ANESTESIA PADA PEDIATRI DENGAN KELAINAN JANTUNG KONGENITAL YANG

Download Kasus anak umur 6 tahun dengan repair ... Banyak prosedur non jantung pada pasien dengan kelainan jantung dikerjakan juga oleh ahli ... sel...

0 downloads 484 Views 843KB Size
TINJAUAN PUSTAKA

ANESTESIA PADA PEDIATRI DENGAN KELAINAN JANTUNG KONGENITAL YANG AKAN MENJALANI OPERASI NON JANTUNG

dr. I Gusti Agung Gede Utara Hartawan,SpAn.MARS

PROGRAM STUDI ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2018

BAB I PENDAHULUAN

Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan dan anestesia tidak selamanya adalah pasien yang hanya dengan masalah pembedahan saja. Terkadang dokter anestesia harus menghadapi masalah diluar kasus bedahnya sendiri. Masalah yang menjadi tantangan adalah apabila terdapat masalah kardiovaskuler pada pasien bedah dan operasi yang akan dilakukan adalah operasi nonjantung. Salah satu penyakit jantung yang sering dijumpai adalah penyakit jantung congenital (congenital heart disease atau CHD). Penyakit jantung ini biasanya sudah dikenali saat pasien masih dalam kandungan ibu,yang bisa dideteksi melalui ultrasound (USG). Penyakit jantung congenital bisa menimbulkan masalah serius apabila ketika pasien akan dilakukan tindakan pembedahan,baik pembedahan jantung maupun non jantung dan tidak dilakukan manajemen perioperatif yang baik dan benar. Keadaan penyakit jantung congenital meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada anak yang menjalani operasi non jantung, henti jantung perioperatif, dan meningkatnya angka kematian pada 30 hari perawatan. Kasus kasus CHD yang paling sering ditemui antara lain VSD 17 %, TOF 12 %, Transposition of great arteries 11%, ASD 6-10%, AV septal defect 10%. Data di Amerika Serikat menyebutkan sekitar 9 per 1000 kelahiran hidup adalah CHD,yang menyebabkan kondisi ini adalah kondisi kelainan congenital terbanyak yang mendapatkan terapi invasive pada tahun pertama kehidupan. Suatu studi selama 10 tahun pada pasien dengan CHD selama rawat inap dan poliklinis memperlihatkan mortalitas yang meningkat pada usia kurang dari 6 bulan,status emergency,lesi kardiak yang kompleks,dan menjalani pembedahan mayor. Meskipun begitu,kompleksitas dari penyakit CHD dan variasi dari jenis operasi non kardiak yang dikerjakan memungkinkan untuk digeneralisasi. Kasus anak umur 6 tahun dengan repair ASD memiliki risiko yang minimal dibandingkan anak umur 12 tahun dengan kasus TOF yang akan menjalani operasi yang sama,memiliki risiko yang lebih tinggi.

Banyak prosedur non jantung pada pasien dengan kelainan jantung dikerjakan juga oleh ahli anestesi non jantung, maka dari itu sangat esensial bagi para ahli anestesi memiliki pengetahuan tidak hanya basic anestesi pediatric,tetapi juga patofisiologi lesi dari jantung. Pengetahuan dari konsekuensi fisiologi dari shunting atau abstruksi sangat esensial untuk memahami konsekuensi deformitas beberapa penyakit jantung congenital. Aplikasi konsep fisiologis ini membantu ahli anestesi untuk merencanakan manajemen yang rasional untuk pasien pediatric dengan CHD.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Anatomi Fisiologi Pediatri Neonatus (umur kurang dari 30 hari), bayi (umur 1-12 bulan), dan anak-anak (umur 1-12 tahun) bukan merupakan dewasa kecil.

Keberhasilan pengelolaan anestesi pada kelompok ini

tergantung dari pengetahuan tentang fisiologi, anatomi, dan farmakologi dari tiap kelompok. Karakteristik–karakteristik, yang membedakan kelompok ini dengan dewasa, diperlukan modifikasi teknik dan alat-alat anestesi.

Bahkan pada bayi resiko anestesi morbidity dan

mortalitinya meningkat dibandingkan dengan anak yang lebih tua; resiko umumnya sebanding dengan proporsi umur , neonatus memiliki resiko tertinggi. Selain itu, pasien pediatric memiliki penyakit-penyakit yang memerlukan strategi anestesi dan bedah yang khusus. Dibandingkan dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa, neonatus dan bayi memiliki efisien ventilasi yang lebih sedikit karena lemahnya otot-otot interkostal dan diafragma, yang dilalui fiber tipe I, horizontal dan tulang rusuk yang lebih fleksibel, dan abdomen yang cembung. Frekuensi nafas meningkat pada neonatus dan bertahap berkurang sampai sesuai level dewasa ketika remaja. Volume tidal dan dead space per kilogram tetap konstan selama pertumbuhan. Jalan nafas kecil yang relative kaku meningkatkan resistensi jalan nafas. Maturasi alveoli tidak lengkap sampai akhir masa kanak-kanak (sekitar umur 8 tahun). Kerja pernafasan meningkat dan otot-otot pernafasan mudah lelah. Alveoli yang jumlah sedikit dan kecil pada neonatus dan bayi mengurangi kemampuan paru; Dilain pihak, tulang rusuk mereka membuat dinding dada menjadi lebih fleksibel. Kombinasi kedua karakteristik ini membuat dinding dada kolaps selama inspirasi dan relative volume residual paru rendah pada ekspirasi. Hasil dari berkurangnya kapasitas fungsional residual (FRC) adalah penting karena dapat membatasi cadangan oksigen selama periode apneu (contoh : intubasi) dan merupakan predisposisi atelektasis dan hipoksemia pada neonatus dan bayi. Ini bisa terjadi karena konsumsi oksigen mereka yang relative tinggi. Lebih lanjut, hipoksia dan ventilasi hiperkapnia tidak berkembang pada neonatus dan bayi. Bahkan, hipoksia dan hiperkapnia mendepresi pernafasan pada pasien ini, tidak seperti orang dewasa.

Neonatus dan bayi secara proporsional memiliki kepala dan lidah yang besar, pasase nasal yang dangkal, laring yang anterior dan cephalad (pada level vertebral C4 sedangkan C6 pada orang dewasa), epiglottis yang panjang, dan trachea dan leher yang pendek. Tampilan anatomi ini membuat neonatus dan sebagian bayi muda obligat bernafas melaui nasal sampai kira-kira umur 5 bulan. Kartilago krikoid merupakan titik tersempit pada jalan nafas pada anak kurang dari 5 tahun; Pada dewasa titik tersempit adalah glottis. Satu millimeter edema memiliki efek yang lebih pada anak-anak karena diameter trakea mereka yang lebih kecil.

Karakteristik pada neonatus dan bayi yang berbeda dengan pasien dewasa. Fisiologi Heart-rate-tergantung pada cardiac output Heart rate yang cepat Tekanan darah rendah Frekuensi nafas cepat Compliance paru rendah Compliance dinding dada tinggi Functional residual capacity rendah Ratio of body surface area terhadap body weight besar Total body water content tinggi Anatomis Noncompliant left ventricle Residual fetal circulation Venous and arterial cannulasi sulit Lidah dan kepala lebih besar Nasal passages dangkal Anterior and cephalad larynx Epiglottis panjang Trachea dan leher pendek

Prominent adenoids dan tonsils Otot intercostal dan diaphragmatic lemah Resistance aliran udara tinggi Farmakologis Immature hepatic biotransformation Protein binding menurun Peningkatan FA/FI cepat Induksi dan pemulihan cepat Minimum alveolar concentration meningkat Volume distribusi obat-obat yang larut air meningkat Immature neuromuscular junction

SISTEM KARDIOVASKULER Stroke volume relative tetap karena perkembangan ventrikel kiri yang nonkomplian dan lemah pada neonatus dan bayi. Maka kardiak output sangat tergantung pada denyut nadi. Meskipun denyut nadi basal lebih tinggi dibandingkan dewasa , aktivasi system saraf parasimpatis, overdose anestesi, atau hipoksia dapat menyebabkan bradikardi dan menyebabkan turunnya kardiak output. Bayi yang sakit yang akan dilakukan prosedur bedah emergensi atau operasi lama biasanya mudah timbul episode bradikardi yang dapat menyebabkan hipotensi, asistole, dan kematian intraoperatif. System saraf simpatis dan refleks baroreseptor tidak tumbuh matur. System kardiovaskular bayi menjaga katekolamin tetap rendah dan memiliki respon tumpul terhadap eksogen katekolamin. Vaskuler kurang mampu merespon terhadap hipovolemia dengan vasokonstriksi. Penurunan cairan intravaskuler pada neonatus dan bayi menyebabkan hipotensi tanpa takikardi. Sirkulasi Utero Plasenta Sirkulasi uteroplasenta yang normal sangat penting dalam perkembangan dan memelihara janin tetap sehat. Insufisiensi dari sirkulasi uteroplacenta merupakan penyebab dari lambatnya pertumbuhan janin dan bila parah dapat menyebabkan kematian janin. Integritas dari sirkulasi uteroplacenta tergantung dari aliran darah uterus dan fungsi normal dari placenta.

(Gambar. 42.1)

Placenta mendapatkan hampir setengah bagian dari curah jantung janin, yang berguna untuk pertukaran gas pernafasan. Hal tersebut menyebabkan paru mendapatkan sedikit aliran darah. Sirkulasi janin memiliki dua cardiac shunt yaitu foramen ovale dan ductus arteriosus. Sirkulasi janin memiliki karakteristik yaitu: 1. Darah yang teroksigenasi dari placenta (saturasi oksigen sekitar 80%) bergabung dengan darah vena yang kembali dari bagian bawah tubuh (saturasi oksigen sekitar 25%) dan mengalir ke inferor vena cava menuju atrium kanan. 2. Atrium kanan mendapatkan darah secara langsung dari inferior vena cava (saturasi oksigen 67%) selanjutnya melalui foramen ovale menuju atrium kiri.

3. Darah dari atrium kiri selanjutnya dipompa oleh ventrikel kiri ke bagian atas tubuh (terutama ke otak dan ke jantung). 4. Darah yang tidak teroksigenasi dari bagian atas tubuh kembali melalui superior vena cava menuju atrium kanan. 5. Darah dari atrium kanan selanjutnya ke ventrikel kanan, dan selanjutnya darah dari ventrikel kanan dipompa menuju arteri pulmonary. 6. Karena pembuluh darah pulmonary memiliki resistensi vaskuler yang tinggi, 95% dari darah yang diejeksikan dari ventrikel kanan (saturasi oksigen 60%) mengalami “shunt” melewati ductus arterious menuju aorta descenden dan kembali ke placenta dan bagian bawah tubuh. Sirkulasi paralel menghasilkan aliran ventrikel yang tidak biasa, dimana ventrikel kanan memompa dua pertiga dari aliran keluar kedua ventrikel, sedangkan ventrikel kiri hanya memompa satu pertiganya saja. Lebih dari 50% darah teroksigenasi dalam vena umbilacalis dapat secara langsung menuju jantung melalui ductus venosus, dengan memintas hati. Sisa darah yang melewati placenta bergabung dengan darah dari vena portal (melewati sinus portal) dan melalui hati sebelum sampai ke jantung. Aliran ini penting dalam berperan dalam degradasi hepatic terhadap obat atau toxin yang diserap dari sirkulasi maternal. Sirkulasi Transisional Perubahan sirkulasi sangat cepat terjadi pada saat kelahiran, dinamakan periode transisi dimana sirkulasi fetal akan berubah menjadi sirkulasi manusia normal atau dewasa.Periode tidak stabil dan dapat menetap selama beberapa waktu dan beberapa minggu tergantung stress yang dihadapi. Faktor factor yang menebabkan ketidakstabilan pada periode transisi ini adalah kondisi duktus arteriosus, foramen ovale, dan pembuluh darah paru serta tingkat kematangan jantung neonates. Kondisi yang dapat memperpanjang transisi ini adalah hipoksia, hipotermia, asidosis, hiperkarbia,sepsis, prematuritas,dan kelainan jantung congenital. Tiga tempat dimana memungkinkan terjadinya pintasan aliran darah adalah duktus venosus, duktus arteriosus, foramen ovale. Duktus arteriosus akan menutup secara fungsional setelah kelahiran, sedangkan secara anatomi akan terjadi beberapa minggu setelah kelahiran. Tahanan paad duktus ini tergantung dari perubahan kadar PaO2 dimana jika tahanan meningkat, maka aliran darah pada duktus ini akan berkurang. Foramen ovale akan menutup secara fungsional saat

tekanan atrium kiri melebihi atrium kanan, terjadi beberapa jam setelah kelahiran. Pintasan intrakardiak dari kanan ke kiri akan terjadi saat batuk atau Valsava maneuver atau saat terjadi hipertensi pulmonal.

Gambar 42-4

II.2. Penyakit Jantung Kongenital Penyakit jantung congenital/ bawaan adalah penyakit dengan kelainan pada stuktur atau fungsi sirkulasi jantung yang telah ada saat lahir. Kelainan ini terjadi karena gangguan atau kegagalan perkembangan stuktur jantung pada fase awal pertumbuhan janin. Sekitar sepertiga atau separuh dari seluruh kasus PJB memerlukan tindakan bedah atau intervensi. Insidens PJB berkisar 8-10 bayi per 1000 kelahiran hidup dan 30 % diantaranya memberikan gejala pada minggu pertama kehidupan. Lima puluh persen kematiannya akan terjadi pada bulan pertama kehidupan bila tidak terdeteksi secara dini dan tidak ditangani dengan baik. Satu pendekatan klinis praktis untuk mengassesment pasien dengan CHD berdasarkan hal hal sebagai berikut: 1. Apakah pasien sianotik dengan baik obligat pintasan kanan-kiri atau lesi campuran?jika sianotik,apakah pasien dengan fungsional single ventrikel? Jika asianotik, apakah pintasan kiri-kanan atau lesi obstruktif? 2. Apakah pasien pernah menjalani operasi untuk koreksi atau paliatif? Dan jika ada,apakah menghasilkan defek anatomi dan residual? 3. Apakah pasien dengan status terkini dengan kompensasi baik tanpa pembatasan,moderate dengan sedikit batasan,atau kompensasi buruk dengan batasan yang signifikan? 4. Apa saja procedure yang dikerjakan, dan apa manajemen anestesi yang diperlukan?5.Apakah pasien memerlukan profilaksis untuk endokarditis? Pintasan Kiri- kanan adalah lesi yang paling sering terlihat sekitar lebih dari 50 % pada anak dengan penyakit jantung congenital,contohnya ASD,VSD,PDA dan AV canal. Anak dengan L-R shunt memperlihatkan gejala dan tanda dari penyakit jantung kongestif. Untuk setiap jumlah darah yang dipompa ke sirkulasi sistemik, beberapa darah tersebut dipompa kembali melalui sirkulasi pulmonal. Banyak anak tidak bermanifestasi pada gagal jantung kecuali shunt mereka memproduksi fraksi pulmonal ke sistemik 3 berbanding 1 atau lebih besar Qp:Qs of 3:1. Pada situasi anak dengan large VSD,setiap 4 sel darah merah pada ventrikel kiri, 3 per 4 akan tershunting ke ventrikel dan 1 per 4 akan diejeksi ke sistemik,oleh karena itu jantung anak harus berdenyut 4 kali kardiak output normal untuk menjaga aliran darah sistemik. Gejala fisik dan tanda pada anak sama seperti dewasa,takipneu,dispneu dari gagal jantung kiri dan peningkatan JVP dan kardiomegali dari gagal jantung kanan,dan latihan yang buruk dari curah jantung yang menurun. Bagaimanpun juga, dalam kepentingan evaluasi toleransi latihan pada infan, harus diperhatikan tentang makanan. Infant dengan CHF yang signifikan tidak mentoleransi makanan oral dan juga bermanifestasi pada kegagalan pertumbuhan. Pada akhirnya, pengobatan yang

sama digunakan untuk menterapi CHF dari masa infant hingga dewasa, diuretic dan ACE inhibitor. Pintasan Kanan- kiri termasuk TOF dan komplek Eisenmenger. Pasien pasien ini tidak memperlihatkan CHF, mereka sianotik. Sangat penting mengetahui baseline saturasi O2 dan juga mengetahui jika pasien TOF memiliki riwayat episode hipersianosis “tet spell”. Frekuensi dan derajat keparahan setiap spisode dan bagaimana mereka diterapi selama ini, jadi anda harus antsipasi dan mempersiapkan bila “tet spell berkembang . Lesi campuran : termasuk pasien dengan TGA tidak terkoreksi dan trunkus arteriosus dan semua pasien dengan single ventrikel seperti atresia tricuspid dan HLHS. Lesi ini secara tipikal lebih kompleks dari segi anatomi, dibandingkan lubang sederhana diantara dua ruangan. Derajat sianosisnya tergantung pada rasio pulmoner dan aliran darah sistemk.

Patofisiologi Kelainan Jantung Kongenital Meskipun pengetahuan mengenai defek anatomi pada anak anak dengan CHD penting untuk mengetahui perencanaan pembedahan,klasifikasi sederhana dan efektif dapat dibuat berdasarkan patofisiologi, dan dibedakan menjadi 3 kelompok: 1. Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru meningkat akibat pintasan kiri-kanan (misalnya pada VSD),bila tidak terkoreksiakan menyebabkan kelebihan volume dan atau tekanan pada sirkulasi paru dan terjadi gagal jantung kongestif 2. Kelainan yang menyebabkan aliran darah paru berkurang akibat pintasan kanan-kiri (misalnya Tetralogi Fallot).Hal ini disebabkan ketidakmampuan relative pertukaran oksigen darah yang lebih lanjut menyebabkan sianosis. Sianosis dapat juga terjadi akbat bercampurnya aliran darah balik sistemik dan paru, suatu fenomena yang dapat terjadi pada pasien dengan single ventrikel atau TGA 3. Kelainan yang menghambat aliran darah,kelainan ini terjadi akibat penurunan aliran darah bagian distal dari lesi obstruktif,seiring dengan peningkatan beban jantung,dan pada beberapa kasus,terjadi gagal jantung kongestif. Tabel : Karakteristik Aliran pada beberapa kelainan jantung congenital Kelainan dengan peningkatan aliran darah paru -

Atrial septal defect Ventricular septal defect Patent ductus arteriosus

- TGA - Truncus arteriosus - Single ventricle Kelainan dengan penurunan aliran darah paru - TOF - Atresia pulmoner - Atresia tricuspid - Ebstein anomaly - TGA - Single ventricle Kelainan Obstruktif - Stenosis aorta - Stenosis pulmonal - Coarctation aorta

Fisiologi pintasan (shunting) atau obstruksi aliran darah dijelaskan oleh rumus Q= P/R dimana Q menunjukkan aliran darah, P menunjukkan perbedaan tekanan, dan R menunjukkan tahanan terhadap aliran darah. Pengalihan aliran darah antara sirkulasi sistemik dan paru dengan adanya defek yang menghubungkan keduanya, bergantung perbedaan tekanan antara kedua sirkulasi tersebut. Kualitas dan arah pengalihan aliran dapat dipengaruhi lebih lanjut oleh obstruksi aliran keluar pada salah satu sisi jantung.

Defek jantung kongenital dapat dibagi menjadi dua kelompok besar didasarkan pada ada atau tidak adanya sianosis, yang dapat ditentukan dengan pemeriksaan fisik. Penyakit jantung bawaan non sianotik Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis. Terdapat 2 kelompok besar PJB non sianotik; yaitu PJB non sianotik dengan lesi atau lubang di jantung sehingga terdapat aliran pirau dari kiri ke kanan dan PJB non sianotik dengan lesi obstruktif di jantung bagian kiri atau kanan tanpa aliran pirau melalui sekat di jantung Kelompok PJB non sianotik yang terdapat aliran pirau dari kiri dan kanan: A. Defek Septum Atrium Defek septum atrium ditandai dengan adanya cacat di septum intra atrial yang memungkinkan aliran balik vena pulmonalis dari atrium kiri ke atrium kanan. Ada 4 tipe DSA, yaitu DSA primum, DSA sekundum, DSA sinus venosus serta DSA sinus koronarius. a.

Ostium Primum, merupakan hasil dari kegagalan fusi ostium primum dengan bantalan endokardial dan meninggalkan defek di dasar septum . Kejadian DSA Ostium primum pada wanita sama dengan pria dan terhitung sekitar 20% dari seluruh kasus PJB.

b. Ostium Sekundum, defek ini terdapat pada daerah fosa ovalis. Ini adalah bentuk defek sekat atrium yang paling sering dan bersama dengan katup atrioventrikular normal. Defek ini mungkin tunggal atau multiple. Wanita beresiko 3 kali lebih banyak dari pada pria. c.

Sinus Venosus, defek terletak pada bagian atas sekat atrium berhubungan dekat dengan masuknya vena cava superior. Seringkali, satu atau lebih vena pulmonalis (biasanya dari paru kanan) secara anomali mengalirkan kedalam vena cava superior

d. Sinus koronarius, defek ini terletak di bagian septum atrium yang mencakup lubang sinus koroner dan ditandai oleh tidak adanya setidaknya sebagian dari dinding yang biasa memisahkan sinus koroner dengan atrium kiri DSA menyebabkan pintasan aliran darah dari kiri ke kanan, meningkatkan aliran darah jantung ke kanan. Apabila gagal jantung kongestif terjadi pada masa bayi, harus dicurigai adanya kelainan lain yang menyertai. Perubahan PVR tidak terjadi pada awal kehidupan. Ukuran defek

serta rasio daya regang (komplians) ventrikel kiri dan ventrikel kanan akan menentukan banyaknya aliran darah ke sirkulasi pulmonal. B. Defek Septum Ventrikel Defek Septum Ventrikel (DSV) adalah lesi kongenital pada jantung berupa lubang pada septum yang memisahkan ventrikel sehingga terdapat hubungan antara antar rongga ventrikel. DSV dapat dikategorikan menjadi 4 jenis, yaitu supracristal defect dibawah katup pulmonal, infracristal perimembranous defect, canal or inlet type defect, dan muscular defect. DSV kecil yang biasa disebut restriktif sering menimbulkan gejala minimal, dan menutup spontan pada 5 tahun pertama kehidupan. Tekanan sama dikedua ventrikel dan karena PVR biasanya hanya 1/6 SVR, maka aliran darah pulmonal akan lebih besar dari sistemik. Aliran darah yang berlebihan ini menyebabkan dilatasi dari atrium kiri, ventrikel kiri dan bisa juga ventrikel kanan Anak akan mengalami gejala takipneu,takikardia,mudah lelah, gejala sianosis ringan bila mengalami ISPA, hipoksia ini akan mengalami perbaikan dengan pemberian oksigen. Banyaknya aliran darah ke pulmonal yang berlangsung dalam waktu lama akibat DSV ukuran besar bila tidak diperbaiki akan menyebabkan kerusakan pembuluh darah ireversibel. Tahap akhir dari perjalanan penyakit ini adalah berbaliknya arah aliran shunt yang awalnya dari kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri, hal inilah ynag dinamakan sindrom Eisenmenger. C. Duktus Arteriosus Paten (PDA) Merupakan suatu kelainan dimana vascular yang menghubungkan arteri pulmonal dan aorta pada fase fetal tetap paten sampai lahir. Penutupan fungsional duktus normalnya terjadi segera setelah lahir, tetapi jika duktus tetap terbuka ketika tahanan vascular pulmonal turun, darah aorta darah aorta dialirkan ke dalam arteri pulmonalis. Fisiologi PDA adalah adanya aliran darah melalui shunt dari kiri ke kanan yang menyebabkan beban volume pada jantung meningkat. Pasien dengan PDA yang besar dan PVR yang rendah akan datang dengan peningkatan aliran darah pulmoner dan gagal jantung kongestif. Manifestasi klinis pasien PDA bervariasi dari ringan ke berat dan tergantung dari ventilator dan dukungan inotropik. Tatalaksana anestesi pada pasien ligasi PDA tergantung pada beberapa factor berupa kondisi klinis, prematuritas, riwayat penyakit sebelumnya, berat badan, teknik operasi.

Kelompok PJB non sianotik yang tidak terdapat pirau antara lain: A. Stenosis Aorta Stenosis aorta derajat ringan atau sedang umumnya asimptomatik sehingga sering terdiagnosis secara kebetulan karena saat pemeriksaan rutin terdengar bising sistolik ejeksi dengan atau tanpa klik ejeksi di area aorta; parasternal sela iga 2 kiri sampai ke apeks dan leher. Pada stenosis aorta yang ringan dengan gradien tekanan sistolik kurang dari 50 mmHg tidak perlu dilakukan intervensi. Intervensi bedah valvotomi atau non bedah Balloon Aortic Valvuloplasty harus segera dilakukan pada neonatus dan bayi dengan stenosis aorta valvular yang kritis serta pada anak dengan stenosis aorta valvular yang berat atau gradien tekanan sistolik 90 – 100 mmHg . Prognosisnya baik pada kebanyakan anak dengan stenosis aorta ringan sampai sedang. Pada sejumlah kecil penderita yang menderita obstruksi berat, kematian mendadak pernah terjadi. Pada keadaan tersebut biasanya ada bukti hipertrofi ventrikel kiri menyeluruh. Bayi yang datang sesudah umur satu atau dua minggu pertama berespons baik terhadap pengurangan stenosis, dan fungsi ventrikel kiri membaik B. Stenosis Pulmonal Stenosis pulmonal adalah kelainan jantung bawaan yang umum, ditandai dengan obstruksi aliran dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis. Stenosis pulmonal dapat terjadi sendiri atau dihubungkan dengan jenis lain kelainan jantung bawaan. Status gizi penderita dengan Stenosis pulmonal umumnya baik dengan pertambahan berat badan yang memuaskan. Bayi dan anak dengan stenosis pulmonal ringan umumnya asimptomatik dan tidak sianosis sedangkan neonatus dengan stenosis pulmonal berat atau kritis akan terlihat takipnoe dan sianosis

C. Koarktasio Aorta Koarktasio aorta adalah penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah duktus arteriosus. Koarktasio aorta dapat pula terjadi praduktal atau pascaduktal. Gejala dapat timbul mendadak. Tanda klasik koarktasio aorta adalah nadi brakialis yang teraba normal atau kuat, sedangkan nadi femoralis serta dorsalis pedis tidak teraba atau teraba kecil. Anomali katup mitral dan aorta dapat menyertai kelainan jantung jenis ini, pada obstruksi yang berat aliran sistemik tergantung pada aliran darah dari kanan ke kiri melalui ductus arteriosus. Penurunan fungsi jantung kiri biasa terjadi pada coarctatio aorta berat dan prostaglandin (PGE 1) diperlukan

untuk mempertahankan ductus arteriosus tetap terbuka sehingga mempertahankan aliran darah kanan ke kiri

Penyakit Jantung Bawaan Sianotik Pada PJB sianotik didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena sistemik dan vena pulmonalis. Sianosis pada mukosa bibir dan mulut serta kuku jari tangan–kaki adalah penampilan utama pada golongan PJB ini dan akan terlihat bila reduce haemoglobin yang beredar dalam darah lebih dari 5 gram %. 1. Tetralogi Fallot Tetralogi fallot secara klasik terdiri atas kombinasi dari penyumbatan aliran keluar ventrikel kanan (stenosis pulmonal), defek sekat ventrikel (DSV), dekstroposisi aorta dengan menumpangi sekat, dan hipertrofi ventrikel kanan.

Perubahan fisiologis yang terjadi pada pasien TF

tergantung dua variable, derajat obstruksi pulmonal dan resistensi vascular sistemik. Sebagian besar pasien dengan TF akan mengalami gangguan pertumbuhan, kadang terjadi sirkulasi kolateral ke paru sehingga dapat mempertahankan pertumbuhan. Hipertrofi ventrikel kanan biasanya tidak terlalu berat, tidak sampai terjadi obliterasi rongga ventrikel kanan, sehingga masih dimungkinkan tindakan reparasi. Bila obstruksi pulmonal tidak terlalu berat maka derajat sianosis ringan, dikenal sebagai acyanotic fallot atau pink tetralogy, terkadang dapat ditemui pada dewasa muda. Pada tet yang klasik terjadi penurunan aliran darah pulmonal dan peningkatan aliran darah sistemik. Sianosis akan terlihat sejak lahir bila terdapat RVOT. Posisi jongkok (squatting) akan meningkatkan SVR dan membantu aliran darah lebih banyak ke arteri pulmonalis. Kombinasi obstruksi ventrikel kanan/RVOT dan adanya DSV menyebabkan shunting intrakardiak dengan aliran darah dari kanan ke kiri, derajat desaturasi arteri sistemik tergantung jumlah darah yang melewati shunt tersebut, dimana banyak sedikitnya aliran darah yang melalui pintasan dipengaruhi derajat obstruksi ventrikel kanan, SVR, PVR. Penurunan SVR akan meningkatkan aliran darah dari kanan ke kiri mengakibatkan sianosis bertambah berat. Tet spell adalah suatu kondisi dimana terjadi episode hiperpnea yang paroksismal pada 20-70 % pasien TF yang belum terkoreksi.Tet spell biasanya didahului oleh menangis,defekasi atau makan. Dapat disebabkan oleh suatu kondisi dimana terjadi peningkatan oksigen demand dengan

penurunan paO2 dan pH serta peningkatan paCO2. Adanya hipoksemia,SVR akan menurun dan aliran darah shunt dari kanan ke kiri akan makin deras. Spell dapat diatasi dengan pemberian beta bloker intravena dan dengan terapi propanolol oral untuk jangka panjangnya. 2. Transposisi Arteri Besar (TGA) Pada transposisi arteri besar ini, setiap pembuluh darah besar keluar secara tidak tepat dari ventrikel yang berlawanan, yaitu aorta berasal dari ventrikel kanan sedangkan arteri pulmonal berasal dari ventrikel kiri. dimana darah dipompakan kembali ke tubuh dan kembali ke jantung kanan, arteri pulmonal berasal dari jantung kiri dimana darah yang teroksigenasi akan dialirkan ke paru paru dan kembali lagi ke jantung kiri. Diagnosis ditegakkan segera setelah kelahiran, pasien TGA dengan DSV memberikan manifestasi berupa peningkatan alirah pulmonal dan dapat mengalami pulmonal hipertensi berat. Derajat sianosis berbeda pada ekstremitas atas dan bawah pada TG dengan PDA.Hal ini terjadi karena darah yang sudah dipompakan dari ventrikel kiri ke arteri pulmonal dan selanjutnya melalui ductus arteriosus ke aorta desenden. Sehingga bagian atas tubuh akan tampak lebih sianosis bila dibandingkan tubuh bagian bawah. 3. Atresia Trikuspidal Pada atresia trikuspidal tidak ada jalan keluar dari atrium kanan ke ventrikel kanan dam seluruh vena sistemik kembali masuk ke jantung kiri dengan melalui foramen ovale atau defek sekat atrium (DSA) yang menyertai. Atrium kanan akan membesar dan menebal, dan shunt ditingkat atrial dibutuhkan untuk keadaan ini untuk mempertahankan pengisian jantung kiri. Jantung sebelah kiri menerima volume darah lebih banyak karena menerima darah dari vena pulmonalis ataupun vena sistemik melalui ASD atau foramen ovale. Ventrikel kanan menjadi hipoplastik dan dijumpai DSV. Manifestasi klinis tergantung jenis tricuspid atresia, umumnya letak pembuluh darah besar adalah normal, sianosis akan bertambah berat seiring berjalannya waktu karena menutupnya DSV atau obstruksi infundibuler memberat. Bergantung pada derajat obstruksi dan kelainan yang terjadi, atresia trikuspid mungkin dapat menyebabkan kematian saat lahir. Tanpa operasi, pasien jarang bertahan sampai dewasa. 4.Hipoplastic Left Heart Syndrome (HLHS) Merupakan suatu kelainan jantung congenital sianotik yang bermanifetasi pada 1 minggu kelahiran dimana didapatkan banyak kelainan dari struktur jantung kiri. Katup mitral sangat stenotik bahkan atretik menyebabkan ventrikel kiri tidak berkembang atau hipoplastik, katup aorta menjadi hipoplastik, aorta ascenden hipoplastik dan sedikit membesar ke arah arcus aorta

dengan aorta ascenden yan normal. Neonatus yang memiliki kelainan ini dapat bertahan diawal awal kehidupan karena adanya PFO dan PDA. PFO akan mengalirkan darah dari vena pulmonal ke atrium kanan sedangkan PDA akan mengalirkan darah dari arteri pulmonal ke arcus aorta. Manidestasi klinik berupa takipnea,takikardi,kardiomegali,perfusi perifer yang buruk, curah jantung cenderung rendah Dua pilihan pembedahan pada pasien ini dengan transplantasi jantung atau prosedur rekonstruktif bertahap oleh Norwood.

BAB III MANAJEMEN ANESTESIA Penilaian Preoperatif Anak anak dengan penyakit kelainan jantung dan akan menjalani operasi non jantung berada pada risiko yang tinggi untuk mortalitas dan morbiditas perioperatif.

Tindakan operasi ini memerlukan pendekatan multidisiplin dari beberapa bidang,anestesi,ahli bedah, kardiologi,intensivist,pediatric. Pemahaman tentang CHD termasuk anatomi,fisiologi, dan identifikasi factor risiko. Jika memiliki risiko tinggi,pasien harus dirujuk ke pusat spesialis karena harus dipantau oleh intensivist dan kardiologi. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik,focus pada gejala dan tanda dari kardiak,operasi sebelumnya dan riwayat prosedur kateterisasi dan ekokardiogram terkini sangat penting untuk semua pasien dengan CHD yang akan menjalani operasi non kardiak. Irama jantung juga penting untuk menentukan terutama pasien yang lebih tua dengan efek residu pada pasien single ventrikel.

Tabel: Evaluasi preoperative pada pasien jantung pediatric Anamnesis 1. Toleransi terhadap aktifitas fisik 2. Obat obatan (mis digoksin, diuretic) 3. Komplikasi penyakit Pemeriksaan fisik Data laboratorium 1. Darah perifer lengkap 2. Elektrolit, kalsium, GDS,BUN 3. Faktor pembekuan 4. Urinalisis Foto thoraks EKG Echocardiografi Data kateterisasi jantung (saturasi O2, Derajat shunting, variasi anatomis) Konsultasi kardiologi Diskusi dengan keluarga

Berdasarkan hasil penemuan, kelainan jantung dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kategori: 1. Tidak ada penyakit jantung, meskipun ditemukan kelainan yang berhubungan dengan penyakit jantung 2. Kelainan jantung dengan gejala klinis yang minimal, tidak diindikasikan pada pasien ini, tetapi tetap dilakukan pengawasan ketat terhadap pemberian antiembolisasi 3. Kelainan jantung yang telah diketahui dan belum dikoreksi dengan gejala signifikan 4. Kelainan jantung yang telah diketahui dan telah menjalani operasi paliatif 5. Kelainan jantung yang telah diketahui dan telah pembedahan korektif

Aspek Pertimbangan Tatalaksana Anestesia Oksigenasi: hipoksemia terjadi akibat adanya percampuran darah yang belum tersaturasi (pintas sirkulasi pulmoner) dengan darah yang tersaturasi dan distribusi campuran darah ini ke sirkulasi sistemik dan jaringan perifer, Hal ini biasanya terjadi pada right to left shunt, sehingga teknik anestesi yang meningkatkan right to left shunt bisa meningkatkan hipoksemia Disritmia: terjadi akibat perubahan pembentukan atau konduksi impuls jantung. Pada pasien dengan kelainan jantung kongenita,kelainan system induksi lebih lazim ditemukan dibandingkan kelainan pembentukan impuls. Etiologinya antara lain cedera saat pembedahan, kelainan anatomi atau fisiologik intrinsic, kerusakan akibat hipoksemia kronik, kombinasi ketiganya. Gagal jantung : Gambaran klinis gagal jantung berbeda beda, pada balita bisa berupa kesulitan makan dan kesulitan peningkatan berat badan. Pada anak yang lebih besar, bisa terjadi BB tidak meningkat, takikardia,takipneu,dispneu, intoleransi terhadap aktifitas fisik, ekstremitas dingin, bunyi jantung gallop, rales. Evaluasinya dengan gejala klinis, ekokardiografi,elektrokardiografi, angiografi,AGD arteri, kateterisasi jantung Pintasan (shunting): defek yang menyebabkan teradinya shunting bersifat non restriktif jika tidak ada perbedaan tekanan antara kedua ruang yang dipisahkan defek tersebut dan bersifat restriktif jika terdapat tahanan yang signifikan pada defek tersebut,sehingga menghasilkan gradient tekanan antara kedua ruang. Akibat yang nyata dari shunt intrakardiak termasuk desaturasi arteri (right to left), peningkatan volume ventrikel kanan, perubahan ventilasi. Sindrom Eisenmenger terjadi akibat adanya hipertensi pulmoner akibat left to right shunt yang berkepanjangancor pulmonale dan sianosis yang memburuk. Penanganan anestetik pada pasien pasien ini termasuk pencegahan hipovolemia dan penurunan tahanan pembuluh sistemikdengan obat obatan anestetik Respirasi; pasien dengan kelainan jantung congenital selain akan lebih mudah mengalami kelainan anatomi jalan anfas, system respirasi juga dipengaruhi aliran darah paru yang abnormal. Peningkatan aliran darah paru dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hipertensi pulmoner sampai tingkat yang setara dengan tekanan sistemik, perubahan left to right menjadi right to left,serta terjadinya hipoksemia dan sianosis (Eisenmenger sindrom)

Tatalaksana Medikasi Preanestetik Penggunaan obat obatan untuk medikasi preanestetik didasarkan pada usia anak, status psikologis, dan fungsi kardiovaskuler. Tujuan premedikasi adalah untuk menghilangkan stress psikologis dan kardiovaskuler. Hal ini dapat mengurangi stimulasi simpatis yang dapat menjadi factor predisposisi terjadinya sianosis atau gagal jantung kongestif. Obat yang digunakan biasanya midazolam 0,5 mg/kg. Pengawasan yang ketat harus selalu dilakukan, pemantauan saturasi oksigen dan pemberian suplementasi oksigen harus selalu tersedia. Profilaksis Antibiotika Kondisi jantung yang disarankan mendapat antibiotika profilaksis Endokarditis – AHA Kategori risiko tinggi -

Katup jantung buatan, bioprostetik, katup homograf

-

Endokarditis bakteri sebelumnya

-

Penyakit jantung congenital jantung sianotik komplek

-

Shunt yang telah dibedah rekonstruksi

Kategori risiko sedang -

Malformasi jantung congenital lainnya

-

Disfungsi katup yang didapat (mis penyakit jantung rematik)

-

Kardiomiopati hipertrofik

-

Prolaps katup mitral dengan regurgitasi katup dan/atau penebalan daun katup

Kondisi jantung yang tidak disarankan mendapat antibiotika profilaksis Endokarditis – AHA Kondisi rendah/tidak ada risiko lebih besar dibandingkan populasi umum -

ASD sekunder terisolasi

-

ASD,VSD,PDA yang telah direparasi

-

Bedah pintas koroner

-

Prolas katup mitral tanpa regurgitasi katup

-

Bising jantung fisiologik,fungsional inosen

-

Demam reumatik sebelumnya

Prosedur yag disarankan mendapat terapi Endokarditis bacterial Gigi -

Ekstraksi gigi

-

Prosedur periodontal

-

Pemasangan implant gigi

-

Pemasangan awal kawat gigi

-

Injeksi anestetik local intraligamen

-

Pembersihan karang gigi atau implant profilaktik

Lain lain -

Tonsilektomi

-

Bronkoskopi dengan rigid bronkoskop

-

Dilatasi striktur esophagus

-

ERCP dengan obstruksi bilier

-

Pembedahan saluran bilier

-

Bedah prostat

-

Sistoskopi

-

Dilatasi uretra

Akses Intravena dan Puasa Preoperatif Pentingnya puasa sebelum bedah elektif pada pasien pediatric normal telah lama menjadi kontroversi, tetapi hal ini penting untuk mencegah terjadinya regurgitasi atau aspirasi pneumonia. Walaupun waktu puasa lebih pendek, kebanyakan ahli anestesi masih mempertimbangkan akses intravena pada anak anak selama bedah non kardiak.Hal ini menjamin hidrasi yang adekuat, mempermudah akses manipulative farmakologik terhadap hemodinamik, antibiotic profilaksis, dan usaha pemberian obat obatan resusitasi lebih cepat diberikan.

Lama Puasa menurut ASA Yang dicerna

Lama puasa

-

Cairan bening (air,jus buah tanpa ampas,minuman

2 jam

-

Karbonasi, teh bening

4 jam

-

Susu ASI

6 jam

-

Susu formula

6 jam

-

Makanan padat

6 jam

Keuntungan dari waktu puasa yang lebih pendek termasuk mengurangi rasa haus dan ketidaknyamanan selama menunggu pembedahan, mencegah hipotensi akibat hipovolemia selama induksi,mencegah hemokonsentrasi yang berlebihan pad anak anak sianotik dan menurunkan risiko terjadinya hipoglikemia. Beberapa anestesiolog mempertimbangkan akses intravena yang adekuat pada anak anak dengan penyakit jantung congenital selama bedah non kardiak. Tatalaksana Anestetik pada Periode Operatif Tujuan utama penanganan intraoperatif pasien dengan kelainan jantung congenital baik yang terkoreksi sebagian (paliatif) maupun belum,dalam menjalani bedah non kardiak adalah mempertahankan oksigenasi dan ventilasi yang adekuat, serta mengatasi aritmia dan kelebihan cairan. Secara umum oksigenasi lebih penting untuk diperhatikan pada pasien dengan right to left shunt, sedangkan kelebihan cairan dan gagal jantung merupakan tantangan pada pasien dengan left to right shunt dan kelainan obstruktif. Oksigenasi : Terdapat dua kategori umum pasien, pasien dengan aliran darah paru yang terbatas dan right to left shunt,serta pasien dengan aliran darah paru yang normal dan left to right shunt. Pasien dengan aliran darah paru terbatas dan right to left shunt ditujukan untuk mengurangi right to left shunt sebanyak mungkin dan mengurangi jumlah darah yang belum teroksigenasi untuk memintas sirkulasi pulmoner, serta menghindari keadaan yang meningkatkan kebutuhan oksigen

sistemik,

meliputi

1)

menjaga tekanan

darah sistemik

dengan

mempertahankan volume intravaskuler, hidrasi yang adekuat, 2) menghindari peningkatan tahanan pembuluh darah pulmonal lebih lanjut, 3) memberikan sedasi dan analgesia yang adekuat.

Pasien dengan aliran darah paru yang normal dan left to right shunt ditujukan untuk mempertahankan perbandingan aliran darah paru dengan aliran darah sistemik. Ventilasi: Pada pasien dengan penurunan aliran darah paru, maka aliran darah paru akan berkurang, sementara ventilasi normal. Hal ini berakibat peningkatan ruang rugi dan pengukuran end tidal CO2 yang menyebabkan PaCO2 arteri menjadi lebih rendah. Pada pasien dengan peningkatan aliran darah paru, dapat mengalami peningkatan tahanan pulmonal, edema paru, noncompliant lungs dan peningkatan tahanan jalan nafas. Pemilihan Anestetik Pemilihan obat obatan anestetik untuk anak anak dengan penyakit jantung congenital bergantung pada tipe pembedahan,durasi,status kardiovaskuler pasien.. Meskipun tidak ada teknik anestetik yang terbukti lebih baik untuk anomaly tertentu, dapat dijelaskan perubahan parameter hemodinamik, sebagai berikut: Beban awal

PVR

SVR

Denyut

Kontraktilitas

Naik

Naik

Turun

N

N

VSD (LR)

N

Turun

Naik

N

N

VSD (RL)

Naik

Naik

Turun

N

N

PDA

Naik

Naik

Turun

N

N

Coarctatio

Naik

N

Turun

N

N

Valvular HD

Naik

Turun

Turun

Turun

Naik

AS

Naik

N

Naik

Turun

N atau naik

MS

Naik

N atau turun

N

Naik

N atau naik

AR

Naik

N

Turun

N atau naik

N atau naik

MR

Naik

N atau turun

Turun

N atau naik

N atau naik

ASD

Efek kardiovaskuler obat obatan anestetik telah lama diketahui harus dipertimbangkan. Induksi anestetik juga dapat dipengaruhi oleh factor factor yang mengubah ambilan dan distribusi obat inlahasi atau intravena.

Kecepatan induksi obat anestesi inhalasi ditentukan oleh kecepatan aliran masuk obat ke dalam paru,pemindahan obat dari paru ke aliran darah arteri. Induksi secara inhalasi pada pasien dengan R-L shunt dapat berlangsung lebih lama karena darah yang dialihkan mengurangi tekanan parsial anestetik dalam darah yang menuju otak. Sedangkan pada L-R shunt kecepatan induksi tidak berubah, resirkulasi melalui paru dengan darah L-R shunt telah membawa konsentrasi obat yang tinggi, mengurangi ambilan obat dari alveoli dan menyebabkan peningkatan tekanan arsial alveolar lebih cepat. Farmakokinetik obat obat anestesi inhalasi antara lain N20 sering digunakan untuk fasilitasi induksi namun harus diperhatikan bahaya potensial karena pembesraan air bubble pada anak dengan kelainan shunting. Obat obat anestesi volatile banyak digunakan pada anak anak dengan kelainan jantung sianotik maupun non sianotik, penggunaannya dapat menghantarkan konsentrasi oksigen yang tinggi. Obat seperti isofluran dalam dosis tertentu dapat menyebabkan penurunan tekanan darah arteri disebabkan penurunan tahanan pembuluh sistemik, sedangkan curah jantung masih dalam keadaan nilai normal. Sevoflurane dihubungkan dengan keadaan bradikardia atau disritmia yang lebih ringan dibandingkan halotan, menyebabkan penurunan curah jantung yang lebih sedikit. Farmakologi obat obat anestesi intravena dapat dipengaruhi adanya pintasan aliran darah, pada pasien dengan L-R shunt ,bolus intravena yang diberikan mencapai otak dalam waktu yang sama seperti jika tidak ada shunt,sedangkan pada R-L shunt dimana darah vena sistemik melewati sirkulasi paru,bolus mencapai otak lebih cepat dari yang diperkirakan. Baik efek anestetik maupun toksisitas kardiovaskuler dapat muncul lebih cepat setelah pemberian obat intravena pada pasien tersebut. Pada penggunaan opiod, dihubungkan dengan stabilitas hemodinamik yang sangat baik. Opioid base dapat digunakan pada anak anak yang menjalani prosedur bedah mayor yang akan membutuhkan bantuan ventilasi pasca operasi. Pemberian fentanyl 25-75 mcg/kg atau sufentanyl 5-20 mcg/kg dapat digunakan pada balita dan anak anak dengan semua jenis penyakit jantung congenital, opioid juga dapat dikombinasikan dengan pelumpuh otot dan N20 sebagai teknik balance intravenous. Pemberian ketamin secara IM untuk induksi

(4-8 mg/kg)

atau sedasi

(2-3

mg/kg),efek simpatomimetik ketamin

dapat

mempertahankan kontraktilitas dan tahanan pembuluh sistemik, tidak meningkatkan tahanan pembuluh pulmonal pada anak anak dengan penyakit jantung congenital, termasuk kelainan

pembuluh darah pulmonal. Untuk pemilihan obat pelumpuh otot, didasarkan pada efek kardiovaskuler dan durasi kerja obat obatan tersebut. Pancuronium sering digunakan karena efek vagolitik yang meningkatkan denyut jantung dan curah jantung, jika menginginkan efek hemodinamik yang minimal,bisa diberikan atracurium, rocuronium atau vecuronium. Pemberian suksinil kolin dapat menyebabkan bradikardia atau henti jantung pada anak anak, sehingga harus dikombinasi dengan sulfas atropine.

DAFTAR PUSTAKA 1. Cindy Elfira Boom,dkk : Panduan Klinis Perioperatif Kardiovaskuler Anestesia ; Komisi Pendidikan Spesialis Anestesiologi Konsultan Anestesi Kardiovaskuler, penerbit Aksara Bermakna, November,2013: Hal 204 – 222 2. Carol L.Lake: Anesthesia for noncardiac surgery in children with congenital heart disease Anestesiologica, vol 27, 2004; pp 63-67 3. Michelle C. White; REVIEW ARTICLE Approach to managing children with heart disease for noncardiac surgery,August 2010: pp 522-526 4. Steve Stayer, M.D. Anesthesia for the Patient with Congenital Heart Disease Undergoing Non-cardiac Surgery, April 2010 5. Dean B. Andropoulos, M.D: Anesthesia For the Patient With Congenital Heart Disease For Noncardiac Surgery, American society of Anesthesiologist Annual Meeting, 2011: pp 206-209 6. Riza Cintyandy,dkk : Anestesia Jantung Kongenital : Komisi Pendidikan Spesialis Anestesiologi Konsultan Anestesi Kardiovaskuler, penerbit Aksara Bermakna, Juni,2014: Hal 204 – 222: Hal 163-207 7. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Anesthesia for Neurosurgery. In : Clinical Anesthesiology, 5th ed. New York: A Lange Medical Books; 2013, p 825-835. 8. Longnecker David et al in: Longnecker Anesthesiology,McGraw-Hill Company,New York, 2008 9. Ronal D.Miller et al in : Miller anesthesiology, seventh edition, Elsevier company, 2013 10. Maxim Cannesson et al, Anesthesia for Noncardiac Surgery in Adults with Congenital Heart Disease, Anesthesiology Journal, Lippincott William and Wilkins, 2009 p 432-40