BAB II LANDASAN TEORI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN

Sedangkan pengertian guru Pendidikan Agama Islam dalam Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam adalah yang menggunakan rujukan hasil...

5 downloads 580 Views 85KB Size
BAB II LANDASAN TEORI GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN AKTIVITAS SOSIAL

A. Guru Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Guru Pendidikan Agama Islam Untuk memudahkan suatu konsep yang dapat dijadikan suatu pengertian guru, maka perlu ditinjau dari beberapa pendapat para ahli pendidikan. Meskipun mereka berbeda pendapat, tetapi mempunyai maksud yang sama. Guru adalah orang yang kerjanya mengajar.1 Dalam masyarakat Jawa, guru dilacak melalui akronim gu dan ru. “Gu” diartikan dapat digugu (dianut) dan “ru” bisa diartikan ditiru (dijadikan teladan).2 Hal senada juga diungkapkan oleh al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Zainuddin dkk. bahwa guru adalah “pendidik dalam artian umum yang bertugas serta bertanggung jawab atas pendidikan dan pengajaran”.3 Jadi, guru adalah semua orang yang berusaha mempengaruhi, membiasakan, melatih, mengajar serta memberi suri tauladan dalam membentuk pribadi anak didik dalam bidang ibadah, jasmani, rohani, intelektual dan ketrampilan yang akan dipertanggungjawabkan pada orang tua murid, masyarakat serta kepada Allah. Sedangkan pengertian guru Pendidikan Agama Islam dalam Kapita Selekta Pendidikan Agama Islam adalah yang menggunakan rujukan hasil Konferensi Internasional tentang pengertian guru Pendidikan Agama Islam adalah sebagai murabbi, muallim dan muaddib.

1

D. Anton Moeliono, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, t.th.),

2

Hadi Supeno, Potret Guru, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 26 Zainuddin, dkk., Seluk Beluk Pendidikan al-Ghazali, (Jakarta: Bumi Aksara, 1991),

hlm. 30 3

hlm. 50

12

13 Pengertian murabbi adalah guru agama harus orang yang memiliki sifat rabbani, yaitu bijaksana, terpelajar dalam bidang pengetahuan tentang rabb. Pengertian muallim adalah seorang guru agama harus alimun (ilmuwan), yakni menguasai ilmu teoritik, memiliki kreativitas, komitmen yang sangat tinggi dalam mengembangkan ilmu serta sikap hidup yang selalu menjunjung tinggi nilai di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pengertian ta’dib adalah itegrasi antara ilmu dan amal.4 Jadi, pengertian guru PAI adalah guru yang mengajar bidang studi PAI yang mempunyai kemampuan sebagai pendidik serta bertanggung jawab terhadap peserta didik.

2. Sifat-sifat Guru PAI Dalam hal ini, ada beberapa pendapat tentang sifat-sifat guru PAI antara lain sebagai berikut: a. Menurut Abdurrahman an-Nahlawi, sifat-sifat guru adalah sebagai berikut: 1) Guru hendaknya robbani dalam segala tujuan, tingkah laku dan pola pikirnya. Maksudnya, dalam mendidik guru harus memiliki dali sebagai pedoman terhadap materi yang bersangkutan. Hal ini sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat Ali Imran ayat 79, yaitu:

‫ﻳﻘﹸﻮ ﹶﻝ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻮ ﹶﺓ ﹸﺛ‬ ‫ﺒ‬‫ﻨ‬‫ﺍﻟ‬‫ﻢ ﻭ‬ ‫ﺤ ﹾﻜ‬  ‫ﺍﹾﻟ‬‫ﺏ ﻭ‬  ‫ﺎ‬‫ﷲ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ‬ ُ ‫ ﺍ‬‫ﻴﻪ‬‫ﺆِﺗ‬ ‫ﺸ ٍﺮ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻳ‬  ‫ﺒ‬‫ـﺎ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ِﻟ‬‫ﻣ‬ ‫ﺎ‬‫ﲔ ِﺑﻤ‬  ‫ﻴ‬‫ﺎِﻧ‬‫ﺭﺑ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻦ ﻛﹸﻮﻧ‬ ‫ﻟ ِﻜ‬‫ﷲ ﻭ‬ ِ ‫ﻭ ِﻥ ﺍ‬‫ﻦ ﺩ‬ ‫ﺍ ﻟِﻲ ِﻣ‬‫ﺎﺩ‬‫ﻮﺍ ِﻋﺒ‬‫ﺱ ﻛﹸﻮﻧ‬ ِ ‫ﺎ‬‫ﻟِﻠـﻨ‬ (79 :‫ﻋﻤﻮﺍﻥ‬-‫ )ﺍﻝ‬.‫ﻮ ﹶﻥ‬‫ﺭﺳ‬ ‫ﺪ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬ ‫ﺎ ﹸﻛ‬‫ﻭِﺑﻤ‬ ‫ﺏ‬  ‫ﺎ‬‫ﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ‬‫ﻌ ﱢﻠﻤ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬ ‫ﹸﻛ‬ Tidak wajar bagi seorang manusia yang Allah berikan kepadanya al-Kitab, hikmah dan kenabian lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembahpenyembahku bukan penyembah Allah akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang Rabbani,

4

Chabib Thoha, Kapita Selekta Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 11-12.

14 karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (QS. Ali Imran: 79)5 2) Guru hendaknya ikhlas dalam pekerjaannya. 3) Guru hendaknya mempunyai sifat sabar dalam mendidik. Maksudnya, guru hendaknya dapat dijadikan sebagai contoh dalam amal dan perbuatannya. Firman Allah dalam surat ash-Shaff ayat 2-3:

‫ﷲ ﹶﺃ ﹾﻥ‬ ِ ‫ﺪ ﺍ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﺎ ِﻋ‬‫ﻣ ﹾﻘﺘ‬ ‫ﺮ‬ ‫ ﹶﻛﺒ‬.‫ﻌﻠﹸﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﺗ ﹾﻔ‬‫ﺎ ﹶﻻ‬‫ﺗﻘﹸﻮﻟﹸﻮ ﹶﻥ ﻣ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻮﺍ ِﻟ‬‫ﻣﻨ‬ ‫ﻦ ﺃ‬ ‫ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬‫ﻳﻬ‬‫ﻳﺎﹶﺃ‬ (3-2 :‫ )ﺍﻟﺼﺎﻑ‬.‫ﻌﻠﹸﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﺗ ﹾﻔ‬‫ﺎ ﹶﻻ‬‫ﺗﻘﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﻣ‬ Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang kamu perbuat.amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan. (QS. ash-Shaff: 2-3)6 4) Guru hendaknya bersifat jujur dalam menyampaikan apa yang diserukan kepada anak didik. Maksudnya, guru harus berpengetahuan luas terhadap apa yang diajarkannya agar matri yang disampaikan dapat dipahami oleh murid. Firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 79:

‫ﻢ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬ ‫ﺎ ﹸﻛ‬‫ﻭِﺑﻤ‬ ‫ﺏ‬  ‫ﺎ‬‫ﻮ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ ِﻜﺘ‬‫ﻌ ﱢﻠﻤ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺘ‬‫ﻨ‬ ‫ﺎ ﹸﻛ‬‫ﲔ ِﺑﻤ‬  ‫ﻴ‬‫ﺎِﻧ‬‫ﺭﺑ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻦ ﻛﹸﻮﻧ‬ ‫ﻟﻜِـ‬‫ ﻭ‬... (79 :‫ﻋﻤﻮﺍﻥ‬-‫ )ﺍﻝ‬.‫ﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﺳ‬‫ﺪﺭ‬ ‫ﺗ‬ ... akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orangorang yang rabbani karena kamu selalu mengajarkan al-Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya”. (QS. Ali Imran: 79)7 5) Guru hendaknya selalu membekali diri dengan berbagai macam ilmu dan terus menerus mengadakan pengkajian. Maksudnya, guru harus dapat menyesuaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode yang sesuai. 6) Guru hendaknya menguasai berbagai macam metode pelajaran dan menggunakannya dengan tepat. Maksudnya, guru harus dapat menyikapi siswa dalam berbagai situasi dan kondisi. 7) Guru hendaknya mampu mengadakan pengelolaan terhadap siswa serta tegas dan dapat berlaku adil. Maksudnya, guru harus dapat mendidik murid sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

5

Soenarjo, dkk., al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1989), hlm. 89. Ibid., hlm. 928. 7 Ibid., hlm. 89. 6

15 8) Guru hendaknya memahami jiwa anak, sehingga dapat memperlakukan siswanya sesuai dengan kemampuannya. Maksudnya, guru harus bisa memahami problem yang dihadapi murid.8 Firman Allah dalam surat al-Fatikhah ayat 7:

.‫ﲔ‬  ‫ﺎﱢﻟ‬‫ﻭ ﹶﻻ ﺍﻟﻀ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻴ ِﻬ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﺏ‬ ِ ‫ﻮ‬‫ﻐﻀ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻴ ِﺮ ﺍﹾﻟ‬ ‫ﻢ ﹶﻏ‬ ‫ﻴ ِﻬ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﺖ‬  ‫ﻤ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﻧ‬‫ﻦ ﹶﺃ‬ ‫ﻁ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬ ‫ﺍ ﹶ‬‫ﺻﺮ‬ ِ (7:‫)ﺍﻟﻔﺎﲢﺔ‬ Yaitu jalan orang-orang yang Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan (pula bukan) jalan mereka yang sesat. (QS. al-Fatikhah: 7)9 9) Guru harus bersifat adil Maksudnya guru hendaknya tidak membeda-bedakan murid. Firman Allah dalam surat al-Maidah ayat 8:

‫ﺮﺏ‬ ‫ﻮ ﹶﺃ ﹾﻗ‬ ‫ﻋ ِﺪﻟﹸﻮﺍ ﻫ‬ ‫ﻌ ِﺪﻟﹸﻮﺍ ﺍ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﻠﻰ ﹶﺃ ﱠﻻ‬‫ﻮ ٍﻡ ﻋ‬ ‫ﺎﻥﹸ ﹶﻗ‬‫ـﻨ‬‫ﻢ ﺷ‬ ‫ﻨﻜﹸ‬‫ﻣ‬ ‫ـ ِﺮ‬‫ﻳﺠ‬ ‫ﻭ ﹶﻻ‬

(8 :‫ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬.‫ﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﻤﻠﹸ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺗ‬ ‫ﺎ‬‫ ِﺑﻤ‬‫ﺧِﺒﲑ‬ ‫ﷲ‬ َ ‫ﷲ ِﺇ ﱠﻥ ﺍ‬ َ ‫ﺗﻘﹸﻮﺍ ﺍ‬‫ﺍ‬‫ﺘﻘﹾﻮﻯ ﻭ‬‫ﻟِﻠ‬

... dan janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. al-Maidah: 8)10 b. Menurut al-Ghazali dalam bukunya Samsul Nizar, sifat-sifat guru adalah sebagai berikut: 1. Sabar dalam menanggapi pertanyaan murid. Maksudnya, guru harus sabar dalam menanggapi pertanyaan murid, sehingga murid merasa diperhatikan oleh guru. 2. Senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih (objektif). Maksudnya, guru hendaknya menyayangi murid tanpa membedakan antara murid yang satu dengan lain. 3. Duduk dengan sopan, tidak riya’ atau pamer. Maksudnya, guru harus senantiasa menjadi contoh bagi muridnya dalam berbagai hal termasuk duduk dengan sopan, tidak riya dan pamer. 4. Tidak takabur, kecuali terhadap orang yang zalim dengan maksud mencegah tindakannya. Maksudnya, guru hendaknya jangan menyobongkan diri, karena pada hakekatnya ilmu itu dari Allah. 8

Abdurrahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam dalam Keluarga, di Sekolah dan di Masyarakat, (Bandung: Diponegoro, 1992), hlm. 239-246 9 Ibid., hlm. 6. 10 Ibid., hlm. 158.

16 5. Bersikap tawadhu’ dalam pertemuan ilmiah. Maksudnya, guru hendaknya memiliki sikap rendah diri dan tidak sombong dalam pertemuan. 6. Sikap dan pembicaraan hendaknya tertuju pada topik persoalan. Maksudnya, guru dalam mengajar hendaknya tertuju pada topik persoalan dan tidak nglantur. 7. Memiliki sifat bersahabat dengan murid-muridnya. Maksudnya, guru harus mengetahui sifat murid. Oleh karena itu, guru harus bersahabat dengan murid. 8. Menyantuni dan tidak membentuk orang-orang bodoh. Maksudnya, guru hendaknya dapat menyantuni anak didik dan menjadikan anak didik untuk belajar dengan baik. 9. Membimbing dan mendidik murid yang bodoh dengan cara yang sebaik-baiknya. Maksudnya, guru hendaknya dapat membimbing murid dan menjadikan murid yang bodoh dapat bersemangat untuk belajar. 10. Berani untuk berkata tidak tahu terhadap masalah yang Anda persoalkan. Maksudnya, seorang guru harus jujur apabila muridnya bertanya tentang apa yang tidak diketahui guru. 11. Menyampaikan hujjah yang benar. Maksudnya, seorang guru harus menyampaikn materi dengan benar dan tidak menyesatkan murid.11 c. Menurut Athiyah al-Abrasy, sifat-sifat guru adalah sebagai berikut: 1. Zuhud. Zuhud artinya adalah guru agama Islam tidak boleh berpandangan materialistik, tetapi harus mempunyai rasa ikhlas mencari keridhaan Allah. 2. Bersih jiwa dan raganya. Seorang guru harus bersih jiwa dan raganya, jauh dari dosa-dosa dan kesalahan serta terhindar dari dosa-dosa besar dan lain-lain. 3. Ikhlas dalam pekerjaan Maksud ikhlas di sini adalah guru harus sesuai dengan apa yang dikatakan dengan perbuatan, melakukan apa yang diucapkan dan tidak malu mengatakan aku tidak tahu, apabila ada yang tidak diketahuinya. 4. Bersifat pemaaf Seorang guru harus bersifat pemaaf terhadap muridnya, ia sanggup menahan diri, menahan kemarahan, lapang hati dan lain lain. 5. Bersifat kebapakan Artinya, bisa menjadi orang tua yang baik terhadap anak didiknya. 6. Mengerti tentang tabiat murid 11

Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam; Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis, (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hlm. 88.

17 Guru harus mengetahui tabiat pembawaan, adat kebiasaan, rasa dan pemikiran murid agar tidak kesasar dalam mendidik. 7. Menguasai materi pelajaran Seorang guru harus menguasai materi pelajaran dan memperdalam pengetahuannya.12 Demikian beberapa sifat guru PAI yang dikemukakan oleh beberapa tokoh pendidikan Islam yang masing-masing berbeda tetapi saling melengkapi. Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang guru PAI harus mempunyai sifat-sifat di atas, yaitu: ikhlas, sabar, tawadhu’, jujur, adil, senantiasa bersifat kasih tanpa pilih kasih, tidak riya’, tidak takabur, pemaaf dan dapdat menguasai materi pelajaran. Oleh karena itu, apabila sifat-sifat tersebut dilaksanakan dengan baik, maka proses belajar mengajar dapat berjalan dengan baik.

3. Kepribadian Guru PAI Kepribadian yang dimiliki guru agama adalah merupakan salah satu faktor yang menentukan dan paling berpengaruh baik dan tidaknya, disiplin dan tidaknya guru agama dalam melaksanakan tugasnya. Dr. Zakiah Daradjat dalam buku Kepribadian Guru mengatakan sebagai berikut: “Faktor terpenting bagi seorang guru adalah kepribadiannya. Kepribadian itulah yang akan menentukan apakah ia menjadi pendidik dan pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi perusak atau penghancur bagi masa depan anak didik”.13 Pendapat tersebut memberikan pengertian bahwa kepribadian guru agama merupakan faktor yang sangat penting dalam melaksanakan tugas kependidikannya, begitu juga seorang guru agama dalam melaksanakan tugas, kepribadian yang dimilikinya juga lebih banyak menentukannya. Oleh karena itu, kepribadian guru termasuk guru agama akan berpengaruh terhadap apa yang dikerjakannya, bahkan kepribadian yang dimiliki itu

12

Muhammad Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, terj. Bustani A. Ghani dan Djohar Bahri, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993), hlm. 139-141. 13 Zakiah Daradjat, Kepribadian Guru, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 16.

18 menentukan segala langkah dan perbuatannya. Sehingga kepribadian itu bisa diketahui identitasnya baik yang positif maupun negatif. Adapun untuk mengetahui aspek-aspek kepribadian dapat diketahui dalam Pengantar Filsafat Pendidikan Islam oleh Drs. D. Marimba, sebagai berikut: 1. Aspek jasmaniah, yaitu aspek yang berhubungan dengan tingkah laku luar yang mudah nampk dan ketahuan dari luar. Misalnya, cara berbuat, cara berbicara dan sebagainya. 2. Aspek kejiwaan, yaitu aspek yang tidak dapat dilihat dan ketahuan dari luar. Misalnya, cara berfikir, sikap dan minat. 3. Aspek kerohanian, yaitu aspek kejiwaan yang lebih abstrak, yaitu falsafah hidup dan kepercayaan.14 Jadi, kepribadian guru agama merupakan faktor terpenting dalam melaksanakan kepribadian, bahkan kepribadian yang dimiliki oleh guru agama itu menentukan segala langkah dan perbuatannya. Selain itu, kepribadian juga memiliki tiga aspek, yaitu: aspek jasmaniah, aspek kejiwaan dan aspek kerohanian.

4. Tugas Guru PAI Seorang yang telah menerima jabatan guru berarti ia telah menerima sebuah tanggung jawab yang besar, apalagi bagi guru agama yang selalu menjadi contoh bagi anak didiknya, baik di sekolah maupun di masyarakat, untuk membimbing, mengajar dan mendidik putra putri mereka agar kelak menjadi anak yang berguna bagi masyarakat dan dapat memikul tanggung jawab guru sebagai warga negara yang baik. Muhammad Uzer Utsman mengelompokkan tugas guru menjadi tiga kelompok yaitu dalam bidang profesi, tugas kemanusiaan dan tugas kemasyarakatan.15 14

Ahmad Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: al-Ma’arif, 1989),

15

Moh. Uzer Utsman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992),

hlm. 17. hlm. 6-7.

19 a. Tugas Bidang Profesi Guru merupakan suatu profesi, artinya suatu jabatan/pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru. Oleh karena itu, jabatan guru itu tidak dilakukan oleh sembarang orang di luar profesi bidang pendidikan. Tugas guru dalam bidang profesi itu meliputi: mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, sedang melatih adalah mengembangkan ketrampilan kepada siswa. Kaitannya dengan tugas guru bidang profesi dalam hadis disebutkan :

‫ ﻗﺎﻝ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﷲ ﺻﻠﻰ ﺍﷲ ﻋﻠﻴﻪ‬:‫ﻋـﻦ ﺍﰉ ﻫﺮﻳـﺮﺓ ﺭﺿﻰ ﺍﷲ ﻋﻨﻪ ﻗﺎﻝ‬ 16

(‫ﻭﺳﻠﻢ ﺍﺫﺍ ﻭﺳﺪ ﺍﻻﻣﺮ ﺍﱃ ﻏﲑ ﺍﻫﻠﻪ ﻓﺎﻧﺘﻈﺮ ﺍﻟﺴﺎﻋﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺒﺨﺎﺭﻯ‬

Dari Abu Hurairah ia berkata, telah bersabda Rasulullah saw.: Apabila suatu perkara diserahkan kepada yang tidak ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”. (HR. Bukhari) b. Tugas Bidang Kemanusiaan Dalam hal ini guru dalam sekolah dapat menjadikan dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. c. Tugas Bidang Kemasyarakatan Masyarakat menempatkan guru pada tempat terhormat di lingkungannya, karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Ini berarti guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju kepada pembentukan manusia Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Oleh karena itu keberadaan guru dalam hal ini merupakan faktor condisio sine quanon yang tidak dapat mungkin digantikan oleh komponen manapun. Dan guru tidak hanya diperlukan oleh murid di dalam kelas, dalam arti mentransfer pengetahuan, namun juga

16

diperlukan

oleh

masyarakat

di

lingkungannya

Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiah, 1992), hlm. 26.

dalam

20 menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Ia mempunyai tanggung jawab besar untuk ikut serta dalam mewujudkan kehidupan bangsa. Oleh karena itu guru mempunyai komponen-komponen yang menunjang profesinya sebagai guru. Adapun menurut S. Nasution, bahwa tugas guru meliputi sebagai berikut: 1) Seorang yang mengkomunikasikan pengetahuan. Dengan tugasnya ini guru harus memiliki pengetahuan yang mendalam tentang apa yang diajarkannya. Sebagai tindak lanjut tugas ini, maka guru harus memiliki pengetahuan yang diberikan kepada anak didiknya terlebih dahulu harus ia pelajari. Dalma hubungan ini, pendidikan guru dalam berbagai bentuknya, seperti Program Penyetaraan DII dan DIII, latihan servis pelajaran jarak jauh dan sebagainya sangat penting. Selain itu, dipandang perlu menyediakan fasilitas memperbaiki nasib guru dan peningkatan kesejahteraan hidupnya, sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. 2) Guru sebagai model, yaitu dalam bidang studi yang diajarkannya merupakan suatu yang berguna bagi kehidupan sehari-hari, sehingga guru tersebut menjadi model atau contoh nyata dari yang dikehendaki dari mata pelajaran tersebut. Hal ini akan lebih nampak pada mata pelajaran yang diajarkannya, jangan diharapkan bahwa anak-anak akan antusias pada mata pelajaran itu. Guru yang tidak menunjukkan keberanian untuk berpikir intuitif, tidak akan dapat membina anak-anak yang mempunyai keberanian. 3) Guru juga menjadi model sebagai pribadi, apakah ia berdisplin, cermat berfikir mencintai pelajarannya atau mematikan idealisme dan picik dalam pandangannya.17

17

S. Nasution, Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1992), hlm. 16-17.

21 Dari ketiga fungsi guru tersebut tergambar bahwa seorang pendidik

selain

diajarkannya,

seorang

juga

sebagai

yang orang

memiliki yang

pengetahuan

yang

berkepribadian

baik,

berpandangan luas dan berjiwa besar. Menurut Zakiah Daradjat tentang tugas yang diemban oleh guru agama adalah bahwa guru agama mempunyai tugas yang cukup berat yaitu membina pribadi anak di samping mengajarkan pengetahuan agama.18 Maka tugas guru agama tidak hanya memberikan pembinaan pribadi anak supaya menjadi taat pada agama sesuai dengan ajaran Islam yang telah diterima. Adapun yang dijadikan suri tauladan dalam pembinaan pribadi anak adalah Nabi saw. sebagaimana Firman Allah SWT. dalam surat al-Ahzab ayat 21:

(21 :‫ﻨﺔﹲ )ﺍﻷﺣﺰﺍﺏ‬‫ﺴ‬  ‫ﺣ‬ ‫ﻮﺓﹲ‬ ‫ﺳ‬ ‫ﷲ ﹸﺃ‬ ِ ‫ﻮ ِﻝ ﺍ‬‫ﺭﺳ‬ ‫ﻢ ﻓِﻲ‬ ‫ﺪ ﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ﹸﻜ‬ ‫ﹶﻟ ﹶﻘ‬ Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu. (QS. al-Ahzab: 21)19 Apa yang dikemukakan di atas tidaklah tugas itu ringan, karena di samping menyampaikan ilmu juga mendidik yang memerlukan kesabaran dan ketelitian kerja yang diarahkan untuk mematuhi aturan agama, sehingga dalam melaksanakan tugas dapat menuju pada tujuan yang telah ditetapkan.

5. Kedudukan Guru Agama dalam Pandangan Islam Islam sangat menghormati orang yang mau menjadi guru agama, karena guru agama berarti da’i yang meyampaikan pelajaran yang baik dan menyuruh kepada jalan Allah dengan hikmah. Sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah QS. an-Nahl ayat 125 sebagai berikut:

18 19

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang: 2003), hlm. 77 Soenarjo, dkk., Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Semarang: Toha Putra, 1996), hlm. 670.

22

‫ﻲ‬ ‫ﻢ ﺑِﺎﱠﻟﺘِﻲ ِﻫ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺎ ِﺩﹾﻟ‬‫ﻭﺟ‬ ‫ﻨ ِﺔ‬‫ﺴ‬ ‫ﺤ‬  ‫ﻮ ِﻋ ﹶﻈ ِﺔ ﺍﹾﻟ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﺍﹾﻟ‬‫ﻤ ِﺔ ﻭ‬ ‫ﺤ ﹾﻜ‬ ِ ‫ﻚ ﺑِﺎﹾﻟ‬  ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ﺳﺒِﻴ ِﻞ‬ ‫ﻉ ﺇِﱃ‬  ‫ﺩ‬ ‫ﹸﺍ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﺘﺪِﻳ‬‫ﻬ‬ ‫ﻤ‬ ‫ﻋﻠﹶﻢ ُﺑِﺎﹾﻟ‬ ‫ﻮ ﹶﺃ‬ ‫ﻭﻫ‬ ‫ﺳﺒِﻴﻠ ِﻪ‬ ‫ﻦ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﺿ ﱠﻞ‬  ‫ﻦ‬ ‫ﻤ‬ ‫ ِﺑ‬‫ﻋ ﹶﻠﻢ‬ ‫ﻮ ﹶﺃ‬ ‫ﻚ ﻫ‬  ‫ﺑ‬‫ﺭ‬ ‫ ِﺇ ﱠﻥ‬‫ﺴﻦ‬  ‫ﺣ‬ ‫ﹶﺃ‬ (125 :‫)ﺍﻟﻨﺤﻞ‬ Suruhlah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan pelajaran yang baik pula. Sesungguhnya Tuhanmu Dia-lah yang lebih Mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalannya dan Dia-lah yang lebih Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. an-Nahl: 125)20 Demikianlah penghargaan yang besar terhadap kedudukan guru dalam pandangan Islam, sehingga Islam memerintahkan untuk menyeru kepada jalan yang benar, yaitu jalan yang mendapat petunjuk Tuhan.

B. Aktivitas Sosial 1. Pengertian Aktivitas Sosial Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa “aktivitas” adalah suatu kegiatan atau usaha/pekerjaan.21 “Sosial” adalah hal yang

berkenaan dengan kemasyarakatan atau perlu adanya 22

komunikasi.

Dengan demikian yang dimaksud aktivitas sosial adalah

kegiatan guru pendidikan agama Islam yang berhubungan dengan masyarakat di suatu wilayah. Sedangkan pengertian aktivitas sosial dalam bahasa Inggris yaitu activity socialling referring to therapy groups, any activity that result in the interaction of individual with other members of group.23 Artinya, aktivitas sosial mengacu pada terapi kelompok, di mana aktivitas itu mengakibatkan interaksi individu dengan anggota kelompok yang lain Dalam melakukan aktivitas sosial tersebut diperlukan adanya interaksi individu, sebab interaksi sosial ini merupakan syarat utama

20

Ibid., hlm. 421. Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), hlm. 17. 22 Ibid., hlm. 855. 23 Benyamin B. Wolman, Dictionary of Behavioral Science, (New York: Van Nostrand Reinhold Company, 1973), hlm. 8. 21

23 terjadinya aktivitas sosial. Interaksi sosial ini merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang per-orang, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.24 Dalam interaksi ini, maka perilaku seseorang tidak terlepas dengan lingkungan dan orang-orang yang berada di sekitarnya. Berkaitan dengan hal ini, Lewin’s beranggapan bahwa “...behavior is dependent upon a connection or combination of persons and environments”.25 Artinya, ... perilaku adalah bergantung pada kombinasi atau hubungan pada orang dan lingkungan. Sementara itu, pengertian aktivitas sosial atau interaksi sosial menurut Abu Achmadi adalah “suatu hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya”.26 Di sisi lain, dalam interaksi juga diperlukan adanya komunikasi. Tanpa komunikasi, suatu aktivitas sosial tidak berjalan dengan baik.

2. Interaksi dan Aktivitas Sosial Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik antara individu dengan individu, antara kelompok dengan kelompok dan antara individu dengan kelompok. Proses tersebut didasarkan pada adanya kebutuhan, seperti misalnya untuk diterima orang lain, untuk menjadi anggota suatu kelompok, diakui dan seterusnya.27 Telah diketahui bahwa pada dasarnya manusia adalah sebagai makhluk sosial, sebagai makhluk individu, manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan sebagai makhluk sosial manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain, berarti manusia mempunyai dorongan sosial. 24

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),

hlm. 67. 25

Mc Nergney dan Robert F, Teachers Development, (New York: Macmillan Publising, 1981), hlm. 14. 26 Abu Achmadi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hlm. 53. 27 Soerjono Soekamto, Memperkenalkan Psikologi, (Jakarta: Rajawali, 1982), hlm. 11.

24 Dengan adanya dorongan sosial pada manusia, maka manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan (interaksi). Dengan demikian maka akan terjadilah interaksi antara manusia dengan manusia yang lain. Jadi, karena manusia tersebut adalah bagian dari masyarakat dalam kegiatan sosialpun diperlukan adanya interaksi, dengan harapan agar aktivitas sosial yang dilakukan dapat terlaksana dengan baik. Dasar adanya aktivitas sosial dalam hidup masyarakat adalah sebagaimana dalam hadits nabi sebagai berikut:

‫ﻮ ِﻥ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻰ‬ ‫ﷲ ِﻓ‬ ُ ‫ﺍ‬‫ ﻭ‬... :‫ﻢ ﻗﺎﻝ‬ ‫ﺳ ﱠﻠ‬ ‫ﻭ‬ ‫ﻴ ِﻪ‬ ‫ﻋ ﹶﻠ‬ ‫ﷲ‬ ُ ‫ﺻﻠﱠﻰ ﺍ‬  ‫ﻲ‬ ‫ﻨِﺒ‬‫ﻋ ِﻦ ﺍﻟ‬ ‫ﺮ ﹶﺓ‬ ‫ﻳ‬‫ﺮ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﻲ‬ ‫ﻦ ﺍِﺑ‬ ‫ـ‬‫ﻋ‬ (‫ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﰉ ﺩﺍﻭﺩ‬.‫ﻴ ِﻪ‬ ‫ﻮ ِﻥ ﹶﺍ ِﺧ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻰ‬ ‫ ِﻓ‬‫ﺒﺪ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺎﻛﹶﺎ ﹶﻥ ﺍﹾﻟ‬‫ﺒ ِﺪ ﻣ‬ ‫ﻌ‬ ‫ﺍﻟ‬

Dari Abu Hurairah ra., dari nabi saw. beliau bersabda: “.... Dan Allah akan menolong hambanya sebagaimana ia menolong saudaranya” (HR. Daud)28 Berdasarkan hadits tersebut, jelas bahwa manusia itu diperintah untuk saling tolong menolong dengan sesamanya, sebab Allah akan menolongbya, apabila ia menolong saudaranya. Namun demikian, tolong menolong ini hanya diperbolehkan dalam hal-hal yang baik, bukan sebaliknya. Mengenai cara berinteraksi Allah SWT telah memberikan petunjuk yang mengandung nilai sosial yang mengutamakan orang lain daripada perasaan diri sendiri dan kepentingan pribadi serta kerjasama dengan orang lain. Dalam QS. Ali Imran ayat 159 Allah SWT. berfirman:

‫ﻦ‬ ‫ﻮﺍ ِﻣ‬‫ﻧ ﹶﻔﻀ‬‫ﺐ ﻻ‬ ِ ‫ﻆ ﺍﹾﻟ ﹶﻘ ﹾﻠ‬ ‫ﺎ ﹶﻏﻠِﻴ ﹶ‬‫ﺖ ﹶﻓﻈ‬  ‫ﻨ‬ ‫ﻮ ﻛﹸ‬ ‫ﻭﹶﻟ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺖ ﹶﻟ‬  ‫ﻨ‬ ‫ﷲ ِﻟ‬ ِ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﻤ ٍﺔ ِﻣ‬ ‫ﺣ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺎ‬‫ﹶﻓِﺒﻤ‬

:‫ﻋﻤﺮﺍﻥ‬-‫ﻣﺮ )ﺍﻝ‬ ‫ﻢ ﻓِﻲ ﺍ َﻷ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺭ‬ ‫ﺎ ِﻭ‬‫ﻭﺷ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﺮ ﹶﻟ‬ ‫ﻐ ِﻔ‬ ‫ﺘ‬‫ﺳ‬ ‫ﺍ‬‫ﻢ ﻭ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬ ‫ﻋ‬ ‫ﻒ‬  ‫ﻋ‬ ‫ﻚ ﻓﹶﺎ‬  ‫ﻮِﻟ‬ ‫ﺣ‬

(159 “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kami berlaku lemah lembut kepada mereka sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu

28

Imam Abi Daud, Sunan Abi Daud, (Beirut: Darul Fikr, 1992), hlm. 292.

25 maafkanlah mereka, mohonkan ampun mereka dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam segala urusan itu”. (QS. Ali Imran: 159)29 Islam telah meletakkan prinsip-prinsip yang dapat membuat suatu masyarakat saling bekerjasama dan memperkuat satu sama lain, sehingga tidak tampak di dalamnya suatu perbedaan. Di antara prinsip-prinsip itu adalah perintah untuk bekerjasama dalam kebaikan. Abu Zahrah mengatakan bahwa kerjasama (taawun) adalah ikatan yang paling kuat di antara anggota masyarakat,30 karena adanya kerjasama antar anggota masyarakat akan meringankan beban mereka. Pepatah mengatakan “Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Suatu contoh tentang hal ini, “Pada bulan Ramadhan ada aktivitas sosial yaitu memberikan santunan kepada anak yatim dan fakir miskin. Bila beban dana ini dipikul oleh beberapa orang saja akan terasa berat dan sebaliknya bila beban itu ditanggung oleh semua anggota masyarakat akan terasa ringan. Dan dari semua aktivitas yang dilakukan, maka interaksi sangat berpengaruh. Dalam interaksi sosial tersebut ada kemungkinan individu dapat menyelesaikan dengan orang lain atau sebaliknya. dengan kata lain, bahwa individu dapat meleburkan diri dengan keadaan sekitarnya atau sebaliknya individu dapat mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan individu, atau sesuai dengan apa yang diinginkan individu. Bahkan oleh Weber dikatakan bahwa di dalam interaksi di mana tidak ada saling menyesuaikan (mutual orientation) antara orang satu dengan orang yang lain, dengan orang yang lain, maka di situ tidak ada hubungan antar hubungan sosial, meskipun ada sekumpulan orang yang diketemukan bersamaan.31 Apabila tujuan interaksi sosial selalu dikaitkan dengan kekayaan materiil, kekuasaan, prestise dan ketenaran, hanya akan mendatangkan 29

Ibid., hlm. 103. Muhammad Abu Zahrah, Tanzih al-Islam li al-Mujtama, terj. Shadiq Noor Rahmad, Membangun Masyarakat Islam, (Jakarta: Pustaka al-Firdaus, 1994), hlm. 13. 30

31

George Ritzar, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda, (Jakarta: Rajawali Press, 1992), hlm. 44.

26 kesedihan dan kekecewaan belaka. Selain itu, di dalam pergaulan hidup seorang harus dapat mempertahankan kehormatan diri, integritas serta mengerti perasaan dan motivasi tingkah laku pihak lain (tepo sliro).32

3. Bentuk-bentuk aktivitas sosial Aktivitas sosial dapat diartikan sebagai suatu hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebalinya. Aktivitas sosial atau hubungan timbal balik tersebut dapat terjadi dalam berbagai bentuk yaitu kerjasama (cooperation), persaingan (competition), pertikaian (pertentangan ataupun akomodasi). Bentuk-bentuk aktivitas sosial tersebut dapat terjadi secara terus menerus, bahkan dapat berlangsung seperti lingkaran tanpa berujung. Aktivitas sosial tersebut bisa bermula dari setiap bentuk kerjasama, persaingan dan pertikaian kemudian dapat berubah lagi menjadi kerjasama, begitu seterusnya, misalnya suatu pertikaian untuk sementara waktu dapat terselesaikan kemudian dapat bekerjasama berubah menjadi persaingan, apabila persaingan ini memuncak, maka dapat terjadi pertikaian.33 a. Kerjasama Kerjasama di sini dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.34 Kerjasama dapat terjadi dalam kehidupan apabila manusia mempunyai kepentingan yang sama, tujuan yang sama ataupun kegiatan yang sama, kerjasama ini di samping sebagai perwujudan manusia pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai muslim juga mempunyai nilai agama yang tinggi, sebab Islam juga menekankan pentingnya kerjsama, bantu membantu

32 33

Soerjono Sukanto, Memperkenalkan Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Press, 1988), hlm. 17 Abdul Syani, Sosiologi Sistematika dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm.

156. 34

Soerjono Soekanto, op. cit., hlm. 79.

27 tolong menolong dalam kebaikan dan takwa sebagaimana Firman Allah SWT. dalam QS. al-Maidah ayat 2 :

‫ﺗﻘﹸﻮﺍ‬‫ﺍ‬‫ﻭﺍ ِﻥ ﻭ‬‫ﻌﺪ‬ ‫ﺍﹾﻟ‬‫ﻋﻠﹶﻰ ﹾﺍ ِﻹﹾﺛ ِﻢ ﻭ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻭﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ﺗﻌ‬ ‫ﻭ ﹶﻻ‬ ‫ﺘﻘﹾﻮﻯ‬‫ﺍﻟ‬‫ﺮ ﻭ‬ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﺍﹾﻟِﺒ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﻭﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ﺗﻌ‬‫ﻭ‬ (2:‫ )ﺍﳌﺎﺋﺪﺓ‬.‫ﺏ‬ ِ ‫ﺪ ﺍﹾﻟ ِﻌﻘﹶﺎ‬ ‫ﺷﺪِﻳ‬ ‫ﷲ‬ َ ‫ﷲ ِﺇ ﱠﻥ ﺍ‬ َ‫ﺍ‬ Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksanya. (QS. al-Maidah: 2)35 Dalam kehidupan sosialpun kerjasama sangat diperlukan sebab dalam usaha untuk mencapai tujuan tidak selamanya manusia mampu mencapinya sendiri banyak hal yang memerlukan orang lain untuk mencapai atau memecahkannya. Betapa pentingnya kerjasama, digambarkan oleh Charles H Cooley sebagaimana dikutip Sorjono Sukanto dalam bukunya Sosiologi Suatu Pengantar, sebagai berikut: “Kerjasama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerjasama yang berguna”.36

b. Persaingan Persaingan merupakan suatu usaha dari seseorang untuk mencapai sesuatu yang lebih daripada yang lainnya. Sesuatu itu bisa berbentuk benda atau popularitas tertentu.37 Persaingan dapat terjadi di semua bidang kehidupan manusia misalnya persaingan di bidang ekonomi, kebudayaan, kedudukan dan jabatan politik, persaingan karena perbedaan ras, dan sebagainya. Bila persaingan tersebut terjadi 35 36

Soenarjo, op. cit., hlm. 157. Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000),

hlm. 98. 37

Abdul Syani, op. cit., hlm. 157.

28 dalam batas-batas kewajaran maka akan membawa dampak yang positif, sebab akan membawa seseorang untuk berprestasi melebihi orang lain. Misalnya kompetisi kejujuran, meraih rangking 1 di sekolah dan sebagainya. Namun bila persaingan terjadi dalam ketidakwajaran maka akan menimbulkan pertikaian karena menghalalkan segala cara. Mengenai kompetisi ini Allah SWT memerintahkan kepada kita sebagaimana Firman Allah QS. al-Baqarah ayat 148:

‫ﺕ ِﺑﻜﹸﻢ‬ ِ ‫ﻳ ﹾﺄ‬ ‫ﻮﺍ‬‫ﺗﻜﹸﻮﻧ‬ ‫ﺎ‬‫ﻦ ﻣ‬ ‫ﻳ‬‫ﺕ ﹶﺃ‬ ِ ‫ﺍ‬‫ﻴﺮ‬ ‫ﺨ‬  ‫ﺘِﺒﻘﹸﻮﺍ ﺍﹾﻟ‬‫ﺳ‬ ‫ﺎ ﻓﹶﺎ‬‫ﻮﻟﱢﻴﻬ‬ ‫ﻣ‬ ‫ﻮ‬ ‫ﻬﺔﹲ ﻫ‬ ‫ﺟ‬ ‫ﻭِﻟﻜﹸ ﱟﻞ ِﻭ‬ (148 :‫ )ﺍﻟﺒﻘﺮﺓ‬.‫ﻲ ٍﺀ ﹶﻗﺪِﻳﺮ‬ ‫ﺷ‬ ‫ﻋﻠﹶﻰ ﹸﻛ ﱢﻞ‬ ‫ﷲ‬ َ ‫ﺎ ِﺇ ﱠﻥ ﺍ‬‫ﺟﻤِﻴﻌ‬ ‫ﷲ‬ ُ‫ﺍ‬ Dan tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya, maka berlomba-lombalah kamu dalam membuat kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (di hari kiamat) sesungguhnya Allah Maka Kuasa atas segala sesuatu. (QS. al-Baqarah: 35)38 c. Pertikaian Pertikaian adalah bentuk persaingan yang berkembang secara negatif, artinya di satu pihak bermaksud mencelakakan atau paling tidak berusaha untuk menyingkirkan pihak lainnya.39 Pertikaian dapat terjadi karena salah penafsiran terhadap suatu aktivitas yang dilakukan oleh orang lain. Pertikaian juga dapat terjadi akibat suasana kompetitif. Akibat kompetitif ini

mengakibatkan

bangkitnya nafsu untuk

menjatuhkan dan menghancurkan persaingannya. Mengenai kejelasan tentang hal tersebut Allah berfirman dalam QS. al-Hujurat ayat 6:

‫ﺎ‬‫ﻮﻣ‬ ‫ﻮﺍ ﹶﻗ‬‫ﺗﺼِﻴﺒ‬ ‫ﻮﺍ ﹶﺃ ﹾﻥ‬‫ﻴﻨ‬‫ﺒ‬‫ﺘ‬‫ﺒٍﺄ ﹶﻓ‬‫ﻨ‬‫ ِﺑ‬‫ﻢ ﻓﹶﺎ ِﺳﻖ‬ ‫ﺎ َﺀ ﹸﻛ‬‫ﻮﺍ ِﺇ ﹾﻥ ﺟ‬‫ﻣﻨ‬ ‫ﻦ ﺃ‬ ‫ﺎ ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬‫ﻳﻬ‬‫ﻳﺎﹶﺃ‬

(6 :‫ )ﺍﳊﺠﺮﺍﺕ‬.‫ﲔ‬  ‫ﺎ ِﺩ ِﻣ‬‫ﻢ ﻧ‬ ‫ﺘ‬‫ﻌ ﹾﻠ‬ ‫ﺎ ﹶﻓ‬‫ﻠﻰ ﻣ‬‫ﻮﺍ ﻋ‬‫ﺼِﺒﺤ‬  ‫ﺎﹶﻟ ٍﺔ ﹶﻓﺘ‬‫ﺠﻬ‬  ‫ِﺑ‬

Hai orang-orang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa berita maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatan itu. (QS. al-Hujurat: 37)40 38

Soeanrjo, op. cit., hlm. 38. Abdul Syani, op. cit., hlm. 158. 40 Soenarjo, op. cit., hlm. 846. 39

29

d. Akomodasi Akomodasi adalah keadaan hubungan antara kedua belah pihak yang menunjukkan keseimbangan yang berhubungan dengan nilai dan norma-norma sebenarnya

sosial suatu

yang bentuk

berlaku aktivitas

di

masyarakat. sosial

yang

Akomodasi merupakan

perkembangan dari bentuk pertikaian di mana masing-masing pihak melakukan penyesuaian dan berusaha mencapai kesepakatan untuk tidak saling bertentangan.41 Dapat dipahami bahwa akomodasi meurpakan terminal dari pertikaian pada tahap ini pihak yang bertikai mencari pemecahan konflik, pencarian jalan keluar oleh kedua belah pihak. Persoalan mereka dapat diselesaikan dengan jalan musyawarah untuk mencapai mufakat. Dengan musyawarah semua akan terlibat dalam penyelesaian persoalan sehingga dapat dicapai kesepakatan konsep persoalan ini sudah tercantum dalam sub ke-IV dalam pancasila sekaligus pilihan cepat sebagaimana termaktub dalam al-Qur’an surat as-Syura ayat 38:

‫ﺎ‬‫ﻭ ِﻣﻤ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻬ‬ ‫ﻨ‬‫ﻴ‬ ‫ﺑ‬ ‫ﻮﺭﻯ‬‫ﻢ ﺷ‬ ‫ﻫ‬‫ﻣﺮ‬ ‫ﻭﹶﺃ‬ ‫ﻠﻮ ﹶﺓ‬‫ﻮﺍ ﺍﻟﺼ‬‫ﻭﹶﺃﻗﹶﺎﻣ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﺑ ِﻬ‬‫ﺮ‬ ‫ﻮﺍ ِﻟ‬‫ﺎﺑ‬‫ﺘﺠ‬‫ﺳ‬ ‫ﻦ ﺍ‬ ‫ﺍﱠﻟﺬِﻳ‬‫ﻭ‬ (38 :‫ )ﺍﻟﺸﻮﺭﻯ‬.‫ﻨ ِﻔﻘﹸﻮ ﹶﻥ‬ ‫ﻳ‬ ‫ﻢ‬ ‫ﻫ‬ ‫ﺎ‬‫ﺯ ﹾﻗﻨ‬ ‫ﺭ‬

Dan bagi orang-orang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang kami berikan kepada mereka. (QS. as-Syura: 38)42 Jadi, dalam beraktivitas sosial memerlukan adanya interaksi sosial yang merupakan kunci dari jawaban sosial. Oleh karena itu, interaksi sosial tidak akan mungkin ada kehidupan bersama, bertemunya orang perorangan secara badaniyah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Kehidupan sosial itu tercermin dalam bentuk hubungan sosial yang didasari oleh rasa kasih sayang, tolong 41 42

Abdul Syani, op. cit., hlm. 159. Soenarjo, op. cit., hlm. 789.

30 menolong, hormat menghormati, tenggang rasa dan sebagainya, yang semua itu merupakan ukhuwah yang berlaku antar umat Islam khususnya, maupun antar individu-individu manusia pada umumnya.

4. Faktor yang Mendasari Timbulnya Aktivitas Sosial Telah dipaparkan sebelumnya bahwa salah satu sifat manusia adalah sebagai makhluk sosial, di samping sebagai makhluk individual. Sebagai makhluk individual manusia mempunyai dorongan untuk mengadakan hubungan dengan dirinya sendiri, sedangkan makhluk sosial memiliki dorongan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain sehingga dengan motif sosial tersebut manusia akan mencari orang lain untuk mengadakan hubungan (interaksi). Begitu pula dengan aktivitas sosial, manusia yang terlibat di dalamnya juga memerlukan adanya interaksi serta komunikasi. Tanpa interaksi dan komunikasi, maka aktivitas sosial tidak akan berjalan dengan lancar walaupun begitu interaksi yang kelihatannya sederhana merupakan suatu proses yang sebenarnya cukup kompleks. Adapun faktor-faktor yang mendasari timbulnya aktivitas sosial yaitu: a. Faktor imitasi b. Faktor sugesti

c. Faktor identifikasi d. Faktor simpati.43 Untuk lebih jelasnya keempat faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1) Faktor imitasi Yang dimaksud imitasi adalah dorongan untuk meniru orang lain. menurut Gabriel Torde seluruh kehidupan sosial itu sebenarnya berdasarkan imitasi saja. Terdapat pendapat ini sukarlah orang menerima seluruhnya. Memang imitasi memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat atau dalam interaksi sosial, namun

31 demikian interaksi bukanlah satu-satunya faktor yang mendasari aktivitas sosial. Dan imitasi tidaklah berlangsung dengan sendirinya, sehingga individu yang satu akan dengan sendirinya mengimitasi individu yang lain.44 Untuk mengadakan imitasi (meniru) ada faktor psikologi yang berperan. Dengan kata lain, imitasi tidak berlangsung secara otomatis, tetapi ada faktor lain yang berperan sehingga seorang mengadakan imitasi. Bagaimana orang dapat mengimitasi sesuatu kalau orang yang bersangkutan tidak menerima terhadap yang diimitasi itu. Dengan demikian untuk mengimitasi sesuatu perlu adanya sikap menerima, ada sikap mengagumi terhadap yang diimitasi itu, karena imitasi tidak berlangsung dengan sendirinya.45 2) Faktor Sugesti Yang dimaksud sugesti adalah pengaruh psikis baik yang datang dari diri sendiri maupun yang datang dari orang lain yang pada umumnya

diterima

tanpa

adanya

kritik

dari

individu

yang

bersangkutan. Oleh karena itu, sugesti dapat dibedakan menjadi 2 yaitu: a) Auto sugesti yaitu sugesti terhadap diri sendiri, sugesti yang datang dari dalam diri individu yang bersangkutan b) Hetero sugesti yaitu sugesti yang datang dari orang lain.46 Sugesti

juga

mempunyai

peranan

yang

besar

dalam

pembentukan nama-nama, kelompok, prasangka, norma susila, norma politiik dan lain-lainnya. Dalam pengertian Ilmu Jiwa Sosial sugesti dapat dirumuskan suatu proses di mana seorang individu menerima sesuatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain

43

W.A. Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Rifika Aditama, 2002), hlm. 58. Ibid. 45 Bimo Walgito, Psikologi Sosial; Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Andi Offset, 2003), 44

hlm. 59. 46

Ibid.

32 tanpa kritik terlebih dahulu. Ada beberapa syarat yang memudahkan sugesti terjadi atau diterima orang lain antara lain: a) Sugesti karena hambatan berfikir b) Sugesti karena keadaan pikiran terpecah-pecah c) Sugesti karena otoritas d) Sugesti karena mayoritas e) Sugesti karena “will to believe”.47 Dengan kelima faktor tersebut, sugesti akan diterima di masyarakat. 3) Faktor identifikasi Dalam psikologi, identitas berarti dorongan untuk menjadi identif (sama) dengan orang lain.48 Identifikasi dilakukan orang kepada orang lain yang dianggapnya ideal dalam suatu segi untuk memperoleh sistem norma, sikap dan nilai yang dianggapnya ideal dan yang masih kekurangan pada dirinya. Proses identifikasi itu terjadi secara otomatis bawah sadar dan objek identifikasi itu dipilih secara rasional, tetapi berdasarkan penilaian subjektif, berperasaan. Ikatan yang terjadi antara orang mengidentifikasi merupakan ikatan batin yang lebih mendalam daripada ikatan antara orang yang saling mengimitasi tingkah lakunya. Lagi pula imitasi dapat berlangsung antara orang yang tidak kenal, sedangkan orang tempat kita mengidentifikasi diri dengan orang tersebut merupakan proses rasional dan sadar, melainkan irasional dan berlangsung di bawah taraf kesadaran kita.49 4) Faktor simpati Selain faktor-faktor di atas, faktor simpati juga memegang peranan dalam kegiatan sosial. Simpati merupakan perasaan tertarik

47

W.A. Gerungan, op. cit., hlm. 61.

48

Bimo Walgito, op. cit., hlm. 63. W.A. Gerungan, loc. cit., hlm. 67.

49

33 kepada orang lain.50 Oleh karena itu imitasi timbul tidak atas dasar logis rasional, melainkan atas perasaan atau emosi. Dalam simpati orang merasa terterik kepada orang lain yang seakan-akan berlangsung dengan sendirinya, apa sebabnya merasa tertarik sering tidak memberikan penjelasan lebih lanjut. Di samping individu juga mempunyai kecenderungan untuk menolak orang lain, yang disebut dengan antipati. Jadi, kalau simpati itu bersifat positif, maka antipati bersifat negatif.51 Seperti yang telah dikatakan di atas, bahwa simpati timbul tidak atas dasar logis irasional, melainkan atas dasar perasaan atau emosi, seperti juga pada proses identifikasi, pada identifikasi dorongan utamanya ialah ingin mengikuti jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dari orang lain yang dianggapnya ideal. Jadi pada simpati dorongan utama adalah ingin mengerti dan ingin kerjasama dengan orang lain. sedangkan pada identifikasi dorongan utamanya ialah ingin mengetahui jejaknya, ingin mencontoh, ingin belajar dengan orang lain yang dianggapnya ideal. Hubungan simpati menghendaki hubungan kerjasama antara dua orang lebih orang yang setaraf. Hubungan identifikasi hanya menghendaki bahwa yang satu ingin menjadi seperti yang lain dalam sifat-sifat yang dikagumi. Simpati bermaksud bekerjasama sedangkan identifikasi bermaksud belajar.52

50

Ibid., hlm. 69. Bimo Walgito, op. cit., hlm. 64. 52 W.A. Gerungan, op. cit., hlm. 70. 51