AKUNTANSI KEUANGAN

Download dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Untuk mencegah meluasnya praktik ... praktek kartel ...

0 downloads 643 Views 38KB Size
Kartel : Persaingan Tidak Sehat Oleh Djoko Hanantijo Dosen PNS dpk Universitas Surakarta

ABSTRAKSI Kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan. Perjanjian tersebut bersifat horizontal untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Untuk mencegah meluasnya praktik kartel di berbagai komoditas strategis, perlu penyelesaian masalah secara comprehensive dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait.

A. Pendahuluan Persaingan usaha merupakan ekspresi kebebasan yang dimiliki setiap individu dalam rangka bertindak untuk melakukan transaksi perdagangan di pasar. Persaingan usaha diyakini sebagai mekanisme untuk dapat mewujudkan efisiensi dan kesejahteraan masyarakat. Bila persaingan dipelihara secara konsisten, akan tercipta kemanfaatan bagi masyarakat konsumen, yaitu berupa pilihan produk yang bervariasi dengan harga pasar serta dengan kualitas tinggi. Sebaliknya, bila persaingan dibelenggu oleh peraturan-peraturan, atau dihambat oleh perilakuperilaku usaha tidak sehat dari perilaku pasar, maka akan muncul dampak kerugian pada konsumen.(Nurhayati, 2011: 6). Hukum persaingan (hukum anti monopoli) diperlukan tidak hanya dalam rangka menjamin kebebasan untuk bertindak seluas mungkin bagi pelaku usaha, tetapi juga menentukan garis pembatas antara pelaksanaan kebebasan pelaku usaha tersebut dengan penyalahgunaan kebebasannya itu (freedom paradox). Jadi hukum anti monopoli membangun kerangka kerja dalam upaya mengatur keseimbangan

kepentingan di antara para pelaku usaha, juga keseimbangan kepentingan pelaku usaha dengan kepentingan masyarakat konsumen. Agar hukum anti monopoli dapat tetap terjaga -keharmonisan kepentingan di antara pelaku usaha

dengan

masyarakat-, maka hukum anti monopoli harus dapat menjaga efektivitas dari persaingan usaha. Hal ini patut diperhatikan karena seringkali kebijakan persaingan usaha justru mengancam persaingan dengan aturan-aturan yang membelenggu dan menghambat persaingan. Ancaman persaingan usaha lainnya juga datang dari para pelaku usaha sendiri yang secara sengaja melakukan berbagai strategi bisnis yang menghambat persaingan (Nurhayati, 2011: 6). Salah satu ancaman dari pelaku usaha tersebut adalah dengan melakukan praktek kartel. Kartel merupakan jenis perjanjian yang dilakukan oleh para pelaku usaha yang anti terhadap persaingan. Para pelaku usaha ini melakukan perjanjian untuk mempengaruhi harga melalui pengaturan proses produksi maupun pengaturan wilayah pemasaran produk, sebagai akibat daripada perjanjian tersebut dapat menimbulkan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang dapat merugikan konsumen selaku pemakai barang dan jasa juga kepada pemerintah dan terlebih bagi pelaku usaha lainnnya yang tidak termasuk dalam Cartellist. Padahal kegiatan kartel merupakan sebuah perjanjian yang jelas-jelas dilarang dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Tindakan para pelaku usaha yang melakukan praktek kartel tersebut adalah merupakan tindakan yang melanggar etika dalam kegiatan hukum bisnis.

B. Permasalahan

Sistem perekonomian yang ideal menurut teori ilmu ekonomi adalah sistem pasar persaingan sempurna dimana semua pelaku usaha bersaing secara fair dan bisa keluar masuk ke dalam industri dengan bebas. Namun demikian hal itu sangat sulit diharapkan dapat terjadi di negara-negara sedang berkembang seperti Indonesia. Hal ini karena tingkat heterogenitas pelaku usaha yang tinggi dari sisi modal dan adanya pengaruh politik kekuasaan terhadap dunia industri. Tulisan ini mencoba mencari tahu apakah terdapat praktek kartel dalam dunia bisnis? Selain itu juga menganalisa bagaimana kartel dapat terjadi dan dampaknya terhadap persaingan binis.

C. Pengertian Kartel Perjanjian kartel merupakan salah satu perjanjian yang kerap kali terjadi dalam tindak monopoli. Secara sederhana, kartel adalah perjanjian satu pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menghilangkan persaingan di antara keduanya. Dengan perkataan lain, kartel (cartel) adalah kerja sama dari produsenprodusen produk tertentu yang bertujuan untuk mengawasi produksi, penjualan, dan harga serta untuk melakukan monopoli terhadap komoditas atau industri tertentu (Rokan, 2010: 105). Sememntara itu Anton Muliono dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan kartel sebagai “(1) Organisasi perusahaan-perusahaan besar (negara dan sebagainya) yang memproduksi barang-barang sejenis. (2) Persetujuan sekelompok

perusahaan

tertentu(Ibrahim, 2007: 230)

dengan

maksud

mengendalikan

harga

komoditi

Kartel dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 pasal 11 disebutkan bahwa “pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat “ Konstruksi kartel sebagaimana disebutkan dalam pasal 11 tersebut antara lain meliputi : 1. Kartel merupakan suatu perjanjian; 2. Perjanjian dilakukan diantara pelaku usaha dengan pelaku usaha pesaingnya; 3. Tujuan dilakukan perjanjian adalah untuk mempengaruhi harga suatu produk; 4. Perjanjian dilakukan dengan cara mengatur produksi atau pemasaran suatu produk; 5. Perjanjian dapat mengakibatkan praktik monopoli dan persaingan usah tidak sehat. Meskipun tidak ada definisi yang tegas tentang kartel di dalam UndangUndang Larangan Praktek Monopoli, dari Pasal 11 dapat dikonstruksikan bahwa kartel adalah perjanjian horizontal untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (Siswanto, 2002: 85) Menurut Posner karakteristik kartel adalah jika hanya terdapat sedikit penjual dengan pembagian wilayah yang sangat tinggi. Semakin banyak pelaku usaha di pasar semakin sulit untuk terbentuknya kartel. Tidak ada barang substitusi; produk di pasar sifatnya homogen; dan adanya kolusi (Rokan, 2010: 285).

D. Persyaratan Terjadinya Kartel Di dalam Peraturan KPPU (PERKOM) Nomor 4 Tahun 2010 disebutkan bahwa salah satu syarat terjadinya kartel adalah harus ada perjanjian atau kolusi antara para pelaku usaha. Ada dua bentuk kolusi dalam kartel yaitu : 1. Kolusi eksplisit, dimana para anggota mengkomunikasikan kesepakatan mereka secara langsung yang dapat dibuktikan dengan adanya dokumen perjanjian, data mengenai audit bersama, kepengurusan kartel, kebijakan-kebijakan tertulis data penjualan dan data-data lainnya. 2. Kolusi diam-diam, dimana pelaku usaha anggota kartel tidak berkomunikasi secara langsung, pertemuan-pertemuan juga diadakan secara rahasia. Biasanya yang dipakai sebagai media adalah asosiasi industri, sehingga pertemuanpertemuan anggota kartel dikamuflasekan dengan pertemuan-pertemuan yang legal seperti pertemuan asosiasi. Lebih lanjut dalam PERKOM No. 10/2010 disebutkan bahwa suatu kartel pada umumnya mempunyai bebarapa karakteristik diantaranya adalah : 1. Terdapat konspirasi diantara beberapa pelaku usaha. 2. Melibatkan para senior eksekutif dari perusahaan yang terlibat. 3. Biasnya dengan menggunakan asosiasi untuk menutupi kegiatan mereka. 4. Melakukan price fixing atau penetapan harga. Agar penetapan harga berjalan efektif, maka diikuti dengan alokasi konsumen atau pembagian wilayah atau alokasi produksi. 5. Adanya ancaman sanksi bagi anggota yang melanggar perjanjian. 6. Adanya distribusi informasi kepada seluruh anggota kartel.

7. Adanya mekanisme kompensasi dari anggota kartel yang produksinya lebih besar atau melebihi kuota terhadap mereka yang produksinya kecil atau mereka yang diminta menghentikan kegiatan usahanya. Terdapat beberapa persayaratan agar suatu kartel dapat berjalan efektif, diantaranya adalah : 1. Jumlah pelaku usaha. Semakin banyak pelaku usaha di pasar semakin sulit terbentuknya suatu kartel. Kartel akan mudah dibentuk dan berjalan efektif apabila jumlah pelaku usaha sedikit atau pasar terkonsentrasi; 2. Produk dipasar bersifat homogen. Karena produk homogen maka lebih mudah untuk mencapai kesepakatan mengenai harga; 3. Elastisitas terhadap permintaan barang. Permintaan akan produk tersebut tidak berfluktuasi. Apabila permintaan sangat fluktuatif, maka akan sulit mencapai kesepakatan baik mengenai jumlah produksi maupun harga; 4. Pencegahan masuknya pelaku usaha baru ke pasar; 5. Tindakan-tindakan anggota kartel mudah untuk diamati. 6. Penyesuaian terhadap pasar dapat segera dilakukan. Kartel membutuhkan komitmen dari anggota-anggotanya untuk menjalankan kesepakatan kartel sesuai dengan permintaan dan penawaran di pasar. 7. Investasi yang besar. Apabila suatu industri untuk masuk ke pasarnya membutuhkan investasi yang besar, maka tidak akan banyak pelaku usaha yang akan masuk ke pasar. Oleh karena itu, kartel di antara pelaku usaha akan lebih mudah dilakukan.

E. Dampak Kartel

Secara umum para ahli sepakat bahwa kartel mengakibatkan kerugian baik perekonomian suatu Negara maupun bagi konsumen. 1.

Kerugian bagi perekonomian suatu Negara antara lain: a. Dapat menyebabkan terjadinya inefisiensi alokasi. b. Dapat mengakibatkan terjadinya inefisiensi produksi. c. Dapat menghambat inovasi dan penemuan teknologi baru. d. Menghambat masuknya investor baru. e. Dapat menyebabkan kondisi perekonomian yang bersangkutan tidak kondusif dan kurang kompetitif dibandingkan negara-negara lain yang menerapkan sistem persaingan usaha yang sehat.

2.

Kerugian bagi konsumen antara lain : a. Konsumen membayar harga suatu barang atau jasa lebih mahal daripada harga pasar yang kompetitif b. Barang atau jasa yang diproduksi dapat terbatas baik dari sisi jumlah dan atau mutu daripada kalau terjadi persaingan yang sehat di antara pelaku usaha c. Terbatasnya pilihan pelaku usaha Perjanjian kartel menyebabkan peminimalisasian atau bahkan meniadakan

adanya persaingan dan menyebabkan konsumen tidak ada pilihan terutama dalam hal harga beli karena semua barang sejenis telah diatur harganya sehingga menyebabkan mau tidak mau konsumen membeli meskipun dengan harga tinggi atau tidak wajar. Hal tersebut menjadi sangat merugikan konsumen pada pelaku usaha-usaha tertentu yang sangat dibutuhkan misalnya bila kartel tersebut terjadi pada bisnis

obat-obatan. Jika terjadi kartel di sana, maka masyarakat sebagai konsumen akan dihadapkan dengan harga yang tidak wajar atau pilihan yang tidak wajar karena tidak adanya persaingan karena ada pengupayaan untuk menghilangkan/ meminimalisir persaingan sehingga masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan terhadap kesehatan menjadi tak terjangkau bagi mereka. Atau dengan kata lain mau tidak mau karena kebutuhan maka akan tetap membeli dengan keterpaksaan atau rasa berat dikarenakan harga dan pilihan yang tidak wajar karena diperjanjikan.

F. Penutup Terjadinya praktek kartel disebabkan akar permasalahan dalam struktur ekonomi yang biasanya sering cenderung bersifat oligopoli, sehingga memungkinkan pelakupelakunya bersepakat untuk menghindari persaingan yang sehat dengan menetapkan harga, produksi, dan mengontrol pasar. Bagaimana hal ini bisa terjadi dan mengapa begitu banyak komoditi terjebak ke dalam struktur oligopoli? Keadaan tersebut bisa terjadi secara alamiah karena kesulitan untuk masuk pasar (barrier to entry), tetapi kebanyakan karena faktor kebijakan pemerintah. Faktor ekonomi politik kemudian dinilai menjadi bagian dari hal yang penting sebagai penyebab terjadinya berbagai struktur oligopoli dengan praktek kartel di dalamnya. Untuk mencegah meluasnya praktik kartel di berbagai komoditas strategis, perlu penyelesaian masalah secara menyeluruh (comprehensive) dengan melibatkan seluruh stakeholders terkait seperti KPPU, Kepolisian dan Kejaksaaan. Sementara dalam jangka panjang, pemerintah harus terus memperbaiki struktur perekonomian agar pelaku bisnis dapat berkompetisi secara fair. Sistem birokrasi perekonomian

harus ditata dengan lebih baik serta memberikan pembinaan dan akses masuk ke dalam “industri” kepada pelaku bisnis dengan modal kecil.

Referensi

Siswanto, Arief, 2002, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta. Nurhayati, Irna, 2011, Kajian Hukum Persaingan Usaha : Kartel Antara Teori dan Praktik, Jurnal Hukum Bisnis Vol.30-No.2-Tahun 2011. Ibrahim, Johnny, 2007, Hukum Persaingan Usaha , Banyumedia Publishing, Malang. Rokan, Mustafa Kamal, 2010, Hukum Persaingan Usaha, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta..