ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI

Download Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu di. Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten .... Dengan ini saya menyatakan...

0 downloads 372 Views 1MB Size
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati)

SKRIPSI

ANITA KARTIKANINGSIH H34066018

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

RINGKASAN ANITA KARTIKANINGSIH. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati). Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan LUKMAN M. BAGA). Sejarah pengusahaan tanaman tebu dilaksanakan oleh pabrik gula dengan cara menyewa lahan milik petani untuk ditanami tebu. Seiring berjalannya waktu kebijakan mengenai tebu berubah-ubah. Tetapi pada umumnya kebijakan yang dimaksud bertujuan untuk mensejahterakan petani tebu sekaligus memenuhi konsumsi gula dalam negeri. Pengembangan luas areal tanaman tebu masih perlu ditingkatkan lagi untuk meningkatkan produksi gula, menyusul tingginya permintaan gula dalam negeri. Mengatasi kondisi tersebut, memberi motivasi kepada para petani tebu agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu sangat diperlukan mengingat adanya peluang bertambahnya luas lahan tebu. Upaya yang dilakukan tidak cukup hanya dari usaha-usaha pokok atau teknis saja. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kebijakan menyangkut kelembagaan petani, karena kelembagaan yang memerlukan tindakan bersama atau kesadaran bersama suatu masyarakat justru mempunyai kekuatan yang lebih besar dari pada dorongan atau motivasi perorangan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) mengetahui tingkat motivasi yang dimiliki petani dalam berusahatani tebu, (2) mengetahui faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu, (3) menganalisis upaya-upaya kelembagaan guna mendukung motivasi petani berusahatani tebu. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Pati dengan responden petani tebu wilayah kerja Pabrik Gula (PG) Trangkil. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Metode pengambilan sampel dengan cara simple random sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan kuantitatif. Lembaga yang diduga berpengaruh terhadap motivasi petani berusahatani tebu yaitu lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, serta lembaga penelitian dan pengembangan. Penelitian ini menggunakan Factor Analysis yang dilanjutkan dengan Analisis Jalur. Metode ini dianalisis dengan bantuan program SPSS versi 13. Berdasarkan hasil wawancara responden bahwa petani tebu termotivasi untuk berusahatani tebu (41,71%). Analisis deskriptif mengenai sebaran persepsi responden terhadap faktor kelembagaan adalah cukup memuaskan. Kondisi tersebut berbeda dengan lembaga penelitian dan pengembangan persepsi responden menjelaskan bahwa lembaga tersebut tidak memuaskan yaitu sebesar 32 persen. Hasil dari pengujian Analisis faktor menghasilkan bahwa variabel yang mempengaruhi motivasi berusahatani tebu adalah variabel lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil. Variabel yang mempunyai nilai communality yang paling besar adalah lembaga pelayanan dengan nilai communality 0,960. Hal ini berarti lembaga pelayanan

mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor yang terbentuk, yaitu Lembaga yang bersifat memfasilitasi usahatani tebu (96%). Hasil analisis jalur didapat bahwa variabel yang paling besar berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu adalah lembaga pengolahan dan bagi hasil. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar 4,069 > t tabel sebesar 2,000 yang berarti ada hubungan linier antara lembaga pelayanan dan motivasi berusahatani tebu. Besarnya pengaruh lembaga pengolahan dan bagi hasil terhadap motivasi tersebut sebesar 0,701 atau 70,1 %. Variabel kedua yang berpengaruh terhadap motivasi petani adalah lembaga pelayanan. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar 2,938 > t tabel sebesar 2,000 yang berarti ada hubungan linier antara lembaga pelayanan dan motivasi berusahatani tebu. Besarnya pengaruh pelayanan terhadap motivasi tersebut sebesar 0,664 atau 66,4%. Lembaga penunjang (–10,7%) dan penyuluhan (35,1%) kurang berpengaruh dan tidak signifikan. Rekomendasi alternatif yang perlu dilakukan untuk meningkatkan motivasi berusahatani tebu untuk mendukung peningkatan produktifitas yaitu : Pabrik gula selaku penjamin kredit sebaiknya bekerjasama dengan pihak pendanaan baik itu bank atau dana pemerintah, memberikan layanan bantuan tenaga tebang, dan penentuan rendemen tebu sebaiknya dilakukan secara transparan kepada petani. Upaya yang dilakukan yaitu melalui badan independen pengawasan transparansi perhitungan rendemen yang terdiri dari perwakilan petani, pabrik gula dan APTR. Hal yang harus dilakukan lembaga pelayanan yaitu dana talangan yang diberikan kepada petani sebaiknya dilakukan secara bergilir bukan berdasarkan criteria, sebaiknya koperasi membuat penambahan gudang untuk penyimpanan pupuk terutama pupuk ZA, dan melakukan kerjasama dengan pihak pendanaan terkait pengadaan sarana jasa traktor yang masih kurang. Penyuluhan dan pembinaan sebaiknya dilakukan dengan cara terarah pada kelompok kecil sehingga informasi lebih bisa disampaikan dengan baik. Untuk memperbaiki mutu sumber bibit, lembaga ini didorong untuk menyelenggarakan pembenihan sendiri.

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MOTIVASI PETANI DALAM BERUSAHATANI TEBU (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati)

ANITA KARTIKANINGSIH H34066018

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

Judul Skripsi

: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu (Studi kasus: Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati)

Nama

: Anita Kartikaningsih

NRP

: H34066018

Diketahui, Pembimbing

Ir. Lukman M. Baga MA. Ec NIP. 131 846 873

Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, Ms NIP. 131 415 082

Tanggal Lulus :

PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009

Anita Kartikaningsih H34066018

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 23 Agustus 1984. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak H. Djam’an Djasmani dan Ibu Hj. Siti Mutma’inah. Penulis mengawali pendidikan formalnya di TK Pertiwi Melati Bumiharjo pada tahun 1989-1991. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN II Bumiharjo pada tahun 1997 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2000 di SLTPN I Winong. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMUN 3 Pati diselesaikan pada tahun 2003. Penulis diterima pada program Diploma Manajemen Bisnis dan Koperasi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2003. Penulis melanjutkan pendidikan pada program Sarjana pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2006. Tahun 2008 pada semester akhir perkuliahan, penulis menikah dengan Khoirul Anwar lulusan dari Sarjana Peternakan IPB. Penulis sangat bahagia dapat menyelesaikan pendidikan formalnya pada Perguruan Tinggi di IPB ini.

KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani Dalam berusahatani Tebu (Studi Kasus : Petani Tebu di Wilayah Kerja PG Trangkil, Kabupaten Pati)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui tingkat motivasi, faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi motivasi, dan menganalisis upaya-upaya kelembagaan guna mendukung motivasi petani berusahatani tebu. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun kearah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, April 2009 Anita Kartikaningsih

UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Lukman M. Baga, MA. Ec selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi. 2. Dr. Ir Suharno, MAdev selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji mewakili komisi akademik dan seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis. 4. Orang tua, mertua, dan keluarga untuk setiap doa yang diberikan. Suami tersayang (Khoirul Anwar, SPt) untuk setiap cinta kasih, motivasi, dan kesabarannya. Semoga ini bisa menjadi persembahan terbaik. 5. Petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil serta semua pengurus kelembagaan petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil, terimakasih atas waktu dan informasi yang diberikan. 6. Teman-teman sebimbingan (Fadli, Mira, Rudi, Erni, Acnes, dan lainnya) atas kebersamaan, kerjasama, dan bantuan selama bimbingan skripsi. 7. Teman-teman seperjuangan (Imam, Winwork, Pimen, Lisda, Yeni, Putri dan Candra) atas bantuan serta masukannya. Mbak Dewi atas kesediaannya mengedit draf skripsi. 8. Teman-teman Agribisnis penyelenggaraan khusus Angkatan 1 atas semangat dan sharing selama penyusunan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, April 2009 Anita Kartikaningsih

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .................................................................................

iii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

vi

I

PENDAHULUAN ...................................................................... 1.1. Latar Belakang ...................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................ 1.5. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................

1 1 4 7 7 7

II

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................. 2.1. Tanaman Tebu ...................................................................... 2.2. Budidaya Tanaman Tebu ...................................................... 2.2.1 Budidaya Tanaman Tebu Untuk Tanaman Pertama ...... 2.2.2 Penggarapan Keprasan Tebu Rakyat ............................ 2.2.3 Usahatani Tebu ............................................................ 2.3. Petani Tebu ........................................................................... 2.4. Industri gula .......................................................................... 2.5. Manajemen Perdagangan gula Indonesia ............................... 2.6. Motivasi ................................................................................ 2.6.1 Pengertian Motivasi ..................................................... 2.6.2 Teori-Teori Motivasi .................................................... 2.6.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Motivasi Petani .... 2.7. Kelembagaan ........................................................................ 2.8. Penelitian terdahulu .............................................................. 2.9. Hipotesis Penelitian ..............................................................

8 8 9 9 12 13 15 16 17 19 19 20 23 24 25 27

III

KERANGKA PEMIKIRAN ..................................................... 3.1. Kerangka Pemikiran Operasional ..........................................

28 28

IV

METODE PENELITIAN .......................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................. 4.2. Metode Pengambilan Sampel ................................................ 4.3. Jenis dan Sumber Data .......................................................... 4.4. Metode Pengumpulan Data ................................................... 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................. 4.5.1 Tingkat Motivasi ........................................................ 4.5.2 Analisis Deskriptif ...................................................... 4.5.3 Analisis Data .............................................................. 4.5.4 Analisis Jalur .............................................................. 4.6. Definisi Operasional .............................................................

31 31 31 31 32 32 32 32 33 33 34

V

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN...................... 5.1. Kondisi Wilayah ................................................................... 5.2. Karakteristik Responden .......................................................

36 36 37

5.2.1 5.2.2 5.2.3 5.2.4 5.2.5 5.2.6 5.2.7

Umur .......................................................................... Tingkat Pendidikan ..................................................... Jumlah Kebutuhan ...................................................... Pengalaman Berusahatani tebu ................................... jumlah Tanggungan Keluarga Petani ........................... Penguasaan Luas Lahan Petani .................................... Pendapatan Petani .......................................................

37 37 38 39 39 40 40

VI

HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1. Kondisi Motivasi Berusahatani Tebu ..................................... 6.2. Dimensi Motivasi Berusahatani Tebu .................................... 6.2.1 Lembaga Pelayanan .................................................... 6.2.2 Lembaga Penunjang .................................................... 6.2.3 Lembaga Penyuluhan .................................................. 6.2.4 Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil .......................... 6.2.5 Lembaga Penelitian dan Pengembangan ..................... 6.3. Analisis Dimensi Motivasi Berusahatani Tebu ...................... 6.4. Analisis Jalur ........................................................................ 6.5. Rekomendasi Alternatif ......................................................... 6.6. Upaya Meningkatkan Transparasi Perhitungan Rendemen .....

42 42 43 44 46 47 48 50 50 55 57 61

VII

KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 7.1. Kesimpulan ........................................................................... 7.2. Saran .....................................................................................

63 63 64

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................

65

LAMPIRAN ..........................................................................................

67

ii

DAFTAR TABEL Nomor 1.

Halaman Luasan Lahan, Produksi Tebu Rakyat, Rendemen dan Produktivitas yang Dihasilkan di PG.Trangkil Tahun 1994-2007..........................................................................

4

2.

Jenis Lahan, Rendemen, dan Hasil Hablur Rata-Rata ....................

9

3.

Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu ......................

26

4.

Sebaran Umur Responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil Tahun 2008 .............................................................

37

Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Petani Tebu Wilayah kerja PG Trangkil Tahun 2008 ..............................................................

38

Sebaran Jumlah Kebutuhan responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil Tahun 2008 .............................................................

38

Sebaran Pengalaman Berusahatani Tebu Responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil Tahun 2008 .......................................

39

Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Tahun 2008 ...................................................................

40

Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penguasaan Luas Lahan Tebu Tahun 2008 ...............................................................

40

10. Rata-Rata Kontribusi Pendapatan Usahatani Tebu Terhadap Pendapatan Petani Responden di Wilayah Kerja PG Trangkil Tahun 2008 .................................................................................

41

11. Sebaran Motivasi Berusahatani responden ....................................

43

12. Sebaran Peran Lembaga Pelayanan Menurut responden Petani Tebu ..................................................................................

45

13. Sebaran Peran Lembaga Penunjang Menurut Responden Petani Tebu ..................................................................................

46

14. Sebaran Peran Lembaga Penyuluhan Menurut Responden Petani Tebu ..................................................................................

48

15. Sebaran Peran Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Menurut Responden Petani Tebu ................................................................

49

16. Sebaran Peran Lembaga Penelitian dan Pengembangan Menurut Responden Petani tebu ..................................................................

50

17. Nilai Communality Variabel Kelembagaan Petani Tebu ................

52

18. Jumlah Faktor Yang Didapat Dalam Meringkas Variabel Kelembagaan Petani Tebu (Total Variance Explained) .................

54

5. 6. 7. 8. 9.

iii

19. Komponen Variabel Kelembagaan Petani Tebu terhadap Faktor Fasilitas Produksi dan Hasil (Component Matrix) .............

55

20. Uji Model Regresi Kelembagaan Dengan Motivasi Petani Berusahatani Tebu (Anova b) .......................................................

56

21. Pengaruh Kelembagaan Secara Parsial Terhadap Motivasi Berusahatani Tebu (Coefficients a) ..............................................

56

iv

DAFTAR GAMBAR Nomor 1.

Halaman Luas Lahan Pertanian Tebu dan Jumlah Tebu yang Dihasilkan di Indonesia Tahun 1995-2007...... ................................................

2

2.

Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow ...........................................

29

3.

Kerangka Pemikiran Operasional .................................................

26

4.

Faktor Yang Terbentuk Dalam Meringkas Variabel Kelembagaan Petani Tebu (Scree Plot) .........................................

54

Skema Hasil Analisis ...................................................................

58

5.

v

DAFTAR LAMPIRAN Nomor

Halaman

1.

Faktor Analysis I ..........................................................................

67

2.

Faktor Analysis II ........................................................................

68

3.

Regression ...................................................................................

69

4.

Kuesioner Penelitian ....................................................................

70

vi

I PENDAHULUAN 1.1.

Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman

sumberdaya alam, salah satunya adalah dalam bidang perkebunan.

Hal ini

menjadikan subsektor perkebunan di Indonesia menjadi berkembang dan memiliki keterkaitan secara langsung dengan aspek ekonomi, sosial dan ekologi. Pada aspek ekonomi, subsektor perkebunan berperan sebagai sumber devisa negara, sumber ekonomi wilayah serta sebagai sumber pendapatan masyarakat. Pada aspek sosial, subsektor perkebunan mampu menyerap tenaga kerja yang besar baik sebagai petani maupun tenaga kerja. Sedangkan pada aspek ekologi, dengan sifat tanaman berupa pohon, subsektor perkebunan dapat mendukung kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup, seperti sumberdaya air, penyedia oksigen, dan mengurangi degradasi lahan (Hafsah, 2002). Subsektor perkebunan memiliki karakteristik tanaman yang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu tanaman semusim dan tanaman tahunan. Tanaman semusim merupakan tanaman yang hanya bisa dipanen satu kali dengan siklus hidup satu tahun sekali, misalnya tebu, kapas, dan tembakau. Sementara tanaman tahunan membutuhkan waktu yang panjang untuk berproduksi, bahkan dapat menghasilkan sampai puluhan tahun dan bisa dipanen lebih dari satu kali, misalnya kelapa sawit, karet, kakao, cengkeh, kopi dan lada (Tim Penulis PS, 2008). Tebu (Saccharum Officanarum L) merupakan tanaman perkebunan semusim yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain (Tim Penulis PS, 2008). Tanaman tebu merupakan tanaman perkebunan semusim yang dianggap lebih mudah dikembangkan (Amin, 1996). Zat Gula yang terdapat pada tebu tersebut dapat dijadikan sebagai bahan baku dalam industri gula.

Peningkatan produksi gula dalam negeri berarti

mengurangi ketergantungan terhadap impor gula. Tanaman tebu memiliki luas areal lahan berfluktuasi dari tahun ke tahun. Kondisi tersebut berlangsung seiring dengan diterapkannya berbagai kebijakan

mengenai tanaman tebu. Lebih lengkapnya mengenai perkembangan luas areal tanaman tebu dan jumlah tebu yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Luas Lahan Pertanian Tebu dan Jumlah Tebu yang Dihasilkan di Indonesia Tahun 1995-2007 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2008 (diolah)

Tahun 1975 sistem pertebuan mengalami perubahan dari sistem sewa menjadi TRI (Tebu Rakyat Intensifikasi).

Berdasarkan penetapan kebijakan

pemerintah dalam inpres No. 9 tahun 1975 pada 22 April 1975 ditentukan bahwa tebu harus ditanam oleh petani sendiri diatas lahannya masing-masing. Pabrik gula tidak dibenarkan lagi untuk menanam tebu sendiri dengan cara menyewa lahan petani.

Tetapi diwajibkan memberi bimbingan kepada petani dalam

mengenal dan menerapkan teknologi budidaya tebu, berperan sebagai pemimpin kerja di lapang, dan menerima serta menggiling tebu petani menjadi gula kemudian dilakukan bagi hasil (Susanto, 1990). Perubahan sistem sewa ke sistem TRI diantaranya yaitu (Susanto, 1990): 1) Adanya perubahan hubungan antara petani tebu dengan pabrik gula yang semula hanya lahannya yang dibutuhkan tetapi setelah TRI lahan dan tenaga petani yang dibutuhkan; 2) Terbentuknya kelompok tani setahun setelah dilaksanakannya TRI. Pelaksanaan program TRI melibatkan beberapa pihak yang berfungsi sebagai

koordinasi,

perencana,

pengendali,

pelayanan,

pembinaan

dan

2

pengawasan yaitu kelompok tani, Pabrik Gula (PG), Satpel bimas, KUD, BRI, dan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI). Pemerintah berperan dalam pengaturan harga dasar gula yang diatur oleh Surat Keputusan Menteri Keuangan. Sementara melalui SK Menperindag dan Koperasi Nomor 122/KP/III/1981 Badan Urusan Logistik (BULOG) ditetapkan sebagai pembeli tunggal atas seluruh produksi gula dalam negeri, dan sekaligus importir tunggal gula (Susanto, 1990). Program TRI dirasa kurang berjalan dengan baik karena harga gula sering jatuh dari harga pasarannya, sehingga harga yang semula dipertahankan oleh Bulog menjadi turun dari tahun 1998 sebesar Rp 3.000,00/kg menjadi Rp 2.600,00/kg pada tahun 1999. Adanya penurunan harga ini petani tebu tidak dapat menutupi biaya produksi yang berakibat menurunnya motivasi petani untuk menanam tebu yaitu luas lahan tebu menurun dari tahun 1998 ke tahun 1999 (Gambar 1). Hal lain yang terjadi adalah produktivitas turun dan pabrik gula tidak terpenuhi bahan bakunya (Wirasanti, 2008). Menurunnya keinginan petani untuk menanam tebu juga disebabkan karena petani kurang merasa memiliki tanaman tebunya. Sebab pada program TRI petani hanya menyerahkan lahan miliknya pada ketua kelompok yang selanjutnya mengelola lahan kelompok tersebut. Sebagian petani masih lebih suka menyewakan lahan sawahnya kepada orang lain atau pabrik gula (Susanto, 1990). Keinginan petani untuk menanam tebu berangsur-angsur mulai meningkat. Hal ini dapat dilihat dengan meningkatnya luas areal tebu secara bertahap pada tahun 2003 (Gambar 1). Kondisi tersebut seiring dengan diterapkannya peraturan budidaya tebu yang memberikan kebebasan kepada petani untuk menanam produk pertanian sesuai dengan prospek pasar. Pengembangan luas areal tanaman tebu masih perlu ditingkatkan guna peningkatan produksi gula dan semakin tingginya permintaan gula dalam negeri. Kebutuhan gula domestik saat ini diperkirakan mencapai 4,85 juta ton atau lebih, sementara itu produksi gula tebu di Indonesia pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 2,40 juta ton atau lebih tinggi dari prediksi Dewan Gula Indonesia (DGI) sebelumnya yaitu sebesar 2,35 juta ton (Arifin, 2008). Sehingga terdapat 3

defisit 2,45 juta ton atau setara 50,5 persen kebutuhan gula domestik yang belum bisa dipenuhi, dan mungkin akan dipenuhi dari impor. Peningkatan luas areal tanaman tebu dapat diwujudkan dengan peran serta semua pihak termasuk petani. Petani sebagai pelaku utama perlu diikutsertakan dalam peran ini.

Sedangkan kesediaan petani menanam tebu yang intensif

tergantung pada motivasi yang dimiliki. 1.2.

Perumusan Masalah Luas areal tanaman tebu di Jawa Tengah pada tahun 2007 telah mengalami

peningkatan berkisar antara 7-10 persen menjadi 62.500 hektar, meliputi daerah operasi PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PT. Kebon Agung dan PT. Rajawali Nusantara Indonesia (Disbun, 2007).

Kabupaten Pati merupakan

wilayah dimana terdapat tiga pabrik gula yang berdekatan, yaitu PG Rendeng, PG Trangkil (PG TK) dan PG Pakis Baru. Pabrik gula Trangkil merupakan salah satu pabrik milik PT. Kebon Agung yang cukup aktif. Kapasitas produksi tebu yang dihasilkan PG Trangkil mencapai 42.500 kwintal per hari pada tahun 2007. Luasan lahan, produksi tebu, rendemen dan produktivitas yang dihasilkan PG Trangkil dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

1.

Luasan Lahan, Produksi Tebu Rakyat, Rendemen dan Produktivitas yang Dihasilkan di PG Trangkil Tahun 1994-2007 Rendemen Produktivitas Luas areal Tebu di giling (ton) (%) (ton/ha) (ha) 7.813,30 551.531,10 8,05 70,59 7.643,90 501.530,30 6,88 65,61 8.071,20 522.964,50 7,49 64,79 6.401,60 431.475,70 7,13 67,40 8.090,06 472.426,70 4,58 58,40 5.380,46 281.746,70 5,34 52,36 5.990,68 375.855,10 5,42 62,74 7.168,42 416.159,90 5,15 58,05 8.332,06 485.143,80 5,23 58,23 6.645,97 367.892,40 6,21 55,36 7.856,84 496.122,30 6,35 63,15 10.266,63 626.582,70 6,26 61,03 9.010,04 640.713,80 6,43 71,11 11.543,79 757.254,50 6,53 65,60

Sumber : PG Trangkil, 2008 (diolah)

4

Luas areal tanam tebu di wilayah kerja PG Trangkil mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1994-2000 luas areal tanam tebu cenderung mengalami penurunan sebesar 1.822,62 ha yaitu dari 7.813,3 ha pada tahun 1994 menjadi 5.990,68 ha pada tahun 2000.

Hal ini dipengaruhi oleh berbagai

perubahan kebijakan seperti TRI. Penurunan secara tajam terjadi setelah dibubarkannya TRI pada tahun 1998 (Inpres No 5 tahun 1998). Hal ini disebabkan karena turunnya rendemen yaitu dari 8,05 persen menjadi sekitar lima persen.

Wirasanti (2008)

menambahkan bahwa penurunan motivasi berusahatani tebu tersebut selain disebabkan karena faktor rendemen, juga disebabkan karena waktu angkut, tebang dan waktu giling. Keinginan petani di wilayah PG Trangkil untuk menanam tebu pada tahun 2000-2007 berangsur-angsur meningkat. Hal ini terlihat pada luas areal tanam tebu yang mengalami peningkatan sebesar 5.553,11 ha yaitu dari 5.990,68 ha pada tahun 2000 menjadi 11.543,79 ha pada tahun 2007.

Peningkatan kegairahan

petani (motivasi berusahatani) mungkin disebabkan karena perubahan kebijakan, harga, sistem kerjasama, dan adanya kelembagaan atau yang lainnya. Hal ini juga didukung dengan adanya peningkatan produksi tebu dan rendemen pada Tabel 1. Produktivitas belum menunjukkan hal yang sama dengan peningkatan luas lahan bahkan cenderung turun. Pada tahun 2007 produktivitas turun sebesar 5,51 ton per hektar dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Penurunan produktivitas yang terus menerus dikhawatirkan tidak akan mampu membantu terpenuhinya kebutuhan akan konsumsi gula dalam negeri.

Penurunan produktivitas bisa

berdampak kepada petani, dan pada akhirnya kegairahan petani untuk menanam tebu akan menurun lagi dalam bertani tebu. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemberian motivasi kepada para petani tebu agar terus berusaha meningkatkan produktivitas tanaman tebu menjadi sangat penting dan sangat diperlukan mengingat adanya peluang bertambahnya luas lahan tebu. Secara teknis upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi hal tersebut antara lain melalui : (1) intensifikasi yaitu peningkatan produksi pertanian melalui penggunaan teknologi tepat guna antara lain dengan meningkatkan sarana dan prasarana produksi seperti penggunaan bibit unggul, pupuk, obat-obatan dan 5

sebagainya; (2) ekstensifikasi yaitu perluasan areal panen; (3) diversifikasi yaitu penganekaragaman dalam usahatani ; dan (4) rehabilitasi, yaitu peremajaan atau penggantian tanaman yang sudah tidak produktif dengan bibit tanaman baru. Mubyarto (1994) menambahkan bahwa tidak cukup hanya dari usahausaha pokok saja. Hal lain yang perlu diperhatikan yaitu kebijakan menyangkut kelembagaan petani, karena kelembagaan yang memerlukan tindakan bersama atau kesadaran bersama suatu masyarakat justru mempunyai kekuatan yang lebih besar daripada dorongan atau motivasi perorangan.

Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa untuk meningkatkan hasil pertanian yang berujung pada kesejahteraan petani, disamping syarat teknis juga diperlukan syarat institusional atau kelembagaan untuk memotivasi petani dalam peningkatan produktivitas sehingga mencapai sasaran pembangunan pertanian secara maksimal. Petani di wilayah kerja PG Trangkil terdapat kelembagaan-kelembagaan yang berperan untuk pertanian tebu.

Kelembagaan tersebut meliputi APTRI,

koperasi petani tebu (Koperasi Serba Usaha Tebu Mandiri), Pabrik gula (PG Trangkil), dan dinas terkait (pemerintah). Sejak tahun 2000 petani membentuk suatu kelompok dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang telah mampu meningkatkan semangat petani untuk mengembangkan agribisnis berbasis tebu. Meningkatnya posisi tawar petani gula terhadap pabrik gula dan pedagang/distributor gula, telah mampu meningkatkan harga gula di dalam negeri pada tingkat yang mampu memberikan insentif bagi produsen gula. Berdasarkan uraian-uraian di atas bahwa kegairahan (motivasi) petani untuk berusahatani tebu bisa berubah-ubah.

Hal ini dipengaruhi oleh faktor

internal dari individu sendiri maupun faktor dari lingkungan luar seperti kelembagaan, maka permasalahan yang ingin dibahas dalam penelitian ini adalah : 1) Bagaimana motivasi petani dalam berusahatani tebu ? 2) Faktor-faktor kelembagaan apa saja yang mempengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu ? 3) Upaya apa saja yang harus dilakukan melalui adanya kelembagaan agar dapat terus mendukung motivasi petani dalam berusahatani tebu?

6

1.3.

Tujuan Penelitian Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1) Mengetahui tingkat motivasi yang dimiliki petani dalam berusahatani tebu; 2) Mengetahui faktor-faktor kelembagaan yang mempengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu; 3) Menganalisis upaya-upaya kelembagaan guna mendukung motivasi petani berusahatani tebu. 1.4.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berbagi pihak

yang terkait, antara lain : 1) Petani, kelembagaan petani tebu yang terlibat sebagai bahan informasi; 2) Pemerintah daerah setempat, yang digunakan sebgai bahan masukan dalam menetapkan dan menerapkan kebijakan; 3) Memberikan informasi awal bagi penelitian selanjutnya terutama penelitian mengenai tebu, koperasi atau penelitian lain dengan topik yang serupa; 4) Masyarakat atau pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan atau menambah pengetahuan seputar pertanian secara luas (dalam hal ini komoditi tebu). 1.5.

Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yaitu

kelembagaan petani tebu yang dapat mempengaruhi motivasi petani dalam berusahatani tebu. Kelembagaan ini meliputi lembaga pelayanan yaitu koperasi petani tebu rakyat (KPTR) atau KSU Tebu Mandiri; lembaga penunjang yaitu APTRI; lembaga pengolahan dan bagi hasil (Pabrik Gula); lembaga penyuluhan; serta lembaga penelitian dan pengembangan. Adapun responden yang dipilih adalah petani Tebu Rakyat (TR) di wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati.

7

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.

Tanaman Tebu Tanaman Tebu (Saccharum Officanarum L) merupakan tanaman

perkebunan semusim, yang mempunyai sifat tersendiri, sebab di dalam batangnya terdapat zat gula. Tebu termasuk keluarga rumput-rumputan (graminae) seperti halnya padi, jagung, bambu dan lain-lain. Daur kehidupan tanaman tebu menurut Rizaldi (2003) terbagi melalui lima fase yaitu : 1) Fase perkecambahan Dimulai dengan pembentukan taji pendek dan akar stek pada umur satu minggu dan diakhiri pada fase kecambah pada umur lima minggu. 2) Fase pertunasan Dimulai dari umur lima minggu sampai umur 3,5 bulan. 3) Fase pemanjangan batang Dimulai pada umur 3,5 bulan sampai sembilan bulan. 4) Fase kemasakan Merupakan fase yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pada fase ini gula di dalam batang tebu mulai terbentuk hingga titik optimal. Kurang lebih terjadi pada bulan Agustus dan setelah itu rendemennya berangsur-angsur menurun. Tahap pemasakan inilah yang disebut dengan tahap penimbunan rendemen gula. 5) Fase Kematian Sedangkan menurutnya, varietas tebu pada garis besarnya dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1) Varietas Genjah (masak awal), mencapai masak optimal < 12 bulan. 2) Varietas Sedang (masak tengahan), mencapai masak optimal pada umur 1214 bulan. 3) Varietas Dalam (masak akhir), mencapai masak optimal pada umur lebih dari 14 bulan. Untuk komposisi jenis lahan, rendemen, dan hasil hablur rata-rata tanaman tebu dapat dilihat pada Tabel 2. Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula di dalam batang tebu yang dinyatakan dengan persen. Bila dikatakan rendemen tebu

10 persen, artinya bahwa dari 100 kg tebu yang digilingkan di PG akan diperoleh gula sebanyak 10 kg. Tabel 2. Jenis Lahan, Produksi, Rendemen, dan Hasil Hablur Tebu RataRata Hasil Hablur Jenis Produksi Tebu Rata- Rendemen Rata-rata Rata-Rata Lahan Rata (Kw/Ha) (%) (Kw/Ha) Sawah 1.504 (max. 2.093) 8,07 (max. 8,86) 121,4 (max. 169,2) Tegal

1.250 (max. 2.112)

7,58 (max. 8,25)

97,3 (max. 97,3)

Pola

1.222 (max. 2.012)

7,81 (max. 8,74)

94,5 (max. 152,1)

Sumber : Kppbumn (2008)

2.2.

Budidaya Tanaman Tebu

2.2.1. Budidaya Tanaman Tebu Untuk Tanaman Pertama Budidaya tanaman tebu untuk tanaman pertama memiliki beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah (Sutardjo, 2002): 1)

Perencanaan Perencanaan tanaman tebu yaitu meliputi jenis tebu yang akan ditanam,

bukaan kebun, waktu penanaman, waktu perabukan, dan pemeliharaan tanaman. Denah kebun sudah disiapkan sebelum membuat perencanaan pembukaan tanah. Perkiraan letak dapat diketahui dengan adanya denah sementara. Berdasarkan pengolahan tanah, panjang got dan jumlah lubang per hektar dapat diperkirakan. Got keliling, got mujur, got malang, dan lubang masing-masing ± 200, 150, 1.500, dan 1.500 meter.

Petani memerlukan waktu kira-kira satu

minggu untuk membuat perencanaan yang rinci. Perencanaan memungkinkan petani menyelesaikan semua pekerjaan tepat pada waktunya. Perencanaan sangat penting karena menyangkut harapan produksi yang akan didapat. 2)

Pembukaan kebun Pembukaan sebaiknya dimulai dari petak yang paling jauh dari jalan

utama.

Jangan membuka semua petak sekaligus, sebaiknya diselesaikan per

petak. Sebelum ditanam sebaiknya got-got sudah mencapai ukuran standar yaitu got keliling atau mujur (lebar 60 cm dalam 70 cm) dan got malang (lebar 50 cm dalam 60 cm). Buangan tanah got diletakkan di sebelah kiri got. Apabila got

9

diperdalam lagi setelah tanam, maka tanah buangannya diletakkan disebelah kanan got, sehingga masih ada jalan untuk mengontrol tanaman. Juringan baru dapat dibuat setelah got-got malang mencapai kedalaman 60 cm dan tanah galian got sudah diratakan. Ukuran standar juringan adalah lebar 50 cm dan dalam 30 cm untuk tanah basah, sedangkan untuk tanah kering 25 cm. Pembuatan juringan harus dikerjakan dua kali, yaitu stek pertama dan stek kedua. Tanah galian pertama harus diletakkan berimpitan dengan tali ukuran dan cara meletakkannya harus teratur, sehingga tidak sulit meletakkan tanah galian kedua yang sebagian harus diletakkan di tepi dinding juringan. Tanah galian lain dari stek kedua diletakkan di atas tanah galian stek pertama. 3) Siap tanam Tanah tegal dan tanah-tanah yang berpadas ukuran standar tidak dapat dicapai meskipun stek kedua sudah dikerjakan. Sebagai kasuran tanah di dalam juringan dapat digarpu atau diratakan.

Tebalnya kasuran tergantung pada

keadaan. Apabila masih banyak hujan atau tanahnya basah, maka tebalnya ± 10 cm. Musim kemarau yang terik, tebal kasuran ± 15-20 cm dari permukaan tanah aslinya. Kasuran untuk bibit atau stek tebu harus halus, rata dan dibuat agak tinggi sebelah dengan bagian yang rendah terletak di sebelah yang ada jalan airnya. 4)

Tanam Jenis tebu yang akan ditanam adalah jenis tebu yang hasil produksinya

tinggi dan sesuai dengan jenis tanah kebun. Bibit stek harus ditanam berimpitan agar mendapatkan jumlah anakan semaksimal mungkin. Bibit yang dibutuhkan ± 70.000 bibit stek per hektar. Pemeriksaan yang teliti apakah lahan sudah siap ditanam, apakah rumput sudah dibersihkan, dan apakah kasuran sudah cukup tebal dan halus perlu dilakukan sebelum penanaman.

Bibit yang akan ditanam harus benar-benar

diseleksi di luar kebun. Penyeleksiannya meliputi apakah bibit itu baik, apakah matanya tidak cacat, dan apakah bibit itu berpenyakit atau tidak. Sebelum bibit ditanam permukaan potongan diolesi larutan disinfektans aretan dari 0,5-1 %. Menanam juringan-juringan harus diairi terlebih dahulu untuk membasahi kasuran, sehingga kasuran hancur dan halus. Cara tanam yaitu tanah kasuran 10

harus diratakan dahulu dan digaris dengan kedalaman ± 5-10 cm.

Bibit

dimasukkan kedalam bekas garisan dengan mata bibit menghadap kesamping. Selanjutnya bibit-bibit tersebut ditimbun dengan tanah. Semua tunas dari bibit rayungan menghadap ke satu arah, kecuali tunas yang berada diakhir juringan menghadap kearah yang berlawanan. 5)

Penyiraman Penyiraman pada waktu tanam tidak boleh berlebih-lebihan. Sebaiknya

tidak boleh menanam secara kering, karena bibit tidak bisa melekat di tanah. 6)

Penyulaman Penyulaman sisipan hanya boleh dikerjakan 5-7 hari sesudah tanam, yaitu

untuk tanaman rayungan bermata satu. Sulamam ke satu diambil dari tanaman rayungan bermata dua atau dari pembiitan. Sulaman ini dikerjakan pada tanaman berumur tiga minggu dan berdaun 3-4 helai. Cara penyulaman yaitu bibit yang mati dicabut lalau dibuat lubang yang diisi dengan tanah gambur. Setelah tanah disirami, bibit yang baik ditanam dan ditimbun dengan tanah kemudian disiram lagi. 7)

Pembumbunan tanah Tambah tanah biasanya dilakukan ketika tebu berumur 3-4 minggu yaitu

tanaman sudah berdaun empat helai.

Rumput dibubut dan tanaman disiram

sampai kenyang sebelum pembumbunan tanaman. Sesudah pembersihan rumput kemudian dilakukan penyiraman. Tanah yang guludannya ringan tambah tanah kesatu diberikan berupa kriwilan atau tamping kesatu yang ditampingnya tanah kering dan halus.

Tebalnya

pembunbunan tidak boleh lebih dari 5-8 cm dan harus rata. Bibit harus tertimbun tanah semua agar tidak cepat mengering jika terkena terik matahari. Tanah yang berat dan liat sebaiknya tambah tanah kesatu dilakukan bersama-sama dengan membalik gulud. Langkah selanjutnya yaitu jugar (menghancurkan tanah). dipergunakan untuk menjugar adalah garbu kecil bergigi dua.

Alat yang Bagian yang

dijugar adalah kiri dan kanan tanaman. Pembunbunan yang kedua dapat dilakukan jika anakan tanaman tebu sudah lengkap dan cukup besar ±20 cm. Umur batang tebu yang normal ± 2 11

bulan.

Penyulaman kedua (terakhir) diusahakan sudah selesai sebelum

pembunbunan kedua dimulai. Pembunbunan ketiga (bacar) yang baik diberikan disekitar dan diantara rumpun-rumpun tebu dan sedikit membukit. Sesudah itu semu got harus diperdalam lagi, got mujur sedalam 70 cm dan got malang 60 cm. 8)

Kletek (melepaskan daun kering) Pengkletekan pertama dilakukan setelah membalik tanah dengan garpu.

Bersamaan dengan pengletekkan, anakan tebu yang diperkirakan tidak akan tumbuh subur sebaikknya dimatikan saja. Pengletekan yang kedua dilakukan ketika tebu berumur 6-7 bulan. Daun-daun yang dilepaskan adalah daun dari ± 79 ruas diatas guludan sampai batas daun-daun yang hijau. 9)

Penambahan pupuk Penambahan pupuk sama dengan penambahan bibit di setiap lubang

tanaman, semakin tua tanaman tebu maka semakin kurus tanahnya, sehingga mulai menua perlu menambah pupuk Za. Ketentuan standar untuk tebang satu 0,5-1 kw/Ha dan untuk tebang dua 1,5-2 kw/Ha. Perabukan juga diberikan sebelum tanam yaitu dengan pupuk TSP. Kemudian ± 25 hari sesudah tanam setelah selesai penyulaman kesatu diberikan rabuk Za kesatu lalau disiram.

Kebun harus bersih dari rumput-rumputan.

Perabukan Za kedua diberikan setelah tanaman berumur ± 1 ½ bulan dan setelah selesai penyulaman kedua. Selesai perabukan semua petak harus disiram dengan hati-hati supaya rabuk tidak mengalir keluar. 2.2.2. Penggarapan Keprasan Tebu Rakyat Tebu keprasan atau tebu tunas yang biasanya disebut juga tebu unit ke-II, ke-III dan seterusnya. Sifat tebu keprasan adalah menumbuhkan kembali bekas tebu yang telah ditebang baik bekas tebu giling ataupun tebu bibitan. Urut-urutan penggarapan tersebut yaitu : 1) Pembersihan kebun dari klaras dan sisa-sisa tebangan dengan cara membakar sampah (daun kering setelah tebangan). 2) Pengeprasan tunggak/tunggul tebu dengan cangkul yang tajam. Pengeprasan dilakukan paling lambat satu minggu setelah tebu ditebang. Pengeprasan tebu dengan bentuk huruf U terbalik, atau huruf W pada tanaman tebu di sawah.

12

Sedangkan cara mengepras di lahan tegalan adalah mendatar di permukaan tanah. 3) Pembunan (tambah tanah) Lima hari atau satu minggu setelah dikepras, tanaman diairi. Setelah itu dilakukan penggarapan sebagai bumbun kesatu dan pembersihan rumputrumputan. Pembumbunan kedua dilakukan 2-3 minggu setelah pemupukan kesatu. Pembumbunan ketiga dikerjakan setelah tebu keprasan berumur 2-2,5 bulan. 4) Pemupukan Pemupukan kesatu dilakukan setelah 7-10 hari setelah keprasan lalu pemberian air. Jenis pupuk yang biasa digunakan adalah ZA kecuali pada kebun-kebun percobaan yang menggunakan pupuk majemuk, misalnya NPK. Jika keadaan memungkinkan tebu rakyat menggunakan pupuk pelengkap seperti TSP dan KCL. Pemupukan kedua dilakukan setelah bumbunan kedua. Cara pelaksanaannya sama dengan pemupukan kesatu. Hanya saja pupuk ditaburkan disamping kiri rumpun tebu. 5) Penggarapan lainnya yaitu meliputi kletek, dan pemeliharaan got. Penanganan hama penyakit juga diperlukan untuk kelangsungan hidup tanaman. 2.2.3. Usahatani Tebu Usahatani menurut Rifai dalam Hernanto (1989) adalah setiap organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi usahatani yaitu : 1) Kondisi fisik, faktor teknis topografi, ketinggian, iklim, tanah, air dan irigasi 2) Kondisi biologis : Hama, penyakit gulma 3) Kondisi ekonomis : akses pasar, ketersediaan sarana produksi, kredit, sarana/prasarana transportasi 4) Kondisi sosial : norma, kaidah, adat, kebiasaan, kelembagaan, 5) Kebijakan pemerintah 6) Teknologi

13

Selain itu Hernanto (1989) juga mengelompokkan ada empat unsur pokok atau faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu : 1) Tanah sebagai unsur pokok usahatani Pada umumnya di Indonesia tanah merupakan faktor produksi yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lainnya selain itu distribusi penguasaannya di masyarakat tidak merata. Tanah memiliki sifat luas relatif tetap atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan, dan dapat dipindah tangankan atau diperjualbelikan. Karena sifatnya yang khusus tersebut tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi usahatani, meskipun di bagian lain dapat juga berfungsi sebagai faktor atau unsur pokok modal usahatani. Pada dasarnya dapat dijelaskan empat golongan petani berdasarkan tanahnya: a. Golongan petani luas (lebih 2 ha) b. Golongan petani sedang (0,5-2 ha) c. Golongan petani sempit (0,5 ha) d. Golongan buruh tani tidak bertanah. 2) Tenaga sebagai unsur pokok usahatani Tenaga kerja merupakan faktor produksi kedua selain tanah, modal, pengelolaan. Hernanto (1989) menggolongkan jenis tenaga kerja yaitu manusia, ternak, dan mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita, dan anak-anak. Tenaga kerja manusia dapat mengerjakan semua jenis pekerjaan usahatani berdasarkan tingkat kemampuannya.

Kerja manusia

dipengaruhi oleh : umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kecukupan, tingkat kesehatan, faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan usahatani. Menurut Rukasah dalam Hernanto (1989) untuk mengetahui potensi tenaga kerja keluarga harus dilipatkan atau dikalikan pencurahannya dalam satu tahun. Sementara konversi tenaga dengan membandingkan tenaga pria sebagai ukuran baku, yaitu 1 HOK = 1 hari kerja pria (HKP), 1 HOK wanita = 0,7 HKP, 1 HK ternak = 2 HKP, dan 1 HOK anak = 0,5 HKP. 3) Modal sebagai unsur pokok usahatani Modal merupakan unsur pokok usahatani yang penting. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lainnya menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian. 14

Pada usahatani yang disebut modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak dan ikan di kolam, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, uang tunai. Sementara menurut sifatnya modal terbagi dua, yaitu : a.

Modal tetap, meliputi : tanah bangunan. Modal tetap diartikan modal yang tidak habis pada satu periode produksi.

Jenis modal ini

memerlukan pemeliharaan agar dapat berdaya guna dalam jangka waktu lama. Jenis modal ini pun terkena penyusutan. Artinya nilai modal menyusut berdasarkan jenis dan waktu. b.

Modal bergerak meliputi alat-alat, bahan, uang tunai, piutang di bank, tanaman ternak, ikan di lapangan. Jenis modal ini habis atau dianggap habis dalam satu periode proses produksi.

Berdasarkan sumbernya dapat dibedakan sumber modal, yaitu : milik sendiri, pinjaman atau kredit, hadiah warisan, dari usaha lain, kontrak sewa. 4) Manajemen (pengelolaan) Pengelolaan

usahatani

adalah

kemampuan

petani

menentukan,

mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasainya dengan sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan.

Ukuran dari keberhasilan setiap pengelolaan itu adalah

produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Dengan demikian pengenalan secara utuh faktor yang dimiliki dan faktor-faktor yang dapat dikuasai akan sangat menentukan keberhasilan pengelolaan. 2.3.

Petani Tebu Petani menurut Hernanto (1996) adalah setiap orang yang melakukan

usaha untuk memenuhi sebagian atau seluruh kebutuhan kehidupannya di bidang pertanian dalam arti luas yang meliputi usaha pertanian, peternakan, perikanan (termasuk penangkapan ikan), dan pemungutan hasil laut. Orang yang disebut petani, atau kedudukannya sebagai petani, mempunyai fungsi yang banyak. Dalam industri gula pun usahatani tebu sebagai bahan baku utama gula dilakukan oleh petani. Fungsi petani tebu berdasarkan Artikel Kelembagaan yang disusun oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia/APTRI (2000) antara lain meliputi : 1) Petani/kelompok tani yang tergabung dalam wadah koperasi petani tebu(koperasi primer) mengadakan ikatan kerjasama dengan Pabrik Gula 15

untuk menanam tebu sesuai baku teknis yang ditetapkan serta menyerahkan tebunya untuk digiling di Pabrik Gula yang bersangkutan atas dasar Sistem Bagi Hasil (SBH) atau Sistem Pembelian Tebu (SPT). 2) Petani memperoleh dana kredit melalui koperasi petani tebu yang selanjutnya pengelolaan kreditnya dilakukan oleh Pabrik Gula atas kuasa dari koperasi petani tebu. 2.4.

Industri Gula Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

Indonesia. Dengan luas areal sekitar 350 ribu ha pada periode 2000-2005, industri gula berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu petani dengan jumlah tenaga kerja yang terlibat mencapai sekitar 1,3 juta orang. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat dan sumber kalori yang relatif murah. Karena merupakan kebutuhan pokok, maka dinamika harga gula akan mempunyai pengaruh langsung terhadap laju inflasi. Walaupun pada dua tahun terakhir, kinerja industri gula nasional menunjukkan peningkatan, pada dekade terakhir secara umum kinerjanya mengalami penurunan, baik dari sisi areal, produksi maupun tingkat efisiensi. Sejalan dengan revitalisasi sektor pertanian, industri gula nasional, atau industri gula berbasis tebu secara umum, harus melakukan revitalisasi. Untuk mewujudkan hal tersebut, peningkatan investasi merupakan suatu syarat keharusan. Investasi di industri gua berbasis tebu cukup prospektif. Dari sisi pasar, permintaan gula dari dalam negeri masih terbuka sekitar 1,4 juta ton per tahun. Pemerintah dengan berbagai kebijakan promotif dan protektifnya telah menciptakan iklim investasi yang kondusif untuk pengembangan industri gula berbasis tebu. Pasar internasional yang dalam tiga tahun terakhir mengalami defisit sebagai akibat tekanan yang dihadapi oleh produsen utama gula dunia juga mengindikasikan investasi pada bidang ini cukup prospektif. Beberapa produk derivat tebu (PDT) seperti ethanol, ragi roti, inactive yeast, wafer pucuk tebu, papan partikel, papan serat, pulp, kertas, Ca-sitrat dan listrik mempunyai peluang pasar yang cukup terbuka, baik di pasar domestic maupun internasional. Guna mewujudkan sasaran pembangunan industri gula berbasis tebu, maka diperlukan 16

investasi baik pada usahatani, pabrik gula dan produk derivatnya, serta investasi pemerintah. Secara keseluruhan, total investasi yang dibutuhkan mencapai sekitar Rp 8,25 triliun. Berdasarkan jenis investasi, total investasi untuk usaha primer mencapai lebih dari Rp 1 triliun. Investasi yang sangat besar diperlukan di bidang usaha industri hilir yang mencapai sekitar Rp 6.817 triliun. Investasi untuk infrastruktur diperkirakan mencapai sekitar Rp 408 miliar.

Investasi tertinggi berpeluang

dilakukan di Propinsi Papua, Merauke dengan nilai investasi sekitar Rp. 3,437 triliun.

Di Jawa Timur, nilai investasi diperkirakan sekitar Rp 3 trliun.

Di

Lampung, Jawa Tengah, dan Jawa Barat, investasi yang dibutuhkan adalah antara Rp 0,4-0,7 triliun (Deptan, 2005). 2.5.

Manajemen Perdagangan Gula Indonesia Kebijakan manajemen perdagangan atau sistem tataniaga gula yang

awalnya dimaksudkan untuk “mengatur” aktivitas impor gula melalui Surat Keputusan

Menteri

Perindustrian

dan

Perdagangan

(SK

No.

643/MPP/Kep/9/2002) tentang Tataniaga Impor Gula (TIG) ternyata telah menimbulkan reaksi dan hasil akhir yang sangat beragam. Kebijakan tataniaga itu memberikan kepada importir produsen (IP) untuk mengimpor gula mentah (raw sugar) dan kepada importir terdaftar (IT) untuk mengimpor gula putih (white sugar) yang tidak lain adalah perkebunan gula yang memiliki perolehan bahan baku 75 persen berasal dari petani. Perusahaan perkebunan yang memenuhi kualifikasi sebagai IT adalah empat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang masuk kualifikasi, yaitu: PT Perkebunan Nusantara (PTPN) IX, PTPN X, PTPN XI, dan PT Rajawali Nusantara Indonesia (PT RNI). Pada sisi lain, kebijakan itu juga memberikan peluang bagi pengembangan industri gula rafinasi, yang khusus memutihkan gula mentah impor yang umumnya tidak layak untuk dikonsumsi secara langsung. Catatan penting dari SK 643/2002 tersebut adalah bahwa gula mentah dan gula rafinasi (refined sugar) yang diimpor oleh importir produsen (IP) hanya dipergunakan sebagai bahan baku untuk proses produksi pengolahan gula, dan dilarang diperjualbelikan serta dipindahtangankan.

17

Walaupun debat publik yang berkembang seakan serempak memberi peringatan atas rekam jejak (track record) perkebunan gula yang tidak memiliki pengalaman dalam aktivitas impor, kebijakan tataniaga itu tetap dilaksanakan. Solusi temporal dengan cara memberikan kesempatan kepada BUMN produsen gula itu melakukan kerjasama dengan pelaku usaha perdagangan yang telah terbiasa melakukan impor gula, adalah pilihan terbaik dari sekian macam opsi kebijakan yang semua buruk. Sementara itu, harga gula di pasar internasional berada pada level terendah, hanya sekitar US$ 200 per ton FOB (free on board), sehingga terdapat disparitas yang sangat mencolok dibandingkan dengan harga eceran gula domestik yang di atas Rp 3000 per kilogram.

Kekhawatiran

terjadinya penyelundupan gula akhirnya menjadi kenyataan, terutama setelah dijumpai puluhan ribu gula selundupan yang diketemukan di sebuah gudang pelabuhan di tahun 2004.

Kemudian, upaya perbaikan kebijakan pengaturan

impor gula dengan penerbitan Kepmen baru yaitu No. 527MPP/Kep/9/2004 tertanggal 17 September 2004 tentang Ketentuan Impor Gula (KIG). di antaranya dengan kembali melibatkan BUMN Perum (Perusahaan Umum) Bulog dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI) dalam perdagangan gula di Indonesia1. Beberapa analis mencoba memberikan penilaian terhadap kebijakan tataniaga gula yang paling banyak memperoleh perhatian, baik pada masa administrasi Presiden Megawati Soekarnoputri, maupun pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Misalnya, Khudori (2005) menganggap

bahwa pengaturan impor gula itu turut berkontribusi pada peningkatan produksi gula, dan seharusnya pula meningkatkan pendapatan petani tebu. Nahdodin dan Rusmanto (2008) bahkan secara eksplisit menyebutkan bahwa kebijakan tataniaga gula cukup efektif melindungi produsen gula berdasarkan indikator harga yang berlaku. Kebijakan impor itu tidak menimbulkan monopoli pemasaran sehingga margin pemasaran tidak membesar dan tidak merugikan konsumen.

Namun

demikian, kebijakan tataniaga gula di dalam negeri tersebut belum dapat memberikan perlindungan pada melindungi produsen gula (tebu) dari distorsi 1

Diadaptasi dari artikel berrjudul “Ekonomi Swasembada Gula Indonesia” www.kompas.com [14 Juli 2008]

18

harga pada pasar gula dunia. Pada intinya, produsen gula (tebu) di dalam negeri masih tertekan oleh perilaku negara produsen gula yang lebih protektif. Pelajaran yang dapat dipetik dari perjalanan kinerja kebijakan tataniaga gula dalam lima tahun terakhir adalah bahwa mandat kebijakan tersebut terlalu berat untuk dicapai oleh administrasi pemerintahan yang sedang mengalami persoalan besar transparansi dan akuntabilitas yang amat mengganggu (Arifin, 2008). 2.6.

Motivasi

2.6.1. Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak. Berdasar pada kata dasarnya motif, motivasi yang ada pada seseorang merupakan pribadi seseorang yang mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatankegiatan tertentu guna mencapai tujuannya (Handoko, 2003). Orang dapat dikatakan termotivasi bila sistemnya digairahkan, dibuat aktif, dan prilaku diarahkan pada tujuan yang diinginkan. Singkatnya, sistem tersebut dihidupkan dan dicetuskan untuk terlibat didalam kegiatan pemenuhan kebutuhan atau pengenalan kebutuhan. Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidak cocokan ini meningkat, hasilnya adalah pengaktifan suatu kondisi kegairahan yang diacu sebagai dorongan (drive).

Semakin kuat dorongan

tersebut, maka semakin besar respon yang dirasakan (Engel, 1994). Menurut Winardi (2001) motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seseorang manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, dimana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan. Hasibuan (2001) mengungkapkan bahwa motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi agar mau bekerjasama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan, mau bekerja dan antusias mencapai hasil yang optimal. Menurut jenisnya, motivasi dapat dibagi dua macam, yaitu motivasi yang bersifat intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik merupakan dorongan 19

dalam diri yang selalu ingin untuk belajar dan mengejar prestasi tinggi. Motivasi ekstrinsik merupakan sesuatu yang perlu dimanipulasi sehingga dapat menimbulkan dorongan dalam diri seseorang (Soekamto, 1993). Berdasarkan definisi-difinisi yang dikemukakan, dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan dorongan dari dalam atau luar diri seseorang untuk bekerja dengan giat agar mencapai tujuan yang diharapkan. 2.6.2. Teori-Teori Motivasi Teori Hierarki Kebutuhan Maslow (Maslow’s Need Hierarchy Theory). Teori ini merupakan teori yang banyak dianut orang. Teori ini beranggapan bahwa tindakan manusia pada hakekatnya adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Adapun hierarki kebutuhan menurut Maslow adalah sebagai berikut (Hasibuan 2001). 1) Physiology Needs (kebutuhan fisik dan biologis), adalah kebutuhan yang paling utama yaitu kebutuhan untuk mempertahankan hidup seperti makan, minum, tempat tinggal dan bebas dari penyakit. Selama kebutuhan ini belum terpenuhi maka manusia tidak akan tenang dan dia akan berusaha untuk memenuhinya. Kebutuhan dan kepuasan biologis ini akan terpenuhi. 2) Safety and security Needs (kebutuhankeselamatan dan keamananan), yaitu kebutuhan akan kebebasan dari ancaman jiwa dan harta, baik di lingkungan tempat tinggal mapun tempat kerja. Merupakan tangga kedua dalam susunan kebutuhan. 3) Affiliation or acceptance Needs (kebutuhan sosial), yaitu kebutuhan akan perasaan untuk diterima oleh orang lain di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja; kebutuhan akan dihormati; kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal, kebutuhan akan ikut serta. 4) Esteem or status Needs (kebutuhan akan peghargaan atau prestise), yaitu kebutuhan akan penghargaan diri atau penghargaan prestise dari orang lain. 5) Self Actualization Needs (kebutuhan aktualisasi diri), yaitu realisasi lengkap potensi seorang secara penuh. Untuk pemenuhan kebutuhan ini biasanya seorang bertindak bukan atas dorongan orang lain, tetapi atas kesadaran dan keinginan diri sendiri.

20

Maslow selanjutnya menegaskan bahwa kebutuhan yang diinginkan seseorang itu berjenjang, artinya jika kebutuhan yang pertama terpenuhi, kebutuhan tingkat kedua akan muncul menjadi yang utama. Selanjutnya jika kebutuhan tingkat kedua telah terpenuhi, muncul kebutuhan tingkat ketiga dan seterusnya sampai kebutuhan tingkat kelima seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2. Inti dari teori Maslow adalah bahwa kebutuhan manusia tersusun dalam suatu hirarki.

5) self actualization 4) Esteem or status 3) Affiliation or acceptance 2)

Safety

and

security 1) Physiological

Gambar 2. Hierarki Kebutuhan Menurut Maslow Teori-teori yang lain seperti teori ERG Alderfer yang setuju dengan pendapat Maslow bahwa setiap orang mempunyai kebutuhan yang tersusun dalam suatu hirarki. Akan tetapi hirarki kebutuhan Alderfer hanya meliputi tiga tingkat kebutuhan, (Gibson et al. 1996) yaitu : 1) Eksistensi : adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh faktor-faktor seperti makanan, air, udara, upah, dan kondisi kerja. 2) Keterkaitan : adalah kebutuhan yang dipuaskan oleh hubungan sosial dan hubungan antar pribadi yang bermanfaat. 3) Pertumbuhan : ini adalah kebutuhan dimana individu merasa puas dengan membuat suatu kontribusi (sumbangan) yang kreatif dan produktif. Selain perbedaan jumlah tingkat hirarki, bedanya dengan teori Maslow yaitu berbeda dalam cara bagaimana orang melangkah melalui rangkaian kebutuhan. Alderfer mengemukakan bahwa sebagai tambahan terhadap proses

21

kemajuan pemuasan yang dikemukakan Maslow, juga terjadi proses pengurangan keputusasaan. Teori Herzberg mengembangkan teori kepuasan yang disebut teori dua faktor tentang motivasi (Herzberg two factor motivation theory). Dua faktor itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa tidak puas dan faktor yang membuat orang merasa puas atau faktor-faktor iklim baik atau ekstrinsikinstrinsik. Penelitian awal Herzberg menghasilkan dua kesimpulan (Gibson et al. 1996) yaitu : Pertama ada serangkaian kondisi ekstrinsik, keadaan pekerjaan yang menghasilkan ketidakpuasan jika kondisi tersebut tidak ada. Kondisi tersebut adalah faktor-faktor yang membuat orang merasa tidak puas atau disebut juga faktor iklim baik karena faktor tersebut diperlukan untuk mempertahankan tingkat yang paling rendah yaitu tidak adanya ketidakpuasan.

Faktor-faktor ini

mencakup: 1) Upah 2) Jaminan pekerjaan 3) Kondisi kerja 4) Status 5) Prosedur perusahaan 6) Mutu supervisi 7) Mutu hubungan antar pribadi diantara rekan sekerja, bawahan dan atasan. Kedua adalah serangkaian kondisi intrisik, isi pekerjaan, yang apabila dalam pekerjaan tersebut akan menggerakkan tingkat motivasi yang kuat, yang dapat menghasilkan prestasi kerja yang baik. Jika kondisi tersebut tidak ada maka tidak akan timbul rasa ketidakpuasan yang berlebihan.

Faktor-faktor dari

rangkaian ini disebut pemuas atau motivator, yang meliputi : 1) Prestasi 2) Pengakuan 3) Tanggung jawab 4) Kemajuan 5) Pekerjaan itu sendiri 6) Kemungkinan berkembang 22

Model Herzberg pada dasarnya mengangsumsikan bahwa kepuasan bukanlah konsep berdimensi satu (Teori Maslow dan Alderfer) melainkan diperlukan dua. Menurutnya seseorang melakukan suatu pekerjaan atau tindakan dipengaruhi dua hal untuk menafsirkan kepuasan kerja. Dari teori-teori tersebut pada dasarnya sama-sama bertujuan untuk mendapatkan alat dan cara terbaik dalam memotivasi semangat agar mau melakukan tindakan untuk pencapaian tujuan. 2.6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Petani Lyman dan Raymond mengemukakan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi motivasi seseorang yaitu (Ngadimin, 1998) : 1) Ciri-ciri pribadi seseorang, 2) Tingkat dan jenis pekerjaan, 3) Lingkungan kerja. Selanjutnya Ia juga mengungkapkan bahwa motivasi merupakan suatu proses psikologis timbul diakibatkan oleh faktor dalam diri seseorang atau faktor di luar diri. Faktor di dalam diri dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman, dan pendidikan atau berbagai harapan cita-cita yang menjangkaumasa depan. Sedangkan faktor di luar diri, dapat ditimbulkan dari berbagai sumber, bisa karena pengaruh pemimpin, kolega atau faktor-faktor lain yang sangat kompleks. Dari pernyataan yang diungkapkan terlihat bahwa tingkat pendidikan bukan merupakan satu-satunya faktor yang dapat mempengaruhi motivasi kerja. Mengukur motivasi umumnya terdapat dua cara, yaitu : (1) mengukur faktor-faktor luar tertentu, yang diduga menimbulkan dorongan dalam diri seseorang, dan (2) mengukur aspek tingkah laku tertentu yang mungkin menjadi ungkapan dan motif tertentu (Sabit 1997, diacu dalam Ngadimin 1998). Berdasarkan uraian diatas, dapat terlihat bahwa secara garis besar faktorfaktor yang mempengaruhi motivasi bervariasi. Namun secara umum faktorfaktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi faktor faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yang datangnya dari dalam diri seseorang. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi motivasi seseorang yang bersumber dari lingkungan luar yaitu lingkungan dimana terkait pencapaian 23

tujuan tersebut. Dengan dasar tersebut motivasi petani dalam berusahatani tebu dipengaruhi oleh dua faktor tersebut. 2.7.

Kelembagaan Kelembagaan adalah seperangkat norma dan prilaku yang bertahan dari

waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif (Uphoff 1993, diacu dalam Suyono 2008). Menurut Suyono (2008) kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Dengan demikian kelembagaan memiliki aspek kultural dan aspek struktural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai-nilai, dan segi struktural berupa berbagai peranan sosial. Kedua segi tersebut berhubungan erat satu sama lainnya. Sedangkan

menurut

Mubyarto

(1989)

dalam

Mariyono

(1996)

kelembagaan adalah organisasi atau kaidah-kaidah, baik formal maupun informal, yang mengatur prilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Djatiman (1997) dalam Suyono (2008) menggolongkan institusi atau kelembagaan menjadi tiga : (1) Bureaucratic Institution yaitu institusi yang datangnya dari pemerintah atas birokrasi dan akan tetap menjadi milik birokrasi; (2) Community Based Institution yaitu institusi yang dibentuk pemerintah berdasarkan atas sumberdaya masyarakat yang diharapkan menjadi milik masyarakat, seperti koperasi; (3) Gross Root Institution yaitu institusi yang tumbuh murni dari masyarakat dan merupakan milik masyarakat, contohnya arisan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kelembagaan dapat diartikan sebagai tata aturan atau pola hubungan yang mengatur prilaku dalam suatu sistem. Dapat pula diartikan sebagai bentuk wujud berupa lembaga seperti organisasi tertentu.

Kelembagaan merupakan sesuatu yang setabil, mantap dan berpola.

Kelembagaan berfungsi untuk tujuan-tujuan tertentu dalam masyarakat yang ditemukan dalam sistem sosial tradisional dan moderen atau berbentuk tradisional dan modern.

Selain itu kelembagaan juga berfungsi untuk mengefisienkan

kehidupan sosial (Suyono, 2008).

24

Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut maka kelembagaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah setiap kelembagaan yang ada di masyarakat yang mendukung aktifitas masyarakat khususnya petani tebu.

Kelembagaan

tersebut diharapkan akan membantu untuk mencapai tujuan petani tebu yaitu kesejahteraan. 2.8.

Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Amin (1996) tantang Motivasi dan Prilaku Petani Tebu

Rakyat Intensifikasi dalam Menerapkan Teknologi Hasta Usahatani menjelaskan bahwa motivasi berhubungan nyata terhadap prilkau petani dalam menerapkan teknologi hasta usahatani, dengan uji Rank Spearman di dapat rs = 0,831. Prilaku petani dalam menerapkan teknologi ini dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan ketrampilan petani tentang program TRI. Menurut Amin, Pengetahuan petani dianggap kurang karena banyak petani yang tidak tahu paket teknologi hasta usahatani yang dianjurkan (25,25%) dan yang mengetahui kedelapan paket tersebut (6,25%).

Hubungan antara sikap

petani dan motivasi diuji Rank Spearman hasilnya signifikan.

Sedangkan

ketrampilan petani dalam menerapkan teknologi cukup tinggi (81,25%). Penelitian Maryono (1996) yang berjudul Analisis Alokasi Faktor Produksi dan Kelembagaan Usahatani Tebu di Lahan Kering. Studi kasus Pabrik Gula Madukismo, Kabupaten Bantul menghasilkan bahwa dari regresi data, diperoleh hasil bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi tebu adalah pupuk ZA dan kredit usahatani. Analisis kelembagaan yang terlibat langsung dengan pengolahan usahatani tebu lahan kering tidak banyak dijumpai perbedaan antara TRIT II kredit dan TRIT non kredit. Perbedaan yang ada hanya terdapat pada aturan pelaksanaannya. Setiadi (2008) melakukan penelitian dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani Berusahatani Tebu (Studi Kasus: Petani Tebu Rakyat di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru , Kabupaten Cirebon). Hasil penelitian Setiadi menunjukkan, dari beberapa faktor internal yang diprediksi memiliki hubungan nyata, hanya terdapat dua faktor yang memiliki hubungan nyata dengan tingkat motivasi petani. Kedua faktor tersebut adalah pendidikan formal dan penguasaan lahan.

Sementara hasil pengujian 25

terhadap faktor-faktor eksternal dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman ditemukan ternyata yang berhubungan nyata dengan motivasi berusahatani tebu adalah pendapatan secara ekonomis dan lembaga penunjang (APTRI). Penelitian-penelitian terdahulu mengenai motivasi maupun kelembagaan tersebut mempunyai perbedaan dengan penelitian yang dilakukan. Untuk lebih lengkapnya mengenai perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan Penelitian dengan Penelitian Terdahulu Nama Judul Perbedaan Meneliti motivasi dan prilaku petani Motivasi dan Prilaku Nur Petani Tebu Rakyat Tebu rakyat intensifikasi terkait Syamsiah Intensifikasi Dalam penerapan teknologi, Penulis Amin Menerapkan Teknologi meneliti motivasi petani tebu terkait (1996) Hasta Usahatani (Kasus dengan kelembagaan. Alat analisis di Wilayah Kerja Pabrik yang digunakan Rank Spearman gula Karangsuwung, sedangkan penulis menggunakan Kecamatan Factor Analysis dan Jalur. Karangsembung, Kabupaten Cirebon) Mariyono (1996)

Analisis Alokasi Faktor Produksi dan Kelembagaan Usahatani Tebu Di Lahan Kering (Studi Kasus Pabrik Gula Madukismo, Kabupaten Bantul, Propinsi D. I. Yogyakarta)

Menggunakan fungsi produksi CobDouglas dan metode tabulasi dan linier berganda. Sedangkan penulis menggunakan analisis Faktor dan Jalur

Rudie Setiadi (2008)

Analisis Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Motivasi Petani dalam Berusahatani Tebu. (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat Di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru , Kabupaten Cirebon)

Meneliti motivasi berusahatani tebu terkait dengan faktor internal dan eksternal dengan responden kelompok petani tebu di Cirebon, sedangkan penulis meneliti tentang motivasi berusahatani tebu terkait dengan kelembagaan dengan objek petani tebu di Pati. Rudi menggunakan alat analisis Rank Spearman sedangkan penulis menggunakan analisis Faktor dan Jalur.

26

2.9.

Hipotesis Penelitian Menurut Nasution (2000), definisi hipotesis ialah ”Pernyataan tentatif

yang merupakan dugaan mengenai apa saja yang sedang kita amati dalam dari hipotesis utama dan hipotesis kerja. Hipotesis utama yang diajukan adalah ” faktor eksternal yaitu kelembagaan petani berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu”. Hipotesis penelitian yang dibuat belum tentu benar setelah diuji menggunakan data yanag ada. Untuk itu peneliti memerlukan hipotesis pembanding yang bersifat objektif dan netral atau secara teknis disebut hipotesis nol (H0) yaitu ” faktor eksternal yaitu kelembagaan petani tidak berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu”. Hipotesis kerja yang membantu penelitian dan akan diuji adalah variabel lembaga pelayanan (KSU Tebu Mandiri), lembaga penunjang APTR, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil (PG Trangkil), dan Litbang berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu.

27

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.

Kerangka Pemikiran Operasional Motivasi adalah suatu kekuatan potensial yang ada dalam diri seseorang

manusia, yang dapat dikembangkannya sendiri atau dikembangkan oleh sejumlah kekuatan luar yang ada, intinya berkisar sekitar imbalan materi dan imbalan non materi, yang dapat mempengaruhi hasil kinerjanya secara positif atau negatif, dimana tergantung pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang yang bersangkutan (Winardi, 2001). Perjuangan petani tebu saat ini, dapat dikatakan telah banyak mengalami keberhasilan setelah petani mempunyai Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) yang mampu memperjuangkan hak-hak petani sampai di tingkat nasional.

Namun demikian bukan berarti upaya untuk meningkatkan

kesejahteraan petani tebu, khususnya di tingkat lokal menjadi tidak perlu. Petani ditingkat

lokal

perlu

untuk

selalu

dimotivasi

memperjuangkan hak-hak mereka dengan baik.

agar

mereka

mampu

Baik melalui pembinaan

perorangan ataupun melalui kelembagaan (Susanto, 1990). Pembinaan perorangan merupakan faktor dari dalam diri petani sendiri yang dapat berupa kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, dan cita-cita yang menjangkau ke masa depan. Kelembagaan merupakan faktor dari luar atau ekstrinsik yang dapat menimbulkan dorongan dalam diri seorang petani untuk berusahatani tebu. Dari pembahasan diatas maka penelitian ini akan melihat faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi motivasi berusahatani tebu.

Pada Gambar 3,

disajikan bagan kerangka pemikiran yang berkaitan dengan variabel-variabel yang diteliti. Variabel yang dikaji pengaruhnya terhadap motivasi digolongkan dalam kategori faktor internal dan eksternal. Faktor eksternal yang akan dikaji adalah faktor kelembagaan yang diduga berpengaruh terhadap motivasi petani. Faktor kelembagaan tersebut terdiri dari lembaga pelayanan (X1), lembaga penunjang (X2), lembaga penyuluhan (X3), lembaga pengolahan dan bagi hasil (X4), dan lembaga penelitian dan pengembangan (X5).

Pertanian tebu

Produktivitas tebu menurun

Minat menanam tebu kembali meningkat

Kebutuhan sumberdaya yang berkualitas

Faktor internal

Faktor eksternal : Kelembagaan • Lembaga pelayanan • Lembaga penunjang • Lembaga penyuluhan • Lembaga pengolahan dan bagi hasil • Lembaga penelitian dan pengembangan

Motivasi berusahatani tebu

Rekomendasi alternatif untuk mendorong peningkatan motivasi berusahatani tebu

Keterangan :--------------- Ruang lingkup penelitian Gambar 3. Kerangka Pemikiran

29

Adanya

kelembagaan dapat menghambat atau mempertinggi motivasi

petani. Menghambat jika hubungan antara petani dan kelembagaan terjalin kurang baik, kelembagaan dirasakan kurang memberikan manfaat bagi para petani. Misalnya pelayanan yang lamban dalam kredit, bagi hasil yang kurang memuaskan dan sebagainya. Sebaliknya jika hubungan tersebut terjalin dengan baik, kelembagaan dirasa bisa memberikan manfaat kepada petani. Kelembagaan sebagai mitra yang dapat mengatasi masalah petani dalam menunjang usahatani tebu.

Hal ini dapat mendorong motivasi petani untuk

berusahatani dengan baik.

Harapan yang dapat diraih yaitu peningkatan

produktivitas yang berujung pada kesejahteraan petani dan mendukung pemenuhan konsumsi gula nasional.

30

IV METODE PENELITIAN 4.1.

Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada petani tebu wilayah kerja PG Trangkil

binaan APTRI, Kabupaten Pati, Provinsi Jawa Tengah.

Pemilihan lokasi

penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) karena berbagai pertimbangan, diantaranya : pertama, Kabupaten Pati merupakan salah satu kawasan yang menjadi pusat produksi tebu untuk daerah Jawa Tengah yang terdapat tiga pabrik gula yang berdekatan yaitu PG Rendeng di Kudus, PG Trangkil dan PG Pakis Baru di Kabupaten Pati. Ketiga pabrik gula tersebut masih memerlukan pasokan tebu dari petani. Pabrik gula Trangkil merupakan salah satu pabrik milik PT Kebon Agung yang merupakan pabrik gula yang bertahan aktif di Pati. kedua, di wilayah kerja tersebut selain pabrik gula juga terdapat berbagai kelembagaan antara lain KPTR (Koperasi Petani Tebu Rakyat), APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia), pabrik gula, Dinas Perkebunan, dan Litbang Kabupaten Pati.

Penelitian ini

dilakukan pada bulan Oktober 2008 sampai Januari 2009. 4.2.

Metode Pengambilan Sampel Pengumpulan data responden diperoleh dari petani tebu wilayah kerja PG

Trangkil. Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini secara simple random sampling dimana tiap unit sampel memiliki peluang yang sama untuk dipilih. Cara yang digunakan untuk menarik simple random sampling adalah dengan cara teknik undian. Pengundian pada nama-nama petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil dengan total populasi 217 orang petani tebu. Kemudian pada kumpulan gulungan populasi tersebut diambil beberapa gulungan yang disesuaikan dengan jumlah syarat dalam alat analisis yang digunakan yaitu 50 orang. Nama-nama pada gulungan kertas tersebut merupakan anggota dari sampel yang telah ditarik secara undian. 4.3.

Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan

data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari sumber atau objek

yang sedang diteliti melalui observasi, pengisian kuesioner dan wawancara. Sedangkan data sekunder diperoleh dari literatur-literatur terkait yang diperoleh dari kantor Kabupaten Pati, kantor kecamatan, KSU Tebu Mandiri, BPS, Pabrik gula terkait, serta sumber-sumber lain yang menunjang penelitian. 4.4.

Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang dilakukan melalui metode wawancara

dengan bantuan kuesioner.

Informasi yang diperoleh dari observasi juga

diperlukan untuk memperoleh data dan informasi secara langsung mengenai petani tebu dan kelembagaan guna melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusahatani tebu. Selain itu, data dari artikel, buku, literatur, dan penelitian terdahulu diperlukan sebagai kelengkapan penunjang penelitian ini. 4.5.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

4.5.1. Tingkat Motivasi Alat yang digunakan untuk melihat tingkat motivasi kerja petani yaitu berupa kuesioner. Indikator yang digunakan untuk melihat tingkat motivasi petani yaitu siapa yang mendorong berusahatani tebu dari faktor kelembagaan, apakah koperasi sebagai lembaga pelayanan, pabrik gula sebagai lembaga pengolahan dan bagi hasil, APTRI sebagai lembaga penunjang, Dinas perkebunan sebagai lembaga penyuluhan, dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang).

Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif yang

bertujuan untuk mengetahui bagaimana

tingkat motivasi petani dalam

berusahatani tebu dan dapat memberikan rekomendasi peningkatan motivasi petani. 4.5.2. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga dapat memberikan informasi yang berguna. Analisis deskriptif dilakukan untuk mengetahui karakteristik responden dengan cara mentabulasi hasil kuesioner secara manual.

32

Sifatnya hanya mengungkap fakta.

Akan tetapi, guna mendapatkan

manfaat yang lebih luas disamping mengungkap fakta, diberikan intrepertasi yang cukup kuat (Wirartha, 2006). 4.5.3. Analisis Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis faktor. Analisis faktor digunakan untuk mengetahui dimensi yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu. Metode ini dianalisis dengan bantuan program SPSS versi 13. Berikut adalah tahapan proses analisis faktor antara lain : 1) Pemilihan variabel dengan MSA dan Barlet’s tes, untuk memastikan bahwa variabel-variabel tersebut layak untuk dianalisis dengan analisis faktor. Kedua alat analisis tersebut digunakan untuk memastikan bahwa variabelvariabel yang dimasukkan memiliki korelasi yang cukup kuat. 2) Setelah variabel dipilih kemudian dilakukan ekstrasi dengan metode principal component, sehingga menghasilkan sejumlah komponen utama. 3) Setelah komponen terbentuk, maka proses selanjutnya adalah interprestasi dari hasil analisis faktor. Terdapat dua hasil utama dari analisis faktor ini, hasil pertama adalah nilai communality, yaitu total porposi keragaman variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Semakin tinggi nilai communality, maka semakin besar porposi keragaman variabel tersebut yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Hasil kedua adalah ekstrasi variabel ke dalam komponen utama. Untuk menentukan jumlah komponen utama, maka dipilih komponen utama yang memiliki nilai eigenvalue di atas 1,00. Nilai eigenvalue menunjukkan kepentingan relatif masing-masing faktor dalam menghitung keragaman seluruh variabel yang dianalisis. Sehingga variabel tersebut semakin dominan dalam mempengaruhi motivasi. Pengelompokkan sebuah variabel kedalam komponen utama berdasarkan nilai loading terbesar dari variabel tersebut. 4.5.4. Analisis Jalur Analisis jalur merupakan bagian analisis regresi yang digunakan untuk menganalisis hubungan kausal antar variabel dimana variabel-variabel bebas mempengaruhi variabel tergantung, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui satu atau lebih variabel perantara. Terdapat dua model jalur yaitu model 33

satu persamaan jalur dan model dua persamaan jalur. Model pertama hanya mempunyai satu persamaan struktural dan model kedua mempunyai dua persamaan struktural dua persamaan struktural atau dua substruktur. Analisis jalur sebaiknya digunakan untuk kondisi yang memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Semua variabelnya berskala interval 2) Pola hubungan antar variabel bersifat linier 3) Model hanya bersifat searah 4.6.

Definisi Operasional Beberapa definisi operasional dalam penelitian ini adalah :

1) Responden merupakan petani tebu yang masih

aktif dalam kegiatan

berusahatani tebu di wilayah kerja Pabrik Gula Trangkil. 2) Umur adalah jumlah tahun usia responden yang dihitung sejak lahir sampai dengan saat penelitian (wawancara) dilakukan. Pembulatan dilakukan untuk batas sisa enam bulan keatas. 3) Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal yang pernah ditempuh atau dicapai oleh responden. 4) Kebutuhan adalah jumlah rata-rata kebutuhan ekonomi yang dikeluarkan responden

untuk

menutupi

keperluan

hidupnya

dan

keluarganya.

(pengukuran dalam rupiah perbulan). 5) Pengalaman berusahatani tebu adalah jumlah tahun lamanya responden menjadi petani. Pengukuran dihitung berdasarkan jumlah kumulatif lamanya responden menjadi petani, baik ditempat domisili sekarang atau maupun ditempat sebelumnya. (Indikator pengukuran dalam jumlah tahun). 6) Peranan Lembaga pelayanan adalah sejauh mana lembaga pelayanan memberikan pelayanan menurut petani responden. Lembaga pelayanan yang dimaksud adalah koperasi petani responden yaitu KSU Tebu Mandiri. 7) Peranan Lembaga penunjang adalah sejauh mana keberhasilan memfasilitasi petani dalam bidang advokasi menurut responden. Lembaga penunjang yang dimaksud adalah APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia) di wilayah responden.

34

8) Peranan Lembaga pengolahan dan bagi hasil adalah sejauh mana lembaga ini melakukan pengolahan dan bagi hasil yang sesuai dengan tugasnya menurut petani responden. Lembaga pengolahan dan bagi hasil yang dimaksud adalah Pabrik gula yang berhubungan dengan responden yaitu PG Trangkil. 9) Peranan Lembaga penyuluhan adalah mengukur sampai sejauh mana peranan lembaga penyuluhan menurut petani responden. Lembaga penyuluhan yang dimaksud adalah Dinas Perkebunan dan Dinas Pertanian di wilayah petani responden. 10) Peranan Lembaga Penelitian dan Pengembangan adalah mengukur sampai sejauh mana peranan lembaga penelitian dan pengembangan menurut petani responden.

Lembaga yang dimaksud adalah Litbang di wilayah petani

responden.

35

V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1.

Kondisi Wilayah Pabrik gula PG Trangkil terletak di Desa Trangkil, Kecamatan Trangkil,

Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah. Jarak dari pusat kota Pati sekitar 11 km kearah utara, jalan Pati-Tayu sedangkan jarak dari Ibukota Propinsi Jawa Tengah sekitar 75 km. Pabrik gula ini terletak di ketinggian lebih kurang 14 m diatas permukaan laut.

Batas-batas dengan daerah di sekelilingnya adalah sebagai

berikut : Utara

: berbatasan dengan Desa Karanglegi

Selatan

: berbatasan dengan Desa Kajar

Barat

: berbatasan dengan Desa Pasucen

Timur

: berbatasan dengan Desa Asempapan

Umumnya lahan di wilayah kerja PG Trangkil merupakan daerah datar sampai dengan landai bergelombang dengan kemiringan 0-2 persen. Jenis tanah diwilayah kerja PG Trangkil terdiri dari tanah alluvial coklat kelabu, sedimentasi alluvial, latosol merah, batuan volkanik. Lahan tebu terletak di ketinggian 20-600 meter di atas permukaan laut. Curah hujan rata-rata di wilayah kerja PG Trangkil 1.196 mm/th dengan hari hujan per tahun sekitar 70 hari. Rata-rata suhu udara adalah 24-33 oC per bulan. KPTR/KSU tebu Mandiri terletak dalam satu kantor dengan APTRI, jaraknya sekitar dua kilometer dari PG Trangkil. Dengan batas-batas daerah di sekelilingnya adalah sebagai berikut : Utara

: berbatasan dengan Desa Sukoharjo

Selatan

: berbatasan dengan Desa Ngepungrojo

Timur

: berbatasan dengan Desa Margorejo

Barat

: berbatasan dengan Desa Wonorejo

Wilayah kerja PG Trangkil terbagi menjadi dua wilayah yaitu wilayah bagian utara dan selatan. Wilayah bagian utara meliputi empat wilayah yang terdapat di Kabupaten Pati yaitu Kecamatan Margoyoso, Trangkil, Wedarijaksa, dan Tayu. Sedangkan wilayah bagian selatan meliputi wilayah yang terdapat di Kabupaten Pati yaitu Kecamatan Tlogowungu, Gembong, Margorejo, Juwana,

Pati, Gabus, Tambakromo, Kayen, Jakenan, Sukolilo, serta wilayah yang berlokasi di luar Kabupaten Pati yaitu Rembang dan Jepara. 5.2.

Karakteristik Responden Karakteristik responden petani tebu secara deskriptif meliputi : (1) umur,

(2) tingkat pendidikan, (3) jumlah kebutuhan, dan (4) pengalaman berusahatani tebu. 5.2.1. Umur Responden yang merupakan petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil berusia antara 26-55 tahun dengan rata-rata usia adalah 41 tahun. Berdasarkan data dari Tabel 4 diketahui bahwa sebagian besar responden berada pada selang usia antara 30-50 tahun yaitu sebanyak 36 orang (72 %).

Usia diatas 50 tahun

sebanyak 11 orang (22%) dan petani yang berusia di bawah 30 tahun sebanyak tiga orang (6%).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden petani

tebu di PG Trangkil memiliki umur yang produktif yaitu usia antara 30-50 tahun. Tabel 4. Sebaran Umur Responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil, Tahun 2008 Umur Responden Jumlah (orang) Persentase (%) <30

3

6

30-50

36

72

>50

11

22

Total

50

100

5.2.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan responden menyebar dari SD sampai perguruan tinggi. Responden yang tidak/tamat SD sebanyak 18 orang (36%), tamat SLTP sebanyak 15 orang (30%). Sedangkan responden yang tamat SLTA 13 orang (26 %), dan perguruan tinggi sebanyak empat orang (8 %). Tingkat pendidikan responden sebagian besar masih relatif rendah, yaitu rata-rata sebaran responden pada tingkat pendidikan SD dan SLTP. Petani yang tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi dikarenakan mereka banyak membantu orang tuanya bekerja pada usia muda. Namun pendidikan yang rendah tidak menjadi hambatan bagi petani responden untuk berusahatani. Hal ini 37

disebabkan karena banyak petani yang belajar dari pengalaman atau dengan cara belajar praktek/terjun langsung ke lapang. Untuk lebih lengkapnya mengenai sebaran tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sebaran Tingkat Pendidikan Responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil, Tahun 2008 Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%) Tidak /tamat SD

18

36

Tamat SLTP

15

30

Tamat SLTA

13

26

Perguruan tinggi

4

8

Total

50

100

5.2.3. Jumlah Kebutuhan Jumlah kebutuhan merupakan biaya yang dikeluarkan responden untuk melangsungkan kehidupannya. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa responden yang mempunyai pengeluaran kebutuhan sebesar Rp. 0,- sampai

Rp 1.500.000,-

sebanyak 13 orang (26 %), diatas Rp. 2.500.000,- sebanyak 11 orang (22 %), dan pengeluaran kebutuhan di atas Rp. 1.500.000-Rp. 2.500.000 sebanyak 26 orang (52%). Tabel 6. Sebaran Jumlah Kebutuhan Responden Petani Tebu Wilayah Kerja PG Trangkil, Tahun 2008 Pengeluaran Kebutuhan Jumlah responden Persentase (%) (rupiah/bulan) (orang) 0-1.500.000 13 26 >1.500.000-2.500.000

26

52

>2.500.000

11

22

Total

50

100

Responden memiliki pengeluaran kebutuhan sebagian besar diatas Rp. 1.500.000,- sampai Rp. 2.500.000,- per bulan. Besarnya jumlah kebutuhan yang berbeda-beda pada responden dikarenakan perbedaan jumlah tanggungan keluarga, jumlah konsumsi rumah tangga, dan lainnya.

Hasil wawancara

menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan keluarga sebanyak tiga sampai empat orang. 38

5.2.4. Pengalaman Berusahatani Tebu Pengalaman berusahatani tebu adalah keseluruhan pelajaran yang diperoleh seseorang dari peristiwa-peristiwa yang dialami yang berhubungan dengan keikutsertaannya dalam berusahatani tebu selama dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman petani dalam berusahatani tebu mempunyai peranan yang penting dalam mencapai keberhasilan usahatani tebu. Pada umumnya semakin lama pengalaman petani dalam usahatani maka kemampuan mengelola dalam usahatani akan semakin baik.

Untuk lebih jelasnya sebaran pengalaman

responden berusahatani tebu dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Sebaran Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Tebu, Tahun 2008 Pengalaman (tahun) Jumlah (orang ) Persentase (%) < 15

13

26

15-30

29

58

>30

8

16

Total

30

100

Tabel 7 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani, sekitar 58 persen anggota mempunyai pengalaman berusahatani selama kurun waktu 15-30 tahun. Sementara sisanya sekitar 26 persen memiliki pengalaman kurang dari 15 tahun; dan sekitar 16 persen memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun. Dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Stetiadi (2008) di Cirebon wilayah kerja PG Tersana tentang motivasi petani tebu. Hasil penelitian di Desa Tonjong tersebut sebagian besar pengalaman petani dalam berusahatani tebu antara 2-6 tahun dengan usia antara 45-54 tahun, maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani responden yang berada di wilayah kerja PG Trangkil memiliki pengalaman yang relatif lama dalam berusahatani tebu.

Hal ini

menunjukkan bahwa usahatani tebu di Pati sudah lama dilakukan oleh petani. 5.2.5. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa sebagian besar petani memiliki tanggungan antara tiga sampai empat orang yaitu sebanyak 27 orang (54%). Petani yang memiliki tanggungan kurang kurang dari tiga sebanyak 15

39

orang (30%) sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih dari empat sebanyak delapan orang (16%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Tahun 2008 Jumlah Tanggungan Jumlah (orang) Persentase (%) (orang) <3 15 30 3-4

27

54

>4

8

16

50

100

Total

5.2.6. Penguasaan Luas Lahan petani Luas lahan yang diusahakan petni responden di wilayayah kerja PG Trangkil beragam antara antara 1,6 Ha sampai 27,66 Ha. Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa luas lahan tebu yang diusahakan petani responden kurang dari 10 Ha sebanyak 23 orang (46%) dengan rata-rata luas lahan 5,83 Ha. Luas lahan tebu antara 10-20 Ha sebanyak 24 orang (48%) dengan rata-rata luas lahan sebesar 13,54 Ha. Sedangkan petani responden dengan luas lahan tebu lebih dari 20 Ha sebanyak tiga orang (6%) dengan rata-rata luas lahan sebesar 25,30 Ha. Jika dibandingkan dengan penelitian Setiadi (2008) dimana sebagian besar luas lahan tebu yang diusahakan petani tebu di Desa Tonjong berada kisaran 2-5,2 hektar, maka dapat disimpulkan bahwa luas lahan tebu yang diusahakan petani responden di wilayah kerja PG Trangkil relatif lebih luas. Tabel 9. Sebaran Petani Responden Berdasarkan Penguasaan Luas Lahan Tebu Tahun 2008 Luas Lahan (hektar) Jumlah (orang) Persentase (%) <10

23

46

10-20

24

48

3

6

50

100

>20 Total 5.2.7. Pendapatan Petani

Pendapatan petani responden di wilayah kerja PG Trangkil dapat dibagi menjadi dua yaitu pendapatan usahatani tebu dan pendapatan non tebu. 40

Pendapatan usahatani tebu adalah pendapatan yang diperoleh petani dari hasil berusahatani tebu. Sedangkan pendapatan non tebu adalah pendapatan yang diperoleh petani selain dari berusahatani tebu. Pendapatan selain usahatani tebu yaitu pendapatan dari usahatani ketela, usahatani padi, dagang, ternak sapi, ternak itik, perangkat desa, tapioka, dan jasa. Petani responden yang mengandalkan pendapatan hanya dari usahatani tebu sebanyak 11 orang (22%) sedangkan petani responden yang mempunyai pendapatan baik dari usahatani tebu maupun non tebu sebanyak 39 orang (78%). Tabel 10. Rata-Rata Kontribusi Pendapatan Usahatani Tebu Terhadap Pendapatan petani Responden di Wilayah Kerja PG Trangkil Tahun 2008 Sumber Pendapatan Jumlah Persentase (%) (rupiah/tahun) Usahatani Tebu 35.455.657 77,82 Non Tebu

10.106.521

22,18

Total

45.562.178

100,00

Rata-rata pendapatan usahatani tebu yang dilakukan oleh petani responden di lokasi penelitian adalah sebesar Rp 35.455.657 per tahun (77,82%) sedangkan rata-rata pendapatan petani selain tebu adalah sebesar Rp 10.106.521 per tahun (22,18%) (Tabel 10).

Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa rata-rata

pendapatan petani dari usahatani tebu relatif lebih tnggi dibandingkan pendapatan petani dari non tebu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usahatani tebu mempunyai kontribusi yang besar terhadap pendapatan petani.

Hal ini

dikarenakan sebagian besar petani responden beranggapan bahwa usahatani tebu merupakan usaha pokok.

41

VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.

Kondisi Motivasi Berusahatani Tebu Sifat keragaman dan kedinamisan responden dalam kegiatan berusahatani

tebu menjadikan perbedaan motif secara individual sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Motivasi individu merupakan dorongan naluriah untuk

melaksanakan kegiatan tertentu baik yang disebabkan rangsangan dari dalam diri individu maupun yang datang dari luar dalam pencapaian tujuan tertentu. Motivasi berusahatani dilihat berdasarkan pernyataan responden dalam kecenderungan

bertingkah

laku

dalam

kegiatan

usahatani

tebu. Motif

berusahatani responden dalam penelitian diamati dari aspek-aspek sebagai berikut: (1) motif meningkatkan pendapatan; (2) motif untuk menerapkan pengetahuan/teknologi

yang

dipelajari;

(3)

motif

untuk

meningkatkan

ketrampilan; (4) motif rasa aman dan tentram; (5) motif bekerjasama untuk memajukan komoditi tebu; (6) motif untuk bersedia membantu rekan petani lainnya; (7) motif untuk bersedia menerapkan teknologi baru. Berdasarkan hasil penelitian dari 50 responden yang merupakan petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati adalah sebagian besar petani termotivasi untuk berusahatani tebu (41,71%). Responden sangat setuju bahwa keinginan untuk meningkatkan pendapatan menjadi alasan mereka berusahatani (44%). Hal ini dapat dilihat bahwa 55 persen sebaran jumlah kebutuhan petani sebesar >1.500.000-2.500.000. Kebanyakan petani juga sangat setuju bahwa bertani tebu dapat menimbulkan rasa aman dan tentram. Tetapi sangat disayangkan bahwa petani tebu jarang menerapkan teknologi dan pengetahuan yang didapat dalam berusahatani tebu. Mereka merasa kurang mampu dan yakin akan teknologi yang ada sehingga susah berkembang. Kondisi tersebut masih dapat dibantu karena dari sebagian besar responden yang ada bersedia menerapkan teknologi baru dalam berusahatani tebu (54%) dan bahkan sangat bersedia meningkatkan ketrampilan (38%). Bantuan dalam hal cara, contoh, dan pengertian penerapan teknologi sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan di lapang. Lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Sebaran Motivasi Berusahatani Responden Indikator

Bobot Nilai (%) 3 4 5 18 36 44

Median

1 -

2 2

Telah menerapkan teknologi yang ada

4

10

38

34

14

100 Jarang/kadangkadang

Kesediaan meningkatkan ketrampilan

2

4

18

38

38

100

Bersedia, sangat bersedia

Menimbulkan rasa aman dan tentram

-

2

16

38

44

100

Sangat setuju

Kesediaan kerjasama antar petani tebu

2

4

16

42

36

100

Bersedia

Kesediaan membantu petani tebu lainnya

2

6

10

50

32

100

Bersedia

Bersedia menerapkan teknologi baru dalam bertani tebu

4

4

10

54

28

100

Bersedia

2

4,57

18

Karena keinginan meningkatkan pendapatan

Total

Total 100

41,71 33,71

100

Sangat setuju

Termotivasi

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sangat tidak setuju, sama sekali tidak pernah, sangat tidak bersedia, = tidak setuju, tidak pernah, tidak bersedia, = agak setuju, jarang, kurang bersedia, = setuju, sering, bersedia, = sangat setuju, sangat sering, sangat bersedia.

Hubungan sosialisasi juga besar dikalangan petani terlihat pada Tabel 11 petani bersedia kerjasama antar petani (42%), dan bersedia membantu petani tebu lainnya (50%).

Kesediaan membantu misalnya dalam hal kekurangan pupuk,

bibit agar dapat memperlancar usahatani tebu. Hal tersebut sangat baik untuk hubungan antar petani, sehingga informasi mengenai perkembangan usahatani dapat dengan mudah disampaikan. 6.2.

Dimensi Motivasi Berusahatani Tebu Setiap petani mempunyai keinginan atau kebutuhan yang diharapkan dapat

dipenuhi oleh usaha dari dirinya maupun dari lingkungan luar. agar petani lebih termotivasi dalam berusahatani.

Dalam hal ini

Variabel motivasi yang

dianalisis dalam penelitian ini adalah lembaga pelayanan (KPTR), lembaga penunjang (APTRI), lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil

43

dalam hal ini PG Trangkil serta lembaga penelitian dan pengembangan daerah setempat. 6.2.1. Lembaga Pelayanan Lembaga

pelayanan merupakan lembaga yang diharapkan dapat

membantu petani dalam mendukung dan memperlancar usahatani mereka. Lembaga pelayanan yang dimaksud adalah koperasi petani tebu rakyat atau Koperasi Serba Usaha Tebu Mandiri. Koperasi ini berdiri sejak tahun 2000 dengan jumlah anggota 24 hingga sampai sekarang jumlah anggotanya mencapai 95 orang. Bidang usaha yang dijalankan yaitu meliputi pencairan kredit. Seiring meningkatnya jumlah anggota bidang usaha yang dijalankan oleh koperasi juga berkembang. Bidang usaha tersebut diharapkan dapat membantu petani dalam berusahatani tebu, yaitu meliputi bidang usaha kredit, pupuk, obat-obatan, dan dana talangan. Sebaran peran lembaga pelayanan (KPTR) menurut petani responden cukup memuaskan (34%).

Sebagian besar petani mengatakan tidak pernah

mengajukan kredit di koperasi untuk modal usahatani tebu (34%). Padahal untuk jumlah kredit yang disediakan oleh koperasi mencukupi (38%).

Hal ini

dikarenakan sebagian besar petani membeli obat-obatan dalam jumlah sedikit sehingga mereka memutuskan untuk membeli dengan cara tunai.

Selain itu,

petani masih jarang membeli obat-obatan di koperasi dengan persentase yang sama dengan jumlah obat yang disediakan di koperasi yaitu sebesar 38 persen. Kredit yang disediakan seperti kredit saprodi (pupuk dan obat-obatan) akan dilunasi setelah panen atau setelah petani mendapatkan bagian dari hasil usahataninya. Sedangkan dana talangan yang disediakan di koperasi jumlahnya tidak mencukupi (50%) dengan petani yang menggunakan dana talangan sebagian besar masih jarang/kadang-kadang (36%).

Penyebaran dana talangan untuk

modal usahatani ini kurang dirasakan petani. Ketersediaan pupuk pendukung usahatani tebu di koperasi mencukupi (48%). Pupuk yang disediakan koperasi untuk membantu petani berusahatani tebu meliputi pupuk SP-36, ZA, KCL, UREA dan phonska. Sebagian besar petani sering membeli pupuk yang disediakan oleh koperasi (56%). Dari data penjualan pupuk di koperasi jenis pupuk yang paling banyak dibutuhkan adalah 44

ZA dan SP-36, sehingga persediaan pupuk ZA kadang tidak mencukupi. Hal ini dapat menghambat petani dalam berusahatani tebu.

Sebagian besar petani

membeli pupuk dengan cara kredit. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Peran Lembaga Pelayanan Menurut Responden Petani Tebu 1 18

2 34

Bobot Nilai (%) 3 4 5 24 18 6

Jumlah kredit yang diberikan

12

30

38

20

-

100

Mencukupi

Membeli pupuk di koperasi untuk kegiatan usahatani tebu

-

6

32

56

6

100

Sering

Jumlah pupuk tersebut

-

10

38

48

4

100

Mencukupi

Membeli obat-obatan di koperasi untuk usahatani

14

16

38

30

2

100

Jarang/kadangkadang

Jumlah obat-obatan tersebut

10

28

38

18

4

100

Kadang-kadang mencukupi

Menggunakan jasa traktor untuk berusahatani tebu di koperasi

14

34

36

16

-

100

Jarang/kadangkadang

Jumlah jasa

12

50

28

6

4

100

10

26

34

26,5

3,25

100

Tidak mencukupi Cukup memuaskan

Indikator Mengajukan kredit di Koperasi untuk modal usahatani tebu

Total

Total 100

Median Tidak pernah

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sama sekali tidak pernah, sangat tidak mencukupi, = tidak pernah, tidak mencukupi, = jarang/kadang-kadang, kadang-kadang mencukupi, = sering, mencukupi, = sangat sering, sangat mencukupi,

Unit jasa yang diberikan kepada petani tebu selain kredit adalah jasa penyewaan traktor. Hasil wawancara responden menunjukan bahwa petani jarang menggunakan jasa traktor untuk kegiatan usahatani tebu (36%).

Hal ini

dikarenakan traktor yang disediakan oleh koperasi tidak mencukupi (50%). 45

Traktor yang disediakan ada dua unit yaitu traktor A dan B. Selain itu, petani lebih banyak meminjam ke luar dan ke pabrik gula sendiri. 6.2.2. Lembaga Penunjang Lembaga yang dimaksud untuk menunjang kegiatan usahatani tebu adalah APTRI (Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia). Asosiasi petani ini didirikan oleh para petani tebu untuk mewakili mereka dalam memperjuangkan harga, pengayom petani dan sebagai mediator petani tebu.

Untuk lebih jelasnya

mengenai sebaran peran APTRI menurut petani dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Sebaran Peran Lembaga Penunjang Menurut Responden Petani Tebu 1 4

Bobot Nilai (%) 2 3 4 5 Total 24 50 18 4 100

Keadaan harga dasar gula sejak didirikan APTR

2

18

56

18

6

100

Sama saja/tetap

Keikut sertaan APTR dalam pelelangan harga

8

22

50

16

4

100

Cukp Memuaskan

16

42

24

12

6

100

Tidak memuaskan

4

18

30

42

6

100

Meningkat

7

25

42

21

5

100

Cukup memuaskan

Indikator Kinerja APTR dalam menuntut keadilan rendemen

Kesepakatan harga gula Bagaiman informasi/ teknologi baru yang di dapat Total

Median Cukup memuaskan

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sangat tidak memuaskan, sangat menurun, = tidak memuaskan, menurun, = cukup memuaskan, sama saja/ tetap, = memuaskan, meningkat, = sangat memuaskan, sangat meningkat.

Kinerja APTRI dalam menuntut keadilan rendemen bagi petani tebu cukup memuaskan yaitu sebesar 50 persen. Hal ini dilihat dari perkembangan rendemen (Tabel 1) yang mengalami peningkatan. Keadaan harga dasar gula semenjak didirikan APTRI adalah tetap atau sama saja dengan persentase 56 persen. Petani menganggap bahwa harga sudah ditentukan sesuai kebijakan pemerintah, bahkan keadaan harga dasar gula lebih baik dibanding sembilan tahun yang lalu. Sebagian besar petani tidak puas dengan kesepakatan harga terakhir.

46

Keikutsertaan APTRI dalam pelelangan harga memuaskan (50%). Pelelangan yang dimaksud yaitu pelelangan harga jual hablur gula bagian petani yang sudah dikumpulkan bersama dari pabrik gula. Pelelangan dilakukan secara bersama yang diadakan DPC APTRI. Investor yang akan membeli gula tersebut merupakan suatu perusahaan maupun perorangan. Informasi dan teknologi baru dalam usahatani tebu yang didapat oleh petani meningkat dengan persentase 42 persen. Informasi dan teknologi baru tersebut meliputi informasi dalam hal pengembangan bibit baru. Saat ini APTRI bekerjasama dengan PG Trangkil mencoba teknologi baru yaitu Biotan. Biotan merupakan pupuk organik dengan memanfaatkan limbah dari pabrik gula. Pupuk tersebut diharapkan dapat mengantisipasi kesuburan tanah.

Hal ini dapat

disimpulkan bahwa peran lembaga penunjang menurut petani tebu adalah cukup memuaskan yaitu sebesar 42 persen. 6.2.3. Lembaga Penyuluhan Kegiatan penyuluhan diarahkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat secara masal dalam meningkatkan produksi dan pendapatan petani dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara optimal.

Kegiatan

penyuluhan dibimbing oleh dinas perkebunan melalui petugas penyuluh lapang (PPL) dan kerjasama dalam hal pengawasan dengan PPL pabrik gula. Sebaran peran lembaga penyuluhan menurut responden cukup memuaskan yaitu sebesar 40,67 persen. Menurut petani tebu responden lembaga penyuluhan tidak pernah melakukan penyuluhan yang berkaitan dengan usahatani tebu (40%). Hal ini dikarenakan penyuluh kadang-kadang hadir untuk memberikan penyuluhan tentang usahatani tebu. Materi yang diberikan antara lain petunjuk teknis budidaya tebu, cara pemberantasan hama dan penyakit, serta cara panen dan pascapanen. Untuk materi penyuluhan yang akan diberikan dalam kegiatan penyuluhan ditentukan oleh penyuluh.

Sedangkan untuk jadwal dan lokasi kegiatan penyuluhan

dibicarakan bersama-sama antara petani dengan penyuluh. Petani merasa cukup puas dengan penyuluhan usahatani tebu yang diberikan (42%).

Untuk lebih

jelasnya mengenai sebaran peran lembaga pelayanan dapat dilihat pada Tabel 14.

47

Tabel 14. Sebaran Peran Lembaga Penyuluhan Menurut Responden Petani Tebu Indikator Seberapa sering penyuluhan yang berkaitan dengan usahatani tebu Tingkat kehadiran penyuluh Kegiatan penyuluhan usahatani tebu yang telah diberikan Total

Bobot Nilai (%) 3 4 28 12

1 16

2 40

2

20

52

10

20

9,33

26,67

Median

5 4

Total 100

22

4

100

Kadangkadang

42

24

4

100

Cukup memuaskan

40,67

19,33

4,00

100

Cukup memuaskan

Tidak pernah

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sama sekali tidak pernah, sangat tidak memuaskan, = tidak pernah, tidak memuaskan = jarang/ kadang-kadang, cukup memuaskan, = sering, memuaskan, = sangat sering, sangat memuaskan

Penyuluhan juga dilakukan saat ada acara di PG Trangkil seperti evaluasi giling. Penyuluhan seperti pada acara tersebut bekerjasama dengan pihak PG Trangkil dan APTRI. Petani menganggap materi yang diberikan tidak bervariasi dan tidak memberikan solusi atas permasalahan.

Kerjasama pembinaan juga

dilakukan dengan PG Trangkil dalam studi banding ke pabrik-pabrik gula lain dengan mengikutsertakan para petani tebu. Hal ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan petani tebu di wilayah PG Trangkil, tetapi tidak semua petani dapat mengikuti pembinaan seperti tersebut. 6.2.4. Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Proses pengolahan tebu menjadi kristal gula diserahkan kepada PG Trangkil dengan cara pembayaran berupa bagi hasil gula dengan komposisi 34 persen untuk pabrik gula dan 66 persen dikembalikan kepada petani. Pabrik gula sangat sering menyediakan transportasi untuk tebu yang sudah dipanen dari lahan petani ke pabrik gula. Transportasi yang digunakan adalah truk. Fasilitas kredit untuk modal usahatani sangat sering diberikan oleh pabrik gula kepada petani tebu dengan persentase 46 persen. Fasilitas kredit yang diberikan oleh pabrik gula dengan cara pengajuan kredit ke Bank. Selain itu, pabrik gula juga berperan 48

sebagai penjamin kredit yang diajukan dan sebagai pelaksana penyaluran kredit ke petani tebu. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran peran lembaga pengolahan dan bagi hasil dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Peran Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil Menurut Responden Petani Tebu Indikator

Bobot Nilai (%) 3 4 14 36

1 2

2 8

Fasilitas kredit

0

4

12

Sistem bagi hasil hablur gula

6

18

Sistem penentuan rendemen tebu

6

18

Layanan transportasi

Total

Median

5 40

Total 100

Sangat sering

38

46

100

Sangat sering

54

12

10

100

Cukup memuaskan

44

26

6

100

Cukup memuaskan

3,50 12,00 31,00

28,00

25,50

100

Cukup memuaskan

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sama sekali tidak pernah, sangat tidak memuaskan, = tidak pernah, tidak memuaskan = jarang/ kadang-kadang, cukup memuaskan, = sering, memuaskan, = sangat sering, sangat memuaskan

Sistem gula bagi hasil hablur gula dan tetes yang ada cukup memuaskan yaitu sebesar 54 persen. Pabrik gula memiliki kebijakan dimana petani yang memiliki rendemen kurang dari enam persen maka petani tebu tersebut akan tetap mendapatkan pendapatan minimal yaitu empat kg/kw tebu seperti yang didapatkan petani yang memiliki rendemen enam persen. Hal ini dikarenakan rendemen tebu sangat mempengaruhi produksi gula yang akan dihasilkan. Semakin besar rendemen tebu petani maka semakin besar gula yang didapat petani. Saat ini petani merasa cukup puas dengan system penentuan rendemen tebu (44%). Petani juga mendapatkan uang dari tetes tebu yang dihasilkan dari pengolahan tebu yaitu sebesar 2,5 kg/kw atau 2,5 persen dari setiap kuintal tebu petani. Harga tetes tebu sebesar Rp.39.000 per kwintal tetes yang diterima petani. Kesimpulannya bahwa sebagian besar petani tebu cukup puas atas lembaga pengolahan dan bagi hasil yaitu sebesar 31 persen.

49

6.2.5. Lembaga Penelitian dan Pengembangan Lembaga penelitian dan pengembangan yang dimaksud adalah lembaga pemerintah yang berupaya melakukan penelitian mengenai pertanian tebu untuk pengembangan produktivitas

usahatani hasil

dan

tebu.

Lembaga

pendapatan

untuk

petani,

memacu peningkatan

dengan

penelitian

secara

berkesinambungan. Litbang ini bekerjasama dengan pihak pabrik gula untuk melakukan pengembangan seperti dalam hal bibit unggul dan sebagainya. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran peran lembaga penelitian dan pengembangan dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Sebaran Peran Lembaga Penelitian dan Pengembangan Menurut Responden Petani Tebu Indikator Pemberian informasi litbang untuk usahatani tebu Kegiatan litbang Total

1 28

Bobot Nilai (%) 2 3 4 34 28 10

5 -

Total 100

34

30

6

-

100

Sangat tidak memuaskan

31,00

32,00

29,00 8,00

-

100,00

Tidak Memuaskan

30

Median Tidak pernah

Keterangan : 1 2 3 4 5

= sama sekali tidak pernah, sangat tidak memuaskan, = tidak pernah, tidak memuaskan = jarang/ kadang-kadang, cukup memuaskan, = sering, memuaskan, = sangat sering, sangat memuaskan

Menurut petani tebu, lembaga penelitian dan pengembangan tidak pernah memberikan informasi mengenai pengembangan bibit dan sebagainya sebesar 34 persen. Selain itu kegiatan yang dilakukan dirasa sangat tidak memuaskan karena selama ini petani menggunakan bibit lama yang sudah ada. Secara keseluruhan persepsi responden terhadap lembaga penelitian dan pengembangan yang diharapkan dapat memberikan informasi dan teknologi baru usahatani ternyata tidak memuaskan yaitu sebesar 32 persen. 6.3.

Analisis Dimensi Motivasi Berusahatani tebu Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu merupakan variabel

kelembagaan yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu, yaitu : Lembaga pelayanan (X1), Lembaga Penunjang (X2), Lembaga penyuluhan (X3), 50

Lembaga pengolahan dan bagi hasil (X4), Lembaga Penelitian dan pengembangan (X5). Pengolahan data yang dilakukan pada analisis faktor bertujuan untuk menilai variabel mana saja yang dianggap layak untuk dilakukan pada analisis selanjutnya.

Hasil pengolahan awal yang terbentuk tersebut memperlihatkan

angka Kasier Measure of Sampling Adequacy (KMO MSA) mencapai 0,882 dengan signifikasi 0,000 dan nilai Chi Square pada tes Bartlett’ sebesar 318.797. Oleh karena angka MSA sudah diatas 0,5 dan signifikasi jauh di bawah 0,05 (0,000<0,05), maka variabel awal dapat dianalisis lebih lanjut (Lampiran 1). Pada pengolahan awal ini diperoleh empat faktor dominan yang mempengaruhi motivasi

berusahatani.

Proses

analisis

yang

dilakukan

adalah

dengan

mengeluarkan variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 dari pemilihan variabel. Terdapat dua kali proses pemilihan variabel yang layak dalam penelitian ini, hal ini dikarenakan masih terdapat variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 setelah proses pemilihan variabel.

Uji kelayakan variabel yang

pertama dapat dilihat pada Lampiran 1 pada Tabel Anti Image Matrices (anti image correlation matrices). Pada Tabel tersebut terlihat ada satu variabel yang memiliki MSA kurang dari 0,05 yaitu variabel lembaga penelitian dan pengembangan (0,402). Variabel yang memiliki nilai MSA terkecil tersebut adalah variabel lembaga penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengembangkan pertanian tebu. Informasi mengenai pengembangan pertanian tebu kurang dirasakan oleh para petani responden, sehingga kurang memotivasi petani dalam berusahatani tebu. Variabel litbang ini direduksi dalam analisis selanjutnya. Setelah variabel litbang dikeluarkan dari pemilihan variabel sisanya diolah kembali. Pada pemilihan proses variabel yang kedua tidak ada variabel yang memiliki nilai MSA di bawah 0,5 dan dihasilkan empat variabel yang memenuhi syarat yang dianalisis lebih lanjut (Lampiran 2). Proses pemilihan variabel yang kedua ini menghasilkan satu faktor utama yang membentuk motivasi berusahatani tebu dengan eigenvalue yang lebih besar 51

dari satu dan dapat menjelaskan 94,887 persen dari total faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi berusahatani tebu, dan sebanyak 5,113 persen dapat dijelaskan oleh faktor-faktor lain diluar penelitian ini.

Angka KMO MSA

mengalami kenaikkan dari 0,882 menjadi 0,885 dan tetap signifikan (0,000). Nilai MSA mengalami kenaikkan setelah membuang variabel yang tidak memenuhi persyaratan. Nilai communality menunjukkan proporsi keragaman dari suatu variabel asal yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk.

Semakin tinggi nilai

communality sebuah variabel berarti semakin erat hubungannya dengan faktor yang terbentuk dan semakin besar juga keragaman variabel tersebut yang dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Tabel 17 menunjukkan nilai communality dari empat variabel yang dianalisis berdasarkan urutan dari yang terbesar sampai yang terkecil. Tabel 17. Nilai Communality Variabel Kelembagaan Petani Tebu No

Variabel

Nilai Communality

1

Lembaga Pelayanan

0,960

2

Lembaga Penunjang

0,954

3

Lembaga Penyuluhan

0,951

4

Lembaga Pengolahan dan Bagi Hasil

0,930

Tabel 17 terdapat variabel yang mempunyai nilai communality yang paling besar adalah lembaga pelayanan dengan nilai commonality 0,960. Hal ini berarti lembaga pelayanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor yang terbentuk, yaitu lembaga yang bersifat fasilitas yang diperlukan dalam usahatani tebu. Variabel lembaga pelayanan memiliki sebaran persepsi yang bervariasi (Tabel 12), hal tersebut disebabkan karena pada beberapa indikator antara petani dan lembaga pelayanan kurang mempunyai hubungan yang erat, yaitu pada indikator pemanfaatan kredit, dan jumlah talangan. Terdapat 18 persen petani yang sama sekali tidak pernah mengajukan kredit ke KPTR, hal ini dapat dipahami bahwa tidak seluruh petani meminjam ke koperasi terutama kredit saprodi seperti pupuk dan obat-obatan. Hal ini wajar, karena kemampuan petani berbeda-beda.

52

Setelah lembaga pelayanan, diikuti oleh tiga variabel lainnya yang memiliki nilai communality di bawahnya yaitu variabel lembaga penunjang dengan nilai communality 0,954.

Variabel ini sebagai variabel pembentuk

motivasi berusahatani tebu terbesar kedua.

Variabel lembaga penunjang ini

mempunyai variasi yang sebagian besar mengelompok pada kategori cukup memuaskan. Dilihat dari indikator Kinerja APTRI dalam menuntut keadilan rendemen, keadaan harga dasar gula sejak didirikan APTRI, dan keikutsertaan APTRI dalam pelelangan harga menunjukkan bahwa responden cukup puas akan penunjang tersebut. Variabel lembaga penyuluhan mempunyai nilai communality 0,951, variabel ini sebagai variabel pembentuk motivasi berusahatani tebu ketiga setelah variabel lembaga penunjang.

Variabel lembaga pengolahan dan bagi hasil

dengan nilai communality 0,930, variabel ini merupakan pembentuk faktor terendah. Hal ini dikarenakan kurang bervariasinya persepsi responden terhadap variabel ini. Tetapi variasinya mengelompok pada kategori sangat sering dan cukup memuaskan. Setelah dilakukan tahap awal yaitu analisis faktor yaitu penyaringan terhadap sejumlah variabel hingga didapat variabel-variabel yang memenuhi syarat untuk dianalisis. Selanjutnya dilakukan proses inti dari analisis faktor yaitu melakukan ekstrasi terhadap sekumpulan variabel yang ada sehingga terbentuk satu atau lebih faktor.

Motode yang digunakan yaitu Principal Component

Analysis. Agar terdapat perbedaan yang nyata pada nilai loading dari setiap variabel tersebut, maka dilakukan proses rotasi. Rotasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan rotasi metode varimax, yang bertujuan untuk memperbesar nilai loading, sehingga diperoleh distribusi loading yang lebih jelas dan berbeda nyata. Pernyataan hasil yang didapat terlihat bahwa proses factoring hanya menghasilkan satu faktor saja. Dengan demikian, tidak diperlukan proses rotasi lagi, karena proses rotasi digunakan untuk memperjelas variabel masuk pada faktor mana, yang berarti harus ada lebih dari satu faktor.

53

Tabel 18 dapat dilihat component 1 memiliki angka Eugenvalues di atas satu (3,795). Sedangkan pada component 2, angka eigenvalue langsung dibawah angka satu (0,094), maka proses faktor bisa dihentikkan. Hal ini menunjukkan bahwa satu faktor adalah paling bagus untuk meringkas keempat variabel tersebut. Tabel 18. Jumlah Faktor yang Didapat dalam Meringkas Variabel Kelembagaan Petani Tebu (Total Variance Explained) Component

1

Initial Eigenvalues % of Cumulative Total Variance % 3,795 94,887 94,887

2

,094

2,346

97,232

3

,062

1,554

98,786

4

,049

1,214

100,000

Extraction Sums of Squared Loadings % of Cumulative Total Variance % 3,795 94,887 94,887

Extraction Method: Principal Component Analysis.

Gambar 4 terlihat bahwa dari satu ke dua faktor (garis dari sumbu component number = 1 ke 2), arah garis menurun dengan tajam. Sedangkan pada faktor 2 sudah di bawah angka satu dari sumbu Y (Eugenvalue).

Hal ini

menunjukkan bahwa satu faktor adalah paling bagus untuk meringkas keempat variabel tersebut. Faktor tersebut adalah fasilitas produksi dan hasil. Scree Plot

4

Eigenvalue

3

2

1

0 1

2

3

4

Component Number

Component Number

Gambar

4.

Faktor yang Terbentuk dalam Meringkas Kelembagaan Petani Tebu (Scree Plot)

Variabel

Hasil dari rotasi varimax ini tidak mengubah jumlah faktor yang telah terbentuk melainkan hanya mengubah loadingnya saja.

Setiap variabel yang 54

terdapat pada faktor yang terbentuk harus memenuhi ketentuan cut off point (nilai loadingnya harus lebih besar dari 0,5), agar variabel tersebut secara nyata termasuk bagian dari suatu faktor. Pada Tabel 19 terlihat bahwa semua angka faktor loadings pada component ada di atas angka pembatas (cut off point). Dengan demikian sebuah faktor yang terbentuk yaitu faktor fasilitas produksi dan hasil sudah bisa mewakili semua variabel yang ada. Tabel 19. Komponen Variabel Kelembagaan Petani Tebu Terhadap Faktor Fasilitas Produksi dan Hasil (Component Matrix) Component 1 Pelayanan

,980

Penunjang

,977

Penyuluhan

,975

Bagi Hasil

,965

Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.

Keempat variabel yang diteliti dengan proses factoring dapat direduksi

menjadi hanya satu yaitu faktor fasilitas produksi dan hasil.

Faktor yang

terbentuk terdiri atas variabel lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, dan lembaga pengolahan dan bagi hasil. Karena angka korelasi positif maka dapat disimpulkan bahwa makin baik kinerja kelembagaan yaitu pelayanan, penunjang, penyuluhan, dan bagi hasil maka semakin mendorong petani berusahatani tebu dengan baik. Hasilnya yaitu peningkatan produktivitas. 6.4.

Analisis Jalur Analisis yang digunakan untuk menghitung pengaruh keempat variabel

bebas terhadap variabel tergantung dapat digunakan teknik analisa jalur yang menggunakan model satu persamaan jalur. Dari hasil analisis jalur yang terbentuk dapat dilihat pengaruh secara gabungan maupun pengaruh secara parsial. Pengaruh gabungan dari keempat variabel kelembagaan terhadap motivasi ditunjukkan pada angka R square sebesar 0,84.

Angka tersebut mempunyai

maksud bahwa pengaruh variabel pelayanan, penunjang, penyuluhan, dan bagi 55

hasil secara gabungan terhadap motivasi petani berusahatani tebu adalah 84 persen. Adapun sisanya sebesar 16 persen dipengaruhi oleh faktor lainnya. Untuk mengetahui model regresi sudah benar atau salah, diperlukan uji dengan kriteria yang digunakan yaitu jika signifikansi penelitian lebih kecil dari taraf uji yang digunakan (0,05). Angka signifikansi sebesar 0,000 < 0,05, maka ada hubungan linier antara variabel predictors yang diuji dengan variabel dependen. Angka signifikasi tersebut menunjukkan terdapat hubungan linier antara lembaga bagi hasil, penunjang, penyuluhan, pelayanan dengan motivasi berusahatani tebu. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Uji Model Regresi Kelembagaan dengan Motivasi Petani Berusahatani Tebu (Anova b) Model Sum of df Mean F Sig. Squares Square 1 Regression 20,465 4 5,116 59,027 ,000(a) Residual Total

3,901

45

24,366

49

,087

a Predictors: (Constant), Bagi Hasil, Penunjang, Penyuluhan, Pelayanan b Dependent Variable: Motivasi

Pengaruh secara parsial dapat dilihat dengan uji T, sedangkan melihat besarnya pengaruh digunakan angka beta. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21. Pengaruh Kelembagaan Secara Parsial Terhadap Motivasi Berusahatani Tebu (Coefficients a) Unstandardized Standardized coefficients coefficients Model t Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 1,286 ,202 6,365 ,000 Pelayanan

,575

,196

,664

2,938

,005

Penunjang

-,090

,183

-,107

-,492

,625

Penyuluhan

-,286

,166

-,351

-1,722

,092

Bagi Hasil

,594

,146

,701

4,069

,000

a Dependent Variable: Motivasi

Pengaruh parsial masing-masing variabel tersebut adalah : 1.

Hubungan antara pelayanan dan motivasi 56

Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar 2,938 > t tabel sebesar 2,000 yang berarti ada hubungan linier antara lembaga pelayanan dan motivasi berusahatani tebu. Besarnya pengaruh pelayanan terhadap motivasi tersebut sebesar 0,664 atau 66,4%. 2.

Hubungan antara penunjang dan motivasi Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar -0,492

< t tabel sebesar -2,000 yang berarti tidak ada hubungan linier antara lembaga penunjang dan motivasi berusahatani tebu.

Besarnya pengaruh lembaga

penunjang terhadap motivasi tersebut sebesar -0,107 atau – 10,7% dianggap tidak signifikan. Hal ini tercermin dari angka signifikasi sebesar 0,625 yang lebih besar dari 0,05. 3.

Hubungan antara penyuluhan dan motivasi Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar -1,722

< t tabel sebesar -2,000 yang berarti tidak ada hubungan linier antara lembaga penyuluhan dan motivasi berusahatani tebu.

Besarnya pengaruh penyuluhan

terhadap motivasi tersebut sebesar -0,351 atau -35,1% dianggap tidak signifikan. Hal ini tercermin dari angka signifikasi sebesar 0,092 yang lebih besar dari 0,05. 4.

Hubungan antara bagi hasil dan motivasi Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh angka t penelitian sebesar 4,069

> t tabel sebesar 2,000 yang berarti ada hubungan linier antara lembaga pelayanan dan motivasi berusahatani tebu. Besarnya pengaruh lembaga bagi hasil terhadap motivasi tersebut sebesar 0,701 atau 70,1 %. Hasil analisis jalur dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling besar berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu adalah lembaga pengolahan dan bagi hasil. Selanjutnya adalah lembaga lembaga pelayanan, lembaga penunjang, dan lembaga penyuluhan. 6.5.

Rekomendasi Alternatif Berdasarkan hasil wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa

responden termotivasi untuk berusahatani tebu. Untuk lebih meningkatkan lagi motivasi tersebut guna peningkatan produktivitas yang baik yang berujung pada kesejahteraan petani tebu, maka diperlukan perbaikan kelembagaan.

57

Perbaikan kelembagaan dilakukan berdasarkan tingkat pengaruh yang paling besar terhadap motivasi petani berusahatani tebu. Pengaruh kelembagaan tersebut dikaitkan dengan persepsi responden terhadap kinerja kelembagaan yang ada sekarang. Kemudian dilakukan perbaikan-perbaikan apa yang diperlukan oleh petani atau apa yang masih belum memuaskan kinerjanya. Kaitannya dengan campur tangan pemerintah untuk memacu proses industrialisasi pertanian, pendekatan kelembagaan merupakan salah satu alternatif yang masih terbuka lebar (Taryoto, 1997).

Dengan demikian urutan-urutan

alternatif rekomendasi dari yang mempunyai tingkat kepentingan paling banyak dapat dilihat pada Gambar 5.

Peran kelembagaan menurut Responden petani tebu : •









Variabel berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu :

Lembaga penunjang cukup memuaskan (42%)



Lembaga pengolahan dan bagi hasil (70,1%)

Lembaga penyuluhan cukup memuaskan (40,67%)



Lembaga pelayanan (66,4%)

Lembaga pelayanan cukup memuaskan (34%)



Lembaga penunjang (-10,7%)

Lembaga pengolahan&bagi hasil cukup memuaskan (31%)



Lembaga penyuluhan (-35,1%)

Lembaga litbang tidak memuaskan (32%)

Rekomendasi alternatif untuk meningkatkan motivasi berusahatani tebu. Gambar 5. Skema Hasil Analisis 1.

Lembaga pengolahan dan bagi hasil Lembaga ini merupakan variabel yang mempunyai pengaruh paling besar

terhadap motivasi berusahatani tebu. Sedangkan disisi lain petani merasa belum

58

sangat puas terhadap kinerja lembaga pengolahan dan bagi hasil yang dilaksanakan pabrik gula.

Hal ini sangat tidak membantu petani dalam

berusahatani tebu. Untuk itu pabrik gula selaku lembaga pengolahan dan bagi hasil perlu memperbaiki ketidakpuasan yang dirasakan oleh petani agar dapat meningkatkan motivasi berusahatani dalam meningkatkan produktivitas yaitu : •

Pabrik gula selaku penjamin kredit sebaiknya bekerjasama dengan pihak pendanaan baik itu bank atau dana pemerintah. Dengan adanya tambahan bantuan kredit maka penyaluran ke petani akan lebih merata. Dari buku laporan PG bahwa baru ada 18 orang yang menerima kredit akselerasi. Kredit tersebut merupakan kredit yang disediakan oleh pemerintah daerah Pati dalam rangka program akselerasi peningkatan produktivitas gula. Dananya berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.



Layanan bantuan tenaga kerja saat tebang sebaiknya dilakukan, mengingat petani banyak yang masih kekurangan tenaga kerja.

• 2.

Penentuan rendemen sebaiknya dilakukan secara transparan.

Lembaga Pelayanan Lembaga ini merupakan variabel kedua yang mempengaruhi motivasi

petani berusahatani tebu.

Sedangkan pada tanggapan petani terhadap kinerja

lembaga pelayanan cukup memuaskan urutan ketiga. Untuk itu agar manfaat lembaga ini dapat dirasakan oleh petani, koperasi harus melakukan : •

Dana talangan yang diberikan kepada petani sebaiknya dilakukan secara bergilir bukan berdasarkan kriteria. Hal ini diharapkan dapat memberi kesempatan petani secara adil dan untuk lebih berkembang.



Sebaiknya koperasi membuat penambahan gudang untuk penyimpanan pupuk terutama pupuk ZA. Karena pupuk ini paling banyak dibutuhkan. Hal ini juga dilakukan untuk mengantisipasi buruknya kondisi alam, seperti banjir. Contohnya saja pada bulan-bulan lalu koperasi kehabisan stok dikarenakan terhambat dalam perjalanan.

Selain itu juga untuk

mengantisipasi adanya kelangkaan pupuk. •

Bekerjasama dengan pihak pendanaan terkait pengadaan sarana jasa traktor yang masih kurang.

59

3.

Diperlukan kerjasama antar semua lembaga khususnya lembaga penunjang

dan lembaga penyuluhan yaitu dalam hal : •

Penyuluhan dan pembinaan sebaiknya dilakukan dengan cara terarah pada kelompok kecil sehingga informasi dapat disampaikan dengan baik. Selain itu petani dapat tanya jawab lebih leluasa terhadap penyelesaian permasalahan. Pembinaan sebaiknya dilakukan dengan praktek langsung. Hal ini dimaksudkan agar mempermudah petani dalam menerapkan informasi dan teknologi baru yang disampaikan.



Untuk memperbaiki mutu sumber bibit, lembaga ini didorong untuk menyelenggarakan

pembenihan

sendiri

karena

selama

ini

masih

mengandalkan bibit dari Jawa Timur. Hal yang harus dilakukan yaitu melakukan pembinaan agar terbentuk kelompok tani pembenihan tebu. Rekomendasi ini mengingat adanya dana untuk membantu petani merehabilitasi tanaman tebunya. Sehingga diharapkan terjadi penumpukan modal usaha dalam membangun kelembagaan usahatani tebu rakyat yang lebih baik. Hasil penelitian Setiadi (2008), menunjukkan rekomendasi pada faktor internal yaitu untuk memperhatikan lebih intensif petani yang memiliki pendidikan formal yang rendah, serta petani dengan penguasaan lahan yang tidak besar. Hal ini dapat dilakukan melalui kelembagaan. Berdasarkan hasil penelitian Setiadi tersebut, dapat diambil tambahan rekomendasi pada kasus penelitian di wilayah kerja PG Trangkil.

Peran

kelembagaan yang diperlukan yaitu lembaga pelayanan dan lembaga penyuluhan. Untuk lebih memperhatikan petani dengan penguasaan lahan yang tidak besar yaitu sebaiknya lembaga pelayanan memberikan dana talangan yang adil kepada petani yang membutuhkan. Selain itu diperlukan peran lembaga penyuluhan untuk lebih memberikan penyuluhan yang intensif pada kelompok kecil dalam penyelesaian masalah petani. Hal ini dilakukan agar petani kecil lebih termotivasi dalam berusahatani untuk meningkatkan produktivitas tebu. Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Setiadi (2008), menunjukkan faktor eksternal yang berhubungan nyata dengan motivasi berusahatani tebu 60

adalah pendapatan secara ekonomis dan lembaga penunjang. Rekomendasi yang diberikan pada pendapatan adalah agar lebih memperhatikan mengenai rendemen, harga, penyuluhan, kredit.

Sedangkan pada lembaga penunjang yang perlu

diperhatikan adalah bagi hasil, pelelangan, dan informasi yang terbuka. Kasus penelitian di Wilayah kerja PG Trangkil yang paling berpengaruh adalah lembaga bagi hasil dan pelayanan. Sedangkan untuk lembaga penunjang merupakan lembaga yang paling memuaskan menurut petani responden. Hal ini berarti kinerja APTR di wilayah kerja PG Trangkil cukup baik. Rekomendasi yang perlu ditambahkan yaitu mengenai peningkatan pendapatan petani. Peran pemerintah dan lembaga terkait sangat diperlukan yaitu dalam penetapan harga dasar, disarankan dapat mencari harga dasar per musim yang minimal dan dapat menutupi harga pokok produksi tebu yang diproduksi (disesuaikan dengan hablur gula/ha). Selanjutnya yaitu mengenai bunga kredit yang diberikan kepada petani tebu agar diusahakan seminimal mungkin. 6.6.

Upaya Meningkatkan Transparasi Perhitungan Rendemen Petani cukup puas dengan penentuan rendemen yang ada. Sebenarnya

masalah ini sudah cukup lama dan telah menjadi pembicaraan antar petani. Mereka merasa penentuan rendemen yang ada sudah dikurangi oleh pihak pabrik gula. Misalnya, rendemen dari lahan yang sama bisa memiliki rendemen yang jauh berbeda antara 4% sampai 9%. Kondisi tersebut meresahkan petani, karena hasil jerih payah usahatani tebu mereka tidak terlihat. Rekomendasi yang diberikan yaitu, agar penentuan rendemen tebu dilakukan secara transparan kepada petani, atau setidaknya ada perwakilan petani. Hal ini dilakukan supaya terjalin kepercayaan dan dapat mendorong atau memotivasi petani agar berusahatani untuk mencapai produktivitas yang lebih baik. Perbaikan sistem transparansi perhitungan rendemen mendapatkan prioritas karena akan berdampak langsung terhadap peningkatan efisiensi pada tingkat usahatani dan pabrik gula. Seperti halnya keberhasilan perbaikan sistem bagi hasil dalam memberi insentif pada mutu yang baik sehingga petani akan akan berusaha memperbaiki mutu tebunya.

61

Petani tebu tergabung dalam suatu wadah APTRI meminta bantuan kepada pemerintah Kabupaten Pati khususnya bidang pertanian agar menjadi penengah dalam penyelesaian permasalahan ini. Hal ini mengingat bahwa PG Trangkil merupakan milik swasta yang mempunyai izin di wilayah Kabupaten Pati. Selain itu pemerintah sudah seharusnya turun tangan dalam masalah ini karena menyangkut kesejahteraan petani tebu di wilayah Kabupaten Pati. Peran pemerintah sendiri yaitu dalam mengupayakan kesepakatan bersama antara pihak petani, APTRI, dan pabrik gula. Kesepakatan yang diupayakan bahwa dibentuk sebuah badan independen transparasi perhitungan rendemen. Badan independen ini mempunyai tugas dalam pengawasan perhitungan rendemen tebu petani. Anggota badan independen ini terdiri dari perwakilan petani yang ditunjuk, perwakilan pabrik gula, dan APTR.

Kinerja badan

independen ini terbuka atau dapat dengan bebes dilihat baik pihak petani, pabrik gula, serta pihak lain seperti APTR dan pemerintah. Kebijakan ini diterapkan oleh pemerintah dalam peraturan Bupati Pati tentang pedoman pelaksanaan pengembangan tebu rakyat musim tanam yang akan datang 2009/2010. Kebijakan ini diterapkan pada bagian panen dan pascapanen. Perbaikan sistem transparasi perhitungan rendemen juga akan meningkatkan pendapatan petani sehingga mendorong petani untuk menanam tebu. Hal ini juga akan memperbaiki efsiensi di tingkat pabrik gula dari sisi peningkatan kapasitas dan hari giling. Perbaikan transparasi perhitungan rendemen diyakini sebagai salah satu pintu masuk untuk peningkatan efisiensi pada tingkat usahatani dan pabrik gula.

62

VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1.

Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dalam penelitian ini adalah :

1.

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 responden yang merupakan petani tebu di wilayah kerja PG Trangkil Kabupaten Pati adalah sebagian besar petani termotivasi untuk berusahatani tebu dengan persentase sebesar 41,71 persen. Kondisi ini belum mencapai optimal. Kondisi motivasi berusahatani yang optimal dapat diperoleh jika sebagian besar responden petani berada pada kondisi yang sangat termotivasi. Peluang untuk meningkatkan kondisi petani yang berada di bawah termotivasi menjadi minimal termotivasi dengan persentase yang lebih baik lagi masih bisa dilakukan. Hal ini dikarenakan sebagian petani responden masih berada pada kondisi sangat tidak termotivasi sebesar dua persen, tidak termotivasi 4,57 persen, dan agak termotivasi 18 persen.

2.

Faktor-faktor yang diidentifikasi dapat mempengaruhi motivasi petani berusahatani tebu yaitu lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil, dan lembaga penelitian dan pengembangan. Analisis deskriptif mengenai sebaran peran kelembagaan menurut responden petani tebu adalah cukup memuaskan. Kondisi tersebut berbeda dengan lembaga penelitian dan pengembangan menurut petani responden menjelaskan bahwa lembaga tersebut tidak memuaskan dengan persentase sebesar 32 persen.

3.

Analisis faktor menunjukkan bahwa variabel yang mempengaruhi motivasi petani berusahatani tebu adalah variabel lembaga pelayanan, lembaga penunjang, lembaga penyuluhan, lembaga pengolahan dan bagi hasil. Variabel yang mempunyai nilai communality yang paling besar adalah lembaga pelayanan dengan nilai commonality 0,960. Hal ini berarti lembaga pelayanan mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor yang terbentuk, yaitu faktor fasilitas produksi dan hasil.

4.

Hasil analisis jalur dapat disimpulkan bahwa variabel yang paling besar berpengaruh terhadap motivasi berusahatani tebu adalah lembaga pengolahan dan bagi hasil.

Terdapat hubungan linier antara lembaga pelayanan dan

motivasi berusahatani tebu. Besarnya pengaruh lembaga bagi hasil terhadap motivasi tersebut sebesar 0,701 atau 70,1 %. Variabel kedua yang berpengaruh terhadap motivasi petani adalah lembaga pelayanan. Besarnya pengaruh pelayanan terhadap motivasi tersebut sebesar 0,664 atau 66,4%. Lembaga penunjang (– 10,7%) dan penyuluhan (35,1%) kurang berpengaruh dan tidak signifikan. 7.2. 1.

Saran Koperasi (KPTR) diharapkan memberikan pelayanan yang adil kepada petani tebu, seperti dalam kredit yang sebaiknya diberikan secara bergilir kepada petani yang membutuhkan dana talangan. Koperasi juga di harapkan lebih menyediakan kelengkapan peralatan yang dibutuhkan

petani dalam

berusahatani tebu dengan harga yang lebih murah atau setidaknya sama dengan harga pasar. Koperasi sebagai wadah atau sarana sebaiknya lebih terbuka dengan unit usahanya kepada petani, sehingga diharapkan dapat membantu petani untuk lebih termotivasi dalam berusahatani khususnya petani kecil. 2.

APTR sebaiknya lebih meningkatkan kerjasama dengan pihak-pihak terkait lainnya yang bisa menguntungkan petani. Sebagai mediator petani, APTR sebaiknya lebih meningkatkan posisi tawar harga gula lelang.

3.

Lembaga penyuluhan bekerjasama dengan sinder agar dapat memberikan penyuluhan yang lebih mengarah pada penyelesaian masalah yang ada pada usahatani. Sebaiknya penyuluhan dilakukan dengan cara lain agar petani tidak jenuh. Penyuluhan dengan kelompok lebih kecil diharapkan mampu mengarah dan petani akan lebih leluasa bertanya.

4.

Penelitian dan pencontohan dengan praktek langsung dengan petani sangat dibutuhkan dalam pengenalan teknologi baru, misalnya bibit unggul.

5.

APTRI perlu lebih berperan dalam meningkatkan motivasi petani dalam berusahatani tebu dengan menyuarakan aspirasi yang dimiliki petani.

64

DAFTAR PUSTAKA Amin, 1996. Motivasi dan prilaku petani tebu rakyat intensifikasi dalam menerapkan teknologi hasta usaha tani (kasus di wilayah kerja pabrik gula Karangsuwung, Kabupaten Cirebon). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Arifin, Bustanul. 2008. Ekonomi Swasembada Gula Indonesia: Rajawali Pers. [BPS] Badan Pusat Statistik http://www.bps.go.id [14 Juli 2008] Engel, James F, Roger D. Blackwell dan Paul W. Miniard. 1994. Prilaku Konsumen. Cetakan Pertama. Binaputra Aksara. Gibson, Ivancevich, Donnelly. 1996. Organisasi. Jakarta: Erlangga. Hafsah, M.J. 2002. Bisnis Gula di Indonesia. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Handoko, T. H. 2003. Manajemen. Edisi 2. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Hasibuan, Sayuti S.P. 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Revisi, Jakarta: PT. Bumi Aksara. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Kppbumn. http://www.kppbumn.depkeu.go.id/Industrial_Profile 2008].

[23 Agustus

Maryono. 1996. Analisis alokasi faktor produksi dan kelembagaan usaha tani tebu di lahan kering (studi kasus pabrik gula Madukismo, Kabupaten Bantul, Propinsi D. I. Yogyakarta). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian bogor. Mubyarto. 1994. Strategi Pembangunan Pedesaan. Yogyakarta. Nasution, S. 2000. Metode Riset. Jakarta: PT Bumi Aksara. Ngadimin. 1998. Motivasi dan partisipasi transmigran anggota KUD di daerah pemukiman transmigran. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian bogor. Rizaldi, D. 2003. Gambaran Umum Tentang Tebu. KPP BUMN. Jakarta Selatan. Setiadi, 2008. Analisis faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi petani dalam berusaha tani (Studi Kasus : Petani Tebu Rakyat Di Desa Tonjong Wilayah Kerja Pabrik Gula Tersana Baru , Kabupaten Cirebon). [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekamto, T. 1993. Perancangan dan Pengembangan Sistem Instruksional. Jakarta: Intermedia. Susanto, H. 1990. Sumbangan kelompok tani terhadap program tebu rakyat intensifikasi. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Sutarjo, 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: Penebar Swadaya.

65

Suyono, 2008. Memberdayakan petani tebu melalui pengembangan kapasitas kelembagaan KPTR. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Taryoto, 1997. Dinamika Inovasi Sosial Ekonomi dan Kelembagaan Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Tim Penulis PS. 2008. Agribisnis Tanaman Perkebunan. Depok: Penebar Swadaya. Winardi, J. 2001. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Wirartha, I. M. 2006. Metodologi Penelitian Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Andi. Wirasanti, 2008. Perkembangan kehidupan sosial ekonomi pertanian tebu tahun 1997-2002. [Skripsi]. Jember: Universitas Jember.

66

LAMPIRAN

Lampiran 1.

Factor Analysis KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,882 Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square df Sig.

318,797 10 ,000 Anti-image Matrices LPJ LPH ,070 -,034 -,023 -,034 ,075 -,032 -,023 -,032 ,084 -,031 -,015 -,026 ,010 ,021 -,034 ,860(a) -,466 -,306 -,466 ,866(a) -,398 -,306 -,398 ,887(a) -,345 -,154 -,259 ,037 ,077 -,117

LPY Anti-image Covariance

Anti-image Correlation

Pelayanan Penunjang Penyuluhan Bagi Hasil litbang Pelayanan Penunjang Penyuluhan Bagi Hasil litbang

LPBH -,031 -,015 -,026 ,120 -,010 -,345 -,154 -,259 ,923(a) -,029

LB ,010 ,021 -,034 -,010 ,980 ,037 ,077 -,117 -,029 ,402(a)

a Measures of Sampling Adequacy(MSA) Communalities Initial Extraction Pelayanan 1,000 ,959 Penunjang 1,000 ,953 Penyuluhan 1,000 ,951 Bagi Hasil 1,000 ,930 litbang 1,000 ,007 Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained Component

Initial Eigenvalues Total % of Variance Cumulative % 1 3,800 76,007 76,007 2 ,996 19,925 95,931 3 ,094 1,875 97,806 4 ,061 1,223 99,030 5 ,049 ,970 100,000 Extraction Method: Principal Component Analysis.

Extraction Sums of Squared Loadings Total % of Variance Cumulative % 3,800 76,007 76,007

Component Matrix(a) Component 1 Pelayanan ,979 Penunjang ,976 Penyuluhan ,975 Bagi Hasil ,964 litbang ,081 Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.

68

Lampiran 2.

Factor Analysis KMO and Bartlett's Test Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling Adequacy. ,885 Bartlett's Test of Sphericity

Approx. Chi-Square df Sig.

Anti-image Matrices LPJ

LPY Anti-image Covariance

320,138 6 ,000

Pelayanan Penunjang Penyuluhan Bagi Hasil Pelayanan Penunjang Penyuluhan Bagi Hasil

Anti-image Correlation

,070 -,034 -,023 -,031 ,860(a) -,471 -,303 -,344

LPH

LPBH

LB

-,034 ,076 -,032 -,014 -,471 ,868(a) -,393 -,152

-,023 -,032 ,086 -,027 -,303 -,393 ,892(a) -,264

-,031 -,014 -,027 ,120 -,344 -,152 -,264 ,923(a)

a Measures of Sampling Adequacy(MSA) Communalities Initial Extraction Pelayanan 1,000 ,960 Penunjang 1,000 ,954 Penyuluhan 1,000 ,951 Bagi Hasil 1,000 ,930 Extraction Method: Principal Component Analysis. Total Variance Explained Component

Initial Eigenvalues Total

Extraction Sums of Squared Loadings

% of Variance

Cumulative %

1

3,795

94,887

94,887

2

,094

2,346

97,232

3

,062

1,554

98,786

Total 3,795

% of Variance 94,887

Cumulative % 94,887

4

,049 1,214 100,000 Extraction Method: Principal Component Analysis. Component Matrix(a) Component 1 Pelayanan

,980

Penunjang

,977

Penyuluhan

,975

Bagi Hasil

,965 Extraction Method: Principal Component Analysis. a 1 components extracted.

69

Lampiran 3.

Regression Variables Entered/Removed(b)

Model 1

Variables Entered

Variables Removed

Bagi Hasil, Penunjang, Penyuluhan, Pelayanan(a)

Method

.

Enter

a All requested variables entered. b Dependent Variable: Motivasi Model Summary

Model 1

R

Adjusted R Square

R Square

Std. Error of the Estimate

,916(a) ,840 ,826 ,29441 a Predictors: (Constant), Bagi Hasil, Penunjang, Penyuluhan, Pelayanan ANOVA(b) Model 1

Regression

Sum of Squares 20,465

Residual

3,901

df 4

Mean Square 5,116

45

,087

F 59,027

Sig. ,000(a)

Total

24,366 49 a Predictors: (Constant), Bagi Hasil, Penunjang, Penyuluhan, Pelayanan b Dependent Variable: Motivasi Coefficients(a) Model

1

Unstandardized coefficients B Std. Error

Standardized coefficients Beta

t

Sig.

(Constant)

1,286

,202

6,365

,000

Pelayanan

,575

,196

,664

2,938

,005

Penunjang

-,090

,183

-,107

-,492

,625

Penyuluhan

-,286

,166

-,351

-1,722

,092

Bagi Hasil

,594

,146

,701

4,069

,000

a Dependent Variable: Motivasi

70

71