ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN PRODUK SARI ALANG – ALANG PESONA DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) (Studi Kasus Pada UKM R. ROVIT Kota Wisata Batu) CUSTOMER SATISFACTION ANALYSIS OF PRODUCT EXTRACT ALANG-ALANG PESONA USING QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT (QFD) METHOD (Case Study at UKM R. ROVIT Batu Tourism Town) Novan Lutvianto
1)
Ir. Usman Effendi, MS.
2)
Dhita Morita Ikasari, STP, MP.
2)
1)
2)
Alumni Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP – Unibraw Staf Pengajar Jurusan Teknologi Industri Pertanian FTP- Unibraw ABSTRAK
Tradisi peningkatan jumlah penjualan dari produk minuman Sari Alang-alang Pesona sudah seharusnya dipertahankan dan bahkan dikembangkan oleh UKM R. Rovit. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kepuasan pelanggan terhadap produk ini, oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan analisis kepuasan pelanggan dengan menggunakan metode QFD. Tujuan penelitian ini adalah melakukan analisis terhadap tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk Sari Alang-alang Pesona menggunakan metode QFD, serta menentukan strategi perusahaan dalam menanggapi harapan pelanggan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Rata-rata kepuasan pelanggan produk Sari Alang-alang Pesona adalah 4.115 (memuaskan). Urutan prioritas tertinggi pada ciri-ciri teknikal adalah keadaan mesin dengan nilai 14.723 %, sedangkan untuk urutan prioritas tertinggi pada teknologi terapan adalah penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang bernilai 24.452%. Selain itu pada proses pemanufakturan, prioritas tertinggi terdapat pada penyusunan HACCP dengan nilai 19.454%. Dari ketiga solusi yang ditawarkan dengan melihat nilai prioritas tertinggi, maka urutan prioritas solusi yang ditawarkan pertama adalah teknologi terapan, urutan kedua adalah proses pemanufakturan dan pada urutan ketiga adalah ciri-ciri teknikal. Usulan strategi UKM dalam menanggapi harapan pelanggan tersebut adalah mempelajari dan mempersiapkan persyaratan-persyaratan dalam menerapkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 sesuai pedoman yang telah diterbitkan oleh badan sertifikasi yang berwenang. Disamping itu UKM juga diharapkan dapat mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan penyusunan HACCP. UKM juga diharapkan dapat menjaga performa dan kondisi mesin serta peralatan produksi, sehingga dihasilkan produk yang sesuai harapan pelanggan dan kepercayaan pelanggan tetap terjaga. Kata Kunci : HOQ, Kepuasan Pelanggan, QFD, Sari Alang-alang ABSTRACT Tradition increase in the number of sales of beverage products extract alang-alang Pesona is already supposed to be maintained and even developed by UKM R. Rovit. Until now it has never done research on customer satisfaction with the product, therefore in this study analyzed customer satisfaction by using QFD. The purpose of this research was to analyze the level of customer satisfaction with the product extract alang-alang Pesona QFD method, and determine the company's strategy in response to customer expectations. The results of this research showed that the average customer satisfaction of products extract alang-alang Pesona is 4.115 (satisfactory). The order of the highest priority on technical characteristics is a machine condition with a value of 14.723 %, as for the highest priority to sequence the applied technology is the application of food safety management systems ISO 22000 which is worth 24.452 %. Also on manufactring process, there is the highest priority in the preparation of HACCP with the value of 19.454 %. Of the three solutions offered by looking at the value of the highest priority, so the priority order of the first proposed solution is applied technology, the second order is manufacturing process and the third is technical characteristics. Proposed UKM strategy in response to the customer's expectations are studying and preparing for the requirements of implementing a food safety management system according to ISO 22000 guidelines have been issued by an authorized certification organisation. Besides that, UKM also expected to prepare everything related to the preparation of HACCP. UKM also expected to maintain the performance, condition of machinery and production equipment, to produce products that convenient customer expectations and customer confidence is maintained. Keywords : Extract Alang-alang, HOQ, QFD, Customer Satisfaction
PENDAHULUAN Latar Belakang UKM R. Rovit merupakan salah satu UKM yang terletak di Jl.Trunojoyo II Gg.Nusa Indah 22 Songgokerto Kota Wisata Batu - Jawa Timur. UKM ini memproduksi berbagai macam produk herbal, minuman sari buah, alang-alang dan rosella yang dikelola oleh keluarga dengan menerapkan manajemen tunggal. Salah satu produk dari UKM ini adalah minuman sari alang-alang yang mulai diproduksi pada awal tahun 2007. Hingga saat ini produk minuman sari alang-alang mengalami peningkatan jumlah penjualan. Hal tersebut dapat kita buktikan dengan meningkatnya rata-rata jumlah penjualan pada awal tahun 2007 yaitu ±20 kardus per bulan, dan sampai saat ini menjadi ±300 kardus per bulan. Usaha mempertahankan pangsa pasar dapat dicapai dengan cara menjaga kualitas produk, selain itu perusahaan harus berusaha melakukan pengukuran kepuasan pelanggan agar mengetahui atribut apa saja dari suatu produk yang bisa membuat pelanggan tidak puas dengan produk yang dihasilkan, serta memberikan tanggapan terhadap harapan yang diinginkan pelanggan. Terdapat beberapa metode yang biasanya digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Adapun beberapa metode yang sering digunakan adalah CSI (Customer Satisfaction Index), IPA (Importance Performance Matrix) dan QFD (Quality Function Deployment). Metode QFD berfungsi menyatukan dua pendapat yang berbeda yaitu kepentingan produsen dan kebutuhan pelanggan agar produk dan jasa yang dihasilkan dapat memuaskan kedua belah pihak. Ada empat manfaat utama yang dapat diperoleh perusahaan bila menggunakan metode QFD yaitu fokus pada pelanggan, efisiensi waktu sebab metode QFD dapat mengurangi waktu desain 40% dan 60% biaya desain secara bersamaan dengan kualitas desain yang tetap dipertahankan dan ditingkatkan, orientasi kerjasama tim dan orientasi pada dokumentasi. Selain itu metode QFD lebih fokus dalam hal kualitas produk yang diharapkan oleh pelanggan, sehingga produsen dapat menjadikannya sebagai parameter dalam proses pengembangan produk. Dengan begitu kualitas produk yang diproduksi oleh produsen tersebut dapat sesuai keinginan pelanggan, dan kualitas menjadi lebih baik. Terpenuhinya kualitas yang diinginkan pelanggan tersebut akan berdampak baik
terhadap peningkatan jumlah penjualan produk tersebut. Tradisi peningkatan jumlah penjualan dari produk minuman sari alang-alang ini sudah seharusnya dipertahankan dan bahkan dikembangkan oleh UKM R. Rovit. Sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kepuasan pelanggan terhadap produk ini. Oleh karena itu sangatlah perlu dilakukan analisis mengenai kepuasan pelanggan terhadap produk ini menggunakan metode QFD, sehingga dapat dikembangkan produk minuman sari alang-alang yang berkualitas lebih baik sesuai keinginan pelanggan dan jumlah penjualan meningkat. Rumusan Masalah Berdasarkan kondisi yang telah digambarkan pada bagian latar belakang di atas maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk sari alang-alang merk “Pesona”? 2. Bagaimana pihak UKM R. Rovit menanggapi harapan pelanggan untuk meningkatkan kualitas dari produk yang dihasilkan? Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian yang dilakukan adalah : 1. Melakukan analisis tingkat kepuasan pelanggan terhadap produk sari alang-alang merk “Pesona” dengan menggunakan metode QFD. 2. Menentukan strategi UKM R. Rovit dalam menanggapi harapan pelanggan terhadap produk sari alang-alang merk “Pesona”. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan bagi UKM R. Rovit dalam proses pengembangan produk selanjutnya, serta sebagai evaluasi terhadap produk yang sudah ada di pasaran. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Pelaksanaan penelitian bertempat di UKM "R. ROVIT" Kota Wisata Batu pada bulan Mei 2013 sampai Juni 2013. Pengolahan data penelitian dilakukan di Laboratorium Komputasi dan Analisis Sistem, Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Brawijaya Malang.
Penentuan Batasan Masalah Untuk menyederhanakan lingkup masalah penelitian, maka dilakukan pembatasan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Penelitian dilakukan berdasarkan persepsi pelanggan Sari AlangAlang merk “Pesona” terhadap atribut produk yang digunakan di UKM "R. ROVIT" Kota Wisata Batu 2. Jenis produk yang dijadikan sampel di dalam penelitian ini adalah produk Sari Alang-Alang merk “Pesona” 3. Penelitian ini menggunakan pendekatan metode Quality Function Deployment (QFD) berantai (menggunakan matrik HOQ sampai matrik 3).
tekstil tempat beliau berkerja sehingga muncullah ide untuk mengembangan produk jahe instan dengan skala produksi yang lebih besar dan menambah variasi produk yang dihasilkan. Pada desember 2006 UKM ini mulai memproduksi minuman sari bunga rosella. Dikarenakan keterbatasan bahan baku untuk membuat sari Rosella dan masyarakat belum mengenal rosella, maka pada awal tahun 2007 mulailah dicoba untuk memproduksi minuman sari alang-alang. Perkembangan produk selanjutnya yaitu dengan memproduksi rosella kering, kopi biji rosella, temulawak instant, kunyit putih instant, dan sebagainya. Pemasaran merupakan hal yang sangat penting bagi UKM R. Rovit ini. UKM R. Rovit memasarkan produknya keseluruh kalangan masyarakat baik untuk konsumen secara langsung maupun distributor atau agen-agen penjualan berikutnya. Dengan beragamnya produk yang dihasilkan oleh UKM ini, maka beragam pula karakteristik pelanggan yang dimiliki. Kepuasan pelanggan merupakan hal mutlak yang perlu diperhatikan dengan serius oleh sebuah usaha. Kepuasan pelanggan sangatlah bergantung pada persepsi pelanggan itu sendiri terhadap suatu produk. Pelanggan menghendaki produk dengan karakteristik yang dapat memuaskan kebutuhan dan harapan mereka. Hal tersebut mengharuskan UKM ini untuk lebih fokus dan mengusahakan sebaik mungkin agar produk yang dihasilkan memiliki mutu tinggi dan sesuai dengan harapan dari pelanggan.
Prosedur Penelitian a. Melaksanakan survey pendahuluan b. Studi literatur mengenai literatur yang berhubungan dengan permasalahan dan studi lapang untuk mendapatkan korelasi keduanya c. Perumusan masalah dan penetapan tujuan penelitian d. Penentuan variabel penelitian e. Penentuan sampel f. Pembuatan kuesioner g. Pengumpulan data dengan melakukan onservasi, wawancara, dan dokumentasi data perusahaan h. Pengolahan dan analisis data: - Mengidentifikasi kebutuhan pelanggan - Matriks HOQ Matrik HOQ Level 1 (Customer Requirement to Technical Features) Matrik HOQ Level 2 (Technical Features to Applied Technologies) Matrik HOQ Level 3 (Applied Technologies to Manufacturing Processes) - Penyusunan HOQ (House of Quality) i. Kesimpulan dan saran.
Pengukuran Kepuasan Pelanggan dengan Metode QFD (Quality Function Deployment) QFD sangat dipengaruhi oleh apa yang diharapkan oleh pelanggan terhadap suatu produk, sehingga QFD merupakan inovasi teknologi yang akan menerjemahkan harapan pelanggan menjadi karakteristk yang lebih spesifik untuk menghasilka produk yang sesuai (Latif, 2007). Perhitungan QFD yang digunakan adalah analisis QFD berantai, artinya analisis matriks House of Quality (HOQ) menggunakan lebih dari satu matriks HOQ. Matriks merupakan komponen yang menerjemahkan harapan pelanggan ke dalam rencana-rencana untuk memenuhi harapan tersebut. Dalam penelitian ini digunakan 3 (tiga) matriks HOQ dengan tujuan agar output yang dihasilkan optimal.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum UKM R. Rovit UKM R. Rovit merupakan salah satu UKM yang terletak di Jl. Trunojoyo II Gang Nusa Indah No. 22 Desa Songgokerto Kota Wisata Batu Provinsi Jawa Timur. UKM ini memproduksi berbagai macam produk herbal, minuman sari buah, alang-alang dan rosella yang dikelola oleh keluarga dengan menerapkan manajemen tunggal. Produk pertama yang diproduksi UKM ini adalah jahe instant. Produksi jahe instant ini pada awalnya hanyalah usaha sampingan dalam skala kecil. Pada tahun 2004 Pemilik UKM ini di PHK dari pabrik
2
Matriks HOQ Level 1 (Customer Requirement to Technical Features) Matriks level 1 merupakan matriks perbandingan antara harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal yang berhubungan. Matriks ini merupakan matriks awal yang menghasilkan output ciri-ciri teknikal. Output matriks ini digunakan sebagai input pada matriks berikutnya yaitu matriks 2.
produk, khasiat untuk diri pelanggan tersebut, dan lain sebagainya daripada hanya sekedar memperhatikan hasil printing pada penutup cup. Kinerja atribut kepuasan pelanggan (Customer Satisfaction Performance) Selama ini dalam memproduksi Sari Alang-alang merk Pesona, UKM R. Rovit lebih sering menunggu pesanan datang daripada memproduksi dalam jumlah yang banyak untuk menjaga stok produk dipasaran. UKM ini hanya beberapa kali saja melakukan produksi Sari Alang-alang untuk menjaga ketersediaan produk di distributor atau agen-agen yang berkerjasama dengan UKM ini. Hal tersebut dilakukan berdasarkan penyesuaian dengan keadaan di pasaran. Assauri (2004) menjelaskan bahwa menyimpan persediaan produk dalam jumlah yang terlalu banyak akan memperbesar biaya, sedangkan persediaan yang sedikit akan beresiko terhadap tingkat kesetiaan pelanggan apabila permintaan produk lebih besar dari jumlah produk yang tersedia. Atribut jumlah barang sesuai dengan pesanan memiliki nilai kinerja atribut kepuasan pelanggan tertinggi, yaitu 4.50. Hal tersebut adalah salah satu pengaruh dari keputusan UKM ini untuk memproduksi Sari Alang-alang Pesona sesuai dengan pesanan seperti keterangan di atas, sehingga persediaan produk lebih optimal. Keputusan tersebut berdampak positif, sehingga permintaan dari pelanggan dapat terpenuhi sesuai dengan jumlah yang dipesan. Prestasi tersebut diharapakan akan menjaga kesetiaan pelanggan terhadap produk ini. Perlindungan diperlukan untuk sebagian atau keseluruhan dari produk yang dikemas guna mendapatkan nilai tambah, ketahanan produk, untuk promosi penjualan dan kepuasaan pemilik untuk mendapatkan profit secara jangka panjang dan pendek (Julianti, 2006). Nilai terendah dalam perhitungan kinerja atribut kepuasan pelanggan ini adalah sebesar 3.34, yaitu atribut kekuatan kemasan (tidak rusak saat diterima). Anonymoous (2007) juga menjelaskan bahwa faktor internal yang berpengaruh terhadap kekuatan kemasan adalah bahan pengemas, produk yang dikemas serta zat aktif yang terkandung dalam produk. Dari hasil perhitungan rata-rata hasil kepuasan pelanggan terhadap produk ini, didapatkan nilai rata-rata sebesar 4.115 yang berarti memuaskan. Prestasi dan kepercayaan pelanggan terhadap produk tersebut sudah seharusnya dipertahankan dan ditingkatkan lagi oleh UKM ini,
Menentukan derajat kepentingan tiap atribut produk (Importance to Customer) Derajat kepentingan untuk produk Sari Alang-alang merk Pesona yang tertinggi adalah sebesar 4.52 yaitu atribut kebersihan produk. Mayoritas pelanggan akan memperhatikan tingkat kebersihan suatu produk. Pelanggan cenderung akan memperhatikan kebersihan produk seperti bersih dari debu, kotoran dan lain sebagainya. Kebersihan produk akan mencerminkan bagaimana kualitas proses produksi yang dijalankan oleh perusahaan hingga menghasilkan produk akhir. Menurut Susiani (2008) tingkat kebersihan suatu produk dapat mempengaruhi selera konsumen pada waktu mengkonsumsi atau menggunakan. Perusahaan menerapkan sistem pengendalian mutu produk akhir yang bertujuan untuk dapat melihat apakah produk yang akan dikirim ke pelanggan sudah sesuai standar yang ditentukan, terutama dalam hal kebersihan produk. Hariyadi (2006) mengemukakan bahwa pengendalian mutu produk akhir dilakukan untuk mengetahui keadaan produk secara lebih pasti sebelum produk tersebut dikirim ke palanggan. Nilai terendah dalam perhitungan derajat kepentingan produk Sari Alangalang merk Pesona ini adalah sebesar 3.24 yaitu atribut hasil printing pada penutup cup. Pelanggan UKM R. Rovit mayoritas adalah pelanggan external atau konsumen dari produk-produk herbal yang diproduksi oleh UKM ini. Nilai derajat kepentingan 3,24 tersebut menunjukkan bahwa atribut hasil printing pada penutup cup tidaklah menjadi hal utama bagi para pelanggan tersebut. Kunci utama dalam membuat sebuah desain kemasan yang baik adalah kemasan tersebut harus simple (sederhana) dan fungsional (praktis), praktis dalam arti efektivitas dan efisiensi suatu kemasan yang ditujukan kepada pelanggan (Julianti, 2006). Atribut kelengkapan informasi lebih diutamakan pelanggan daripada atribut hasil printing pada penutup cup, yaitu dengan derajat kepentingan sebesar 4.20. Hal tersebut dikarenakan pelanggan akan cenderung mencari tahu informasiinformasi yang berkaitan dengan komposisi
3
sehingga harapan pelanggan terpenuhi serta produk ini jauh lebih berjaya di pasaran.
dihasilkan. Nilai rasio perbaikan diperoleh dari perbandingan antara nilai target (goal) dengan tingkat kepuasan pelanggan. Hasil perhitungan rasio perbaikan yang tinggi menunjukkan bahwa dibutuhkan usaha perbaikan yang tinggi pada atribut tersebut. Rasio perbaikan tertinggi terdapat pada atribut kekuatan kemasan (tidak rusak saat diterima) dengan nilai 1.198, sehingga pada atribut ini dibutuhkan usaha yang lebih untuk memperbaikinya. Nasution (2006) mengemukakan bahwa semakin tinggi nilai rasio perbaikan suatu atribut, maka memerlukan usaha perbaikan yang semakin tinggi pula dalam melakukan peningkatan kualitas produknya. Anonymous (2007) juga menjelaskan bahwa kerusakan pada kemasan berdampak pada hilangnya nilai tambah produk, laba menurun, manfaat yang diperoleh konsumen tidak sesuai, pengembalian produk, transportasi produk tidak lancar, serta terjadinya kontaminasi produk oleh zat-zat kimia, udara dan bakteri. Hal tersebut semakin memperkuat bahwa perusahaan haruslah berusaha lebih keras dalam memperbaiki atribut tersebut. Diharapkan kesetiaan pelanggan akan tetap terjaga dengan adanya perhatian dan usaha yang lebih dalam memperbaiki atribut tersebut.
Menentukan nilai target dari setiap atribut produk (Goal) Penetapan nilai target ditentukan oleh perusahaan sesuai dengan kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh perusahaan dengan mempertimbangkan kondisi internal dan external perusahaan (Hasanah, 2007). Besterfield (2003) mengemukakan bahwa nilai target dapat juga ditentukan berdasarkan nilai tertinggi dari pesaing terkuat atau melebihi nilai pesaing terkuatnya pada perbandingan performance dalam benchmarking. Selain itu juga tergantung dari tingkat kemudahan masingmasing atribut dalam melakukan peningkatan kualitas. Dalam penelitian ini tidak digunakan benchmarking karena produk ini masih baru dan masih belum ada produk sejenis dengan karakteristik yang sama. Dikarenakan tidak digunakannya benchmarking, nilai target yang digunakan adalah nilai target yang ditentukan oleh perusahaan dengan melihat tingkat kemudahan masing-masing atribut dalam melakukan peningkatan kualitas. Nilai target terendah adalah sebesar 4, yaitu terletak pada atribut kekuatan kemasan, hasil printing pada penutup cup dan jaminan halal. Hal tersebut dikarenakan dalam menentukan target, perusahaan ini memperhatikan besarnya nilai derajat kepentingan dan nilai kinerja yang telah diperoleh pada perhitungan sebelumnya. Dalam menentukan nilai target ini perusahaan juga mempertimbangkan kemampuan dan kemudahan perusahaan untuk memperbaiki atribut-atribut tersebut. Pada atribut kekuatan kemasan, nilai derajat kepentingan yang diperoleh adalah sebesar 3.36 dan nilai kinerjanya adalah sebesar 3.34. Berdasarkan kedua nilai tersebut perusahaan menentukan nilai target sebesar 4. Atribut hasil printing pada penutup cup memiliki nilai derajat kepentingan sebesar 3.24 dan nilai kinerja sebesar 3.36, sehingga perusahaan menentukan nilai target untuk atribut ini sebesar 4. Jaminan halal memiliki nilai derajat kepentingan sebesar 3.84 dan nilai kinerja sebesar 3.68, sehingga perusahaan menentukan nilai target sebesar 4.
Menentukan sales point Sales point ditentukan oleh perusahaan berdasarkan atribut yang mempengaruhi penjualan produk. Sales point dapat memberikan informasi tentang kemampuan UKM R. Rovit dalam menjual produk yang didasarkan pada seberapa jauh kebutuhan pelanggan dapat dipenuhi. Nilai sales point diperoleh dengan cara memberikan nilai 1.5, 1.2 dan 1 dengan skala 0-3.5 nilainya 1, untuk skala antara >3.5-4.25 nilainya 1.2 dan untuk skala >4.25 nilainya adalah 1.5 (Widodo, 2007). Adriantantri (2008) mengemukakan bahwa sales point adalah informasi kemampuan menjual produk berdasarkan seberapa baik setiap customer need terpenuhi dengan nilai 1, 1.2, dan 1.5 yang didapatkan melalui wawancara dengan perusahaan. Nilai ini ditentukan perusahaan dengan melihat bagaimana atribut-atribut harapan pelanggan tersebut dapat memenuhi kebutuhan pelanggan (tidak adanya complain). Atribut kekuatan kemasan (tidak rusak saat diterima) dan hasil printing pada penutup cup memiliki nilai terendah yaitu sebesar 1. Hal tersebut dikarenakan pada dua atribut tersebut lebih sering mendapatkan complain dari pelanggan dibandingkan dengan atribut-atribut yang
Menentukan rasio perbaikan (Improvement Ratio) Rasio perbaikan menunjukkan seberapa besar usaha yang harus dilakukan oleh pihak perusahaan dalam meningkatkan kualitas produk yang
4
lain. Kerusakan pada kemasan cup menyebabkan produk tidak sesuai dengan harapan pelanggan, selain itu hasil printing pada kemasan cup yang terkadang rusak menyebabkan penampilan produk menjadi kurang menarik. Menurut Julianti (2006) fungsi paling mendasar dari kemasan adalah untuk mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan. Secara umum pengemasan juga digunakan untuk melindungi dan mengawetkan produk dari kontaminasi kotoran dan mikroba yang dapat merusak dan menurunkan mutu produk. Adriyan (2012) mengemukakan bahwa fungsi dari kemasan salah satunya adalah untuk mengidentifikasi produk, dalam hal ini kemasan dapat digunakan sebagai alat komunikasi dan informasi. Adanya unsur cetak dalam kemasan dapat menginformasikan tentang keadaan barang yang terdapat dalam kemasan.
dalam memenuhi harapan pelanggan (Hasanah, 2007). Solusi-solusi yang ditawarkan merupakan respon secara teknis terhadap harapan pelanggan. Adapun ciri-ciri teknikal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Ciri-ciri Teknikal No. Ciri-ciri Teknikal 1. Teknik proses produksi yang tepat 2. Pemilihan kualitas bahan baku 3. Penerapan sistem pengendalian mutu 4. Keadaan mesin 5. Tempat penyimpanan 6. Teknik pengemasan yang tepat 7. Pengecekan dokumen pembelian 8. Sistem manajemen 9. Kapasitas mesin 10. Perbandingan bahan baku utama dan bahan pendukung (tambahan) 11. Harga jual produk 12. Permintaan pelanggan 13. Sistem penjaminan halal
Menentukan bobot dari setiap atribut kepuasan pelanggan (Raw Weight) Dalam meningkatkan kualitas produk, atribut-atribut yang akan ditingkatkan dan dikembangkan perlu diprioritaskan terlebih dahulu. Atribut dengan bobot prioritas tertinggi adalah atribut yang akan dilakukan peningkatan dan pengembangan terlebih dahulu. Bobot ini diperoleh berdasarkan derajat kepentingan, rasio perbaikan dan sales point. Atribut kebersihan produk (tidak kotor) memiliki bobot tertinggi, yaitu sebesar 8.110. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kebersihan produk (tidak kotor) merupakan hal yang harus menjadi prioritas utama dalam memenuhi harapan pelanggan. Semakin tinggi bobot dari masing-masing atribut, maka semakin dibutuhkan atribut tersebut oleh pelanggan dalam memenuhi harapannya (Besterfield, 2003).
Menentukan interaksi antara harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal Pada tahap ini akan dijelaskan seberapa besar hubungan dan pengaruh antara harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal. Tahap ini sangat dibutuhkan untuk mengetahui sejauh mana ciri-ciri teknikal yang telah dibuat dapat memenuhi harapan pelanggan. Tahap ini akan membantu perusahaan dalam menghasilkan produk yang berkualitas tinggi sesuai harapan pelanggan. Interaksi ini ditandai menggunakan simbol-simbol yang memiliki arti berbeda dengan skala 1-3-9. Tseng (2011) mengemukakan bahwa hubungan antara harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal umumnya ditandai dengan lambang. Lambang yang digunakan biasanya memiliki tiga taraf, yaitu lemah, sedang dan kuat dengan skala 1-3-9. Pemberian simbol ini dilakukan berdasarkan tingkat kepentingan yang saling berpengaruh antara atribut harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal.
Menentukan normalisasi bobot (Normalized Raw Weight) Bobot dari masing-masing atribut yang telah dihitung perlu dinormalisasikan guna mempermudah dalam perhitungan selanjutnya (Besterfield, 2003). Atribut kebersihan produk (tidak kotor) memiliki nilai tertinggi, yaitu sebesar 0.069. Hal tersebut menunjukkan bahwa atribut kebersihan produk harus mendapatkan perhatian yang lebih dari perusahaan guna meningkatkan kualitas.
Nilai matriks interaksi harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal Interaksi antara harapan pelanggan dengan ciri-ciri teknikal menghasilkan nilai dari masing-masing atribut kepuasan pelanggan terhadap produk tersebut. Menurut Cohen (1995) dalam Dewi (2003), hasil perhitungan diperoleh dari hasil perkalian antara normalized raw weight (bobot normal) dengan numeric matriks relationship (nilai dari matriks hubungan atribut harapan pelanggan dan ciri-ciri teknikal). Nilai yang dihasilkan dari perhitungan ini digunakan sebagai urutan prioritas pada bobot respon teknis. Pada
Identifikasi ciri-ciri teknikal (Technical Features) Ciri-ciri teknikal didapatkan setelah melakukan wawancara dengan perusahaan, untuk memberikan solusi
5
akhirnya perusahaan dapat mengetahui atribut mana yang diprioritaskan terlebih dahulu dalam usaha meningkatkan kualitas produk tersebut. Perhitungan nilai matriks interaksi Customer Requirement to Technical Features menghasilkan nilai terbesar terdapat pada ciri teknikal keadaan mesin, yaitu sebesar 2.709. Hal tersebut menunjukkan bahwa keadaan mesin adalah prioritas tertinggi yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam memenuhi harapan pelanggan terhadap produk Sari Alang-alang Pesona.
memenuhi harapan pelanggan. Walden (2003) mengemukakan bahwa suatu perusahaan harus memprioritaskan respon teknis yang memiliki nilai prioritas tertinggi, serta memperhatikan masukan dari pelanggan jika ingin meningkatkan kepuasan pelanggan. Matriks HOQ Customer Requirements to Technical Features Matriks HOQ ini menjelaskan hal-hal yang menjadi kebutuhan atau harapan pelanggan terhadap produk dan bagaimana cara untuk memenuhinya. Matriks ini diperoleh berdasarkan penggabungan pengolahan data dari penentuan derajat kepentingan sampai dengan penentuan prioritas pengembangan ciri-ciri teknikal. Untuk mendapatkan hasil dari metode QFD yang lebih bagus dan spesifik, maka hasil dari matriks HOQ ini akan dikembangkan pada tahap matriks selanjutnya. Pada matriks HOQ level 1 ini dapat diketahui bahwa ciri teknikal dengan nilai prioritas tertinggi adalah keadaan mesin. Ciri teknikal keadaan mesin memiliki nilai prioritas tertinggi dibandingkan ciri-ciri teknikal yang lain, yaitu sebesar 14.723%. Faktor keadaan sangat berpengaruh terhadap kelancaran sebuah kegiatan produksi (Besterfield, 2003). Hal tersebut sudah tentu harus diperhatikan oleh perusahaan guna menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan pelanggan.
Hubungan antar ciri-ciri teknikal Tahap QFD selanjutnya adalah menentukan hubungan antar respon teknis yang satu dengan yang lain. Hubungan antar ciri-ciri teknikal perlu dibuat untung memetakan hubungan ketergantungan antar ciri teknikal (Adriantantri, 2008). Hasil hubungan antar respon teknis ditempatkan pada segitiga paling atas pada House of Quality. hubungan antar ciri-ciri teknikal dapat dilihat pada Gambar 1.
Matriks HOQ Level 2 (Technical Features to Applied Technologies) Macklin (2012) menjelaskan bahwa matriks HOQ level 2 adalah matriks lanjutan dari matriks HOQ level 1 yaitu Customer Requirements to Technical Features, yang menghasilkan output nilai prioritas ciri-ciri teknikal (Technical Features). Input matriks HOQ level 2 ini adalah output dari matriks HOQ level 1, yaitu nilai prioritas ciri-ciri teknikal berdasarkan kepentingan relatif.
Gambar 1. Hubungan antar ciri-ciri teknikal Prioritas ciri-ciri teknikal berdasarkan kepentingan relatif Perhitungan prioritas kebutuhan teknik berdasarkan kepentingan relatif diperoleh dari hasil bagi masing-masing nilai matriks interaksi dengan jumlah total nilai matriks interaksi dikalikan 100%. Hasil perhitungan tersebut dapat digunakan sebagai urutan prioritas ciri-ciri teknikal yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menghasilkan produk yang memenuhi harapan pelanggan. Keadaan mesin adalah prioritas utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Keadaan mesin memiliki nilai prioritas sebesar 14.723%, yang berarti ciri-ciri teknikal ini sangat berpengaruh dalam menghasilkan produk yang dapat
Identifikasi Teknologi Terapan (Applied Technologies) Teknologi terapan adalah gambaran bagaimana pihak perusahaan dalam menanggapi harapan dari pelanggan (Macklin, 2012). Dalam hal ini teknologi terapan berbentuk atribut-atribut yang bertujuan untuk membantu perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas baik. Adanya atribut-atribut tersebut diharapkan dapat mewujudkan harapan kedua belah pihak, yaitu perusahaan dan para pelanggannya. Adapun atribut-atribut tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 2. Teknologi Terapan (Applied Technologies) No. Teknologi Terapan (Applied Technologies) 1. Penerapan sistem pengendalian mutu bahan baku 2. Penerapan sistem pengendalian mutu bahan proses 3. Penerapan sistem pengendalian mutu produk akhir 4. Penjadwalan perbaikan dan perawatan mesin 5. Melakukan penelitian dan pengembangan 6. Penerapan sistem manajemen keluhan pelanggan 7. Penerapan sistem perubahan 4M (Manusia, Metode, Material dan Mesin) 8. Penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 9. Penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 10. Melakukan SSOP (Sanitation Standard Operating Procedures) 11. Pembuatan SOP (Standard Operating Procedures)
produk berkualitas tinggi sesuai harapan pelanggan. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa nilai interaksi tertinggi adalah pada penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 dengan nilai interaksi sebesar 485.706. Sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 sangat dibutuhkan guna menjamin produk Sari Alang-alang Pesona yang dihasilkan UKM R. Rovit ini aman untuk dikonsumsi pelanggan dan mempunyai kualitas yang sesuai dengan harapan pelanggan. Lestari (2006) mengemukakan bahwa sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 merupakan standar internasional yang memuat mengenai persyaratan-persyaratan yang wajib dipenuhi untuk menghasilkan produk berkualitas dan sekaligus aman dikonsumsi. Hubungan antar Applied Technologies Pada tahap ini dapat diketahui seberapa besar keterkaitan antara teknologi terapan yang satu dengan yang lain hingga menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan pelanggan. Keterkaitan antar teknologi terapan ini dapat dilihat pada Gambar2.
Menentukan interaksi antara Technical Features dengan Applied Technologies Pada tahap ini akan dihasilkan hubungan antara ciri-ciri teknikal dengan teknologi terapan yang saling berpengaruh satu sama lain, sehingga harapan pelanggan terpenuhi. Interaksi ini ditandai dengan menggunakan simbol-simbol. Pada teknologi terapan penerapan sistem pengendalian bahan baku berkolerasi positif (●) bernilai +9 dengan ciri-ciri teknikal pemilihan kualitas bahan baku serta penerapan sistem pengendalian mutu. Hal tersebut dikarenakan aspekaspek tersebut sangat berkaitan dan harus saling mendukung untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan pelanggan. Selain itu pada ciri teknikal pengecekan dokumen pembelian juga berkolerasi positif (○) bernilai +3 dengan teknologi terapan penerapan sistem pengendalian mutu bahan baku ini. Pengecekan dokumen akan membantu perusahaan dalam memastikan mutu bahan baku yang sesuai dengan kebutuhan produksi.
Gambar 2. Hubungan antar Applied Technologies Prioritas Teknologi Terapan berdasarkan kepentingan relatif Tahap perhitungan prioritas teknologi terapan berdasarkan kepentingan relatif ini dapat mempermudah pada proses selanjutnya, dalam hal ini adalah HOQ level 3. Dari perhitungan ini dapat diketahui prioritas teknologi terapan utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan dalam menghasilkan produk yang sesuai dengan harapan pelanggan. Penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 merupakan prioritas utama yang harus
Nilai interaksi antara Technical Features dengan Applied Technologies Pada tahap ini akan diketahui seberapa kuat hubungan antara ciri-ciri teknikal dengan teknologi terapan. Nilai interaksi tertinggi menandakan bahwa teknologi terapan tersebut harus mendapat perhatian yang lebih dari perusahaan. Pada akhirnya perusahaan dapat menghasilkan
7
Tabel 3. Proses Pemanufakturan (Manufacturing Process) No. Proses Pemanufakturan (Manufacturing Process) 1. Menyediakan proses produksi yang tepat 2. Seleksi sumber bahan baku (material) 3. Penerapan GMP (Good Manufacturing Practice) 4. Pengendalian ketidaksesuaian 5. Penyusunan HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) 6. Melakukan riset pasar 7. Melakukan eksperimen dengan produk baru 8. Sistem manajemen Pest Control 9. Sanitasi bahan baku, gedung, mesin dan peralatan serta pekerja 10. Melakukan PDCA (Plan, Do, Check, Action) 11. Membuat diagram alir proses
diperhatikan oleh perusahaan, yaitu dengan nilai prioritas sebesar 24.452%. Masduqi (2006) menjelaskan bahwa perusahaan wajib memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan guna menghasilkan produk yang aman dan berkualitas. Matriks HOQ Technical Features to Applied Technologies Pada matriks HOQ level 2 ini dapat diketahui bahwa teknologi terapan dengan nilai prioritas tertinggi adalah penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000. Teknologi terapan ini memiliki nilai prioritas tertinggi, yaitu sebesar 24.452%. Sebuah produk dikatakan layak apabila telah memenuhi standar-standar yang telah ditentukan (Masduqi, 2006). Oleh karena itu sangat perlu bagi perusahaan untuk menerapkan sistem manajemen yang akan membantu perusahaan dalam menjamin keamanan produknya.
Menentukan interaksi antara Applied Technologies to Manufacturing Process Interaksi yang terjadi antara teknologi terapan dengan proses pemanufakturan digambarkan melalui pemberian simbolsimbol. Sebagai contoh pada penerapan sistem pengendalian mutu proses terjadi kolerasi positif (●) bernilai +9 dengan proses pemanufakturan penerapan GMP. Pengendalian mutu proses membutuhkan GMP yang akan membantu mewujudkan harapan pelanggan terhadap produk yang dihasilkan, sehingga akan dihasilkan produk berkualitas tinggi yang aman untuk dikonsumsi. Lestari (2006) mengemukakan bahwa GMP berisi tentang cara-cara memproduksi makanan yang baik dan syarat-syarat higienis yang menjelaskan kondisi dasar dalam kegiatan produksi pangan.
Matriks HOQ Level 3 (Applied Technologies to Manufacturing Process) Matriks HOQ level 3 merupakan matriks yang digunakan untuk mengolah kembali uotput dari matriks HOQ level 2, sehingga output dari matriks HOQ level 2 adalah input pada matriks HOQ level 3 (Macklin, 2012). Output dari matriks HOQ level 2 adalah nilai prioritas dan urutan prioritas teknologi terapan seperti yang dapat dilihat pada Tabel 4.16. matriks HOQ level 3 ini akan menghasilkan output proses pemanufakturan (Manufacturing Process), sehingga akan diketahui variabel-variabel dalam proses pemanufakturan yang berperan penting dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi yang sesuai dengan harapan pelanggan.
Nilai interaksi antara Applied Technologies dengan Manufacturing Process Pada tahap ini dihasilkan nilai interaksi yang menggambarkan tingkat keterkaitan antara teknologi terapan dengan proses pemanufakturan. nilai interaksi tertinggi adalah pada proses pemanufakturan penyusunan HACCP, yaitu sebesar 732.030. Adanya HACCP akan membantu perusahaan dalam mengetahui titik-titik yang dianggap kritis atau penentu kualitas produk yang dihasilkan. HACCP juga akan membantu perusahaan dalam mengevaluasi prosedur proses produksi yang sudah diterapkan, sehingga dapat mencegah atau mengurangi bahaya yang timbul pada produk yang dihasilkan. Masduqi (2006) mengemukakan bahwa HACCP mempunyai tujuan khusus yaitu mengevaluasi, memperbaiki cara produksi makanan, memantau dan mengevaluasi pengolahan dan sanitasi.
Identifikasi proses pemanufakturan (Manufacturing Process) Proses pemanufakturan digunakan untuk mempermudah perusahaan dalam memenuhi harapan pelanggan. Adanya proses pemanufakturan ini akan membantu perusahaan dalam menemukan solusi guna mewujudkan harapan pelanggan atas produk Sari Alang-alang Pesona yang dihasilkan. Proses pemanufakturan ini didapatkan setelah pada tahap sebelumnya dihasilkan ciri-ciri teknikal pada matriks HOQ level 1 serta teknologi terapan pada matriks HOQ level 2 (Macklin, 2012). Proses pemanufakturan dapat dilihat pada Tabel 3.
8
perusahaan dalam menghasilkan produk berkualitas tinggi yang sesuai dengan harapan pelanggan. Matriks HOQ level 3 ini adalah tahap terakhir pada penelitian ini. Dari matriks tersebut dapat diketahui bahwa proses pemanufakturan penyusunan HACCP merupakan prioritas utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan. Proses pemanufakturan penyusunan HACCP memiliki nilai prioritas tertinggi dibandingkan proses pemanufakturan yang lain, yaitu sebesar 19.454%. Penyusunan HACCP akan membantu perusahaan dalam mengevaluasi dan mengontrol suatu kegiatan produksi (Masduqi, 2006).
Hubungan antar Manufacturing Process Hubungan yang terjadi di antara proses pemanufakturan dapat dilihat pada Gambar 3. Proses pemanufakturan menyediakan proses produksi yang tepat berkolerasi positif (●) bernilai +9 dengan penerapan GMP dan penyusunan HACCP. Selain itu pada seleksi sumber bahan baku juga berkolerasi positif (●) bernilai +9 dengan sistem manajemen pest control serta sanitasi bahan baku, gedung, pekerja, mesin dan peralatan. Hal tersebut sangat erat kaitannya dalam menjaga kualitas bahan baku, sehingga produk yang dihasilkan dapat sesuai dengan harapan pelanggan.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil analisis kepuasan pelanggan terhadap produk Sari Alangalang Pesona dengan menggunakan metode Quality Function Deployment (QFD) studi kasus di UKM R. Rovit Kota Wisata Batu Jawa Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Rata-rata kepuasan pelanggan produk Sari Alang-alang Pesona adalah 4.115 (memuaskan), atribut jumlah barang sesuai dengan pesanan memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 4.50 (sangat memuaskan) dan atribut kekuatan kemasan (tidak rusak saat diterima) memiliki nilai terendah yaitu 3.34 (cukup memuaskan) 2. Urutan prioritas tertinggi pada ciri-ciri teknikal adalah keadaan mesin dengan nilai 14.723 %, sedangkan untuk urutan prioritas tertinggi pada teknologi terapan adalah penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 yang bernilai 24.452%. Selain itu pada proses pemanufakturan, prioritas tertinggi terdapat pada penyusunan HACCP dengan nilai 19.454%. Dari ketiga solusi yang ditawarkan dengan melihat nilai prioritas tertinggi, maka urutan prioritas solusi yang ditawarkan pertama adalah teknologi terapan, urutan kedua adalah proses pemanufakturan dan pada urutan ketiga adalah ciri-ciri teknikal. 3. Usulan strategi UKM dalam menanggapi harapan pelanggan tersebut adalah mempelajari dan mempersiapkan persyaratanpersyaratan dalam menerapkan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 sesuai pedoman yang telah diterbitkan oleh badan sertifikasi yang berwenang. Disamping itu UKM juga diharapkan dapat mempersiapkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
Gambar 3. Hubungan antar Manufacturing Process Prioritas proses pemanufakturan berdasarkan kepentingan relatif Nilai prioritas proses pemanufakturan berdasarkan kepentingan relatif ini memberi gambaran kepada perusahaan perihal urutan prioritas proses pemanufakturan yang harus mendapatkan perhatian lebih dari perusahaan. Penyusunan HACCP merupakan prioritas utama yang harus diperhatikan oleh perusahaan, yaitu dengan nilai prioritas sebesar 19.454%. Masduqi (2006) menjelaskan bahwa penyusunan HACCP sangat diperlukan guna mengendalikan mutu, keamanan dan ketahanan suatu produk pangan. Matriks HOQ Applied Technologies to Manufacturing Process Matriks HOQ level 3 ini menjelaskan mengenai hubungan antara teknologi terapan dengan proses pemanufakturan. Selain itu juga dapat diketahui nilai dan urutan prioritas dari proses pemanufakturan yang harus mendapat perhatian lebih dari perusahaan. Hal tersebut akan membantu
9
Motor Honda Karisma 125D. Tugas Akhir. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam-Universitas Negeri Semarang. Semarang. Hal. 33.
penyusunan HACCP. UKM juga diharapkan dapat menjaga performa dan kondisi mesin serta peralatan produksi, sehingga dihasilkan produk yang sesuai harapan pelanggan dan kepercayaan pelanggan tetap terjaga.
Julianti. 2006. Buku Ajar Teknologi Pengemasan. Departemen Teknologi Pertanian. Sumatera Utara. Hal. 23-29.
Saran Diharapkan adanya tindak lanjut dari perusahaan dalam menanggapi hasil dari penelitian ini. Selain itu diharapkan adanya penelitian selanjutnya yang akan membahas lebih rinci mengenai teknologi yang diterapkan oleh perusahaan dalam memenuhi harapan pelanggan. Dalam hal ini teknologi yang diterapkan adalah penerapan sistem manajemen keamanan pangan ISO 22000 karena memiliki nilai prioritas tertinggi.
Latif, A.H. 2007. Challenges of Managing Information Quality in Service Organizations. Idea Group Inc. USA. Hal. 26-50. Lestari. 2006. Keamanan dan Ketahanan Pangan. UGM. Yogyakarta. Hal. 5675. Macklin, B. 2012. Quality function Deployment. International Journal. 7(1) 8-19.
DAFTAR PUSTAKA
Masduqi, A. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Jurnal Industri Pangan. Surabaya. 4(4): 151-156.
Adriantantri, E. 2008. Aplikasi Metode Quality Function Deployment (QFD) dalam Usaha Memenuhi Kepuasan Pelanggan terhadap Produk Aqua Gelas 240mL pada PT. Tirta Investama Pandaan. Prosiding Seminar Nasional Teknoin 2008 Bidang Teknik Industri. Yogyakarta. Hal. 17-56.
Nasution, A. H. 2006. Manajemen Industri. Andi. Yogyakarta. Hal. 27. Susiani. 2008. Kualitas Produk. Nirmana. Surabaya. 2(1): 92-103. Tseng, C. 2011. Prioritization Determination of Project Taks in QFD Process Using Design Structure Matrix. Journal Quality. Yunlin. 18(2): 19-35.
Adriyan, GP. 2012. House of Quality (HOQ). Departemen Perindustrian. Jakarta. Hal. 74-75 Anonymous. 2007. Ketahanan Kemasan. Direktorat Jenderal Industri Kecil Menengah Departemen Perindustrian. Jakarta.
Walden, J. 2003. Performance Axcellence: a QFD Approach. The International Journal of Quality and Reliability Management. 2(1): 123133.
Assauri, S. 2004. Manajemen Pemasaran. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal. 28.
Widodo, S. 2007. Metode QFD Sebagai Dasar Analisis Peningkatan Mutu Pelayanan di Ruang Rawat Inap RSI Darus Syifa’ Surabaya. Jurnal ADM. Kebijak. Kesehatan. Surabaya. 5(2): 95-103.
Besterfield, D, H; Carol, B; Michna Glen H, B; Mary, B; and Sacre. 2003. Total Quality Management. Pearson Education. Inc. upper Saddle River. New Jersey. Hal. 318-344. Dewi,
C. 2003. Penerapan Simultan Engineering pada Pengembangan Konsep Produk yang Berorientasi pada Perbaikan QFD. Jurnal Teknologi Industri. Yogyakarta. 7(3): 155-164.
Hariyadi, P. 2006. Mutu dan Ingridien Pangan. Editorial Food Review Indonesia. Bogor. 1(5): 1-9. Hasanah. 2007. Konsep Quality Function Deployment (QFD) dalam Meningkatkan Kualitas dan Mengembangkan Produk Sepeda
10