ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK

Download diproduksi pertama kalinya oleh PT Sari Husada. Susu bubuk merk SGM yang dipilih untuk dianalisis mutunya adalah SGM 3 Madu. Susu bubuk ini...

0 downloads 819 Views 3MB Size
ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA YOGYAKARTA

SKRIPSI EKO SAPUTRO

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

RINGKASAN EKO SAPUTRO. D14204087. 2008. Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Susu Bubuk SGM 3 Madu PT Sari Husada Yogyakarta. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah Ratih Adjie Maheswari, DEA. Pembimbing Anggota : Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. Produk susu bubuk yang beredar di pasaran dapat mengalami kerusakan mutu, baik mutu fisik, kimia, organoleptik, mikrobiologi maupun biokimia/gizi. Faktor utama yang menyebabkan kerusakan tersebut adalah oksigen, cemaran metal, suhu penyimpanan dan kadar air. Kerusakan mutu diantaranya berupa penyimpangan cita rasa, penurunan daya larut dan nilai gizi. Kerusakan-kerusakan tersebut harus dicegah dan dihindari agar produk tetap layak untuk dikonsumsi oleh pelanggan. Analisis mutu bahan baku sampai dengan produk jadi harus dilakukan perusahaan sebelum produk diedarkan di pasaran untuk menjamin keamanan produk bagi konsumennya. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari sistem jaminan mutu pada susu bubuk yang baik melalui pendekatan analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi susu bubuk merk Susu Gula Minyak (SGM) yang diproduksi pertama kalinya oleh PT Sari Husada. Susu bubuk merk SGM yang dipilih untuk dianalisis mutunya adalah SGM 3 Madu. Susu bubuk ini baru akan diluncurkan di awal tahun 2008 dengan desain kemasan yang baru dan formulasi baru yang diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS), vitamin C dan Docosa Hexaenoic Acids dan Linoleic Acids (DHA dan LA). Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder hasil analisis mutu yang dilakukan di laboratorium QA dan QC selama bulan Juli 2007. Data ini merupakan hasil analisis mutu pada setiap jenis kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik bahan setengah jadi dan bahan jadi berupa data atribut dan variabel. Bahan setengah jadi adalah compounded product yang merupakan campuran liquid MST (mixed storage tank) dan dried product yaitu base powder ex dryer. Bahan jadi adalah blended product yaitu finish powder ex blending atau bin filling. Jenis kriteria mutu yang dianalisis, untuk kriteria mutu fisik meliputi floaters/sinkers, bulk density (BD), curd atau white flecks dan cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis adalah nilai pH dan kadar lemak. Kriteria mutu organoleptik yang dianalisis meliputi penampakan, warna, rasa dan cita rasa. Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan yang disusun berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) dan standar Codex. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik deskriptif dan metode pengendalian mutu statistik. Alat analisis pengendalian mutu statistik yang digunakan adalah bagan kendali atau control chart. Berdasarkan hasil analisis data didapatkan bahwa rata-rata dan keragaman mutu dari kriteria mutu fisik dan kimia bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu ada yang sudah terkendali dan ada yang masih belum terkendali dengan baik.

Meskipun demikian, semua kriteria mutu fisik dan kimia yang telah dianalisis masih berada dalam batas spesifikasi perusahaan. Kriteria mutu organoleptik bahan baku dan bahan jadi SGM 3 Madu tidak ada yang cacat atau menyimpang serta sudah sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Kata-kata Kunci: SGM 3 Madu, analisis mutu, mutu fisik, mutu kimia, mutu organoleptik

iii

ABSTRACT Physical, Chemistrial and Sensorial Quality Analysis of SGM 3 Madu Milk Powder at PT Sari Husada Yogyakarta Saputro, E., R.R.A. Maheswari and Z. Wulandari Bulk density is one of more of the main parameter of milk powder solubility index when its reconstituted in the water. Curds or white flecks, floaters, sinkers and cream layer is the main parameter of the quality performance reconstitution result of milk powder in the water. Solubility index in the water which is fast and not appear curds/white flecks, floaters, sinkers and cream layer in solution is the most ideal condition. Value of pH is the common indicator to defect a devition of milk powder quality because of raw material, processing tools or machines, processing operator and production process. Fat content is a critical control point of milk powder quality because determine its density in the water and quality performance; main caused of rancid and cream layer appear; and give unique characteristics of performance, tecture, taste and flavor. The study were to analyze physical quality, chemistry and sensory raw material and finished material of SGM 3 Madu milk powder which produced since Juli 2007 showed that average and diversity quality of physical and chemistry quality criteria raw and finished material SGM 3 Madu is controlled and uncontrolled well. Eventhough all the phsical and chemistry quality criteria still in the specification limit of the company policy. Sensory quality of raw and finished material SGM 3 Madu was not defect/non conformance or suitable whith the specification of company policy. Keywords: SGM 3 Madu Milk Powder, Quality Analysis, Physical Quality, Chemistrial Quality, Sensorial Quality

ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA YOGYAKARTA

EKO SAPUTRO D14204087

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

ANALISIS MUTU FISIK, KIMIA DAN ORGANOLEPTIK SUSU BUBUK SGM 3 MADU PT SARI HUSADA YOGYAKARTA

Oleh EKO SAPUTRO D14204087

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juli 2008

Pembimbing Utama

Pembimbing Anggota

Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. NIP. 131 671 595

Zakiah Wulandari, S.TP., M.Si. NIP. 132 206 246

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr. NIP. 131 955 531

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Oktober 1983 di Grobogan Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari pasangan Bapak Rusmin (almarhum) dan Ibu Suwarti. Pendidikan dasar sampai menengah diselesaikan di kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan Jawa Tengah. Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1993 di SDN Crewek 1, Pendidikan lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 1999 di SMPN 1 Kradenan dan pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2002 di SMUN 1 Kradenan. Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004. Biaya administrasi serta kebutuhan sarana dan prasarana akademik penulis selama menyelesaikan pendidikan di Institut Pertanian Bogor dicukupi dari berbagai beastudi yang berhasil diperolehnya. Beastudi tersebut diantaranya beastudi ETOS Dompet Dhuafa Republika untuk biaya masuk dan biaya tahun pertama di IPB; beastudi PERSADA dari alumni mahasiswa Indonesia di Jepang selama setahun pertama di IPB; beastudi KS4 (Karya Salemba Empat) dari alumni mahasiswa UI selama satu tahun di tingkat kedua; beastudi PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) dari DIKTI selama dua tahun di tingkat dua dan tiga; dan beastudi Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) dari DIKTI selama satu tahun di tingkat keempat atau terakhir. Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif di lembaga kemahasiswaan tingkat fakultas di Lembaga Dakwah Fakultas (LDF) Forum Aktivitas Mahasiswa Muslim (FAMM) Al An’Aam Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan lembaga kemahasiswaan tingkat universitas di Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Al Hurriyyah Institut Pertanian Bogor. Selain organisasi kemahasiswaan di dalam kampus penulis

juga aktif di organisasi ekstra kampus yaitu organisasi massa

(ORMAS) dan organisasi kepemudaan (OKP) di Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Komisariat Institut Pertanian Bogor dan KAMMI Daerah Bogor. Selama mengikuti pendidikan, penulis juga menjalani aktivitas sebagai asisten mata kuliah Pendidikan Agama Islam (PAI) Institut Pertanian Bogor.

KATA PENGANTAR Industri pangan dan usaha ekonomi lainnya mempunyai hubungan yang erat sekali dengan masalah mutu, karena hanya produk pangan atau hasil industri yang bermutu, aman dan dimaui konsumenlah yang dapat dijual. Kelemahan atau keteledoran dalam pengendalian mutu hasil industri pangan dapat berakibat fatal. Menghadapi era industrialisasi, pengendalian mutu menjadi faktor kunci dalam pengembangan industri dan dalam persaingan produknya di pasaran global. Konsumen semakin menuntut produk pangan yang beragam dan bermutu yang dicirikan dengan berselera, praktis, terjangkau serta ASUH (aman, sehat, utuh dan halal). Pengendalian mutu mencakup kegiatan-kegiatan: uji mutu, analisis mutu dan penilaian mutu. Kegiatan tersebut pada industri modern, dilakukan berdasarkan uji atau analisis mutu objektif (fisik dan kimia) menggunakan instrument fisik. Selain analisis mutu objektif, pada industri pangan juga sangat diperlukan uji atau analisis mutu subjektif (organoleptik) menggunakan instrument indrawi manusia. Skripsi ini disusun untuk mendeskripsikan proses pengendalian mutu fisik, kimia dan organoleptik produk setengah jadi dan produk jadi dari susu bubuk SGM 3 Madu yaitu liquid mixed storage tank (MST), base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. SGM 3 Madu merupakan susu bubuk yang diproduksi oleh PT Sari Husada Yogyakarta. Produk ini adalah produk lama yang dikembangkan dan diperbaiki mutunya secara terus-menerus sampai dengan saat ini. Saat ini SGM 3 Madu dikembangkan dan diperbaiki mutunya dengan diperkaya prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS). FOS dan GOS adalah nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme alami yang bersifat baik dalam pencernaan, khususnya bakteri asam laktat (BAL). Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Segala masukan dan koreksi akan penulis terima dengan senang hati. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Amiin. Bogor, 16 Juli 2008 Penulis

DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN ...............................................................................................

ii

ABSTRACT ..................................................................................................

iii

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

iv

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

v

RIWAYAT HIDUP .......................................................................................

vi

KATA PENGANTAR ................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................. viii DAFTAR TABEL ......................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang................................................................................... Tujuan ...............................................................................................

1 2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

Susu ................................................................................................. Komponen-komponen Susu .................................................. Air ............................................................................ Karbohidrat ............................................................... Lemak ....................................................................... Protein ...................................................................... Enzim ....................................................................... Vitamin ..................................................................... Mineral ..................................................................... Komposisi Susu ..................................................................... Susu Bubuk ...................................................................................... Jenis-jenis Susu Bubuk ......................................................... Proses Pembuatan Susu Bubuk ............................................. Spray Drying ............................................................ Drum Drying ............................................................ Freeze Drying ........................................................... Standar Mutu Susu Bubuk .................................................... Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk ............................ Madu .................................................................................... Komponen-komponen Madu .................................... Komposisi Madu ...................................................... Manfaat Madu .......................................................... Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik ......................................... Probiotik ...................................................................

3 3 3 3 4 4 4 4 5 6 6 7 8 9 10 10 11 13 13 13 13 14 15 15

Prebiotik ................................................................... Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS) .......................... Sinbiotik ................................................................... Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA dan AA) ............................................................................... Vitamin C ............................................................................ Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu Bubuk ............................................................................................. Metal ................................................................................... Merkuri (Hg) ............................................................ Timbal (Pb) .............................................................. Kadmium (Cd) .......................................................... Tembaga (Cu) ........................................................... Besi (Fe) ................................................................... Mutu ................................................................................................ Standar dan Spesifikasi ........................................................ Quality Management (Manajemen Mutu) ............................. Quality Assurance (Jaminan Mutu) ...................................... Quality Control (Pengendalian Mutu) .................................. Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik) .... Alat Pengendalian Mutu Statistik .............................. Check Sheet (Lembar Pemeriksaan) ............. Stratification (Pengelompokan) .................... Scatter Diagram (Diagram Pencar) .............. Diagram Pareto ............................................ Histogram .................................................... Fishbone Diagram (Diagram Ishikawa atau Diagram Sebab Akibat) ................................. Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan Kendali Shewhart) ......................................... Control Chart (Bagan Kendali atau Bagan Kendali Shewhart) ......... Fungsi Bagan Kendali .......................................................... Jenis-jenis Bagan Kendali .................................................... Bagan Kendali Atribut (Sifat) ................................... Bagan Kendali Variabel ............................................ Interpretasi Bagan Kendali ................................................... Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses ............. Batas Kendali dan Batas Spesifikasi ......................... Analisa Kemampuan Proses .................................................

16 17 18 18 19 21 21 21 22 22 22 22 23 24 25 26 26 27 28 28 28 28 29 29 29 30 30 30 31 31 33 34 34 35 35

METODE ...................................................................................................... 37 Lokasi dan Waktu .............................................................................. Materi ................................................................................................ Prosedur ............................................................................................ Produksi SGM 3 Madu ......................................................... Produksi Liquid MST ............................................... Produksi Base Powder ex Dryer ...............................

37 37 38 38 40 42 x

Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik ....................... Analisis Mutu Fisik .................................................. Bulk Density atau BD ................................... Floaters dan Sinkers ..................................... Curd atau White Flecks ................................ Cream Layer ................................................ Analisis Mutu Kimia ................................................. Nilai pH ....................................................... Kadar Lemak ................................................ Analisis Mutu Organoleptik ...................................... Liquid MST .................................................. Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............................. Sampling (Pengambilan Sample) ........................................... Liquid MST .............................................................. Base Powder ex Dryer .............................................. Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. Retain Sample (Penyimpanan Sample) ................................... Base Powder ex Dryer .............................................. Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............. Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample .......................... Pemberian Status Produk ...................................................... Released ................................................................... Non Conformance (NC) ............................................ Rejected .................................................................... Desain Penelitian .................................................................. Macam dan Sumber Data ...................................................... Pengumpulan Data ................................................................ Analisa Data ......................................................................... Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x dan R) ....................................................................... Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c) Analisis Kemampuan Proses .....................................

44 45 46 46 47 48 48 49 49 49 50 50 51 51 51 52 52 52 52 53 53 53 54 54 56 57 57 58 59 59 61 63

KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA ................................................... 64 Visi, Misi dan Budaya Perusahaan ................................................... Visi ....................................................................................... Misi ...................................................................................... Budaya ................................................................................. Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan ........................................... Sejarah Perkembangan Produk ......................................................... Lokasi Perusahaan ........................................................................... Struktur Organisasi .......................................................................... Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan ................................ Ketenagakerjaan ................................................................... Kesejahteraan Karyawan ....................................................... Bahan Baku dan Pengadaannya ........................................................

64 64 64 64 64 66 66 67 69 69 70 71 xi

Whole Milk (Susu Segar) ....................................................... Skim Milk Powder (SMP) ..................................................... Sukrosa Halus (Gula Pasir) ................................................... Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati) ................. Premix Vitamin .................................................................... Air Proses ............................................................................. Konsentrat Laktosa ............................................................... Whey Protein Concentrat (WPC) .......................................... Madu Bubuk ......................................................................... Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada ............................ Penerapan Sertifikasi Halal di PT Sari Husada ................................. Sistem Mutu Produk ........................................................................

71 72 72 72 72 73 73 73 73 73 76 77

HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 80 Analisis Mutu Fisik .......................................................................... Bulk Density (BD) ................................................................. Floaters ................................................................................ Sinkers ................................................................................. Curd atau White Flecks ......................................................... Cream Layer ......................................................................... Analisis Mutu Kimia ........................................................................ Nilai pH ................................................................................ Kadar Lemak ........................................................................ Analisis Mutu Organoleptik .............................................................

80 81 87 93 100 106 111 111 119 125

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 135 Kesimpulan ...................................................................................... 135 Saran ................................................................................................ 136 UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 137 DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 138 LAMPIRAN .................................................................................................. 143

xii

DAFTAR TABEL Nomor

Halaman

1.

Kandungan Vitamin dalam Susu ...................................................

5

2.

Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu .............................

5

3.

Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi ........................

6

4.

Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey (per 100 g Susu) ............................................................................

7

5.

SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk .....................

11

6.

Standar Codex untuk Mutu Susu Bubuk . .......................................

12

7.

Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia ..........................

14

8.

Berbagai Jenis Prebiotik Komersial ...............................................

17

9.

Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya ................................

31

10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu ............

38

11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu .......................................

38

12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang Dianalisis ......................................................................................

46

13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks .....................

48

14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample .......................

53

15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian .............................

57

16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002

67

17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007

68

18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD) ..

82

19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD .........................

87

20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters ...................

88

21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters .................

93

22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers ....................

94

23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers ...................

100

24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White Flecks

101

25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White Flecks 106 26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer ...........

107

27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer ..........

111

28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH ..................

112

29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH .................

118

30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak ...........

120

31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak ..........

125

32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik ..

127

xiv

DAFTAR GAMBAR Nomor

Halaman

1.

Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk ...................................

9

2.

Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu ...................................

24

3.

Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali .......................................

32

4.

Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu .............

39

5.

Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST ..................................

41

6.

Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer ...................

43

7.

Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

45

8.

Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD)..................

47

9.

Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC) ...................

54

10. Label untuk Produk Berstatus Karantina .......................................

55

11. Label untuk Produk Berstatus Rejected .........................................

56

12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R ........................

60

13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c ....................................

62

14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair ...........................

74

15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer ......................

83

16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer .......................

83

17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...........................................................................................

84

18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...........................................................................................

84

19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer ..............

89

20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer ...............

89

21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ....................................................................................

90

22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ....................................................................................

90

23.

Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer ................

96

24.

Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer .................

96

25.

Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ....................................................................................

97

Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...........................................................................................

97

26.

27.

Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powdeex Dryer ............................................................................................

103

Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer ............................................................................................

103

Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ...............................................................

104

Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..............................................................

104

Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............................................................................

108

Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............................................................................

108

33.

Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST .............................

113

34.

Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST ..............................

113

35.

Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer ..............

114

36.

Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer ..............

114

37.

Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ....................................................................................

115

Bagan Kendal Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..............................................................

115

39.

Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST ....................

121

40.

Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST ......................

121

41.

Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer .....

122

42.

Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer .......

122

43.

Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .............................................................................

123

Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..............................................................................

123

45.

Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST ...............

128

46.

Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer

128

47.

Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ..............................................................

129

28. 29. 30. 31. 32.

38.

44.

xvi

LAMPIRAN Nomor

Halaman

1.

Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu .................................

144

2.

Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada ................................

145

3.

Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada .........................................

146

4.

Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada ...............

147

5.

Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu ................................................

148

Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml) .................................

151

Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (g/ml) .

151

Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Floaters Base Powder ex Dryer ....................................................

152

Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ....................

152

10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Sinkers Base Powder ex Dryer ......................................................

153

11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ......................

153

12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer .............................

154

13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .....

154

6. 7. 8. 9.

14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (cm) ................ 155 15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Liquid MST ............................................................................

156

16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Base Powder ex Dryer .............................................................

156

17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling ............................

157

18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Liquid MST (%) ................................................................ 157 19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Base Powder ex Dryer (%) ................................................ 158

20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (%) ................ 158 21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST

159

22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer .......................................................................................

160

23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex Blending atau Bin Filling .......................................................... 160 24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar (σ) untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer ...........................

161

25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk Organoleptik Liquid MST .............................................................

162

26. Tabel Shewhart .............................................................................

163

xviii

PENDAHULUAN Latar Belakang Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tanggung jawab Pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan Pembukaan UUD 1945. Sumber daya manusia yang cerdas membutuhkan asupan gizi pangan yang cukup, yaitu air, karbohidrat, protein, lemak atau minyak, vitamin dan mineral. Kecerdasan manusia terutama dipengaruhi oleh asupan gizi protein. Hasil ternak adalah penyedia atau sumber utama protein, yaitu protein hewani. Susu, daging dan telur menjadi amunisi utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, di samping pendidikan. Susu ternak adalah bahan pengganti dan penerus air susu ibu (ASI) bagi manusia. Produk olahan susu segar hasil diversifikasi sangat beragam, diantaranya susu pasteurisasi, susu sterilisasi, susu bubuk, es krim, mentega, keju, kefir dan yoghurt. Keutuhan dan peningkatan mutu produk hasil diversifikasi susu segar tersebut harus dijaga dan diusahakan melalui komitmen mutu oleh perusahaan sebagai produsen. Mutu produk yang unggul diantaranya: mempunyai mutu terbaik, harganya rendah dan memiliki sifat yang istimewa. Mutu produk yang unggul akan meningkatkan pangsa pasar dan harga jual produk diikuti dengan semakin menurunnya biaya persatuan produk yang dihasilkan. Hal ini berujung pada meningkatnya laba perusahaan yang harus ditindak lanjuti secara berkesinambungan melalui peningkatan aktivitas reaserch and development (R&D) serta teknologi produksi untuk mempertahankan dan meningkatkan keunggulan mutu produk yang diproduksi oleh perusahaan. Perusahaan harus benar-benar menjamin bahwa mutu produk yang diproduksi dan dipasarkan dapat memenuhi harapan dan kepuasan pelanggan atau konsumen dalam jangka waktu yang lama. Pelanggan atau konsumen selalu membeli produk dengan penuh kepercayaan dan menggunakannya dalam jangka waktu yang lama dengan kepuasan yang tinggi. Spesifikasi mutu produk yang ditetapkan perusahaan (spesifikasi perusahaan) harus disusun dan dikembangkan dari spesifikasi konsumen. Spesifikasi konsumen dikembangkan dengan menilai karakteristik atau mutu sensori (organoleptik). Hasil analisis organoleptik untuk mengembangkan profil produk yang dikorelasikan dengan karakteristik atau mutu fisik dan kimia. Mutu produk perlu diukur dan

dikendalikan melalui identifikasi kritis terhadap daya terima produk oleh pelanggan atau konsumen. Spesifikasi perusahaan menjadi dasar pengendalian mutu produk dan proses produksi. Spesifikasi perusahaan meliputi bahan mentah, proses produksi, produk dan pengemasan. Spesifikasi produk sangat ditentukan oleh spesifikasi bahan mentah dan spesifikasi proses produksi. Pengendalian mutu mencakup: kegiatan uji mutu, analisis mutu dan penilaian mutu. Analisis mutu produk dilakukan berdasarkan analisis mutu objektif (fisik dan kimia) menggunakan instrument fisik dan analisis mutu subjektif (organoleptik) menggunakan instrumen indrawi manusia. Kelemahan atau keteledoran dalam pengendalian mutu pada industri pangan dapat menyebabkan kerusakan mutu produk pangan yang berakibat sangat fatal. Kerusakan mutu produk pangan harus dicegah dan dihindari agar produk pangan tetap disenangi dan dikonsumsi oleh pelanggannya. Analisis mutu dari bahan baku sampai produk jadi harus dilakukan oleh perusahaan sebelum diedarkan di pasaran. Tugas akhir ini adalah hasil magang penelitian di PT Sari Husada yang memproduksi susu bubuk merk SGM sejak tahun 1968. Susu bubuk merk SGM yang diteliti adalah susu bubuk SGM 3 Madu yang merupakan produk lama yang dikembangkan dan ditingkatkan mutunya dengan desain kemasan baru dan formulasi baru, yaitu diperkaya dengan bahan prebiotik Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS); vitamin C serta Docosa Hexaenoic Acids dan Linoleic Acids (DHA dan LA). Tujuan Magang penelitian ini mengkaji masalah khusus yang bertujuan untuk: 1) menganalisis kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu; 2) menganalisis posisi rataan dan keragaman mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan; dan 3) menganalisis sebab-sebab terduga yang mengakibatkan penyimpangan mutu fisik, kimia dan organoleptik dari bahan setengah jadi dan bahan jadi SGM 3 Madu. 2

TINJAUAN PUSTAKA Susu Susu didefinisikan sebagai sekresi normal kelenjar mamari/ambing mamalia, atau cairan yang diperoleh dari pemerahan ambing sapi sehat tanpa dikurangi atau ditambah sesuatu (Soeparno, 1992; Syarief dan Irawati, 1988). Susu adalah hasil ekskresi kelenjar susu binatang menyusui, yang dipandang dari segi gizi merupakan bahan makanan yang hampir sempurna (Buckel et al., 1987). Definisi susu menurut Hadiwiyoto (1983) adalah hasil pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat dimakan atau dapat digunakan sebagai bahan makanan yang aman dan sehat serta tidak dikurangi komponen-komponennya atau ditambahkan bahan-bahan lain. Komponen-komponen Susu Komponen susu selain air merupakan total solid (TS) dan total solid tanpa komponen lemak atau solid non fat (SNF). Total Solid (TS) yang terkandung dalam susu rata-rata 13% dan solid non fat (SNF) rata-rata 9,5% (Rahman et al., 1992). Menurut Adnan (1984), zat-zat yang ada di dalam air susu seperti air, lemak, protein, gula dan mineral berada dalam tiga keadaan yang berbeda: 1) sebagai larutan sejati, misalnya: hidrat arang, garam-garam organik, vitamin dan senyawa-senyawa nitrogen bukan protein; 2) sebagai larutan koloidal, terutama partikel-partikel yang besar yang dapat memberikan efek Tyndal, dalam golongan ini termasuk protein dan enzim; 3) sebagai emulsi, seperti: lemak dan senyawa-senyawa yang mengandung lemak yang terdapat sebagai emulsi berbentuk globula-globula. Air. Air merupakan komponen terbanyak dalam susu. Jumlahnya mencapai 84-89%. Air merupakan tempat terdispersinya komponen-komponen susu yang lain. Komponen-komponen

yang terdispersi secara molekuler adalah laktosa, garam-

garam mineral dan beberapa vitamin. Protein-protein kasein, laktoglobulin dan albumin terdispersi

secara koloidal,

sedangkan lemak

merupakan emulsi

(Hadiwiyoto, 1994). Karbohidrat. Laktosa merupakan karbohidrat yang menyebabkan susu berasa manis. Kandungan laktosa dalam susu adalah 4,5% (Rutgers dan Ebing, 1992). Hadiwiyoto (1994), menjelaskan bahwa k omposisi susu sangat lengkap seperti kar-

bohidrat, laktosa, protein, lemak, vitamin dan air terdapat dalam susu. Lemak. Air susu merupakan suatu emulsi lemak dalam air yang di dalamnya terkandung gula, garam-garam mineral dan protein dalam bentuk suspensi koloidal (Varnam dan Sutherland, 1994). Lemak susu terdapat di dalam susu dalam bentuk jutaan bola kecil berdiameter antara 1-20 μm dengan garis tengah rata-rata 3 μm (Buckle et al., 1987). Protein. Susu merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki daya cerna tinggi dan kaya akan protein, laktosa, mineral dan vitamin (Buckle et al,. 1987; Varnam dan Sutherland, 1994). Protein susu terdiri atas kasein, laktalbumin dan laktoglobulin. Kasein merupakan protein yang terbanyak jumlahnya daripada laktalbumin dan laktoglobulin. Namun di samping ketiga jenis protein tersebut terdapat pula protein lainnya sebagai enzim dan immunoglobulin (Hadiwiyoto, 1994). Protein dalam susu dapat dibedakan menjadi dua kelompok utama yaitu kasein (protein yang dapat diendapkan oleh asam dan enzim rennin) dan protein whey (protein yang dapat terdenaturasi oleh panas dengan suhu sekitar 650C) (Buckle et al,. 1987). Enzim. Susu mengandung beberapa enzim diantaranya : lipase, fosfatase, peroksidase, katalase, galaktose, dehidrogenase dan

lactose (Hadiwiyoto, 1994).

Enzim utama yang normal terdapat di dalam susu adalah: laktoperoksidase, ribonuklease, antinoksidase, katalase, aldolase, laktase dan

kelompok fosfatase,

lipase, esterase, protease, amilase dan oksidase (Daulay, 1990). Enzim-enzim yang berfungsi sebagai indikator panas adalah fosfatase dan peroksidase dan enzim yang menyebabkan kerusakan adalah lipase (Buckle et al., 1987). Vitamin. Umumnya vitamin yang terdapat dalam susu adalah vitamin yang larut dalam lemak seperti vitamin A, D, E, K dan vitamin yang larut dalam air seperti vitamin B dan C (Daulay, 1990). Susu, tinggi akan kandungan vitamin A yang terlarut dalam lemak (Winarno, 1993). Kandungan vitamin di dalam susu dapat dilihat pada Tabel 1.

4

Tabel 1. Kandungan Vitamin dalam Susu Vitamin

(per 100 g susu)

A (IU)

160

C (mg)

2,0

D (IU)

0,5 – 4,4

E (IU)

0,08

B Thiamin (mg)

0,035

Riboflavin (mg)

0,17

Niacin (mg)

0,08

Pantothenic Acid (mg)

0,35 – 0,45

Folic Acids (μg)

3-8

Biotin (μg)

0,5

Pyrodoxin (mg)

0,05 – 0,1

Vitamin B12 (μg)

0,5

Sumber : Buckle et al., 1987

Mineral. Susu ternyata sangat sedikit mengandung mineral, khususnya besi, tetapi merupakan sumber phospor yang baik dan sangat kaya akan kalsium (Winarno, 1993). Unsur-unsur mineral yang terkandung di dalam susu dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Persentase Unsur-unsur Mineral di dalam Susu Unsur

Kandungan dalam Susu ---------------------------------%.------------------------------

Potassium

0,140

Kalsium

0,125

Chlorine

0,103

Fosfor

0,096

Sodium

0,056

Magnesium

0,012

Sulfur

0,025

Sumber: Buckle et al., 1987

5

Komposisi Susu Komposisi komponen-komponen susu dapat dilihat pada Tabel 3. Komposisi susu sangat beragam, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: jenis ternak (genetika), waktu pemerahan, urutan pemerahan, musim, umur sapi, penyakit, makanan ternak dan

faktor dari luar. Komparasi komposisi komponen-komponen

susu dari jenis sapi perah yang berbeda (antara Friesian dan Guernsey) dapat dilihat pada Tabel 4. Komposisi susu dibagi menjadi dua bagian yaitu 87,25% berupa air dan 12,75% berupa zat padat, dimana zat padat dibagi lagi menjadi empat bagian yaitu: lemak, protein, laktosa dan mineral (Buckle et al., 1987). Komposisi rata-rata susu sebagai berikut: lemak 3,9 %, protein 3,4 %, laktosa 4,8 %, mineral 0,72 % dan zat lain dalam jumlah sedikit seperti sitrat, enzim fosfolipid dan vitamin (Hadiwiyoto, 1994). Susu mengandung rata-rata 4% lemak; 3,5% protein; 4,7% laktosa; 0,8% abu; 87% air serta total bahan padat 13% (Soeparno, 1992). Secara umum susu sapi terdiri atas air 88,3%, lemak 3,5%, protein 3,2%, karbohidrat 4,3% dan lain-lain 0,7% (Departemen Kesehatan RI, 1981). Tabel 3. Rataan dan Variasi Komposisi Kimiawi Susu Sapi Komponen

Rataan

Variasi

---------------------------------------%--------------------------------------

Protein

3,6

2,9 – 5,0

Lemak

3,7

2,5 – 6,0

Gula

4,8

3,6 – 5,5

Mineral

0,7

0,6 – 0,9

Air

87,2

85,8 – 89,5

Sumber : Hadiwiyoto, 1994

Susu Bubuk Susu bubuk merupakan produk susu kering atau tepung susu yang dibuat sebagai kelanjutan dari proses penguapan. Prinsip pembuatan susu bubuk adalah menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan (pengeringan). Biasanya kadar air dikurangi sampai di bawah 5% dan sebaiknya harus kurang dari 2%. Susu utuh, susu skim dan bahkan campuran dari keduanya dapat dikeringkan dan proses itu juga dapat diterapkan pada produk sampingan susu seperti whey dan susu mentega (Buckle et al., 1987). Susu bubuk merupakan 6

produksi dari evaporated milk yang diproses lebih lanjut. Produk ini mengandung 2 4% air dan kebanyakan susu bubuk terbuat dari skim milk. Susu ini dikenal dengan nama dried milk (Sirait, 1991). Susu bubuk menurut Arpah (1993), dibuat dari susu segar, susu evaporasi, skim milk powder (SMP) dan butter milk powder (BMP) serta unhidrous milk fat sehingga pengawasan mutu bahan juga dilakukan pada bahanbahan tersebut.

Badan Standardisasi Nasional (1999), menyatakan susu bubuk

adalah susu bubuk berlemak, rendah lemak dan tanpa lemak dengan atau tanpa penambahan vitamin, mineral dan bahan tambahan makanan yang diizinkan. Tabel 4. Komposisi Komponen-komponen Susu Sapi Friesian dan Guernsey (per 100 g) Komponen

Friesian

Guernsey

Air (g)

87,7

86,3

Lemak (g)

3,7

4,6

Kasein

2,5

2,8

Protein whey

0,7

0,8

Laktosa (g)

4,7

4,7

Kalsium (g)

0,12

0,13

Retinol (µg)

37 (summer)

28 (summer)

25 (winter)

25 (winter)

24 (summer)

50 (summer)

12 (winter)

24 (winter)

SNF (g)

8,7

9,1

TS (g)

12,4

13,7

(kJ)

268

314

(kkal)

64

75

Protein (g)

Karoten (µg)

Energi

Sumber : Maheswari, 2002

Jenis-jenis Susu Bubuk Menurut Soeparno (1992), susu bubuk memiliki beberapa jenis: susu bubuk kering dengan kadar lemak 3,1 %, susu krim dengan kandungan lemak 18%, susu bubuk tanpa lemak yang dibuat dari skim dengan kandungan lemak kurang dari 0,5% 7

dan susu kering tanpa lemak instant yang berasal dari susu skim kering yang dikeringkan. Menurut Hadiwiyoto (1983), ada beberapa jenis susu bubuk, antara lain: 1) susu bubuk penuh yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu segar yang tidak mengalami separasi, kadar lemak susu penuh adalah 26%, sedangkan kadar airnya 5 %; 2) susu bubuk skim, yaitu susu bubuk yang dibuat dari susu skim, susu bubuk ini mengandung banyak protein, kadar airnya 5%; 3) bubuk krim atau bubuk susu mentega yang dibuat dari krim yang banyak mengandung lemak; 4) bubuk susu instant yang memerlukan alat tambahan dalam pembuatannya, yang disebut instantizer untuk membentuk rongga-rongga udara pada pertikel-partikel susu bubuk sehingga dapat mempertahankan daya larut susu dalam air; 5) jenis-jenis susu bubuk lainnya, misalnya: susu bubuk whey, susu bubuk malt, susu bubuk coklat dan sebagainya. Badan Standardisasi Nasional Indonesia (1999), menyatakan ada berbagai jenis susu bubuk, yaitu 1) full cream milk powder (susu bubuk berlemak) adalah susu sapi yang telah diubah bentuknya menjadi bubuk, 2) party skim milk powder (susu bubuk rendah lemak) adalah susu sapi yang telah diambil sebagian lemaknya dan diubah menjadi bubuk, 3) skim milk powder (susu bubuk tanpa lemak) adalah susu sapi yang telah diambil lemaknya dan diubah bentuknya menjadi bubuk. Proses Pembuatan Susu Bubuk Menurut Judkins (1996), tahap-tahap proses pembuatan susu bubuk adalah perlakuan pendahuluan, pemanasan pendahuluan dan pengeringan. Perlakuan pendahuluan antara lain penyaringan atau klarifikasi, separasi dan standardisasi. Pemanasan pendahuluan adalah menguapkan sebagian air yang terkandung oleh susu, sampai mencapai kadar kurang lebih 45-50% menggunakan evaporator. Menurut Suharto (1991), pengeringan pada dasarnya adalah suatu proses pemindahan atau pengeluaran kandungan air bahan pangan hingga mencapai kandungan tertentu agar kecepatan kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Menurut Suyitno et al. (1989), pengeringan merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi air yang ada dalam bahan pangan sampai kadar air seimbang dengan kelembaban relatif sekitarnya. Proses pengurangan air atau pengeringan pada susu dapat dilakukan dengan berbagai alat baik dengan spray dryer dan drum atau roller dryer (suhu tinggi) maupun freeze dryer (suhu rendah). Diagram alir pembuatan susu bubuk dapat dilihat pada Gambar 1. 8

Bahan baku (Susu segar)

Pemanasan Suhu 70-75 0C

Pencampuran & + Bahan tambahan

Penyaringan

Pemanasan 70-75 0C

Homogenisasi

Pengeringan 160-170 0C

Pemisahan Bubuk Susu (Penyaringan)

Produk jadi (Susu bubuk)

Gambar 1. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk Sumber : Hadiwiyoto, 1983

Spray Drying. Spray drying atau pengeringan semprot merupakan salah satu bentuk pengeringan yang sudah banyak diaplikasikan di industri pengolahan susu (Widodo, 2003). Spray drying merupakan proses pencampuran dan pengeringan suatu larutan menjadi suatu bubuk yang homogen (Harris dan Karmas, 1975). Menurut Hadiwiyoto (1983), prinsip pengeringannya adalah menyemprotkan susu ke dalam ruangan yang panas melalui alat penyemprot yang disebut nozzel. Apabila susu yang telah sedikit kental disemprotkan akan membentuk kabut dan akan kering oleh udara panas dalam ruangan tersebut.

Muljohardjo, (1990), menyatakan pengeringan

dengan menggunakan metode spray drying biasanya menggunakan udara pengering atau panas yang akan mengalami kontak dengan bahan pangan yang dimasukkan ke dalam spray dryer dan biasanya kandungan air yang dihasilkan antara 2-3 %. Menurut Muljohardjo (1990), proses pengeringan semprot ini mencakup tiga tahapan proses, yaitu proses atomisasi cairan, proses pencampuran udara panas dengan tetes-tetes air dan proses pengeringan. Moster (1979) menyatakan, bahwa pengeringan semprot merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mengubah bentuk suatu produk dari bentuk cairan, bubur atau pasta ke bentuk kering berupa tepung, butiran atau gumpalan. Pengeringan terdiri atas empat tahap, yaitu 1) penyemprotan bahan melalui alat pentemprot atau atomisasi, 2) kontak antar partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, 3) penguapan air dari bahan dan 4) pemisahan bubuk kering dengan aliran udara yang membawanya. Bylund (1995), 9

menyatakan bahwa proses pembuatan dengan spray dryer melalui 2 fase, yaitu evaporasi dan pengeringan melalui spray tower. Menurut Harris dan Karmas (1975), evaporasi awal pada pembuatan susu bubuk dilakukan hingga total solid sebanyak 50%. Widodo (2003) menyatakan, bahwa pengeringan dengan menggunakan metode spray drying akan memberikan pengaruh terhadap total bahan padat yang dihasilkan dari susu bubuk. Suhu pengeringan yang tinggi akan menghasilkan susu bubuk dengan kadar air rendah dan total bahan padat yang tinggi. Menurut Maree (2003), keuntungan dari susu bubuk dengan metode spray drying adalah lebih mudah dicerna dan lebih aman karena tidak menyebabkan alergi. Drum Drying. Drum drying atau pengeringan rol atau silinder merupakan salah satu bentuk pengeringan yang menggunakan satu atau dua drum besar berongga dengan permukaan yang licin dan halus yang dapat berputar pada sumbunya (Priyanto, 1987).

Pengeringan dengan metode ini, biasanya bahan pangan yang akan

dikeringkan berada di bagian permukaan drum pengering dan di dalam drum terdapat media pemanas. (Widodo, 2003). Drum drying ini berbentuk silinder yang ujungujungnya tertutup.

Pengeringan ini menggunakan suhu 90-1500 C, waktu yang

diperlukan sangat pendek yaitu 6-30 detik. Susu dituangkan dalam dua silinder yang saling memutar.

Susu akan menjadi kering menempel pada permukaan silinder

(Hadiwiyoto, 1983). Susu kering akan terbentuk pada dinding drum dan disisir oleh pisau sehingga bubuk terkelupas dari dinding drum (Harris dan Karmas, 1975). Pembuatan susu bubuk menggunakan metode drum drying merupakan metode yang paling hemat energi dan waktu tetapi nilai nutrisi susu akan turun (Bylund, 1995). Nilai nutrisi susu turun karena proses karamelisasi karena penggunaan panas yang sangat tinggi (Harris dan Karmas, 1975). Freeze Drying. Freeze drying adalah suatu alat pengering dengan bahan yang dikeringkan dalam keadaan telah dibekukan (Muljohardjo, 1990). Prinsip freeze drying menurut Widodo (2003) adalah penguapan yang dilakukan dengan kondisi vakum, yaitu uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku dan struktur bahan pangan tetap dipertahankan dengan baik dengan metode ini. Menurut Priyanto (1987), pada freeze drying (pengeringan beku) terjadi dua proses yaitu pembekuan 10

dan pengeringan dengan sublimasi. Bahan pangan umumnya akan mendapat perlakuan pembekuan terlebih dahulu dan setelah itu pengeringan dengan sublimasi. Kadar air yang dihasilkan dari pengeringan beku berkisar antara 2-4 %. Market Research (2005) memberikan petunjuk, bahwa faktor utama yang mempengaruhi kesuksesan proses pengeringan menggunakan metode freeze drying adalah faktor alat, kehampaan udara, konsentrasi produk, suhu kondensor, luas area produk, karakter produk, ketebalan produk, air bebas, waktu retensi produk, bahaya kimia, bahaya fisik dan bahaya mekanik. Standar Mutu Susu Bubuk Standar mutu susu bubuk berdasarkan SNI 01-2970-1999 dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. SNI 01-2970-1999 untuk Standar Mutu Susu Bubuk

-

susu bubuk berlemak Normal

susu bubuk rendah lemak Normal

susu bubuk tanpa lemak Normal

Rasa

-

Normal

Normal

Normal

Air

b/b, %

Maks. 4,0

Maks. 4,0

Maks. 4,0

Abu

b/b, %

Maks. 6,0

Maks. 9,0

Maks. 9,0

Lemak

%

Min. 26,0

1,5 - < 26,0

Maks. 1,5

Protein

%

Min. 25,0

Min. 26,0

Min. 34,0

Pati

%

Tidak nyata

Tidak nyata

Tidak nyata

Tembaga (Cu)

mg/kg

Maks. 20,0

Maks. 20,0

Maks. 20,0

Timbal (Pb)

mg/kg

Maks. 0,3

Maks. 0,3

Maks. 0,3

Seng (Zn)

mg/kg

Maks. 40

Maks. 40

Maks. 40

Raksa (Hg)

mg/kg

Maks. 0,03

Maks. 0,03

Maks. 0,03

Arsen

mg/kg

Maks. 0,1

Maks. 0,1

Maks. 0,1

TPC

koloni/g

Maks.5 x 105

Maks.5 x 105

Maks.5 x 105

Coliform

APM

Maks. 20

Maks. 20

Maks. 20

E. coli

koloni/g

Negatif

Negatif

Negatif

Salmonela

koloni/100g

Negatif

Negatif

Negatif

2

2

1 x 102

Kriteria Mutu

satuan

Bau

Cemaran logam

Cemaran Mikroba

S. aureus

koloni/g

1 x 10

1 x 10

Sumber: BSN, 1999

11

Standar susu bubuk menurut Codex Alimentarius Commission (CAC) ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Standar Codex untuk Susu Bubuk Kriteria Lemak Air Protein Stabilizer Sodium sitrat Potassium sitrat Firming Agents Sodium klorida Kalsium klorida Acidity Regulators Sodium pospat Potassium pospat Dipospat Tripospat Polypospat Sodium carbonat Potassium karbonat Emulsifier Lesitin Mono/digliserida Anticaking Agents Kalsium karbonat Trikalsium orthopospat Trimagnesium orthopospat Magnesium karbonat Magnesium oksida Silicon dioksida Kalsium silikat Magnesium silikat Sodium aluminosilikat Kalsium aluminium silikat Aluminium silikat Antioksidan L-asam askorbat Sodium askorbat BHA Sumber: CAC, 1999

Satuan

Cream Powder

Whole Milk Powder

b/b, % b/b, % b/b, %

maks. 42 maks. 5 min. 34

maks. 26-42 maks. 5 min. 34

g/kg

Party Skimmed Powder maks. 5 maks. 5 min. 34

Skimmed Powder maks. 1,5 maks. 5 min. 34

5 (single or combination)

limited by GMP

g/kg

5 (single or combination)

g/kg

limited by GMP 2,5

g/kg

10 (single or combination)

g/kg

0,5 (single or combination)

b/b, %

0,01

12

Bahan Fortifikasi atau Suplementasi Susu Bubuk Madu Menurut Codex Standard for Honey (1981), madu merupakan pemanis alami yang dihasilkan oleh lebah madu dari nektar bunga yang sedang mekar atau dari sekresi bagian tanaman selain bunga atau sekresi bagian tanaman selain bunga yang diisap oleh serangga, yang dikumpulkan lebah, diubah dan dicampur dengan zat-zat tertentu dari tubuh lebah sendiri, disimpan dan dibiarkan dalam sisiran madu hingga matang. Madu adalah bahan yang rasanya manis yang dihasilkan oleh lebah madu (Apis mellifera) dan berasal dari sari bunga atau dari cairan yang berasal dari bagianbagian tanaman hidup yang dikumpulkan, diubah dan diikat dengan senyawasenyawa tertentu oleh lebah dan disimpan dalam sarangnya. Komponen-komponen Madu. Menurut Codex Standard for Honey (1981), komponen utama madu adalah glukosa dan fruktosa. Senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam madu ialah protein, asam amino, enzim, asam-asam organik, mineral, tepung sari bunga, sukrosa, maltosa, melezitosa dan oligosakarida lainnya termasuk dekstrin. Warna madu bervariasi dari hampir tidak berwarna sampai coklat gelap. Konsistensinya dapat encer, kental, atau berkristal. Citarasa dan aromanya berbeda-beda, tergantung dari sumber asalnya, tetapi tidak mengandung bahan-bahan tambahan. Sihombing (1997) menyatakan, bahwa madu yang sudah matang kadar airnya rendah dan kandungan fruktosa (gula buah) tinggi. Kandungan air yang rendah akan menjaga madu dari kerusakan untuk jangka waktu relatif lama. Komposisi Madu. Rataan komposisi madu di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 7. Persentase gula dalam madu berkisar antara 95-99% dari bahan kering madu. Sebagian besar dari gula dalam madu adalah gula sederhana fruktosa dan galaktosa yang mencapai 85-95% dari total gula. Persentase yang besar dari gula sederhana ini berpengaruh terhadap karakteristik sifat fisik dan nutrisi madu. Kadar air dalam madu mempengaruhi umur simpan madu, hanya madu dengan kandungan air kurang dari 18% yang dapat disimpan dengan sedikit resiko terhadap fermentasi. Asam organik dalam madu mempengaruhi keasaman dan karakteristik rasa madu. Mineral dalam madu terdapat dalam jumlah yang sedikit. Senyawa nitrogen termasuk enzim berperan penting dalam pembentukan madu. Enzim-enzim utama dalam madu adalah 13

invertase, diastase dan

glukosa oksidase. Hidroksimetilfulfural (HMF) merupakan

hasil sampingan dari kerusakan fruktosa. Keberadaan HMF menjadi indikator kerusakan madu (Krell, 1996). Tabel 7. Persentase Rataan Komposisi Madu di Indonesia Komponen

Rataan

Kisaran

---------------------------------------%-------------------------------------

Air Fruktosa Glukosa Sukrosa Maltosa Total Asam (asam Glukonat) Abu Gula Kompleks pH Nilai Diastase

22,9 29,2 18,6 12,9 * 43,1 1,1 * 3,9 *

16,6 – 37,0 12,4 – 60,7 10,4 – 29,3 0,0 – 53,0 * 11,3 – 62,2 0,1 – 14,7 * 3,4 – 5,3 *

Keterangan: * = tidak dianalisis Sumber: Achmadi, 1991

Manfaat Madu. Menurut Saragih et al. (1981), pemberian madu pada anak-anak dapat meningkatkan kadar haemoglobin. Sebagai perbandingan anak yang tidak diberi madu kandungan haemoglobinnya hanya naik 4% selama 40 hari sedangkan yang mengkonsumsi madu di samping makanan yang normal, kandungan haemoglobin naik 23% pada waktu yang sama. Madu bagi menu bayi sangat baik terutama bila dicampur dengan susu. Hal ini mungkin disebabkan madu banyak mengandung besi, sementara susu ibu dan susu sapi hanya mengandung sedikit saja. Madu dengan kadar gula dan levulosanya yang tinggi mudah diserap oleh usus bersama zat-zat organik lain sehingga dapat bertindak sebagai stimulan bagi pencernaan dan memperbaiki nafsu makan. Peranan madu bagi anak-anak yang sedang tumbuh sangat penting karena di dalam madu terdapat asam folat, yaitu suatu asam yang banyak pengaruhnya terhadap makhluk yang sedang tumbuh. Asam folat dapat memperbaiki susunan darah, jumlah eritrosit meningkat dan kandungan haemoglobin. Menurut Saragih et al. (1981), sejak zaman dulu madu telah digunakan sebagai obat masuk angin, tidak saj dalam bentuk madu tanpa campuran maupun campuran dengan bahan lain, misalnya dengan kombinasi susu hangat atau dengan 14

lemon juice (jus lemon). Berbagai literatur menunjukkan, bahwa madu ternyata dapat membantu pencernaan, mungkin hal ini disebabkan kandungan madu akan Mn dan Fe yang dapat membantu proses pencernaan dan penyerapan bahan pangan. Madu telah dicoba untuk pengobatan radang usus kecil serta lambung dan memberikan hasil yang baik, terbukti madu dapat membantu mengurangi derajat keasaman dan membantu men-cegah terjadinya pendarahan lambung. Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik Probiotik. Probiotik dari bahasa Yunani probiotique, yang berarti untuk kehidupan, untuk menjelaskan istilah yang berlawanan dengan antibiotik. Probiotik digunakan untuk keseimbangan pertumbuhan mikroflora usus. Probiotik adalah suplemen mikroba hidup yang memberikan efek positif manusia dan hewan dengan memperbaiki keseimbangan mikroflora usus. Probiotik adalah mikroba hidup yang bermanfaat bagi kesehatan dan efek menyehatkan dan keamanannya harus secara ilmiah teruji pada manusia melalui uji klonis (Gibson dan Fuller, 2000). Menurut Surono (2004), prebiotik adalah sejumlah mikroba yang cukup agar memberikan efek positif bagi kesehatan, bisa berkolonisasi sehingga bisa mencapai jumlah tertentu selama waktu tertentu. Probiotik bermanfaat bagi kesehatan, diantaranya: sintesa vitamin, aktivitas β-galaktosidase, dekonjugasi garam empedu, menghasilkan hidrogen peroksida, memproduksi D dan L-asam laktat, memproduksi antibiotik, mampu menghambat pertumbuhan bakteri patogen, beradesi (melekat) dan berkolonisasi pada permukaan usus, mampu berkompetisi dalam pelekatan pada permukaan usus dengan patogen dan menstimulir sistem imun. Bakteri probiotik yang sudah melalui uji klinis, diantaranya adalah Lactobacillus casei subsp. casei Shirota strain yang terdapat dalam yakult, Bifidobacterium, Lactobacillus acidophilus, Lb. johnsonii, Lb. gasseri, Lb. plantarum, Lb. reuteri, Lb. helveticus, Pediococcus acidilactici, Lactococcus lactis subsp. Lactis dan Enterococcus faecium, E. Faecalis. Kolonisasi bakteri harus melekat kuat pada epitelium mukosa dan harus bisa beradaptasi pada lingkungan tempat melekat atau beradesi. Kompetitor reseptor adesi antara bakteri probiotik dan patogen adalah habitat spesifik. Empat mikrohabitat dalam saluran pencernaan

15

adalah a) permukaan sel epitelium; b) kript ileum, cecum dan usus besar; c) mukus gel yang melapisi epitelium dan d) lumen usus. Prebiotik. Prebiotik adalah bahan pangan yang tidak tercerna di dalam tubuh atau nondigestible food ingredient yang bertugas memicu aktivitas dan pertumbuhan yang selektif terhadap satu jenis atau lebih bakteri penghuni kolon yang bermanfaat (Salminen et al., 1998; Gibson dan Fuller, 2000; Surono, 2004). Prebiotik harus memenuhi ketentuan diantaranya tidak dihidrolisis dan diserap di bagian usus halus atau usus besar, merupakan substrat yang selektif untuk satu atau sejumlah mikroflora yang menguntungkan kolon dan mampu mengubah mikroflora kolon menjadi komposisi yang menguntungkan kesehatan (Scientific Press, 2000). Menurut Surono (2004), di dalam usus besar, bahan prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama Bifidobacterium dan Lactobacillus dan menghasilkan asam lemak rantai pendek dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, L-laktat, CO2 dan hidrogen. Asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi oleh tubuh. Inulin umbi dahlia merupakan salah satu prebiotik yang dapat dipecah oleh enzim inulinase yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus niger dan bakteri asam laktat golongan Lactobacillus menjadi glukosa dan fruktosa. Gula-gula sederhana ini dapat dimanfaatkan oleh mikroorganisme yang menguntungkan di dalam usus sebagai sumber nutrisi untuk berkembang biak dan sebagian diubah menjadi asam laktat yang bermanfaat untuk tubuh manusia (Gibson dan Fuller, 2000). Sumber prebiotik alami menurut Surono (2004) adalah air susu ibu (ASI) dalam bentuk oligosakarida yang terkandung dalam kolostrum, yaitu oligosakarida N-acetyl glucosamine, yang hanya sedikit sekali dapat dicerna di usus (<5%) dan mendukung pertumbuhan bakteri Bifidobacterium. Selain itu, secara alami fruktooligosakarida terdapat dalam berbagai sayur dan buah misalnya onion, asparagus, chicori (mengandung inulin), pisang, oligosakarida pada kedelai dan artichoke. Menurut Grizard dan Bartemeu (1999), bahan pangan sumber prebiotik misalnya: bawang putih, asparagus, pisang, chiccori, umbi dahlia dan Jerusalem artichoke. Beberapa jenis prebiotik yang secara komersial tersedia di pasaran dapat dilihat pada Tabel 8.

16

Tabel 8. Berbagai Jenis Prebiotik Komersial Commercially Available Oligosaccharides

Production (1000 kg)

Cyclodextrius*

4.000

Fructo-oligosaccharides

12.000

Galacto-oligosaccharides

15.000

Gentio-oligosaccharides

400

Glucosylsucrose*

4.000

Isomalto-oligosaccharides

11.000

Lactulose

20.000

Lactosucrose

16

Malto-oligosaccharides*

10

Palatinose-oligosaccharides

5.000

Soybean-oligosaccharides

2.000

Xylo-oligosaccharides

300

Keterangan : * = Digestible oligosaccharides Sumber : Surono, 2004

Fructo Oligo Saccharide dan Galacto Oligo Saccharide (FOS dan GOS). Prebiotik pada umumnya adalah karbohidrat dalam bentuk oligosakarida (oligofruktosa) dan dieteri fiber (inulin) (Grizard dan Bartemeu, 1999). Bahan prebiotik yang paling sering dipakai ialah FOS yang dari penelitian ternyata disukai dan difermentasi oleh Bifidobacterium (Surono, 2004). Pemberian inulin atau FOS sebanyak 4 g per hari merupakan sumber prebiotik (Reddy, 1998; Grizard dan Bartemeu, 1999). Suplementasi susu formula untuk bayi dengan GOS pada konsentrasi 0,24 g/dl merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dan Lactobacillus dalam usus dan berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi (Xiao-ming et al., 2004). Suplementasi susu formula untuk janin (ibu hamil) dengan campuran FOS dan GOS pada konsentrasi 10 g/l merangsang pertumbuhan Bifidobacteria dalam usus dan berkarakter sama dengan ASI (air susu ibu) sebagai makanan bayi yang belum lahir (Boehm et al., 2002). Penggunaan prebiotik FOS dan GOS pada susu formula untuk bayi meningkatkan secara cepat dan nyata persentase Bifidobacteria dalam usus dan mampu mempertahankan keseimbangan flora usus selama satu bulan pertama (Rigo et al., 2001). 17

Sinbiotik. Istilah sinbiotik digunakan bila suatu produk mengandung probiotik dan prebiotik, berasal dari kata sinergis. Contoh sinbiotik adalah produk yang mengandung oligosakarida dan probiotik Bifidobacterium. Berbagai jenis produk sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam bentuk bio yoghurt yang mengandung prebiotik, maupun dalam sachet berisi serpihan prebiotik dan butiran bakteri probiotik (Surono, 2004). Docosa Hexaenoic Acids dan Arachidonic Acids (DHA dan AA) DHA dan AA adalah dua komponen utama dari long-chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA). Keduanya berperan sangat penting bagi organ susunan syaraf pusat. DHA dan AA harus ditambahkan pada makanan, khususnya pada menu ibu hamil, ibu menyusui, atau bayi yang masih berumur dibawah 2 tahun. Hal ini disebabkan karena konsentrasi LC-PUFA pada janin sangat tergantung pada konsumsi LC-PUFA dari ibunya (Hornstra, 2000). Rendahnya kadar PUFA dalam plasma berakibat pada rendahnya kadar PUFA pada bayi yang baru lahir (Farquharson et al., 1992). Polyunsaturated fatty acids (PUFA) dan monounsaturated fatty acids (MUFA) adalah dua kelompok besar dari asam lemak tidak jenuh. PUFA dikelompokkan berdasarkan ikatan rangkap pada ikatan karbon dari gugus omega, yaitu Omega-3, Omega-6, Omega-7 dan

Omega-9. Omega-7 dan 9 adalah asam

lemak non esensial (dapat disintesis dalam tubuh). Omega-3 dan 6 adalah asam lemak esensial atau harus didapatkan dari luar tubuh (Widodo, 2003). DHA adalah contoh asam lemak kelompok Omega-3. Linoleic acids (LA) adalah contoh Omega-6. Asam palmitoleat adalah contoh Omega-7. Asam oleat adalah contoh Omega-9. Menurut Widodo (2003), suplementasi DHA pada susu formula lebih dari 0,35% secara signifikan mampu mempengaruhi fungsi penglihatan. DHA pada tubuh terakumulasi pada otak, retina, hati, usus, testis dan jaringan adiposa. DHA sebenarnya bukan asam lemak esensial karena dapat dibentuk dari asam lemak lainnya. Proses sintesis DHA dan AA difasilitasi oleh enzim denaturase dan elongase. Aktivasi kedua enzim tersebut masih sangat kurang pada bayi prematur bahkan bayi sampai usia 4-6 bulan sehingga sangat dianjurkan dilakukan penambahan DHA dan AA pada makanan bayi (Widodo, 2003). 18

Vitamin C Vitamin merupakan golongan senyawa organik pelengkap makanan yang diperlukan oleh tubuh. Vitamin memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan, pemeliharaan kesehatan dan pemeliharaan fungsi-fungsi metabolisme agar berjalan baik. Vitamin diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit, tidak memberikan energi dan tidak ikut menyusun jaringan tubuh. Vitamin tidak dapat disintesis dalam jumlah yang mencukupi untuk tubuh sehingga harus diperoleh dari bahan pangan yang dikonsumsi. Vitamin C dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam askorbat. Vitamin ini berhasil diisolasi untuk pertama kalinya pada tahun 1928. Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayur. Satu-satunya sumber hewan vitamin C ialah susu dan hati (deMan, 1997). Tahun 1932 ditemukan bahwa vitamin C merupakan agen yang dapat mencegah sariawan. Albert Szent Gyorgyi menerima penghargaan Nobel Fisiologi atau Kedokteran pada tahun 1937 untuk penemuan ini. Banyak peneliti menjuluki vitamin C (asam askorbat) sebagai raja vitamin. karena merupakan senyawa utama yang dibutuhkan dalam berbagai proses penting dalam tubuh, mulai dari produksi kolagen (protein berserat yang membentuk jaringan ikat pada tulang), pengangkut lemak, pengangkut elektron dari berbagai reaksi enzimatik, pemacu gusi yang sehat (antisariawan), pengatur tingkat kolesterol, serta pembangkit imunitas tubuh. Vitamin C terbukti dapat mempertinggi derajat kesehatan, mengobati, serta membentengi tubuh dari serbuan aneka penyakit atau disebut dengan antibodi (Rucker et al., 2001). Vitamin C juga berfungsi sebagai senyawa penangkal radikal bebas (molekul tidak stabil karena kehilangan elektron). Beberapa di antara radikal bebas itu bersifat toksik dan sangat reaktif. Radikal bebas melakukan serangkaian reaksi kimia untuk mengganti elektron yang hilang. Reaksi ini menyebabkan kerusakan pada membran sel, mutasi DNA, mempercepat ketuaan dan penumpukan lemak. Hal tersebut dapat dicegah, diobati dan didetoksifikasi dengan mengkonsumsi vitamin C yang merupakan salah satu bentuk antioksidan (Rucker et al., 2001). Yayasan Kanker Internasional pada tahun 1997 melaporkan manfaat vitamin C dan karoten untuk membantu mencegah kanker paru-paru. Vitamin C ini

19

dimungkinkan juga dapat melawan kanker kolon, pankreas, kandung kemih dan payudara, serta mengurangi radikal bebas yang merupakan pencetus kanker. Vitamin C sangat esensial untuk pembentukan sperma. Kualitas dan kuantitas sperma serta aktivitasnya dapat ditingkatkan dengan menambah konsumsi vitamin C. Vitamin C dapat mengurangi risiko katarak, memperkuat dinding kapiler darah dan mengurangi risiko penyakit jantung. Vitamin C juga dapat menghambat penuaan dengan memperbarui sel darah putih. Kekurangan (defisiensi) vitamin C dapat menyebabkan berbagai penyakit, diantaranya lemah/letih, sakit-sakit/pegal-pegal pada tubuh, pembengkakan gusi dan hidung berdarah. Kekurangan vitamin C juga dapat menyebabkan anemia dan scurvy atau pendarahan pada badan, lebam-lebam, gusi berdarah, gigi mudah tercabut,.dan pendarahan di dalam otot dan sendi (Rucker et al., 2001). Vitamin

C terdapat

dalam semua

jaringan hidup,

yang

bertugas

mempengaruhi reaksi oksidasi-reduksi. Primata yang tidak dapat mensintesis vitamin C hanya manusia dan marmor. Kebutuhan manusia akan vitamin C tidak diketahui dengan pasti, berkisar antara 45-75 mg/hari. Ketegangan jiwa yang terus menerus dan terapi obat dapat meningkatkan kebutuhan vitamin C (deMan, 1997). Vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama pemprosesan dan penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga dan besi dan

juga oleh enzim. Pemanasan

terlalu lama dengan adanya oksigen dan reaksi terhadap cahaya dapat merusak vitamin C makanan. Enzim yang mengandung tembaga dan besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk menguraikan asam askorbat. Enzim tersbut adalah asam askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase (deMan, 1997). Vitamin C stabil dalam larutan asam dan mudah teroksidasi (terutama bila dipanaskan). Proses oksidasi tersebut semakin cepat dengan adanya tembaga, oksigen dan

alkali. Asam askorbat dioksidasi dengan adanya udara pada kondisi

netral dan basa. Kondisi pH asam, misalnya dalam sari buah jeruk, vitamin C lebih stabil (deMan, 1997).

20

Kontaminan (Bahan Cemaran) Fisik yang Berbahaya dalam Susu Bubuk Metal Ada lima logam yang berbahaya pada manusia yaitu: arsen (As), kadmium (Cd), timbal (Pb), merkuri (Hg) dan besi (Fe). Selain itu ada tiga logam yang kurang beracun yaitu: tembaga (Cu), selenium (Se) dan

seng (Zn). Logam bersifat toksik

karena logam tersebut terikat dengan ligan dari struktur biologi. Sebagian besar logam menduduki ikatan tersebut dalam beberapa jenis sistem enzim dalam tubuh. Ikatan tersebut mengakibatkan tidak dapat aktifnya enzim yang bersangkutan. Logam-logam tersebut tidak dibutuhkan oleh tubuh manusia sehingga bila makanan tercemar oleh logam-logam tersebut, tubuh akan mengeluarkannya sebagaian. Sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, seperti ginjal, hati, kuku, jaringan lemak dan rambut (Saeni, 1997). Bila logam tidak tertimbun dalam jaringan dapat menyebabkan toksik. Logam yang tidak atau belum tertimbun dalam jaringan akan berada dalam darah. Selama kadar logam dalam darah tidak melebihi batas ktitis maka tidak dapat menimbulkan pengaruh keracunan (Darmono, 2001). Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi logam Hg, Pb dan

Cd maka ada suatu ketentuan yang disarankan

oleh FAO-WHO yaitu 0,3 mg per orang per minggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam bentuk metil merkuri, 0,4-0,5 mg per orang per minggu untuk Cd serta 3 mg Pb total per orang per minggu (Saeni, 1997). Pencegahan adalah usaha yang paling utama dalam penanggulangan keracunan logam pada manusia terutama bayi dan anak. Pencegahan utama ialah hidup dan tinggal di lingkungan bersih dan bebas polusi serta makan dan minum dari bahan makanan yang berkadar logam rendah. Bila sudah terjadi keracunan maka perlu segera diobati dengan penggunaan bahan kelat. Bahan kelat tersebut misalnya dimerkaprol, ethylen diamine tetra acetic acid (EDTA) dan deforoksamin (Darmono, 2001). Merkuri (Hg). Hg merupakan unsur dan senyawa yang paling toksik bagi manusia dan berbagai hewan tinggi. Toksisitas Hg dapat menyebabkan pneumonia dan oedema paru, tremor dan gingivis, merusak syaraf, teratogenik kuat, karsinogenik dan aktivitas mutagenik serta kematian (Darmono, 2001).

21

Timbal (Pb). Pb dapat menyebabkan mual, anemia, sakit di sekitar perut,dan kelumpuhan (Piotrowski dan Coleman, 1980). Timbal dapat mempengaruhi sistem syaraf, intelegensia dan pertumbuhan anak. Hal ini karena timbal dalam tulang dapat mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal juga menyebabkan anemia karena timbal dalam darah akan mempengaruhi aktivitas enzim asam delta levulonat dehidatase (ALAD) dalam pembentukkan hemoglobin pada butir-butir darah merah (Soemarwoto, 1985). Timbal dapat merusak sel-sel darah nerah, penurunan hemoglobin dan penghambatan heme yang menyebabkan anemia. (Soedigdo, 1981). Disamping pengeruh hematologi, timbal juga dikenal sebagai penghambat kelahiran yang menyebabkan sterilisitas, keguguran dan kematian janin (Piotrowski dan Coleman, 1980). Kadmium (Cd). Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, jaringan testikular dan sel-sel darah merah (Saeni, 1989). Cd dalam tubuh dapat merusak tulang (Hughes, 1981). Konsentrasi Cd dalam tubuh yang mengakibatkan keadaan kritis adalah 200 µg/g pada saat terjadi gagal ginjal. Gejala yang terlihat adalah glikosuria diikuti dengan diuresis dan aminourea, proteinurea, asidurea dan hiperkalsiurea (Darmono, 1995). Tembaga (Cu). Cu merupakan unsur renik esensial untuk makhluk hidup dan diperlukan pada berbagai sistem enzim. Oleh karena itu Cu harus selalu ada pada makanan. Sehubungan dengan hal ini yang perlu diperhatikan adalah agar unsur ini tidak kekurangan dan juga tidak berlebihan (Saeni, 1995). Kekurangan Cu akan menyebabkan anemia karena Cu diperlukan untuk absorpsi dan mobilisasi Fe yang diperlukan untuk pembuatan hemoglobin. Sebaliknya kelebihan Cu akan menyebabkan keracunan. Toksisitas Cu dapat menyebabkan mual, muntah, mencret, sakit perut berat, hemolisis darah, hemoglobinuria, nefrosis, kejang dan mati. Keracunan Cu yang kronis adalah akibat Cu tertimbun di dalam hati yang dapat mengakibatkan hemolisis (Darmono, 1995). Besi (Fe). Fe termasuk dalam kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Keracunan Fe tidak menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan gangguan mental serius. Fe pada sistem biologi makhluk hidup bersifat esensial, kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi 22

fero (FeII) atau feri (FeIII). Umumnya setiap jaringan tubuh selalu mengandung Fe yaitu 4 g. Hampir semua Fe dalam tubuh terikat dengan protein porfirin dan komponen hemoglobin (Darmono, 2001). Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut Fe pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kandungan normal intake besi pada anak adalah sekitar 10-20 mg/kg. Toksisitas akut Fe terjadi pertama-tama disebabkan oleh adanya iritasi dalam saluran gastro-intestinal. Kematian karena keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan suplemen vitamin-mineral pada postnatal (Darmono, 2001). Keracunan Fe dapat menyebabkan permeabilitas dinding pembuluh darah kapiler meningkat sehingga plasma darah merembes keluar. Akibatnya volume darah menurun dan hipoksia jaringan menyebabkan asidosis. Proses toksisitas Fe kronik, besi banyak terakumulasi dalam jaringan hati, yaitu dalam mitokondria dari sel hati. Hal ini menyebabkan mitokondria membengkak yang berakibat tidak berfungsinya hati. Selain itu juga akan terjadi degenerasi lemak pada miokardium dan ginjal (Darmono, 2001). Mutu ISO 9000 mendefinisikan mutu sebagai derajat dari serangkaian karakteristik produk dan jasa yang memenuhi kebutuhan atau harapan yang dinyatakan (Suardi, 2001). J.M. Juran yang disitir Tunggal (1993), mendifinisikan mutu sebagai Fitness for Use (cocok atau layak untuk digunakan). Artinya suatu produk atau jasa harus dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan. Philips B. Crosby yang disitir Tunggal (1993), mendefinisikan mutu sebagai Conformance to Requirement yang menitikberatkan kegiatan mutu perusahaan untuk: 1) mencoba mengerti harapanharapan konsumen, 2) memenuhi harapan-harapan tersebut sehingga 3) perlu pandangan eksternal mengenai mutu agar penyusunan sasaran mutu lebih realistis dan sesuai dengan permintaan atau keinginan (Tenner, 1992). Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006), mutu harus berorientasi kepada kepuasan pelanggan. Guna memudahkan memahami mutu dapat dilihat diagram alir pemahaman mengenai mutu pada Gambar 2.

23

Membuat

Perusahaan

Konsumen

Produk/Jasa

-

Karakteristik

Menetapkan

Sesuai Standar

syarat kebutuhan keinginan

Permintaan

Gambar 2. Diagram Alir Pemahaman Mengenai Mutu Sumber: Muhandri dan Kadarisman, 2006

Mutu suatu produk ditentukan oleh banyak sifat produk dan hal-hal lain yang mempengaruhi mutu, yang dikenal dengan sebutan unsur mutu. Unsur mutu meliputi hal-hal yang dapat dilihat dan yang tidak dapat dilihat; yang dapat diukur dan yang tidak terukur. Unsur mutu mencakup tiga hal, yaitu sifat-sifat produk, parameter mutu dan faktor mutu. Sebagian kecil dari unsur-unsur mutu inilah yang dipilih menjadi kriteria untuk identifikasi atau standardisasi mutu (Yasni, 1996). Menurut Yasni (1996), sifat-sifat mutu terdiri atas: 1) sifat-sifat yang objektif, termasuk sifat mekanik, fisik, morphologi, kimiawi, mikrobiologik, sifat gizi dan sifat biologik dan 2) sifat organoleptik yang subjektif, termasuk rasa, bau, warna, tekstur dan penampilan. Semua sifat mutu tersebut banyak digunakan sebagai persyaratan mutu dalam standardisasi mutu. Standar dan Spesifikasi ISO 9000 menyatakan bahwa standar adalah spesifikasi teknis atau dokumen setara yang tersedia untuk masyarakat, dihasilkan dari konsensus atau persetujuan umum yang didasarkan kepada IPTEK atau pengalaman agar dapat dimanfaatkan secara optimal oleh masyarakat serta diakui oleh badan yang berwenang baik tingkat nasional, regional atau internasional (Suardi, 2001). Industri penghasil barang dapat mengikuti standar yang ditetapkan oleh pemerintah atau lembaga yang diakui, tetapi dapat pula membuat dan menetapkan sendiri standar yang akan digunakan (berdasarkan kesesuaian dengan permintaan konsumen). Pembuatan dan penetapan standar menmpunyai tujuan : supaya produk atau jasa yang dilempar ke konsumen sudah layak untuk digunakan, mengendalikan keragaman (mengurangi variasi), untuk compatibility (kecocokan), untuk kemampuan penjualan, meningkatkan 24

kesehatan dan keamanan produk dan meningkatkan kelestarian lingkungan (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Spesifikasi memiliki arti batasan-batasan terukur yang ditetapkan oleh perusahaan yang dijadikan acuan oleh semua komponen dalam perusahaan untuk dipenuhi. ISO 8402 tahun 1986 mendefinisikan spesifikasi sebagai dokumen yang menguraikan persyaratan produk atau jasa yang harus dipenuhi. Tanpa spesifikasi yang jelas maka kegiatan pengendalian mutu yidak dapat dilakukan dengan baik. Spesifikasi industri merupakan acuan yang harus diikuti dan mencakup semua tahap, proses dan bahan serta segala sesuatu yang mendukung tercapainya tujuan yang dimaksud (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Menurut Yasni (1996), standar mutu suatu produk dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1) standar mutu kesegaran, yaitu standar mutu bahan yang berkaitan dengan perubahan-perubahan kimia dan sejenisnya, standar mutu yang mengatur derajat kesegaran suatu produk yang layak untuk dikonsumsi manusia dan standar mutu yang dapat diamati secara organoleptik (warna, tekstur, citarasa dan aroma); 2) standar mutu kesehatan, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keamanan kesehatan; dan 3) standar label, yaitu standar mutu yang berkaitan dengan keaslian, ketepatan berat dan lain-lain. Quality Management (Manajemen Mutu) Manajemen mutu menurut Feigenbaum (1989), merupakan pemaduan upayaupaya pengembangan, pemeliharaan dan perbaikan mutu dari berbagai kelompok dalam perusahaan, sehingga produk dan jasa mencapai tingkat yang ekonomis dan memuaskan pelanggan. Menurut Suardi (2001) dalam ISO 9000 versi 2000 diyatakan bahwa manajemen mutu adalah kegiatan-kegiatan terorganisir untuk mengarahkan dan mengendalikan suatu perusahaan mengenai mutu. Pengarahan dan pengendalian mengenai mutu termasuk penyusunan kebijakan mutu, tujuan mutu dan rencana mutu. Total Quality Management (manajemen mutu total) atau TQM adalah proses lanjutan dari pengendalian mutu (sistem) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (keunggulan kompetitif) untuk meningkatkan mutu produksi dan efisiensi kerja di 25

segala bidang (mengurangi kegagalan), terutama pada sektor yang menghasilkan produksi dan peningkatan mutu sumber daya manusia untuk memuaskan konsumen secara menyeluruh (Hubeis, 1996). Quality Assurance (Jaminan Mutu) Juran yang disitir Tunggal (1993) menyatakan, bahwa jaminan mutu merupakan kegiatan yang terus-menerus dilakukan agar fungsi mutu dapat dilakukan dengan baik untuk membangun kepercayaan konsumen. Menurut Ishikawa, jaminan mutu merupakan suatu jaminan bahwa produk akan dibeli konsumen dengan penuh kepercayaan dan digunakan terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dengan penuh keyakinan dan kepuasan (Muhandri dan Kadarisman, 2006). ISO 9000 menyatakan jaminan mutu merupakan bagian dari manajemen mutu yang fokus kepada pemberi keyakinan bahwa persyaratan mutu dipenuhi (Suardi, 2001). Menurut Hubeis (1996), jaminan mutu merupakan suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan penyimpanan produk, untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan menjamin produksi makanan secara aman dan sanitasi yang baik. Hal tersebut menegaskan adanya teknis mutu (peralatan inspeksi, pengujian dan uji), pengujian laboratorium dan inspeksi atribut mutu (pengendalian produk yang tidak sesuai), audit (catatan mutu) dan analisis data mutu (teknik statistik), serta upaya peningkatan mutu (status inspeksi dan pengujian). Pemeriksaan berdasarkan pendekatan jaminan mutu dilakukan untuk mendeteksi adanya kegagalan atau kerusakan produk jadi yang diakibatkan oleh ketidaktepatan atau kekeliruan operasional (batas spesifikasi yang ditentukan oleh pelanggan), disamping faktor selain bahan, peralatan dan metode kerja terhadap standar yang berlaku, misalnya estetika (warna, rasa, aroma dan kejerihan), kimiawi (kandungan mineral, logam berat dan bahan kimia pada bahan yang bersangkutan) dan mikrobiologi (tidak mengandung kuman E. coli dan patogen). Quality Control (Pengendalian Mutu) Menurut Feigenbaum (1989), pengendalian mutu adalah pengukuran kinerja produk, membandingkan dengan standar dan spesifikasi produk, serta melakukan tindakan koreksi bila ada penyimpangan. Tiga langkah utama dalam pengendalian 26

mutu adalah 1) menetapkan standar, 2) menilai kesesuaian (mengukur dan membandingkan dengan standar dan 3) melakukan tindakan koreksi bila diperlukan. Pengendalian mutu menurut Juran yang disitir Tunggal (1993) merupakan proses yang digunakan untuk membantu pencapaian produk dan proses sesuai dengan tujuan. Suardi (2001) dalam.ISO 9000 versi 2000 dinyatakan, bahwa pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan kegiatan operasional yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu Menurut Hubeis (1996), pengendalian mutu pangan lebih ditujukan pada analisis, pengenalan penyebab keragaman produk dan perlu tidaknya tindakan koreksi terhadap proses produksi diseluruh bagian (mulai dari desain, marketing, rekayasa, pembelian, produksi, pengemasan dan pengangkutan, serta termasuk pemasok dan pelanggan), agar dicapai produk bermutu baik dan seragam melalui bantuan teknik Statistical Quality Control (pengendalian mutu statistik) atau SQC. Statistical Quality Control (Pengendalian Mutu Statistik) Pengendalian mutu statistik pada dasarnya merupakan aplikasi metode statistik untuk pengumpulan dan analisis data dalam menentukan dan mengawasi mutu proses (Assauri, 1978). Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sampel dalam kegiatan pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan pemeriksaan sampel (Ma’arif dan Tanjung, 2003). Pengendalian mutu statistik bertujuan menyidik dengan cepat terjadinya sebab-sebab terduga atau pergeseran proses sehinggá penyelidikan terhadap proses dan tindakan pembetulan dapat dilakukan sebelum terlalu banyak unit yang tidak sesuai diproduksi. Tujuan akhir pengendalian mutu statistik ádalah menyingkirkan variabilitas dalam proses (Montgomery, 1990). Pengendalian mutu statistik telah banyak digunakan beberapa industri untuk membantu memperbaiki mutu, mengurangi variabilitas dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan mutu (Iriawan dan Astuti, 2006).

27

Alat Pengendalian Mutu Statistik Menurut

Iriawan

dan

Astuti

(2006),

pengendalian

mutu

statistik

menggunakan alat-alat statistik untuk mencapai tujuannya. Pengendalian mutu statistik mempunyai 7 alat: 1) check sheet (lembar pemeriksaan); 2) stratification (pengelompokan); 3) scatter diagram (diagram pencar); 4) diagram Pareto; 5) histogram; 6) fishbone diagram atau cause effect diagram (diagram sebab-akibat); dan 7) control chart (bagan kendali). Check Sheet (Lembar Pemeriksaan). Lembar pemeriksaan atau check sheet terutama digunakan untuk memudahkan pengumpulan data dan mengatur data secara otomatis sehingga memudahkan penggunaan selanjutnya (Kume, 1989). Lembar pemeriksaan merupakan alat bantu untuk memudahkan pengumpulan data. Data berguna untuk membantu memahami situasi yang sebenarnya, menganalisis persoalan, mengendalikan proses, mengambil keputusan dan membuat rencana (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Stratification (Pengelompokan). Stratifikasi merupakan kegiatan yang ditujukan untuk menguraikan atau mengklasifikasikan data dan masalah menjadi kelompok atau golongan sejenis yang lebih kecil atau menjadi unsur-unsur tunggal dari data/masalah sehingga menjadi lebih jelas. Teknik stratifikasi menjadikan data lebih rinci dan lebih mudah untuk dipahami serta dianalisis (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Scatter Diagram (Diagram Pencar). Diagram pencar atau scatter diagram digunakan untuk pengumpulan beberapa grup data yang berhubungan, kemudian digambarkan dalam bentuk grafik (Ishikawa, 1988). Diagram pencar merupakan diagram yang menggambarkan hubungan antara 2 (dua) faktor/data. Diagram ini dapat menentukan faktor-faktor yang diuji memiliki hubungan atau tidak (Muhandri dan Kadarisman, 2006).

28

Diagram Pareto. Diagram Pareto merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan grafik garis yang menggambarkan perbandingan masing-masing jenis data terhadap keseluruhan. Diagram Pareto memungkinkan untuk dapat melihat masalah mana yang dominan atau vital view dan masalah yang banyak tetapi kurang dominan atau trivial many (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Tujuan diagram Pareto adalah membuat peringkat masalah-masalah yang potensial untuk diselesaikan. Diagram Pareto digunakan untuk menentukan langkah yang harus diambil sebagai upaya menyelesaikan masalah. Bentuk diagram pareto tidak berbeda jauh dengan histogram (Iriawan dan Astuti, 2006). Histogram. Histogram merupakan diagram yang terdiri atas grafik balok dan menggambarkan penyebaran (distribusi) data-data yang ada (Muhandri dan Kadarisman, 2006). Histogram efektif digunakan dalam pengendalian mutu untuk mengetahui data-data yang tidak normal dan mencari penyebab terjadinya penyimpangan serta dapat digunakan untuk memperbaiki batas-batas dan mutu produk. Selain itu dengan histogram dapat dilihat hubungan antara karakteristik produk dengan spesifikasi produk (Ishikawa, 1988). Menurut Iriawan dan Astuti (2006), histogram merupakan alat statistik yang terdiri atas batang-batang yang mewakili suatu nilai tertentu. Panjang batang proporsional terhadap frekuensi atau frekuensi relatif suatu nilai tertentu. Histogram dalam Statistical Process Control (SPC) digunakan untuk mengetahui bentuk distribusi data, yang selanjutnya digunakan untuk melakukan analisis kemampuan proses. Diagram Sebab-Akibat atau Diagram Ishikawa (Fishbone Diagram). Menurut Iriawan dan Astuti (2006), diagram sebab-akibat atau diagram Ishikawa, atau sering disebut diagram fishbone (tulang ikan), digunakan untuk menyajikan penyebab suatu masalah secara grafis. Teknik berguna lainnya untuk menganalisis ketidaksesuaian lebih lanjut menurut Montgomery (1990) adalah diagram sebab-akibat. Menurut Muhandri dan Kadarisman (2006), diagram sebab-akibat berguna untuk mengetahui faktor-faktor

yang

mungkin

menjadi penyebab munculnya masalah yang

berpengaruh terhadap hasil. Penyusunannya dilakukan dengan teknik brainstorming (sumbang saran). Penyusunan diagram sebab-akibat secara umum terdapat lima

29

faktor yang berpengaruh yaitu lingkungan, manusia, metode, bahan baku dan mesin atau peralatan. Control Chart (Bagan Kendali). Bagan kendali atau control chart merupakan grafik garis yang mencantumkan batas maksimum dan batas minimum yang merupakan daerah batas pengendalian. Bagan ini menunjukkan perubahan data dari waktu ke waktu tetapi tidak menunjukkan penyebab munculnya penyimpangan. Bagan ini hanya memberikan tanda (aba-aba) kepada kita terjadinya penyimpangan dalam proses. (Muhandri dan Darwin, 2006; Iriawan dan Septin, 2006). Bagan kendali merupakan bagan atau grafik garis yang menunjukkan perubahan data atau sampel dari waktu ke waktu sehingga dengan pencantuman batas maksimum dan minimum yang merupakan batas daerah pengendalian, dapat diketahui apakah data yang ada masih dalam batas pengendalian atau tidak (Kuswadi dan Mutiara, 2004). Bagan kendali (control chart) merupakan grafik kronologis (jam ke jam atau hari ke hari) yang membandingkan karakteristik mutu nyata produk dengan batas kemampuan mutu produksi produk tersebut yang ditunjukkan dengan pengalaman atau pengamatan di masa lalu (Feigenbaum, 1989). Bagan kendali adalah perangkat statistik yang memungkinkan suatu organisasi untuk mengetahui dan memantau konsistensi suatu proses atau produk yang dihasilkan melalui pengamatan proses yang sedang berlangsung dan proses yang lalu, dengan menngunakan prinsip-prinsip statistik dalam penyelesaiannya (Lawrence, 1986). Control Chart (Bagan Kendali) Fungsi Control Chart (Bagan Kendali) Menurut Montgomery (1990), ada lima alasan penggunaan bagan kendali di banyak industri. Pertama, bagan kendali adalah teknik yang telah terbukti guna meningkatkan produktivitas. Kedua, bagan kendali efektif dalam pencegahan cacat. Ketiga, bagan kendali mencegah penyesuaian proses yang tidak perlu. Keempat, bagan kendali memberikan informasi diagnostik. Kelima, bagan kendali memberikan informasi tentang kemampuan proses. Iriawan dan Septin (2006) menyatakan, bahwa bagan kendali digunakan untuk mengetahui bila proses berada dalam kendali statistik atau tidak. Bagan kendali, dengan kata lain merupakan uji hipotesis untuk mengetahui bila proses dalam kendali statistik. Menurut Lock dan Farrow (1989), 30

bagan kendali berguna untuk mengkaji kestabilan proses produksi, sedangkan menurut Hines dan Montgomery (1990), bagan kendali berfungsi memberikan informasi tentang karakteristik mutu dan variasi produk yang dihasilkan. Jenis-jenis Bagan Kendali (Control Chart) Bagan kendali ada dua macam berdasarkan sifat atribut dan variabel dari parameter mutu yang diukur, yaitu 1) bagan kendali atribut, yang digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat atribut dan 2) bagan kendali variabel yang digunakan untuk mengendalikan sifat-sifat yang dapat diukur dengan piranti fisik, misalnya: berat satuan, kadar air, kadar gula, berat jenis dan sebagainya (Soekarto, 1990). Bagan kendali variabel digunakan untuk mengukur karakteristik mutu. Bagan kendali atribut digunakan untuk jumlah cacat dalam produk atau bagian cacat dalam produk (Iriawan dan Astuti, 2006). Tabel 9 menunjukkan beberapa jenis bagan kendali. Masalah yang biasa timbul adalah tahapan memilih bagan kendali. Gambar 3 memberikan hierarki untuk memilih jenis bagan kendali yang akan digunakan. Tabel 9. Jenis-jenis Bagan Kendali dan Kegunaannya Tipe

Jenis

Kegunaan

Atribut

Bagan kendali p

Bagan kendali untuk proporsi unit cacat dengan jumlah sampel bervariasi

Bagan kendali np

Bagan kendali untuk proporsi unit cacat dengan jumlah sampel konstan

Bagan kendali c

Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit dengan jumlah sampel konstan Bagan kendali untuk jumlah cacat suatu unit dengan jumlah sampel bervariasi

Bagan kendali u Variabel Bagan kendali x dan R

Bagan kendali untuk rataan subgrup dan range subgrup

Bagan kendali x dan S

Bagan kendali untuk rataan subgrup dan standar deviasi subgrup

Sumber : Iriawan dan Astuti, 2006

Bagan Kendali Sifat (Atribut). Montgomery (1990) menyatakan karakteristik mutu yang termasuk sifat (atribut) tidak dapat dengan mudah dinyatakan secara

numerik.

Biasanya

setiap

benda

yang

dianalisis

diklasifikasikan 31

Pemilihan Bagan Kendali

Data pengukuran

Bagan kendali x-bar

n>1

2
n=1

Berdistribusi Normal

Data penghitungan

Berdistribusi Non-normal

Run-chart

n tetap

Bagan kendali x-bar dan R

Bagan kendali x-bar dan S

Jumlah cacat

Kejadian cacat

Bagan kendali np

n bervariasi

n tetap

n bervariasi

Bagan kendali p

Bagan kendali c

Bagan kendali u

Gambar 3. Hierarki Pemilihan Jenis Bagan Kendali Sumber : Pyzdek, 2002

32

dengan istilah cacat (tidak sesuai) dan tidak cacat (sesuai). Ada empat bagan kendali sifat (atribut). Pertama bagan kendali p, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat (tidak sesuai) untuk jumlah sampel setiap pengamatan bervariasi. Kedua bagan kendali np, yaitu bagan kendali untuk bagian yang cacat (tidak sesuai) untuk jumlah sampel setiap pengamatan konstan. Ketiga bagan kendali c, yaitu bagan kendali untuk ketidaksesuaian (cacat) dengan jumlah sampel untuk setiap pengamatan konstan. Keempat bagan kendali u, yaitu bagan kendali untuk ketidaksesuaian (cacat) per unit dengan jumlah sampel pengamatan bervariasi. Bagian cacat (tidak sesuai) didefinisikan sebagai perbandingan banyak benda yang cacat (tidak sesuai) dalam suatu populasi dengan banyak benda keseluruhan dalam populasi. Biasanya bagian cacat (tidak sesuai) dinyatakan dengan pecahan desimal. Kadang-kadang juga digunakan persen cacat (tidak sesuai) yang merupakan 100% kali bagian cacat (tidak sesuai). Bagian cacat (tidak sesuai) sampel didefinisikan sebagai perbandingan banyak unit cacat (tidak sesuai) dalam sampel dengan ukuran sampel n (Montgomery, 1990). Benda yang cacat (tidak sesuai) adalah unit produk yang tidak memenuhi satu atau beberapa spesifikasi produk. Satu benda yang cacat (tidak sesuai) akan memuat paling sedikit satu ketidaksesuaian (cacat). Bagan kendali ketidaksesuaian (cacat) merupakan bagan kendali bagi jumlah ketidaksesuaian dalam suatu unit atau rataan banyak ketidaksesuaian per unit (Montgomery, 1990). Bagan Kendali Variabel. Menurut Montgomery (1990), apabila bekerja dengan karakteristik mutu yang variabel, sudah merupakan praktek yang standar untuk mengendalikan nilai mean karakteristik mutu dan variabilitasnya. Pengendalian ratarata proses atau mean tingkat mutu biasanya dengan bagan kendali untuk mean, atau bagan kendali x . Variabilitas atau pemencaran proses dapat dikendalikan dengan bagan kendali untuk deviasi standar, yang dinamakan bagan kendali S, atau bagan kendali untuk rentang, yang dinamakan bagan kendali R. Bagan kendali R lebih banyak digunakan. Menurut Montgomery (1990), bagan kendali x memantau tingkat mutu proses rata-rata. Sebaliknya bagan kendali R mengukur variabilitas di dalam suatu sampel. Kelebihan yang paling penting dari bagan kendali x dan R memberikan

petunjuk tentang kerusakan yang akan datang dan memungkinkan personil operasi mengambil tindakan pembentukan/perbaikan. Interpretasi Bagan Kendali Iriawan dan Septin (2006) menyatakan bahwa suatu proses dikatakan berada dalam kendali statistik apabila nilai pengamatan berada di antara garis batas pengendali. Kondisi tersebut, proses tidak memerlukan tindakan apapun sebagai perbaikan. Jika ada nilai pengamatan yang berada di luar garis batas pengendali, berarti ada proses yang tidak terkendali. Pande et al. (2003) menyatakan ada beberapa indikator mengenai kondisi yang di luar kontrol atau tidak terkendali yaitu 1) outliers atau semua titik di luar batas kendali; 2) trends atau serangkaian titik yang terus-menerus naik atau turun; 3) shift/run atau urutan terus-menerus dari titik-titik di bawah atau di atas rata-rata; 4) cycles/periodicity atau serangkaian titik yang bergantian di atas atau di bawah atau tren naik dan turun dalam gelombang; dan 5) tendencies atau kondisi-kondisi di mana titik-titik secara terus-menerus berada di garis pusat atau batas kendali. Variabilitas Statistik dan Variabilitas Proses. Nurgiyantoro et al. (2004) menyatakan ukuran kecenderungan sentral dan variabilitas merupakan bentuk-bentuk analisis

statistik

yang

termasuk

statistik

deskriptif.

Perhitungan

ukuran

kecenderungan sentral pada umumnya meliputi perhitungan mean (rataan hitung), median dan

modus. Variabilitas merupakan karakteristik yang menandai hasil

pengukuran pada setiap sampel. Variabilitas akan ditunjukkan dan didukung oleh besar kecilnya tiap skor (skor individual) dalam suatu sampel dan

besar kecilnya

variabilitas dalam sampel tersebut akan ditandai oleh besar kecilnya jarak sebaran (range) skor. Indeks variabilitas yang kemudian dikenal sebagai simpangan baku (standard deviation) merupakan ukuran variabilitas (penyeberan) skor. Menurut Montgomery (1990), sebaik-baiknya proses produksi dirancang atau dipelihara secara hati-hati, akan selalu ada sejumlah tertentu variabilitas dasar. Variabilitas dasar ini dalam pengendalian mutu statistik dinamakan “sistem stabil sebab-sebab tak terduga”. Suatu proses yang bekerja hanya dengan adanya variasi sebab-sebab tak terduga dikatakan ada dalam pengendalian statistik. Variabilitas lain 34

dapat pula timbul dalam hasil suatu proses. Variabilitas dalam karakteristik mutu kunci biasanya timbul dari tiga sumber, yaitu mesin yang tidak wajar, kesalahan operator dan

atau bahan baku yang cacat. Sumber-sumber variabilitas tersebut

dinamakan “sebab-sebab terduga”. Suatu proses yang bekerja dengan adanya sebabsebab terduga dikatakan tidak terkendali. Menurut Iriawan dan Astuti (2006), ada 2 tipe variabilitas proses, yaitu variabilitas random dan assignable. Variabilitas random adalah variabilitas yang tidak bisa dihindari. Variabilitas random terjadi karena faktor-faktor yang tidak dapat atau sulit dikendalikan, sedangkan variabilitas assignable disebabkan faktor-faktor yang dapat dikendalikan. Oleh karena variabilitas random terjadi secara normal, maka bila variasi suatu proses termasuk dalam tipe ini, akan dikategorikan dalam batas kendali statistik. Sebaliknya, apabila suatu variasi proses tergolong variabilitas assignable, maka proses dikatakan di luar kendali statistik. Suatu alat untuk mendeteksi variabilitas adalah bagan kendali. Batas Kendali dan Batas Spesifikasi. Menurut Montgomery (1990), tidak ada hubungan atau pertalian matematik atau statistik antara batas kendali dan batas spesifikasi mutu. Batas kendali timbul dari variabilitas alami proses (diukur dengan deviasi standar proses atau σ) yaitu oleh batas toleransi alami proses (3σ di atas dan di bawah mean). Taksiran deviasi standar proses atau σ yang digunakan dalam pembentukan batas kendali dihitung dari variabilitas dalam tiap sampel (yakni dari rentang tiap sampel). Taksiran untuk σ hanya mencerminkan variabilitas di dalam sampel. Batas spesifikasi mutu ditentukan dari luar, misalnya ditentukan oleh manajemen, insinyur produksi, konsumen, atau oleh perancang atau pengembang produk. Pande et al. (2003) menyatakan bahwa batas kendali dihitung dari data proses aktual yang dapat berubah karena kinerja proses berubah sepanjang waktu sedangkan batas spesifikasi berasal dari pelanggan yang dapat berubah hanya jika persyaratan pelanggan berubah. Analisis Kemampuan Proses Kemampuan proses didefinisikan sama dengan

3

dari rataan proses. Ada

tiga teknik utama yang digunakan dalam analisis kemampuan proses: histogram atau bagan probabilitas, bagan kendali dan rancangan percobaan atau desain eksperimen 35

Iriawan dan Astuti, 2006). Montgomery (1990) menyatakan bentangan proses (6σ) adalah definisi dasar kemampuan proses. Analisis kemampuan proses berguna untuk kuantifikasi variabilitas proses, analisis variabilitas relatif terhadap persyaratan atau spesifikasi produk dan untuk membantu pengembangan dan produksi dalam menghilangkan atau mengurangi variabilitas produk. Cara yang baik untuk menyatakan kemampuan proses adalah melalui perbandingan kemampuan proses (PKP). PKP adalah ukuran kemampuan proses untuk menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi (Montgomery, 1990). Menurut Grant dan Leavenworth (1994), jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi bawah (Sl), semua situasi yang mungkin terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1) bentangan proses (6σ) < selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi; 2) bentangan proses (6σ) = selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan 3) bentangan proses (6σ) > selang batas spesifikasi (Su-Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi. Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl), semua situasi yang mungkin terjadi juga dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1) bentangan proses (3σ) < selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi; 2) bentangan proses (3σ) = selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan 3) bentangan proses (3σ) > selang batas spesifikasi (Su- x atau x -Sl) yang berarti semua produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi.

36

METODE Lokasi dan Waktu Kegiatan magang penelitian ini dilaksanakan di PT Sari Husada unit I yang berlokasi di Kelurahan Muja Muju Kecamatan Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Alamat tepatnya adalah Jalan Kusuma Negara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002. Kegiatan magang penelitian ini dimulai sejak tanggal 2 Juli 2007 sampai dengan 2 Agustus 2007. Materi Bahan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu tercantum pada Tabel 10. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis mutu fisik dan kimia di laboratorium fisik dan kimia Research and Development Department (R&D) dan Quality Assurance (QA) serta Production Department bagian Quality Control (QC) PT Sari Husada, diantaranya: larutan buffer untuk pH 4,00 dan pH 7,00, H2SO4 BJ 1,82 g atau ml, iso amil alkohol, H2O, asam metaphosphat 5%, asam asetat, larutan 2,6 dichlorophenol indophenol 0,1 N dan antifoaming agent (penghilang buih) yaitu octanol. Peralatan yang digunakan untuk produksi susu bubuk SGM 3 Madu tercantum pada Tabel 11. Peralatan yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik adalah peralatan dan perlengkapan laboratorium fisik dan kimia Departemen R&D dan QA serta Production Department bagian QC PT Sari Husada. Peralatan laboratorium yang digunakan untuk analisis mutu fisik, kimia dan organoneptik diantaranya: plastik sample, gayung tangkai panjang, sendok sample stainless steel, gelas piala, pengaduk atau sendok, termometer air raksa, termometer alkohol, termometer digital, pH meter, refraktometer, tap density tester, tabung Gerber, pipet, sentrifage, timbangan analitik, moisture analyzer, gelas ukur, kertas saring, erlenmeyer 250 ml, buret 50 ml, spatula (250 x 135 x 25 mm), stopwatch, saringan 230 mesh atau 63 µm dengan diameter 100 mm, corong dengan diameter 110-120 mm, photoprint scorched sediment standard for dry milk dari American Dry Milk Institute (ADMI), waring blendor, kertas sedimen, alat sediment tester (tipe aspirator) dan lup (lensa pembesar).

Tabel 10. Daftar Bahan Baku Product in Process dari SGM 3 Madu

1.

Full cream milk (susu segar)

Base Powder ex Dryer liquid MST

2.

Skim milk powder (SMP)

-

skim milk powder (SMP)

3.

Whey protein concentrate (WPC)

-

whey protein concentrate (WPC)

4.

Lactose concentrate

-

butter milk powder (BMP)

5.

Mixed vegetable oil (minyak nabati)

-

madu bubuk

6.

Lesitin

-

gula (sukrosa) halus

7.

Granula KOH

-

bubuk Doco Sahexaenoic Acid (DHA)

8.

Air proses

-

mineral premix

9.

Prebiotik (GOS)

-

vitamin premix

10.

-

-

prebiotik (FOS)

No.

Liquid Mixed Storage Tank (MST)

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling base powder ex dryer

Sumber : PT Sari Husada, 2007

Tabel 11. Daftar Peralatan Produksi SGM 3 Madu No. Liquid MST

Base Powder ex Dryer

1

Silo susu pasteurisasi

balance tank

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling blendor

2

Tangki susu panas

evaporator

bin filler

3

Tangki MVO

feed tank (FT)

-

4

Fat day tank (FDT)

preheater (consistator)

-

5

Tangki air panas

duplex filter

-

6

Compounding tank (CT)

high pressure pump (HPP)

-

7

High speed mixer

spray dryer

-

8

Duplex filter atau clarifier

vibro

-

9

Balance tank

sifter atau receiving

-

10

Pasteurizer (PHE)

pneumatic system

-

11

Homogenizer

silo base powder ex dryer

-

12

Plate cooler

-

-

13

Mixed storage tank (MST)

-

-

Sumber : PT Sari Husada, 2007

Prosedur Produksi SGM 3 Madu Proses produksi SGM 3 Madu melalui empat tahap proses produksi, meliputi: 1) proses produksi liquid MST, 2) proses produksi base powder ex dryer, 3) proses 38

produksi finish powder ex blending atau bin filling dan 4) proses pengemasan ke dalam kemasan komersial. Diagram alir proses produksi SGM 3 Madu dapat dilihat pada Gambar 4 dan Diagram Alir proses produksi pada Lampiran 1.

Bahan Baku yang telah Diformulasikan Proses Produksi Liquid MST Analisis Mutu Proses Produksi Base Powder ex Dryer Analisis Mutu

Bahan Baku yang telah Diformulasikan

Proses Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

Analisis Mutu Proses Pengemasan dalam Kemasan Komersial

Analisis Mutu

Produk Jadi Susu Bubuk SGM 3 Madu Gambar 4. Diagram Alir Proses Produksi Susu Bubuk SGM 3 Madu Liquid MST merupakan larutan hasil pencampuran dari berbagai bahan baku yang telah diformulasikan yaitu minyak nabati (minyak kedelai, minyak kelapa dan minyak kelapa sawit), dairy product (skim milk powder, whey protein, konsentrat protein, full cream milk), lesitin kedelai, air panas dan prebiotik GOS. Base powder ex dryer adalah bubuk inti hasil proses pengeringan liquid MST menggunakan spray dryer sehingga berubah wujudnya dari cair menjadi bubuk. Finish powder ex 39

blending atau bin filling adalah bubuk akhir (bahan jadi) hasil dry blending (pencampuran kering) dari bubuk inti dengan bahan-bahan formulasi yaitu gula halus, skim milk powder, butter milk powder, honey powder, honey cita rasa, vaniloran crystal, Doco Sahexaenoic Acid (DHA), premix mineral, premix vitamin, madu bubuk dan prebiotik FOS. Bubuk akhir ini selanjutnya dimasukkan ke dalam bin filling yaitu kotak yang terbuat dari kayu berkapasitas 1 ton yang di dalamnya dilapisi plastik poliester atau poli etilen treptalat (PET). Pengemasan bubuk akhir ke dalam bin ini bertujuan untuk memudahkan pengangkutan bubuk akhir (bahan jadi) menuju ke PT Sari Husada Unit II untuk proses pengemasan selanjutnya ke dalam kemasan komersial. Produksi Liquid Mixed Storage Tank (MST). Proses pembuatan liquid MST merupakan tahap awal dari proses pembuatan susu bubuk SGM 3 Madu. Tahapantahapan proses produksi liquid MST meliputi pencampuran, penyaringan, pasteurisasi, homogenisasi, pendinginan dan

penyimpanan sementara di dalam

MST. Diagram alir pembuatan liquid MST disajikan pada Gambar 5. 1. Proses mixing atau compounding (pencampuran). Sebelum dilakukan proses pencampuran, semua alat dibersihkan terlebih dahulu dengan cara Cleaning In Place (CIP). Tangki pencampuran diisi dengan minyak nabati dan air panas yang bersuhu 70

0

C, serta dilakukan pengadukan sambil perlahan-lahan dimasukkan

material dairy product. larutan serta menghancurkan partikel-partikel material dairy product. Pengadukan bertujuan untuk mancampur dan mensirkulasikan larutan yang belum larut. Proses pencampuran ini dilakukan selama 15-25 menit dengan suhu berkisar antara 50 - 55 0 C. 2. Penyaringan. Larutan hasil pencampuran dialirkan ke penyaringan. Proses penyaringan bertujuan memisahkan kotoran-kotoran atau benda-benda asing yang mungkin terbawa. Alat yang digunakan ialah clarifier atau duplex filter yang bekerja atas dasar berat jenis partikel penyusun larutan. 3. Pasteurisasi. Proses pasteurisasi metode High Suhue Short Time (HTST). Suhu yang diterapkan berkisar 80 0C dengan waktu 15 detik. Pemanasan dilakukan dalam plat penukar panas atau Plat Heat Exchanger (PHE). 4. Homogenisasi. Proses homogenisasi bertujuan untuk menyeragamkan dan mengecilkan partikel-partikel atau globula-globula lemak dalam larutan sehingga 40

Pencampuran (Mixing atau Compounding)

Penyaringan

Pemeriksaan Suhu pasteurisasi Penyesuaian suhu Pasteurisasi oleh Bagian Produksi

No Sesuai Spesifikasi? Yes Pasteurisasi HTST

Homogenisasi

Pendinginan

Penyimpanan MST Liquid MST Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik liquid MST (organoleptik, pH, temperatur MST, total solid (TS), kadar lemak dan rasio fat per TS)

Gambar 5. Diagram Alir Proses Produksi Liquid MST tidak terjadi pemisahan. Proses homogenisasi akan menghasilkan larutan dengan globula-globula lemak yang seragam ukurannya yaitu 2 µm, yang semula mempunyai ukuran bervariasi yaitu 1-16 µm. 5. Pendinginan. Pendinginan selain untuk menghambat perkembangan bakteri juga untuk mencegah kerusakan larutan selama penyimpanan. Proses pendinginan 41

dilakukan dengan suhu berkisar antara 4–10 0C, yang dicapai dengan aplikasi pressing pada cairan sebesar 2000 Psi. 6. Penyimpanan Mixed Storage Tank (MST). Larutan hasil pendinginan disimpan dalam MST. Penyimpanan ini bersifat sementara karena selanjutnya larutan akan mendapatkan perlakuan dilakukan spraying (pengeringan). Total solid eks MST adalah 45%. Produksi Base Powder ex Dryer. Proses ini digolongkan sebagai partly spray dryer yang artinya dari proses pengeringan dengan spray dryer baru menghasilkan bubuk inti atau base powder. Tahapan-tahapan proses produksi base powder ex dryer meliputi evaporasi, penyimpanan sementara di dalam Feed Tank (FT), pemanasan awal, penyaringan, pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP), pemanasan utama, pengeringan purna dengan Vibro, penyaringan dan penyimpanan di dalam silo. Diagram alir produksi base powder ex dryer dapat dilihat pada Gambar 6. 1. Evaporasi. Proses evaporasi bertujuan untuk mengurangi kadar air dalam liquid. Total solid hasil evaporasi adalah 53%. Evaporasi yang digunakan ialah single stage evaporator. 2. Penyimpanan liquid hasil evaporasi di dalam feed tank (FT). FT juga berfungsi untuk mengatur aliran liquid yang akan diproses melalui spray drying. 3. Pemanasan Awal atau Preheating. Proses pemanasan pendahuluan dimaksudkan untuk

menaikkan suhu larutan sebelum spray drying. Suhu larutan setelah

preheating ialah 70 0C. 4. Penyaringan. Penyaringan sebelum spray drying dimaksudkan untuk menyaring apabila ada protein yang terdenaturasi yang berupa endapan-endapan halus. Filter untuk penyaringan diganti secara periodik untuk menyingkirkan deposit yang ada. 5. Pemompaan dengan High Pressure Pump (HPP). HPP adalah pompa bertekanan tinggi yang berfungsi untuk mengalirkan liquid dari lantai satu ke top chamber. HPP ini juga berfungsi sebagai second homogenizer yaitu untuk lebih menstabilkan emulsi. 6. Pemanasan dengan Dry Tower atau Dry Chamber (Pengering Utama). Liquid yang dipompa keluar dari jalur HPP akan dikabutkan melalui sprayer nozzle yang berdiameter 1,6–2,0 mm dalam dry tower atau dry chamber. Bersamaan dengan 42

Liquid MST

Evaporasi

Penyimpanan (Feed Tank)

Preheater

Penyaringan

High Pressure Pump (HPP)

Pengeringan Utama (Chamber)

Pengeringan Purna

Sifter

Penyimpanan Silo

Base Powder ex dryer (inti SGM 3 Madu

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Base Powder ex Dryer (organoleptik, pH, total solid (TS), kadar lemak, kadar air, bulk density, floaters, sinkers, curd test dan sediment test) Gambar 6. Diagram Alir Proses Produksi Base Powder ex Dryer

43

pengkabutan dimasukkan udara panas terfiltrasi dengan suhu 100 0C. Tekanan udara dalam dry tower atau chamber dibuat (-1 – 10 mm Wg). Suhu udara keluar dry chamber ialah 95 0C dengan kadar air (bubuk) 4%. 7. Pengeringan Purna dengan Vibro. Vibro mempunyai tiga fungsi utama: a) mengeringkan powder sehingga memenuhi standar kadar air yaitu 2 – 3%; b) mengarahkan flow powder dari Dry Tower atau Chamber ke sifter (pengayak); dan c) pendinginan powder eks produksi sebelum disimpan. Suhu powder sebelum disimpan adalah 40 0C. 8. Penyaringan dengan Shifter. Shifter berfungsi untuk menyaring bila terdapat milk stone selama proses produksi sehingga harus dipisahkan. 9. Penyimpanan dalam Silo. Powder hasil spray drying disimpan di dalam silo, kemudian dilakukan proses blending. Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Tahapan-tahapan proses produksi finish powder ex blending atau bin filling (susu bubuk SGM 3 Madu) meliputi pencampuran dan pemasukkan ke dalam bin berlapis plastik. Diagram alir proses produksi finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Gambar 7. 1. Blending (Pencampuran). Proses finishing (penyelesaian produk) dimulai dengan pencampuran bubuk inti SGM 3 Madu dengan gula halus, premix mineral, premix vitamin, madu bubuk, prebiotik FOS dan tambahan material dairy product sesuai formulasi. Sebelum dicampur masing-masing material ditimbang sesuai formulasi. Proses pencampuran dilakukan

selama 15

menit

untuk

2. Pengisian ke dalam Bin atau Kotak Kayu Berlapis Plastik PET

yang

menghasilkan bahan jadi SGM 3 Madu. Berkapasitas Maksimal 1 ton. Bahan jadi SGM 3 Madu ditimbang sesuai dengan kapasitas volume kotak, melalui mesin pengisi atau bin filler, bahan jadi tersebut diisikan ke dalam bin.. Selesai pengisian, dilanjutkan proses penutupan secara manual. Sebelum digunakan, plastik di dalam bin disterilisasi sinar ultra violet. Semua bin yang telah terisi kemudian diangkut dengan truk kontainer menuju ke PT Sari Husada unit II di Klaten Jawa Tengah untuk pengemasan ke dalam kemasan komersial. 44

Base Powder ex Dryer (bubuk inti)

Blending (Pencampuran)

Bin Filling (Pengisian ke dalam bin)

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (organoleptik, pH, kadar lemak, bulk density, floaters dan sinkers, curd test dan cream layer) Dinyatakan NC (Non Conformance), dikarantina, resampling dan rework

No Sesuai Spesifikasi? Yes

Pengangkutan ke PT Sari Husada unit II di Klaten untuk pengemasan Gambar 7. Diagram Alir Produksi Finish Powder ex Blending atau Bin Filling Analisis Mutu Fisik, Kimia dan Organoleptik Analisis mutu sample product in process dari produk SGM 3 Madu yang meliputi liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dilakukan pada kriteria mutu fisik, kimia dan organoleptik yang telah ditetapkan perusahaan. Kriteria mutu fisik yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi: 1) floaters dan sinkers, 2) bulk density (BD), 3) curd atau white flecks dan 4) cream layer. Kriteria mutu kimia yang dianalisis meliputi: 1) nilai pH dan 2) kadar

45

lemak. Daftar lengkap analisis kriteria mutu sample product in process SGM 3 Madu oleh PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 12. Mutu organoleptik yang dianalisis meliputi: 1) penampakan, 2) warna, 3) rasa dan 4) cita rasa. Tabel 12. Daftar Kriteria Mutu Product in Process dari SGM 3 Madu yang Dianalisis Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

1. Organoleptik

organoleptik

organoleptik

2. Nilai pH

nilai pH

nilai pH

3. Kadar lemak

kadar lemak

kadar lemak

4. Suhu pasteurisasi

*

*

5. Suhu MST

*

*

6. Total solid (TS)

**

**

7. **

floaters dan sinkers

floaters dan sinkers

8. **

bulk density (BD)

bulk density (BD)

9. **

curd atau white flecks

curd atau white flecks

10. **

sedimen

**

11. **

kadar air

**

12. **

**

cream layer

13. **

**

kadar vitamin C

14. **

**

metal

No. Liquid MST

Keterangan: * = tidak melalui proses; ** = tidak dianalisis Sumber : PT Sari Husada, 2007

Analisis Mutu Fisik Bulk Density atau BD (Sari Husada, 1994). Prosedur penentuan BD didokumentasikan pada SOP-040/QA/SH/X/94. Penentuan BD hanya berlaku untuk sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Penentuan BD memerlukan peralatan diantaranya : timbangan Sartorius, gelas piala 400 ml dan Tap Density Tester (Gambar 7). Cara kerja penentuan BD adalah 1) menimbang 100 g sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling dalam gelas piala dan memasukkannya ke dalam silinder penghitung, 2) meratakan permukaannya dan membaca volume sample pada skala 46

(V1), 3) menekan tombol on sehingga lampu indikator berwarna merah menyala, 4) menunggu sampai alat tersebut berhenti sesuai dengan ketukan yang telah diatur (100 ketukan), 5) membaca volume pada silinder penghitung (V 2) dan 6) melakukan penghitungan BD sesuai rumus berikut: berat sampel V1 berat sampel BD-kemas (packed density) = V2

BD-tuang (poured density) =

Gambar 8. Tap Density Tester untuk Mengukur Bulk Density (BD) Floaters dan Sinkers (Sari Husada, 1994). Pemeriksaan floaters atau sinkers berlaku pada sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Floaters adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian permukaan dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling, sedangkan sinkers adalah partikel yang tidak larut yang kelihatan di bagian dasar dari larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Prosedur ini merupakan simulasi rekonstitusi yang akan dilakukan oleh konsumen. Pemeriksaan floaters dan sinkers membutuhkan reagensia berupa antifoaming agent (octanol) dan aquades hangat (suhu 45 0C). Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala 250 ml, sendok pengaduk dan neraca analitik.

47

Prosedur pemeriksaan floaters atau sinkers sebagai berikut: 1) menimbang 26 g sample dan memasukkannya ke dalam 180 ml aquades hangat (suhu 45 0C) di dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui pengadukan dengan bantuan sendok selama 1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol untuk menghilangkan busa pada larutan, 4) mengamati dengan teliti dan menghitung partikel tidak larut yang kelihatan di bagian permukaan atau floaters dan di bagian dasar atau sinkers. Curd atau White Flecks (Sari Husada, 2001). Curd atau white flecks merupakan bintik-bintik atau partikel atau noktah putih pada larutan susu yang tidak larut dan dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan putih. Prosedur pemeriksaan curd atau white flecks didokumentasikan pada SOP-060/RD/SH/XI/01. Pemeriksaan curd atau white flecks berlaku pada sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan curd atau white flecks dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1) merekonstitusi sample sebanyak 15 g ke dalam gelas piala yang berisi aquades 100 ml suhu 40 0C dan menyampur dengan sempurna, 2) mengambil larutan tersebut dengan sendok teh (cukup sepucuk sendok teh), 3) meneteskan 1 tetes larutan sample yang ada di sendok teh tersebut ke dalam tabung tumbler yang telah berisi aquades sebanyak 2 atau 3 tabung, 4) mengamati dan

meneliti

tabung

tumbler

serta

menghitung

curd

yang

muncul,

5)

mengklasifikasikan banyaknya curd yang muncul berdasarkan Tabel 13. Tabel 13. Kategori Hasil Pemeriksaan Curd atau White Flecks Kategori

Keterangan

0

Tidak ada partikel yang melayang

1

Partikel yang melayang sangat sedikit, halus dan tersebar

2

Partikel yang melayang agak banyak, halus dan tersebar

3

Partikel yang melayang banyak, kasar dan tersebar

4

Partikel yang melayang sangat banyak, kasar dan tersebar

Cream Layer (Sari Husada, 2007). Cream layer adalah krim fraksi dari lemak yang tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan berada dalam bentuk noda atau bercak globula dan terletak di permukaan dan atau di dalam partikel milk powder yang mengandung lemak. Pemeriksaan cream layer membutuhkan reagensia

48

octanol dan aquades suhu 45 0C. Peralatan yang dibutuhkan diantaranya: gelas piala 250 ml, sendok pengaduk, stopwatch dan neraca analitik. Prosedur pemeriksaan cream layer sebagai berikut: 1) menimbang 26 g sample dan memasukkannya ke dalam 180 ml aquades suhu 45 0C di dalam gelas piala, 2) melarutkan melalui pengadukan dengan bantuan sendok selama 1 menit, 3) menambahkan 1 tetes octanol untuk menghilangkan busa pada larutan, 4) tunggu selama 1 menit, kemudian diamati keberadaan cream layer di permukaan atas larutan. Jika timbul cream layer maka ketebalannya diukur dengan penggaris mikro meter melalui dinding luar gelas piala. Analisis Mutu Kimia Nilai pH (Sari Husada, 1994). Prosedur pemeriksaan pH didokumentasikan pada SOP-055/QA/SH/X/94. Pemeriksaan pH memerlukan peralatan pH meter (Orion Digital 201) dan buffer solution pH 4,00 dan pH 7,00. Cara pemeriksaan pH sebagai berikut: 1) mencuci elektroda dengan aquadest, 2) memasukkan elektroda ke dalam larutan buffer pH 7,00, 3) mencuci elektroda dengan aquades, 4) memasukkan elektroda ke dalam larutan buffer pH 4,00, 5) mencuci elektroda dengan aquades dan pH meter siap untuk digunakan (sebelum dan sesudah digunakan pH meter harus selalu dicuci dengan aquades dan apabila tidak dipakai dalam waktu yang agak lama, elektroda harus direndam dalam larutan KCl jenuh), 6) memasukkan sample ke dalam gelas piala, 7) mengukur pH larutan dengan memasukkan elektroda ke dalam larutan dan 8) membaca pH larutan dari skala pH meter. Prosedur ini berlaku untuk pemeriksaan pH sample liquid MST dan sample base powder ex dryer serta sample finish powder ex blending atau bin filling yang telah dijadikan larutan normal dengan cara melarutkan powder dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g sesuai petunjuk pemakaian dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat. Kadar Lemak (Sari Husada, 1995). Prosedur pemeriksaan kadar lemak pada terdokumentasikan pada SOP-177/QA/SH/I/95. Metode pemeriksaan kadar lemak yang digunakan ialah metode Gerber. Pemeriksaan kadar lemak metode Gerber memerlukan bahan-bahan berupa: H2SO4 BJ 1,82 g atau ml, iso amil alkohol dan H2O. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan kadar lemak metode Gerber diantaranya: tabung Gerber, pipet volume 1, 10 dan 75 ml, sentrifius dan timbangan 49

analitik. Cara kerja pemeriksaan kadar lemak metode Gerber adalah 1) memasukkan 10 ml H2SO4 ke dalam tabung Gerber, menambahkan 1 ml iso amil alkohol, 2) menimbang sample sejumlah berikut: untuk liquid MST sebanyak 10 g sedangkan untuk sample base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling masing-masing sebanyak 1,69 g, lalu memasukkan sample yang telah ditimbang ke dalam tabung Gerber, 3) manambahkan H2O 20 g, 4) menutup tabung Gerber dengan rapat dan mengocoknya dengan kuat hingga homogen (pengocokan ini harus dilakukan secara hati-hati karena larutan H2SO4 berbahaya), 5) memasukkan tabung Gerber ke dalam alat centrifuge dan memutarnya dengan kecepatan 1100 – 1200 rpm selama 5 menit, 6) mematikan centrifuge, lalu membaca lemak yang memisah yang terlihat pada skala tabung Gerber dan

7) penghitungan kadar lemak dengan

membaca skala yang ditunjukkan pada tabung Gerber (jika tanpa pengenceran dengan aquades) sedangkan jika menggunakan pengenceran kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut : kadar lemak = pembacaan skala x

jumlah pengencera n berat sampel

Analisis Mutu Organoleptik Mutu organoleptik yang diuji meliputi penampakan, warna, rasa dan cita rasa. Empat kriteria mutu organoleptik tersebut harus memenuhi spesifikasi. Jika ada salah satu atau lebih kriteria mutu organoleptik tidak memenuhi spesifikasi, maka dinyatakan sebagai ketidaksesuaian mutu organoleptik. Pengujian dan penilaian organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis dalam pengujian dan penilaian mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling adalah salah seorang dari para analis laboratorium QC dan QA sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih. Liquid MST (Sari Husada, 1994). Prosedur analisis mutu organoleptik didokumentasikan pada SOP-066/QA/SH/X/94. Pemeriksaan sample liquid MST memerlukan peralatan gelas piala dan pengaduk. Cara kerja pemeriksaan organoleptik sample liquid MST adalah 1) mengambil sample ± 300 ml, memasukkannya ke dalam gelas piala, mengaduknya hingga rata dan didiamkan selama ± 3 menit, 2) melakukan evaluasi atau penilaian penampakan, warna, cita rasa

50

dan rasa (sample harus memiliki sifat khas tanpa ada cita rasa, rasa asing dan warnanya juga bersifat khas dan tidak menunjukkan terjadinya over heated atau gosong, 3) mengamati homogenitas larutan dan 4) mengamati adanya partikel asing dan atau partikel yang tidak larut. Base Powder ex Dryer dan Finish Powder ex Blending atau Bin Filling. Pemeriksaan sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling memerlukan peralatan timbangan, gelas piala dan pengaduk atau sendok. Prosedur pemeriksaan organoleptik untuk sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) mengamati bentuk fisik dan penampakan powder (harus mempunyai sifat-sifat warna, cita rasa dan rasa yang khas serta bebas dari rasa dan cita rasa yang menyimpang), 2) melarutkan powder dalam air pada larutan normal, yaitu dibuat dari 15-17,5 g sesuai petunjuk pemakaian dan dilarutkan dalam 100 cc air hangat, 3) mengamati dan meneliti pada larutan normal hal-hal sebagai berikut: kelarutannya (mudah, sulit, menggumpal), timbulnya busa atau pemisahan, keberadaan kotoran atau partikel lain, aroma, rasa,cita rasa, warna, serta hal-hal lain yang menyimpang dan 4) melaporkan ke bagian produksi jika terjadi hal-hal yang menyimpang untuk dilakukan koreksi dan tindakan perbaikkan. Pengambilan Sample (Contoh) Prosedur pengambilan sample in process dan penyimpanan retain sample didokumentasikan pada SOP-256/QA/SH/X/95. Sample yang diambil untuk penelitian ini meliputi sample liquid MST, sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Liquid MST (Sari Husada, 1995). Sample liquid MST diambil sesuai dengan cara berikut: 1) mempersiapkan peralatan pengambilan sample yang meliputi plastik sample yang telah disterilisasi dan gayung tangkai panjang berbahan stainles steel, 2) melakukan sterilisasi gayung dengan alkohol 70% dan dibakar, 3) memasukkan gayung melalui main hole, 4) mengambil liquid sebanyak ± 300 ml untuk sample in process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 5) memberi identitas sample meliputi :

51

mesin, nama produk, nomor PrO (production order) atau nomor surat perintah produksi (SPP), nomor MST dan tanggal pengambilan sample. Base Powder ex Dryer

(Sari Husada, 1995). Cara pengambilan sample base

powder ex dryer adalah 1) menyiapkan peralatan pengambilan sample meliputi plastik sample dan sendok sample berbahan stainles steel, 2) melakukan sterilisasi sendok sample dengan alkohol 70% dan membakarnya, 3) mengambil sample melalui lubang sample (di bawah shifter) sebanyak ± 500 g setiap PrO untuk sample in process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 3) memberi identitas sample pada plastik sample meliputi : mesin, nama produk, PrO, jam dan tanggal pengambilan sample. Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

(Sari Husada, 1995). Cara

pengambilan sample finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) menyiapkan peralatan pengambilan sample meliputi plastik sample dan sendok sample stainless steel, 2) melakukan sterilisasi sendok sample dengan alkohol 70% dan membakarnya, 3) mengambil sample finish powder dari bin sebanyak ± 500 g untuk bin nomor 1, 11, 21, 31 dan seterusnya untuk sample in process dan retain sample, sedangkan untuk bin yang lain diambil sebanyak ± 100 g untuk sample in process dan retain sample, memasukkan sample ke dalam plastik sample secara aseptis untuk mencegah kontaminasi dan 4) memberi identitas sample yang meliputi: nomor bin filling (BF), nama produk, nomor PrO dan nomor urut pengisian. Retain Sample (Penyimpanan Sample atau Contoh) Retain sample adalah sample yang disimpan untuk keperluan pemeriksaan mutu diwaktu yang akan datang jika diperlukan pemeriksaan ulang terhadap mutu sample produk yang diproduksi saat ini. Retain sample terdiri atas sample base powder ex dryer dan sample finish powder ex blending atau bin filling. Tidak ada retain sample untuk liquid MST. Base Powder ex Dryer

(Sari Husada, 1995).

SOP retain sample untuk base

powder ex dryer sebagai berikut: 1) untuk pemeriksaan mutu fisik dan kimia sample disimpan sampai base powder ex dryer tersebut dilakukan blending dan hasil blending telah selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah 52

ada identitasnya (mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu PrO yang sama dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi identitas : nama mesin, nama produk dan PrO. Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (Sari Husada, 1995). SOP retain sample untuk finish powder ex blending atau bin filling adalah 1) untuk pemeriksaan mutu fisik dan kimia sample disimpan sampai finish powder ex blending atau bin filling tersebut dilakukan filling dalam kemasan aluminium foil dan hasil filling telah selesai pemeriksaannya (± 1 minggu), 2) retain sample yang sudah ada identitasnya (mesin, nama produk, PrO, jam, tanggal) dikumpulkan dalam satu PrO yang sama dan dikemas dalam satu plastik dan 3) plastik kemasan luar diberi identitas: nama mesin, nama produk dan PrO. Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample in Process Frekuensi pengambilan sample dilakukan sesuai matriks pemeriksaan dari masing-masing produk dan mesin produksi. Jumlah dan frekuensi pengambilan sample product in process dan retain sample adalah untuk produk liquid MST diambil sebanyak ± 300 ml dengan frekuensi 1 x per MST, untuk produk base powder ex dryer diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi 1 x per PrO dan sample finish powder ex blending atau bin filling diambil sebanyak ± 500 g dengan frekuensi 1 x per 10 bin. Daftar frekuensi pengambilan sample beserta banyaknya sample yang diambil untuk sample product in process dan retain sample dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Daftar Frekuensi dan Jumlah Pengambilan Sample Liquid MST

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

Frekeunsi pengambilan sample

1 x per MST

1 x per PrO

1 x per 10 bin = 1 x per PrO

Total populasi

± 6.000 l

± 10 ton

10 bin = ± 10 ton

Banyaknya sample

± 300 ml

± 500 g

± 500 g

Sumber: PT Sari Husada, 2007

Pemberian Status Produk Status produk setelah dianalisis mutunya dinyatakan dalam 3 kategori yaitu released, non conformance (NC) dan rejected. 53

Released. Produk berstatus released apabila hasil analisis mutu liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dinyatakan tidak ada penyimpangan yang berarti memenuhi spesifikasi mutu, sehingga produk tersebut dapat diproses pada tahap selanjutnya. Non Conformance (NC). Produk berstatus NC apabila hasil analisis mutu liquid MST, base powder ex dryer, atau finish powder ex blending atau bin filling dinyatakan tidak memenuhi spesifikasi mutu yang telah ditetapkan oleh perusahaan sehingga produk tersebut tidak dapat diproses lebih lanjut. Produk tersebut akan dikarantina, dilakukan repengambilan sample dan dilakukan rework. Pemakaian produk NC yang masih dapat digunakan untuk produksi harus berdasarkan rekomendasi dan menunggu pemberian status produk tersebut oleh laboratorium QA. Jika ada liquid MST yang dinyatakan NC maka laboratorium QA akan membuat notifikasi dan teguran atau peringatan ke bagian produksi untuk melakukan tindakan koreksi. Jika ada base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang NC akan dikarantina atau disimpan dalam bin. Pengisian menggunakan bin filler dan pada kemasan tersebut ditempelkan label status NC seperti pada Gambar 9.

Gambar 9. Label untuk Produk Berstatus Non Conformance (NC) Resampling (pengambilan sample ulang) dilakukan apabila produk NC memerlukan pemeriksaan lebih lanjut atau retest (pemeriksaan ulang). Tatacara repengambilan sample sesuai SOP-256/QA/SH/X/95 seperti tatacara pengambilan sample yang telah diuraikan sebelumnya. Repengambilan sample pada produk finish 54

powder ex blending atau bin filling yang dikemas dalam bin dilakukan pada 5 bin sebelum dan sesudah dari bin yang menyimpang. Apabila finish powder ex blending atau bin filling dalam bin terlanjur diisikan ke filling packaging maka produk eks bin tersebut dikarantina. Tempat penyimpanan produk yang dikarantina ditempelkan label status karantina seperti terlihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Label untuk Produk Berstatus Karantina Produk rework dapat digunakan kembali dalam proses produksi. Tata cara penggunaannya dibedakan menjadi 4 macam yaitu 1) reprocess (dapat digunakan untuk proses ulang melalui proses basah), 2) reprocess dengan clarifier (dapat digunakan untuk proses ulang melalui proses basah dengan menggunakan clarifier, terutama untuk rework karena kasus metal), 3) rejected (untuk diafkir) dan 4) reblending (dapat digunakan untuk proses ulang melalui proses kering). Status reprocess dan reblending berlaku untuk masa waktu 1 bulan. Selanjutnya, apabila produk akan digunakan supaya dimintakan status lagi untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Spesifikasi powder rework untuk reprocess meliputi: penampakan normal, tidak tercampur material asing; bau dan rasa normal, tidak apek, tidak tengik; kebersihan powder dan larutan baik, tidak berkutu, tidak ada kotoran atau benda asing; pH (larutan 10%) 6,0-7,5; dan peroxide value maksimal 3,0 meq atau kg. Spesifikasi powder rework untuk reblending meliputi : semua spesifikasi powder

55

rework untuk reprocess ditambah spesifikasi untuk kadar air maksimal 3% dan kreist test negatif. Rework

finish

powder

ex

blending atau bin filling

dapat dilakukan

reblending ke produk sejenis dengan jumlah penggunaan ditentukan sendiri oleh QA atau QC, sesuai jenis kasusnya dan sesuai kemampuan atau kapasitas mesin blendor. Total jumlah akumulasi rework base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling untuk wet process maksimal 15%. Total jumlah akumulasi rework base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling untuk dry blending maksimal 10%, sedangkan pemakaian base powder ex dryer dari SGM 3 Madu untuk wet process maksimal 10%. Sedangkan pemakaian finish powder ex blending atau bin filling dari SGM 3 Madu maksimal 3%. Tidak ada pemakaian base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dari SGM 3 Madu untuk dry blending. Rejected. Produk berstatus rejected adalah produk NC yang tidak dapat lagi digunakan untuk produksi (reblending atau reprocess). Produk rejected dikarantina dan disimpan di dalam bin. Bin tempat menyimpan produk yang dinyatakan rejected tersebut ditempelkan label status rejected. Contoh label status rejected dapat dilihat pada Gambar 11

Gambar 11. Label untuk Produk Berstatus Rejected

56

Desain Penelitian Desain penelitian ini adalah statistik deskriptif. Nurgiyantoro et al. (2004) menyatakan, bahwa statistik deskriptif adalah teknik statistik yang memberikan informasi hanya mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud untuk menguji hipotesis dan kemudian menarik inferensi yang digeneralisasikan untuk data yang lebih besar atau populasi. Menurut Iriawan dan Septin (2006), statistika deskriptif yaitu metode statistik yang meringkas, menyajikan dan mendeskripsikan data dalam bentuk yang mudah dibaca sehingga memberikan kemudahan dalam memberikan informasi. Tujuan statistika deskriptif adalah memaparkan data untuk memberikan gambaran dan penjelasan mengenai data. Statistika deskriptif menyajikan data dalam tabel, grafik, ukuran pemusatan data dan penyebaran data. Macam dan Sumber Data Menurut Somantri dan Muhidin (2006), data merupakan segala fakta dan angka yang dapat dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi. Informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk suatu keperluan. Data merupakan sejumlah informasi yang dapat memberikan gambaran tentang suatu keadaan, atau masalah, baik yang berbentuk angka-angka maupun yang berbentuk kategori. Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Data-data yang Digunakan di dalam Penelitian No.

Data Primer

Data Sekunder

1.

Data hasil analisis mutu oleh peneliti pada saat shift pagi

Data hasil analisis mutu oleh teknisi atau analis mutu laboratorium QA& QC pada saat shift malam

2.

Catatan hasil wawancara atau diskusi dengan para teknisi atau analis mutu laboratorium QA&QC

Dokumen mengenai keadaan umum perusahaan dan kumpulan SOP (standard operation procedure) produksi dan analisis mutu

3.

-

Bahan pustaka dari perpustakaan industri atau perusahaan

57

Pengumpulan Data Menurut Somantri dan Muhidin (2006), pengumpulan data statistik dapat dilakukan dengan 2 macam cara yaitu sensus dan pengambilan sample. Sensus adalah cara mengumpulkan data dengan jalan mencatat atau meneliti seluruh elemen yang menjadi objek penelitian (populasi). Kata lain dari sensus adalah pencatatan data secara menyeluruh atau dikenal dengan complete enumeration. Pengambilan sample adalah proses pengambilan sebagian dari keseluruhan objek atau memilih objek-objek dari sebuah populasi tertentu. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan cara pengambilan sample. Teknik dan alat pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan beberapa bentuk, diantaranya: teknik observasi, wawancara, studi pustaka serta pencatatan data dan informasi. 1. Teknik observasi, yaitu teknik pengumpulan data oleh peneliti yang mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap objek yang diteliti, baik dalam situasi buatan secara khusus yang diadakan (laboratorium) maupun dalam situasi alamiah atau sebenarnya (lapangan). Objek yang diteliti dalam penelitian ini ialah mutu fisik, kimia dan organoleptik bahan baku sampai dengan bahan jadi susu bubuk SGM 3 Madu. 2. Wawancara, yaitu teknik pengumpulan data dari responden (sumber data) atas dasar inisiatif pewawancara (peneliti) dengan menggunakan alat berupa pedoman atau skedul wawancara, yang dilakukan secara personal, face to face interview (tatap muka) maupun melalui telephone interview (wawancara melalui telepon). Pedoman atau interview schedule (skedul wawancara) adalah daftar pertanyaan yang telah disusun peneliti untuk ditanyakan kepada responden dalam suatu wawancara yang pengisiannya dilakukan oleh pewawancara atau enumerator (Somantri dan Muhidin, 2006). Responden (sumber data) dalam wawancawa ini adalah para analis mutu laboratorium fisik dan kimia Research and Development Department (R&D) bagian QA dan Production Department bagian QC. Bahan wawancara adalah yang berhubungan dengan mutu fisik, kimia dan organoleptik produk diantaranya: cara pemeriksaan mutu fisik, kimia dan organoleptik; penyimpangan mutu yang sering muncul; dan cara atau solusi untuk mengatasi penyimpangan mutu tersebut.

58

3. Studi pustaka, yaitu meneliti bahan dokumentasi dan pustaka yang ada yang mempunyai relevansi dengan tujuan penelitian. Studi pustaka dilaksanakan untuk mendapatkan pengetahuan secara umum mengenai sistem pengendalian mutu dan penerapannya pada industri pengolahan susu, khususnya industri susu bubuk. Selain itu studi pustaka bermanfaat untuk mempelajari kemungkinankemungkinan teknik baru yang dapat digunakan dalam pengkajian masalah mutu susu bubuk. 3. Pencatatan data dan informasi, yaitu melakukan pencatatan setiap hasil analisis mutu dan informasi-informasi penting terkait mutu yang dianalisis. Pencatatan dilakukan terhadap dokumentasi

keadaan

umum

perusahaan, Standard

Operation Procedure (SOP) produksi dan analisis mutu, serta bahan pustaka dari perpustakaan perusahaan. Analisis Data Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dianalisis dengan metode pengendalian mutu statistik. Pengendalian mutu statistik atau Statistical Quality Control (SQC) adalah suatu metode statistik yang digunakan untuk mengumpulkan dan menganalisis data hasil pemeriksaan terhadap sample dalam kegiatan pengendalian mutu produk. SQC menerapkan teori probabilitas dalam pengujian dan pemeriksaan sample (Ma’arif dan Tanjung, 2003). Metode pengendalian mutu statistik yang digunakan adalah bagan kendali (bagan kendali variabel dan bagan kendali atribut). Menurut Montgomery (1990), bagan kendali variabel digunakan untuk karakter mutu yang dapat dinyatakan dalam bentuk ukuran angka. Bagan kendali atribut digunakan untuk karakter mutu yang tidak dapat dengan mudah dinyatakan secara numerik. Bagan kendali atribut yang digunakan yaitu bagan kendali c untuk mutu organoleptik, sedimen dan metal. Analisis Bagan Kendali Variabel (Bagan Kendali x dan R). Pembuatan bagan kendali diawali dengan menghitung nilai rata-rata subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.), selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing nilai pengujian mutu fisik dan kimia liquid MST, base powder ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Selanjutnya, berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis tengah (GT), batas 59

pengendali atas (BPA), batas pengendali bawah (BPB) untuk bagan kendali x dan R, serta deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Selanjutnya data nilai x dan R untuk masing-masing

pengujian mutu fisik dan kimia dipetakan pada bagan kendali.

Tahapan pembuatan bagan kendali x dan R dapat dilihat pada Gambar 12.

kriteria mutu yang dianalisis mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup dan mentabulasikannya menghitung rataan subgrup ( x ) dan selang (R) menghitung rataan total ( x ) dan rataan selang ( R ) menghitung GTX, BAX, BBX, GTR, BAR, BBR memplotkan x dan R serta membuat rangka bagan kendali menulis keterangan yang diperlukan menganalisis grafik koreksi perbaikan bagan kendali secara teratur Gambar 12. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali x dan R Sumber : Lawrence, 1986

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah: n

x

a. x =

i=1

n

; n = ukuran subgrup

b. R = (nilai terbesar dalam subgrup) – (nilai terkecil dalam subgrup)

60

k

x

c. x =

= GTx ; k = jumlah subgrup dan GTx = garis tengah bagan kendali x

i=1

k k

d. R =

R

i=1

k

= GTR ; k = jumlah subgrup dan GTR = garis tengah bagan kendali R

e. BPA = BA x = x+A 2 R BPB = BBx = x-A 2R Keterangan : (untuk bagan kendali x ) BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah A2 = konstanta pada tabel Shewhart

f. BPA = BA R =D 4 R BPB = BBR =D3R Keterangan : (untuk bagan kendali R) BPA = BAx = Batas Pengendalian Atas = Batas Kendali Rataan Atas BPB = BBx = Batas Pengendalian Bawah = Batas Kendali Rataan Bawah A2 = konstanta pada tabel Shewhart

g. σ =

R d2

Keterangan : σ = deviasi standar

R

d2

= rataan selang = konstanta pada tabel Shewhart

Analisis Bagan Kendali Atribut (Bagan Kendali c). Pembuatan bagan kendali c diawali dengan penghitungan jumlah unit yang non conformance (tidak sesuai) di setiap subgrup (c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk masing-masing mutu fisik, kimia dan organoleptik dari liquid MST, base powder ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan GT, BPA dan BPB untuk bagan kendali c. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali c. Selanjutnya, data c untuk masing-masing pengujian mutu fisik, kimia dan organoleptik dipetakan pada bagan kendali. Tahapan pembuatan bagan kendali c dapat dilihat pada Gambar 13.

61

kriteria mutu yang dianalisis mengumpulkan data dan membaginya menjadi beberapa subgrup dan mentabulasikannya menghitung unit yang non conformance (cacat atau tidak sesuai) pada setiap subgrup (c) menghitung rataan total ketidaksesuaian ( c ) menghitung GT, BPA, BPB memplotkan c dan membuat rangka bagan kendali menulis keterangan yang diperlukan menganalisis grafik tindakan perbaikan bagan kendali secara teratur

Gambar 13. Diagram Alir Pembuatan Bagan Kendali c Sumber : Montgomery, 1990

Rumus-rumus perhitungan yang digunakan adalah n

a. c =

c

= GT ; k = jumlah subgrup k b. BPA = c+3 c i=1

BPB = c-3 c Keterangan : (untuk bagan kendali c) BPA = Batas Pengendalian Atas BPB = Batas Pengendalian Bawah GT = Garis Tengah c = Rataan Total Ketidaksesuaian

62

Analisis Kemampuan Proses. Analisis ini dinyatakan melalui perbandingan kemampuan proses (PKP) untuk mengukur kemampuan proses menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi. PKP dilakukan dengan membandingkan selang proses dengan selang spesifikasi perusahaan. Situasi yang mungkin terjadi dapat dikelompokkan menjadi tiga: 1) selang proses < selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi akan memenuhi spesifikasi; 2) selang proses = selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi akan sesuai dengan spesifikasi hanya jika proses dipusatkan secara tepat antara batas-batas spesifikasi; dan 3) selang proses > selang spesifikasi, yang berarti semua produk yang diproduksi tidak akan memenuhi spesifikasi. Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi dua batas spesifikasi yaitu spesifikasi atas (Su) dan spesifikasi bawah (Sl) maka rumus perhitungan selang proses dan selang spesifikasi: selang proses = 6σ selang spesifikasi = Su-Sl Jika suatu proses yang dikendalikan harus memenuhi satu batas spesifikasi yaitu hanya spesifikasi atas (Su) atau hanya spesifikasi bawah (Sl) maka rumus perhitungan selang proses dan selang spesifikasi: selang proses = 3σ selang spesifikasi = Su- x atau x -Sl

63

KEADAAN UMUM PT SARI HUSADA Visi, Misi dan Budaya Perusahaan Visi Menjadi pemimpin pasar produk nutrisi bergizi untuk bayi dan anak di Indonesia. Misi 1) turut serta membangun kesehatan dan kecerdasan bayi dan anak di Indonesia dengan menyediakan produk nutrisi yang terpercaya dan terjangkau; 2) menghasilkan pertumbuhan perusahaan yang berkesinambungan melalui sistem manajemen berkualitas tinggi dan pendekatan inovatif dalam budaya integritas tinggi; dan 3) mengutamakan kepuasan seluruh stakeholder. Budaya 1) trust, yaitu saling menaruh kepercayaan antara manajemen dan karyawan sehingga dapat menjalankan fungsinya masing-masing secara optimal; 2) transparancy, yaitu manajemen yang terbuka dalam setiap kebijakannya, sehingga karyawan pun bekerja dengan bersih, jujur dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi, tujuan yang akan dicapai adalah ingin mewujudkan Good Coorporate Govermance; dan 3) team work, yaitu manajemen dan karyawan bekerjasama untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan. Sejarah Ringkas Berdirinya Perusahaan Tahun 1954 pemerintah Indonesia, dalam rangka swasembada protein telah bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mendirikan sebuah pabrik susu nabati yang diberi nama NV Saridele. Pengelolaan perusahaan tersebut dipercayakan kepada Bank Industri Negara. Pihak PBB dalam hal ini United International Children’s Emergency Funds (UNICEF) memberikan pinjaman berupa mesin-mesin pengelolaan susu yang harus dibayar kembali oleh perusahaan dalam bentuk saridele yang diserahkan langsung kepada Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Para tenaga ahli Indonesia yang diandalkan untuk merealisir program tersebut telah dididik oleh dan atas tanggungan biaya FAO (Food and Agriculture Organization), suatu badan yang bernaung di bawah PBB. Tahun 1962 hubungan Indonesia dengan UNICEF dan FAO terputus karena Indonesia keluar dari keanggotaan PBB, sehingga NV Saridele diserahkan pengelolaannya kepada Badan Pimpinan Umum (BPU) Farmasi Negara dan akhirnya NV Saridele berubah menjadi Perusahaan Negara (PN Saridele). Tahun 1962 lahir produk susu bayi Susu Gula Minyak (SGM). Produk ini lahir atas saran para dokter anak senior di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia melalui menteri kesehatan Prof. Dr. Satrio. PN Saridele kemudian menambah hasil produksinya dengan makanan anak sejenis bubur, yaitu Susu Nasi Minyak (SNM). Kedua produk ini diterima masyarakat dengan baik. Tahun 1967 Indonesia bergabung kembali dengan PBB. UNICEF menyerahkan kepemilikan seluruh harta milik perusahaan kepada Departemen Kesehatan. Pemerintah menghapus BPU, termasuk BPU Farmasi, karena itu PN Saridele berubah menjadi PN Sari Husada. Tahun 1968 berdiri PT Kimia Farma yang khusus bergerak di bidang obat/kimia. Pengelolaan PN Sari Husada diserahkan kepada PT Kimia Farma sehingga PN Sari Husada diganti menjadi PT Kimia Farma Unit IV. Setelah dua tahun berlangsung, terjadi lagi perubahan menjadi PT Kimia Farma Unit Produksi Yogyakarta. Tahun 1972 PT Kimia Farma menandatangani suatu kerjasama dengan PT Tiga Raksa yang kemudian membentuk PT Sari Husada. Berdasarkan akte dari menteri kehakiman RI dan Pengadilan Negeri Yogyakarta, PT Sari Husada menjalankan usahanya dengan memanfaatkan fasilitas Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sesuai UU No. 6 tahun 1968. Tahun 1983 PT Sari Husada Go Public menjadi PT Sari Husada Tbk (terbuka). Ijin Bapepam memberikan kesempatan kepada PT Sari Husada untuk menjual sahamnya kepada masyarakat melalui Bursa Efek Indonesia, di Jakarta. Publik yang memiliki saham mencapai 20,83%, PT Kimia Farma 43,54% dan PT Tiga Raksa 35, 63%.

65

Tahun 1992 PT Sari Husada Tbk menjadi swasta penuh. Seluruh saham milik PT Kimia Farma dijual kepada PT Tiga Raksa sehingga saham yang dimiliki sebesar 79,17%. Tahun 1998 PT Sari Husada melakukan aliansi strategis dengan Nutricia International BV sehingga saham yang dimiliki Nutricia International BV sebesar 72,99%, PT Tiga Raksa 5,99% dan publik sebesar 21,03%. Sejak 1996 PT Sari Husada telah menerapkan Sistem Manajemen Mutu dan ISO 9002. Sejak tahun 2000, PT Tiga Raksa sudah tidak memiliki saham lagi di PT Sari Husada. Saham yang ada di PT Sari Husada sampai tahun 2007 mengalami beberapa kali perubahan. Lembaga dan masyarakat asing juga ada yang memiliki saham di PT Sari Husada. Direksi, komisaris dan karyawan pun dapat memiliki saham di PT Sari Husada. Tahun 2006 semua kepemilikan saham di PT Sari Husada dibeli oleh Numico International BV Pertengahan tahun 2007 lebih dari 50% saham PT Sari Husada dijual oleh Numico BV kepada PT Danone. Sejarah Perkembangan Produk Produk yang dihasilkan dari proses produksi di PT Sari Husada dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu produk PT Sari Husada dan produk lisensi. Produk lisensi adalah produk dengan merk dagang milik perusahaan lain di luar negeri, tetapi proses produksinya dilakukan oleh PT Sari Husada. Sejarah perkembangan produk PT Sari Husada dapat dilihat pada Tabel 16 dan Tabel 17. Lokasi Perusahaan 1. Kantor Pusat dan Pabrik Unit I. Terletak di Kelurahan Muja Muju Kecamatan Umbul Harjo Kotamadya Yogyakarta Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), di Jalan Kusumanegara No. 173 P.O. Box 37 Yogyakarta 55002, nomor Telepon +62-274 512 990 dan nomor faksimile +62-274 563 328. 2. Pabrik Unit II. Terletak di Desa Kemudo Kecamatan Prambanan Kabupaten Klaten Propinsi Jawa Tengah, di Jalan Raya Yogya – Solo Km. 19. 3. Kantor Marketing di Jakarta. Terletak di Wisma GKBI lantai 18 Jalan Jenderal Sudirman, nomor 28 Jakarta 10210. Nomor telepon +62-21 255 37 333 dan nomor faksimile +62-21 255 37 334. 66

Tabel 16. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 1968-2002 Tahun

Produk PT Sari Husada

Produk Lisensi

1968 1972 1973 1975 1976

SGM SNM FCMP LLM -

Quaker Oats S-26

1979

VITALAC MILCO SGM-2 VITANOVA KLIMAS LACTAMIL SGM JUNIOR VITALAC-2 SGM-3

INDOMILK PROMIL DUMEX MORINAGA Nutricia Cereal Base Instant Birchtree PROMINA PROVIKID MILNA -

SGM-1 SGM-2 SGM-3 VANILA VITAPLUS

PRODUGEN Hi Calcium Reguler (plain) PRODUGEN Hi Calcium Gold (plain) -

1983 1985 1986 1987 1990

1991 1992 1993 1998 2000

2001

SGM-3 COKLAT

2002 SGM CEREAL SGM CEREAL BP SGM CEREAL BM SGM CEREAL KH SGM CEREAL TA SGM CEREAL SY SGM CEREAL BC Sumber: PT Sari Husada, 2006

Struktur Organisasi Kekuasaan tertinggi dalam struktur organisasi PT Sari Husada adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sari Husada. Pengawas berjalannya perusahaan di PT Sari Husada adalah dewan komisaris yang terdiri atas seorang 67

ketua dan dua orang anggota. Dewan komisaris bertanggung jawab mengangkat dan memberhentikan direktur, menetapkan anggaran tahunan serta mewakili para pemegang saham dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Jajaran dewan direksi PT Sari Husada dipimpin oleh seorang presiden direktur yang dibantu oleh beberapa direktur. Para direktur tersebut membawahi beberapa manajer sesuai bidang kerjanya. Tabel 17. Sejarah Perkembangan Produk PT Sari Husada Tahun 2003-2007 Tahun

Produk PT Sari Husada

Produk Lisensi

2003

SGM 1

-

SGM 2 SGM 3 VANILA SGM 3 MADU SGM 4 MADU SGM 4 VANILA SGM LLM

-

2005

SGM BBLR VITALAC 1,2 Vitalac 3 VANILA & MADU SGMCEREAL TSJA SGM CEREAL TSDS SGM CEREAL TSIS SGM Rusk Biscuit variant classic LACTAMIL IM JAHE VITAPLUS VANILA SGM Rusk KH

Creme Nutricia -

2007

SGM Rusk BM SGM Cereal 9 Variant VITALACGENIO 1,2,&3 SGM 1, 2, 3 dan 4 FOSGOS

MEALTIME NUTRICIA

2004

Rasa Madu dan Vanila Sumber : PT Sari Husada, 2006

PT Sari Husada menggunakan sistem line, staff, dan fungsional dalam struktur organisasi. Setiap bawahan hanya dapat mendapat perintah dari satu atasan saja. Manajer atau pimpinan bagian lain tidak dapat memberikan perintah meskipun garis kedudukannya masih di bawah manajer tersebut. Sistem staff terdiri atas ahli non struktural berfungsi sebagai penasehat sesuai dengan bidang keahliannya yang terdiri atas:

68

1) penasehat bidang field controller (kontrol kualitas produksi); 2) penasehat bidang premissee (bangunan); 3) penasehat bidang accounting (pembukuan); dan 4) penasehat bidang alfacon (keselamatan kerja). Sistem fungsional yang dimaksud ialah seorang manajer yang dapat memberikan perintah kepada staf yang sesuai bidang keahliannya. Wewenang fungsional hanya dilimpahkan kepada staf saat kejadian khusus. Diagram struktur organisasi PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 2. Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Karyawan Ketenagakerjaan PT Sari Husada menerapkan sistem kerja dalam satu pekan dengan jumlah hari kerja wajib adalah lima hari mulai hari Senin sampai dengan hari Jum’at. Hari Sabtu dan Ahad adalah hari libur. Jika karyawan harus tetap masuk kerja, maka pada hari tersebut dihitung sebagai kerja lembur. Satu hari kerja waktunya adalah 8 jam. Pengaturan jam kerja karyawan PT Sari Husada sebagai berikut: 4. Karyawan bagian produksi, Quality Assurance (QA), satpam dan penjaga mesin pembangkit listrik jam kerjanya diatur secara shift (regu). Satu hari ada tiga shift dengan pengaturan: shift pagi

: pukul 06.30 – 15.00 WIB.

shift siang

: pukul 14.30 – 23.00 WIB.

shift malam

: pukul 22.30 – 07.00 WIB.

5. Karyawan selain kelompok tersebut di atas (misalnya karyawan kantor administrasi) mempunyai jam kerja antara pukul 08.00 sampai 16.30 WIB. Status ketenagakerjaan PT Sari Husada dapat dibedakan menjadi 4 macam: 1) karyawan tetap, yaitu karyawan yang bekerja secara penuh pada perusahaan untuk jangka waktu yang tertentu, bisa sampai 55 tahun dan menerima gaji bulanan serta terdaftar dalam formasi karyawan pada manajemen umum; 2) karyawan pihak ke-3 atau karyawan honorer, yaitu karyawan yang bekerja pada perusahaan berdasarkan perjanjian kerja dengan pihak ke-3 dengan menerima honorarium bulanan, ada 2 macam karyawan honorer:

69

b. karyawan honorer full time, yaitu karyawan honorer yang bekerja 8 jam penuh setiap hari kerja dan c. karyawan honorer part time, yaitu karyawan honorer yang tidak bekerja setiap hari kerja atau tidak bekerja 8 jam penuh dalam satu hari kerja. 3) karyawan harian, dibedakan menjadi 2 macam: a) karyawan harian tetap, yaitu karyawan harian tetap dengan menerima upah secara harian, dan b) karyawan harian lepas, yaitu karyawan harian yang dipekerjakan untuk waktu yang terbatas dengan menerima upah secara harian. 4) management training (MT), yaitu seseorang yang bekerja pada perusahaan tetapi belum diangkat sebagai karyawan selama dalam masa training; jika lulus dalam training akan diangkat menjadi karyawan; selama masa training mendapatkan bekal dan kemampuan manajemen dan keahlian untuk menjadi karyawan PT Sari Husada; dan selama masa training, calon karyawan tersebut mendapatkan gaji sesuai perjanjian. Kesejahteraan Karyawan Upaya untuk meningkatkan produktivitas perusahaan salah satunya ialah memperhatikan kesejahteraan karyawan. Usaha yang dilakukan PT Sari Husada untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan meliputi: 1) gaji, pembayaran gaji karyawan setiap bulannya dilaksanakan pada: a) tanggal 25 untuk pembayaran gaji; b) tanggal 15 untuk pembayaran gaji kerja lembur; c) tanggal 5 untuk pembayaran jasa produksi/premi; dan d) tanggal 1 untuk pembayaran uang transportasi. 2) dana pensiunan, ini berlaku bagi karyawan yang sudah purna kerja yakni pada usia 55 tahun keatas dana pensiunan dibayarkan setiap bulan; 3) cuti karyawan, ada 2 macam cuti karyawan: a) cuti tahunan: bagi karyawan yang telah bekerja minimal 1 tahun, masa cutinya ialah 12 hari dan b) cuti panjang: bagi karyawan yang telah bekerja selama 6 tahun berturut-turut, masa cutinya ialah 1 bulan. 4) jaminan kesejahteraan kerja, antara lain: 70

a) penyediaan sarana ibadah (masjid) dan peringatan hari besar keagamaan; b) susu bubuk yang diberikan satu kali setiap bulan, karyawan yang senior mendapat 2 kg dan karyawan junior mendapat 1 kg; c) jaminan sosial tenaga kerja (program jamsostek) bagi karyawan harian dan karyawan yang masa kerjanya kurang dari 5 tahun, karyawan yang telah bekerja lebih dari 5 tahun mendapatkan tunjangan hari tua, tunjangan kematian, tunjangan kesehatan dan tunjangan keselamatan kerja; d) training karyawan baru dan seminar bagi karyawan; e) akomodasi berupa premi, pakaian seragam 2 stel setiap tahun, makan siang, tunjangan hari raya dan darmawisata sekali dalam setahun; f) mobil atau motor untuk direksi, manajer, kepala bagian dan kepala seksi; g) uang sewa rumah untuk direksi, manajer dan kepala bagian; dan h) bantuan sosial bagi keluarga karyawan seperti perkawinan, kelahiran dan kematian. 5) pelayanan kesehatan dan pengobatan, ini berlaku bagi karyawan beserta anggota keluarganya yang secara resmi dan sah terdaftar di bagian personalia, pelayanan ini meliputi penyediaan poliklinik, jika poliklinik tidak sanggup menangani keluhan maka akan dirujuk ke rumah sakit yang telah ditentukan perusahaan dengan biaya ditanggung perusahaan, termasuk biaya rawat inap. Bahan Baku dan Pengadaannya Whole Milk (Susu Segar) Susu segar diperoleh dari peternak yang tergabung dan berpartisipasi sebagai anggota Koperasi Unit Desa (KUD). Sebelum susu segar dibawa ke KUD dikumpulkan lebih dahulu di Tempat Pengumpulan Susu (TPS) di setiap desa. KUD mengumpulkan susu segar di setiap TPS untuk dibawa ke PT Sari Husada. Ada beberapa KUD yang menyerahkan susu segar kepada PT Sari Husada, diantaranya: KUD Wargamulya, KUD Kaliurang, KUD Puspetasari Klaten, KUD Jatinom Klaten, KUD Cepogo Klaten, KUD Pesat Purwokerto, KUD Suprogo Purwokerto, KUD Sarono Makmur, KUD Bina Dharma dan KUD Musuk. KUD-KUD tersebut tergabung dalam Gabungan Koperasi Susu Indonesia (GKSI).

71

Setiap hari ada sekitar 40.000 – 50.000 liter susu segar yang diterima PT Sari Husada. Susu segar tersebut diangkut ke PT Sari Husada menggunakan truk tangki bersuhu 5 0C berkapasitas 2.500 – 5.000 liter. Susu segar tersebut diterima PT Sari Husada maksimal pukul 12.00 WIB. Skim Milk Powder (SMP) Susu non fat (tanpa lemak) yang mengandung banyak protein, laktosa dan tidak mengandung vitamin larut lemak (Vitamin A dan D) ini tidak baik jika langsung diberikan kepada bayi. Protein yang terkandung ini mudah diserap dan dicerna serta berfungsi sebagai sumber energi. Skim milk powder ini diimpor dari New Zealand, Eropa (Jerman, Belanda, Inggris dan Perancis) dan Amerika. Sukrosa Halus (Gula Pasir) Gula pasir didatangkan dari PG Gondang Baru dan PG Tasik Madu. Ada juga yang diimpor dari Thailand, Singapura, Malaysia, Belanda, Jerman, Australia dan Korea. Bahan ini mengandung sumber karbohidrat yang digunakan untuk pembakaran. Mudah diserap oleh usus halus dan mudah larut dalam air. Bahan ini juga berasa manis yang disukai bayi. Mixed Vegetable Oil atau MVO (Minyak Nabati) Bahan minyak nabati yang dipakai ialah minyak kelapa sawit, minyak kacang/kedelai dan minyak kelapa. Bahan ini digunakan sebagai pengganti asam lemak jenuh. Minyak nabati ini dibeli dari Semarang dan dicampur di pabrik lokal di Indonesia. Premix Vitamin Premix vitamin yang digunakan ialah vitamin A, B1, B2, B6, B12, C, D3, E, K1. Premix vitamin ini diimpor dari Hongkong, Jepang dan Swiss. Premix vitamin merupakan nutrien essensial untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Premix Mineral Premix mineral yang digunakan diantaranya: kalsium, fosfat, magnesium, biotin, niasinamida, asam pantotenat, asam folat, kholin, inositol dan fosfor. Selain itu ferro sulfat dan kalium Iodida yang sangat penting untuk pembentukan sel darah

72

merah dan mencegah timbulnya penyakit gondok. Premix mineral tersebut didatangkan dari PT Kimia Farma. Air Proses Air proses adalah air yang digunakan untuk proses produksi. Air proses diperoleh dari air sumur bor milik PT Sari Husada yang letaknya di lingkungan pabrik. Air sumur ini kadang dijernihkan terlebih dulu dengan kaporit. Air sumur ini secara berkala dianalisis dan divalidasi terhadap kandungan logam dan mineralnya. Konsentrat Laktosa Merupakan gula susu yang memiliki kemurnian 1/6 kemanisan gula tebu (sukrosa). Laktosa merupakan gula pereduksi yang mudah larut dalam air, terhidrolisis oleh asam dan enzim. Laktosa ini diimpor dari New Zealand dan Australia. Whey Protein Concentrate (WPC) Bahan ini diimpor dari Amerika Serikat dan Australia. Whey adalah bagian susu yang mengandung semua komponen susu kecuali lemak dan kasein. Whey larut pada semua tingkatan pH dan tidak nyata terasosiasi dengan kasein. Whey mengandung lebih dari 90% laktosa dan laktalbumin. Madu Bubuk Merupakan bahan baku tambahan yang berguna sebagai perasa susu. Bahan ini memberikan alternatif rasa yang berbeda dari rasa aslinya. Madu bubuk diimpor dari Malaysia dan juga didatangkan dari Bandung. Peralatan atau Mesin Produksi di PT Sari Husada Peralatan atau mesin-mesin utama untuk proses produksi meliputi: 1) mesin pengering atau dryer (terdapat di PT Sari Husada Unit I), terdiri atas: 1 Niro TFD-500

: 2 ton/jam;

1 Niro TFD-315

: 1,4 ton/jam;

1 Stort WAP

: 30 ton/jam; dan

1 Drum Dryer

: 0,4 ton/jam;

73

2) mesin pengemasan atau packing line (terdapat di PT Sari Husada Unit II), yaitu 1 Colby

: 30 can/menit;

1 Ferrum A

: 45 can/menit;

1 Ferrum B

: 35 can/menit;

3 Rovema Twin

: 195 sachet/menit; dan

1 Rovema Single : 25 sachet/menit; 3) instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yang terdapat di PT Sari Husada Unit I, terdiri atas: bak kontrol

: 3 m3

bak equalisasi

: 200 m3

bak netralisasi

: 9 m3

bak anaerob

: 650 m3

bak aerasi

: 630 m3

bak sedimentasi

: 275 m3

bak digester

: 421,2 m3

bak biokontrol

: 12 m3 .

Diagram alir instalasi pengolahan limbah cair PT Sari Husada dapat dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Diagram Alir Instalasi Pengolahan Limbah Cair 74

4) feed tank, mempunyai fungsi menampung liquid hasil evaporasi dan mengatur aliran liquid yang akan diproses spray drying; jumlah

: 2 buah; dan

kapasitas : 3.000 liter; 5) pre heater, mempunyai fungsi memanaskan liquid sebelum diproses spray drying; jumlah

: 1 buah; dan

tipe

: Single Surface Heat Exchanger (SSHE);

6) filtrasi, mempunyai fungsi memisahkan protein terdenaturasi; jumlah

: 1 set;

7) pengering utama, mempunyai fungsi mengeringkan liquid menjadi powder dengan kadar air 4%; Alat pendukung

: spraying nozle, dry tower/chamber, RV cyclon, air heater;

8) pengering purna, mempunyai fungsi mengeringkan powder untuk memenuhi kadar air 2 - 3%; jumlah

: 1 buah;

tipe

: fluidizer;

9) shifter, mempunyai fungsi memisahkan milk stone; jumlah : 1 buah; 10) silo, mempunyai fungsi menampung powder hasil spray dryer; jumlah

: 2 buah;

kapasitas : 50.000 kg; 11) high speed mixer, mempunyai fungsi melarutkan material; kapasitas : 1.000 liter; jumlah

: 1 buah;

12) compounding tank, mempunyai fungsi untuk mencampur bahan – bahan; jumlah

: 1 buah;

kapasitas : 5.000 liter; 13) clarifier/duplex filter, mempunyai fungsi menyaring bahan – bahan; jumlah : 1 set; 14) pasteurizer, mempunyai fungsi untuk membunuh mikroba patogen melalui pemanasan 80 0 C-15”;

75

jumlah

: 1 buah;

tipe

: plate heat exchanger (PHE);

15) homogenizer, mempunyai fungsi memecahkan glukosa, lemak dan memperoleh campuran homogen; kapasitas : 5.000 liter/jam; jumlah

: 1 buah;

16) pendingin (plate cooler), mempunyai fungsi mendinginkan liquid menjadi 4 – 10 0

C;

kapasitas : 15.000 liter/jam; jumlah

: 1 buah;

17) mixed storage tank (MST), mempunyai fungsi menampung liquid hasil compounding setelah didinginkan; jumlah

: 4 buah; dan

kapasitas : 6.000 liter; 18) evaporator, mempunyai fungsi menguapkan air dalam liquid sehingga menaikkan total solid liquid; jumlah

: 1 buah;

tipe

: single effect evaporator; dan

kapasitas : 3.000 liter/jam. Penerapan Sertifikat Halal di PT Sari Husada Sertifikat halal adalah suatu manajemen mutu yang menjamin bahwa PT Sari Husada adalah salah satu produsen susu bayi dan makanan bayi yang diakui oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia yang menyatakan bahwa produk yang dihasilkan PT Sari Husada dijamin kehalalannya sehingga aman dikonsumsi oleh konsumen muslim. Jaminan halal meliputi: bahan baku, bahan tambahan, bahan pengemas dan dalam proses produksinya. Akreditasi halal ditinjau oleh MUI setiap 6 bulan sekali. Peninjauan ini senantiasa berlangsung terus menerus sehingga produk PT Sari Husada tetap dapat dipercaya kehalalannya. Sertifikat halal untuk produk susu bubuk SGM 3 Madu dapat dilihat pada Lampiran 3. Guna menangani masalah kehalalan produk telah dibentuk suatu team yang terdiri atas beberapa pihak yang terkait dan bertanggung

76

jawab terhadap masalah ini. Struktur organisasi team halal dapat dilihat pada Lampiran 4. Sistem pengaturan bahan baku yang dilakukan untuk penjaminan kehalalan produk PT Sari Husada dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) departemen research and development (R&D) menerbitkan daftar bahan baku halal sebagai panduan departemen purchasing (pengadaan) untuk memenuhi bahan baku dan departemen QA maupun raw material ware house (RMWH) dalam pengecekan fisik material; 2) daftar bahan baku halal selalu dilakukan up date sesuai perkembangan; 3) salah satu kriteria penetapan bahan baku baru adalah aspek halal dan dimasukkan dalam quality procedure (QP) PT Sari Husada; dan 4) penentuan status halal suatu material dengan mengirimkan aplikasi ke MUI dengan kelengkapan: a) product description dan spesifikasi produk; b) process flow diagram; c) info tentang enzim yang dipakai (jika ada); dan d) sertifikat halal. Critical Control Point (CCP) kehalalan bahan baku teridentifikasi sebagai berikut: 1) dairy ingredient berupa enzim yang digunakan; 2) milk derivatives semacam keju/cheese, whey powder, lactose yang menggunakan rennet; produk tersebut tidak dipakai sebagai bahan baku kecuali jika dileng-kapi sertifikat halal dari lembaga yang kredibel dan diakui MUI; 3) material untuk filler/carrier/coated ingredient tertentu, misalnya untuk vitamin premix dan flavor powder; 4) material yang diperoleh dari proses hidrolisa: dextrin maltosa; dan 5) flavor solvent yang digunakan. Sistem Mutu Produk Guna menjamin bahwa proses produksi dilakukan dengan cara yang paling baik dan konsisten, PT Sari Husada mengintegrasikan berbagai sistem manajemen yang diterapkan. Sistem pengendalian mutu produk dan proses telah menerapkan sistem Hazard Analytical Critical Control Point (HACCP), Sistem Manajemen 77

Lingkungan ISO 14001, Total Quality Manajemen (TQM), Sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Halal disamping ISO 9001 sebagai sistem yang menjadi landasan pengendalian mutu. Prosedur analisa kimia pada material sebagai contoh, telah mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1) ISO 9001: bahan kimia yang dipakai belum kadaluwarsa, peralatan analisa telah dikalibrasi, analis yang menguji telah ditraining, tersedia prosedur analisa secara tertulis dan masih berlaku, Sertifikat ISO 9001 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3; 2) HACCP: analisa dilakukan terhadap sample yang representatif, jenis analisa yang dilakukan telah mempertimbangkan potensi bahaya yang kemungkinan timbul, Sertifikat HACCP untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3; 3) ISO 14001: sisa bahan kimia yang berbahaya dimasukkan ke dalam wadah khusus limbah B3, ruangan analis telah dibuat sehingga tidak menimbulkan bahaya uap bahan kimia, kebisingan, debu dan percikan bahan kimia, Sertifikat ISO 14001 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3; 4) Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3): analis menggunakan alat pelindung diri yang memadai selama bekerja, analis telah memenuhi persyaratan kesehatan untuk bekerja ditempat itu, tersedia prosedur tertulis bila terjadi keadaan abnormal misalnya percikan bahan kimia atau peralatan yang pecah, Sertifikat SMK3 untuk PT Sari Husada dapat dilihat pada Lampiran 3; dan 5) halal: peralatan dan bahan kimia berasal dari bahan yang halal, misalnya bila menggunakan karbon aktif maka telah diyakinkan bahwa sumber karbon berasal bukan dari tulang babi atau bahan yang tidak halal lainnya. Pengendalian mutu produk meliputi material, produk dalam proses dan produk akhir. Sistem pengendalian mutu material meliputi: pemilihan dan evaluasi vendor, review Certifikat of Analysis (CoA) dan pengujian incoming material yang terdiri atas uji kimia, fisika dan mikrobiologi. Pengendalian mutu material juga termasuk persyaratan-persyaratan sejalan dengan food safety dan sistem manajemen yang telah diterapkan oleh PT Sari Husada seperti misalnya persyaratan halal dari MUI, bebas dioxin, bebas radio aktif, bebas dari penyakit mulut dan kuku, memenuhi persyaratan lingkungan, serta keselamatan dan kesehatan kerja.

78

Pengendalian mutu produk dalam proses meliputi uji kimia, fisika dan mikrobiologi pada setiap tahap proses yang memberikan potensi penyimpanan mutu. Pengendalian mutu dilakukan dengan in process control dan bukan dengan cara inspection. Pengendalian mutu produk dalam proses tidak hanya dilakukan dengan pemeriksaan mutu produk, namun juga pemeriksaan terhadap kondisi proses peralatan. Misalnya pemeriksaan konsentrasi bahan sanitasi, pemeriksaan kebersihan lingkungan, pemeriksaan personal hygiene, pemantauan kondisi proses dan evaluasi terhadap konsistensi proses produksi dibandingkan dengan prosedur atau protokol produksi. Pengujian produk akhir dilakukan juga secara fisik, kimia dan mikrobiologi guna menjamin bahwa produk memiliki kualitas seperti yang tercantum dalam label. Uji fisika dan kimia terdiri atas pengujian terhadap organoleptik (rasa, warna, aroma dan kenampakan), cemaran/material asing dan komposisi kimia (kadar protein, lemak, dsb). Uji mikrobiologi terdiri atas pemeriksaan organisme yang memiliki potensi mempengaruhi mutu produk dan keamanan pangan seperti total plate count, thermophilic count, mold and yeast, Coliform, Salmonella, dan sebagainya. Titik awal penerapan sistem manajemen mutu ISO 9001 adalah adanya komitmen dari seluruh manajemen dan karyawan untuk menerapkan ISO 9001 secara konsisten. Komitmen tersebut diwujudkan dalam suatu kebijakan yang disebut dengan kebijakan mutu dan keamanan produk yaitu 1) PT Sari Husada adalah produsen makanan dan minuman bergizi untuk bayi, anak dan orang dewasa; 2) PT Sari Husada memiliki komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan melalui produk yang aman dan bermutu serta pelayanan terbaik secara konsisten; 3) guna mencapai produk dengan keamanan dan mutu yang telah ditetapkan, perusahaan menerapkan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dan sistem manajemen ISO 9001 di seluruh jajaran perusahaan; dan 4) perusahaan sangat memperhatikan terhadap pemeliharaan higien lingkungan di seluruh perusahaan.

79

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik dalam penelitian ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu 1) tahap pertama analisis mutu pada saat produksi compounded product atau disebut liquid mixed storage tank (MST), 2) tahap kedua analisis mutu pada saat produksi dried product atau disebut base powder ex dryer dan 3) tahap ketiga analisis mutu pada saat produksi blended product atau disebut finish powder ex blending atau bin filling. Finish product atau disebut susu bubuk SGM 3 Madu yang merupakan hasil proses pengemasan blended product atau finish powder ex blending atau bin filling di dalam kemasan komersial tidak dilakukan analisis mutu. Hal ini dikarenakan proses pengemasan dilaksanakan di lokasi pabrik yang berbeda yaitu di PT Sari Husada Unit II yang berada di kabupaten Klaten propinsi Jawa Tengah. Compounded product atau liquid MST dan dried product atau base powder ex dryer selanjutnya disebut sebagai bahan setengah jadi. Blended product atau finish powder ex blending atau bin filling selanjutnya disebut sebagai bahan jadi. Penelitian ini antara lain bertujuan untuk mengetahui keterkendalian dan kestabilan proses produksi dari tahap awal sampai dengan tahap akhir atau dari bahan setengah jadi sampai dengan bahan jadi. Maksud tersebut dicapai dengan menggunakan metode pengendalian mutu statistik. Alat pengendalian mutu statisik yang digunakan adalah control chart (bagan kendali). Hasil analisis mutu fisik, kimia dan organoleptik yang kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan keterkendalian dan kestabilan proses produksi dirangkum pada Lampiran 5. Analisis Mutu Fisik Kriteria mutu fisik dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang dibahas di dalam penelitian ini meliputi: 1) bulk density (BD), 2) floaters, 3) sinkers, 4) curd atau white flecks dan 5) cream layer. Hasil analisis mutu fisik tersebut dianalisis dengan bagan kendali variabel yang terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan kendali x digunakan untuk memantau tingkat mutu rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu fisik yang diukur.

Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.), selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu fisik seperti tertera pada Lampiran 6-14. Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis tengah (GTX dan GTR), batas pengendalian atas (BPAX dan BPAR ), batas pngendalian bawah (BPBX dan BPBR) dan deviasi standar (σ). Contoh perhitungan batas pengendalian dan σ dapat dilihat pada Lampiran 24. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Selanjutnya, data nilai x dan R untuk masing-masing kriteria mutu fisik dipetakan pada bagan kendali. Bulk Density (BD) Bubuk digolongkan dalam dua tingkat, yaitu bubuk sebagai partikel dan bubuk sebagai satu kesatuan atau bulk. Sifat-sifat bulk dipengaruhi oleh sifat-sifat partikel. Hubungan bulk dan partikel tidak sederhana dan dipengaruhi oleh faktorfaktor eksternal, seperti sistem geometris, proses mekanis dan proses pemanasan pada bubuk (Wirakartakusumah et al., 1992). Bulk density adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu atau jumlah massa persatuan volume yang dapat dinyatakan dalam g atau ml atau g atau cm3. Bulk density ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian dari berat bubuk dengan volume wadah (Wirakartakusumah et al., 1992). Data hasil analisis mutu BD base powder ex dryer dan BD finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk bulk density (BD) dapat dilihat pada Tabel 18. Bagan kendali selengkapnya disajikan pada Gambar 15-18. Bagan kendali x untuk BD base powder ex dryer (Gambar 15) menunjukkan adanya satu titik yang keluar dari batas bawah kendali. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base powder ex dryer yang mempunyai nilai BD yang relatif lebih rendah dari nilai BD rata-rata, sehingga perlu dilakukan tindak-

81

Tabel 18. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Bulk Density (BD) Batas Kendali

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX

0,444

0,685

BAX

0,455

0,701

BBX

0,432

0,669

GTR

0,024

0,015

BAR

0,048

0,039

BBR

0

0

an korektif agar nilai BD dapat terkendali dengan keragaman minim. Bagan kendali

x untuk BD finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 17) menunjukkan tidak ada penyimpangan di luar batas kendali. Nilai BD finish powder ex blending atau bin filling menunjukkan bahwa proses masih dalam keadaan terkendali. Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan sifat-sifat bulk ditentukan oleh sifat-sifat fisik bahan. Sifat-sifat fisik bahan ini meliputi geometris, ukuran partikel dan distribusinya, sifat-sifat permukaan partikel, intensitas gaya tarik-menarik antar partikel, jumlah dari titik yang berhubungan dan sistem secara keseluruhan. Ukuran partikel dan distribusinya adalah salah satu sifat yang sangat penting dari makanan berbentuk granula dan tepung. Jika bahan dan partikel memiliki sifat afinitas permukaan, maka akan mempengaruhi peningkatan nilai BD sampai 10% atau lebih. Perubahan dari BD dapat menyebabkan perubahan pada sifat-sifat bubuk. Sifat-sifat bulk juga ditentukan oleh sifat kimia bahan, seperti komposisi dan kadar air. Komposisi yang mengandung bahan anticaking dapat meningkatkan nilai BD karena bahan anticaking dapat mengurangi gaya antar partikel dan dapat meningkatkan nilai BD dari bubuk. Food powders yang ditambah atau diperkaya lemak,

densitasnya

bervariasi

tergantung

pada

komposisinya.

Kadar

air

mempengaruhi solid density (densitas padat) partikel-partikel food powders. Food powders yang bersifat higroskopis pada kadar air tinggi mempunyai nilai BD yang cenderung turun (misalnya sukrosa halus dan susu bubuk formula bayi). Hal ini karena penyerapan air sangat berhubungan dengan peningkatan kohesivitas yang disebabkan oleh jembatan cairan antar partikel. Kohesivitas yang sangat tinggi dan bentuk yang kering menye- babkan struktur lapisan partikel telah terbuka secara maksimal pada kadar air yang rendah (Wirakartakusumah et al.,1992). 82

0.455

BPA = 0,455

Rata-rata Contoh (g/ml)

0.450

0.445

GT = 0,444

0.440

0.435 BPB = 0,432 0.430

3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 15. Bagan Kendali x untuk BD Base Powder ex Dryer

0.05

BPA = 0,048

Rata-rata Selang

0.04

0.03 GT = 0,024 0.02

0.01

0.00

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 16. Bagan Kendali R untuk BD Base Powder ex Dryer

83

0.71

BPA = 0,701

Rata-rata Contoh (g/ml)

0.70

0.69 GT = 0,685 0.68

0.67

BPB = 0,669 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 17. Bagan Kendali x untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

0.09 0.08

Rata-rata Selang

0.07 0.06 0.05 0.04

BPA = 0,039

0.03 0.02 GT = 0,015 0.01 0.00

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 18. Bagan Kendali R untuk BD Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 84

Nilai BD finish powder ex blending atau bin filling akan selalu lebih besar daripada nilai BD base powder ex dryer. Finish powder ex blending atau bin filling memiliki komposisi yang lebih banyak karena merupakan base powder ex dryer yang diberi penambahan bahan-bahan formulasi lainnya (seperti dairy product, premix vitamin, premix mineral dan madu bubuk). Selain itu, finish powder ex blending atau bin filling mengandung komponen berbentuk kristal yang dapat larut yaitu gula atau sukrosa. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), bubuk yang mengandung komponen kristal yang dapat larut (seperti sukrosa atau gula) pada kadar air tinggi dapat menghasilkan cairan bubuk dan menyebabkan peningkatan BD. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992), komposisi bahan baku dan proses pengolahannya sangat mempengaruhi sifat-sifat partikel. Selama penyimpanan dan penanganan, sifat-sifat partikel tersebut akan mengalami perubahan karena adanya penyerapan air, reaksi kimia (misalnya reaksi browning) atau adanya pergesekan mekanis. Bahan baku berbentuk bubuk yang menyusun liquid MST mengalami pergesekan mekanis atau tumbukan yang cukup kuat dengan dinding mesin high speed mixer sebelum mengalami proses compounding dengan bahan baku berbentuk liquid (minyak nabati dan air panas) di dalam MST. Liquid MST yang merupakan bahan baku base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis atau tumbukan saat proses homogenisasi. Homogenisasi ini menyebabkan partikel-partikel liquid MST menjadi berukuran lebih kecil. Partikel di dalam liquid MST yang telah dievaporasi dan dikeringkan di dalam spray dryer mengalami pergesekan mekanis atau tumbukan dengan dinding chamber. Hal ini terjadi akibat tekanan tinggi dari mesin high pressure pump yang melewati nozzle. Tumbukan ini menyebabkan ukuran partikel lebih kecil dan tidak seragam Base powder ex dryer mengalami pergesekan mekanis pada saat proses after drying dan after cooling di dalam Vibro. Papan bergerak dan bergetar secara konstan dalam Vibro untuk mendistribusikan panas agar merata dan sebagai pendingin base powder ex dryer berpotensi menimbulkan pergesekan mekanis. Pergesekan mekanis ini akan memperkecil ukuran partikel base powder ex dryer sehingga memperbesar nilai BD. Getaran pada Vibro juga berakibat pada peningkatan nilai BD. Menurut Wirakartakusumah et al. (1992) getaran dapat meningkat nilai BD.

85

Getaran atau pemampatan dapat terjadi dengan sengaja maupun tanpa disengaja. Pemampatan yang disengaja terjadi saat proses bin filling untuk pengisian finish powder ex blending ke dalam bin. Termasuk juga pemampatan menggunakan Tap Density Tester untuk mengukur nilai BD. Getaran yang tidak disengaja terjadi pada papan Vibro, termasuk juga getaran pada shifter, pemampatan base powder ex dryer menggunakan pneumatic conveying system, pemampatan saat proses blending dan bin filling. Base powder ex dryer kembali mengalami pergesekan mekanis pada saat proses penyaringan di dalam shifter. Proses penyaringan atau pengayakan base powder ex dryer memperkecil ukuran partikel dan menyeragamkan ukurannya. Shifter yang digunakan untuk penyaringan atau pengayakan base powder ex dryer sangat berpengaruh terhadap ukuran partikel dan distribusi ukuran partikelnya. Ukuran saringan pada shifter tidak boleh berubah atau membesar agar ukuran partikel dan distribusi ukuran partikel dapat seragam. Optimasi proses penyaringan oleh shifter harus dijaga dengan cara pembersihan sesering mungkin saat shifter bekerja. Pneumatic conveying

system

menggunakan pressure pump (pompa

bertekanan) untuk pemindahan base powder ex dryer setelah melewati shifter menuju ke dalam silo penampungan akan memperbesar nilai BD. Tekanan tersebut menimbulkan pergesekan mekanis atau tumbukan. Tumbukan ini menyebabkan kekuatan mekanis dari base powder ex dryer akan berkurang, sehingga dapat membentuk debu. Partikel base powder ex dryer tidak seluruhnya menjadi debu sehingga ada partikel yang lebih besar dari ukuran debu. Hal ini sangat mempengaruhi nilai BD dan penampilan akhir base powder ex dryer. Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 16) terlihat tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali dan untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 18) terlihat adanya tiga titik di luar batas atas kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai BD pada base powder ex dryer terkendali dan keragaman nilai BD finish powder ex blending atau bin filling belum terkendali dengan baik. Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan

86

dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai BD dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk BD Nilai dari

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ

0,009

0,009

Su

0,5

0,76

Sl

0,38

0,63



0,054

0,054

Su-Sl

0,12

0,13

Perusahaan telah menetapkan spesifikasi nilai BD base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling berkisar antara 0,38-0,76 g atau cm3. Hal ini sesuai dengan yang dinyatakan Wirakartakusumah et al. (1992), bahwa nilai densitas dari berbagai makanan berbentuk bubuk umumnya antara 0,3-0,8 g atau cm3. Angka tersebut menunjukkan bahwa makanan berbentuk bubuk mempunyai porositas tinggi, yaitu sekitar 40-80%. Porositas merupakan bagian yang tidak ditempati oleh partikel atau bahan padatan. Porositas adalah parameter kemampuan dari bubuk untuk menyerap air. Wirakartakusumah et al. (1992) menyatakan, bahwa food powders memiliki karakteristik utama berupa flowability atau kemampuan mengalir dan higroskopisitas atau kemampuan menyerap air. Flowability dan higroskopisitas ini dipengaruhi oleh nilai BD dan porositas. Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) untuk base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa variasi atau keragaman nilai BD masih berada di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Floaters Floaters adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian permukaan larutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan

87

floaters bertujuan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer atau finish powder ex blending atau bin filling. Data hasil analisis mutu floaters base powder ex dryer dan floaters finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 8 dan 9. Data tersebut selanjutnya dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan keragamannya terhadap batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk floaters dapat dilihat pada Tabel 20, sedangkan kerangka bagan kendali x dan R tertera pada Gambar 19-22. Tabel 20. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Floaters Batas Kendali

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX

2,013

2

BAX

2,050

2

BBX

1,976

2

GTR

0,077

0

BAR

0,154

0

BBR

0

0

Bagan kendali x untuk floaters base powder ex dryer (Gambar 19) menunjukkan adanya satu titik yang keluar dari batas atas kendali. Bagan kendali x untuk floaters finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 21) menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat base powder ex dryer yang mempunyai floaters relatif lebih tinggi dari floaters rata-rata. Tindakan korektif perlu dilakukan agar floaters dapat terkendali dengan keragaman minimal. Floaters finish powder ex blending atau bin filling dapat dinyatakan dalam keadaan terkendali. Floaters dapat muncul akibat proses klarifikasi liquid MST yang tidak optimal. Hal ini disebabkan oleh adanya penurunan kapasitas kinerja alat clarifier yang digunakan untuk proses klarifikasi. Klarifikasi merupakan suatu proses pemisahan kotoran dan benda asing yang terdapat pada liquid MST memakai teknik sentrifugasi. Teknik sentrifugasi ini mampu mengendapkan dan memisahkan liquid MST dari berbagai cemaran kotoran dan benda asing. Clarifier bekerja berdasarkan pada pengambilan bahan padat dari bahan cair yang mempunyai 88

Rata-rata Contoh

2.15

2.10

2.05

BPA = 2,050

GT = 2,013 2.00 BPB = 1,976 1.95 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 19. Bagan Kendali x untuk Floaters Base Powder ex Dryer

1.0

Rata-rata Selang

0.8

0.6

0.4 BPA = 0,343 0.2 GT = 0,133 0.0

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 20. Bagan Kendali R untuk Floaters Base Powder ex Dryer

89

2.50

Rata-rata Contoh

2.25

2.00

BPA = GT = BPB = 2,000

1.75

1.50 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 17 29 30 31 Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 21. Bagan Kendali x untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

0.50

Rata-rata Selang

0.25

0.00

BPA=GT=BPB= 0,000

-0.25

-0.50 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 17 29 30 31 Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 22. Bagan Kendali R untuk Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 90

berat jenis lebih rendah dengan metode sentrifugasi. Widodo (2003) menyatakan bahwa keuntungan dari adanya proses klarifikasi adalah menghindarkan adanya cemaran fisik seperti butiran pasir, kerikil, potongan kayu dan bahan lain yang memungkinkan menimbulkan physical hazard (bahaya fisik) bagi konsumen. Alat penyaring yang lain adalah duplex filter. Alat ini digunakan untuk menyaring larutan hasil compounding dari berbagai bahan baku yang telah diformulasikan. Larutan ini apabila terkena asam atau basa akibat penambahan premix mineral dan granula KOH di dalam MST akan menyebabkan penggumpalan. Gumpalan ini harus disaring dengan duplex filter. yang diharapkan optimal kinerjanya agar gumpalan dapat tersaring secara maksimal. Gumpalan-gumpalan yang tidak tersaring dapat menjadi sumber potensi kemunculan floaters. Proses penyaringan base powder ex dryer di dalam shifter yang tidak optimal juga menjadi penyebab kemunculan floaters. Saringan pada shifter harus dibersihkan sesering mungkin saat shifter bekerja, agar saringan dapat optimal menyaring kotoran dan benda asing yang mengkontaminasi selama proses pengolahan. Pelonggaran pada saringan shifter memungkinkan kotoran dan benda asing bisa lolos dari shifter. Pelonggaran ini harus dicegah dengan pengecekan dan pengawasan terhadap shifter setiap saat secara rutin. Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan floaters lebih banyak terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan floaters adalah bubuk yang mengalami overheating (gosong). Overheating diakibatkan oleh suhu inlet pengeringan di dalam spray dryer yang sangat tinggi dan bubuk terlalu lama berada di dalam chamber (salah satu perangkat dari spray dryer). Waktu yang lama ini dikarenakan bubuk yang dikeringkan di dalam spry dryer sangat lamban pergerakannya menuju ke dasar chamber akibat aliran udara di dalam chamber terhenti. Penerapan suhu inlet pengeringan yang lebih rendah dapat dilaksanakan pada kondisi vakum udara di dalam chamber. Hal ini menjadi solusi alternatif untuk mencegah kemunculan floaters. Bubuk yang gosong sering menempel dan tertinggal di dinding chamber. Jika tidak dibersihkan dalam jangka waktu yang cukup lama, bubuk gosong tersebut akan menjadi sumber kontaminasi bagi bubuk yang baik atau tidak gosong. Chamber

91

dibersihkan dengan cara Total Wet Cleaning (TWC) memakai larutan Cleaning in Place (CIP). Sebelum TWC dilakukan, chamber dibersihkan terlebih dahulu secara manual. Setelah dilakukan TWC, selanjutnya dilaksanakan flushing dengan bahan baku atau produk rework. Setelah flushing, selanjutnya dilaksanakan trial proses produksi. Hasil pengeringan produk ditampung di dalam silo atau bin. Produk ini dipisahkan dan diberi identitas produk serta dianalisis mutu floaters-nya. Jika floaters sudah sangat minim atau tidak ada sama sekali maka chamber sudah bersih dari bubuk gosong dan kotoran atau benda asing. Sumber kemunculan floaters juga berasal dari kontaminasi kerak atau sisa bubuk yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler. Kerak atau sisa bubuk ini dapat ditemukan dalam blendor atau bin filler jika tidak dibersihkannya dalam jangka waktu yang cukup lama. Pembersihan blendor dan bin filler dilakukan dengan cara Total Dry Cleaning (TDC). Sebelum dilaksanakan TDC, blendor atau bin filler harus sudah dikosongkan terlebih dahulu dari bubuk susu. Sisa bubuk atau kerak yang masih tertinggal di dinding blendor atau bin filler dibersihkan dengan cara pengetukan dindingnya dengan hammer, kemudian disedot dengan vacuum cleaner yang pipa penyedotnya telah disanitasi. Setelah itu, dinding dalam blendor atau bin filler dilap dengan kain yang dibasahi alkohol. Kain ini diganti atau dibersihkan setiap akan digunakan kembali. Setelah bersih, dilaksanakan flushing memakai base powder atau finish powder atau gula atau skim sampai dinyatakan realesed oleh bagian QC karena floaters dari sample flushing hasil analisis memiliki jumlah yang sangat minim atau tidak ada sama sekali. Floaters juga dapat disebabkan oleh kontaminasi dari protein yang rusak selama pengolahan sehingga tidak dapat larut. Widodo (2003) menyatakan bahwa denaturasi protein akan dialami selama proses pengeringan. Suhu udara pengering yang tinggi akan menyebabkan kerusakan protein yang tinggi pula. Tekanan udara pengering yang semakin besar akan berakibat pada membesarnya turbelensi udara di dalam chamber. Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya kelarutan dari produk yang dihasilkan. Suhu outlet (udara keluar) yang semakin tinggi akan menurunkan kelarutan dari susu bubuk. Faktor lain yang menyebabkan kemunculan floaters adalah pola spray yang telah berubah sehingga bubuk yang masih basah menumbuk atau menabrak dinding

92

atau lantai dry chamber. Pola spray yang berubah ini diakibatkan oleh lubang nozzle yang sudah membesar akibat tekanan tinggi dari pompa bertekanan tinggi. Tumbukan yang terjadi berpotensi membentuk kerak atau partikel yang sukar larut. Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 20) terlihat adanya dua titik di luar batas atas kendali, sedangkan pada finish powder ex blending atau bin filling

(Gambar 22) tidak terlihat adanya penyimpangan di luar batas

kendali kendali bagan R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman floaters base powder ex dryer belum terkendali dengan baik, sebaliknya keragaman floaters finish powder ex blending atau bin filling masih dalam keadaan terkendali. Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi atas dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak ditetapkan. Perhitungan selang batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk floaters tertera pada Tabel 21. Tabel 21. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Floaters Nilai dari

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ

0,030

0

Su

5

5

x

2,013

2



0,09

0

Su- x

2,987

3

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau keragaman floaters masih di dalam batas spesifikasi. ditetapkan perusahaan. Sinkers Sinkers adalah partikel tidak larut yang terdapat di bagian dasar larutan base powder ex dryer atau finish powder ex blending atau bin filling. Pemeriksaan ini 93

dimaksudkan untuk menilai kondisi dan kebersihan dari base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Data hasil analisis mutu sinkers base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Data tersebut kemudian dianalisis dengan bagan kendali untuk penentuan posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 22. Bagan kendali x dan R selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 23-26. Tabel 22. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Sinkers Batas Kendali

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX

2,359

2,644

BAX

2,619

3,190

BBX

2,099

2,099

GTR

0,538

0,533

BAR

1,079

1,373

BBR

0

0

Bagan kendali x untuk sinkers base powder ex dryer (Gambar 23) menunjukkan adanya beberapa titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah kendali. Bagan kendali x untuk sinkers finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 25) terdapat dua titik berada di luar batas bawah kendali. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat sinkers yang jumlahnya relatif lebih tinggi atau rendah dari jumlah sinkers

rata-rata.

Tindakan korektif perlu dilakukan agar sinkers dapat terkendali dengan keragaman minim. Evaluasi Good Manufacturing Practices (GMP) di PT Sari Husada oleh Departemen R&D dan QA menyatakan bahwa kemunculan sinkers lebih banyak terkait dengan proses pengeringan di dalam spray dryer. Sumber utama kemunculan sinkers adalah air proses, metal dari peralatan, pemakaian gula lokal, udara kotor dan premix vitamin yang rusak.

94

Penggunaan air proses di dalam proses compounding dinilai sangat tinggi. Air proses yang digunakan oleh PT Sari Husada berasal dari air sumur bor sehingga memiliki kemungkinan mengandung logam. Air proses kemungkinan juga terkontaminasi kotoran dan benda asing. Jika penjernihan dan klarifikasi air proses tidak optimal, maka akan menjadikan sumber kemunculan sinkers. Darmono (2001) menyatakan, bahwa yang paling sering ditemukan dalam air sumur ialah nitrat dan jenis pestisida pertanian untuk pupuk maupun untuk membunuh parasit cacing nematoda. Beberapa jenis bakteri dan bahan partikel kecil lainnya biasanya mencemari permukaan air dan tersaring oleh tanah sehingga air menjadi cukup bersih di dalam air tanah. Bila pencemarannya sangat berat dan melebihi kapasitas filtrasi tanah terhadap air yang tercemar maka daya filtrasi tanah tersebut akan menurun. Daya filtrasi tanah ini terutama sangat bergan tung pada jenis dan tipe tanahnya. Misalnya, pada tanah berpasir memiliki daya filtrasi yang rendah. Semua jenis tanah tidak efektif dalam menyaring virus patogen dan bahan kimia organik sintetis lainnya. Sinkers berupa metal sangat berbahaya bagi kesehatan manusia terutama bayi dan anak jika ikut terminum. Metal berbahaya tersebut diantaranya timbal, tembaga, kadmium dan besi. Kontaminasi besi tidak baik dan berbahaya meskipun akan memperkaya kandungan zat besi di dalam susu bubuk, karena susu mengandung zat besi yang sangat rendah. Darmono (2001) menyatakan bahwa besi (Fe) termasuk kelompok logam esensial tetapi kasus keracunan Fe sering dilaporkan terutama pada anak-anak. Toksisitas Fe terjadi ketika ada kelebihan Fe (kejenuhan). Toksisitas akut Fe pada anak terjadi karena anak memakan sekitar 1 g Fe. Kematian karena keracunan Fe pada anak kebanyakan terjadi di antara umur 12-24 bulan. Hal ini terkait dengan pemberian yang terlalu banyak suplemen vitamin pada prenatal dan suplemen vitamin-mineral pada postnatal. Kontaminasi metal dari peralatan terutama bersumber dari pipa, bejana dan tangki yang digunakan di dalam proses produksi. Pipa tembaga yang digunakan untuk tempat aliran air proses dan liquid MST bisa menjadi sumber kontaminasi metal. Saeni (1989) menyatakan bahwa sambungan pipa berupa patri atau solder tersusun dari timbal (Pb) sebagai formulasi penyambung. Hal ini mengakibatkan cairan yang mengalir melaluinya mempunyai banyak kemungkinan kontak dengan timbal (Pb). Pipa juga menjadi sumber kontami-

95

3.0

Rata-rata Contoh

2.8

BPA = 2,619

2.6

2.4

GT = 2,359

2.2 BPB = 2,099 2.0 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 23. Bagan Kendali x untuk Sinkers Base Powder ex Dryer

1.2 BPA = 1,079

Rata-rata Selang

1.0

0.8

0.6 GT = 0,538 0.4

0.2

0.0

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 24. Bagan Kendali R untuk Sinkers Base Powder ex Dryer

96

3.2

BPA = 3,190

Rata-rata Contoh

3.0 2.8 GT = 2,644

2.6 2.4 2.2

BPB = 2,099 2.0 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 25. Bagan Kendali x untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

1.4

BPA = 1,373

1.2

Rata-rata Selang

1.0 0.8 0.6

GT = 0,533

0.4 0.2 0.0

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 26. Bagan Kendali R untuk Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 97

kontaminasi kadmium (Cd). Kontaminasi metal dari peralatan juga berasal dari agitator di dalam compounding tank, MST dan blendor yang terbuat dari besi (Fe). Agitator tersebut akan mengalami pengikisan dan keausan sedikit demi sedikit seiring berjalannya waktu dan penggunaannya. Pengikisan dan keausan ini menjadi sumber kontaminasi metal. Gula lokal yang memiliki mutu yang tidak baik mengandung kontaminan metal yang tinggi. Kontaminasi ini bersumber dari peralatan produksi yang umumnya sudah berusia sangat tua karena pabrik-pabrik gula di Indonesia adalah peninggalan jaman kolonial Belanda. Peralatan atau mesin tersebut bisa mengalami korosi dan keausan yang menimbulkan kontaminasi metal terutama besi (Fe) pada gula yang dihasilkan. Pencegahan kontaminasi metal dapat dilakukan dengan penggunaan magnet di jalur atau lintasan gula dan jalur atau lintasan produksi yang berpotensi terkontaminasi metal. Magnet ini akan menarik kontaminan metal di dalam produk. Kinerja magnet harus optimal sehingga kontaminasi metal terhadap produk yang dihasilkan sangat minim atau tidak ada sama sekali. Kontaminasi metal di dalam susu bubuk dapat mempercepat terjadinya oksidasi yang menyebabkan ketengikan. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa beberapa jenis metal dan garam-garamnya merupakan katalisator dalam proses oksidasi, misalnya tembaga (Cu), besi (Fe), kobalt (Co), vanadium (V), mangan (Mn), nikel (Ni) dan khromium (Cr). Keberadaan floaters lebih lanjut akan berpotensi menjadi sumber kemunculan sinkers. Semakin lama dan semakin banyaknya floaters yang muncul, maka akan mengalami sedimentasi atau mengendap menjadi sinkers. Sinkers berupa sedimen merupakan endapan yang tidak dapat larut dalam air. Menurut Widodo (2003), residu tersebut biasanya mengandung: a) protein yang rusak atau mengalami denaturasi, b) partikel yang hangus atau lengket, c) partikel yang sukar larut dan d) bahan campuran. Berbagai komponen residu yang tidak larut tersebut menunjukkan bahwa sedimen disebabkan oleh berbagai faktor. Beberapa faktor yang mempengaruhi sedimen diantaranya: ukuran partikel, suhu udara pengering, tekanan udara pengering dan suhu outlet (udara keluar).

98

Semakin besar ukuran partikel bubuk susu, akan berdampak pada semakin besar pula tingkat sedimentasinya. Ukuran partikel bubuk susu utamanya dipengaruhi oleh total solid (TS) dari susu yang dikeringkan di dalam spray dryer. Kondisi pengeringan yang tidak sempurna, kenaikan suhu udara pengering akan berakibat pada tingginya sedimentasi dari produk yang dihasilkan. Tekanan udara pengering yang semakin besar akan berakibat pada membesarnya turbulensi udara di dalam tower (chamber). Hal ini lebih lanjut akan berakibat pada turunnya sedimen dari produk yang dihasilkan. Makin tinggi suhu udara keluar (suhu outlet) pada alat pemisah bubuk susu dan udara pengering, akan meningkatkan sedimentasi dari produk yang dihasilkan (Widodo, 2003). Sinkers juga diakibatkan oleh partikel vitamin yang rusak. Kerusakan tersebut lebih banyak disebabkan oleh suhu pemanasan dan pengeringan di dalam spray dryer. Misalnya kerusakan vitamin yang larut lemak yaitu vitamin A, D, E dan K yang terkandung di dalam minyak nabati. Ketaren (2005) menyatakan, bahwa vitamin yang larut di dalam lemak akan rusak jika terkena panas dan oksigen udara selama proses pengolahan minyak dan penyimpanan. Vitamin yang larut di dalam air yaitu vitamin B dan C juga dapat rusak selama proses pengolahan yang menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan yang tinggi. Menurut deMan (1997), vitamin C adalah vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin dan mudah rusak selama produksi dan penyimpanan. Laju kerusakan meningkat karena kerja logam, terutama tembaga (Cu) dan besi (Fe) serta enzim. Pemanasan yang terlalu lama bersamaan dengan adanya oksigen dan reaksi terhadap cahaya dapat merusak vitamin C di dalam makanan. Enzim yang mengandung tembaga dan besi dalam gugus prostetiknya merupakan katalis yang efisien untuk menguraikan asam askorbat. Enzim tersbut adalah asam askorbat oksidase, fenolase, sitokrom oksidase dan peroksidase. Pencegahan kerusakan partikel vitamin yang berpotensi memunculkan sinkers dilakukan dengan cara penambahan atau fortifikasi premix vitamin dengan teknik dry mixing atau dry blending. Fortifikasi premix vitamin dengan teknik ini dilaksanakan pada akhir proses produksi yang sudah tidak lagi menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan sehingga premix vitamin tidak akan mengalami kerusakan.

99

Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 24) dan untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 26) menunjukkan tidak terdapat penyimpangan di luar batas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman sinkers dalam keadaan terkendali. Analisis selanjutnya adalah membandingkan pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R dengan spesifikasi perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi atas dengan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk sinkers dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Sinkers Nilai dari

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ

0,212

0,315

Su

5

5

x

2,359

2,644



0,636

0,945

Su- x

2,641

2,356

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau keragaman

sinkers

masih berada di dalam batas

spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Curd atau White Flecks Curd atau white flecks adalah bintik-bintik putih di dalam larutan susu yang tidak larut dan dapat membekas pada dinding botol atau gelas sebagai suatu lapisan putih. Susu bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah tidak banyak, akan mempunyai kecepatan larut yang lebih baik daripada susu bubuk dengan kemunculan curd atau white flecks dalam jumlah banyak (Sari Husada, 2005).

100

Data hasil analisis mutu curd atau white flecks base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 12 dan 13. Data tersebut kemudian dianalisis menggunakan bagan kendali untuk mengetahui posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk curd atau white flecks dapat dilihat pada Tabel 24. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 27-30. Tabel 24. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Curd atau White Flecks Batas Kendali

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX

1,397

2,156

BAX

1,546

2,292

BBX

1,249

2,019

GTR

0,308

0,133

BAR

0,617

0,343

BBR

0

0

Bagan kendali x untuk curd atau white flecks base powder ex dryer (Gambar 27) menunjukkan dominasi titik yang keluar dari batas atas dan batas bawah kendali. Bagan kendali x untuk curd atau white flecks finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 29) menunjukkan semua titik berada di luar batas atas dan batas bawah kendali. Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa masih terdapat kemunculan curd atau white flecks yang relatif lebih tinggi atau rendah dari curd atau white flecks rata-rata. Tindakan korektif perlu dilakukan agar kemunculan curd atau white flecks dapat terkendali dengan keragaman minim.

Rekonstitusi

susu

bubuk

di

dalam air agar diterapkan menghasilkan suatu larutan homogen dengan penampakan yang sama dengan susu pasteurisasi. Kenyataannya selalu ada bagian dari susu bubuk yang tidak dapat larut, baik sebagai slurry powder yang tidak terbasahi pada bagian dasar gelas atau botol atau sebagai aglomerat (butiran halus) yang mengapung.

101

Penyebab utama kemunculan curd atau white flecks adalah akibat denaturasi protein susu. Denaturasi terjadi terutama selama tahapan proses yang melibatkan panas sehingga menyebabkan koagulasi protein susu. Menurut deMan (1997), denaturasi protein dapat terjadi oleh berbagai penyebab, yang utama adalah panas, pH, garam dan pengaruh permukaan. Rentang suhu pada saat terjadi denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitar 55-75 0C. Denaturasi protein mengakibatkan hilangnya aktivitas biologis dan perubahan yang berarti pada beberapa sifat fisik dan fungsi seperti kelarutan. Denaturasi dapat pula mengakibatkan flokulasi protein bola dan dapat juga mengakibatkan terbentuknya gel. Denaturasi dan koagulasi protein merupakan aspek kestabilan panas yang dapat berkaitan dengan susunan dan urutan asam amino dalam protein (deMan, 1997). Denaturasi protein terjadi pada partikel kaseinat dalam protein susu. Partikel kaseinat mengandung kalsium dan fosfor yang

jumlahnya cukup besar, juga

mengandung magnesium dan sitrat dalam jumlah

lebih kecil. Biasanya disebut

partikel kalsium kaseinatfosfat atau kalsium fosfokaseinat. Wibowo dan Widiyanto (2007) menyatakan bahwa curd atau white flecks yang tertinggal di dalam gelas diketahui mempunyai komponen yang didominasi oleh kalsium fosfokaseinat yang proporsinya sama dengan trikalsium fosfat atau Ca3(PO4)3. Penggunaan susu segar sebagai bahan baku dalam formulasi yang distandardisasi dengan susu bubuk skim akan menjadikan lebih rentan terjadinya kemunculan curd atau white flecks daripada distandardisasi dengan whey protein concentrat atau WPC (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Komposisi susu bubuk skim lebih didominasi dengan kandungan protein kaseinat, sesuai pernyataan deMan (1997), bahwa susu bubuk skim mengandung kasein, kaseinat dan ko-endapan. Proses homogenisasi dapat menjadi penyebab munculnya curd atau white flecks. Meskipun homogenisasi berguna untuk mengontrol jumlah lemak bebas dan menurunkan stabilitas liquid susu terhadap panas, tetapi tekanan homogenisasi yang semakin tinggi menyebabkan globula lemak akan menjadi semakin kecil. Globula lemak yang semakin kecil menyebabkan protein menjadi terdispersi semakin menyebar dengan proporsi yang semakin kecil dan lebih sensitif terhadap panas sehingga protein mengalami kerusakan yang dapat menimbulkan kemunculan curds

102

2.0

Rata-rata Contoh

1.8

1.6

BPA = 1,546 GT = 1,397

1.4

BPB = 1,249

1.2

1.0 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 27. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer

1.0

Rata-rata Selang

0.8

BPA = 0,617

0.6

0.4 GT = 0,308 0.2

0.0

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 28. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer 103

3.0

Rata-rata Contoh

2.8

2.6

2.4 BPA = 2,292 2.2

GT = 2,156 BPB = 2,019

2.0 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 29. Bagan Kendali x untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

1.0

Rata-rata Selang

0.8

0.6

0.4 BPA = 0,343 0.2 GT = 0,133 0.0

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 30. Bagan Kendali R untuk Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 104

atau white flecks (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Fenomena case hardening partikel susu juga menjadi penyebab munculnya curd atau white flecks. Case hardening menyebabkan porsi air di bagian dalam partikel terjebak tidak bisa keluar sehingga bubuk tidak dapat terkeringkan. Case hardening terjadi ketika: a) liquid mengalami atomisasi melewati nozzle dan b) ketika mengalami pengeringan oleh udara pengering di dalam chamber. Partikel susu yang sensitif panas kemudian mengalami shock panas yang menyebabkan pengeringan berlangsung sangat cepat dan tidak merata sampai bagian dalam partikel susu. Partikel susu tersebut akan mengeras membentuk curd atau white flecks yang tidak larut di dalam air (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah kemunculan curd atau white flecks menurut (Wibowo dan Widiyanto, 2007) diantaranya: mengurangi pemakaian panas sebisa mungkin (suhu inlet atau outlet, suhu evaporasi dan suhu pasteurisasi), menaikkan suhu liquid hasil evaporasi sebelum dilakukan spray drying untuk mengurangi efek shock panas pada saat atomisasi, mengurangi jumlah atau komposisi protein dengan cara menambahkan konsentrat laktosa, mengurangi tekanan homogenisasi sampai tingkat yang masih memungkinkan, menggunakan tekanan nozzle yang lebih tinggi dan melakukan standardisasi susu segar dengan menggunakan Whey Protein Concentrat (WPC). Penggunaan susu segar sebagai bahan baku pembuatan susu bubuk merupakan usaha untuk meminimalisasi kemunculan curd atau white fleck. Menurut R&D PT Sari Husada (2006), susu segar mengandung material (terutama kasein) yang tidak mengalami pemanasan secara berulang-ulang dibanding skim milk powder (SMP) atau butter milk powder (BMP). Analisis bagan kendali R, untuk base powder ex dryer (Gambar 29) menunjukkan adanya empat titik menyimpang dari batas atas kendali, sedangkan untuk finish powder ex blending atau bin filling (Gambar 30) menunjukkan dua titik yang keluar dari batas atas kendali bagan kendali R. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman curd atau white flecks base powder ex dryer atau finish powder ex blending atau bin filling masih belum terkendali dengan baik. Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R tersebut perlu dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk menentukan

105

bila jumlah kemunculan curd atau white flecks masih dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak ditetapkan. Perhitungan selang batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah. Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk curd atau white flecks dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Curd atau White Flecks Nilai dari

Base Powder ex Dryer

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ

0,121

0,079

Su

3

3

x

1,397

2,156



0,363

0,237

Su- x

1,603

0,844

Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) untuk kedua produk tersebut menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau keragaman jumlah kemunculan curd atau white flecks masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Cream Layer Cream layer merupakan butiran-butiran lemak yang sangat kecil yang tidak mengalami hambatan air yang besar untuk mengapung atau naik ke atas permukaan. Cream layer merupakan globula lemak berbentuk noda atau kolam atau bercak yang terdapat di permukaan atau di dalam partikel susu bubuk yang mengandung lemak. Data hasil analisis cream layer finish powder ex blending atau bin filling (Lampiran 14) dianalisis dengan bagan kendali untuk menentukan posisi rataan dan keragamannya terhadap batas pengendalian dan batas spesifikasi perusahaan. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 26.

106

Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 31 dan 32. Tabel 26. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Cream Layer Batas Kendali

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

GTX

0,234

BAX

0,402

BBX

0,067

GTR

0,163

BAR

0,420

BBR

0

Bagan kendali x menunjukkan tidak adanya titik yang menyimpang dari batas atas dan batas bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat dinyatakan bahwa cream layer finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali. Analisis cream layer hanya dilakukan pada finish powder ex blending atau bin filling sedangkan pada base powder ex dryer tidak dilakukan. Hal ini karena finishpowder ex blending atau bin filling adalah produk yang akan diedarkan di pasaran setelah dikemas di dalam kemasan komersial. Konsumen atau pelanggan memiliki kecenderungan menganggap bahwa kemunculan cream layer yang tinggi setelahsusu bubuk direkonstitusi adalah suatu pertanda produk susu bubuk tersebut palsu. Departemen QA banyak menerima komplain dari konsumen hanya karena hal tersebut. Pisecky (1997) menyatakan bahwa keberadaan cream layer lebih banyak dikarenakan oleh kadar lemak bebas yang tinggi di dalam susu. Lemak bebas adalah fraksi dari lemak yang tidak terlindungi (tidak terikat) oleh lapisan protein dan berada dalam bentuk noda atau kolam atau bercak globula yang terdapat di permukaan atau di dalam partikel bubuk susu yang mengandung lemak. Lemak bebas yang terdapat di dalam partikel bubuk susu berkaitan erat dengan keberadaan mikropori dan retakan pada partikel bubuk susu tersebut. Lemak bebas di dalam partikel bubuk susu dipengaruhi oleh: kadar lemak, kadar air, kondisi fisik laktosa, jenis lemak yang digunakan, komposisi produk non lemak, pengaruh penggunaan 107

BPA = 0,402

0.40

Rata-rata Contoh (cm)

0.35 0.30 0.25

GT = 0,234

0.20 0.15 0.10 BPB = 0,067

0.05 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 31. Bagan Kendali x untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

BPA = 0,420

0.4

Rata-rata Selang

0.3

0.2 GT= 0,163 0.1

0.0

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 32. Bagan Kendali R untuk Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

108

Whey Protein Concentrat (WPC) dan proses homogenisasi. Apabila susu bubuk mengandung kadar lemak 28% maka kadar lemak bebas yang akan muncul rendah, yaitu berkisar 1-1,5%. Sebaliknya, bila kadar lemaknya diatas 28% maka kadar lemak bebas yang akan muncul mengalami kenaikan secara signifikan. Susu bubuk yang mengandung kadar air 2-5% cenderung mengalami penurunan kadar lemak bebas, sedangkan susu bubuk yang mengandung kadar air di atas 6-7% cenderung mengalami peningkatan kadar lemak bebas. Adanya pembengkakan partikel bubuk susu akibat penyerapan air yang kemudian menyebabkan terjadinya penutupan mikropori dan retakan yang ada sehingga mencegah akses solven ke dalam retakan. Jenis minyak nabati yang digunakan mempengaruhi kemunculan lemak bebas, terkait dengan titik cair minyak nabati tersebut. Minyak atau lemak yang bertitik cair rendah cenderung menimbulkan kadar lemak bebas yang lebih tinggi. Apabila komposisi produk non lemak di dalam susu bubuk didominasi oleh karbohidrat (khususnya laktosa), maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas yang rendah. Sebaliknya, bila komposisi non lemak di dalam susu bubuk didominasi oleh protein, maka akan menyebabkan kemunculan lemak bebas yang lebih tinggi. Susu bubuk dengan kandungan WPC yang rendah dan laktosa yang tinggi secara signifikan berdampak baik pada rendahnya lemak bebas. (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Lemak bebas di dalam partikel bubuk susu dipengaruhi oleh kondisi fisik laktosa yang digunakan. Laktosa dapat berada dalam dua bentuk yaitu kristal (αhidrat dan β-anhidrat) dan amorf atau lirkaca. Laktosa amorf melindungi lemak dari ekstraksi sedangkan laktosa kristal cenderung memberikan lemak bebas yang tinggi (Wibowo dan Widiyanto, 2007). Laktosa kristal harus dilarutkan terlebih dahulu jika digunakan sebagai bahan baku dalam formulasi. Spray drying (pengeringan semprot) atau drum drying (pengeringan giling-gilas)

yang

berlangsung

cepat

terhadap

larutan yang

mengandung laktosa akan menghasilkan laktosa berbentuk amorf. Laktosa amorf sangat higroskopis dan menyerap air dari udara. Jika kandungan air mencapai sekitar 8%, molekul laktosa mengkristal kembali dan membentuk kristal α-hidrat. Jika kristal ini terbentuk, maka produk berupa bubuk dapat mengeras dan bergumpalgumpal (deMan, 1997).

109

Lemak bebas penyebab utama kemunculan cream layer juga bersumber dari proses homogenisasi bertekanan tinggi. Menurut Wibowo dan Widiyanto (2007), viskositas berpengaruh terhadap keberadaan lemak bebas. Viskositas dipengaruhi oleh konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Viskositas meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi dan tekanan homogenisasi. Homogenisasi dengan tekanan tinggi mengakibatkan rusaknya globula lemak yang menimbulkan kemunculan lemak bebas. Kombinasi konsentrasi yang tinggi dan tekanan homogenisasi yang rendah adalah solusi untuk mendapatkan susu bubuk dengan kandungan lemak bebas yang rendah. Faktor penyebab kemunculan cream layer selain yang telah disebutkan di atas adalah proses oksidasi yang terjadi saat pengolahan liquid MST menjadi base powder ex dryer menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan. Oksidasi ini memunculkan lemak bebas yang merupakan produk oksidasi tersier. Menurut deMan (1997), produk oksidasi tersier adalah lemak bebas yang berasal dari oksidasi aldehida. Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal bebas alkoksi. Analisis bagan kendali R, menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman cream layer finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali. Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan cream layer masih dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan atau tidak. Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (3σ) serta selang batas spesifikasi atas dan total rataan (Su- x ). Bentangan proses yang digunakan adalah 3σ karena perusahaan hanya menetapkan batas spesifikasi satu sisi yaitu batas spesifikasi atas, sedangkan batas spesifikasi bawah tidak ditetapkan. Perhitungan perbedaan batas spesifikasi menggunakan nilai x atau GTX sebagai pengganti batas spesifikasi bawah (Su- x ). Hasil perhitungan nilai 3σ dan (Su- x ) untuk cream layer dapat dilihat pada Tabel 27. Hasil perhitungan bentangan proses (3σ) menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan variasi atau keragaman cream layer finish powder ex blending atau bin filling masih di dalam 110

batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Tabel 27. Hasil Perhitungan Nilai 3σ dan (Su- x ) untuk Cream Layer Nilai dari

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

σ

0,096

Su

3

x

0,234



0,288

Su- x

2,766 Analisis Mutu Kimia

Kriteria mutu kimia dari liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang dibahas dalam penelitian ini adalah nilai pH dan kadar lemak. Hasil analisis mutu kimia selanjutnya dianalisis menggunakan bagan kendali variabel yang terdiri atas bagan kendali x dan bagan kendali R. Bagan kendali x digunakan untuk memantau tingkat mutu proses rata-rata, sedangkan bagan kendali R digunakan untuk mengetahui kisaran atau keragaman mutu kimia yang diukur. Pembuatan bagan kendali variabel diawali dengan menghitung nilai rata-rata subgrup ( x ), rata-rata total ( x ), nilai maksimum (xmaks.), nilai minimum (xmin.), selang (R) dan rata-rata selang ( R ) untuk masing-masing kriteria mutu kimia (Lampiran 15-20). Berdasarkan nilai x dan R tersebut dilakukan perhitungan garis tengah (GTX dan GTR), batas pengendali atas (BAX dan BAR ), batas pengendali bawah (BBX dan BBR ) dan deviasi standar (σ). Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendali tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Data nilai x dan R untuk masing-masing kriteria mutu kimia dipetakan pada bagan kendali. Nilai pH Nilai pH (potential of hydrogen) atau derajat keasaman digunakan untuk menyatakan tingkat keasaman (atau kebasaan) yang dimiliki oleh suatu larutan. Larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dikatakan normal apabila memiliki nilai pH 6,5-7. Nilai pH dinyatakan netral, bila ion H+ dan ion OH- terlarut pada jumlah yang sama. Nilai pH diukur dengan pH 111

meter yang bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau kondukstivitas suatu larutan. Data hasil analisis nilai pH liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 15-17. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk nilai pH dapat dilihat pada Tabel 28. Berdasarkan hasil perhitungan batas pengendalian tersebut, dibuat kerangka bagan kendali x dan R. Bagan kendali selengkapnya terlihat pada Gambar 33-38. Tabel 28. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Nilai pH Batas Kendali GTX

Liquid MST 6,879

Base Powder ex Dryer 6,905

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 6,771

BAX

6,911

6,924

6,798

BBX

6,847

6,887

6,744

GTR

0,067

0,038

0,027

BAR

0,134

0,077

0,069

BBR

0

0

0

Analisis bagan kendali x menunjukkan dominasi titik yang berada di luar batas atas dan bawah kendali. Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa masih terdapat liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang memiliki nilai pH relatif lebih tinggi atau rendah daripada nilai pH ratarata. Perlu dilakukan tindakan korektif agar nilai pH dapat terkendali dengan keragaman minim. Nilai pH atau keasaman liquid MST dipengaruhi oleh kandungan total solid (TS) di dalamnya. TS liquid MST terdiri atas TS dengan komponen lemak dan TS tanpa komponen lemak atau disebut solid non fat (SNF). SNF diantaranya terdiri atas kasein, laktosa dan whey protein. Widodo (2003) menyatakan bahwa susu dengan kandungan TS yang tinggi diduga mempunyai keasaman yang lebih tinggi dari pada kondisi standar. Peningkatan keasaman menandakan kecenderungan yang mengarah pada penurunan persentase SNF (lemak, kasein dan laktosa). Sebaliknya, penurunan keasaman menandakan adanya peningkatan persentase protein non kasein yaitu whey protein dan abu. Susu yang mempunyai keasaman tinggi mempunyai nutrien yang lebih banyak dan mempunyai kekhususan yaitu tingginya kandungan fosfat.

112

7.05 7.00

Rata-rata Contoh

6.95 BPA = 6,911

6.90

GT = 6,879 6.85

BPB = 6,847

6.80 6.75 6.70 2

3

4

5

6

7 8 15 16 17 18 19 24 25 26 27 30 31 Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 33. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Liquid MST

0.30

Rata-rata Selang

0.25 0.20 0.15

BPA = 0,134

0.10 GT = 0,067 0.05 0.00

BPB = 0,000 2

3

4

5

6

7 8 15 16 17 18 19 24 25 26 27 30 31 Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 34. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Liquid MST 113

7.2

Rata-rata Contoh

7.1

7.0

BPA = 6,924 GT = 6,905 BPB = 6,887

6.9

6.8 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 35. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer

0.10

Rata-rata Selang

0.08

BPA = 0,077

0.06

0.04

GT = 0,038

0.02

0.00

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 36. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Base Powder ex Dryer 114

6.80

BPA = 6,798

6.78

Rata-rata Contoh

GT = 6,771 6.76 BPB = 6,744

6.74

6.72

6.70 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 37. Bagan Kendali x untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

0.10

Rata-Rata Selang

0.08 BPA = 0,069 0.06

0.04 GT = 0,027 0.02

0.00

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 38. Bagan Kendali R untuk Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 115

Tinggi atau rendahnya persentase TS liquid MST yang dikehendaki diperoleh melalui proses standardisasi. Standardisasi adalah proses penambahan dan pencampuran susu segar dengan bahan dasar lain untuk mendapatkan TS awal yang sesuai dan mendapatkan mutu produk akhir yang dikehendaki. Peningkatan dan penurunan TS liquid MST dilakukan dengan penambahan susu bubuk skim dan penambahan air. Penambahan susu bubuk skim biasa dilakukan untuk peningkatan TS liquid MST dan

penambahan air biasa dilakukan untuk penurunan TS liquid MST sesuai

spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Penambahan air yang berlebihan pada proses standardisasi mengakibatkan peningkatan kadar air dan penurunan persentase TS liquid MST, sehingga menyebabkan keasaman liquid MST rendah (basa). Sebaliknya, jika kadar air liquid MST rendah maka persentase TS tinggi dan menyebabkan keasaman liquid MST tinggi.

Jumlah

penambahan

air

untuk

standardisasi

harus

proporsional

sehinggadidapatkan TS liquid MST yang tepat sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Penambahan granula kalium hidroksida (KOH) ke dalam liquid MST sering dilakukan untuk mengurangi keasamannya agar didapatkan nilai pH yang normal (6,5-7). KOH mempunyai basa kuat yang mempunyai kemampuan untuk melepaskan ion OH- dalam larutan meskipun konsentrasinya sangat rendah. KOH menjadi akseptor proton (H+) dengan menyerap ion hidrogen ketika dilarutkan di dalam liquid MST sehingga keasamannya akan berkurang hingga nilai pH-nya berkisar antara 6,57. Penambahan granula KOH yang berlebihan akan menyebabkan liquid MST memiliki nilai pH yang basa. Air proses yang digunakan untuk mencampur bahan-bahan formulasi liquid MST di dalam compounding tank sangat berpengaruh terhadap nilai pH liquid MST yang dihasilkan. Air proses yang digunakan oleh PT Sari Husada adalah air sumur bor yang telah dijernihkan menggunakan kaporit. Jika proses penjernihan air sumur bor terlalu berlebihan dalam penggunaan kaporit maka akan dihasilkan air jernih dengan nilai pH asam. Air proses harus memiliki nilai pH netral (pH=7) yang memiliki ion H+ terlarut dan ion OH- terlarut dalam jumlah yang sama. Masa simpan atau tunggu liquid MST sebelum dievaporasi dan dikeringkan di dalam spray dryer dapat menyebabkan perubahan nilai pH liquid MST. Semakin

116

lama masa simpan atau tunggu maka nilai pH liquid MST akan semakin masam. Hal ini terkait dengan pertumbuhan mikroorganisme perusak. Terlebih lagi jika didukung oleh suhu yang optimal untuk pertumbuhan akibat tidak terkendalinya suhu MST. Pertumbuhan spora mikroorganisme perusak tersebut mengakibatkan liquid MST menjadi asam. Batas waktu maksimal masa simpan atau tunggu liquid MST adalah sekitar 8 jam. Jika melebihi batas waktu tersebut maka liquid MST dinyatakan rejected dan dibuang. Jika liquid MST tersebut tetap diproses untuk dikeringkan dalam spray dryer akan dihasilkan base powder ex dryer yang berasa masam pula. Bahan baku yang rentan mengalami kerusakan mutu adalah bahan baku dari bahan rework. Bahan rework harus dianalisis mutunya berulang-ulang secara akurat agar mutu bahan rework yang digunakan benar-benar baik sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Komposisi bahan rework yang digunakan jumlahnya juga harus sesuai Standard Operation Procedure (SOP) yang telah ditetapkan perusahaan. Hal ini bertujuan agar penambahan bahan rework tidak berpengaruh terhadap produk yang akan dihasilkan. Larutan Cleaning In Place (CIP) untuk proses Total Wet Cleaning (TWC) memiliki nilai pH asam. Jika peralatan atau mesin pengolahan yang dibersihkan secara TWC masih terdapat larutan CIP yang tersisa maka akan menjadi sumber penyebab terjadinya liquid MST bernilai pH asam. Sebelum digunakan kembali, peralatan atau mesin pengolahan yang telah diproses TWC harus dipastikan telah kering dan tidak ada lagi sisa larutan CIP yang tertinggal. Pengukuran pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dilakukan dengan cara rekonstitusi bubuk terlebih dahulu dengan air hangat bersuhu 45 0C. Jika air ini memiliki nilai pH yang tidak netral maka akan diperoleh hasil pengukuran pH yang tidak netral pula. Nilai pH air yang digunakan harus netral agar dapat diketahui nilai pH base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang sebenarnya sehingga dapat dideteksi dengan tepat penyimpangan nilai pH, dengan demikian tindakan korektif dapat dilakukan secara benar dan tepat. Alat pH meter untuk pengukuran nilai pH liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling bisa mengalami kesalahan pengukuran. Alat ini bekerja berdasarkan prinsip elektrolit atau konduktivitas suatu larutan.

117

Kesalahan pengukuran diakibatkan oleh kerusakan atau sudah tidak sensitifnya bagian elektroda pH meter sehingga tidak dapat mendeteksi besaran konduktivitas suatu larutan. Kesalahan pengukuran pH oleh pH meter berakibat pula pada kesalahan anggapan adanya penyimpangan pH produk. Akhirnya berakibat pula pada tindakan korektif yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Alat pH meter harus dipelihara secara rutin dan berkala agar kapasitas kerjanya tetap terjaga. Apabila tidak dipakai dalam waktu yang agak lama, elektroda pH meter harus direndam dalam larutan KCl jenuh. Kapasitas larutan penyangga (buffer) asam dan basa untuk kalibrasi elektroda pH meter yang menurun atau sudah rusak mengakibatkan tidak akuratnya hasil proses kalibrasi pH meter. Hal ini berakibat pada kesalahan hasil pengukuran pH larutan liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Analisis bagan kendali R, menunjukkan adanya beberapa titik yang menyimpang di luar batas atas kendali. Hal ini menunjukkan bahwa keragaman nilai pH belum terkendali dengan baik. Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) serta selang batas spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk nilai pH dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Nilai pH Nilai dari σ

Liquid MST Base Powder ex Dryer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 0,026

0,015

0,016

Su

7

7

7

Sl

6,5

6,5

6,5



0,156

0,09

0,096

Su-Sl

0,5

0,5

0,5

Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan nilai pH liquid

118

MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling berada di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Kadar Lemak Lemak susu memberikan karakteristik unik terhadap penampilan, tekstur, rasa dan cita rasa produk pangan asal susu atau yang mengandung bahan dasar produk susu. Lemak merupakan sumber: energi, asam lemak yang diperlukan tubuh, vitamin yang larut di dalam lemak dan komponen-komponen lain yang berguna bagi kesehatan. Lemak susu mengandung asam linoleat terkonjugasi, sphingomyelin, asam butirat dan asam miristat yang berpotensi untuk melindungi tubuh dari penyakit-penyakit kronis yang utama. Lemak susu juga dapat memiliki efek yang menguntungkan pada kesehatan tulang (Miller et al., 1999). Lemak sebagai sumber energi bagi bayi dan anak memberikan kontribusi kebutuhan energi hingga 30-40%. Lemak susu merupakan sumber asam lemak esensial dan tidak esensial yang penting bagi tubuh. Lemak susu juga merupakan sumber vitamin larut lemak, yaitu vitamin A, D, E dan K. Vitamin A memegang peranan penting di dalam pertumbuhan sel, reproduksi dan kekebalan tubuh. Vitamin A dan karatenoid ada di dalam susu. Vitamin D meningkatkan penyerapan kalsium dan fosfor pada usus yang berguna untuk menjaga kesehatan kerangka tubuh sepanjang hidup. Vitamin D (terutama tokoferol) adalah antioksidan, pelindung membran sel dan lipoprotein dari kerusakan oksidatif oleh radikal bebas. Vitamin D juga dapat membantu menjaga integritas membran sel dan menstimulasi respon kekebalan. Vitamin K diperlukan untuk penggumpalan darah dan juga melindungi kesehatan tulang (Miller et al., 1999). Data hasil analisis kadar lemak liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling dapat dilihat pada Lampiran 18-20. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 30. Bagan kendali selengkapnya tertera pada Gambar 39-44. Analisis bagan kendali x menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali baik pada liquid MST maupun finish powder ex blending atau bin filling. Sebaliknya, analisis bagan kendali x untuk base powder ex dryer menunjukkan pada bagian atas dan bawah batas kendali masing-masing ditemukan dua titik yang menyimpang. 119

Tabel 30. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Kadar Lemak Batas Kendali GTX

Liquid MST 14,935

Base Powder ex Dryer 37,802

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 18,443

BAX

15,324

38,349

18,934

BBX

14,546

37,255

17,952

GTR

0,207

1,133

0,480

BAR

0,675

2,271

1,236

BBR

0

0

0

Berdasarkan hal tersebut, dapat dinyatakan bahwa kadar lemak liquid MST maupun finish powder ex blending atau bin filling dalam keadaan terkendali. Sebaliknya, untuk base powder ex dryer dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kadar lemak yang relatif lebih tinggi atau rendah dari kadar lemak rata-rata. Tindakan korektif agar kadar lemak base powder ex dryer dapat terkendali dengan keragaman minim perlu dilakukan. Analisis kadar lemak liquid MST hanya dilakukan ketika ada pergantian penggunaan minyak nabati. Pergantian yang dimaksud adalah pergantian penggunaan jenis minyak nabati yang digunakan maupun pergantian perusahaan penyedia. Tiga jenis minyak nabati yang digunakan, yaitu minyak kelapa sawit, minyak kelapa dan minyak kedelai. Stok minyak nabati di tangki penampungan biasanya bisa digunakan untuk bahan baku produksi selama tujuh hari. Setelah itu, tangki penampung minyak nabati diisi lagi dengan jenis yang sama ataupun yang berbeda

jenis. Hal

ini tergantung dari hasil pembelian minyak nabati oleh

departemen purchasing perusahaan. Kadar lemak liquid MST diatur melalui proses standardisasi. Proses ini mengatur jumlah penggunaan susu segar, susu bubuk skim, konsentrat laktosa, konsentrat whey protein, butter oil, minyak nabati dan air sampai didapatkan kadar lemak sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Tepat dan akuratnya jumlah penggunaan bahan-bahan tersebut menjadi kunci ketepatan dan keberhasilan proses standardisasi yang dikehendaki. Jumlah penggunaan yang tepat dan akurat dapat diperoleh melalui perhitungan matematik menggunakan Pearsons Square Methode atau Algebraic Methode.

120

15.4 BPA = 15,324

15.3

Rata-rata Contoh (% )

15.2 15.1 15.0 GT = 14,935

14.9 14.8 14.7 14.6

BPB = 14,546 14.5 15

24 Tanggal Observasi (Juli 2007)

30

Gambar 39. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Liquid MST

0.7

BPA = 0,675

0.6

Rata-rata Selang

0.5 0.4 0.3 GT = 0,207

0.2 0.1 0.0

BPB = 0,000 15

24 Tanggal Observasi (Juli 2007)

30

Gambar 40. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Liquid MST 121

39.0

Rata-rata Contoh (% )

38.5 BPA = 38,349

38.0 GT = 37,802 37.5 BPB = 37,255 37.0 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 41. Bagan Kendali x untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer

4

Rata-rata Selang

3

BPA = 2,271 2

GT = 1,133

1

0

BPB = 0,000 3

5

6

7

8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 42. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Base Powder ex Dryer 122

19.0 BPA = 18,934

Rata-rata Contoh (% )

18.8

18.6 GT = 18,443

18.4

18.2

18.0

BPB = 17,952 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 43. Bagan Kendali x untuk kadar lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling

1.6 1.4 BPA = 1,236

Rata-rata Selang

1.2 1.0 0.8 0.6

GT = 0,480

0.4 0.2 0.0

BPB = 0,000 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 Tanggal Observasi (Juli 2007)

17

29

30

31

Gambar 44. Bagan Kendali R untuk Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 123

Flow meter (pengatur volume aliran) pada tangki penampungan susu segar, butter oil dan minyak nabati menjadi kunci keakuratan dan ketepatan volume yang akan digunakan. Flow meter yang tidak dikalibrasi dalam jangka waktu lama berpotensi menyebabkan kesalahan volume susu segar, butter oil, dan minyak nabati yang digunakan. Flow meter harus dipelihara dan dikalibrasi secara rutin dan berkala agar kapasitas kerjanya dapat optimal sesuai aslinya. Alat untuk penimbangan susu bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein menjadi kunci keakuratan dan ketepatan jumlah yang akan digunakan. Timbangan yang digunakan harus dikalibrasi secara rutin dan berkala. Penggunaan timbangan yang sudah habis masa berlaku kalibrasinya berpotensi menyebabkan kesalahan jumlah penimbangan. Kadar lemak akhir dari susu bubuk dapat ditingkatkan melalui penggunaan minyak nabati dan butter oil. Penambahan butter oil juga dapat meningkatkan kuantitas susu bubuk yang banyak. Hal ini karena peningkatan kadar lemak akibat penambahan minyak nabati dan butter oil harus distandardisasi atau diturunkan sesuai batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan dengan penambahan susu bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein. Berarti, semakin banyak minyak nabati dan butter oil yang digunakan maka semakin banyak pula susu bubuk skim, konsentrat laktosa dan konsentrat whey protein yang ditambahkan untuk menetralkan kadar lemaknya. Hasilnya adalah campuran standardisasi yang banyak sehingga susu bubuk yang dihasilkan kuantitasnya banyak pula. Kadar lemak yang rendah di dalam susu bubuk mencerminkan TS (total solid) liquid MST yang rendah pula. Idris (1987) menyatakan bahwa TS yang rendah di dalam susu akan menghasilkan susu bubuk yang berkadar lemak rendah. Kadar lemak finish powder ex blending atau bin filling diantaranya disusun oleh Docosa Hexaenoic Acids (DHA) karena bahan baku penyusunnya adalah bubuk DHA. DHA adalah asam lemak tidak esensial dan asam lemak tidak jenuh rantai panjang atau long chain polyunsaturated fatty acids (LC-PUFA) kelompok Omega3. Analisis bagan kendali R, untuk liquid MST (Gambar 40) menunjukkan tidak adanya penyimpangan di luar batas kendali. Bagan kendali R untuk base powder ex dryer (Gambar 42) dan finish powder ex blending atau bin filling (Gambar

124

44), pada bagian atas batas kendali masing-masing ditemukan dua dan tiga titik yang keluar dari batas atas kendali bagan R. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa keragaman kadar lemak liquid MST dalam keadaan terkendali, sedangkan keragaman kadar lemak base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling belum terkendali dengan baik. Pola keragaman yang terlihat pada bagan kendali R perlu dibandingkan dengan spesifikasi perusahaan (Grant dan Leavenworth, 1994). Perbandingan dilakukan dengan menghitung pencaran atau bentangan proses (6σ) dan selang batas spesifikasi atas dan bawah (Su-Sl). Hasil perhitungan nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk kadar lemak dapat dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Hasil Perhitungan Nilai 6σ dan (Su-Sl) untuk Kadar Lemak Nilai dari σ

Liquid MST 0,183

Base Powder ex Dryer 0,447

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 0,284

Su

20,06

41

20,8

Sl

13,68

34

17,4



1,098

2,682

1,704

Su-Sl

6,38

7

3,4

Hasil perhitungan bentangan proses (6σ) menunjukkan nilai lebih kecil daripada selang batas spesifikasi perusahaan. Hal ini menunjukkan kadar lemak pada liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling masih di dalam batas spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Analisis Mutu Organoleptik Analisis mutu organoleptik bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kelainan-kelainan yang terjadi pada produk yang dihasilkan. Analisis mutu organoleptik didasarkan pada kesan subjektif seorang panelis. Panelis yang digunakan sebagai analis mutu organoleptik liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling adalah para analis mutu di laboratorium QC dan QA. Mereka digolongkan sebagai panel perseorangan yang sangat terlatih. Ada beberapa alasan mengapa seorang analis mutu di laboratorium QA dan QC dianggap sebagai panel perseorangan yang terlatih. Alasan tersebut diantaranya: 125

analisis mutu organoleptik dilakukan oleh salah seorang dari para analis mutu di laboratorium QA dan QC; setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC sangat mengenal sifat, peranan dan cara pengolahan susu bubuk SGM 3 Madu; setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC sangat menguasai metode-metode analisis mutu organoleptik dengan sangat baik; dan setiap analis mutu di laboratorium QA dan QC sangat ahli dan mempunyai kepekaan spesifik yang sangat terlatih. Kepekaan spesifik yang sangat terlatih tersebut diperoleh karena bakat atau latihan-latihan yang sangat intensif dan jangka waktu bekerja yang lama di laboratorium QA dan QC sehingga interaksi dengan produk sangat intensif. Sebagai panel perseorangan, hasil analisis mutu organoleptik yang dihasilkan tidak akan bias, cepat, efisien dan dapat dengan mudah untuk mendeteksi dan mengenali sebab-sebab terduga yang berakibat pada penyimpangan mutu organoleptik. Hasil pengujian mutu organoleptik dianalisis menggunakan bagan kendali atribut. Bagan kendali atribut yang dipilih adalah bagan kendali c. Alasannya diantaranya: mutu organoleptik termasuk sifat atribut, mutu organoleptik tidak dinyatakan dalam bentuk numerik dan jumlah unit yang mengalami cacat atau ketidaksesuaian mutu organoleptik merupakan jumlah total dari unit yang mengalami cacat atau ketidaksesuaian (non conformance) dalam setiap subgrup. Pembuatan bagan kendali c diawali dengan menghitung jumlah unit yang cacat atau tidak sesuai (non conformance) mutu organoleptiknya di setiap subgrup (c) dan rataan total unit yang tidak sesuai ( c ) untuk mutu organoleptik dari liquid MST, base powder ex spray dryer dan finish powder ex blending atau bin filling (Lampiran 21-23). Berdasarkan nilai c tersebut, selanjutnya dilakukan perhitungan batas pengendalian. Contoh perhitungan batas pengendalian bagan c untuk mutu organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 25. Hasil perhitungan batas pengendalian untuk mutu organoleptik dapat dilihat pada Tabel 32. Bagan kendali selengkapnya tertera pada Gambar 45-47. Analisis bagan kendali c menunjukkan tidak adanya penyimpangan mutu organoleptik. Hal ini menunjukkan mutu organoleptik dalam keadaan terkendali. Pengaruh mutu organoleptik terhadap mutu produk secara keseluruhan sangat mutlak dan tidak dapat dikaitkan langsung dengan sifat mutu fisik. Mutu organoleptik berperan sangat penting di dalam penilaian mutu produk pangan.

126

Meskipun analisis mutu fisika dan kimia bahkan analisis mutu gizi telah menunjukkan nilai yang baik, tidak ada artinya jika bahan pangan tersebut tidak dapat dimakan karena rasanya tidak enak atau disukai, atau mutu organoleptik lainnya tidak dapat diterima (Yasni, 1996). Tabel 32. Hasil Perhitungan Batas Pengendalian untuk Mutu Organoleptik Batas Kendali

Liquid MST

Base Powder ex Dryer

GTc

0

0

Finish Powder ex Blending atau Bin Filling 0

BAc

0

0

0

BBc

0

0

0

Kriteria mutu organoleptik produk susu bubuk SGM 3 Madu yang dianalisis meliputi penampakan, warna, rasa dan cita rasa. Empat kriteria mutu organoleptik tersebut harus memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan perusahaan. Spesifikasi mutu organoleptik untuk finish powder ex blending atau bin filling yang ditetapkan perusahaan adalah penampakan yang baik atau normal, cita rasa yang segar atau normal khas SGM 3 Madu, rasa yang normal khas SGM 3 Madu dan warna yang putih kekuningan. Jika ada satu saja kriteria mutu organoleptik yang tidak memenuhi spesifikasi maka mutu organoleptik produk dinyatakan cacat atau tidak sesuai. Mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling tergantung dari mutu organoleptik liquid MST dan base powder ex spray dryer. Jika keduanya memiliki mutu yang baik dan tidak menyimpang maka akan berdampak baik pula terhadap mutu organoleptik finish powder ex blending atau bin filling. Mutu organoleptik liquid MST dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusunnya. Bahan baku yang digunakan untuk formulasi liquid MST harus memiliki mutu yang baik agar liquid MST bermutu baik pula. Warna, rasa, penampakan atau tekstur dan cita rasa memegang peranan penting dalam penerimaan makanan. Warna dapat memberi petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan karamelisasi. Pencoklatan pada produk olahan susu, termasuk susu bubuk tidak dikehendaki. Pemanasan dan pengeringan liquid MST menjadi base powder ex dryer di evaporator dan spray dryer berpotensi membentuk bubuk berwarna coklat akibat terjadinya reaksi pen127

0.50

Total Cacat

0.25

0.00

BPA=GT=BPB= 0,000

-0.25

-0.50 2

3

4

5

6

7

8 15 16 17 18 19 24 25 26 27 30 31

Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 45. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST

0.50

Total Cacat

0.25

0.00

BPA=GT=BPB= 0,000

-0.25

-0.50 3

5

6

7 8 15 16 17 18 19 Tanggal Observasi (Juli 2007)

25

26

27

Gambar 46. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer 128

0.50

Total Cacat

0.25

0.00

BPA=GT=BPB= 0,000

-0.25

-0.50 3

4

5

6

7 8 10 11 13 15 16 17 29 30 31 Tanggal Observasi (Juli 2007)

Gambar 47. Bagan Kendali c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex Blending atau Bin Filling coklatan. Hal ini sesuai dengan pernyataan deMan (1997), bahwa laju reaksi pencoklatan yang tinggi terjadi pada kadar air rendah sehingga sangat mudahnya terjadi pencoklatan dalam makanan yang dikeringkan dan yang dipekatkan. Browning (pencoklatan) menurut deMan (1997) adalah akibat dari reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula atau karbohidrat yang diakhiri dengan pembentukkan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Gugus amino dalam protein susu yang bereaksi dengan gula pereduksi adalah lisin. Hal inilah yang membuat lisin dalam susu lebih mudah rusak. Lisin merupakan asam amino essensial pembatas dalam setiap protein makanan sehingga kerusakannya dapat mengurangi secara signifikan nilai gizi protein Winarno (1992) membedakan reaksi browning (pencoklatan) menjadi dua jenis yaitu 1) pencoklatan enzimatis dan 2) non enzimatis. Pencoklatan enzimatis terjadi pada pangan yang mengandung substrat senyawa fenolik, contohnya pada buah dan sayur yang mengandung senyawa fenolik berupa katekin. Pencoklatan non enzimatis dibedakan menjadi tiga yaitu 1) karamelisasi, 2) reaksi Maillard, dan 3) 129

pencoklatan akibat vitamin C. Karamelisasi terjadi pada sukrosa yang dipanaskan melebihi titik leburnya yaitu 160 0C. Reaksi Maillard adalah reaksi antara gula pereduksi dengan gugus amina primer atau reaksi gugus amino pada asam amino, peptida, atau protein dengan gugus hidroksil glikosidik pada gula yang diakhiri dengan pembentukan polimer nitrogen berwarna coklat atau melanoidin. Faktorfaktor yang mempengaruhi laju reaksi Maillard menurut deMan (1997), diantaranya: suhu, suhu, pH, kadar air, oksigen, logam, fosfat, belerang oksida dan inhibitor lainnya. Vitamin C menurut Winarno (1992) adalah senyawa reduktor dan prekursor pencoklatan non enzimatis, dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai secara irreversible membentuk senyawa diketogulonat yang dilanjutkan dengan pencoklatan. Peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan laju pencoklatan secara cepat. Tidak hanya laju reaksi tetapi pola reaksi juga dapat berubah sesuai dengan perubahan suhu. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan kandungan karbon pigmen yang meningkat dan lebih banyak pigmen yang terbentuk per mol karbondioksida yang dibebaskan. Intensitas warna pigmen meningkat seiring dengan meningkatnya suhu. Cita rasa yang menyimpang akibat reaksi pencoklatan adalah berupa cita rasa teroksidasi. Cita rasa ini bersumber dari hidroksimetilfurfural yang merupakan faktor penyebab timbulnya cita rasa menyimpang dalam produk makanan yang diolah dengan pemanasan yang berlebihan atau yang dikeringkan (deMan, 1997). Cita rasa merupakan sifat bahan (makanan) dan mekanisme reseptor orang yang memakan makanan. Analisis cita rasa mencakup susunan senyawa di dalam makanan yang mengandung rasa atau aroma dan juga interaksi senyawa-senyawa tersebut dengan reseptor alat indera rasa dan aroma. Setelah terjadi interaksi, organ menghasilkan sinyal yang dikirim ke sistem syaraf pusat sehingga menciptakan cita rasa atau citarasa. Menurut deMan (1997), meskipun citarasa terdiri dari rasa dan aroma tetapi mutu yang lain berperan juga untuk menghasilkan citarasa secara keseluruhan. Tekstur mempunyai pengaruh yang sangat pasti. Kehalusan, kekasaran, kegranulaan dan kekentalan dapat mempengaruhi citarasa. Citarasa liquid MST dipengaruhi diantaranya oleh kekentalannya. Base powder ex dryer memiliki citarasa yang dipengaruhi diantaranya oleh ukuran

130

partikelnya. Ukuran partikel ini dihasilkan dari proses atomisasi di nozzle menggunakan tekanan tinggi dan penyaringan di dalam shifter. Cita rasa teroksidasi pada base powder ex dryer adalah akibat adanya reaksi pencoklatan. Penggunaan suhu pemanasan dan pengeringan di evaporator dan spray dryer berpotensi menimbulkan reaksi pencoklatan tersebut. Prebiotik Frukto Oligo Sakarida (FOS), madu bubuk dan sukrosa atau gula halus ditambahkan saat blending untuk menghasilkan finish powder, tidak ditambahkan saat compounding untuk menghasilkan liquid MST. Hal ini untuk menghindari proses pencoklatan akibat suhu pengeringan yang semakin tinggi di evaporator dan spray dryer terhadap bubuk prebiotik FOS dan gula halus. Menurut de Man (1997), suhu pemanasan dapat meningkatkan laju pencoklatan 2-3 kali lipat untuk setiap kenaikan suhu pemanasan 10 0C. Makanan yang mengandung fruktosa, laju reaksi pencoklatannya dapat meningkat 5-10 kali lipat untuk setiap kenaikan suhu 10 0C. Jika makanan mengandung kadar gula yang tinggi, laju reaksi pencoklatannya dapat lebih tinggi lagi. Metode untuk mencegah pencoklatan menurut deMan (1997), diantaranya adalah pengendalian kadar air, suhu, pH, atau penghilangan senyawa antara yang aktif. Penurunan pH akibat hilangnya gugus amino basa dapat mencegah reaksi pencoklatan. Pengaruh pH terhadap reaksi pencoklatan sangat bergantung pada kadar air. Jika kadar air tinggi, sebagian besar pencoklatan disebabkan oleh karamelisasi tetapi jika kadar air rendah dan pH lebih besar dari 6, pencoklatan lebih banyak disebabkan oleh reaksi Maillard. Umumnya, pencegahan pencoklatan lebih mudah jika menggunakan inhibitor. Salah satu inhibitor pencoklatan yang paling efektif ialah belerang dioksida. Belerang dioksida bereaksi dengan hasil urai gula amino, jadi mencegah senyawa ini berkondensasi menjadi melanoidin. Kerugian yang serius pada pemakaian belerang dioksida ialah penurunan nilai gizi makanan karena senyawa ini bereaksi dengan tiamin dan protein. Belerang dioksida merusak tiamin sehingga dilarang penggunaannya dalam makanan yang mengandung tiamin (deMan, 1997). Mutu oraganoleptik bahan baku penyusun liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling yang menyimpang berpengaruh

131

terhadap nilai pH produk. Rasa masam pada air proses, susu segar, susu bubuk skim, konsentrat laktosa, WPC, atau madu bubuk akan menghasilkan produk yang berasa masam pula. Rasa masam ini menandakan bahwa nilai pH-nya terlalu rendah (asam). Rasa masam pada bahan baku terjadi karena kerusakan selama masa penyimpanan dan penanganan. Madu bubuk berasa masam karena nilai pH madu yang normal adalah berkisar anatara pH 3,4-5,3. Bahan baku yang rusak mutu organoleptiknya tidak boleh digunakan sebagai bahan formulasi. Mutu organoleptik base powder ex dryer dapat menyimpang oleh karena adanya proses oksidasi saat pengeringan di dry chamber dalam keadaan tidak vakum. Adanya oksigen akan bereaksi dengan rantai tidak jenuh pada minyak atau lemak. Reaksi ini menghasilkan cita rasa teroksidasi yang disebabkan oleh senyawa karbonil dan aldehida. Menurut deMan (1997), senyawa karbonil yang merupakan hasil penguraian lebih lanjut dari aldehida adalah produk oksidasi sekunder. Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal bebas alkoksi. Aldehida yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab baurasa lemak yang teroksidasi. Kadar lemak di dalam susu bubuk sangat berpotensi mengakibatkan ketengikan dan reversion (perubahan bau sebelum terjadi proses ketengikan). Reversion ini terjadi karena susu bubuk berlemak mudah sekali menyerap bau dari udara lingkungan. Hal inilah yang menjadikan pengendalian mutu kadar lemak di dalam susu bubuk termasuk titik kritis. Penyebab ketengikan pada lemak menurut Ketaren (2005), dapat dibedakan menjadi tiga yaitu 1) ketengikan karena proses oksidasi (oxidative rancidity), 2) ketengikan karena proses hidrolisis (hidrolitic rancidity) dan 3) ketengikan karena enzim (enzymatic rancidity). Ketengikan pada produk susu menurut deMan (1997), biasanya dikarenakan proses hidrolisis lemak oleh aktivitas enzim. Ketengikan pada produk susu karena oksidasi lemak susu oleh oksigen menurut deMan (1997), mempunyai ciri bau dan rasa yang khas yang tidak menyenangkan dan makin lama baunya makin kuat dan makin tidak menyenangkan ketika laju oksidasi semakin berlanjut. Bau tersebut terutama berasal dari asam linolenat di dalam lemak meskipun kadarnya sangat rendah. Proses oksidasi dapat

132

terjadi pada suhu kamar dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi lemak dalam bahan pangan tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau tidak enak, tetapi

juga dapat menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin

(karoten dan tokoferol) dan asam esensial dalam lemak. Proses pemanasan atau pengeringan liquid MST menjadi base powder ex dryer di evaporator dan di dalam spray dryer berpotensi mengakibatkan autooksidasi. Oksigen di dalam dry chamber akan berikatan dengan pusat aktif lemak atau minyak yaitu ikatan tidak jenuh. Reaksi ini menghasilkan produk oksidasi primer, sekunder dan tersier yang dapat menyebabkan lemak atau makanan yang mengandung lemak tidak dapat dimakan. Produk oksidasi primer menurut deMan (1997) adalah hidroperoksida. Senyawa hidroperoksida berkonfigurasi cis-trans dan trans-trans. Kandungan hidroperoksida trans-trans makin besar jika suhu makin tinggi dan oksidasi makin berlanjut. Hidroperoksida selanjutnya diuraikan menjadi radikal bebas alkoksi dan hidroksi. Hidroperoksida tidak berperan dalam kerusakan bau dan rasa. Bilangan peroksida sering digunakan untuk mengukur perkembangan oksidasi karena peroksida mudah ditentukan kadarnya dalam lemak. Produk oksidasi sekunder mencakup berbagai senyawa, termasuk karbonil. Aldehida adalah produk oksidasi sekunder yang merupakan hasil reaksi dari radikal bebas alkoksi. Aldehida yang terbentuk dapat berupa senyawa atsiri rantai pendek atau senyawa tidak atsiri yang terikat pada bagian gliserida dari molekul. Aldehida yang atsiri sebagian besar menjadi penyebab cita rasa lemak yang teroksidasi. Aldehida adalah senyawa baurasa yang kuat dan ambang baurasanya sangat rendah. Perubahan organoleptik lebih erat kaitannya dengan produk oksidasi sekunder, yang dapat diukur dengan berbagai cara, termasuk bilangan benzidina yang berkaitan dengan hasil urai aldehida (deMan, 1997). Produk oksidasi tersier menurut deMan (1997) adalah asam lemak bebas yang berasal dari oksidasi aldehida. Asam karboksilat juga termasuk produk oksidasi tersier karena juga merupakan hasil oksidasi aldehida lebih lanjut. Laju oksidasi dipengaruhi oleh banyak faktor, menurut deMan (1997) diantaranya adalah 1) jumlah oksigen yang ada, 2) derajat ketidakjenuhan lipid, 3) adanya antioksidan, 4) adanya prooksidan, terutama tembaga dan beberapa senyawa

133

organik seperti molekul yang mengandung hem dan lipoksidase, 5) sifat bahan pengemas, 6) reaksi terhadap cahaya dan 7) suhu penyimpanan. Laju dan jalannya autooksidasi bergantung terutama pada susunan lemak, derajat ketidakjenuhannya dan jenis asam lemak tak jenuh yang ada. Suhu menurut deMan (1997) mempunyai pengaruh yang penting terhadap laju oksidasi, tetapi pembekuan pun tidak akan dapat mencegah oksidasi secara sempurna. Suhu tinggi menyebabkan proses autooksidasi sangat cepat. Cahaya dan penyinaran yang mengionkan merupakan pemercepat oksidasi yang kuat. Penghilangan oksigen di dalam makanan akan mencegah oksidasi, tetapi dalam praktek pada umumnya tidak mudah dilaksanakan. Logam, terutama tembaga dan besi akan mengkatalisis oksidasi lemak. Lipoksigenase (lipoksidase) dan senyawa hem bekerja sebagai katalis pada oksidasi lipid. Antioksidan, menurut Ketaren (2005).adalah persenyawaan organik yang dapat menghambat ketengikan. Minyak nabati yang digunakan sebagai bahan baku memiliki antioksidan alamiah yaitu tokoferol (vitamin E), polifenol, goosipol, atau turunan dari antho-sianin dan flavone. Antioksidan bekerja dengan cara bereaksi dengan radikal bebas untuk menghentikan reaksi rantai. Senyawa fenol adalah bagian aktif yang bekerja sebagai antioksidan. Senyawa fenol dapat membentuk kuinon dengan mudah untuk mengakhiri reaksi rantai. Struktur kimia antioksidan merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi aktivitasnya. Susu bubuk dapat ditambahi antioksidan agar terhindar dari ketengikan sehingga dapat lebih tahan lama. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan baku berpotensi menjadi sumber antioksidan alami tetapi selama proses pengolahan menggunakan suhu pemanasan atau pengeringan dapat mengalami kerusakan. Susu bubuk dapat ditambahi antioksidan sintetik. Menurut deMan (1997), antioksidan sintetik yang dijinkan untuk makanan yang sering digunakan adalah PG (propil galat), BHA (hidroksi anisol terbutilasi) dan BHT (hidroksi toluena terbutilasi). PG lebih mudah larut dalam air daripada dalam lemak. PG dan BHA mempunyai sifat ketahanan yaitu tahan panas dan tidak menguap dengan uap air. BHT tidak mempunyai sifat ketahanan karena dapat menguap dengan uap air.

134

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Semua mutu fisik, kimia dan organoleptik liquid MST, base powder ex dryer, dan finish powder ex blending atau bin filling masih berada dalam batas spesifikasi mutu yang telah ditetapkan perusahaan meskipun rataan dan keragaman mutunya tidak dalam batas pengendalian. Mutu fisik berupa bulk density (BD) merupakan salah satu parameter utama tingkat kelarutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling saat direkonstitusi di dalam air. Mutu fisik berupa curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer merupakan parameter utama mutu tampilan atau penampakan larutan hasil rekonstitusi base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling di dalam air. Mutu yang sangat ideal dari base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling diantaranya tingkat kelarutannya di dalam air berlangsung dengan cepat serta tidak ada kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer pada larutan. Mutu kimia berupa nilai pH merupakan indikator yang paling mudah untuk mendeteksi adanya penyimpangan mutu. Mutu kimia berupa kadar lemak termasuk Critical Control Point (CCP) karena: mempengaruhi tingkat kelarutan di dalam air dan mutu fisik penampakan larutan; menjadi sumber penyebab utama terjadinya ketengikan dan kemunculan cream layer serta memberikan karakteristik unik terhadap penampakan, tekstur, rasa dan cita rasa liquid MST, base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling. Saran Mutu fisik berupa nilai bulk density (BD) yang sangat tinggi lebih banyak disebabkan diantaranya oleh penggunaan peralatan pneumatic conveying system bertekanan sehingga lebih baik digunakan pneumatic conveying system vakum udara. Kemunculan curd atau white flecks, floaters, sinkers, dan cream layer lebih banyak disebabkan oleh proses pengeringan dengan spray dryer sehingga lebih baik diterapkan suhu pengeringan serendah mungkin pada kondisi dry chamber yang benar-benar vakum udara. Lesitin yang ditambahkan pada tahap I compounded product atau liquid MST untuk meningkatkan kelarutan bahan-bahan formulasi yang dicampur sangat rentan

terhadap kerusakan akibat suhu pemanasan dan pengeringan yang berulang-ulang. Penambahan lesitin (lesitinasi) dapat dilakukan lagi untuk kedua kalinya di chamber dengan cara menyemprotkan lesitin ke dalamnya sehingga dapat meningkatkan kelarutan base powder ex dryer dan finish powder ex blending atau bin filling di dalam air, namun perlu diperhitungkan secara ekonomis. Cutting atau penghentian proses produksi sebaiknya dapat segera dilakukan seketika terjadi satu kasus penyimpangan mutu agar tidak terjadi secara berurutan (terus-menerus) terutama pada kondisi produksi yang full spray. Pengendalian mutu produk dan proses produksi harus dilakukan dengan cermat dan teliti sehingga kasus penyimpangan mutu yang timbul dapat segera diketahui. Pengecekan dan kalibrasi terhadap fungsi peralatan atau mesin produksi dan analisis mutu harus dilakukan secara regular dengan prosedur baku pemantauan dan pemeliharaan untuk memberikan jaminan terhadap fungsi peralatan atau mesin semestinya. Inventarisasi terhadap seluruh fungsi peralatan atau mesin dan penggunaannya yang kritis perlu dilakukan karena fungsi-fungsi dalam peralatan atau mesin tersebut memberikan pengaruh langsung terhadap mutu produk. Peningkatan arus informasi dan komunikasi antar bagian, baik dari bagian produksi, engineering, maupun QA agar dapat dilakukan pencegahan kasus, meminimalkan dan mencegah penyimpangan mutu yang berlanjut. Pertukaran informasi yang relatif lancar membuat penyimpangan mutu yang terjadi dapat segera diketahui dan diambil langkah atau tindakan korektif sebelum masuk ke tahap proses berikutnya. Perlu pencerdasan kepada konsumen terkait mutu susu bubuk yang dipasarkan agar konsumen dapat membelinya dengan penuh kepercayaan dan mengkonsumsinya dalam jangka waktu yang lama dengan puas. Jalan yang dapat ditempuh diantaranya melalui iklan promosi yang mendidik dan pencantuman informasi nilai gizi dan tatacara penyajian yang jelas dan jujur pada kemasan. Perusahaan dapat membuat pamflet atau leaflet berisi informasi nilai gizi yang disebar dan dipasang atau ditempel di area tempat penjualan produk susu bubuk karena yang tertulis pada kemasan sangat kecil akibat terbatasnya ruang tulisan pada kemasan.

136

UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Segala puji bagi Allah, Tuhan (Rabb) semesta alam karena Allah SWT adalah sumber dari segala kebaikan yang patut dipuji. Allah SWT adalah Tuhan (Rabb) yang ditaati, yang memiliki, mendidik, mengatur dan memelihara makhluk-Nya. Berkat rahmat yang diberikan-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari doa, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Rasa hormat dan ucapan terima kasih tidak akan cukup dan tidak pernah akan mampu menggantikan jasa dan budi beliau: 1. Kedua orang tua saya Ayahanda Rusmin (almarhum) dan Ibunda Suwarti; adikadik saya Riyanto, Budi, Annisa dan Netti; serta seluruh keluarga besar di desa Crewek; 2. Komisi pembimbing skripsi: Dr. Ir. Rarah R.A. Maheswari, DEA. dan Zakiah Wulandari, STP., M.Si.; 3. Komisi ujian lisan skripsi: Ir. Bernarded Nenny Polii, SU. dan Ir. Anggraini Sukmawati, MM.; 4. Jajaran komisaris, direksi dan manajer di PT Sari Husada yang telah berkenan memberikan ijin dan kesempatan untuk belajar dan meneliti di industrinya; 5. Pembimbing di perusahaan Bapak Berna Virmuda, S.Si. dan seluruh tim R&D dan QA serta QC PT Sari Husada; 6. Keluarga besar di Ngangkrik Sleman Yogyakarta: mbah H. Sukoco dan mbah Hj. Milah; mas Basit dan mbak Dewi; mas Arief sekeluarga; mas Heri sekeluarga; mas Ahmad sekeluarga; dan mas Hari sekelurga. 7. Bapak Agus Purnomo, S.IP. sekeluarga yang telah mengikhlaskan sebagian rezekinya untuk membiayai hidup dan kuliah saya selama di IPB; 8. Penunjuk jalan yang telah mengantarkan saya menemukan kembali jati diri dan motivasi untuk belajar dan menuntut ilmu: Bapak Arif Budiono, S.Pt., M.M., Bapak Akbar K. Setiawan S.Pd., M.Pd., Bapak Ilyas Sunnah, S.Sos, Bapak Ir. Abdul Azis, Bapak Ahmad Sumiyanto, S.E., Bapak Cahyadi Takariawan, Apt., Bapak Moh. Roja’i, S.IP., Bapak Moh. Maskuri, S.IP., Ibu Ekantini, S.Si., Bapak Huda Triyudiana, S.T.; Bapak Abdul Muthoriq, S.Ag. dan Bapak Sigit Purnomo; 9. Teman-teman seperjuangan di fakultas peternakan IPB khususnya teman-teman di Program Studi Teknologi Hasil Ternak 41, KAMMI, AL HURRIYYAH, FAMM AL AN’AAM dan ETOSER Dompet Dhuafa Bogor; 10. Semua pihak, khususnya yang telah membantu penyusunan dan penulisan skripsi ini. Semoga Allah SWT membalas seadil-adilnya dengan yang lebih baik. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA Achmadi, S. 1991. Analisis kimia produk lebah madu dan pelatihan staf laboratorium pusat perlebahan nasional Parung Panjang. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Andi Offset, Yogyakarta. Arpah, M. 1993. Pengawasan Mutu Pangan. Tarsito, Bandung. Assauri, S. 1978. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia, Jakarta. Badan Standarisasi Nasional Indonesia. 1999. SNI 01-2970-1999: Susu Bubuk. Balai Besar Industri Kimia Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Jakarta. Barra, R. 1986. Menerapkan Gugus Mutu. Terjemahan. Penerbit Erlangga, Jakarta. Boehm, G., M. Lidestri, P. Casetta, J. Jelinek, F. Negretti, B. Stahl and A. Marini. 2002. Supplementation of a bovine milk formula with an oligosaccharide mixture increases count of faecal bifidobacteria in preterm infants. Buckle, K.A., R.A. Edwards, W.R. Day, G.H. Fleet dan M Wootton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Bylund, G. 1995. Dairy Processing. Tetra Pak Processing System, Sweden. Codex Alimentarius Commission. 1981. Codex European Regional Standard for Honey. Darmono. 1995. Logam Berat dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran: Hubungannya dengan Toksikologi Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Daulay, D. 1990. Fermentasi Keju. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. deMan, J.M. 1997. Kimia Makanan. Terjemahan: K. Padmawinata. Edisi ke-2. Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. Farquharson, J., F. Cocburn, W.A. Patrick, E.C. Jarnieson, and R.W. Logan. 1992. Infant cerebral cortex phospholipid fatty acids composition and diet. Lancet. 340:810-813. Feigenbaum, A.V. 1989. Kendali Mutu Terpadu. Terjemahan. Edisi Ketiga Jilid I. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Gibson, G.R. and Fuller. 2000. Aspect of in vitro and in vivo research directed toward identifiying probiotic and prebiotic for human use. J. Nutr.130 (25 suppl) : 3915-3955. In: Scientific press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007) Grant, E.L. and R.S. Leavenworth. 1994. Pengendalian Mutu Statistik. Terjemahan: H. Kandahjaya. Edisi Pertama. Jilid VI. Penerbit Erlangga, Jakarta. Grizard, D. dan Bartemeu. 1999. Non digestible oligosacarides used as prebiotic agent : mode of production and benefical effect on animal and human health. Reprod. Nutr. Dev. 39 (5-6): 563-588. Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta. Harris, R. S. and E. Karmas. 1975. Nutritional Evaluation of Food Processing. Ensiklopedia Wikipedia, Jakarta. Hornstra, G. 2000. Essentials fatty acids in mothers and theirneonates. Am. J. Clin. Nutr. 71:1262s-1269s. Hubeis, M. 1996. Jaminan Mutu Pangan. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hughes, M.N. 1981. The Inorganic Chemistry of Biological Process, John Wiley and Sons, New York. Idris, S. 1987. Pengaruh Cara Standarisasi Kadar Lemak terhadap BJ dan Titik Beku Susu. Universitas Brawijaya, Malang. Iriawan, N. dan S.P. Astuti. 2006. Mengolah Data Statistik dengan Mudah Menggunakan Minitab 14. Penerbit Andi, Yogyakarta. Ishikawa, K. 1988. Teknik Penuntun Pengendali Mutu. Terjemahan. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Ketaren, S. 2005. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia Press, Jakarta. Krell, R. 1996. Value-added Products from Beekeeping. Food and Agriculture of Organization Agriculture Services Bulletin 124, Rome. Kume, H. 1989. Metode Statistik untuk Peningkatan Mutu. Terjemahan. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Kuswadi dan Mutiara. 2004. DELTA : Delapan Langkah dan Tujuh Alat Statistika untuk Peningkatan Mutu Berbasis Komputer. Elex Media Komputindo, Jakarta. Lawrence, S.A. 1986. Fundamental of Industry Quality Control. Addison Wesley Publ. Co., Canada. Ma’arif dan Tanjung. 2003. Teknik-Teknik Kuantitatif untuk Manajemen. Grasindo, Jakarta. Maheswari, R.R.A. 2002. Penanganan dan Pengolahan Hasil Ternak Perah. Fakultas Peternakan. Istitut Pertanian Bogor, Bogor.

144

Maree, H. P. 2003. Goat milk and its use as hypo-allergenic infant food. Goat Connection, Khimaira. Market Research. 2005. Freeze Drying Equipment. Global Industry Analysis, Washington. Miller G., J. Jarvis and L.M. Bean. 1999. Handbook of Dairy Foods and Nutrition. Edisi ke-2. National Dairy Council CRC Press, New York. Montgomery, D.C. 1990. Pengantar Pengendalian Kualitas Statistik. Terjemahan : Z. Soejoeti. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Moster, K. 1997. Spray dryers. In: Baker, C.G.J. (edition). Industrial Drying of Food. Blackie Academic and Professional an Aimprint of Chapman and Hall, New York. Muchtadi, D. 2002. Gizi untuk Bayi: ASI, Susu Formula, dan Makanan Tambahan. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Muhandri, T. dan D. Kadarisman. 2006. Sistem Jaminan Mutu Industri Pangan. Institut Pertanian Bogor Press, Bogor. Muljohardjo, M. 1990. Alat dan Mesin Pengolahan Hasil Pertanian. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki. 2004. Statistik Terapan untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Piotrowski, J.K. and D.O. Coleman. 1980. Environmental Hazard of Heavy Metal: Summary Evaluation of Lead, Cadmium, and Mercury. World Healthty Organization, Geneva. Pisecky, J. 1997. Handbook of Milk Powder Manufacture. Association of British Preserved Milk Manufacture, London. Priyanto, G. 1987. Teknik Pengawetan Pangan. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Quality Assurance Department. 1995. Evaluasi Good Manufacturing Practices di PT Sari Husada. PT Sari Husada, Yogyakarta. Rahman, A., S. Fardiaz, W.P. Rahaju, Suliantari dan C.C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor. Rais, H.A. 1996. Madu Lebah Obat yang Menyembuhkan. Media Da’wah, Jakarta. Reddy, B.S. 1998. Prevention of colon cancer by pre- and probiotic: evidence from laboratory studies. Br. J. Nutr. 80(4): 5219-5223. In: Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007) Rigo, J., C. Pieltain and F. Studzinski. 2001. Growth, weight gain composition and mineral accretion in term infants fed a new experimental formula containing hyrolysed protein, β-palmitate and prebiotics. Rucker R.B., J.W. Suttie, D.B. McCormick and L.J. Machlin. 2001. Hanbook of Vitamins. Marcel Dekker Inc, New York.

145

Rutgers, K. dan P. Ebing. 1992. Penyediaan Produk Susu Berskala Kecil. Terjemahan: S. Idris dan I. Tohari. Penerbit Universitas Brawijaya, Malang. Saeni, M.S. 1995. The Correlation between the Concentration of Heavy Metals (Pb, Cu, and Hg) in the Environment and Human Hair. Buletin Kimia, 9: 19. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saeni M.S. 1997. Penentuan tingkat pencemaran logam berat dengan analisis rambut. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, Bogor. Salminen, S., B. Ruault, J.H. Cumming, a. Frank, G.R. Gibson, E. Isolauri, M.C. Moreau, M. Robertfroid and I. Rowland. 1998. Functional food science gastrointestinal physiology and function. Br. J. Nutr. (Suppl 1) : 147-171. In: Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007) Saragih, Y.P., I.L. Ikram, dan N.N. Effendi. 1981. Madu, Teknologi, Khasiat, dan Analisa. Ghalia Indonesia, Jakarta. Sari Husada, P.T. 2006. Profil PT Sari Husada Tbk 2006. PT Sari Husada, Yogyakarta. Sari Husada, P.T. 1991. Laporan Tahunan (Annual Report) 1991. PT Sari Husada, Yogyakarta. Scientifis press. 2000. http://www.yahoo.com/dadih susu (15 September 2007) Sihombing, D. T. H 1997. Ilmu Ternak Lebah Madu. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Sirait, C.H. 1991. Penggunaan susu sapi Fries Holland untuk pembuatan dadih suatu produk olahan tradisi sumatera utara. disertasi. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S.T. 1990. Dasar-Dasar Pengawasan Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soekarto, S.T. 1996. Prinsip-prinsip Pengendalian Pangan. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soemarwoto, O. 1983. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Djambatan, Jakarta. Soeparno. 1992. Prinsip Kimia dan Teknologi Susu. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Somantri, A. dan S.A. Muhidin. 2006. Aplikasi Statistika dalam Penelitian. Penerbit Pustaka Setia, Bandung. Suardi, R. 2001. Sistem Manajemen Mutu 9000:2000 : Penerapan untuk Mencapai TQM. Penerbit PPM, Jakarta. Sudarwanto, M., W. Sanjaya dan T. Purnawarman. 1990. Residu Antibiotika dalam Susu Pasteurisasi Ditinjau dari Kesehatan Masyarakat. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suharto. 1991. Teknologi Pengawetan Pangan. PT Rineka Cipta, Jakarta. 146

Sukanta, K. Soelaeman, dan Moelyono. 1985. Pengukuran Kadar Logam-Logam Berat dalam Air Minum yang Berasal dari Sumur Bor. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran, Bandung. Surono, I.S. 2004. Probiotik Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta. Suyitno, Haryadi, Supriyanto, B. Suksmadji, G. Haryanto, A.D. Guritno, dan W. Supartono. 1989. Petunjuk Laboratorium Rekayasa Pangan. Cetakan 1. Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Syarief, R. dan A. Irawati. 1988. Pengetahuan Bahan untuk Industri Pertanian. Mediyatama Sarana Perkasa, Jakarta. Tenner, A.R. and I.J. detoro. 1992. Total Quality Management. Addison Wesley Publ. Co., Canada. Tunggal, A.W. 1993. Manajemen Mutu Terpadu : Suatu Pengantar. PT Rineka Cipta, Jakarta. Vandame, E.J. and P.G. Robinson. 1999. Yoghurt Science and Technology. CRC Press, Cambridge. Varnam, A.H. dan P. Sutherland. 1994. Milk and Milk Products, Technology Chemistry and Microbiology. Chapman and Hall. New York. Walpole, R.E. 1992. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wibowo, A. dan D. Wijayanto. 2007. Short Review Free Fat dan White Fleck (Curd). Research and Development Department PT Sari Husada, Yogyakarta. Widodo. 2003. Teknologi Proses Susu Bubuk Cetakan 1. Lacticia Press, Yogyakarta. Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Wirakartakusumah, M.A., K. Abdullah, dan A.M. Syarif. 1992. Sifat Fisik Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Xiao-ming B., Z. Xiao-yu, Z. Wei-hua, Y. Wen-liang, P. Wei, Z. Wei-li, W. Shengmei, C.M.V. Beusekom and A. Sehaufsmu. 2004. Supplementation of milk formula with galacto-oligosaccharides improves intestinal micro-flora and term infants. Yasni, S. 1996. Keamanan Pangan Fisik dan Kimiawi. Pusat Studi Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor, Bogor.

147

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Proses Produksi SGM 3 Madu

144

Lampiran 2. Diagram Struktur Organisasi PT Sari Husada

145

Lampiran 3. Hasil Sertifikasi untuk PT Sari Husada

146

Lampiran 4. Diagram Struktur Organisasi Tim Halal PT Sari Husada

147

Lampiran 5. Hasil Analisis Bagan Kendali untuk Kriteria Mutu Bahan Setengah Jadi dan Bahan Jadi SGM 3 Madu LIQUID MST Batas Pengendalian

Kriteria Mutu

Batas Spesifikasi

x

Bagan Kendali R GT BPA Keterangan

BSA

BSB

Selang Spesifikasi

Selang Proses

Keterangan

BPB

GT

BPA

Keterangan

BPB

0

0

0

tidak ada cacat

-

-

-

-

-

Normal

-

-

di dalam spesifikasi

b. Nilai pH

6,847

6,879

6,911

tidak terkendali

0

0,067

0,134

tidak terkendali

7,0

6,5

0,5

0,156

di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak

14,546

14,935

15,324

terkendali

0

0,207

0,675

terkendali

20,06

13,68

6,38

1,098

di dalam spesifikasi

d. Temperatur MST (0C)

10,900

10,954

11,007

tidak terkendali

0

0,111

0,223

tidak terkendali

20

-

2

0,132

di dalam spesifikasi

e. Temperatur Pasteurisasi (0C)

79,144

79,278

79,412

tidak terkendali

0

0,278

0,557

tidak terkendali

80

78

2

0,66

di dalam spesifikasi

f. Total Solid/TS (%)

37,508

40,238

42,968

tidak terkendali

0

5,653

11,329 tidak terkendali

48

40

8

13,386

di luar spesifikasi

g. Floaters

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

h. Sinkers

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

i. Bulk Density/BD (%)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

j. Curd/White Flecks

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

k. Kadar Air (%)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

l. Sedimen ***

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

m. Cream layer (cm)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

n. Vitamin C (mg/100 g)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

o. Metal *** * Keterangan : *** = menggunakan bagan kendali c ** = tidak melalui proses terkait

*

*

*

a. Organoleptik ***

* = tidak dianalisis

* * * * BPA = Batas Pengendalian Atas GT = Garis Tengah = Rataan BPB = Batas Pengendalian Bawah

*

* * * BSA = Batas Spesifikasi Atas BSB = Batas Spesifikasi Bawah

*

148

Lampiran 5. Lanjutan BASE POWDER EX DRYER Batas Pengendalian Kriteria Mutu

Bagan Kendali

Batas Spesifikasi

x

x

Bagan Kendali R

BSA

BSB

Selang Selang Spesifikasi Proses

Keterangan

BPB

GT

BPA

Keterangan

BPB

GT

BPA

Keterangan

0

0

0

tidak ada cacat

-

-

-

-

-

Normal

-

-

di dalam spesifikasi

b. Nilai pH

6,887

6,905

6,924

tidak terkendali

0

0,038

0,077

tidak terkendali

7,0

6,5

0,5

0,09

di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak

37,255

37,802

38,349

tidak terkendali

0

1,133

2,271

tidak terkendali

41

34

7

d. Temperatur MST (0C)

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

e. Temperatur Pasteurisasi (0C)

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

f. Total Solid/TS (%)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

g. Floaters

1,976

2,013

2,050

tidak terkendali

0

0,077

0,154

tidak terkendali

5

-

2,987

0,09

di dalam spesifikasi

h. Sinkers

2,099

2,359

2,619

tidak terkendali

0

0,538

1,079

terkendali

5

-

2,641

0,636 di dalam spesifikasi

i. Bulk Density/BD (%)

0,432

0,444

0,455

tidak terkendali

0

0,024

0,048

terkendali

0,50

0,38

0,12

0,054 di dalam spesifikasi

j. Curd/White Flecks

1,249

1,397

1,546

tidak terkendali

0,308

0,617

tidak terkendali

3

-

1,603

0,363 di dalam spesifikasi

k. Kadar Air (%)

2,174

2,271

2,367

tidak terkendali

0

0,200

0,401

3

2

1

0,474 di dalam spesifikasi

l. Sedimen ***

0

0

0

tidak ada cacat

-

-

-

B

-

-

-

di dalam spesifikasi

m. Cream layer (cm)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

n. Vitamin C (mg/100 g)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

a. Organoleptik ***

o. Metal *** * Keterangan : *** = menggunakan bagan kendali c ** = tidak melalui proses terkait

* = tidak dianalisis

* * * BPA = Batas Pengendalian Atas GT = Garis Tengah = Rataan BPB = Batas Pengendalian Bawah

2,682 di dalam spesifikasi

* * * BSA = Batas Spesifikasi Atas BSB = Batas Spesifikasi Bawah

*

149

Lampiran 5. Lanjutan

Kriteria Mutu

x

x

FINISH POWDER EX BLENDING/BIN FILLING Batas Pengendali Batas Spesifikasi Selang Selang Bagan Kendali R BSA BSB Spesifikasi Proses Keterangan BPB GT BPA Keterangan

Keterangan

BPB

GT

BPA

0

0

0

tidak ada cacat

-

-

-

-

-

Normal

-

b. Nilai pH

6,744

6,771

6,798

tidak terkendali

0

0,027

0,069

tidak terkendali

7,0

6,5

0,5

0,096 di dalam spesifikasi

c. Kadar lemak

17,952

18,443

18,934

terkendali

0

0,480

1,236

tidak terkendali

20,8

17,4

3,4

1,704 di dalam spesifikasi

d. Temperatur MST (0C)

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

e. Temperatur Pasteurisasi (0C)

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

**

f. Total Solid/TS (%)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

g. Floaters

2

2

2

terkendali

0

0

0

terkendali

5

-

3

0

di dalam spesifikasi

h. Sinkers

2,099

2,644

3,190

tidak terkendali

0

0,533

1,373

terkendali

5

-

2,356

i. Bulk Density/BD (%)

0,669

0,685

0,701

tidak terkendali

0

0,015

0,039

tidak terkendali

0,76

0,63l

0,13

j. Curd/White Flecks

2,019

2,156

2,292

tidak terkendali

0

0,133

0,343

tidak terkendali

3

-

0,844

k. Kadar Air (%)

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

l. Sedimen ***

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

m. Cream layer (cm)

0,067

0,234

0,402

terkendali

0

0,163

0,420

terkendali

0,3

-

2,766

0,288 di dalam spesifikasi

n. Vitamin C (mg/100 g)

96,156

99,146

102,140

tidak terkendali

0

2,923

7,523

tidak terkendali

-

68

31,146

5,178 di dalam spesifikasi

0

0

0

tidak ada cacat

-

-

-

-

-

Negatif

-

a. Organoleptik ***

o. Metal ***

Keterangan : *** = menggunakan bagan kendali c ** = tidak melalui proses terkait

* = tidak dianalisis

BPA = Batas Pengendalian Atas GT = Garis Tengah = Rataan BPB = Batas Pengendalian Bawah

-

di dalam spesifikasi

0,945 di dalam spesifikasi 0,054

di dalam spesifikasi

0,237 di dalam spesifikasi

-

di dalam spesifikasi

BSA = Batas Spesifikasi Atas BSB = Batas Spesifikasi Bawah

150

Lampiran 6. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer (g/ml) No .

Tanggal

1

PrO No.

x

xmaks.

xmin .

R

0,460

0,420

0,040

0,452

0,460

0,440

0,020

0,45

0,443

0,450

0,430

0,020

0,45

0,450

0,460

0,440

0,020

0,45

0,44

0,438

0,450

0,410

0,040

0,45

0,44

0,45

0,448

0,460

0,440

0,020

0,44

0,43

0,43

0,43

0,428

0,440

0,400

0,040

0,43

0,44

0,43

0,45

0,45

0,438

0,450

0,430

0,020

0,45

0,43

0,45

0,45

0,45

0,45

0,447

0,450

0,430

0,020

0,45

0,45

0,45

0,43

0,43

0,43

0,440

0,450

0,430

0,020

0,46

0,45

0,47

0,44

0,44

0,45

0,452

0,470

0,440

0,030

0,45

0,44

0,45

0,45

0,45

0,44

0,447

0,450

0,440

0,010

0,45

0,45

0,45

0,44

0,44

0,44

0,445

0,450

0,440

0,010

x= 0,444

0,454

0,430

R= 0,024

1

2

3

4

5

6

3 Juli 07

0,44

0,46

0,45

0,42

0,43

0,44

0,440

2

5 Juli 07

0,46

0,45

0,44

0,45

0,46

0,45

3

6 Juli 07

0,43

0,45

0,44

0,45

0,44

4

7 Juli 07

0,46

0,44

0,45

0,45

0,45

5

8 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 18 Juli 07 19 Juli 07 25 Juli 07 26 Juli 07 27 Juli 07

0,45

0,44

0,41

0,44

0,46

0,45

0,44

0,40

0,44

0,43

6 7 8 9 10 11 12 13

Lampiran 7. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Bulk Density (BD) Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (g/ml) No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07

PrO No. 1 2 0,7 0,69 0,69 0,69 0,68 0,67 0,68 0,68 0,67 0,67 0,67 0,67 0,69 0,69 0,69 0,69 0,71 0,70 0,70 0,70 0,67 0,69 0,70 0,71 0,68 0,68

3 0,69 0,69 0,67 0,68 0,68 0,67 0,69 0,69 0,67 0,66 0,76 0,69 0,68

x

xmaks.

xmin .

R

0,693 0,690 0,673 0,680 0,673 0,670 0,690 0,690 0,693 0,687 0,707 0,700 0,680

0,700 0,690 0,680 0,680 0,680 0,670 0,690 0,690 0,710 0,700 0,760 0,710 0,680

0,690 0,690 0,670 0,680 0,670 0,670 0,690 0,690 0,670 0,660 0,670 0,690 0,680

0,010 0,000 0,010 0,000 0,010 0,000 0,000 0,000 0,040 0,040 0,090 0,020 0,000 151

14 15

30 Juli 07 31 Juli 07

0,68 0,67

0,68 0,67

0,67 0,67

0,677 0,670 x = 0,685

0,680 0,670 0,693

0,670 0,670 0,677

0,010 0,000 R = 0,015

Lampiran 8. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Floaters Base Powder ex Dryer No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

3 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 18 Juli 07 19 Juli 07 25 Juli 07 26 Juli 07 27 Juli 07

1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

PrO No, 2 3 4 5 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

6 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2

x

xmaks.

xmin .

R

2,000 2,000 2,000 2,000 2,167 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 x = 2,013

2,000 2,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,077

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 R = 0,077

Lampiran 9. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Floaters Finish Powder ex Blending atau Bin Filling No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07 30 Juli 07

PrO No. 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2

x

xmaks.

xmin .

R

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 152

15

31 Juli 07

2

2

2

2,000 x = 2,000

2,000 2,000

2,000 2,000

0,000 R = 0,000

Lampiran 10. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Sinkers Base Powder ex Dryer No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

3 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 18 Juli 07 19 Juli 07 25 Juli 07 26 Juli 07 27 Juli 07

1 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3

PrO No. 2 3 4 5 2 2 2 2 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 3 2 3 3 3 3 3

6 2 2 2 2 3 2 2 2 2 3 3 3 3

x

xmaks.

xmin .

R

2,000 2,500 2,667 2,000 2,667 2,000 2,000 2,500 2,000 2,500 2,333 2,500 3,000 x = 2,359

2,000 3,000 3,000 2,000 3,000 2,000 2,000 3,000 2,000 3,000 3,000 3,000 3,000 2,615

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 3,000 2,077

0,000 1,000 1,000 0,000 1,000 0,000 0,000 1,000 0,000 1,000 1,000 1,000 0,000 R = 0,538

Lampiran 11. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Sinkers Finish Powder ex Blending atau Bin Filling No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07 30 Juli 07

PrO No. 1 2 3 2 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2

x

xmaks.

xmin .

R

2,667 2,667 2,667 3,000 3,000 2,333 2,667 2,000 2,000 3,000 2,667 2,333 3,000 2,667

3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000 2,000 2,000 3,000 3,000 3,000 3,000 3,000

2,000 2,000 2,000 3,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 3,000 2,000

1,000 1,000 1,000 0,000 0,000 1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 1,000 1,000 0,000 1,000 153

15

31 Juli 07

3

3

3

3,000 x = 2,644

3,000 2,867

3,000 2,333

0,000 R = 0,533

Lampiran 12. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd atau White Flecks Base Powder ex Dryer No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

3 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 18 Juli 07 19 Juli 07 25 Juli 07 26 Juli 07 27 Juli 07

1 1 2 1 2 2 2 1 1 1 2 1 1 1

PrO No. 2 3 4 5 1 1 1 2 2 2 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1

6 2 1 1 2 2 2 1 1 2 2 1 1 1

x

xmaks.

xmin .

R

1,333 1,500 1,000 2,000 2,000 1,667 1,000 1,000 1,667 2,000 1,000 1,000 1,000 x = 1,397

2,000 2,000 1,000 2,000 2,000 2,000 1,000 1,000 2,000 2,000 1,000 1,000 1,000 1,538

1,000 1,000 1,000 2,000 2,000 1,000 1,000 1,000 1,000 2,000 1,000 1,000 1,000 1,231

1,000 1,000 0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 R = 0,308

Lampiran 13. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Curd atau White Flecks Finish Powder ex Blending atau Bin Filling No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07 30 Juli 07

PrO No. 1 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2

x

xmaks.

xmin .

R

2,000 2,000 2,000 2,667 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,667

2,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 3,000

2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 3,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000 2,000

0,000 0,000 0,000 1,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 1,000 154

15

31 Juli 07

2

2

2

2,000 x = 2,156

2,000 2,200

2,000 2,067

0,000 R = 0,133

Lampiran 14. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Cream Layer Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (cm) No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07 30 Juli 07 31 Juli 07

1 0,2 0,4 0,3 0,2 0,1 0,4 0,2 0,2 0,2 0,2 0,1 0,1 0,4 0,2 0,1

PrO No. 2 0,2 0,5 0,1 0,1 0,2 0,4 0,3 0,1 0,2 0,2 0,2 0,2 0,15 0,2 0,2

3 0,3 0,1 0,3 0,3 0,2 0,4 0,4 0,5 0,2 0,4 0,1 0,2 0,2 0,3 0,1

x

xmaks.

xmin .

R

0,233 0,333 0,233 0,200 0,167 0,400 0,300 0,267 0,200 0,267 0,133 0,167 0,250 0,233 0,133 x = 0,267

0,300 0,500 0,300 0,300 0,200 0,400 0,400 0,500 0,200 0,400 0,200 0,200 0,400 0,300 0,200 0,234

0,200 0,100 0,100 0,100 0,100 0,400 0,200 0,100 0,200 0,200 0,100 0,100 0,150 0,200 0,100 0,320

0,100 0,400 0,200 0,200 0,100 0,000 0,200 0,400 0,000 0,200 0,100 0,100 0,250 0,100 0,100 R = 0,157

155

Lampiran 15. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Liquid MST PrO No. 2 7,1 7 6,8

3 7 7 6,8

4 7 7 7

5 6,8 7 7

6 7 7,1 7,1

x

xmaks.

xmin .

R

2 Juli 07 3 Juli 07 4 Juli 07

1 7,1 7 6,8

7,000 7,017 6,917

7,100 7,100 7,100

6,800 7,000 6,800

0,300 0,100 0,300

4

5 Juli 07

7

7

7

7

7

7

7,000

7,000

7,000

0,000

5

6 Juli 07

7

7

7

7

7

7

7,000

7,000

7,000

0,000

6

7 Juli 07

7

7

7

7

7

7

7,000

7,000

7,000

0,000

7

8 Juli 07

7

7

7

7

7

7

7,000

7,000

7,000

0,000

8

15 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

9

16 Juli 07

6,8

6,8

6,9

6,9

6,9

6,9

6,867

6,900

6,800

0,100

10

17 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

11

18 Juli 07

6,9

6,9

6,9

6,9

6,8

6,8

6,867

6,900

6,800

0,100

12

19 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

7

6,833

7,000

6,800

0,200

13

24 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

14

25 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

15

26 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

16

27 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

17

30 Juli 07

6,7

6,7

6,7

6,7

6,7

6,8

6,717

6,800

6,700

0,100

18

31 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

x = 6,879

6,917

6,850

R = 0,067

No.

Tanggal

1 2 3

Lampiran 16. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Base Powder ex Dryer PrO No.

x

xmaks.

xmin .

R

7,2

7,167

7,200

7,100

0,100

7,1

7

7,017

7,100

7,000

0,100

7

7

7

7,000

7,000

7,000

0,000

7

7

7

6,983

7,000

6,900

0,100

7

7

7

6,9

6,983

7,000

6,900

0,100

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

17 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

9

18 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,9

6,8

6,817

6,900

6,800

0,100

10

19 Juli 07

6,9

6,9

6,9

6,9

6,9

6,9

6,900

6,900

6,900

0,000

No.

Tanggal

1

1

2

3

4

5

6

3 Juli 07

7,2

7,2

7,1

7,1

7,2

2

5 Juli 07

7

7

7

7

3

6 Juli 07

7

7

7

4

7 Juli 07

7

6,9

7

5

8 Juli 07

7

7

6

15 Juli 07

6,8

7

16 Juli 07

8

156

11

25 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

12

26 Juli 07

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,8

6,800

6,800

6,800

0,000

13

27 Juli 07

6,9

6,9

6,9

6,9

6,9

6,9

6,900

6,900

6,900

0,000

x = 6,905 6,923 6,885 R = 0,038 Lampiran 17. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Nilai pH Finish Powder ex Blending atau Bin Filling No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

3 Juli 07 4 Juli 07 5 Juli 07 6 Juli 07 7 Juli 07 8 Juli 07 10 Juli 07 11 Juli 07 13 Juli 07 15 Juli 07 16 Juli 07 17 Juli 07 29 Juli 07 30 Juli 07 31 Juli 07

PrO No. 1 2 3 6,7 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,7 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,7 6,8 6,8 6,7 6,8 6,8 6,8 6,8 6,8 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7 6,7

x

xmaks.

xmin .

R

6,767 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,767 6,800 6,767 6,767 6,800 6,700 6,700 6,700 x = 6,771

6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,700 6,700 6,700 6,780

6,700 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,800 6,700 6,800 6,700 6,700 6,800 6,700 6,700 6,700 6,753

0,100 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,100 0,000 0,100 0,100 0,000 0,000 0,000 0,000 R = 0,027

Lampiran 18. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Liquid MST (%) No.

Tanggal

1 2 3

15 Juli 07 24 Juli 07 30 Juli 07

PrO No. 1 2 14,84 14,68 14,59 14,86 15,09 15,55

x

xmaks.

xmin .

R

14,760 14,725 15,320 x = 14,935

14,840 14,590 15,550 14,993

14,680 14,590 15,090 14,787

0,160 0,000 0,460 R = 0,207

157

Lampiran 19. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Base Powder ex Dryer (%) PrO No.

x

xmaks.

xmin .

R

37,46

37,203

37,540

36,810

0,730

39,91

40,58

38,847

40,580

38,020

2,560

37,1

37,28

37,6

37,728

38,260

37,100

1,160

37,6

37,15

38,07

37,86

37,775

38,110

37,150

0,960

37,2

37,1

37,12

37,1

37,21

37,273

37,910

37,100

0,810

38,33

37,94

37,96

37,9

38

37,81

37,990

38,330

37,810

0,520

16 Juli 07

38,25

38,11

37,91

37,74

37,31

36,98

37,717

38,250

36,980

1,270

8

17 Juli 07

37,41

37,69

37,4

37,25

34,1

37,39

36,873

37,690

34,100

3,590

9

18 Juli 07

37,34

37,85

37,81

37,84

37,28

37,71

37,638

37,850

37,280

0,570

10

19 Juli 07

37,6

37,33

37,46

37,85

37,41

37,66

37,552

37,850

37,330

0,520

11

25 Juli 07

38,31

38,65

38,27

38,4

38,2

39,1

38,488

39,100

38,200

0,900

12

26 Juli 07

38,66

38,39

38,1

38,42

38,39

38,2

38,360

38,660

38,100

0,560

13

27 Juli 07

37,67

38

37,92

37,96

38,1

38,25

37,983

38,250

37,670

0,580

x = 37,802

38,337

37,204

R = 1,133

No.

Tanggal

1

1

2

3

4

5

6

3 Juli 07

37,54

37,22

36,81

37,01

37,18

2

5 Juli 07

38,11

38,25

38,21

38,02

3

6 Juli 07

38,23

37,9

38,26

4

7 Juli 07

38,11

37,86

5

8 Juli 07

37,91

6

15 Juli 07

7

Lampiran 20. Hasil Perhitungan x , x , xmaks., xmin., R, dan R untuk Mutu Kadar Lemak Finish Powder ex Blending atau Bin Filling (%) PrO No. 2 18,9 18,56

3 19,56 18,46

x

xmaks.

xmin .

R

3 Juli 07 4 Juli 07

1 18,22 18,76

18,893 18,593

19,560 18,760

18,220 18,460

1,340 0,300

3

5 Juli 07

18,25

18,31

18,27

18,277

18,310

18,250

0,060

4

6 Juli 07

18,47

18

18,01

18,160

18,470

18,000

0,470

5

7 Juli 07

18,21

18,15

18,11

18,157

18,210

18,110

0,100

6

8 Juli 07

18,2

18,23

18,2

18,210

18,230

18,200

0,030

7

10 Juli 07

18,12

18,05

18,1

18,090

18,120

18,050

0,070

8

11 Juli 07

18,21

18,31

18,05

18,190

18,310

18,050

0,260

9

13 Juli 07

19,01

18,96

17,98

18,650

19,010

17,980

1,030

10

15 Juli 07

17,96

19,36

19,47

18,930

19,470

17,960

1,510

11

16 Juli 07

17,98

19,26

19,08

18,773

19,260

17,980

1,280

12

17 Juli 07

18,9

18,96

18,79

18,883

18,960

18,790

0,170

13

29 Juli 07

18,3

18,29

18,27

18,287

18,300

18,270

0,030

No.

Tanggal

1 2

158

14

30 Juli 07

18,2

18,21

18,47

18,293

18,470

18,200

0,270

15

31 Juli 07

18,4

18,12

18,25

18,257

18,400

18,120

0,280

x = 18,443

18,656

18,176

R = 0,480

Lampiran 21. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Liquid MST No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 k =18

2 Juli 2007 3 Juli 2007 4 Juli 2007 5 Juli 2007 6 Juli 2007 7 Juli 2007 8 Juli 2007 15 Juli 2007 16 Juli 2007 17 Juli 2007 18 Juli 2007 19 Juli 2007 24 Juli 2007 25 Juli 2007 26 Juli 2007 27 Juli 2007 30 Juli 2007 31 Juli 2007

1 N N N N N N N N N N N N N N N N N N

2 N N N N N N N N N N N N N N N N N N

PrO No. 3 4 N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

5 N N N N N N N N N N N N N N N N N N

6 N N N N N N N N N N N N N N N N N N

Cacat (c) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c=0

Keterangan: N = Normal

159

Lampiran 22. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Base Powder ex Dryer No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 k = 13

3 Juli 2007 5 Juli 2007 6 Juli 2007 7 Juli 2007 8 Juli 2007 15 Juli 2007 16 Juli 2007 17 Juli 2007 18 Juli 2007 19 Juli 2007 25 Juli 2007 26 Juli 2007 27 Juli 2007

1 N N N N N N N N N N N N N

PrO No. 3 4 N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N

2 N N N N N N N N N N N N N

5 N N N N N N N N N N N N N

6 N N N N N N N N N N N N N

Cacat (c) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 c=0

Keterangan: N = Normal

Lampiran 23. Hasil Perhitungan c dan c untuk Mutu Organoleptik Finish Powder ex Blending atau Bin Filling No.

Tanggal

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

3 Juli 2007 4 Juli 2007 5 Juli 2007 6 Juli 2007 7 Juli 2007 8 Juli 2007 10 Juli 2007 11 Juli 2007 13 Juli 2007 15 Juli 2007

1 N N N N N N N N N N

PrO No. 2 N N N N N N N N N N

3 N N N N N N N N N N

Cacat (c) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 160

11 12 13 14 15 k =15

16 Juli 2007 17 Juli 2007 29 Juli 2007 30 Juli 2007 31 Juli 2007

N N N N N

N N N N N

N N N N N

0 0 0 0 0 c=0

Keterangan: N = Normal

Lampiran 24. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian dan Deviasi Standar (σ) untuk Bulk Density (BD) Base Powder ex Dryer 1. Bagan Kendali x a. GT = x = 0,444 b. BPA = BA x = x+A 2 R Diketahui :

R = 0,024 A2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6 = 0,483 (lampiran 25) Jadi : BPA = 0,444 + (0,483 x 0,024) = 0,455 c. BPB = BB x = x-A 2 R = 40,238 + (0,483 x 5,653) = 0,432 2. Bagan Kendali R a. GTR = R = 0,024 b. BPA=BAR = D4 R Diketahui : D4 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6 = 2,004 (lampiran 25) Jadi : BPA=BAR = 2,004 x 0,024 = 0,048 c. BPB=BBR = D3 R Diketahui : 161

D3 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6 = 0 (lampiran 17) Jadi : BPB=BBR = 0 x 0,024 =0 Lampiran 24. Lanjutan 3. Standar Deviasi (σ) σ = R /d2

Diketahui : d2 = konstanta pada tabel Shewhart untuk n = 6 = 2,534 (lampiran 25) Jadi : = 0,024 / 2,534 = 0,009 Lampiran 25. Contoh Perhitungan Batas Pengendalian Baga Kendali c untuk Organoleptik Liquid MST n

c

1. GTc = c=

i=1

k

=0

2. BAc = BPA=c+3 c =0+3 0 =0 3. BBc = BPB=c-3 c =0-3 0 =0

162

Lampiran 26. Tabel Shewhart

163