7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 KARATE KATA KARATE DIBENTUK OLEH

Download Teknik-teknik dalam karate terdiri dari teknik pukulan (tsuki waza), teknik sentakan (ucki waza), teknik tendangan (ken waza), teknik tangk...

0 downloads 436 Views 349KB Size
BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Karate Kata karate dibentuk oleh dua karakter, yang pertama adalah kara (kosong) dan lainnya te (tangan). Kata kosong berarti teknik beladiri karate tidak memerlukan senjata, hanya menggunakan anggota badan seperti tangan dan kaki sebagai pengganti senjata (Wahid, 2007). Karate merupakan sebuah metode khusus untuk mempertahankan diri melalui penggunaan anggota tubuh yang terlatih secara baik dan alami yang didasari dan bertujuan sesuai nilai filsafat timur. Karate-do merupakan sebuah seni bela diri yang aslinya berasal dari daerah Okinawa, kemudian dimodifikasi dan diubah menjadi suatu jalan kehidupan (way of life) oleh Gichin Funakoshi (Wahid, 2007). Karate-do menerapkan karate sebagai cara hidup yang lebih dari sekedar mempertahankan diri serta telah menjadi suatu pedoman dan jalan hidup bagi setiap praktisinya. Gerakan-gerakan tubuh yang sistematis serta mengikuti kaidah, arti, makna dan sasaran yang dikandungnya merupakan suatu inti dari aksi olahraga karate itu sendiri sehingga seluruh gerak dan jiwa ditunjukkan sebagai satu kesatuan. Kesatuan gerak dan spirit ini menjadi inti dari olahraga karate yang dikenal dengan nama Karate-do (Rudianto, 2010). Karate diciptakan sebagai suatu olahraga beladiri yang memegang teguh sifat kekesatriaan sehingga terbentuk manusia yang mampu dan berani dalam menghadapi tantangan hidup serta secara alamiah menciptakan tatanan kehidupan

7

8

bermasyarakat yang berbudaya dan beradab. Oleh karenanya, hakekat olahraga karate tidak hanya sebatas keterampilan olah gerak beladiri tetapi secara komprehensif membentuk manusia yang mampu mengendalikan jiwa dan spirit bagi dirinya yang ditunjukkan dalam kehidupan bermasyarakat (Rudianto, 2010). Teknik-teknik dalam karate terdiri dari teknik pukulan (tsuki waza), teknik sentakan (ucki waza), teknik tendangan (ken waza), teknik tangkisan (uke waza), dan teknik bantingan (nage wasa), (Gambar 2.1). Pada pertandingan kumite, teknik yang berperan langsung untuk mendapatkan nilai teknik pukulan, teknik sentakan, dan teknik tendangan (Suharno, 1985).

Gambar 2.1 Pengelompokan Teknik-Teknik Karate (Morris, 1982)

Dalam cabang olahraga karate terdapat beberapa teknik dasar (kihon) yakni: a. Tsuki (pukulan) Pada umunya pukulan ini digunakan untuk teknik puluhan yang lurus kedepan (chokuzuki), bila lawan berada langsung di depan, lengan disodok lurus ke depan dan sasaran di pukul dengan buku jari-jari dari kepalan depan. Pada

9

waktu melepaskan pukulan lengan yang memukul diputar kearah dalam. Adapun tsuki tediri dari beberapa teknik sebagai berikut (Nakayama, 1978): 1) Seiken chokuzuki, adalah kepalan (tinju) bagian depan 2) Oi Zuki /Gyaku Zuki, Ippon adalah pukulan lurus 3) Nukite adalah pukulan dengan jari lurus kecuali ibu jari (tangan terbuka) 4) Tate zuki, adalah pukulan tinju ke atas 5) Age zuki, adalah hantaman (pukulan) naik keatas 6) Mawashi zuki adalah pukulan (tinju) memutar 7) Ura zuki, adalah pukulan (tinju) tertutup 8) Morotte zuki adalah pukulan sejajar (paralel) 9) Yama zuki adalah pukulan (tinju) melebar ”U” 10) Kagi zuki adalah pukulan berkait b. Geri (tendangan) Faktor-faktor teknik tendangan dalam karate adalah sebagai berikut (Nakayama, 1978): 1) Angkat lutut dari kaki yang akan menendang setinggi mungkin dan sedekat mungkin dengan dada. Lutut akan menekuk penuh, kemudian pindahkan berat kaki ke pinggul. 2) Lentingkan, tekukkan dan pelurusan lutut. Terdapat 2 cara menendang: Menggunakan daya pegas lutut yang dilentingkan sepenuhnya dan dengan meluruskan kuat-kuat lutut kaki yang ditekuk, menyerupai gerakan menyodok.

10

3) Daya pegas pinggul dan pergelangan kaki. Di lain pihak, kekuatan kaki itu sendiri tidak cukup. Harus diperkuat dengan tenaga yang dihasilkan oleh pegas dan lutut. Teknik tendangan adalah bentuk dari teknik kaki, dilakukan dengan mengangkat lutut setinggi mungkin dan sedekat mungkin dengan dada, kemudian melentingkan atau menyodokkan kaki yang akan digunakan untuk menendang (Nakayama, 1977).

Gambar 2.2 Teknik Tendangan, Ahmad (1994)

Ada dua cara dalam melakukan teknik tendangan, cara pertama ialah dengan melentingkan lutut (snap), sedang cara kedua ialah dengan menyodok (thrust). Di dalam bela diri karate, teknik- teknik tendangan sama pentingnya dengan teknik-teknik pukulan (Nishiyama dan Brown, 1975). Teknik tendangan bahkan memiliki keunggulan yaitu memiliki jarak jangkauan lebih

11

panjang dan mempunyai kekuatan yang lebih besar bila dibandingkan dengan teknik pukulan. Teknik tendangan yang dilakukan dengan melentingkan kaki terdiri atas tendangan ke depan (mae geri), tendangan mengangkat ke samping (yoko geri keage), tendangan memutar (mawashi geri), tendangan melompat ke depan (mae tobi geri), tendangan memutar ke belakang (ushiro mawashi geri), tendangan bulan sabit ke dalam (mika zuku geri), dan tendangan bulan sabit ke luar (ura mika zuku geri). Teknik tendangan dengan cara menyodokkan kaki terdiri atas tendangan menyodok ke samping (yoko geri kekomi), tendangan melompat ke samping (tobi yoko geri), dan tendangan menyodok ke belakang (ushiro geri). Bagian kaki yang membentur terhadap sasaran (striking point) adalah sebagai berikut kaki macan (koshi), kaki pedang (shuto), tumit (kakato), punggung kaki (haisoku) dan ujung jari kaki (tsumasaki). Penggunaan bagian kaki yang membentur terhadap sasaran (striking

point)

tergantung

dari

kebutuhan

setiap

karateka

yang

menggunakannya, arah sasaran tendangan dan keefektifan tendangan terhadap sasaran yang di tuju. c. Uke (tangkisan) Teknik tangkisan pada cabang olahraga karate dapat dilakukan dengan berbagai cara. Di samping itu dapat pula dilakukan dengan menggunakan alat anggota tubuh yang ada,misalnya tangan atau lengan dan kaki atau tungkai. Pada dasarnya tangkisan harus dilakukan pada saat lawan mulai menyerang. Oleh karena itu sangat perlu memperkirakan lebih dahulu adanya serangan. Adapun uke tediri dari beberapa teknik sebagai berikut (Nakayama, 1978):

12

1) Age uke adalah tangkisan atas 2) Ude Uke adalah tangkisan depan 3) Shuto Uke adalah tangkisan samping, 4) Gedan Barai adalah tangkisan dari atas kebawah 5) Morote Uke adalah Meningkatkan tangkisan 6) Juji Uke adalah tangkisan bawah dengan posisi keduan telapak tangan mengepal (menyilang) 7) Kawiwake Uke adalah Tangkisan langkah pertama dari kekalahan Terdapat tiga bentuk latihan yang dilalui oleh setiap orang yang berlatih karate. Bentuk latihan itu adalah bentuk latihan kihon (dasar), bentuk latihan kata (jurus), dan bentuk latihan kumite (sparring). 1. Bentuk Latihan Kihon (Latihan Dasar) Bentuk latihan kihon merupakan bentuk latihan dasar yang dilalui oleh semua orang yang berlatih seni beladiri karate pada saat baru mulai berlatih. Latihan dasar ini di praktekkan dalam kurun waktu yang cukup lama bahkan dikatakan bahwa tidak ada batasan waktu dalam melatih kihon. Bentuk latihan ini penting, karena latihan kihon menentukan kualitas seluruh teknik yang akan dipelajari nantinya. Bentuk latihan ini yang akan membentuk karakter, kekuatan, postur tubuh dan teknik-teknik yang dipelajari. Orang dengan teknik dasar yang lemah akan memiliki teknik yang lemah, sama seperti rumah yang memiliki pondasi yang tidak kuat, sebaliknya, orang yang teknik dasarnya kuat akan memiliki teknik yang baik dengan kualitas yang jauh lebih baik pada nantinya (Nakayama, 1978).

13

Dalam latihan kihon ini, yang dipelajari adalah teknik-teknik dasar dari karate seperti kuda-kuda (dachi), pukulan (tsuki), tendangan (geri) dan tangkisan (uke). Namun tidak hanya teknik-teknik itu saja yang dipelajari. Dalam bentuk latihan kihon, selain teknik-teknik dasar, yang juga dilatih adalah pemahaman mengenai bentuk (katachi), pernapasan (kokyo), kiai, kime (fokus), pinggang (koshi), kecepatan dan kekuatan, memperkuat otot, irama dan ketepatan. Semua komponen ini penting untuk dilatih karena akan menunjang teknik yang nanti akan dipelajari. Bentuk latihan kihon ini merupakan latihan yang dilakukan sebelum masuk pada bentuk latihan kata (Ahmad, 1994). 2. Bentuk Latihan Kata Kata dalam bahasa Jepang secara harfiah memiliki arti gaya, bentuk, model. Kata dalam karate adalah suatu rangkaian teknik yang dirangkai dalam suatu urutan yang sudah ditentukan. Gerakan-gerakan di dalam kata terdiri dari gerakan memukul, menangkis, menendang, berputar, dan melangkah. Setiap kata memiliki karakternya masing-masing. Beberapa kata memiliki karakter yang sangat keras, solid, dan berat. Kata merupakan satu-satunya cara yang digunakan untuk mengajarkan karate sampai pada tahun 1930-an. Kata, walaupun jika dilihat dari kumpulan gerakannya merupakan kumpulan jurus-jurus karate yang merupakan suatu teknik untuk bertarung, kata tidak pernah diperuntukkan sebagai suatu alat untuk menyerang. Seluruh gerakan awal dari kata dalam seni beladiri karate adalah gerakan untuk bertahan dan bukan gerakan untuk menyerang lawan terlebih dahulu. Tidak

14

hanya itu, kata juga adalah suatu bentuk latihan yang sebenarnya ditujukan untuk melatih tubuh dan pikiran suatu ritual spiritual yang membawa orang yang berlatih kata kepada suatu jalan akan pertumbuhan dan pengertian. Kata dilihat sebagai suatu urutuan gerakan yang sudah ditetapkan yang telah dirancang untuk dapat bertahan secara efektif dalam menghadapi serangan dari lawan, tetapi kata sebenarnya memiliki arti lebih dari itu, kata adalah jiwa dari latihan dan perkembangan karate. Esensi pokok dalam memainkan sebuah kata berupa tenaga, irama dan keindahan (Wahid, 2007). Basis dari kata adalah “Kata ni sente nashi” yang artinya adalah “tidak ada serangan pertama di dalam kata seni beladiri karate”. Melalui latihan kata, seorang karateka (orang yang berlatih karate) dapat mempelajari bahwa seorang karateka sejati tidak pernah menyerang duluan, dan tidak pernah menyerang karena dikuasai oleh amarah (Nakayama, 1978). Walaupun jumlah kata sebenarnya sangat banyak, Gichin Funakoshi mengatakan bahwa menguasai seluruh kata yang ada membutuhkan waktu seumur hidup, menguasai enam belas kata adalah cukup. Ia juga, dalam buku “Karate-Do Kyohan” mengatakan bahwa tidak semua orang cocok dengan seluruh kata yang ada, sehingga seseorang cukup mencari satu kata yang cocok dengan dirinya dan pelajarilah seumur hidup. Kata yang merupakan kumpulan teknik yang sudah dirancang dapat dibagi ke dalam 3 kelompok, sesuai dengan 4 aliran karate yang pertama ada di Okinawa, yakni Shotokan, Shito-ryu, Goju-ryu dan Wado-ryu (Wahid, 2007). Ada banyak jenis kata lainnya, yang dikatakan mencapai 1000 jenis,

15

namun dari jumlah yang demikian hanya sedikit sekali yang masih tersisa, kata tradisional yang dikembangkan di Okinawa pun sudah banyak mengalami perubahan dan perkembangan. Kata yang tersisa dan masih dipraktekkan oleh orang-orang yang berlatih karate hanyalah kata yang dibawa ke luar dari Okinawa dan diperkenalkan oleh Gichin Funakoshi. 3. Bentuk Latihan Kumite Kumite atau sparring merupakan suatu bentuk dari aplikasi teknik pertahanan dan penyerangan yang dilatih dalam kata dan kihon dalam situasi yang sebenarnya. Dalam karate aliran shotokan, bentuk latihan kumite yang diajarkan untuk pertama kalinya adalah Yakusoku Kumite, secara harafiah dapat diartikan sebagai kumite perjanjian. Dalam bentuk kumite ini, dua orang berhadapan setelah menentukan teknik apa yang akan digunakan. Saat kumite berlangsung, teknik yang boleh dilancarkan hanyalah teknik yang sudah disepakati oleh kedua belah pihak. Bentuk kumite yang seperti ini disebut juga sebagai kihon kumite. Ada enam tipe dari kihon kumite, yakni gohon kumite, sanbon kumite, kihon ippon kumite, kaeshi ippon kumite, okuri ippon kumite, dan jiyuu ippon kumite (Nishiyama dan Brown, 1975). Gohon kumite, yakni kumite lima langkah. Dalam latihan gohon kumite ini, lawan yang bertindak sebagai orang yang bertahan melangkah mundur setiap kali penyerang bergerak maju, lalu pada gerakan terakhir, yang bertahan melakukan serangan balasan setelah gerakan tangkisan terakhir. Serangan balasan yang dilancarkan biasanya berupa satu pukulan kearah perut. Sanbon kumite, prinsipnya sama seperti gohon kumite namun dalam sanbon kumite hanya terdapat tiga langkah saja. Sanbon kumite ini berfungsi untuk melatih

16

kecepatan, tenaga dan teknik. Kihon ippon kumite, adalah bentuk sparring dimana seluruh gerakan menyerang dan bertahan diselesaikan dalam satu langkah. Fungsinya adalah untuk melatih kemampuan bertahan. Kaeshi ippon kumite merupakan inovasi dari kihon ippon kumite. Dalam bentuk kumite ini, pihak yang bertahan maju selangkah penuh melancarkan serangan balasan dan memaksa pihak penyerang untuk bertahan. Dalam Okuri ippon kumite, penyerang melancarkan dua serangan, namun hanya serangan pertama yang sudah disepakati dengan pihak yang bertahan. Serangan ke dua merupakan serangan yang secara bebas ditentukan oleh pihak yang menyerang. Jiyuu ippon kumite merupakan kumite dengan gaya semi bebas. Pihak penyerang bebas menentukan serangan dan pihak bertahan bebas memilih teknik pertahanan (Nishiyama dan Brown, 1975). Keenam bentuk kumite diatas merupakan bentuk kumite dasar yang dilatih oleh karateka mulai dari kyu 10 hingga kyu 4 (tingkatan dalam karate, kyu 10 adalah yang paling dasar). Jiyuu Kumite merupakan bentuk latihan kumite bebas. Bentuk ini dilatih oleh orang-orang yang sudah lebih senior dalam karate seperti yang sudah menyandang kyu 4 atau dan 1. Bentuk kumite ini tidak diajarkan sebagai latihan dasar. Dalam jiyuu kumite ini, terjadi pertarungan satu lawan satu dimana kedua pihak mengadakan simulasi pertarungan seperti dalam situasi yang nyata, dimana mereka melancarkan teknik serangan seperti tendangan dan pukulan secara bebas dengan kekuatan penuh dan harus dapat mempertahankan diri mereka. Dalam latihan kumite, biasanya tidak diperbolehkan untuk mengenakan pukulan pada lawan dengan kekuatan penuh. Pukulan harus dikurangi dan ditahan tenaganya sebelum mengenai tubuh lawan (Morris, 1982).

17

2.2 Mawashi Geri Jodan Mawashi geri, atau tendangan berputar, adalah teknik tendangan dalam karate yang dapat digunakan untuk menyerang hampir seluruh bagian dari tubuh. Mulai dari menyerang lutut/bagian bawah (gedan), punggung/bagian tengah (chudan) hingga menyerang kepala/bagian atas (jodan). Jika di eksekusi dengan tepat, tendangan ini dapat menjadi suatu tendangan yang cepat dan efektif untuk melumpuhkan lawan. Prinsip dari tendangan ini sama dengan mae geri, yang membedakan adalah posisi tubuh. Dalam mae geri, posisi tubuh tegak dan lurus, sedangkan dalam mawashi geri, posisi tubuh tegak namun agak sedikit menyamping (Gambar 2.3).

Gambar 2.3 Posisi Mawashi geri Ushiro mawashi geri atau tendangan belakang berputar ini merupkan variasi dari mawashi geri. Prinsipnya sama dengan mawashi geri, namun bagian yang di gunakan untuk menyerang adalah tumit. Daerah yang diincar pada saat menyerang adalah daerah kepala dari lawan (Gambar 2.4).

18

Gambar 2.4 Posisi Ushiro Mawashi geri Tendangan mawashi adalah tendangan samping, sehingga lontaran yang menendang membentuk jalur melengkung seperti busur dari luar ke dalam, dengan sasaran yang ada di depan atau samping. Tendangan mawashi geri menggunakan punggung kaki untuk mengenai sasaran seperti muka, leher dan punggung (Putra, 2005), (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Tendangan Mawashi Geri

19

Berdasarkan Gambar 2.5 terlihat bahwa mawashi geri adalah tendangan lurus mengarah ke pipi/kepala (jodan), dan ke arah punggung (chudan). Mawashi geri dapat dieksekusi dari berbagai sikap, dan ada beberapa metode pelaksanaan yang tepat. Porsi pelaksanaannya yang selalu konsisten adalah bahwa tendangan yang dieksekusi ke dalam dan pada sudut yang mana saja yang sejajar dengan lantai ke arah 45 derajat ke atas. Secara umum, itu adalah tendangan lateral yang menyerang dengan kaki. Jika Mawashi geri sedang dilakukan dengan kaki depan, kaki datang langsung dari tanah, pindah ke posisi dengan lutut ditekuk ke belakang dan menunju pada area target yang diinginkan pada lawan. Tanpa berhenti, kaki bagian atas berputar ke dalam apa pun sudut tendangan akan dilakukan, dan akhirnya, tungkai bawah keluar untuk menyerang lawan, dan kemudian segera kembali masuk (Putra, 2005). Tendangan mawashi ini melibatkan Otot-otot yang dominan, antara lain quadriceps, glutes maximus, hamstring, calf muscle (Gambar 2.6).

Gambar 2.6 Otot yang Dominan

20

2.3 Kecepatan Tendangan Kecepatan merupakan kualitas kondisional yang memungkinkan seorang olahragawan dapat melakukan gerakan sesingkat-singkatnya bila dirangsang. Seperti yang dikatakan oleh Sukadiyanto (2002) kemampuan menjawab rangsang dengan bentuk gerak atau serangkaian gerak dalam waktu secepat mungkin. Kecepatan juga diartikan sebagai kemampuan untuk berjalan, berlari atau bergerak dengan cepat (Rusli, 2000). Sedangkan menurut Brown (2001) yang dimaksud dengan kecepatan adalah kemampuan bergerak dari satu titik ke titik lain setelah mendapat rangsang. Kecepatan termasuk komponen biomotor yang sangat berpengaruh pada penampilan atlet karate. Kecepatan juga potensi tubuh yang digunakan sebagai modal atau sangat menunjang dalam melakukan gerakan. Dalam pertandingan karate kecepatan dapat dilihat dalam melakukan serangan baik tendangan, pukulan, serta reaksi saat mendapat serangan dari lawan seperti menghindar, menangkis atau membalas serangan lawan. Tendangan merupakan serangan yang dominan dilakukan. Dengan itu kecepatan tendangan sangat dibutuhkan dalam pertandingan karate untuk memperoleh nilai (Brown, 2001). Teknik tendangan sama pentingnya dengan teknik pukulan, akan tetapi tendangan mempunyai kekuatan yang lebih besar dibanding dengan kekuatan pukulan. Pada saat menendang keseimbangan yang baik sangat diutamakan, bukan hanya berat badan yang bertumpu pada satu kaki saja tetapi juga disebabkan akibat guncangan tenaga balik pada saat benturan. Kaki memiliki jangkauan panjang yang tidak terjangkau oleh tangan. Penggunaan teknik

21

tendangan harus disertai dengan koordinasi yang baik antara sikap kaki, sikap tangan, dan sikap badan (Rusli, 2000). Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan tendangan diantaranya : proses

mobilitas

syaraf,

perangsangan-penghentian,

kontraksi-relaksasi,

peregangan otot-otot, kontraksi kapasitas otot-otot, koordinasi otot-otot sinergis dan antagonis, elastisitas otot, kekuatan kecepatan, ketahanan kecepatan, teknik olahraga, dan daya kehendak. Seorang karateka harus mempunyai kualitas kecepatan tendangan yang baik, agar dalam setiap tendangan yang dilakukan tidak mudah ditangkap/ditepis oleh lawan kemudian dijatuhkan (Wahid, 2007). Kecepatan ada dua macam yaitu kecepatan gerak dan kecepatan reaksi. Kecepatan gerak adalah kemampuan seseorang dalam melakukan gerakan dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan gerak dibedakan menjadi kecepatan gerak siklus dan kecepatan gerak non-siklus. Gerak siklus adalah kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan serangkaian gerakan dalam waktu sesingkat mungkin sebagai contoh sprint. Sedangkan kecepatan gerak non-siklus merupakan kemampuan sistem neuromuskuler untuk melakukan gerak tunggal dalam waktu sesingkat mungkin (Sukadiyanto, 2002). Kecepatan reaksi adalah kemampuan seseorang dalam menjawab rangsang dalam waktu sesingkat mungkin. Kecepatan reaksi dibedakan lagi menjadi kecepatan reaksi tunggal dan kecepatan reaksi majemuk. Reaksi tunggal yaitu kemampuan sesorang untuk menjawab rangsang yang telah diketahui arah dan tujuannya, sedangkan reaksi majemuk adalah kemampuan seseorang untuk menjawab rangsang sesingkat mungkin dimana arah dan sasaran dari rangsang tersebut belum diketahui (Sukadiyanto, 2002).

22

2.4 Pelatihan Pelatihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara teratur guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Tujuan utama pelatihan dalam olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan kemampuan biomotorik ke standar yang paling tinggi, atau dalam arti fisiologis atlet berusaha mencapai tujuan perbaikan sistem organisme dan fungsinya untuk mengoptimalkan prestasi atau penampilan olahraganya. Berkaitan dengan pelatihan, Suharno menyatakan bahwa dalam seri bahan penataran pelatih tingkat muda/madya dikatakan, “Berlatih atau latihan ialah suatu proses penyempurnaan kualitas atlit secara sadar untuk mencapai prestasi maksimal dengan diberi beban latihan fisik dan mental secara teratur, terarah, bertahap, meningkat, berkesinambungan dan berulang-ulang waktunya” (Arifqi, 2011). Sudjarwo menyatakan bahwa, “pelatihan adalah suatu proses yang sistematis secara berulang-ulang, secara ajeg dengan selalu memberikan peningkatan beban latihan” (Arifqi, 2011). Hal senada dikemukakan Andi Suhendro yang berpendapat “pelatihan (training) merupakan proses kerja yang sistematis dan dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang makin meningkat” (Arifqi, 2011). Pengertian pelatihan yang dikemukakan tiga ahli tersebut pada prinsipnya mempunyai pengertian yang hampir sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa, pelatihan (training) merupakan proses kerja atau berlatih yang sistematis dan kontinyu, dilakukan secara berulang-ulang dengan beban latihan yang semakin meningkat. Pelatihan yang sistematis adalah program pelatihan direncanakan secara matang, dilaksanakan sesuai jadwal menurut pola yang telah ditetapkan, dan evaluasi sesuai dengan alat yang benar.

23

Penyajian materi harus dilakukan dari materi yang paling mudah ke arah materi yang paling sukar, dari materi yang sederhana mengarah kepada materi yang paling kompleks. Pelatihan harus dilakukan secara berulang-ulang, maksudnya pelatihan harus dilakukan menimal tiga kali dalam seminggu. Dengan pengulangan ini diharapkan gerakan yang pada saat awal pelatihan dirasakan sukar dilakukan, pada tahap-tahap berikutnya akan menjadi lebih mudah dilakukan. Beban pelatihan harus meningkat maksudnya, penambahan jumlah beban latihan harus dilakukan secara periodik, sesuai dengan prinsip-prinsip pelatihan, dan tidak harus dilakukan pada setiap kali pelatihan, namun tambahan beban harus segara dilakukan ketika atlit merasakan pelatihan yang dilaksanakan terasa ringan. Pelatihan adalah suatu aktifitas olahraga yang dilakukan secara sistematis dalam waktu yang lama ditingkatkan secara progresif dan individual mengarah kepada ciri- ciri fungsi fisiologis dan psikologis untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan (Bompa, 1994). Masih menurut Bompa latihan fisik yang dilakukan dengan sistematis, berulang-ulang dan terprogram akan memberi dampak positif bagi tubuh, sebagai berikut: 1. Jantung akan membesar, lebih kuat, penambahan volume dan curah jantung. 2. Bertambahnya jumlah pembuluh kapiler di sekitar otot. 3. Bertambahnya kemampuan darah membawa oksigen. 4. Bertambahnya kemampuan sel otot menghasilkan energi dengan penambahan konsentrasi enzim penghasil energi. 5. Bertambahnya kemampuan sel otot untuk menetralisir dan menghancurkan sisa-sisa pembakaran.

24

6. Bertambahnya kemampuan sel otot dan hati untuk bahan bakar terutama glikogen. 7. Bertambah besarnya ukuran otot. Pelatihan atau training adalah proses yang sistematis dari berlatih atau bekerja yang dilakukan secara berulang-ulang dengan kian hari kian menambah beban pelatihannya. Proses sistematis pelatihan adalah pelatihan berencana menurut jadwal yang telah ditentukan (Harsono, 2007), juga menurut pola dan sistem tertentu, metodis dari mudah ke susah, teratur dari sederhana ke kompleks. Berulang-ulang maksudnya agar gerakan-gerakan yang semula sukar dilakukan menjadi semakin mudah karena terbiasa. Tujuan

utamanya

adalah

membantu

atlet

untuk

meningkatkan

keterampilan prestasinya semaksimal mungkin, untuk mencapai tujuan utama pelatihan, yakni peningkatan keterampilan dan penampilan seseorang, maka atlet yang dituntut oleh pelatih harus memenuhi tujuan umum pelatihan (Arifqi, 2011). Selanjutnya tujuan-tujuan itu dijelaskan sebagai berikut: 1. Untuk meningkatkan kemampuan fisik secara umum 2. Meningkatkan kemampuan khusus, sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuni 3. Menyempurnakan koordinasi gerakan dan teknik cabang olahraga yang ditekuni 4. Mengembangkan keperibadian serta kemampuan yang keras, kepercayaan diri, ketekunan, semangat serta disiplin. 5. Untuk menjamin dan mengamankan secara kesiapan tim secara optimal

25

6. Mencegah terjadinya cedera 7. Untuk memelihara kesehatan 8. Untuk meningkatkan pengetahuan secara teori dengan memparhatikan dasardasar fisiologis, psikologis dan gizi. Tujuan pelatihan untuk membantu siswa meningkatkan keterampilan dan prestasi agar semakin maksimal. Untuk mencapai hal tersebut ada beberapa aspek latihan yang perlu diperhatikan, yaitu (Harsono, 2007) : 1. Latihan fisik (Physical training) Latihan ditujukan untuk perkembangan fisik secara meenyeluruh, karena olahraga sangat membutuhkan kondisi fisik yang prima. 2. Latihan Teknik (Technical Training) Latihan untuk mempermahir teknik-teknik gerakan yang diperlukan pada saat bertanding, baik teknik yang telah ada atau mempelajari teknik-teknik baru. 3. Latihan taktik (Tactical Training) Latihan untuk menumbuh kembangkan daya tafsir siswa. Teknik-teknik gerakan dengan baik haruslah dituangkan dan diorganisir dalam pola-pola permainan, bentuk-bentuk dan formasi-formasi permainan serta strategi dan taktik pertahanan dan penyerangan sehingga berkembang menjadi satu kesatuan gerak yang sempurna. 4. Latihan Mental (Physcological Training) Latihan untuk mempertinggi efisiensi mental siswa, terutama bila siswa berada dalam posisi dan situasi stress yang kompleks. Tanpa memiliki mental yang bagus dapat dipastikan akan sulit mengatasi kondisi tersebut.

26

Tujuan pelatihan dapat dibagi dalam dua bagian yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum pelatihan adalah untuk menjuarai suatu kompetisi sebagai sasaran terakhir berdasarkan kalender kompetisi yang ditetapkan. Tujuan khusus pelatihan adalah untuk membentuk, meningkatkan dan mempertahankan kondisi biomotor ability, fisiologis, psikologis dan keterampilan motorik dalam teknik dan taktik berdasarkan fase-fase yang telah ditetapkan, tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip pelatihan (Arifqi, 2011). Pelatihan akan memberikan hasil yang optimal apabila didasarkan pada prinsip-prinsip pelatihan. Prinsip dasar pelatihan merupakan upaya untuk meningkatkan suatu tingkat keterampilan dan prestasi, sedangkan penggunaan prinsip pelatihan yang tepat bagi pelatih adalah dapat menghasilkan organisasi latihan yang baik. Berikut ini beberapa prinsip pelatihan secara umum yang perlu diperhatikan oleh pelatih diantaranya (Arifqi, 2011): 1. Prinsip Beban Lebih Prinsip overload ini merupakan prinsip yang paling mendasar dan individual, oleh karena itu tanpa prinsip ini sulit rasanya prestasi atlet dapat ditingkatkan. Prinsip overload merupakan prinsip latihan yang paling mendasar, prinsip ini mengatakan bahwa beban latihan yang di berikan kepada siswa haruslah cukup berat, serta harus dilakukan berulang kali dengan intensitas yang cukup tinggi dalam olahraga. Agar prestasi dapat ditingkatkan siswa harus selalu berusaha untuk berlatih dengan beban kerja yang ada di atas ambang rangsang kepekaannya. Kalau beban latihan terlalu ringan dan tidak ditambah maka berapa lamapun kita berlatih, seringpun kita berlatih atau sampai

27

bagaimanapun capeknya kita mengulang-ulang latihan tersebut tidak akan mungkin meningkatkan prestasi. Jadi faktor beban atau overload dalam hal ini merupakan faktor yang sangat menentukan (Harsono, 2007). 2. Prinsip Spesifikasi atau Kekhususan Aktivitas motorik yang khusus mempunyai pengaruh yang baik terhadap latihan, maka harus didasarkan pada dua hal yaitu : (1). Melakukan latihan yang khas bagi cabang olahraga spesialisasi tersebut, (2). Melakukan latihan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan biomotorik yang dibutuhkan oleh cabang olahraga tersebut. Spesialisasi berarti merupakan segala kemampuan, baik fisik maupun psikis pada cabang olahraga tertentu. Kekhususan adalah latihan untuk satu cabang olahraga, mengarah pada perubahan harus ada kaitannya dengan keterampilan khusus (Harsono, 2007). 3. Prinsip Individual Pemberian latihan yang akan diberikan hendaknya memperhatikan kekhususan individu, karena pada dasarnya setiap orang mempunyai ciri yang berbeda, baik secara fisik maupun mental. Adanya perbedaan anatomis dan fisiologis, maka latihan yang diberikan juga secara perorangan sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setiap orang mempunyai perbedaan individu masing-masing, demikian pula setiap siswa berbeda kemampuan, potensi dan karakteristik belajarnya, oleh karena itu prinsip individualisasi yang merupakan salah satu syarat yang penting dalam latihan kontemporer, harus diterapkan kepada siswa, sekalipun mereka mempunyai tingkat prestasi yang sama. Seluruh konsep latihan harus disusun sesuai dengan kekhasan setiap individu agar tujuan latihan dapat sejauh mungkin tercapai (Harsono, 2007).

28

4. Prinsip Beragam (Variety principle) Latihan merupakan proses panjang yang dilakukan berulang kali, hal ini sering menimbulkan kebosanan. Untuk mengatasinya perlu ciptakan suasana yang menyenangkan serta membuat aneka bentuk latihan. 5. Prinsip perkembangan menyeluruh (Multilateral principle) Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada interpendensi (saling ketergantungan) antara semua organ dan sistem tubuh manusia dan proses-proses lahiriah dengan psikologis (Harsono, 2007). 6. Prinsip latihan beraturan (The principle of progresissive resistance) Latihan hendaknya dimulai dari kelompok otot yang besar, kemudian dilanjutkan dengan otot yang kecil. Pelatihan olahraga merupakan suatu pelatihan dalam upaya untuk peningkatan fungsi sistem organ tubuh agar mampu memenuhi kebutuhan secara optimal ketika berolahraga. Agar pelatihan olahraga mencapai hasil yang maksimal, harus memiliki prinsip pelatihan. Tanpa adanya prinsip atau patokan yang harus diikuti oleh semua pihak yang terkait, terutama pelatih dan atlet pemula dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada evaluasi pelatihan akan sulit untuk mencapai hasil yang maksimal. Prinsip pelatihan adalah suatu petunjuk dan peraturan yang sistematis dengan memberikan beban yang ditingkatkan secara progresif, yang harus ditaati dan dilaksanakan agar tercapai tujuan pelatihan (Nala, 2011). Adapun prinsip-prinsip pelatihan itu menurut Bompa (1994) adalah: 1. Prinsip aktif dan bersungguh-sungguh dalam mengikuti pelatihan. 2. Prinsip pengembangan multilateral.

29

3. Prinsip spesialisasi. 4. Prinsip individu. 5. Prinsip variasi dan keserbaragaman. 6. Prinsip mempergunakan model proses pelatihan. 7. Prinsip peningkatan beban progresif dalam pelatihan. Jadi ketujuh prinsip tersebut merupakan satu kesatuan yang harus diikuti serta ditaati oleh setiap pemain yang ingin mencapai prestasi optimal pada cabang olahraga yang ditekuninya.

2.5 Pelatihan Pliometrik Istilah Pliometrik adalah sebuah kombinasi kata yang berasal bahasa latin, yaitu plyo dan metrics yang memiliki arti peningkatan yang dapat di ukur. Menurut Radcliffe dan Farentinos (2002), dalam buku pliometrik untuk meningkatkan power, dari sudut pandang praktis pliometrik relatif mudah diajarkan dan dipelajari. Power otot tungkai dapat ditingkatkan melalui latihan-latihan mengarah pada hasil kecepatan. Latihan pliometrik memiliki ciri khusus yaitu kontraksi otot yang sangat kuat yang merupakan respon dari pembebanan. Intensitas latihan pada metode pliometrik adalah pengontrolan dari tipe latihan yang ditampilkan, gerak pliometriknya dari yang sederhana ke gerakan yang komplek. Latihan pliometrik adalah salah satu latihan yang dilakukan terutama pada cabang olahraga yang membutuhkan daya ledak otot tungkai atau otot lengan (Radcliffe dan Farentinos, 2002).

30

Pliometrik

adalah

latihan-latihan

atau

ulangan

yang

bertujuan

menghubungkan gerakan kecepatan dan kekuatan untuk menghasilkan gerakangerakan eksplosif. Istilah ini sering digunakan dalam menghubungkan gerakan yang berulang-ulang atau latihan reflek regang untuk menghasilkan reaksi yang eksplosif. Latihan pliometrik adalah metode latihan untuk meningkatkan daya ledak otot dengan bentuk kombinasi latihan isometrik dan isotonik (eksentrik-kosentrik) yang mempergunakan pembebanan dinamik. Regangan yang terjadi secara mendadak sebelum otot berkontraksi kembali atau suatu latihan yang memungkinkan otot-otot untuk mencapai kekuatan maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin. Konsep latihan pliometrik menggunakan regangan awal pada otot secara cepat sebelum kontraksi eksentrik pada otot yang sama (Johansyah Lubis, 2005). Dalam latihan pliometrik terdapat prinsip-prinsip sebagai berikut: 1. Pemanasan dan Pendinginan Latihan pliometrik ini fokus untuk menentukan satu gerak kerja yang aktif, fleksibel dan fit maka gerakan ini dimulai dengan pemanasan yang sempurna dan konsklusif. Kemudain di akhiri dengan pendinginan. 2. Intensitas Tinggi Intensitas adalah faktor yang penting di dalam latihan pliometrik. Kebugaran dengan kekuatan daya yang maksimal sangat perlu untuk mendapatkan efek yang optimal dari latihan yang dilakukan. Penilaian ulangan regangan otot adalah lebih penting dari latihan itu. 3. Beban Lebih Progresif Setiap latihan pliometrik harus meliputi latihan ketahanan, temporal dan kelebihan beban. Penambahan beban memaksa otot untuk bekerja dengan

31

intensitas yang lebih. Kelebihan beban yang tidak sempurna akan berpengaruh yang negatif pada atlet. 4. Memaksimalkan Gaya atau Meminimalkan Waktu Pergerakan dan daya keduanya penting dalam latihan pliometrik. Dalam banyak kondisi, kelajuan gerakan badan dititik beratkan. 5. Konstruksi Dasar yang Benar Kekuatan merupakan dasar latihan pliometrik maka suatu program latihan harus direncanakan dan diatur agar produksi energi terintegrasi secara maksimal. 6. Program Latihan Individualitas Setiap pelatih harus mengetahui jenis dan periode program latihan yang mampu dan berguna untuk dilakukan oleh setiap individu atlet supaya menghasilkan yang terbaik.