BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Siklus Menstruasi 1

mempertahankan kehamilan yang normal. ... 2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea. Menurut Prawirohardjo (1999), ada beberapa faktor diduga b...

100 downloads 541 Views 476KB Size
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

1. Siklus Menstruasi 1.1 Pengertian Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus (Bobak, 2004).

Suzannec (2001), mendeskripsikan siklus menstruasi adalah proses kompleks yang mencakup reproduktif dan endokrin. Menurut Bobak (2004), Siklus menstruasi merupakan rangkaian peristiwa yang secara kompleks saling mempengaruhi dan terjadi secara simultan.

1.2 Fisiologis Siklus Menstruasi

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus menstruasi (Bobak, 2004).

Ovarium

menghasilkan

hormon

steroid,

terutama estrogen dan

progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol.

Universitas Sumatera Utara

Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan pemeliharaan organorgan reproduktif wanita dan karakteristik seksual sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi. Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001).

Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun. Dengan memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba dkk, 2006).

Universitas Sumatera Utara

1.3 Bagian-bagian Siklus Menstruasi Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus menstruasi, yaitu: 1.3.1 Siklus Endomentrium Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu : a.

Fase menstruasi Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan

disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat. b. Fase proliferasi Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

Universitas Sumatera Utara

c. Fase sekresi/luteal Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar. d. Fase iskemi/premenstrual Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai. 1.3.2 Siklus Ovulasi Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum

Universitas Sumatera Utara

mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh. 1.3.3 Siklus Hipofisis-hipotalamus Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Siklus menstruasi

1.4 Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi Menurut Praworohardjo (1999), ada beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain: 1.4.1 Faktor enzim Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzimenzim hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalam

Universitas Sumatera Utara

pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian lebih banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untuk implantasi ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena

itu

timbul

gangguan

dalam

metabolisme

endometrium

yang

mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan. 1.4.2 Faktor vaskuler Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena. Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena. 1.4.3 Faktor prostaglandin Endometrium mengandung banyak prostaglandin E 2 dan F 2. dengan desintegrasi

endometrium,

prostaglandin

terlepas

dan

menyebabkan

berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.

Universitas Sumatera Utara

2. Dysmenorrhea 2.1 Pengertian Suzannec (2001) mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat menstruasi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram. Menurut Manuaba dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah dan punggung bawah yang terasa seperti kram (Varney, 2004). 2.2 Patofisiologis Dysmenorrhea Dysmenorrhea terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase ini terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya, prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga terlibat dalam dysmenorrhea adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan infertilitas pada wanita, dysmenorrhea, hipertensi, preeklamsieklamsi, dan anafilaktik syok. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial yang menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai sifat meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dysmenorrhea sebagian besar akibat kontraksi uterus (Manuaba , 2006).

Universitas Sumatera Utara

2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea Menurut Prawirohardjo (1999), ada beberapa faktor diduga berperan dalam timbulnya dysmenorrhea yaitu: 2.3.1 Faktor psikis Pada wanita yang secara emosional tidak stabil, dysmenorrhea primer mudah terjadi. Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea hilang, dan jarang sekali dysmenorrhea menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis.

Disamping

itu,

psikoterapi

terkadang

mampu

menghilangkan

dysmenorrhea primer. 2.3.2 Vasopresin Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat tinggi dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin pada saat menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri. Namun, peranan pasti vasopresin dalam mekanisme terjadinya dysmenorrhea masih belum jelas. 2.3.3 Prostaglandin Penelitian pada beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa prostaglandin memegang peranan penting dalam terjadinya dysmenorrhea. Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan

Universitas Sumatera Utara

rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan muntah. 2.3.4 Faktor hormonal Umumnya kejang atau kram yang terjadi pada dysmenorrhea primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa dysmenorrhea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2α dalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin pada endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.

Universitas Sumatera Utara

2.4 Faktor Resiko Dysmenorrhea Menurut Damianus (2006), ada beberapa faktor

resiko yang bisa

meningkatkan terjadinya dysmenorrhea yaitu: a. Wanita yang merokok b. Wanita yang minum alkohol selama menstruasi karena alkohol akan memperpanjang nyeri pada saat menstruasi c. Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas d. Wanita yang tidak memiliki anak e. Menarche dini (wanita yang pertama menstruasi sebelum umur 12 tahun) f.Mempunyai riwayat yang sama dalam keluarga

2.5 Gejala Dysmenorrhea Menurut Kasdu (2005), gejala dysmenorrhea yang sering muncul adalah : a. Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi b. Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai c. Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari. Namun, ada juga wanita yang masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid. d. Nyeri pada perut bagian bahwa, yang bisa menjalar ke punggung bagian bahwa dan tungkai.

Universitas Sumatera Utara

e. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus. f. Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.

2.6 Klasifikasi dan Karakteristik Gejala Dysmenorrhea Menurut Jones (2001), dysmenorrhea berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan menjadi dua yaitu : 2.6.1 Dysmenorrhea primer Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan anatomis genitalis yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25 tahun. Akan tetapi, dysmenorrhea primer

juga mengenai sekitar 50-70% wanita yang masih menstruasi.

Dysmenorrhea

primer

diduga

sebagai

akibat

dari

pembentukan

prostaglandin yang berlebih, yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme anteriolar. Nyeri dymenorrhea primer seperti mirip kejang spasmodik, yang dirasakan pada perut bagian bawah (area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah dapat juga disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya. Nyeri mulai dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa bertahan selama 48-72 jam (Baradero, 2006 & Suzannec, 2001).

Universitas Sumatera Utara

2.6.2 Dysmenorrhea sekunder Dysmenorrhea sekunder

merupakan nyeri haid sebelum

menstruasi yang disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea sekunder terjadi pada wanita berusia 30-45 tahun dan jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun. Nyeri dysmenorrhea sekunder dimulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya semakin hebat serta mencapai puncak pada akhir menstruasi yang bisa berlangsung selama 2 hari atau lebih. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab dysmenorrhea sekunder seperti: endometriosis, adenomiosis, radang pelvis, sindrom menoragia, fibroid dan polip dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan perdarahan yang abnormal. Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu: 2.6.3 Dysmenorrhea ringan Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.

Universitas Sumatera Utara

2.6.4 Dysmenorrhea sedang Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah, memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah mengkonsumsi obat anti nyeri, kadangkadang mengganggu aktivitas hidup sehari-hari. 2.6.5 Dysmenorrhea berat Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing, sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.

2.7 Terapi dan Penatalaksanaan Medik Terapi dysmenorrhea terbagi atas dua macam yaitu: 2.7.1 Terapi Farmakologi Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat anti peradangan non steroid akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi, Jika nyeri terus

Universitas Sumatera Utara

dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dysmenorrhea. Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi). Jika dysmenorrhea sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas 2.7.2 Terapi nonfarmakologi Terapi pengobatan yang bisa dilakukan dalam mengurangi gejala Dysmenorrhea yang bersifat nonfarmakologi yaitu: a. Istirahat yang cukup b. Olah raga yang teratur (terutama berjalan). Olah raga Mampu meningkatkan produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stress sehingga secara tidak langsung juga mengurangi nyeri c. Pemijitan. Pijatan lembut pada bagian tubuh klien yang nyeri dengan menggunakan

tangan

akan

menyebabkan

relaksasi

otot

dan

memberikan efek sedasi. d. Yoga e. Orgasme pada aktivitas seksual

Universitas Sumatera Utara

f. Kompres hangat di daerah perut. Suhu panas dapat memperingan keluhan. Lakukan pengompresan dengan handuk panas atau botol air panas pada perut atau punggung bawah atau mandi dengan air hangat g. TENS ( Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation). Tindakan ini melalui pendekatan gate control of pain atau gerbang transmisi nyeri yaitu memblok stimuli nyeri dengan stimuli kurang nyeri kepada serabut-serabut besar. Stimuli listrik dapat mengakibatkan opiat dan non opiat jalur yang menurun. h. Distraksi pendengaran.

Diantaranya mendengarkan musik yang

disukai atau suara burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.

3 Aktivitas Belajar 3.1 Pengertian Aktivitas Belajar Aktivitas belajar adalah seluruh aktivitas siswa dalam proses belajar, mulai dari kegiatan

fisik berupa keterampilan-keterampilan dasar sampai

kegiatan psikis berupa ketrampilan terintegrasi (Dimyati, 2002). Menurut Sardiman (2004) aktivitas belajar merupakan prinsip atau azas yang sangat penting didalam interaksi belajar mengajar. Aktivitas yang dimaksudkan di sini bukan hanya aktivitas fisik tetapi mencakup aktivitas

Universitas Sumatera Utara

mental. Pada kegiatan belajar, kedua aktivitas tersebut saling berkait. Aktivitas fisik ialah peserta didik giat dan aktif dengan anggota badan, membuat sesuatu, bermain ataupun bekerja, ia tidak hanya duduk dan mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Peserta didik yang mempunyai aktivitas psikis (kejiwaan) adalah jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya dalam rangka pengajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pengajaran yang optimal. Berdasarkan pendapat tersebut, aktivitas belajar dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan fisik maupun mental yang dilakukan secara sadar oleh seseorang dan mengakibatkan adanya perubahan pada dirinya baik yang tampak maupun yang tidak tampak.

3.2 Klasifikasi Aktivitas Belajar Sardiman (2004), yang dikutip dari Paul B. Diendrich menggolongkan aktivitas sebagai berikut. 3.2.1 Visual activity, yang termasuk didalamnya seperti membaca, memperhatikan gambar demonstrasi, percobaan. 3.2.2 Oral activity, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat mengadakan wawancara, diskusi, interuksi. 3.2.3 Listening activity, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, music, pidato. 3.2.4 Writing activity, seperti menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin.

Universitas Sumatera Utara

3.2.5 Drawing activity, seperti menggambarkan, membuat grafik, peta, diagram. 3.2.6 Motor activity, yang termasuk didalamnya antara lain: melakukan percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak. 3.2.7 Mental activity, sebagai contoh misalnya: mengingat, memecahkan soal, menganalisa, mengambil keputusan. 3.2.8 Emotional activity, seperti minat, merasa bosan, berani, tenang, gugup, gembira, bersemangat.

3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Belajar Menurut

Suryabrata

(2002),

secara

global

faktor-faktor

yang

mempengaruhi aktivitas belajar dapat dibedakan menjadi 2 macam yakni: 3.3.1 Faktor Internal Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri mahasiswa sendiri meliputi dua aspek, yakni: a.

Aspek Fisiologis Aspek fisiologis adalah yang berkaitan dengan kondisi umum jasmani dan tonus (tegangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organorgan tubuh dan sendi-sendinya, yang dapat mempengaruhi semangat dan intensitas mahasiswa dalam mengikuti pelajaran. Kondisi organorgan

khusus

mahasiswa,

seperti

tingkat

kesehatan

indera

pendengaran dan indera penglihatan, juga sangat mempengaruhi

Universitas Sumatera Utara

kemampuan mahasiswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan di kelas. b.

Aspek Psikologis Aspek psikologis adalah aspek yang berkaitan dengan keadaan psikologi mahasiswa. Banyak faktor yang termasuk aspek psikologis yang dapat mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan belajar mahasiswa. Arden N. Frandsen mengatakan bahwa hal yang mendorong seseorang untuk balajar itu adalah sebagai berikut: -

Adanya sifat ingin tahu dan ingin menyelidiki dunia yang lebih luas;

-

Adanya sifat yang kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk selalu maju;

-

Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati dari orang tua, guru, dan teman-teman;

-

Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang lalu dengan usaha yang baru, baik dengan koperasi maupun dengan kompetisi;

-

Adanya keinginan untuk mendapatkan rasa aman bila menguasai pelajaran;

-

Adanya ganjaran atau hukuman sebagai akhir daripada belajar.

Universitas Sumatera Utara

3.3.2 Faktor Eksternal Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri mahasiswa yang terdiri atas dua macam, yakni: a. Lingkungan Sosial. Lingkungan sosial sekolah seperti para guru, para staf administrasi, dan teman-teman sekelas dapat mempengaruhi semangat belajar seorang siswa. Lingkungan sosial yang lebih banyak mempengaruhi kegiatan belajar ialah orang tua dan keluarga siswa itu sendiri. Sifatsifat orang tua, praktik pengelolaan keluarga, ketegangan keluarga, dan demografi keluarga (letak rumah), semuanya dapat memberi dampak baik atau buruk terhadap kegiatan belajar dan hasil yang dicapai oleh siswa. b. Lingkungan Nonsosial Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung dan leteknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, keadaan cuaca, dan waktu belajar yang digunakan siswa.

3.4 Tahap-tahap dalam Proses Aktivitas Belajar Syah (2006) mengutip dari Witing (1981) dalam bukunya Psychology of Learning, setiap proses belajar selalu berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: 3.4.1 Acquisition (tahap perolehan/penerimaan informasi) Pada tingkatan ini seorang siswa mulai menerima informasi sebagai stimulasi dan melakukan respons terhadapnya, sehingga menimbulkan

Universitas Sumatera Utara

pemahaman dan perilaku baru. Pada tahap ini terjadi pula asimilasi antara pemahaman dengan perilakunya. Proses Acquisition dalam belajar merupakan tahap yang paling mendasar. Kegagalan dalam tahap ini akan mengakibatkan kegagalan pada tahap-tahap berikutnya. 3.4.2 Storage (tahap penyimpanan informasi) Pada tingkat ini seorang siswa secara otomatis akan mengalami proses penyimpanan pemahaman dan perilaku baru yang ia peroleh ketika menjalani proses acquisition. 3.4.3 Retrieval (tahap mendapat kembali informasi) Pada tingkat ini seorang siswa akan mengaktifkan kembali fungsifungsi sistem

memorinya, misalnya ketika ia menjawab pertanyaan atau

memecahkan masalah. Proses ini pada dasarnya adalah upaya atau peristiwa mental dalam mengungkapkan dan memproduksi kembali apa-apa yang tersimpan dalam memori berupa informasi, simbol, pemahaman, dan perilaku tertentu sebagai respons atas stimulus yang sedang dihadapi.

Universitas Sumatera Utara