Besarnya pengaruh inteligensi dan kemandirian terhadap resiliensi tampak pada sumbangan efektif sebesar 26,4 %. Meskipun sumbangan efektif yang diberikan tidak terlalu besar, namun hal ini cukup penting untuk diperhatikan. Kata Kunci : resiliensi, inteligensi, kemandirian
Perhatian pemerintah terhadap anak-anak unggul mengalami pasang surut dikarenakan komitmen pemerintah yang selalu berubah-ubah dari waktu ke waktu. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan di bawah Prof. Dr. Wardiman Djojonegoro memperkenalkan konsep sekolah unggul (school of excellence). Konsep ini untuk mengakomodasi kebutuhan siswa dalam kategori siswa cepat (fast learners) dan 240 Seminar Nasional Educational Wellbeing
siswa
berbakat
(gifted).
Sebagai
tindak
lanjut
konsep
ini,
pemerintah
mengembangkan sekolah unggulan di setiap propinsi untuk menyediakan program layanan khusus bagi siswa dengan cara mengembangkan aneka bakat dan kreativitas yang dimiliki (Hawadi, 2004). Program kelas unggulan adalah program khusus untuk mengelompokkan siswa berdasarkan prestasi yang tinggi, dimana siswa dituntut agar dapat mencapai prestasi lebih baik dari siswa kelas reguler. Berbeda dengan kelas akselerasi yang menitikberatkan pada metode percepatan bagi siswa yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata, maka kelas unggulan mengelompokkan siswa yang memiliki kemampuan akademik di atas rata-rata dengan memperkaya pada kurikulum bagi kelas unggulan dan sarana serta prasarana pendukung kegiatan belajar mengajar (Hawadi, 2004) Masuknya siswa pada kelas unggulan membuat siswa mempunyai label sebagai siswa yang berprestasi tinggi. Siswa kelas unggulan merupakan siswa-siswa berpotensi
yang
terpilih
diantara
para
siswa
di
sekolah
tertentu
yang
menyelenggarakan program ini. Untuk dapat mengikuti program ini, siswa diharuskan melalui beberapa tahapan seleksi akademis dan non akademis. Kelas unggulan pada satu sisi sangat menguntungkan bagi siswa yang memiliki kapasitas dan kemampuan lebih. Salah satu keuntungannya yaitu kelas unggulan umumnya menyediakan fasilitas dan program belajar mengajar yang berbeda dengan siswa di kelas reguler. Fasilitas dan program belajar mengajar di kelas unggulan dirancang sedemikian rupa dengan tujuan sebagai sarana untuk mendukung siswa yang memiliki potensi dan kemampuan lebih sehingga dapat tersalurkan dan berkembang secara optimal. Namun demikian disisi yang lain, kelas unggulan juga dapat menimbulkan dampak psikologis yang kurang baik bagi siswa (wawancara dengan guru BK di SMAN 2 Kudus). Ketatnya persaingan di kelas unggulan membuat siswa sering mengalami konflik, tekanan, suasana kelas yang individualis membuat siswa cenderung mengalami stres. Dibutuhkan suatu kemampuan untuk kembali bangkit ketika mengalami keterpurukan bagi siswa kelas unggulan agar tetap bisa bertahan. Menurut Condly (2006) berhasil dalam menemui tugas dan harapan, pemeliharaan dan orientasi pada homeostatis dan adaptasi secara fungsional optimal dan kemampuan untuk berhasil di dalam menghadapi rintangan adalah resiliensi. Masten, Best dan Garmezy mendefinisikan resiliensi sebagai kapasitas untuk atau hasil dari adaptasi yang berhasil meskipun keadaan menantang atau mengancam (Bondy, Ross, Gallingane, Hambacher, 2007)
241 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Guru dan lingkungan sekolah adalah faktor pelindung yang sangat kritis untuk mengembangkan resiliensi (Bondy, Ross, Gallingane, Hambacher, 2007). Faktor sekolah yang kritis diidentifikasi oleh Benard, Henderson, dan Milstein (Bondy, Ross, Gallingane, Hambacher, 2007) meliputi mengembangkan hubungan yang perhatian dengan orang dewasa dan teman sebaya (meliputi pengajaran ketrampilan sosial, membina hal positif tanpa syarat, menciptakan suatu budaya untuk kepedulian dan rasa hormat, secara konsisten menyediakan kepedulian dan dukungan). Karakteristik individual dari anak-anak resilien adalah inteligensi tinggi dan temperamen yang menyenangkan (Cicchetti, Rogosch, Lynch, & Holt, 1993; Eysenck, 1998; Luthar, 1993; Quinton, Pickles, Maughan, & Rutter, 1993; Rutter, 1987, 1996; Wolff, 1995 dalam Condly, 2006). Inteligensi di atas rata-rata berperan untuk resiliensi anak-anak dengan membiarkan anak-anak untuk memahami apa yang sedang terjadi pada mereka, untuk membedakan antara apa yang dapat dikendalikan dan apa yang tidak, untuk memilih koping yang efektif dan untuk memilih dan mengubah lingkungan yang lebih mendukung (Block & Kremen, 1996; Cederblad et al., 1995; Sameroff et al., 1987; Scarr & McCartney, 1983 dalam Condly, 2006). Untuk dapat bertahan diperlukan juga kemandirian. Menurut Bhatia (1977) kemandirian merupakan perilaku yang aktifitasnya diarahkan kepada diri sendiri tanpa mengharapkan bantuan dan pengarahan dari orang lain dan bahkan mencoba untuk memecahkan persoalan sendiri. Smart dan Smart (1972) menyatakan bahwa kemandirian ditandai dengan adanya rasa percaya diri, mempunyai tujuan dan adanya kontrol diri, mampu dan puas atas pekerjaannya dan bersifat eksploratif. Johnson & Medinnus (1974) berpendapat bahwa individu yang mandiri akan aktif dengan kemampuannya sendiri. Individu yang mandiri memiliki ciri : mendapatkan kepuasan dari perilaku eksploratif, mampu memanipulasi lingkungan, serta mampu berinteraksi dengan teman sebayanya. Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini ingin menguji secara empiris apakah ada hubungan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi siswa kelas unggulan. Adapun hipotesis penelitian sebagai berikut : 1. Ada hubungan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi. 2. Ada hubungan positif antara inteligensi dengan resiliensi. Semakin tinggi tingkat inteligensi maka semakin tinggi tingkat resiliensi. 3. Ada hubungan positif antara kemandirian dengan resiliensi. Semakin tinggi tingkat kemandirian maka semakin tinggi tingkat resiliensi.
Metode Penelitian 242 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Penelitian ini menggunakan tiga variabel yaitu resiliensi sebagai variabel tergantung, sedangkan inteligensi sebagai variabel bebas pertama dan kemandirian sebagai variabel bebas kedua
Definisi operasional variabel penelitian Resiliensi adalah kemampuan untuk berhasil di dalam menghadapi rintangan, berhasil dalam menemui tugas dan harapan, pemeliharaan dan orientasi pada homeostatis dan adaptasi secara fungsional optimal. Resiliensi diungkap dengan skala resiliensi yang mencakup lima komponen resiliensi menurut Wagnild (Rembulan, 2009), yaitu : (a) ketenangan pikiran-emosi, yaitu mampu mengenali perubahan pikiran dan emosi dalam diri, mampu menggunakan cara-cara positif untuk menenangkan pikiran dan emosi, (b) kepercayaan pada seseorang atau sesuatu hal, yaitu meyakini hal-hal positif saat mengalami kesusahan, mampu meminta dukungan orang lain saat membutuhkan pertolongan, (c) melanjutkan upaya untuk mencapai tujuan, yaitu mampu menjaga semangat juang dalam menghadapi kesulitan, mampu menggunakan banyak cara positif untuk menghadapi situasi sulit, (d) penuh makna, yaitu mampu mengambil hikmah dari suatu peristiwa, mampu belajar dari peristiwa yang telah berlalu, (e) memiliki eksistensi diri, yaitu yakin terhadap diri sendiri, dapat menghadapi situasi sulit, mampu mengeluarkan sumber di dalam diri secara optimal saat menghadapi situasi sulit. Inteligensi adalah kemampuan mental yang dimiliki oleh seseorang dalam hal mencari dan mengerti hubungan antara keseluruhan dan bagian-bagian, berpikir logis dan analogi, serta kecakapan dalam pengamatan ruang. Dalam penelitian ini, inteligensi diukur dengan tes inteligensi CFIT Skala 3. Seseorang dapat dikatakan memiliki inteligensi yang tinggi apabila mencapai skor yang tinggi dalam tes CFIT ini. Kemandirian adalah kemampuan dalam melakukan tindakan tanpa harus menggantungkan diri pada orang lain, mempunyai ketegasan sikap, dan mempunyai tanggung jawab. Kemandirian diungkap dengan skala kemandirian yang disusun berdasarkan aspek kemandirian menurut Masrun (1986) yang mencakup aspek bebas, inisiatif, progresif dan ulet, pengendalian dari dalam, dan kepercayaan diri.
Subjek Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan studi populasi, studi populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian 243 Seminar Nasional Educational Wellbeing
ditarik kesimpulan (Azwar, 1997). Subjek penelitian adalah siswa kelas unggulan di kelas X, XI dan XII SMA Negeri 2 Kudus.
Instrumen pengumpulan data Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan skala resiliensi, skala kemandirian dan satu buah alat tes, yaitu tes inteligensi CFIT Skala 3 untuk mengukur tingkat kecerdasan individu dengan cara mengurangi sebanyak mungkin pengaruh yang ditimbulkan oleh kelancaran verbal, pengaruh budaya setempat dan pengaruh tingkat pendidikan. Tes ini dapat digunakan secara individual maupun secara klasikal. Sifatnya non verbal dan individu cukup hanya dengan cara mencocokkan bentuk dengan figur. Setiap skala terdiri dari empat sub tes yang meliputi tugas-tugas persepsi yang berbeda-beda.
Analisis data Tehnik analisis data dengan menggunakan : a. Tehnik korelasi regresi ganda. Tehnik ini akan dipakai untuk melihat bagaimana hubungan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi, mengetahui besarnya sumbangan efektif yang diberikan oleh masing-masing variabel bebas kepada resiliensi yang berperan sebagai variabel tergantung. b. Tehnik korelasi parsial. Tehnik ini digunakan untuk membuktikan hipotesis minor yaitu mengenai hubungan antara masing-masing variabel bebas dengan variabel tergantung.
Hasil Penelitian Sebelum analisis data dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji asumsi yang meliputi, uji normalitas sebaran dan uji homogenitas.
Uji normalitas sebaran Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui bahwa data berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan teknik Kolmogorov – Smirnov Test. Hasil uji normalitas pada variabel inteligensi menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dengan nilai K-SZ sebesar 0,819 dengan p sebesar 0,514 p > 0,05. Hasil uji normalitas pada variabel kemandirian menunjukkan bahwa sebaran data adalah normal dengan nilai K-SZ sebesar 0,804 dengan p sebesar 0,538 p > 0,05. Hasil uji normalitas pada variabel resiliensi menunjukkan bahwa sebaran data normal dengan nilai K-SZ sebesar 1,235 dengan p sebesar 0,095 p>0,05.
244 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Tabel 1 Hasil Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test KEMANDI RIAN 177 54,98 6,190 ,060 ,033 -,060 ,804 ,538
IQ N Normal Parameters a,b
177 103,87 11,872 ,062 ,061 -,062 ,819 ,514
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
RESILIEN 177 85,54 12,650 ,093 ,072 -,093 1,235 ,095
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Uji Linieritas Setelah uji normalitas, pengujian asumsi kemudian dilanjutkan pada uji linieritas. Uji linieritas menunjukkan korelasi antara variabel inteligensi dengan variabel resiliensi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil yang diperoleh dari nilai F Linier sebesar 0,841 dengan p sebesar 0,704 (p>0,05). Angka tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bersifat linier. Tabel 2 Uji Linieritas Antara Inteligensi dengan Resiliensi ANOVA Table
RESILIEN * IQ
Between Groups
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Within Groups Total
Sum of Squares 4468,798 347,791 4121,007
df 31 1 30
23697,213 28166,011
145 176
Mean Square 144,155 347,791 137,367
F ,882 2,128 ,841
163,429
Measures of Association RESILIEN * IQ
R ,111
R Squared ,012
Eta ,398
Eta Squared ,159
Uji linieritas juga menunjukkan korelasi antara variabel kemandirian dengan variabel resiliensi. Hal ini ditunjukkan dengan hasil yang diperoleh dari nilai F Linier
245 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Sig. ,648 ,147 ,704
sebesar 0,888 dengan p sebesar 0,631 (p>0,05). Angka tersebut menunjukkan bahwa adanya hubungan yang bersifat linier. Tabel 3 Uji Linieritas Antara Kemandirian dengan Resiliensi ANOVA Table Sum of Squares RESILIEN * Between (Combined) 10413,080 KEMANDIRIAN Groups Linearity 7409,999 Deviation from Linearity 3003,080 Within Groups 17752,932 Total 28166,011
df 29 1 28 147 176
Mean Square 359,072 7409,999 107,253 120,768
F 2,973 61,357 ,888
Measures of Association R RESILIEN * KEMANDIRIAN
R Squared
,513
Eta
,263
,608
Eta Squared ,370
Uji Hipotesis Hipotesis mayor Uji hipotesis mayor dilakukan dengan menggunakan teknik analisis regresi dua prediktor, hasilnya adalah sebagai berikut : Tabel 4 Uji Hipotesis Mayor Variables Entered/Removedb Model 1
Variables Entered KEMANDI a RIAN, IQ
Variables Removed
Method .
Enter
a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: RESILIEN
246 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Sig. ,000 ,000 ,631
ANOVAb Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 7440,531 20725,480 28166,011
df 2 174 176
Mean Square 3720,266 119,112
F 31,233
Sig. ,000a
a. Predictors: (Constant), KEMANDIRIAN, IQ b. Dependent Variable: RESILIEN Model Summary Model 1
R ,514a
R Square ,264
Adjusted R Square ,256
Std. Error of the Estimate 10,914
a. Predictors: (Constant), KEMANDIRIAN, IQ
Coefficientsa
Model 1
(Constant) IQ KEMANDIRIAN
Unstandardized Coefficients B Std. Error 24,784 9,587 ,036 ,070 1,038 ,134
Standardized Coefficients Beta ,033 ,508
t 2,585 ,506 7,717
Sig. ,011 ,613 ,000
a. Dependent Variable: RESILIEN
Berdasarkan perhitungan di atas menunjukkan bahwa koefisien korelasi dari ketiga variabel rx12y sebesar 0,514 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01) ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi pada siswa kelas unggulan, dengan demikian hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini diterima.
Hipotesis minor Uji hipotesis minor dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi product moment, hasilnya adalah sebagai berikut :
247 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Tabel 5 Uji Hipotesis minor Correlations KEMANDI RIAN RESILIEN * 1 ,153 ,111 ,021 ,070 177 177 177 ,153* 1 ,513** ,021 ,000 177 177 177 ,111 ,513** 1 ,070 ,000 177 177 177
IQ IQ
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N KEMANDIRIAN Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N RESILIEN Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed). **. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien antara kedua variabel rx1y sebesar 0,111 dengan p sebesar 0,070 (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara varibel inteligensi dengan resiliensi, dengan demikian hipotesis minor pertama yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Selain itu, berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa besarnya koefisien antara kedua variabel rx2y sebesar 0,513 dengan p sebesar 0,000 (p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara varibel kemandirian dengan resiliensi, dengan demikian hipotesis minor kedua yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data diperoleh besarnya koefisien korelasi dari ketiga variabel rx12y sebesar 0,514 dengan p sebesar 0,000 (p<0,01) ini berarti ada hubungan yang sangat signifikan antara inteligensi dan kemandirian dengan resiliensi pada siswa kelas unggulan, dengan demikian hipotesis mayor yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Hal ini didukung oleh fakta lain yang dilakukan oleh Sales & Pau Perez (2005) menunjukkan bahwa resiliensi yang dimiliki individu dapat mempengaruhi keberhasilannya dalam beradaptasi pada situasi yang penuh tekanan dengan berbagai resiko dan tantangannya serta membantu remaja dalam memecahkan masalah dan mencegah kerentanan pada faktor-faktor yang sama pada masa yang akan datang.
248 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Dalam penelitian ini siswa yang mempunyai resiliensi yang baik akan dapat melindungi dirinya sendiri terhadap dampak yang negatif, seperti pergaulan bebas, remaja akan tahan terhadap stress dan mempunyai kemampuan yang baik, dan mampu memecahkan masalahnya dengan baik pula. Hasil penelitian ini sejalan dengan beberapa teori yang menyatakan bahwa resilien yang dimiliki remaja dapat menjadi pelindung sehingga tidak memberi dampak yang negatif dalam kehidupan mereka, remaja yang memiliki resiliensi yang tinggi lebih tahan terhadap stress, memiliki stategi yang baik dalam memperbaiki suasana hati yang negatif dan lebih sedikit mengalami gangguan emosi dan perilaku (Hauser, 1999). Pengujian hipotesis minor pertama membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara varibel inteligensi dengan resiliensi, besarnya koefisien antara kedua variabel rx1y sebesar 0,111 dengan p sebesar 0,070 (p>0,05), dengan demikian hipotesis minor pertama yang diajukan dalam penelitian ini ditolak. Hal ini sesuai dengan pendapat Luthar (1991) yang menemukan bahwa inteligensi merupakan prediktor yang paling baik dari kompetensi sekolah, ternyata inteligensi juga menjadi faktor kerapuhan untuk simptomatologi afektif internal saat tingkat stres meningkat. Menurut Luthar, anak yang resilien dengan inteligensi tinggi, ketika dibandingkan dengan mereka yang tidak resilien dengan teman sebaya berisiko, kelihatan lebih mengalami tekanan emosional dan depresi. Hal ini bertentangan dengan anggapan bahwa inteligensi merupakan sesuatu yang protektif secara eksklusif. Ada juga permasalahan metodologis, saat banyak studi yang menghubungkan resiliensi dan inteligensi menggunakan penerapan resiliensi yang berbeda, baik sebagai variabel proses maupun hasil. Lebih lanjut, kebanyakan studi dilakukan pada individu dengan latar belakang yang penuh stres, sementara studi ini menggunakan subyek dari populasi normal dalam situasi yang menimbulkan stres. Pengujian hipotesis minor kedua menunjukkan bahwa ada hubungan positif yang sangat signifikan antara varibel kemandirian dengan resiliensi, dengan demikian hipotesis minor kedua yang diajukan dalam penelitian ini diterima. Rouse (2001) menyatakan bahwa remaja yang mampu menghadapi segala permasalahan, remaja akan mampu beradaptasi secara positif terhadap berbagai masalah yang sangat sulit sekalipun, sehingga remaja dapat berprestasi dan mempunyai hubungan sosial yang baik pula. Akan tetapi remaja yang tidak mampu menghadapi keadaan sulit atau masalah secara efektif sehingga berdampak pada mental dan perilaku yang negatif seperti menggunakan obat-obatan dan alkohol sebagai pelarian, mengalami stres dan depresi. Zdrojewski (2008) menunjukkan bahwa di sisi lain terdapat remaja yang mampu menghadapi berbagai permasalahan atau stresor yang ada, mereka mampu 249 Seminar Nasional Educational Wellbeing
beradaptasi secara positif terhadap berbagai kondisi-kondisi yang menekan, sehingga remaja tetap dapat berprestasi secara akademik, menyelesaikan studi tepat waktu, dan mempunyai hubungan sosial yang baik. Individu yang mengalami berbagai permasalahan dan kekacauan karena stress kemudian menggunakan kekuatan personal untuk tumbuh lebih kuat dan berfungsi secara lebih baik dianggap sebagai individu yang resilien. Bertitik tolak pada hasil penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis menyarankan bagi siswa untuk lebih meningkatkan kemandiriannya, sehingga dapat meningkatkan kapasitasnya untuk mampu menghadapi segala permasalahan, mampu beradaptasi secara positif terhadap berbagai masalah yang sangat sulit sekalipun, sehingga dapat berprestasi dan mempunyai hubungan sosial yang baik pula.
250 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Daftar Pustaka
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Hilgard, E.R. 1983. Introduction To Psychology. San Diego : Harcourt Brace Jovanovich, Publishers. Azwar, S. 2008. Pengantar Psikologi Inteligensi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Berzonky, M.D. 1981. Adolesscent Development. New York : MacMillan Publishing Co. Inc. Bhatia, H.R. 1977. A Textbook Of Educational Psychology. New Delhi : The MacMillan Company of India Limited. Bondy, Ross, Gallingane, Hambacher. 2007. Creating Environment of Success and Resilience : Culturally Responsive Classroom Management and More. Urban Education. Sagepublicaion. Collins, A.L. & Smyer, M.A. 2005.The Resilience of Self-Esteem in Late Adulthood. Journal Of Aging And Health, Vol. 17 No. 4, August 2005 471-489 Condly. 2006. Resilience in Children : A Review of Literature With Implication for Education. Urban Education. Sagepublication. Edward and Warelow. 2005. Resilience: When Coping Is Emotionally Intelligent. Journal of the American Psychiatric Nurses Association, Vol. 11, No. 2 Everall, R. D., Altrows, K. J., & Paulson, B. L. 2006. Creating a future: A study ofresilience in suicidal female adolescents. Journal of Counseling & Development, 84, 461-470. Friborg, Barlaug, Martinussen, Rosenvinge, Hjemdal. 2005. Resilience in Relation to Personality and Intelligence. International Journal of Methods in Psychiatric Research. Gilmore, J.V. 1974. The Productive Personality. San Fransisco: Albion Publishing Company. Hawadi, R.A. 2004. Akselerasi. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Hauser, S. T. 1999. Understanding resilience outcomes: Adolescent lives across time and generations. Journal of Research on Adolescence, 9, 1-24. Johnson. R.C. & Medinus, G.R. 1974. Chils Psychology, Behavior and Development. New York : John Wiley & Sons, Inc. Luthar, S. S., Cicchetti, D., & Becker, B. 2000. The construct of resilience: A critical evaluation and guidelines for future work. Child Development, 71, 543-562. Masrun. 1986. Studi Mengenai Kemandirian Pada Penduduk Di Tiga Suku (Jawa, Batak, Bugis). Laporan Penelitian. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.
251 Seminar Nasional Educational Wellbeing
Nasution, S.M. 2011. Resiliensi : Daya Pegas Menghadapi Trauma Kehidupan. Medan : USU Press. Rembulan, C.L. 2009. Penguatan Resiliensi dengan Pelatihan Strategi Koping Fokus Emosi pada Remaja Putri yang Tinggal di Panti Asuhan. Tesis M.Psi. Yogyakarta : Program Magister Profesi Psikologi. Fakultas Psikologi UGM. Rouse, K. A. 2001. Resilient students’ goals and motivation. Journal of Adolescence, 24, 461-472. Salam, A., Ada, W. 2003. Pengaruh Inteligensi dan Motivasi Berprestasi Terhadap Prestasi Belajar Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Makasar. Jurnal Intelektual. Sales., & Perez, P. 2005. Post traumatic factors and resili-ence: The role of shelter management and survivours’ attitudes after earthquakes in El Salvador. Journal of Community & Applied Psychology, 15, 368-382. Santrock, J. W. 2002. Life Span Development. New York: Mc Graw Hill. Smart, M.S, and R.C Smart. 1972. Chilren Development and Relationship. New York : The MacMillan Company. Sternberg, R.J. 2008. Psikologi Kognitif. Terjemahan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suryabrata, S. 1993. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi Watson, R.T, and Lindgren, H.C. 1973. Psychology of the Child. New York : John Willey and Sons Inc. Zdrojewski, M. 2008. Resilience in central appalachian adolescents: Using a culturally sensitive methodology to investigate positive developmental outcomes. Dissertation. Doctor of Psychology: Marshall University.
252 Seminar Nasional Educational Wellbeing